Anda di halaman 1dari 13

ISLAM DAN KESEHATAN MENTAL

(Kesehatan Mental Dalam Rukun Iman)

Dosen Pengampu : Nasichah M.A

Tugas ini diajukan untuk memenuhi tugas Kelompok Kesehatan Mental

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 10

KHAIRUNNISA 11170520000044

AZMI VIDI RIZALDI 11170520000060

NADA SAFITRI 11170520000072

RIF’AN NAUFAL ANALIS 11160520000034

BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA
2019 M/1441 H

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Iman merupakan suatu kepercayaan, keyakinan akan hati, ucapan dan perbuatan bahwa
Allah adalah Esa. Allah menciptakan bumi dan seisinya hanya untuk manusia agar dimanfaatkan
kebaikannya. Allah juga menciptakan manusia untuk bisa beribadah, melakukan amal baik
didunia hanya untuk Allah. Kesehatan adalah hal penting bagi manusia itu sendiri, karena jika
tubuh manusia itu sehat maka dia bisa melakukan semua aktivitas jasmani tanpa terbebani. Sehat
itu adalah rizki yang tak ternilai harganya, sebab itu manusia wajib menjaga tubuhnya agar tetap
sehat untuk bisa beribadah kepada Allah dengan mudah tanpa kesakitan dan kesusahan.
Namun, kesehatan itu juga ada 2 macam yaitu: kesehatan jasmani dan kesehatan mental.
Dalam makalah kali ini kami akan membahas mengenai hubungan antara iman dan kesehatan
mental.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian iman?
2. Apa pengertian kesehatan mental?
3. Apa hubungan iman dan kesehatan mental?
4. Bagaimana indikasi mental yang sehat?
5. Bagaimana kesehatan mental dalam rukun iman ?
PEMBAHASAN
A. Pengertian Iman
Kata iman (bahasa Arab) adalah bentuk masdar dari kata kerja (fi’il) : ‫ ايمانا‬- ‫امن – يؤمن‬.
Dalam bahasa Indonesia kata iman biasanya diartikan dengan kepercayaan atau keyakinan. Sidi
Ghazalba berpendapat bahwa kata iman lebih tepat diartikan ke dalam bahasa Indonesia dengan
kayakinan.
Secara terminologi iman menurut Ibrahim (1998: 113) ialah membenarkan secara sungguh-
sungguh segala sesuatu yang diketahui sebagai berita yang dibawa Nabi Saw. Al-Qardhawi
(1993: 3) mengartikan istilah iman sebagai kepercayaan yang meresap syak dan ragu serta
memberi keyakinan bagi pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan sehari-hari.
Ada yang menyamakan istilah iman dengan akidah, dan ada yang membedakannya. Bagi
yang membedakan, akidah hanyalah bagian dalam (aspek hati) dari iman, sebab iman mencakup
aspek dalam dan aspek luar. Aspek dalam berupa keyakinan dan aspek luarnya berupa
pengakuan lisan dan pembuktian dengan amal. Sumber akidah Islam adalah al-Qur'an dan as-
Sunnah. Artinya apa saja yang disampaikan oleh Allah dalam al-Qur'an dan oleh Rasulullah
dalam sunnahnya wajib diimani. (Ilyas, 1993: 4).
Akidah Islam merupakan asas ajaran Islam. Ia menyangkut pokok-pokok kepercayaan yang
harus diimani oleh setiap muslim. Pokok-pokok iman tersebut tercakup dalam rukun iman, yaitu:
Iman kepada Allah, iman kepada Malaikat, iman kepada Kitabullah, iman kepada para Rasul,
iman kepada akhirat, dan iman kepada takdir (Thayib dan Sugianto, 2002: 42).
Iman berhakikat dinamis, demikian menurut Madjid (1995: 6) karena dia menyangkut sikap
batin atau hati, yang dalam bahasa Arab disebut qalb (diindonesiakan menjadi kalbu) yang
makna harfiahnya ialah sesuatu yang berganti-ganti. Maka tidak mungkin membuat iman
sedemikian rupa, sehingga sekali jadi untuk selama-lamanya demikian, melainkan kita harus
menumbuhkan iman itu dalam diri kita sedemikian rupa, mungkin dari tingkat yang sederhana,
kemudian berkembang dan terus berkembang menuju kesempurnaan. Allah berfirman dalam
surat al-An’am 82 :

