Rismiyati Nurindarwati
Pengawas Sekolah Madya, Unit Kerja Kankemenag Kota Surakarta
d.a. Puri Malangjiwan Indah 3 No. 26. Colomadu Karanganyar.
email: rirismiharjo@gmail.com
14
Rismiyati Nurindarwati; “PENERAPAN SUPERVISI AKADEMIK PENGAWAS UPAYA
PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM PENYUSUNAN ADMINISTRASI
PEMBELAJARAN”
A. Supervisi Pendidikan
Pengertian supervisi ada bermacam-macam, secara historis mula-mula diterapkan konsep
supervisi yang tradisional, yaitu pekerjaan inspeksi, mengawasi dalam artian mencari kesalahan
dengan tujuan untuk diperbaiki. Perilaku tradisional ini disebut snoo pervision yaitu tugas untuk
memata-matai untuk menemukan kesalahan. Kemudian berkembang supervisi yang bersifat
ilmiah yang dicirikan oleh pelaksanaan yang sistematis, obyektif, dan menggunakan alat
pencatat, yang penjelasannya sebagai berikut:
1) sistematis, artinya dilaksanakan secara teratur berencana dan kontinu
2) obyektif, dalam pengertian ada data yang didapat berdasarkan observasi nyata bukan
berdasarkan tafsiran pribadi.
3) Menggunakan alat pencatat yang dapat memberikan informasi sebagai umpan balik untuk
mengadakan penelitian terhadap proses pembelajaran di kelas (Sahertian, 2000:16)
Dictionary of education board center (dalam Sahertian, 2000:17) menyatakan bahwa
supervisi pendidikan adalah usaha-usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru-
guru dan petugas-petugas lainnya dalam memperbaiki pengajaran, termasuk menstimuli,
menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru serta merevisi tujuan
pendidikan bahan pengajaran dan metode serta evaluasi pengajaran.
Mc Nerney (dalam Sahertian, 2000:17) melihat supervisi sebagai suatu prosedur
membagi arah serta mengadakan penilaian secara kritis terhadap proses pengajaran. Pengertian
lain dikemukakan oleh Jones (dalam Pidarta, 1992:3) supervisi merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari seluruh proses administrasi pendidikan yang ditujukan terutama untuk
mengembangkan keefektifan performance, personalia sekolah yang berhubungan dengan tugas-
tugas utama dalam usaha-usaha pendidikan.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian supervisi
adalah suatu usaha pembinaan oleh pengawas terhadap bawahan (guru-guru dan petugas-
petugas lainnya) di sekolah sebagai upaya pembinaan dan perbaikan dalam proses belajar
15
Rismiyati Nurindarwati; “PENERAPAN SUPERVISI AKADEMIK PENGAWAS UPAYA
PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM PENYUSUNAN ADMINISTRASI
PEMBELAJARAN”
mengajar baik dilakukan secara individu maupun kelompok serta memberikan penilaian
terhadap proses pendidikan secara keseluruhan di sekolah.
Fungsi dan Tujuan Supervisi adalah memberikan layanan dan bantuan kepada guru-
guru. Fungsi dan tujuan supervisi cukup sulit dibedakan sebab seringkali satu obyek dapat
diterangkan dari segi fungsi dan tujuan. Sehubungan dengan ini, maka tujuan dari supervisi
adalah memberikan layanan dan bantuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang
dilakukan guru di kelas. Dengan demikian jelas bahwa tujuan supervisi adalah layanan dan
bantuan untuk meningkatkan kualitas belajar siswa. Bukan saja memperbaiki kemampuan
mengajar tetapi juga untuk mengembangkan potensi kualitas guru (Sahertian, 2000:19). Olive
(dalam Sahertian, 2000:19) bahwa sasaran (domain) supervisi pendidikan ialah:
1. Mengembangkan kurikulum yang sedang dikembangkan di sekolah
2. Meningkatkan proses belajar mengajar di sekolah
3. Mengembangkan seluruh staf sekolah.
Fungsi supervisi menurut Pidarta (1992:15) dapat dibedakan menjadi dua bagian besar
yaitu:
1. Fungsi utama, ialah membantu pengawas yang sekaligus mewakili pemerintah dalam
usaha mencapai tujuan pendidikan yaitu membantu perkembangan individu para siswa.
2. Fungsi tambahan, membantu sekolah dalam membina guru-guru agar dapat bekerja dengan
baik dan dalam mengadakan kontak dengan masyarakat dalam rangka menyesuaikan diri
dengan tuntutan masyarakat serta mempelajari kemajuan masyarakat.
