LANDASAN TEORI
Kekuatan
Kecuali Allah).
-Hasballaha (Cukuplah Allah dan Sebaik-
Baiknya
Pelindung).
-Istigfar ( اMohon Ampuna Pada Allah Yang Maha
Agung)
( Dadang, Hawari. 1996:484).
Petugas dibidang kerohanian di Rumah Sakit yang dilakukan
oleh petugas warois yaitu dapat memberikan layanan do‟a dan
mengingatkan kepada pasien maupun keluarga pasien untuk selalu
berdzikir kepada Allah SWT. Perawat rohani Islam juga membimbing
pasien dan keluarga pasien agar senantiasa diberikan ketenangan batin,
agar senantiasa berprasangka baik kepada Allah dan selalu
mendekatkan diri kepada Allah. Sehingga warois di RS harus memiliki
Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam mekanisme pelayanan
do‟a bagi orang sakit.
2) Nasehat
Dalam memberikan nasehat kepada pasien sakit maupun
keluarga pasien di Rumah Sakit yaitu sebagai berikut:
Pertama yaitu tetap sabar yakni sebagaimana firman Allah
dalam QS. Az-Zumar/10:459 yang berbunyi
Artinya yaitu katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman.
bertakwalah kepada Tuhanmu". orang-orang yang berbuat baik di
dunia Ini memperoleh kebaikan. dan bumi Allah itu adalah luas.
Sesungguhnya Hanya orang-orang yang Bersabarlah yang dicukupkan
pahala mereka tanpa batas (Al-Qur‟an Transliterasi. 2011: 459).
Allah berfirman dalam QS. Al-Anbiyaa/35:324 yang berbunyi:
Artinya yaitu tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. kami akan
menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang
sebenar-benarnya). dan Hanya kepada kamilah kamu dikembalikan
(Al-Qur‟an Transliterasi. 2011: 324).
Kedua yaitu mohon ampunan Allah dan keselamatan dunia dan
akhirat, jangan meminta bencana. Hal ini karena ada Hadits dari Al-
„Abbas bin „Abdil Muthalib ra, ia berkata “Aku bertanya kepada
Rasulullah SAW „ajarkan kepadaku bagaimana aku memohon kepada
Allah‟ Rasul menjawab yang artinya „mohonlah keselamatan (dunia
dan akhirat)‟‟.
Ketiga yaitu jangan berkecil hati, karena jika Anda melakukan
amal shaleh selagi sehat, maka ketika sakit pahala Anda tetap dicatat
dengan sempurna. Hal ini berdasarkan Hadits Abu Musa Al-Asy‟ari ra,
bahwa Rasulullah bersabda yang artinya “Apabila seseorang hamba
sakit atau dalam keadaan bepergian, maka tuliskan baginya apa yang
biasa di lakukan ketika tidak sedang bepergian dan dalam keadaan
sehat”.
Keempat yaitu jangan putus asa untuk selalu berobat. Jangan
memperlambat pengobatan dan jangan berangan-angan mati, sekronis
apapun penyakit yang diderita. Setiap penyakit ada obatnya,
sebagaimana sabda Nabi SAW yang berbunyi “Setiap penyakit ada
obatnya. Apabila obat penyakit itu tepat, maka penyakit itu akan
sembuh dengan izin Allah”.
Kelima yaitu perbanyaklah shodaqoh. Disarankan agar orang
yang sakit atau keluarganya memperbanyak shodaqoh, karena
shodaqoh tersebut termasuk sarana pengobatan, sebagaimana sabda
Nabi SAW yang berbunyi “obatilah orang-orang sakit kalian dengan
shodaqoh” (Abu, Muhammad. 2010:18).
Jadi perawat rohani Islam di RS juga dalam pelayanannya
memberikan nasehat kepada pasien maupun keluarga pasien dengan
nasehat yang baik dan menyentuh hati, supaya pasien dan keluarga
pasien sabar dalam menerima ujian yang diberikan oleh Allah SWT,
agar senantiasa tidak berputus asa, dan selalu semangat, agar
senantiasa mendapat ketenangan batin dan mendekatkan diri kepada
Allah SWT.
