Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Islam sebagai Agama akhir tetap mukhtakhir,mempunyai sistem sendiri yang
bagian-bagianya saling berhubungan dan bekerja sama untuk mencapai tujuan.intinya
adalah tauhid yang berkembang melalui Akidah,syari’ah dan akhlak melahirkan
berbagai aspek ajaran islam.
Tauhid menurut Bahasa adalah Meng-Esakan sedangkan menurut syariat
menyakini ke esaan Allah, Adapun yang di sebut ilmu tauhid adalah ilmu yang
membicarakantentang akidah atau kepercyaan kepada Allah dengan di dasarkan pada
dalil-dalil yang benar.Tidak ada yang menyamainyadan tak ada padanan bagi-
Nya .Mustahil ada yang menyamai-Nya.Dalil dari firman-firman Allah,di samping
dalil-dalil aqliyah. Allah menurunkan islam dengan sempurna, kesempurnaanya dapat
dirasakan oleh seluruh umat manusia, bahkan seluruh mahlukNya, termasuk bangsa
jin sebagai rahmatan lil aalamin Sesuatu yang sempurna haruslah tidak mempunyai
kekurangan dan kelebihan, tetapi pas dan dan tepat, tidak kurang dan tidak
lebih Maka Allah berfirman : 
ِ ِ َّ ‫ك ِص ْد قًا و ع ْد اًل ۚ& اَل م ب ِّد َل لِ َك لِ م اتِ ِه ۚ& و ه و‬ ِ
ُ‫يع الْ َع ل يم‬
ُ ‫الس م‬ َُ َ َ َُ ََ َ ِّ‫ت َر ب‬ ْ َّ‫َو مَت‬
ُ ‫ت َك ل َم‬
Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan
adil tidak ada yang dapat merobah robah kalimat-kalimat-Nya dan dia lah yang
Maha Mendenyar lagi Maha Mengetahui. ( al an’am 115 ).
Sedangkan Terapi tauhid merupakan suatu proses pemantapan rohani dan
pembinaan peribadi yang dipraktis oleh para salik dalam perjalanan mencapai
keredhaan Tuhan. Melalui prinsip utama penghayatan dan peneguhan akidah tauhid,
para pengamal ditugaskan beberapa amalan dengan panduan seorang guru mursyid.
Terapi tauhid aqidah dan ibadah atau penerapan nilai tauhid bagi meneguhkan
keyakinan dan membentuk peribadi terbaik merupakan salah satu usaha seseorang
Muslim membina kesejahteraan dirinya secara bersendirian, iaitu dengan muhasabah
dan berfikir mengenai keagungan dan keesaan Allah SWT serta menyerahkan
segalanya kepada takdirNya. Manakala pembinaan diri dengan panduan guru pula
berjalan melalui pengajian dan amalan tugasan yang ditetapkan oleh guru tersebut
bagi membentuk peribadi yang bersifat dengan ciri-ciri manusia sejahtera, iaitu
seimbang jasmani dan rohaninya, lapang hati dan kental jiwanya, waras fikiran dan
sihat fizikalnya.

1
Oleh karena itu dalam makalah ini akan di paparkan aplikasi terapi islam
melalui tauhid aqidah dan ibadah.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dinamakan terapi islami?
2. Apa yang dinamakan tauhid ,aqidah dan ibadah?
C. Tujuan masalah
1. Untuk mengetahui apa yang dinamakan terapi islam
2. Untu mengetahui tauhid dan akidah serta proses pengaplikasian dalam ibadah
kepada Allah SWT.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Terapi Islam
.1.1.Pengertian terpi islam
Menurut Hamdani Bakran Adz-Dzaky (2002: 226) dalam buku Konseling
dan psikoterapi islam Psikoterapi (pshychotherapy) ialah pengobatan penyakit
dengan cara kebatinan, atau penerapan teknik khusus pada penyembuhan
penyakit mental atau pada kesulitan-kesulitan penyesuaian diri setiap hari, atau
penyembuhan lewat keyakinan agama, dan diskusi personal dengan guru atau
teman. Menurut Hamdani Bakran Adz-Dzaky (2002: 226) Psikoterapi Islam
adalah proses pengobatan dan penyembuhan suatu penyakit, apakah mental,
spiritual, moral maupun fisik melalui bimbingan Al Qur’an dan As Sunnah Nabi
SAW.