ََ‫ظ ْلمَ أُولَئِكََ لَ ُه َُم ْاْل َ ْمهَُ َو ُه َْم ُم ْهتَد ُون‬ ُ ِ‫الَّذِيهََ اآ َمىُى َولَ َْم ايَ ْلب‬
ُ ِ‫سى إِي َمب َو ُه َْم ب‬
Artinya : “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan
kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah
orang-orang yang mendapat petunjuk (Depag RI,1989: 200).1
B. Pengertian Kesehatan Mental
Adapun pengertian kesehatan mental secara terminologi, para ahli memberikan definisi yang
berbeda-beda diantaranya seperti di bawah ini:
Kartini Kartono:
“Hygiene mental adalah ilmu kesehatan jiwa yang memasalahkan kehidupan kerohanian
yang sehat, dengan memandang pribadi manusia sebagai satu totalitas psiko-fisik yang
kompleks”
Abdul Aziz El-Quusy :
“Kesehatan mental adalah keseriusan yang sempurna atau integrasi antara fungsi-fungsi jiwa
yang memacam-macam, disertai kemampuan untuk menghadapi kegoncangan-kegoncangan jiwa
yang ringan, yang biasa terjadi pada orang, di samping secara positif dapat merasakan
kebahagiaan dan kemampuan”
Dadang Hawari :
“Kesehatan mental adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan
emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan
orang lain”
Berbagai batasan telah dibuat oleh para ahli tentang kesehatan mental. Ada yang berbendapat
bahwa sehat mental adalah terhindar dari gangguan dan penyakit kejiwaan (batasan ini banyak
mendapat sambutan dikalangan psikiatri). Ada yang berpendapat bahwa kesehatan mental adalah
keampuan menyesuaikan diri dalam menghadapi masalah dan goncangan-goncangan biasa.
Pendapat ketiga mengatakan bahwa kesehatan mental harus mengandung keserasian fungsi-
fungsi jiwa. Disamping itu ada pula yang berpendapat bahwa sehat mental adalah kemampuan
merasakan kebahagiaan, kekuatan dan kegunaan harga dirinya.
Batasan yang tepat adalah batasan yang luas mencakup semua batasan yang pernah ada,
yaitu: terhindar dari gangguan dan penyakit kejiwaan, mampu menyesuaikan diri, sanggup