3) Hikmah
Sesungguhnya dibalik sakit itu terdapat hikmah dan pelajaran
yang sangat berharga. Jika seseorag yang sakit memahami hikmah-
hikmah ini, maka ia akan lebih tenang dan lebih tegar dalam
menghadapinya. Berikut ini sebagian hikmah-hikmah tersebut;
pertama yaitu peringatan dari Allah agar menjadi lebih baik. Kedua
yaitu Allah berkehendak membersihkan diri dari dosa-dosa. Ketiga
yaitu pertanda bahwa Allah menghendaki kebaikan bagi dirinya.
Keempat mendapat pahala di akhirat. Kelima kesempatan untuk
bersabar dan meraih surga. Keenam yaitu kesempatan untuk memuji
Allah (Abu, Muhammad. 2010:29).
Adapun teknik yang dilakukan oleh perawat rohani Islam yaitu
memiliki assesment berupa penatalaksanaan dalam terapi perawatan
dan perawatan terhadap klien. Tahapan assesment tersebut sedikitnya
memiliki tujuh tahapan, meliputi; pertama diagnosis. Kedua
pengentasan. Ketiga bertanya dan menggali informasi. Keempat
dukungan dan pemberian keyakinan. Kelima konfrontasi. Keenam
penafsiran dan refleksi. Ketujuh closing. Teknik diagnosis adalah
esensi dalam psikoterapi kerena teknik ini perlu untuk menganalisis
penyebab apa masalah klien, bagaimana memperoleh informasi yang
cukup mengenai klien, apa kekuatan dan kelemahan klien, dan apa
yang diinginkan klien (Arifin, Isep. 2009:43).
Menurut Ibnu Qoyyim (dalam Zainal, Arifin. 2009:59-60),
bahwasanya penyakit ada dua macam yaitu penyakit fisik dan penyakit
non fisik. Penyakit non fisik terbagi menjadi dua yaitu penyakit mental
(rohani) dan penyakit gangguan kejiwaan. Petugas warois bertugas
memberikan arahan kepada orang yang sedang sakit atau pasien rawat
inap di Rumah Sakit mengingatkan agar pasien lebih sering berdo‟a,
mengingatkan kepada pasien agar tidak meminta untuk dimatikan
karena sakitnya. Orang sakit juga membutuhkan hiburan kepada pasien
dan keluarga pasien diruang rawat inap dengan mengingatkan akan
pahala dari Allah jika ia selalu kuat dan tenang dalam menghadapi
ujian yang diturunkan Allah dan tetap mengharapkan pahala dari-Nya.
Semua yang Allah turunkan itu hanya ujian dari-Nya dan itu
merupakan penghapus dosa dan kesalahan (Mushtafa, Al-
Adawy.2005:467-468).
Perawat rohani Islam di Rumah Sakit yaitu membimbing pasien
maupun keluarga pasien dengan hikmah. Dalam artian warois
melakukan ceramah atau tausiyah keagamaan yang menyejukkan hati,
guna untuk membimbing pasien sakit dan keluarga pasien untuk
bersyukur dan selalu berprasangka baik kepada Allah.
8. Peran Perawat Rohani Islam
Menurut Soekanto (2007:212) peranan (role) merupakan aspek dinamis
kedudukan (status). Apabila seseorang melakukan hak dan kewajiban sesuai
dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. Jadi indikator
berperan atau tidak seseorang perawat rohani Islam yaitu bisa dilihat dari
pelaksanaan hak dan kewajiban sesuai dengan status yang disandangnya. Apabila
ia menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan yang disandangnya maka ia
berperan.
Melakukan sesuatu secara profesional berarti melakukan berdasarkan
pengetahuan, dan pengetahuan memiliki sumber rujukan karya para pakar
dibidangnya. Praktik Bimbingan Agama Islam (BAIS) di Rumah Sakit jika
dilakukan dengan profesional mengharuskan adanya pegangan rujukan teoritik
ilmiah karya pakar dibidang perawat rohani Islam sebagai bagian dari bentuk
dakwah (Sambas. 2002:67).