Menurut Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir (2002: 207) dalam buku Nuansa-
nuansa psikologi islam Psikoterapi adalah pengobatan alam pikiran, atau lebih
tepatnya, pengobatan dan perawatan gangguan psikis melalui metode psikologis.
Istilah ini mencakup berbagai tehnik yang bertujuan untuk membantu individu
dalam mengatasi gangguan emosionalnya, dengan cara memodifikasi perilaku,
pikiran, dan emosinya, sehingga individu tersebut mampu mengembangkan dirinya
dalam mengatasi masalah psikisnya.
.1.2.Fungsi dan Tujuan Psikoterapi Islam
Menurut Hamdani Bakran Adz-Dzaky (2002: 225-228) dalam buku Konseling
dan psikoterapi islam membagi fungsi psikoterapi islam menjadi tiga bagian yaitu
sebagai berikut : 
1.        Fungsi Pencegahan (Prefention)
  Fungsi pencegahan (prevention), dengan mempelajari, memahami, dan
mengaplikasikan ilmu ini, seseorang akan dapat terhindar dari hal-hal, keadaan
atau peristiwa yang membahayakan dirinya, jiwa, mental, spiritual, atau moralnya.
Sebab ilmu akan menimbulkan potensi prefentif sebagaimana yang telah diberikan
Allah kepada hamba-hambaNya yang dikehendakiNya.
2.        Fungsi Penyembuhan dan perawatan (Treatment)
Fungsi penyembuhan/perawatan (treatment), psikoterapi islam akan
membantu seseorang melakukan pengobatan, penyembuhan dan perawatan
terhadap gangguan atau penyakit, khusunya kepada gangguan mental, spiritual,
kejiwaan, seperti dengan berdzikir, hati dan jiwa menjadi tengang dan damai,
dengan berpuasa akal fikiran, hati nurani, jiwa, mental menjadi suci dan bersih,

3
dengan shalat dan membaca shalawat Nabi Muhammad SAW spirit dan etos kerja
akan bersih dan suci dari gangguan setan, iblis, jin, dan sebagainya.
3.        Fungsi Pensucian (Sterilisasi) dan Pembersihan (Purification)
 Fungsi pensucian dan pembersihan (sterilisasi/purrification), psikoterapi
islam melakukan upaya pensucian-pensucian diri dari bekasan-bekasan dosa dan
kedurhakaan dengan pensucian najis (istinja’), pensucian yang kotor (mandi),
pensucian yang bersih (wudhu), pensucian yang suci atau fitri (shalat taubat), dan
pensucian yang Maha Suci (dzikrullah mentauhidkan Allah).
.1.3.Objek Psikoterapi Islam
Menurut Hamdani Bakran Adz-Dzaky (2002: 237-252) dalam buku Konseling
dan psikoterapi islam membagi objek psikoterapi islam menjadi empat bagian yaitu
sebagai berikut : 
1.        Mental, yaitu yang berhubungan fikiran, akal, ingatan atau proses yang
berasosiasi dengan akal, fikiran, dan ingatan. Seperti mudah lupa, malas
berfikir, tidak berkonsentrasi, bahkan tidak memiliki kemampuan
membedakan antara halal dan haram, yang bermanfaat dan yang mudharat.
2.        Spiritual, yaitu yang berhubungan masalah ruh, semangat jiwa, religius,
yang berhubungan agama, keimanan, kesalehan, dan menyangkut nilai
Transendental. Seperti Syirik, kufur, lemah keyakinan, dan sebagainya.
Penyakit bathiniyyah atau spiritual ini sangat sulit untuk disembuhkan atau
diobati, karena ia sangat tersembunyi di dalam diri setiap orang. Oleh karena
itu, tanpa ada pertolongan dan petunjuk serta bimbingan dari Allah dan
RasulNya SAW, malaikat Jibril dan hamba-hambaNya, maka penyakit itu
tidak akan pernah dapat disembuhkan dengan mudah.
3.        Moral (akhlak), yaitu suatu keadaan yang melekat /pada jiwa manusia, yang
daripadanya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa melalui proses
pemikiran, pertimbangan, atau penelitian.

