Anda di halaman 1dari 7

PENGURAIAN UNSUR PIDANA

A. Penggelapan

Pasal 372 KUHP:

“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau
sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena
kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau
pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”

Tindak pidana penggelapan dalam bentuk pokok diatur dalam Pasal 372 KUHP mempunyai unsur-
unsur sebagai berikut :

1. Unsur Subjektif:
a. Barang Siapa
Unsur “barang siapa” merupakan unsur subjek tindak pidana atau pelaku dari tindak pidana.
Hal ini dengan menperhatikan sistem KUHP di mana hanya manusia (natuurlijk persoon) saja
yang dapat melakukan suatu tindak pidana, sedangkan Badan hukum (rechtspersoon), atau
lebih luas lagi suatu korporasi, tidak dapat melakukan tindak pidana.

b. Dengan Sengaja atau opzettelijk.


Kesengajaan sebagai maksud, menurut Andi Hamzah, adalah bentuk kesengajaan yang
paling sederhana, yaitu apabila pembuat menghendaki/bermaksud akibat perbuatannya.
Selanjutnya mengartikan kesejangaan sebagai willens en wetens, yaitu menghendaki dan
mengetahui, dimana seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sengaja harus
menghendaki perbuatannya itu dan mengetahui akibat yang akan terjadi karena perbuatan
tersebut. Agar seseorang dapat dinyatakan sebagai terdakwa karena telah memenuhi unsur
kesengajaan, maka terdakwa harus terbukti:

(i). Petindak mengetahui, sadar bahwa perbuatan memiliki benda milik orang lain yang
berada dalam kekuasaannya itu sebagai perbuatan melawan hukum, suatu perbuatan
yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya atau bertentangan dengan hak milik
orang lain.
(ii). Petindak dengan kesadarannya yang demikian itu menghendaki untuk melakukan
perbuatan memiliki.
(iii). Petindak mengetahui, menyadari bahwa ia melakukan perbuatan memiliki itu adalah
terhadap suatu benda, yang juga disadarinya bahwa benda itu adalah milik orang lan
sebagian atau seluruhnya.
(iv). Petindak mengetahui, menyadari bahwa benda milik orang lain itu berada dalam
kekuasaannya bukan karena kejahatan.

c. Melawan Hukum
Istilah “melawan hukum” yaitu melawan hukum formil dan melawan hukum materil.
Melawan hukum formil adalah bertentangan dengan hukum tertulis, artinya sifat tercelanya
atau terlarangnya suatu perbuatan itu terletak oleh sebab dari hukum tertulis. Sedangkan
melawan hukum materil ialah bertentangan dengan asas-asas hukum di dalam masyarakat,
asas mana dapat merupakan hukum tidak tertulis maupun berbentuk hukum tertulis. Dari
sudut undang-undang, suatu perbuatan tidak mempunyai sifat melawan hukum sebelum
perbuatan itu diberi sifat terlarang (wederrechtelijk) dengan memuatnya sebagai dilarang
dalam peraturan perundang-undangan, artinya sifat terlarang itu disebabkan atau
bersumber pada dimuatnya dalam peraturan perundang-undangan. Kesimpulannya, unnsur
melawan hukum ini diartikan dalam arti yang seluas-luasnya:
(i). Perbuatan melanggar undang-undang yang berlaku.
(ii). Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku.
(iii). Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan.
(iv). Perbuatan yang bertentangan dengan sikap baik dalam masyarakat yang
memperhatikan kepentingan orang lain.

2. Unsur Objektif
a. Suatu Benda/Barang
Pengertian “barang” yang berada dalam kekuasaannya sebagai adanya suatu hubungan
langsung dan sangat erat dengan barang itu, yang menjadi indikatornya ialah apabila ia
hendak melakukan perbuatan terhadap benda itu ia dapat melakukannya secara langsung
tanpa harus melakukan perbuatan lain terlebih dahulu, itu hanya terhadap benda-benda
yang berwujud dan bergerak saja, dan tidak mungkin terjadi terhadap benda-benda tidak
berwujud dan tetap. Bahwa untuk dapat dihukum pelaku penggelapan harus memenuhi
unsur objektif ini, yaitu yang ia kuasai ialah suatu benda/barang.

b. Memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain.
Unsur “memiliki” merupakan unsur tindakan, di mana “memiliki” itu haruslah bersifat
melawan hukum. Pemilikan itu pada umumnya terdiri atas setiap perbuatan yang
menghapuskan kesempatan untuk memperoleh kembali barang itu oleh pemilik yang
sebenarnya dengan cara-cara seperti menghabiskan, atau memindahtangankan barang itu,
seperti memakan, memakai, menjual, menghadiahkan, menukar. Dalam hal-hal yang masih
dimungkinkan memperoleh kembali barang itu seperti pinjam-meminjam, menjual dengan
hak membeli kembali termasuk juga dalam pengertian memiliki, bahkan menolak
pengembalian atau menahan barang itu dengan menyembunyikan sudah dapat dikatakan
sebagai perbuatan memiliki. Barang yang digelapkan itu tidak dipersyaratkan seluruhnya
milik orang lain, meskipun didalam barang tersebut ada kepemilikan kita setengahnya, jika
timbul niat untuk memiliki seutuhnya untuk dijual dan lainnya maka itu tergolong kepada
perbuatan menggelapkan.