Peran perawat rohani Islam di Rumah Sakit adalah melakukan intervensi
terhadap kondisi batin (mental atau kejiwaan) pasien untuk membantu proses
penyembuhan bersama-sama terapi lainnya. Diluar ini proses pembina rohani
umumnya (ustad, kiyai, dan lain-lain) adalah kemampuan untuk memberikan
terapi terhadap pasien sehingga pasien bukan hanya di didik untuk berperilaku
baik (seperti oleh ustad), tetapi pasien diobati dahulu agar sembuh. Karena yang
dibutuhkan pasien adalah sembuh setelah itu baru diarahkan untuk berperilaku
baik, seperti sabar, tawakkal, qana‟ah, dan lain-lain; (Arifin, Isep. 2009:62).
Peran perawat menurut Peplau (1992) (dalam Sheldon. 2009:13) yaitu
sebagai berikut:
Peran orang asing, yaitu perawat menerima klien sebagai orang
asing, menyediakan suasana yang membangkitkan kepercayaan;
Peran sumber, yaitu perawat memberikan informasi, menjawab
pertanyaan dan menginterpretasikan informasi klinis;
Peran pengajar, yaitu perawat bertindak sebagai pengajar bagi
klien, memberi intruksi dan pelatihan/bimbingan;
Peran konseling, yaitu perawat memberikan panduan dan dukungan
untuk membantu klien untuk mengintegrasikan pengalaman hidup
saat ini;
Peran wali, yaitu perawat bekerja atas nama klien dan membantu
klien memperjelas wilayah kemandirian, ketergantungan, dan
saling ketergantungan;
Peran kepemimpnan aktif, yaitu perawat membantu klien mencapai
tanggung jawab untuk tujuan penanganan dengan cara yang saling
memuaskan.
Dari penjelasan diatas dapat difahami peran perawat rohani Islam adalah
memberi asuhan suportif dan penuh kasih selama kejadian yang menekan batin,
perawat rohani Islam dapat mengidentifikasi hal yang dianggap klien sebagai
ancaman, membantu klien dalam mengatasi masalah kerohanian dan
merencanakan intervensi untuk pemecahannya dan batas peran warois di Rumah
Sakit hanya pada membimbing, mendampingi serta memberi intervensi terhadap
kondisi batin pasien maupun keluarga pasien.
B. Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan
Dalam kehidupan sekarang ini sering dikatakan “age of anxiety” abad
kecemasan. Istilah dalam ilmu kedokteran, kecemasan disebut dengan “ Anxiety”
(Ibrahim. 2012: 260). Anxiety adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan
khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Bayak
hal yang harus dicemaskan misalnya, kesehatan kita, relasi sosial, dan kondisi
lingkungan. Kecemasan adalah respon yang tepat terhadap ancaman, tetapi
kecemasan bisa menjadi abnormal bila tingkatannya tidak sesuai dengan proporsi
ancaman (Nevid. 2003:163). Menurut Darajat (2001:27) mengemukakan bahwa
kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur,
yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan dan pertentangan
batin. Menurut Kartona Cornelius (2012:28) mengartikan bahwa kecemasan
adalah keadaan emosi yang tidak menyenangkan, melibatkan rasa takut yang
subjektif, rasa tidak nyaman pada tubuh dan gejala fisik. Sedangkan menurut
Atkinson (1996) (dalam Safaria. 2009: 49) menjelaskan bahwa kecemasan
merupakan emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan gejala seperti
kekhawatiran dan perasaan takut. Segala bentuk yang mengancam kesejahteraan
organisme dapat menimbulkan kecemasan.
Dalam beberapa pengertian diatas dapat difahami bahwa kecemasan
adalah suatu kondisi ketidakstabilan emosi atau perasaan yang bercampur baur
karena adanya konflik batin yang mempunyai ciri seperti was-was, gelisah,
bingung, dan lain sebagainya.