B. Tauhid Dan Aqidah


a. Tauhid
.1.1.Pengertian Tauhid

Makna dasar tauhid adalah pengetahuan bahwa sesuatu itu satu. Adapun
dalam kaca pandang agama, tauhid ialah ilmu yang mengaji tentang penetapan
aqidah keagamaan dengan menggunakan dalil-dalil yang meyakinkan.

4
Syekh Ibrahim ibn Muhammad al-Baijuri dalam Tuhfatul Murid ‘ala Jawharatit
Tauhid mendefinisikannya sebagai:

‫ب ْال َعقَاِئ ِد ال ِّد ْينِيَّ ِة ُم ْكتَ َسب ِم ْن َأ ِدلَّتِهَا ْاليَقِ ْينِيَّ ِة‬
ِ ‫ه َُو ِع ْل ٌم يقتدر ب ِه ع َْن ِإ ْثبَا‬

Artinya: “Ilmu Tauhid adalah ilmu yang dengannya mampu menetapkan aqidah-
aqidah keagamaan yang diperoleh dari dalil-dalil meyakinkan.”

Dinamakan ilmu tauhid karena bagian utama ilmu ini adalah mengenai keesaan
Allah yang menjadi dasar ajaran Islam. Ilmu ini disebut juga sebagai ilmu ushul
(fundamen agama) atau ilmu aqidah. Terkait penggunaan dalil aqliyah (akal) dan
dalil naqliyah (Al-Quran dan Hadits), ilmu ini juga disebut dengan ilmu kalam.

.1.2. Kewajiban Mempelajarinya

Tujuan mempelajari ilmu tauhid adalah mengenal Allah dan rasul-Nya dengan
dalil dalil yang pasti, dan menetapkan sesuatu yang wajib bagi Allah—sifat-sifat
yang sempurna; dan menyucikan Allah dari sifat-sifat kekurangan yang dimiliki
makhluk, serta dan membenarkan risalah seluruh rasul-rasul-Nya.

Dengan ilmu Tauhid kita terhindar dari pengaruh aqidah-aqidah yang


menyeleweng dari kebenaran. Dan dengan demikian semakin mengukuhkan paham
aqidah mayoritas umat Islam di dunia, yakni Ahlussunnah wal Jamaah, dengan dua
imamnya yang utama, Imam Abul Hasan Al-Asyari (w. 324 H), dan Imam Abu
Manshur Al-Maturidy (w. 333 H).

Adapun hal yang dibicarakan atau objek pembahasan dalam ilmu tauhid
adalah dzat Allah dan dzat para rasul-Nya, dilihat dari segi apa yang wajib (harus)
untuk Allah dan Rasul-Nya, apa yang mungkin, dan apa yang jaiz (bisa atau tidak
bisa).

Kemuliaan ilmu dinilai dari materi yang dibahas. Ilmu tauhid memiliki
kedudukan istimewa daripada ilmu lainnya karena pembahasan ilmu ini berkaitan
dengan dzat Allah dan Rasul-Nya.

Hukum mempelajari ilmu tauhid adalah fardhu ‘ain bagi setiap orang
mukallaf, meskipun hanya mengetahuinya dengan dalil-dalilnya yang global.
Adapun mempelajari ilmu tauhid dengan dalil yang terperinci hukumnya adalah
fardhu kifayah.
5
Apabila ilmu tauhid sudah meresap ke dalam jiwa, maka akan tumbuh
perasaan puas, rela, dan bahagia atas pemberian dan ketentuan Allah, sehingga
jiwa menjadi tenang dan tenteram. Jiwa juga memiliki harga diri dan menghargai
orang lain, dan memiliki rasa kasih sayang kepada sesama manusia.