1. Library.walisongo.ac.id (jtptiain-gdl-s1-2006-muhammadha-732-BAB2_110-9, pdf)


hal 14-16
mengatasi masalah-masalah dan goncangan-goncangan biasa, adanya keserasian fungsi-fungsi
jiwa (tidak ada konflik) dan merasa bahwa dirinya berharga, berguna dan bahagia, serta dapat
menggunakan potensi yang ada pada dirinya secara optimal.
Menurut Zakiah gangguan kesehatan mental dapat mempengaruhi:
a. Perasaan: misalnya cemas, takut, iri-dengki, sedih tak beralasan, marah oleh hal-hal remeh,
bimbang, merasa diri rendah, sombong, tertekan (frustasi), pesimis, putus asa, apatis dan
sebagainya.
b. Pikiran: kemampuan berfikir berkurang, sukar memusatkan perhatian, mudah lupa, tidak
dapat melanjutkan rencana yang telah dibuat.
c. Kelakuan: nakal, pendusta, menganiaya diri atau orang lain, menyakiti badan atau hatinya
orang dan berbagai perilaku menyimpang lainnya.
d. Kesehatan tubuh: penyakit jasmani yang tidak disebabkan oleh gangguan pada jasmani.2
C. Hubungan Iman dan Kesehatan Mental
Iman itu sangat diperlukan dalam hidup manusia, jika ia ingin tenang dan bahagia. Karena
tidak selamanya orang mampu menghadapi kesukaran yang menimpanya dan tidak selamanya
pula orang berhasil mencapai tujuannya dengan usaha yang terencana, teratur dan telah
diperhitungkan sebelumnya. Dan tidak selamanya pula orang berhasil menghindarkan atau
menjauhkan hal-hal yang tidak diinginkannya.
Disini kepribadian sangat menentukan. Jika kepribadiannya utuh dan jiwanya sehat, maka ia
akan menghadapi semua masalah itu dengan tenang. Kepribadian tersebut terkandung unsur-
unsur agama dan keimanan yang cukup teguh, maka masalah yang terjadi tersebut akan
dihadapinya dengan tenang. Akan tetapi, orang yang jiwanya goncang dan jauh dari agama boleh
jadi ia akan marah tanpa sasaran yang jelas atau memarahi orang lain, sebagai sasaran
penumpahan perasaan kecewa, marah atau sakit hati dan sebagainya.
Unsur terpenting, yang membantu pertumbuhan dan perkembangan kejiwaan manusia adalah
iman yang direalisasikan dalam bentuk ajaran agama. Maka dalam Islam prinsip pokok yang
menjadi sumbu kehidupan manusia adalah iman, karena iman tersebut menjadi pengendali sikap-
sikap, ucapan, tindakan dan perbuatan. Tanpa kendali tersebut akan mudahlah orang terdorong

2. Zakiah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental, (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1982),
hal. 9
melakukan hal-hal yang merugikan dirinya atau orang lain dan menimbulkan penyesalan dan
kecemasan yang akan menyebabkan terganggunya kesehatan jiwanya.
Seseorang yang keimanannya telah menguasainya walaupun apapun yang terjadi tidak akan
menganggu atau mempengaruhinya. Ia yakin bahwa keimanan itu akan membawanya kepada
ketentraman dan kelegaan batin. Maka sesuatu yang diimani itu hendaknya selalu ada dan
terpelihara baik. Apabila yang dipercayai itu pada suatu ketika hilang atau tidak
menentramkannya lagi, maka disini akan timbul kegoncangan perasaan yang kadang-kadang
sampai menyebabkan terjadinya perselisihan dan keluarga atau dalam masyarakat.
Orang-orang yang mempercayai benda-benda keramat, azimat dan sebagainya itu biasanya
selama benda-benda tersebut ada padanya dan tampak memberi manfaat, maka ia akan merasa
tentram, akan tetapi jika benda tersebut hilang atau tidak menolongnya lagi, maka kegelisahanlah
yang akan terjadi.
Obyek keimanan yang tidak akan berubah manfaatnya dan tidak akan pernah hilang, adalah
keimanan yang ditentukan oleh agama. Dan agama Islam, mempunyai enam macam pokok
keimanan. Semuanya itu mempunyai fungsi yang menentukan dalam kesehatan mental
seseorang. Kepercayaan tersebut ialah:
a) Iman kepada Allah SWT.
b) Iman kepada Hari Akhir.
c) Iman kepada Malaikat.
d) Iman kepada Kitab-kitab Suci.
e) Iman kepada Nabi-nabi.
f) Iman kepada Takdir.3
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh para pakar dapat disimpulkan bahwa
komitmen agama dapat mencegah dan melindungi seseorang dari penyakit dan mempercepat
penyembuhan (dengan catatan terapi medis diberikan sebagaimana mestinya), agama lebih
bersifat protektif dan pencegahan dan komitmen agama mempunyai hubungan yang signifikan
dan positif dengan keuntungan klinis (Hawari, 1996: 430). Firman Allah dalam surat al- Fath
ayat 4 :