Sedangkan Chises Horois (dalam Sahertian, 2000:21) mengatakan bahwa fungsi utama
supervisi adalah membina program pengajaran yang ada sebaik-baiknya sehingga ada selalu
usaha perbaikan. Ada analisis yang lebih luas seperti yang dibahas dalam swearingin dalam
bukunya supervisor of instruction foundation and dimension (dalam Sahertian, 2000:21)
mengemukakan 8 fungsi supervisi:
1. Mengkoordinasi semua usaha sekolah
2. Memperlengkapi semua kepemimpinan sekolah
3. Memperluas pengalaman guru-guru
4. Menstimulasi usaha-usaha yang kreatif
5. Membagi fasilitas dan penilaian yang terus-menerus
16
Rismiyati Nurindarwati; “PENERAPAN SUPERVISI AKADEMIK PENGAWAS UPAYA
PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM PENYUSUNAN ADMINISTRASI
PEMBELAJARAN”
17
Rismiyati Nurindarwati; “PENERAPAN SUPERVISI AKADEMIK PENGAWAS UPAYA
PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM PENYUSUNAN ADMINISTRASI
PEMBELAJARAN”
18
Rismiyati Nurindarwati; “PENERAPAN SUPERVISI AKADEMIK PENGAWAS UPAYA
PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM PENYUSUNAN ADMINISTRASI
PEMBELAJARAN”
Dari teknik tersebut di atas, yang dipakai dalam supervisi adalah teknik observasi
kelas,
1. Teknik Observasi Kelas
Teknik observasi kelas ialah supervisor melakukan supervisi dengan
mengobservasi kelas yang sedang belajar di bawah bimbingan gurunya. Tujuannya adalah
ingin memperoleh data tentang segala sesuatu yang terjadi di dalam proses belajar
mengajar. Lama supervisor mengobserrvasi dalam satu pertemuan antara 1-3 jam berturut-
turut agar supervisor bisa mengamati secara lengkap segala sesuatu yang terjadi dalam
proses belajar mengajar.
2. Kunjungan Kelas
Pengawas atau supervisor datang ke kelas untuk melihat cara guru mengajar di
kelas. Tujuannya untuk memperoleh data mengenai keadaan sebenarnya selama guru
mengajar. Dengan data itu supervisor dapat berbincang-bincang dengan guru tentang
kesulitan-kesulitan yang dihadapi guru-guru.
3. Pertemuan Informal
Yang dimaksud dengan pertemuan informal adalah pertemuan yang tidak
direncanakan waktu dan tempatnya. Pertemuan itu bisa terjadi sewaktu-waktu dan dimana
saja bila diperlukan. Dan pengikut pertemuan itu lebih kecil daripada pengikut pertemuan
formal. Dalam pertemuan itu guru-guru lebih bebas melakukan ekspresi dibandingkan
dengan pertemuan formal.
4. Pertemuan Formal
Pertemuan formal sengaja diadakan pada waktu tertentu yang dihadiri guru-guru
dengan supervisornya. Pertemuan ini bisa empat mata, bisa juga pertemuan supervisor
dengan pertemuan guru yang akan membahas topik yang sama. Topik yang dibahas bisa
berupa hasil observasi supervisor terhadap aktivitas guru dalam kelas, dapat juga topik-
topik lain yang pada waktu lampau belum dibahas atau pembahasannya belum tuntas.
5. Rapat Guru
Rapat guru berbeda dengan pertemuan formal, dalam rapat guru semua guru ikut
terlibat, dan dalam pertemuan formal belum tentu walaupun menurut sifatnya rapat guru
juga termasuk pertemuan formal.
19
Rismiyati Nurindarwati; “PENERAPAN SUPERVISI AKADEMIK PENGAWAS UPAYA
PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM PENYUSUNAN ADMINISTRASI
PEMBELAJARAN”
Rapat guru disiapkan oleh Pengawas dan wakilnya tetapi sering pula terjadi
persiapan dan pelaksanaan itu diserahkan pada satu panitia guru atau tim penasehat
Pengawas. Dalam rapat diusahakan semua guru aktif berpartisipasi mulai dari
mendengarkan, memberi tanggapan atas acara yang dibawakan, berdiskusi, mengeluarkan
ide-ide sampai pengambilan keputusan.