.1.3. Aqidah Warisan Rasulullah

‫ال ا ْقبَلُوا ْالبُ ْش َرى يَا بَنِي تَ ِم ٍيم قَالُوا بَ َّشرْ تَنَا‬ َ َ‫صي ٍْن قَا َل ِإنِّي ِع ْن َد النَّبِ ِّي ِإ ْذ َجا َءهُ قَوْ ٌم ِم ْن بَنِي تَ ِم ٍيم فَق‬ َ ‫ع َْن ِع ْم َرانَ ْب ِن ُح‬
َ ‫ال ا ْقبَلُوا ْالبُ ْش َرى يَا َأ ْه َل ْاليَ َم ِن ِإ ْذ لَ ْم يَ ْقبَ ْلهَا بَنُو تَ ِم ٍيم قَالُوا قَبِ ْلنَا ِجْئنَا‬
‫ك لِنَتَفَقَّهَ فِي‬ َ َ‫فََأ ْع ِطنَا فَ َد َخ َل نَاسٌ ِم ْن َأ ْه ِل ْاليَ َم ِن فَق‬
َ َ‫ك ع َْن َأ َّو ِل هَ َذا اَْأل ْم ِر َما َكانَ قَا َل َكانَ هللاُ َولَ ْم يَ ُك ْن َش ْي ٌء قَ ْبلَهُ َو َكانَ َعرْ ُشهُ َعلَى ْال َما ِء ثُ َّم خَ ل‬
‫ق‬ َ َ‫الدِّي ِن َولِنَ ْسَأل‬
‫َب فِي ال ِّذ ْك ِر ُك َّل َش ْي ٍء‬
َ ‫ض َو َكت‬ َ ْ‫ت َواَْألر‬ ِ ‫ال َّس َم َوا‬

Dari Imran bin Hushain, berkata: “Aku bersama Nabi, tiba-tiba datanglah
kaum dari golongan Bani Tamim (penduduk Najd). Nabi berkata kepada mereka:
“Terimalah kabar gembira wahai Bani Tamim!” Mereka menjawab: “Engkau telah
memberi kami kabar gembira kepada kami, oleh karena itu berilah kami [harta
benda]!” Lalu datanglah orang-orang dari penduduk Yaman. Nabi berkata kepada
mereka: “Terimalah kabar gembira wahai penduduk Yaman, karena Bani Tamim
tidak mau menerimanya!” Penduduk Yaman menjawab: “Kami menerima kabar
gembira itu wahai Rasulullah dengan senang hati. Kami datang kemari untuk
mempelajari ilmu agama dan untuk menanyakan perihal permulaan apa yang ada di
dunia ini!” Nabi menjawab: “Allah itu ada, pada saat sesuatu apa pun belum ada.
Arasynya Allah itu ada di atas air. Kemudian Allah menciptakan langit dan bumi
dan mencatat segala sesuatu dalam lauh mahfuzh.” (HR. al-Bukhari [6868]).

Teks hadits di atas memberikan gambaran yang sangat jelas kepada kita, bahwa
para sahabat nabi (dalam hadits itu direpresentasi oleh Penduduk Yaman) memiliki
kemauan yang keras untuk mengetahui dan menanyakan persoalan penting dalam
pandangan agama, yaitu seputar keesaan Allah yang bersifat qadim (tidak ada
permulaannya) dan eksistensi alam yang bersifat baru (huduts) yang merupakan
materi penting dalam pembahasan ilmu tauhid.

Berdasarkan hadits tersebut, para ulama ahli hadits seperti al-Imam al-Hafizh al-
Baihaqi dan lain-lain berpandangan, bahwa karakter al-Imam Abu al-Hasan al-
Asy’ari yang gemar mendalami ilmu tauhid atau aqidah dan mengantarnya menjadi
pemimpin Ahlussunnah wal Jama’ah dalam bidang aqidah, merupakan karakter
bawaan dari leluhurnya yang memiliki cita-cita yang luhur untuk menguasai ilmu
pengetahuan dan mendalami persoalan aqidah yang sangat penting dengan
6
bertanya secara langsung kepada Nabi. Dalam hal ini al-Imam al-Hafizh al-Baihaqi
berkata:

‫اث َِألوْ الَ ِد ِه ْم ع َْن َأجْ دَا ِد ِه ْم‬ ِ ‫ َوفِ ْي سَُؤ الِ ِه ْم َدلِ ْي ٌل َعلَى َأ َّن ْال َكالَ َم فِ ْي ِع ْل ِم ْاُألصُوْ ِل َو َح َد‬:‫قَا َل َأبُوْ بَ ْك ٍر ْالبَ ْيهَقِ ُّي‬.
ٌ ‫ث ْال َعالَ ِم ِم ْي َر‬

Al-Hafizh Abu Bakar al-Baihaqi berkata: “Pertanyaan penduduk Yaman


kepada Nabi tersebut, menjadi bukti bahwa kajian tentang ilmu aqidah dan barunya
alam telah menjadi warisan keluarga al-Asy’ari dari leluhur mereka secara turun
temurun.” (Al-Hafizh Ibn Asakir, Tabyin Kidzb al-Muftari, [Damaskus: Percetakan
al-Taufiq, 1347 H], halaman 66).