c. Benda/Barang yang Ada Dalam Kekuasaannya Bukan karena Kejahatan


Dalam hal ini terdiri dari 2 (dua) unsur, yang pertama berada dalam kekuasaannya, dan
kedua bukan karena kejahatan. Dalam unsur ini pelaku harus sudah menguasai barang dan
barang itu oleh pemiliknya dipercayakan kepada pelaku, hingga barang ada pada pelaku
secara sah bukan karena kejahatan yang dimaksud dengan pengertian kejahatan tidak
diuraikan di dalam KUHP.

B. Penggelapan dalam Jabatan

Pasal 374 KUHP:


“Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan
karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”

Dari rumusan di atas, apabila kita rinci, maka terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
a. Semua unsur penggelapan dalam bentuk pokok (Pasal 372 KUHP)
b. Unsur-unsur khusus yang memberatkan, yakni beradanya benda dalam kekuasaan petindak
disebabkan oleh karena adanya hubungan kerja, karena mata pencaharian, dan karena
mendapat upah untuk itu.

Penggelapan dalam jabatan ataupun penggelapan karena adanya hubungan kerja (zijne
persoonlijke diensbetrekking) adalah hubungan kerja yang bukan hubungan kepegawaian negeri
(ambt), akan tetapi hubungan pekerjaan antara seorang buruh dengan majikannya, atau seorang
karyawan/pelayan dengan majikannya. Hoge Raad menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
hubungan kerja adalah pekerjaan yang terjadi karena suatu perjanjian kerja, misalnya pengurus
dari suatu Perseroan Terbatas. Orang yang dapat melakukan penggelapan ini hanyalah bagi
orang yang memiliki kualitas pribadi yang demikian. Hoge Raad dalam penilaiannya menyatakan
bahwa menguasai bagi dirinya karena hubungan kerja merupakan ketentuan keadaan pribadi
seseorang.

Pasal 374 KUHP yang merupakan bentuk penggelapan yang diperberat maka unsur-unsur
penggelapan dalam bentuk pokok di atas ditambah dengan unsur-unsur yang memberatkan
petindak. Faktor-faktor yang memberatkan petindak didasarkan pada lebih besarnya
kepercayaan yang diberikan pada orang yang menguasai benda yang digelapkan.

C. Penipuan

Pasal 378 KUHP:

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun
rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya,
atau supaya memberi hutang rnaupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan
pidana penjara paling lama empat tahun.”

1. Unsur Subjektif:
a. Barang Siapa
Unsur “barang siapa” merupakan unsur subjek tindak pidana atau pelaku dari tindak pidana.
Hal ini dengan menperhatikan sisem KUHP di mana hanya manusia (natuurlijk persoon) saja
yang dapat melakukan suatu tindak pidana, sedangkan Badan hukum (rechtspersoon), atau
lebih luas lagi suatu korporasi, tidak dapat melakukan tindak pidana.

b. Dengan Sengaja atau opzettelijk.


Kesengajaan sebagai maksud, menurut Andi Hamzah, adalah bentuk kesengajaan yang
paling sederhana, yaitu apabila pembuat menghendaki/bermaksud akibat perbuatannya.
Selanjutnya mengartikan kesejangaan sebagai willens en wetens, yaitu menghendaki dan
mengetahui, dimana seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sengaja harus
menghendaki perbuatannya itu dan mengetahui akibat yang akan terjadi karena perbuatan
tersebut. Agar seseorang dapat dinyatakan sebagai terdakwa karena telah memenuhi unsur
kesengajaan, maka terdakwa harus terbukti:
(i). Petindak mengetahui, sadar bahwa perbuatan memiliki benda milik orang lain yang
berada dalam kekuasaannya itu sebagai perbuatan melawan hukum, suatu
perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya atau bertentangan
dengan hak milik orang lain.
(ii). Petindak dengan kesadarannya yang demikian itu menghendaki untuk melakukan
perbuatan memiliki.
(iii). Petindak mengetahui, menyadari bahwa ia melakukan perbuatan memiliki itu
adalah terhadap suatu benda, yang juga disadarinya bahwa benda itu adalah milik
orang lan sebagian atau seluruhnya.
(iv). Petindak mengetahui, menyadari bahwa benda milik orang lain itu berada dalam
kekuasaannya bukan karena kejahatan.