2. Ciri-ciri Kecemasan
Menurut Nevid (2005: 164), ciri-ciri kecemasan yaitu sebagai berikut:
Pertama ciri-ciri fisik dari kecemasan yakni kegelisahan, kegugupan, tangan atau
anggota tubuh yang bergetar atau gemetar, sensasi dari pita ketat yang mengikat
disekitar dahi, kekencangan pada pori-pori kulit perut atau dada, banyak
berkeringat, telapak tangan yang berkeringat, pening atau pingsan, mulut atau
kerongkongan terasa kering, sulit berbicara, sulit bernafas, bernafas pendek,
jantung yang berdebar keras atau berdetak kencang, suara yang bergetar, jari-jari
atau anggota tubuh yang menjadi dingin, pusing, merasa lemas atau mati rasa,
sulit menelan, leher atau punggung terasa kaku, tangan yang dingin dan lembab,
terdapat gangguan sakit perut atau mual, panas dingin, sering buang air kecil,
wajah terasa memerah, diare, dan merasa sensitif atau mudah marah. Kedua ciri-
ciri behavioral dari kecemasan yakni perilaku menghindar, perilaku melekat dan
dependen, serta perilaku terguncang. Ketiga ciri-ciri kognitif dari kecemasan
yakni khawatir tentang sesuatu, perasaan terganggu akan ketakutan atau aprehensi
terhadap sesuatu terjadi dimasa depan, keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan
akan segera terjadi tanpa ada penjelasan yang jelas, terpaku pada sensasi
ketubuhan, sangat waspada terhadap sensasi ketubuhan, ketakutan akan
kehilangan kontrol, ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah,
berpikir bahwa dunia mengalami keruntuhan, berpikir bahwa semuanya tidak bisa
lagi dikendalikan, berpikir bahwa semuanya terasa sangat membingungkan tanpa
bisa diatasi, pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan, tidak mampu
menghilangkan pikiran-pikiran terganggu, khawatir akan ditinggal sendirian, dan
sulit berkonsentrasi atau memusatkan pikiran.
3. Aspek-Aspek Kecemasan
Menurut Calhoun dan Acocella (1995) (dalam Safaria. 2009:55), mengemukakan
aspek-aspek kecemasan yang ditimbulkan dalam tiga reaksi yaitu sebagai berikut:
1) Reaksi Emosional, yaitu komponen kecemasan yang berkaitan dengan
persepsi individu terhadap pengaruh psikologis dari kecemasan,
seperti perasaan keprihatinan, ketegangan, sedih, mencela diri sendiri
atau orang lain.
2) Reaksi Kognitif, yaitu ketakutan dan kekhawatiran yang berpengaruh
terhadap kemampuan berfikir jernih sehingga mengganggu dalam
memecahkan masalah dan mengatasi tuntutan lingkungan sekitarnya.
3) Reaksi Fisiologis, yaitu reaksi yang ditampilkan oleh tubuh terhadap
sumber ketakutan dan kekhawatiran. Reaksi ini berkaitan dengan
sistem syaraf yang mengendalikan berbagai otot dan kelenjar tubuh
sehingga timbul reaksi dalam bentuk jantung berdetak lebih keras,
nafas bergerak lebih cepat, tekanan darah meningkat.
Dalam hal ini kecemasan yang dialami keluarga pasien dalam menemani
dan mendampingi pasien sakit akan mempengaruhi keadaan seseorang yang
ditunjukkan dengan timbulnya reaksi-reaksi fisik yang dapat terlihat maupun
reaksi psikis.
4. Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan
Beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan yaitu antara lain:
1. Umur yakni Menurut Elisabeth (1995), yaitu umur adalah usia
individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang
tahun. Menurut Long (1996) yaitu semakin tua umur seseorang
semakin konstruktif dalam menggunakan koping terhadap masalah
maka akan sangat mempengaruhi konsep dirinya.
2. Pendidikan kesehatan merupakan usaha kegiatan untuk membantu
individu, kelompok dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuan
baik pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk mencapai hidup
secara optimal. Sehingga faktor pendidikan sangat berpengaruh
terhadap tingkat kecemasan seseorang tentang hal baru yang belum
pernah dirasakan dan sangat berpengaruh terhadap perilaku
seseorang.