Berdasarkan keterangan di atas, tidak aneh apabila di kemudian hari, dari


kalangan suku al-Asy’ari lahir seorang ulama yang menjadi pemimpin
Ahlussunnah wal Jama’ah dalam memahami dan mempertahankan aqidah yang
diajarkan oleh Nabi dan sahabatnya, yaitu al-Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari.

Tauhid atau aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah tiada lain adalah aqidah Islam
itu sendiri, yaitu aqidah yang diyakini oleh Rasulullah, para sahabat, ulama
penerusnya hingga sekarang, yang terhindar dari berbagai macam bid’ah aqidah
yang menyimpang darinya. Meskipun dalam lingkungan Ahlussunnah wal Jama’ah
terkenal dua ulama yang dijadikan panutan dalam aqidah, yaitu Abu al-Hasan al-
Asy’ari (260-324 H/874-936 M) dan Abu Manshur al-Maturidi (238-333 H/852-
944 M), bukan berarti keduanya merupakan penggagas aqidah baru dalam Islam,
tetapi merupakan ulama yang telah berjasa besar menjaga aqidah sesuai tantangan
zamannya, sebagaimana penjelasan Tajuddin bin Ali as-Subki (727-771 H/1327-
1370 M) dan Muhammad Zahid al-Kautsari (1296-1371 H/1879-1952 M) secara
berurutan berikut ini:

ِ ‫ َوِإنَّ َما هُ َو ُمقَ ِّر ٌر لِ َم َذا ِه‬.‫ش َم ْذهَبًا‬ ‫ْأ‬


ُ‫ص َحابَة‬ ْ ‫َاض ٌل َع َّما َكان‬
َ ‫َت َعلَ ْي ِه‬ ِ َ‫ب ال َّسل‬
ِ ‫ف ُمن‬ ِ ‫اِ ْعلَ ْم َأ َّن َأبَا ْال َح َس ِن لَ ْم يُ ْب ِد ْ&ع َر يًا َولَ ْم يُ ْن‬
ِ ‫ك بِ ِه َوَأقَا َم ْال ُح َّج َج َو ْالبَ َرا ِه‬
،‫ين َعلَ ْي ِه‬ َ ‫ف نِطَاقًا َوتَ َم َّس‬
ِ َ‫يق ال َّسل‬ِ ‫ار َأنَّهُ َعقَ َد َعلَى طَ ِر‬ ِ َ‫ فَااْل ِ ْنتِ َسابُ ِإلَ ْي ِه ِإنَّ َما هُ َو بِا ْعتِب‬.ِ‫َرسُو ِل هللا‬
‫ك َسبِيلَهُ فِي الدَّاَل ِئ ِل يُ َس َّمى َأ ْش َع ِريًّا‬ ُ ِ‫ك السَّال‬ َ ِ‫صا َر ْال ُم ْقتَ ِدى بِ ِه فِي َذل‬َ َ‫ف‬

“Ketahuilah, sungguh Abu al-Hasan al-Asy’ari tidak menyampaikan pendapat


baru dan membuat mazhab. Beliau hanya menetapkan pendapat-pendapat ulama
salaf dan membela aqidah yang dipedomani para sahabat Rasulullah, maka
penisbatan kepadanya hanyalah karena mempertimbangkan beliau berperan
mengokohkan kajiannya, memedomaninya, dan menetapkan hujjah dan

7
argumentasinya, sehingga orang yang mengikutinya dan menempuh metodenya
dalam dalil-dalil aqidah disebut orang yang bermazhab Asy’ari.”