3. Zakiah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental, (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1982),
hal. 9-14
ْ ‫ة‬
َ‫َال ُمؤْ ِمىِيهَ َ ِل َي ْزدَاد ُواَ ِإي َمبوًبَ َم َعَ ِإي َمب ِو ِه ْم‬ َّ ‫ه َُىَالَّذِيَأ َ ْوزَ لََال‬
ِ ‫س ِكيىَةََفِيَقُلُى‬
Artinya: “Allah-lah yang telah menurunkan ketenangan jiwa ke dalam hati orang-orang mukmin,
supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka yang sudah ada” (Depag RI,
1989: 837).
Pada ayat di atas Allah mensifati diri-Nya bahwa Dialah Tuhan yang Maha Mengetahui
dan Bijaksana yang dapat beriman. Barang kali hubungan antara kejiwaan dan agama
sebagaimana kayakinan dan kesehatan jiwa, terletak pada sika penyerahan diri seorang terhadap
suatu kekuasaan Yang Maha Tinggi. Sikap pasrah yang serupa itu diduga muncul dengan
perasaan positif seperti rasa bahagia, rasa senang, merasa dicintai atau rasa aman.4
Dengan iman, seseorang memiliki tempat bergantung, tempat mengadu dan tempat
memohon apabila ia ditimpa problema atau kesusahan hidup, baik yang berkaitan dengan
perilaku fisik maupun psikis. Ketika seseorang telah mengerahkan daya upayanya secara
maksimal untuk mencapai satu tujuan, namun tetap mengalami kegagalan, tidak berarti
kemudian ia putus asa atau bunuh diri. Keimanan akan mengarahkan seseorang untuk
mengoreksi diri, apakah prosedur yang dilakukan untuk mencapai tujuan sudah sesuai atau
belum dengan hukum-hukum Tuhan yang pasti, jika sesuai dengan hukum-hukum-Nya tetapi
masih mengalami kegagalan, maka yang perlu diperhatikan adalah hikmah dibalik kegagalan itu
(Mujib dan Yusuf Mudzakir, 2001: 151)
D. Indikasi Mental yang Sehat dalam Islam
Apabila seorang hamba Allah telah berhasil melakukan pendidikan dan pelatihan
penyehatan, pengembangan dan pemberdayaan jiwa (mental), maka ia akan dapat mencapai
tingkat kejiwaan atau mental yang sempurna, yaitu integritasnya jiwa muthmainnah (yang
tentram) , jiwa radhiyah (jiwa yang meridhai), dan jiwa yang mardhiyah (yang diridhai). Dalam
eksisnya jiwa dalam tingkatan ini seseorang akan memiliki stabilitas emosional yang tinggi dan
tidak mudah mengalami stress,depresi, dan frustasi.
1. Jiwa Muthmainnah (yang tentram)
Jiwa Muthmainnah adalah jiwa yang senantiasa mengajak kembali kepada fitrah Ilahiyah
Tuhannya. Etos kerja dan kinerja akal, fikiran, qalbu, inderawi,dan fisiknya senantiasa dalam

4. Jalaludin dan Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Kalam Mulia,1993),
hal 84
qudrat dan iradat Tuhan-nya Yang Maha Qudus dan Agung. Indikasi hadirnya jiwa
muthmainnah pada diri seseorang biasanya terlihat perilaku,sikap,dan gerak-geriknya yang
tenang,tidak tergesa-gesa,penuh pertimbangan dan perhitungan yang matang,tepat,dan benar.
Akan tetapi ditengah-tengah sikap itu, secara diam-diam ia menelusuri hikmah-hikmah yang
terkandung dari setiap peristiwa, kejadian dan eksistensi yang terjadi.
2. Jiwa Radhiyah (yang meridhai )

Jiwa Radhiyah adalah jiwa yang tulus,bening dan lapang dada terhadap Allah SWT.,
terhadap kebijaksanaan, qadrat dan iradat-Nya. Jiwainilah yang mendorong diri bersikap lapang
dada, tawakal,tulus ikhlas dan sabar dalam mengaplikasikan seluruh perintah-Nya, menjaugi
seluruh larangan-Nya dan menerima dengan lapang dada segala ujian dan cobaan yang datang
dalam hidup dan kehidupannya. Biasanya dala m diri seorang hamba yang telah mencapai
tingkat kejiwaan dan mental radhiyah, hampir-hampir mereka tidak pernah mengeluh ,merasa
susah,sedih dan takut dalam menjalani kehidupan ini.
3. Jiwa Mardhiyah (yang diridhai)