3. Pekerjaan adalah kesibukan yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan
bukanlah sumber kecemasan tetapi merupakan cara mencari nafkah
yang banyak tantangan.
4. Informasi adalah kejelasan tentang sesuatu yang diberikan oleh
seseorang kepada orang lain (Nursalam. 2001).
5. Tingkat Kecemasan
Kecemasan tarafnya bermacam-macam, mulai dari yang paling ringan
sampai dengan yang paling berat. Beberapa macam tingkat kecemasan akan yaitu:
Menurut Widjaja Hendra (2016:17) tingkat kecemasan yaitu ada empat,
yaitu diantaranya:
Kecemasan Ringan, yaitu berhubungan dengan ketegangan peristiwa
kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu akan
berhati-hati dan waspada. Individu terdorong untuk belajar yang akan
menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. Kecemasan ringan ini meliputi
respons fisiologis, respons kognitif, dan respon perilaku. Untuk lebih jelasnya,
dilihat dalam uraian berikut: Pertama respons fisiologis, yakni sesekali nafas
pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut,
dan bibir bergetar. Kedua respons kognitif, yakni mampu menerima rangsangan
kompleks, konsentrasi pada masalah dan menyelesaikan masalah secara efektif.
Ketiga respons perilaku, yakni tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada
tangan dan suara kadang-kadang meninggi.
Kemudian Kecemasan Sedang, yaitu pada tingkat ini, persepsi terhadap
lingkungan menurun. Individu lebih memfokuskan pada hal penting saat itu dan
mengesampingkan hal lain. Kecemasan ini ditandai dengan gejolak pada beberapa
respons, diantaranya adalah sebagai berikut: Pertama respons fisiologis, yakni
sering nafas pendek, nadi ekstra sistolik dan tekanan darah naik, mulut kering,
anoreksia, diare, konstipasi, gelisah. Kedua respons kognitif, yakni persepsi
menyempit, rangsang luar tidak mampu diterima, dan berfokus pada apa yang
menjadi perhatiannya. Ketiga respons perilaku, yakni gerakan tersentak-sentak
atau meremas tangan, berbicara banyak dan lebih cepat dan perasaan tidak
nyaman.
Selanjutnya Kecemasan Berat, yakni pada kecemasan berat, persepsi
menjadi sempit. Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan
mengabaikan hal-hal yang lain. Individu tidak mampu berpikir berat lagi dan
membutuhkan banyak pengarahan atau tuntunan. Kecemasan berat ini dipengaruhi
dengan gejolak pada beberapa respons, diantaranya adalah sebagai berikut:
pertama respons fisiologis, yakni sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah
naik, berkeringat, sakit kepala, penglihatan kabur. Kedua respons kongitif, yakni
persepsi sangat menyempit dan tidak mampu menyelesaikan masalah. Ketiga
respons perilaku, yakni perasaan ancaman meningkat, verbalisasi cepat, dan
blocking.
Terkahir Panik, yakni Pada tingkat ini persepsi sudah terganggu, sehingga
individu sudah tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan
apa-apa walaupun sudah diberi pengarahan atau tuntunan. Hal ini dipengaruhi
oleh gejolak beberapa respons; Pertama respons fisiologis, yakni napas pendek,
rasa tercekik, sakit dada, pucat, hipotensi, dan rendahnya koordinasi motorik.
Kedua respons kognitif, yakni persepsi terhadap lingkungan mengalami distorsi,
tidak dapat berpikir logis, dan kemampuan mengalami distorsi. Ketiga respons
perilaku, yakni agitasi, mengamuk dan marah, ketakutan, berteriak-teriak,
blocking, persepsi kacau, kecemasan yang timbul dapat diidentifikasi melalui
respons yang dapat berupa respons fisik, emosional dan kognitif atau intelektual.