َ‫ك ال َّر َساِئ ِل َك َما َج َرى َعلَى َذلِك‬ َ ‫يح الدَّاَل ِئ ِل َعلَى تِ ْل‬ َ ‫ض‬ِ ْ‫ُور ْال َماتُ ِري ِديُّ َوع َْن َساِئ ِر اَأْلِئ َّم ِة بَنَى تَو‬
ِ ‫وَِإ َما ُم ْالهُدَى َأبُو َم ْنص‬
‫ َأبِي َحنِيفَةَ َو‬:‫ب فُقَهَا ِء ْال ِملَّ ِة‬
ِ َ‫ب بَيَا ِن ااْل ِ ْعتِقَا ِد َأ ْه ِل ال ُّسنَّ ِة َو ْال َج َما َع ِة َعلَى َم ْذه‬ ِ ‫اِإْل َما ُم ْال ُمجْ تَ ِه ِد َأبُو َج ْعفَ ِر الطَّ َح‬
ِ ‫اويُّ فِي ِكتَا‬
ِ ‫َأبِي يُوسُفَ َو ُم َح َّم ِد ْب ِن ْال َح َس ِن ْال َم ْع ُروفُ بِ َعقِي َد ِة الطَّ َح‬.
‫اويَّ ِة‬

“Imam al-Huda Abu Manshur al-Maturidi radhiyallahu ‘anhu wa ‘an sairil aimmah
membangun penjelasan dalil-dalil aqidah berdasarkan risalah-risalah karya Abu
Hanifah tersebut, seperti halnya yang dilakukan Imam Abu Ja’far at-Thahawi
dalam kitabnya Bayan al-I’tiqad Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah ‘ala Mazhab
Fuqaha al-Millah, Abi Hanifah wa Abi Yusuf wa Muhammad bin al-Hasan yang
terkenal dengan judul ‘aqidah at-thahawiyyah.”

Dari keterangan ini menjadi jelas, aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah merupakan
aqidah Islam yang diwarisi dari Rasulullah, para sahabat, dan ulama penerusnya.

Dalam ranah keimanan kepada Allah secara umum setiap mukallaf wajib meyakini
sifat wajib, mustahil, dan jaiz bagi-Nya. Para ulama dalam kitab-kitabnya secara
global menyebutkan beberapa kewajiban keimanan seorang muslim sebagai
berikut:

 Meyakini secara mantap tanpa keraguan bahwa Allah pasti bersifat dengan segala
kesempurnaan yang layak bagi keagungan-Nya.
 Meyakini secara mantap tanpa keraguan bahwa Allah mustahil bersifat dengan
segala sifat kekurangan yang tidak layak bagi keagungan-Nya.
 Meyakini secara mantap tanpa keraguan bahwa Allah boleh saja melakukan atau
meninggalkan segala hal yang bersifat jaiz (mumkin), seperti menghidupkan
manusia dan membinasakannya.

b. Aqidah
.1.1.Pengertian Aqidah
Aqidah merupakan suatu keyakinan yang pasti tanpa adanya sedikit
keraguan sedikit pun kepada dasar-dasar ajaran islam yang diberikan oleh
ayat-ayat alquran dan hadist nabi. Serta suatu pengetahuan dalam
memahami perkara-perkara yang berkaitan keyakinan terhadap Allah swt
dan sifat-sifat kesempurnaanNya. Aqidah dapat disimpulkan suatu
keyakinan seyakin yakin nya dan mengikuti segala ajaran yang telah di

8
sampaikan oleh Nabi Muhammad SAW Sebagai suri tauladan baik
melalui Akhlak.  dan aqidah islam beristilah keyakinan teguh yg tidak
tercampur keraguan dengan sesuatu apapun.

C. Pengaplikasian Antara Tauhid ,Aqidah Dan Ibadah


.1.1. Pengertian ibadah
Ibadah secara bahasa (etimologi) yang berasal dari bahasa Arab ‘abada-
ya’budu’-‘ibadatan wa ‘ubudiyyatan yang berarti beribadah, menyembah,
mengabdi kepada Allah SWT. Sedangkan menurut syara’ (terminologi),
ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu.
Definisi itu antara lain :

 Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya


melalui lisan para Rasul-Nya.
 Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan
tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang
paling tinggi.
 Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa  yang dicintai dan diridhai
Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun
yang bathin. Yang ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap.