6. Supervisi yang Direncanakan Bersama
Supervisi ini direncanakan bersama oleh supervisor dan guru-guru yang
dibimbingnya. Menurut Pidarta (1999:236) dalam perencanaan itu sudah ditentukan dan
dibahas tentang:
a) Bidang studi apa dan atau pokok bahasan apa yang akan dikerjakan
b) Apa yang ingin dituju oleh bidang studi atau pokok bahasan tersebut
c) Konsep-konsep yang berhubungan dengan cara-cara mencapai tujuan tersebut
d) Kapan rencana itu akan dilaksanakan
e) Siapa saja yang akan dilibatkan dalam proses tersebut
f) Bagaimana prosedur supervisi yang akan dilaksanakan
Sesudah perencanaan selesai dibahas dengan matang, barulah aktivitas dilakukan,
dan aktivitas yang sudah dikerjakan oleh guru atau guru-guru kelas atau beberapa kelas
tertentu.
7. Supervisi Sebaya
Di dalam supervisi sebaya, guru-guru yang sukses dalam pekerjaannya diberi
kesempatan oleh supervisor membantu guru-guru yang lain dalam memperbaiki proses
belajar mengajar. Guru-guru yang sukses ini tidak selalu guru-guru senior yang sudah
berpengalaman, mungkin saja mereka masih yunior tetapi karena kecerdasan, ketekunan,
dan kesabaran mereka mampu berkarya dengan sukses.
Guru-guru tersebut di atas ditunjuk oleh supervisor sebagai partnernya dalam bidang
keahlian mereka untuk membantu guru-guru dalam proses belajar mengajar dan tugas guru-
guru itu sebatas hanya membantu guru yang membutuhkan pertolongan, mereka tidak diberi
wewenang keberhasilan guru yang dibantu.
20
Rismiyati Nurindarwati; “PENERAPAN SUPERVISI AKADEMIK PENGAWAS UPAYA
PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM PENYUSUNAN ADMINISTRASI
PEMBELAJARAN”
21
Rismiyati Nurindarwati; “PENERAPAN SUPERVISI AKADEMIK PENGAWAS UPAYA
PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM PENYUSUNAN ADMINISTRASI
PEMBELAJARAN”
administrasi. Dengan demikian maka ia harus mempergunakan dua bahasa yaitu bahasa guru
dan bahasa administrator. Karakteristik ketiga adalah terbatasnya kekuasaan yang dimiliki.
Langkah-langkah yang dapat diambil oleh pengawas harus sistematis dan pragmatis,
yang berikut: (1) Tahap penemuan pendahuluan ( planning conference ) tahap ini meliputi:
saling mengerti yang mendalam ( mutually understanding ), suasana akrab (intimizad),
menum,buhkan rasa saling percaya, tentukan jenis yang akan dikontrol, pergunakan instrumen
yang tepat (2) tahap pengamatan (observation classroom); guru melaksanakan komponen-
komponen yang dikontrol, Pengawas melakukan analisis pendahuluan, bertanya tentang
perasaan dan kesan umum kepada guru ketika diamati, mereview target yang telah disepakati,
menunjukkan data hasil supervisi, bersama-sama menafsirkan data yang ditunjuk Pengawas,
bersama-sama menyimpulkan data berusaha memperbaiki hal-hal yang perlu ditingkatkan.
Syarat yang harus dimiliki oleh Pengawas harus memiliki kelebihan (super) dari orang
yang dikontrolnya walaupun relatif. Syarat-syarat itu diantaranya: (1) menguasai hal ihwal
supervisi (2) objektif dalam melakukan supervisi (3) komprehensif (berwawasan luas) (4) teliti
dalam melakukan tindakan (5) sistematis dalam bekerja (6) siap melayani guru yang dikontrol,
(7) sabar menghadapi permasalahan dengan terus berupaya memecahkannya (8) kooperatif,
mampu bekerja sama dengan guru yang dokontrol (9) percaya diri (self confident) (10) mampu
mengambil keputusan secara cepat dan tepat, dan (11) humoris (Boyd dalam Atmodiwiro dan
Tatosiswanto, 1991).
Sedangkan syarat guru yang dikontrol menurut Boyd (dalam Atmodiwiryo dan
Tatosiswanto, 1991 ) ialah sebagai berikut: (1) kesediaan dan terbuka (open minded) (2)
objektif dalam melihat permasalahan (3) berfikir dalam melihat permasalahaan (4) mempunyai
motivasi untuk berprestasi (5) berwawasan luas dan (6) kesiapan untuk dibantu/ dikontrol.