Jiwa Mardhiyah adalah menyatunya jiwa yang selalu ingin dan mahir kepada fitrah
Tuhannya dengan penuh kemampuan bersikap tulus dan lapang dada bersama kehormatan dan
titel ketuhanan yang memberikan otoritas penuh kepada jiwa untuk berbuat , berkarya dan
beribadah di dalam ruang dan waktu Tuhannya yang terlepas dari jangkauan makhluk.
dalam keluarga atau dalam masyarakat.
Orang yang mempercayai benda-benda kermat, azimat dan sebagainya itu biasanya
selama benda-benda tersebut ada padanya dan tampak memberi manfaat, maka ia akan merasa
tentram, tapi kalau benda tersebut hilang atau tidak menolongnya lagi, maka kegelisahan yang
akan terjadi. Obyek keimanan yang tidak akan berubah manfaatnya dan tidak akan pernah
hilang, adalah keimanan yang ditentukan oleh agama. Dalam agama Islam, terkenal enam
macam pokok keimanan (arkanul Iman). Semuanya mempunyai fungsi yang menentukan dalam
Kesehatan Mental seseorang.
Dalam uraian berikut kan kita bicarakan pengaruh masing-masing pokok keimanan itu
dalam Kesehatan Mental.
1. Iman Kepada Allah SWT.
Keimanan adalah suatu proses kejiwaan yang tercakup di dalamnya semua fungsi jiwa,
perasaan dan pikiran sama-sama meyakinkannya. Apabila iman tidak sempurna, maka
manfaatnya bagi kesehatan mental pun kurang sempurna pula. Misalnya belakangan ini di
negara kita boleh dikatakan bahwa semua orang percaya kepada Tuhan YME. Akan tetapi
alangkah banyaknya orang yang tidak mampu menggunakan kepercayaannya itu dalam hidupnya
mereka gelisah, hidup tdak tentram, dimana-mana terjadi pertengkaran dan kemusuhan, baik
dirumah tangga maupun dalam masyarakat.
Untuk dapat mencapai keimanan yang sungguh dan menjamin kebahagiaan hidup, maka
bagi seorang Muslim, percaya kepada Tuhan YME itu harus mencakup pula percaya akan segala
sifat-sifat-Nya. Kepercayaan akan sifat-sifat-Nya itu, harus ada realisasinya dalam segala sikap
dan tindakan.
Kepercayaan kepada Tuhan YME. Seperti telah kita jelaskan sangat penting bagi
Kesehatan Mental manusia, kepercayaan tersebut harus dimanfaatkan, digunakan dengan cara
mendekatkan diri kepada-Nya, dengan mematuhi segala suruhan dan menghentikan semua
larangan-Nya, serta hidup dalam tuntunan dan bimbingan-Nya, supaya selamat dunia akhirat.
2. Iman Kepada Hari Akhir
Kita tahu bahwa semua agama samawi, percaya akan adanya hidup sesudah mati, dimana
akan ada perhitungan terhadap manusia atas tindakan dan perbuatannya di dunia. Bahkan
samawi pun, juga mempercayai akan adanya hidup sesudah hidup yang sekarang ini.
Hari Kiamat: kapankah dimulai hidup di alam akhirat itu? Tentunya setelah alam dunia
ini berakhir. Pertanyaan yang tidak terjawab, akan menggelisahkan batin. Karena itu, percaya
akan apa yang disebutkan Allah itu akan dapat menentramkan hati yang gelisah
Hidup sesudah mati: Termasuk yang harus dipercayai pula dalam rangkaian iman akan
hari akhirat itu ialah bahwa semua orang sejak dunia terkembang sampai hari kiamat akan
bangkit, hidup kembali.
Perhitungan dan pembalasan: Diantara masalah yang terpenting dalam kepercayaan akan
adanya alam akhirat, yang membawa kepada ketentaraman batin pula, adalah adanya
perhitungan dan pembalasan atas segala amal perbuatan di dunia,
Surga dan neraka: Percaya akan adanya surga dan neraka termasuk salah satu bagian dari
kepercayaan akan adanya akhirat.
Jadi kepercayaan akan adanya hari akhirat mencakup segala sesuatu yang berhubungan
dengan akhirat itu, mulai dari hari kiamat, hari berbangkit, perhitungan dan pembalasan (dengan
surga atau neraka), akan menentramkan batin, selanjutnya menjamin Kesehatan Mental yang
dibutuhkan oleh setiap jiwa.
3. Iman Kepada Malaikat
Dalam ajaran Islam, kita disuruh mempercayai adanya Malaikat, bahkan termasuk dalam
salah satu pokok (rukun) iman. Kepercyaan terhadap tugas Malaikat yang disebutkan Tuhan