.1.2. Prinsip Ibadah

1. Hanya menyembah kepada Allah semata. Seperti QS. Al-Fatihah 1:5 yang
artinya : “hanya kepada-Mu lah kami menyembah dan hanya kepada-Mu lah
kami memohon pertolongan.”
2. Ibadah dilakukan tanpa perantara. Seperti QS. Al-Baqarah 2:186 yang artinya
: “dan apabila hamba-Ku kepada-mu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku
itu dekat, Aku akan mengabulkan doa yang berdo’a apabila ia berdo’a
kepada-Ku.”
3. Ibadah harus dilakukan dengan ikhlas karena Allah.

.1.3. Langkah-Langkah dalam Terapi Religius


Menurut Moh. Sholeh dan Imam Muskibin (2005: 43) dalam buku Agama
sebagai terapi telaah menuju ilmu kedokteran holistik, ada beberapa cara
untuk mencegah munculnya penyakit kejiwaan dan sekaligus
menyembuhkannya, melalui konsep-konsep dalam Islam yaitu:

9
a) Menciptakan kehidupan islami dan perilaku relgius. Upaya ini dapat
ditemuh dengan cara mengisi kegiatan sehari-hari dengan hal-hal
bermanfaat dan sesuai dengan nilai-nilai aqidah, syari’ah, dan akhlak,
aturan-aturan negara, norma-norma masyarakat, serta menjauhkan diri dari
hal-hal yang dilarang agama.
b) Syaikh Muhammad bin Abdilwahab rahimahullah berkata:Ketahuilah – semoga
Allah merahmati Anda – sesungguhnya tauhid yang mana Allah wajibkan atas
hambaNya sebelum sholat dan puasa adalah tauhid ibadah. Janganlah menyeru
kecuali hanya Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya. Jangan engkau menyeru
Nabi shallahu ‘alaihi wasallam, jangan pula yang selainya, sebagaimana Allah
berfirman,

ِ ِِ ِ
َ ‫َأن الْ َم َساج َد للَّه فَاَل تَ ْدعُوا َم َع اللَّه‬
ً‫َأحدا‬ َّ ‫َو‬

“Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka


janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping
(menyembah) Allah.”   (QS Aj-Jin: 18).

Dan firman Allah,

َ ً‫ي َأنَّ َما ِإلَهُ ُك ْم ِإلَهٌ َوا ِح ٌد فَ َمن َكانَ يَرْ جُو لِقَاء َربِّ ِه فَ ْليَ ْع َملْ َع َمال‬
‫صالِحا ً َواَل‬ َّ َ‫قُلْ ِإنَّ َما َأنَا بَ َش ٌر ِّم ْثلُ ُك ْم يُو َحى ِإل‬
ً‫يُ ْش ِر ْك بِ ِعبَا َد ِة َربِّ ِه َأ َحدا‬

“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang


diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan
yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS Al-
Kahfi: 110)

 Jika Engkau telah mengetahui hal ini, Engkau mengetahui bahwa mereka
menyeru dan bergantung pada orang-orang shalih dan mereka mengatakan
bahwa tidak menginginkan kecuali hanya sekedar syafaat. Rasulullah
memerangi mereka agar supaya mereka mengikhlaskan ibadah hanya untuk
Allah dan menjadikan agama seluruhnya milik Allah semata. Dan Engkau
telah mengetahui bahwa ini adalah tauhid yang mana lebih wajib dari sholat
dan puasa. Allah mengampuni orang-orang yang datang di hari kiamat
10
membawa tauhid dan tidak mengampuni orang yang jahil darinya meskipun
dia seorang ahli ibadah. Engkau juga mengetahui bahwa syirik yang mana
Allah tidak akan mengampuni bagi orang yang melakukannya dan syirik itu
disisi Allah lebih besar (dosanya) dari zina dan membunuh meskipun
pelakunya berniat taqarrub/mendekatkan diri kepada Allah.