1. Supervisi sebagai inspeksi
Dalam inspeksi, supervisi semata-mata merupakan kegiatan meng-inspeksi
pekerjaan-pekerjaan guru atau bawahan. Orang-orang yang bertugas atau mempunyai
tanggungjawab tentang pekerjaan itu disebut inspektur. Istilah ini masih berlaku resmi dan
umum di negara kita meskipun sebenarnya dalam pelaksanaan sudah banyak mengalami
perubahan. Inspeksi bukanlah suatu kepengawasan yang berusaha menolong guru untuk
mengembangkan dan memperbaiki cara kerja pendidik dan pengajar.
22
Rismiyati Nurindarwati; “PENERAPAN SUPERVISI AKADEMIK PENGAWAS UPAYA
PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM PENYUSUNAN ADMINISTRASI
PEMBELAJARAN”
23
Rismiyati Nurindarwati; “PENERAPAN SUPERVISI AKADEMIK PENGAWAS UPAYA
PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM PENYUSUNAN ADMINISTRASI
PEMBELAJARAN”
sesuatu yang dianggapnya benar dan baik menurut pendapatnya sendiri. Dalam hal ini
pendapat dan inisiatif guru tidak dihiraukan atau tidak dipertimbangkan. Yang penting guru
harus tunduk dan menuruti petunjuk-petunjuk yang dianggap baik oleh supervisor itu
sendiri.
4. Supervisi sebagai latihan bimbingan
Tipe supervisi ini lebih baik dibandingkan dengan tipe supervisi lainya. Tipe
supervisi ini berlandaskan suatu pandangan bahwa pendidikan itu merupkan suatu proses
pertumbuhan bimbingan. Juga berdasarkan pandangan bahwa orang-orang yang diangkat
sebagai guru pada umumnya telah mendapat pendidikan pre-survice di sekolah guru. Oleh
karena itu supervisi yang dilajutkan selanjutnya ialah untuk melatih (to train) dan memberi
bimbingan (to guide) kepada guru-guru tersebut dalam tugas pekerjaannya sebagai guru.
Tipe ini baik, terutama bagi guru-guru yang baru mulai mengajar, kelemahannya
mungkin kepengawasan, petunjuk-petunjuk, ataupun nasihat-nasihat yang diberikan dalam
rangka training dan bimbingan itu bersifat kolot, sudah tidak sesuai dengan perkembangan
pendidikan dan tun tutan zaman sehingga dapat terjadi kontradiksi antara pengetahuan yang
telah diperoleh guru dengan pendapat supervisor itu sendiri. Kontradiksi ini dapat pula
terjadi karena sebaliknya, pendapat supervisi itu lebih maju sedangkan pengetahuan yang
diperoleh guru bersifat konservatif.
5. Kepengawasan yang demokrasi
Dalam kepengawasan yang demokratis, kepengawasan atau supervisi bersifat
demokratis pula. Supervisi merupakan kepengawasan pendidikan secara kooperatif. Dalam
tingkat ini, supervisi bukan lagi suatu pekerjaan yang dipegang oleh seorang petugas,
melainkan merupakan pekerjaan bersama yang dikoordinasikan. Tanggungjawab tidak
dipegang sendiri oleh Pengawas, melainkan dibagi-bagikan kepada para anggota sesuai
dengan tingkat, keahlian, dan Kecakapannya masing-masing. Kerja sama yang esensial ialah
yang dapat menunjukkan/ mengembangkan; (1) pengertian yang mendalam pada individu
dan kelompok tentang tujuan-tujuan pendidikan, serta pengabdiannya terhadap tujuan-tujuan
itu (2) kesediaan dan kerelaan untuk menerima tanggungjawab pribadi dan kelompok bagi
tercapainya tujuan-tujuan bersama (3) Kecakapan untuk memberi sumbangan-sumbangan
secara efektif dan kreatif bagi terpecahkannya masalah-masalah yang bertalian dengan
24
Rismiyati Nurindarwati; “PENERAPAN SUPERVISI AKADEMIK PENGAWAS UPAYA
PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM PENYUSUNAN ADMINISTRASI
PEMBELAJARAN”
25
Rismiyati Nurindarwati; “PENERAPAN SUPERVISI AKADEMIK PENGAWAS UPAYA
PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM PENYUSUNAN ADMINISTRASI
PEMBELAJARAN”
program belajar mengajar, (3) kemampuan menglola kelas (4) kemampuan menggunakan
media/sumber belajar, (5) kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar, (6) mampu
melaksanakan evaluasi belajar siswa.