dalam Al-Quran juga mempunyai pengaruh dalam kesehatan mental. Salah satu tugas Malaikat
yang disebut dalam Al-Quran, yang mempunyai pengaruh terhadap ketentaraman batin manusia
adalah “mendoakan dan ampun bagi orang-orang Mukmin, seperti tersebut dalam Surat Al
Mu’min ayat 7 s.d 9. Dalam ayat-ayat tersebut diatas, jelas sekali betapa besar perhatian
Malaikat terhadap manusia. Dimintakannya ampun atas segala kesalahan (dosa) yang telah
dilakukan oleh orang-orang yang beriman, didoakannya kepada Tuhan agar orang beriman itu
terlepas dari siksa neraka, serta dimasukkan kedalam surga.
Dengan ringkas dapat kita katakan bahwa kepercayaan akan adanya malaikat, yang saleh,
taat dan suka mendoakan dan mintakan ampun itu, mempunyai arti yang besar bagi Kesehatan
Mental.
4. Iman Kepada Kitabullah
Kita mengetahui bahwa setiap agama mempunyai kitab Suci, yang merupakan pedoman
pokok dari ajaran agama tersebut. Dalam agama Islam Kitab Sucinya adalah Al-Quran. Setiap
orang Islam wajib mempercayai bahwa Al-Quran adalah Kalamulah, yang langsung datang dari
Allah SWT. Kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan perantara Malaikat Jibril. Yang dimaksud
dengan kepercayaan akan Kitabullah ialah Kepercayaan akan Kitab Suci yang diturunkan Allah
kepada Rasul-rasul-Nya, yang mengandung pedoman dan tuntunan bagi umat manusia, datang-
Nya dari Allah dan segala isinya benar.
Kepercayaan akan kebenaran isi kitab-kitab Suci itu menentramkan batin, demikian juga
keyakinan bahwa datangnya dari Allah pun menghindarkan kecemasan dan kegoncangan jiwa.
Dengan ringkas dapat dikatakan bahwa kepercayaan akan kitab-kitab Suci yang diturunkan Allah
itu menambah Kesehatan Mental.
5. Iman Kepada Rasul-rasul Allah
Apabila kita tidak percaya bahwa Nabi-nabi atau Rasul-rasul itu Utusan Allah, maka
tidak akan dapat kita menjalankan agama, karena tuntunan yang dibawa oleh Nabi-nabi itu
tersimpul dalam agama. Selanjutnya kita tidak akan sanggup pula mendekatkan diri kepada
Allah, sehingga berakibat datangnya kecemasan dan kegelisahan. Dengan mempercayai semua
Nabi-nabi utusan Allah, beserta ajaran-ajaran agama yang mereka bawa, akan dapatlah seluruh
umat beragama didunia ini bersatu, hidup rukun dan damai, dengan penuh penghargaan,
pengertian dan kasih sayang. Karena yang menimbulkan perselisihan dan percekcokan antara
penganut satu agama dan lainnya adalah rasa tidak dihargai atau dipandang hina dan disangka
palsu.
Dari segi Kesehatan Mental, dapat dengan tegas kita katakan bahwa kepercayaan kepada
Nabi-nabi Allah itu menentramkan batin dan memungkinkan persatuan dengan semua penganut
agama yang mereka bawa. Karena pengakuan terhadap seseorang berarti menghargai dan
menempatkannya dalam tempat yang wajar5.
6. Iman Kepada Takdir
Diantara pokok ajaran Islam yang sering menjadi sasaran kritikan orang-orang diluar
Islam dan dari orang Islam yang kurang mengerti ajaran agamanya, ialah iman kepada takdir
Allah. Mereka menyangka bahwa iman kepada takdir itu membuat orang menjadi lalai dan segan
berusaha, malas mencari rezeki dan adaptis, karena merasa bahwa segala sesuatu telah
ditentukan lebih dahulu oleh Allah. Kepercayaan kepada takdir (ketentuan-ketentuan) Allah,
tidak menghalangi kita untuk berusaha. Karena ketentuan Allah, ada yang mempunyai syarat dan
adapula yang mutlak. Diantara yang mempunyai syarat misalnya hasil usaha manusia itu sendiri,
kalau ia berbuat baik, ia akan diberi hasil yang baik pula, jika iaa berbuat aniaya, dusta dan
ingkar maka Allah tidak akan menyelamatkannya.
Kepercayaan kepada Takdir Allah, dapat mengurangi rasa tertekan jiwa karena kegagalan
dalam usaha atau dalam hidup pada umumnya. Dengan kepercayaan yang keenam ini dapat
dihindari rasa kecewa atau frustasi yang mendalam. Hal itu akan menolong dalam menjamin
Kesehatan Mental orang yang beriman.