c. Melawan Hukum
Istilah “melawan hukum” yaitu melawan hukum formil dan melawan hukum materil.
Melawan hukum formil adalah bertentangan dengan hukum tertulis, artinya sifat tercelanya
atau terlarangnya suatu perbuatan itu terletak oleh sebab dari hukum tertulis. Sedangkan
melawan hukum materil ialah bertentangan dengan asas-asas hukum di dalam masyarakat,
asas mana dapat merupakan hukum tidak tertulis maupun berbentuk hukum tertulis. Dari
sudut undang-undang, suatu perbuatan tidak mempunyai sifat melawan hukum sebelum
perbuatan itu diberi sifat terlarang (wederrechtelijk) dengan memuatnya sebagai dilarang
dalam peraturan perundang-undangan, artinya sifat terlarang itu disebabkan atau
bersumber pada dimuatnya dalam peraturan perundang-undangan. Kesimpulannya, unnsur
melawan hukum ini diartikan dalam arti yang seluas-luasnya :
(i). Perbuatan melanggar undang-undang yang berlaku.
(ii). Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku.
(iii). Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan.
(iv). Perbuatan yang bertentangan dengan sikap baik dalam masyarakat yang
memperhatikan kepentingan orang lain.

2. Unsur-unsur Objektif :
a. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum. Secara sederhana penjelasan dari unsur ini yaitu tujuan terdekat dari pelaku artinya
pelaku hendak mendapatkan keuntungan. Keuntungan itu adalah tujuan utama pelaku
dengan jalan melawan hukum, jika pelaku masih membutuhkan tindakan lain, maka maksud
belum dapat terpenuhi. Dengan demikian maksud ditujukan untuk menguntungkan dan
melawan hukum, sehingga pelaku harus mengetahui bahwa keuntungan yang menjadi
tujuannya itu harus bersifat melawan hukum.

b. Dengan menggunakan salah satu atau lebih alat penggerak penipuan (nama palsu,
martabat palsu/ keadaan palsu, tipu muslihat dan rangkaian kebohongan).

Maksudnya adalah sifat penipuan sebagai tindak pidana ditentukan oleh cara-cara dengan
mana pelaku menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang. Adapun alat-alat
penggerak yang dipergunakan untuk menggerakkan orang lain adalah sebagai berikut:

a. Nama Palsu, dalam hal ini adalah nama yang berlainan dengan nama yang
sebenarnya meskipun perbedaan itu nampaknya kecil. Lain halnya jika si penipu
menggunakan nama orang lain yang sama dengan namanya dengan ia sendiri, maka
ia dapat dipersalahkan melakukan tipu muslihat atau susunan belit dusta.
b. Tipu Muslihat, yang dimaksud dengan tipu muslihat adalah perbuatan-perbuatan
yang dilakukan sedemikian rupa, sehingga perbuatan itu menimbulkan kepercayaan
atau keyakinan atas kebenaran dari sesuatu kepada orang lain. Jika tipu muslihat ini
bukanlah ucapan melainkan perbuatan atau tindakan.
c. Martabat / keadaan Palsu, pemakaian martabat atau keadaan palsu adalah bilamana
seseorang memberikan pernyataan bahwa ia berada dalam suatu keadaan tertentu,
yang mana keadaan itu memberikan hak-hak kepada orang yang ada dalam keadaan
itu.
d. Rangkaian Kebohongan, beberapa kata bohong saja dianggap tidak cukup sebagai
alat penggerak. Hal ini dipertegas oleh Hoge Raad dalam arrestnya 8 Maret 1926:
“Terdapat suatu rangkaian kebohongan jika antara berbagai kebohongan itu
terdapat suatu hubungan yang sedemikian rupa dan kebohongan yang satu
melengkapi kebohongan yang lain sehingga mereka secara timbal balik
menimbulkan suatu gambaran palsu seolah-olah merupakan suatu kebenaran”. Jadi
rangkaian kebohongan Itu harus diucapkan secara tersusun, sehingga merupakan
suatu cerita yang dapat diterima secara logis dan benar. Dengan demikian kata yang
satu memperkuat / membenarkan kata orang lain.
e. Menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu barang, atau memberi utang,
atau menghapus utang. Dalam perbuatan menggerakkan orang lain untuk
menyerahkan barang diisyaratkan adanya hubungan kausal antara alat penggerak
dan penyerahan barang. Hal ini dipertegas oleh Hoge Raad dalam arrestnya Tanggal
25 Agustus 1923: “Harus terdapat suatu hubungan sebab musabab antara upaya
yang digunakan dengan penyerahan yang dimaksud dari itu. Penyerahan suatu
barang yang terjadi sebagai akibat penggunaan ala-talat penggerak dipandang
belum cukup terbukti tanpa menguraikan pengaruh yang ditimbulkan karena
dipergunakannya alat-alat tersebut menciptakan suatu situasi yang tepat untuk
menyesatkan seseorang yang normal, sehingga orang tersebut terpedaya karenanya,
alat-alat penggerak itu harus menimbulkan dorongan dalam jiwa seseorang sehingga
orang tersebut menyerahkan sesuatu barang.”

Anda mungkin juga menyukai