6. Terapi Kecemasan
Menurut Ramaiah (2003) (dalam Safaria. 2009: 52) ada beberapa cara
untuk mengatasi kecemasan, yaitu sebagai berikut: Pertama adalah Pengendalian
diri, yakni segala usaha untuk mengendalikan berbagai keinginan pribadi yang
sudah tidak sesuai lagi dengan kondisinya; Kedua Dukungan, yakni dukungan dari
keluarga dan teman-teman dapat memberikan kesembuhan terhadap kecemasan;
Ketiga Tindakan fisik, yakni melakukan kegiatan-kegiatan fisik, seperti olah raga
akan sangat baik untuk menghilangkan kecemasan; Keempat Tidur, yakni tidur
yang cukup dengan tidur enam sampai delapan jam pada malam hari dapat
mengendalikan kesegaran dan kebugaran; Kelima Mendengarkan musik, yakni
mendengarkan musik lembut akan membantu menenangkan pikiran dan perasaan;
Keenam Konsumsi makanan, yakni keseimbangan dalam mengonsumsi makanan
yang mengandung gizi dan vitamin sangat baik untuk menjaga kesehatan.
Jika ditinjau dari perspektif Islam, kecemasan ini muncul akibat ketakutan
akan suatu ujian yang akan diberikan oleh Allah. Padahal dalam al-qur‟an
diterangkan bahwa Allah tidak akan memberika suatu ujian kepada manusia
melebihi batas kemampuannya. Sebagaimana tertera dalam QS. Al-Baqarah/286:
49.)
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia
mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa
(dari kejahatan) yang dikerjakannya” (Al-Qur‟an Transliterasi. 2011: 49).
“Mereka bakhil terhadapmu, apabila datang ketakutan (bahaya), kamu lihat
mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik- balik seperti
orang yang pingsan Karena akan mati, dan apabila ketakutan Telah hilang,
mereka mencaci kamu dengan lidah yang tajam, sedang mereka bakhil untuk
berbuat kebaikan. mereka itu tidak beriman, Maka Allah menghapuskan (pahala)
amalnya. dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah” (Al-Qur‟an
Transliterasi. 2011: 420).
Ketiga kegelisahan (kurang sabar). Allah berfirman dalam QS. Al- Maarij/20:
569.
(ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: "Sesungguhnya
Aku bersama kamu, Maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang Telah
beriman". kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang
kafir, Maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari
mereka (Al-Qur‟an Transliterasi. 2011: 178).
Mereka tidak disusahkan oleh kedahsyatan yang besar (pada hari kiamat), dan
mereka disambut oleh para malaikat. (Malaikat berkata): "Inilah harimu yang
Telah dijanjikan kepadamu" (Al-Qur‟an Transliterasi. 2011: 331)
Ketujuh kebingungan/ linglung (gangguan ringan pada akal sebagai akibat dari
ketakutan yang luar biasa). Allah berfirman dalam QS. Al-Hajj/1-2: 332.
Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu;Sesungguhnya kegoncangan hari
kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Ingatlah) pada
hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang
menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala
wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal
Sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat kerasnya (Al-
Qur‟an Transliterasi. 2011: 332).
Kedelapan mabuk/ setengah gila (hilang akal akibat akibat ketakutan yang luar
biasa). Allah berfirman dalam QS. Al-Hajj/2: 332.
(Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua
wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah
kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan
mabuk, padahal Sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu
sangat kerasnya (Al-Qur‟an Transliterasi. 2011: 332).
3. Faktor Penyebab dan Terapi Kecemasan Perspektif Islam
Menurut para ulama yang berkecimpung dalam dunia olah batin, diantara
penyakit batin adalah kufur, munafik, sombong, bangga diri, suka pamer, dendam,
dengki, gila pangkat dan kemegahan, cinta harta dan dunia, serta lain sebagainya.
Untuk mengobati aneka penyakit batin adalah dengan cara mujahadah, dan
menghasinya dengan aneka sifat terpuji, seperti iman, ikhlas, ridha, jujur,
khusyuk, tawakal, dan sifat terpuji lainnya (Harahap. 2008: 122).