5 Zakiah Daradjat, ISLAM dan kesehatan mental, (Jakarta: Inti Idayu Press,1991), hal
70-71
KESIMPULAN
Secara terminologi iman menurut Ibrahim (1998: 113) ialah membenarkan secara
sungguh-sungguh segala sesuatu yang diketahui sebagai berita yang dibawa Nabi Saw. Al-
Qardhawi (1993: 3) mengartikan istilah iman sebagai kepercayaan yang meresap syak dan ragu
serta memberi keyakinan bagi pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan sehari-hari.
Kesehatan mental adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual
dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan
keadaan orang lain.
Unsur terpenting, yang membantu pertumbuhan dan perkembangan kejiwaan manusia
adalah iman yang direalisasikan dalam bentuk ajaran agama. Maka dalam Islam prinsip pokok
yang menjadi sumbu kehidupan manusia adalah iman, karena iman tersebut menjadi pengendali
sikap-sikap, ucapan, tindakan dan perbuatan. Tanpa kendali tersebut akan mudahlah orang
terdorong melakukan hal-hal yang merugikan dirinya atau orang lain dan menimbulkan
penyesalan dan kecemasan yang akan menyebabkan terganggunya kesehatan jiwanya.
Apabila keimanan tidak ada dalam hati seseorang, keseimbangan jiwanya akan
terganggu, karena salah satu unsurnya terutama perasaan tidak dipupuk. Apalagi kalau ilmu
pengetahuannya luas, maka kepincangan antara rasio dan emosinya akan sangat menonjol. Maka
kegoncangan jiwa akan terjadi bahkan mungkin diiringi oleh gangguan dan penyakit jiwa. Untuk
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat perlu agama dengan intinya kepercayaan dan perbuatan
(iman dan amal).
DAFTAR PUSTAKA
Zakiah, Dr, D., Islam dan Kesehatan Mental. PT Gunung Agung, Jakarta: 1982.
Aulia, Prof.Dr.H., Agama dan Kesehatan Badan/Djiwa. Bulan Bintang, Jakarta: 1970.
Jalaludin dan Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Kalam Mulia,1993),
Library.walisongo.ac.id (jtptiain-gdl-s1-2006-muhammadha-732-BAB2_110-9, pdf)

Anda mungkin juga menyukai