‫ار‬
ٍ ‫ص‬َ ‫ِإنَّهُ َمن يُ ْش ِر ْك بِاهّلل ِ فَقَ ْد َح َّر َم هّللا ُ َعلَي ِه ْال َجنَّةَ َو َمْأ َواهُ النَّا ُر َو َما لِلظَّالِ ِمينَ ِم ْن َأن‬

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka


pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka,
tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS Al
Ma’idah: 72).

.1.4. Penerapan Tauhid dalam kehidupan sehari-hari:


Contoh penerapan tauhid dalam kehidupan sehari hari adalah dengan selalu
mentaati perintah Nya dan menjauhi larangan Nya, seperti beribadah, puasa,
nadzar, berdoa hanya kepada Allah, ibadah apapun yg dilakukan semata mata
diniatkan hanya karna Allah, tidak berlebih-lebihan dalam mencintai sesuatu.
Tawakal dan bersabar dalam menghadapi musibah.

11
BAB III
PENUTUP
A Kesimpulan

Psikoterapi Islam adalah proses penyembuhan dan pengobatan suatu penyakit


baik fisik maupun psikis melalui bimbingan sumber hukum Islam yaitu al-Qur’an dan
as-Sunnah.
     Pikoterapi Islam mempunyai beberapa fungsi diantaranya:
o Fungsi pencegahan, maksudnya seseorang dapat terhindar dari penyakit fisik
maupun psikis, khususnya adalah penyakit gangguan jiwa.
o Fungsi penyembuhan dan perawatan, maksudnya Psikoterapi Islam akan
membantu seseorang dalam proses penyembuhan penyakit gangguan jiwa
yang diderita.
o Fungsi pensucian dan pembersiahn, maksudnya Psikoterapi Islam akan
membantu penderita gangguan jiwa agar jiwanya terhindar dari penyakit
kotor, tercela, dan hina dengan mensucikan jiwanya.
Sedangkan tujuan dari Psikoterapi Islam pada intinya adalah memberikan
Langkah-langkah dalam terpi agama di antaranya menciptakan kehidupan islami dan
perilaku religius, mengintensifkan dan meningkatkan kualitas ibadah, meningkatkan
kualitas dan kuantitas dzikir, menjahui sifat-sifat tercela (al-akhlak al-mazmumah),
serta mengembagkan akhlak terpuji.
Tauhid dari segi bahasa ‘mentauhidkan sesuatu’ berarti ‘menjadikan sesuatu
itu esa’. Dari segi syari’ tauhid ialah ‘mengesakan Allah didalam perkara-perkara
yang Allah sendiri tetapkan melalui Nabi-Nabi Nya. Dalam ranah keimanan kepada
Allah secara umum setiap mukallaf wajib meyakini sifat wajib, mustahil, dan jaiz
bagi-Nya. Para ulama dalam kitab-kitabnya secara global menyebutkan beberapa
kewajiban keimanan seorang muslim sebagai berikut:

 Meyakini secara mantap tanpa keraguan bahwa Allah pasti bersifat dengan segala
kesempurnaan yang layak bagi keagungan-Nya.
 Meyakini secara mantap tanpa keraguan bahwa Allah mustahil bersifat dengan segala
sifat kekurangan yang tidak layak bagi keagungan-Nya.
 Meyakini secara mantap tanpa keraguan bahwa Allah boleh saja melakukan atau
meninggalkan segala hal yang bersifat jaiz (mumkin), seperti menghidupkan manusia
dan membinasakannya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Adz-Dzaky, Hamdani Bakran. Konseling dan Psikoterapi Islam. Yogyakarta: Fajar Pustaka


Baru. 2002.
Ali, Mohammad Daud. 2004. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM. Jakarta : Rajawali Pers.
Amien, Dr. Muchamad, dkk. 1999. DASAR-DASAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM.
Semarang : IKIP Semarang Press.
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakir. Nuansa-nuansa Psikologi Islam. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada. 2002.
Sholeh, Moh dan Imam Musbikin. Agama Sebagai Terapi Telaah Menuju Ilmu Kedokteran
Holistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2005.
Riyadi, Hendar. 2000. Tauhid Ilmu Dan Implementasinya Dalam Pendidikan. Bandung:
Nuansa
http://www.nu.or.id/post/read/86182/perihal-kewajiban-mempelajari-ilmu-tauhid

13

Anda mungkin juga menyukai