Al-Qur‟an dalam menawarkan terapi kecemasan menggabungkan antara
pencegahan dan penyembuhan dengan memberantasnya mulai dari penyebabnya,
dengan pemaparan yaitu sebagai berikut:
Pertama, apabila penyebabnya adalah satu ketakutan dan kekhawatiran
tersendiri, maka mengapa orang yang beriman harus takut?. Sedangkan segala
sesuatunya berada dalam kekuasaan Allah. Apabila manusia takut akan segala
cobaan dan derita di dunia, maka bertaqwalah kepada Allah. Ketahuilah bahwa
musibah yang menimpanya bukanlah untuk menyebabkannya berbuat salah dan
juga bukan karena kesalahannya (Musfir. 2005: 513). Sebagaimana firman Allah
QS. Yunus/107: 221, yang berbunyi:
Artinya: Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, Maka tidak
ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. dan jika Allah menghendaki
kebaikan bagi kamu, Maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. dia
memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-
hamba-Nya dan Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Al-
Qur‟an Transliterasi. 2011: 221).
Kedua, yakni apabila penyebabnya adalah adanya pertentangan dalam
jiwa, seperti hanya adanya keinginan dan juga penghalangnya dalam waktu yang
bersamaan, maka Islam memandang bahwa kebenaran adalah yang tertinggi dan
tidak ada sesuatupun diatasnya (Musfir. 2005:514). Hal ini sejalan dengan firman-
Nya dalam Qs. Yunus/108: 221, yang berbunyi:
Katakanlah: "Hai manusia, Sesungguhnya teIah datang kepadamu kebenaran (Al
Quran) dari Tuhanmu, sebab itu barangsiapa yang mendapat petunjuk Maka
Sesungguhnya (petunjuk itu) untuk kebaikan dirinya sendiri. dan barangsiapa
yang sesat, Maka Sesungguhnya kesesatannya itu mencelakakan dirinya sendiri.
dan Aku bukanlah seorang Penjaga terhadap dirimu” (Al-Qur‟an
Transliterasi.2011: 221).
D. Keluarga Pasien
1. Pengertian Keluarga Pasien
Caregiver merupakan istilah yang biasa digunakan dibidang perawatan
dan pelayanan. Pengertian family caregiver merupakan anggota keluarga maupun
kerabat pasien yang bertanggung jawab untuk merawat dan mendampingi pasien
selama sakit. Menurut Lee (2010) (dalam Agustina. 2013:11), yakni family
caregiving adalah perawatan mendasar yang diberikan oleh anggota keluarga
kepada salah satu anggota keluarga yang sakit.
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa Family Caregiver adalah
individu yang memberikan bantuan, memberikan perhatian, memberikan kasih
sayang, menyediakan kebutuhan dasar, memberikan perlindungan, perawatan,
pada anggota keluarga yang sakit.
2. Peran dan Tugas Keluarga Pasien
Keluarga memiliki peran yang sangat penting sebagai caregiver/ family
caregiver terdekat dalam merawat dan mendampingi anggota keluarga yang sakit.
Family caregiver memainkan peran penting dalam sistem kesehatan dan
perawatan jangka panjang anggota keluarga yang sakit dengan menyediakan
proposi yang sesuai dengan penyakit yang diderita. Nation Aliance for Caregiving
(2010) (dalam Agustina. 2013:12), menyatakan bahwa family caregiver
bertanggung jawab untuk memberikan dukungan fisik, emosional dan seringkali
dukungan keuangan dari orang lain yang tidak mampu untuk merawat dirinya
sendiri karena sakit, cedera atau cacat. Orang yang menerima perawatan dari
family caregiver mungkin anggota keluarga, pasangan hidup, kerabat atau teman.
Dalam hal ini family caregiver mempunyai peran yang sangat besar dalam
memberikan bantuan pada pasien yang mengalami banyak perubahan secara fisik,
psikis, maupun spiritual, sehingga family caregiver harus melaksanakan tugas
kesehatan keluarga yaitu memberikan bantuan perawatan bagi anggota keluarga
yang sakit.