Kinerja guru sangat terkait dengan efektivitas guru dalam melaksanakan fungsinya oleh
Medley dalam Depdikbud (1984) dijelaskan bahwa efektivitas guru yaitu: (1) memiliki pribadi
kooperatif, daya tarik, penampilan amat besar, pertimbangan dan kepemimpinan, (2) menguasai
metode mengajar yang baik, (3) memiliki tingkah laku yang baik saat mengajar, dan (4)
menguasai berbagai kompetensi dalam mengajar.
Evaluasi kinerja guru mutlak dilakukan, karena masih terdapat banyak kinerja guru
yang kurang memadai, di samping itu guru dituntut dapat mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni yang terus berkembang pula dengan pesat. Istilah kinerja
berasal dari bahasa inggris yaitu Performance, berarti hasil kena atau unjuk kerja yang dicapai
seseorang atau sekelompok orang/organisasi tertentu. Istilah kinerja dapat diterjemahkan dalam
unjuk kerja, artinya kemampuan yang ditampilkan seseorang terhadap pekerjaannya di tempat
ia bekerja. Kinerja merupakan suatu hal yang sangat esensial terhadap keberhasilan suatu
pekerjan. Pada hakikatnya orang bekerja untuk memenuhi kebutuhan atas dorongan tertentu.
Kebutuhan dipandang sebagai penggerak atau pembangkit perilaku, sedangkan tujuannya
berfungsi untuk menggerakkan perilaku. Karena itu suatu kinerja yang efektif bagi setiap
individu, perlu diciptakan sehingga tujuan lembaga dapat tercapai secara optimal.
Widyastono (1999) berpendapat bahwa terdapat empat gugus yang erat kaitannya
dengan kinerja guru, yaitu kemampuan (1) merencanakan KBM, (2) melaksanakan KBM, (3)
melaksanakan hubungan antar pribadi, dan (4) mengadakan penilaian. Sedangkan Suyud (2005)
mengembangkan kinerja guru profesional meliputi: (1) penguasaan bahan ajar, (2) pemahaman
karakteristik siswa, (3) penguasaan pengelolaan kelas, (4) penguasaan metode dan strategi
pembelajaran, (5) penguasaan evaluasi pembelajaran dan (6) kepribadian.
Dari pendapat tersebut di atas, maka yang dimaksud dengan kinerja guru dalam
penelitian ini ialah: (1) penguasaan bahan ajar, (2) pemahaman karakteristik, (3) penguasaan
pengeloaan kelas, (4) penguasaan metode dan strategi pembelajaran, (5) penguasaan evaluasi
pembelajaran, dan (6) kepribadian.
26
Rismiyati Nurindarwati; “PENERAPAN SUPERVISI AKADEMIK PENGAWAS UPAYA
PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM PENYUSUNAN ADMINISTRASI
PEMBELAJARAN”
27
Rismiyati Nurindarwati; “PENERAPAN SUPERVISI AKADEMIK PENGAWAS UPAYA
PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM PENYUSUNAN ADMINISTRASI
PEMBELAJARAN”
28
Rismiyati Nurindarwati; “PENERAPAN SUPERVISI AKADEMIK PENGAWAS UPAYA
PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM PENYUSUNAN ADMINISTRASI
PEMBELAJARAN”
29
Rismiyati Nurindarwati; “PENERAPAN SUPERVISI AKADEMIK PENGAWAS UPAYA
PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM PENYUSUNAN ADMINISTRASI
PEMBELAJARAN”
30
Rismiyati Nurindarwati; “PENERAPAN SUPERVISI AKADEMIK PENGAWAS UPAYA
PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM PENYUSUNAN ADMINISTRASI
PEMBELAJARAN”
31
Rismiyati Nurindarwati; “PENERAPAN SUPERVISI AKADEMIK PENGAWAS UPAYA
PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM PENYUSUNAN ADMINISTRASI
PEMBELAJARAN”
h) Penilaian (evaluating)
Evaluasi sebagai fungsi administrasi pendidikan adalah aktivitas untuk meneliti
dan mengetahui sampai dimana pelaksanaan yang dilakukan di dalam proses keseluruhan
organisasi mencapai hasil sesuai dengan pencapainan tujuan pendidikan. Setiap kegiatan,
baik yang dilakukan oleh bawahan, memerlukan adanya evaluasi.