Menurut Rasmun (2001:10), masalah keluarga sebenanya dapat dicegah
melalui intervensi dari keluarga sedini mungkin, pencegaan dapat dilakukan
apabila keluarga memiliki kemampuan yang berkaitan dengan 5 tugas kesehatan
keluarga yaitu; mengenal masalah kesehatan, merawat anggota keluarga yang
mengalami masalah kesehatan, memodifikasi lingkungan dan mampu
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan secara tepat, kehadiran perawat
dalam keluarga sangat dibutuhkan oleh keluarga untuk memberi asuhan
keperawatan terhadap masalah-masalah kesehatan yang dialami keluarga.
Menurut Suprajitno (2004:18) tugas keluarga dalam bidang kesehatan
yaitu sebagi berikut:
1) Mengenali gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya;
2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat;
3) Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit yang tidak
dapat membantu diri karena cacat atau usianya terlalu muda;
4) Mempertahankan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota
keluarga;
5) Mempertahankan hubungan timbal balik anggota antara keluarga dan
lembaga-lembaga kesehatan.
3. Beban Keluarga Pasien
Keluarga pasien yang berperan sebagai caregiver dalam merawat pasien
bukan hal yang mudah. Berbagai masalah pikologis berupa kecemasan, marah,
menangis, masalah keuangan, dan terjadinya perubahan dalam kebiasaan social
(Padila. 2012: 12).
Keluarga juga mempunyai beban. Menurut Lefley (1996) (dalam A‟la,
Muhammad. 2015:17) menjabarkan beban keluarga sebagai caregiver antara lain
sebagai berikut:
1) Ketergantungan ekonomi pasien;
2) Gangguan rutinitas harian;
3) Manajemen perilaku;
4) Permintaan waktu dan energi;
5) Interaksi yang membingungkan atau memalukan dengan penyedia
layanan kesehatan;
6) Biaya pengobatan dan perawatan;
7) Penyimpangan anggota keluarga lain;
8) Gangguan bersosialisasi;
9) Ketidakmampuan menemukan setting perawatan yang memuaskan.
4. Keutamaan Menjenguk dan Menemani Orang Sakit Bagi Keluarga Pasien
Pada umumnya orang yang sakit sangat memerlukan pendamping yang
mengerti kondisi jiwa, kesehatan dan kebutuhan-kebutuhannya. Para perawat,
para dokter, dan karib kerabat yang menjenguk hendaklah termotivasi untuk
memanfaatkan kunjungan mereka pada setiap pasien, sebagai sarana dalam
menjalankan tugas resmi dan dalam rangka beribadah kepada Allah. Dengan
demikian pula bagi para keluarga yang menemani pasien dan karib kerabat yang
menjenguk, diharapkan agar mereka dapat memanfaatkan momen tersebut sebagai
kunjungan yang membawa kemajuan bagi kesehatan pasien, baik dengan do‟a,
nasehat, motivasi atau sumbangan-sumbangan lain yang bermanfaat (Abu,
Muhammad. 2010:1).
5. Adab Menjenguk dan Menemani Orang Sakit
Pertama katakanlah sesuatu yang baik; kedua do‟a yang diucapkan ketika melihat
seseorang yang sedang menghadapi ujian (termasuk orang yang menderita sakit)
agar tidak terkena ujian yang serupa; ketiga dianjurkan bagi seseorang yang
menjenguk untuk duduk di sisi kepala orang yang sedang sakit; keempat tidak
mengapa menangis didepan orang yang sakit; kelima bertanya kepada yang sakit
tentang keadaannya; keenam berdo„a dengan kebaikan bagi orang yang sedang
sakit; ketujuh berdo„a bagi orang yang sakit tersebut dengan do‟a yang telah
disyari‟atkan; kedelapan meletakkan tangan diatas tubuh orang yang sakit tersebut
dan membaca basmallah; kesembilan meruqyah orang yang sakit; kesepuluh
jenguklah orang yang sakit sekalipun ia tidak menyadari kedatangan kita;
kesebelas mengajarkan ucapan syahadat bagi orang yang sedang sakit, saat ajal
menjemput, lalu menutup matanya dan berdo‟a baginya jika telah meninggal
dunia (Abu, Muhammad. 2010: 5).