4. Administrasi Guru dalam Pembelajaran
Yang termasuk administrasi guru dalam pembelajaran di sekolah adalah meliputi
silabus mata pelajaran, RPP.
a) Pengembangan Silabus
(1) Pengertian Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/ atau kelompok mata
pelajaran/ tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar,
materi pokok/ pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi
waktu, dan sumber/ bahan/ alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar
kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/ pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.
(2) Perinsip Pengembangan Silabus
(a) Ilmiah
Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus
harus benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara keilmuan.
(b) Relevan
Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi
dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial,
emosional, dan spritual peserta didik.
(c) Sistematis
Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional
dalam mencapai kompetensi.
32
Rismiyati Nurindarwati; “PENERAPAN SUPERVISI AKADEMIK PENGAWAS UPAYA
PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM PENYUSUNAN ADMINISTRASI
PEMBELAJARAN”
(d) Konsisten
Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi
dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem
penilaian.
(e) Memadai
Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar,
dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.
(f) Aktual dan Kontekstual
Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar,
dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni
mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.
(g) Fleksibel
Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman
peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan
tuntutan masyarakat.
(h) Menyeluruh
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif,
afektif, psikomotor).
(4) Langkah Langkah Pengembangan Silabus
(a) Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
(b) Mengidentifikasi Materi Pokok/ Pembelajaran
(c) Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran
(d) Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi
(e) Penentuan Jenis Penilaian
(f) Menentukan Alokasi Waktu
(g) Menentukan sumber belajar
b) Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan
prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar
yang ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus. Lingkup Rencana
33
Rismiyati Nurindarwati; “PENERAPAN SUPERVISI AKADEMIK PENGAWAS UPAYA
PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM PENYUSUNAN ADMINISTRASI
PEMBELAJARAN”
Pembelajaran paling luas mencakup 1 (satu) kompetensi dasar yang terdiri atas 1 (satu)
indikator atau beberapa indikator untuk 1 (satu) kali pertemuan atau lebih.
Langkah Menyusun RPP:
(1) Mengisi kolom identitas
(2) Menentukan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk pertemuan yang telah ditetapkan
(3) Menentukan SK, KD, dan Indikator yang akan digunakan yang terdapat pada
silabus yang telah disusun
(4) Merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan SK, KD, dan Indikator yang telah
ditentukan
(5) Mengidentifikasi materi ajar berdasarkan materi pokok/ pembelajaran yang terdapat
dalam silabus. Materi ajar merupakan uraian dari materi pokok/ pembelajaran
(6) Menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan
(7) Merumuskan langkah-langkah pembelajaran yang terdiri dari kegiatan awal, inti,
dan akhir.
(8) Menentukan alat/bahan/ sumber belajar yang digunakan
(9) Menyusun kriteria penilaian, lembar pengamatan, contoh soal, teknik penskoran, dll
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, I. 2000. Profesionalisme Guru: Analisis Wacana Reformsi Pendidikan dam Era Globalisasi.
Simposium Nasional Pendidikan di Universitas Muhammadiyah Malang, 25-26 Juli 2001.
Arikunto, Suharsini. 2004. Dasar – dasar Supervisi. Jakarta: Rineka Cipta.
Atmodiwiro, Soebagio dan Soenarto Tatosiswanto, 1991. Kepemimpinan Pengawas, Kebumen:
Adhi Waskitho.
Bafadal Ibrahim, 1979. Supervisi Pengajaran Teori dan Aplikasinya dalam Membina Profesional
Guru, Jakarta: Rineka Cipta.
Depdiknas RI 2007, Peraturan No 12 Tentang Kompetensi Pengawas. Jakarta: Depdiknas
____________2007, Peraturan Menteri No 13 Tentang Kompetensi Pengawas. Jakarta: Depdiknas.
____________2007, Peraturan Menteri No 19 Tentang Standar Pengelolaan Sekolah/ Madrasah.
Jakarta: Depdiknas
Dirjen PMPTK.2009. Bahan Belajar Mandiri Musyawarah kerja pengawas Dimensi Supervisi.
Jakarta: Dirjen PMPTK.
Semiawan, Conny. 1985. Bagaimana Cara Membina Guru Secara Profesional. Jurnal Pendidikan.
Jakarta.
Yusuf A. Hasan. 2002. Pedoman Pengawasan Untuk Madrasah dan Sekolah Umum. Jakarta: Mekar
Jaya.
34