Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KEWARGANEGARAAN

TENTANG IDENTITAS NASIONAL


DAN PERANNYA DALAM INTEGRASI NASIONAL

DOSEN PENGAMPU: CHINTIA PUTRI WULANDARI, S.Pd., M.Pd

DISUSUN
OLEH :KELOMP
OK 1
SITI JAMILAH SAMAZ 208220008
QONITA TALITA SAKHI 208220005
M.YANCHE GUSTYANDANI 208220021
M.RISKI FADLI ADINATA 208220024

PROGRAM STUDI
TADRIS MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
TAHUN 2023-2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmat dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun
guna melengkapi tugas mata kuliah Pendidikan kewarganegaraan. Tidak lupa penulis juga
mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya bagi pihak-pihak yang mendukung
tersusunnya makalah ini. Penulis berharap agar makalah ini dapat memberikan sumbangan bagi
para pembaca dan rekan-rekan kiranya dapat menambahkan pengetahuan bagi kita semua.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari sempurna,oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan dan berterimakasih apabila ada yang memberikan kritik dan saran
atas makalah ini, sehingga hal tersebut dapat memotivasi penulis agar dapat berkarya dengan
lebih baik lagi, demi kesempurnaan makalah penulis dimasa yang akan datang.
Jambi, 08 Maret 2023
Penulis

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i

DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii

BAB 1 : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………………………………………………………3

B. Rumus Masalah……………………………………………………………….3

C. Tujuan Penulisan………………………………………………………………3

BAB II : PEMBAHASAN

A. Perngertian Identitas Nasional..........................................................................4

B. Karakteristik Identitas nasional........................................................................5

C. Sejarah kelahiran paham nasionalisme indonesia............................................9

D. Pancasila sebagai kepribadian nasional…………..…………………….……10

E. Mengembangkan karakter bangsa indonesia yang


multikultural....................................................................................................12

F. Toleransi beragama/moderasi beragama ........................................................15

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………………………..21

B. Saran.............................................................................................................21

ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Identitas nasional merupakan ciri khas yang dimiliki satu bangsa yang tentunya
berbeda antara satu bangsa, dengan bangsa yang lain. Indonesia adalah salah satu
Negara yang memiliki bermacam identitas nasional yang mengkhaskan dan tentunya
berbeda dengan Negara-negara lainnya. Mayoritas dari masyarakat mengasosiakan
identitas nasional mereka dengan negara dimana mereka dilahirkan.

Beragamnnya suku bangsa serta bahasa di Indonesia, merupakan suatu tantangan


besar bagi bangsa ini untuk tetap dapat mempertahankan identitasnnya. Untuk itu,
sebagai generasi muda Indonesia seharusnnya sudah mengetahui apa itu identitas
nasional bangsa kita. Namun pada kenyataannya masih banyak generasi muda indonesia
yang belum tahu tentang apa itu identitas nasional dan apa saja wujud dari identitas
nasional bangsa Indonesia itu sendiri.

Seringkali kita marah ketika aset identitas nasional kita direbut atau ditiru oleh
Negara lain, tapi dalam pengaplikasiannya kita sebagai warga negara Indonesia hanya
bersikap pasif dan enggan untuk menggembangkannya.

Identitas Nasional merupakan pengertian dari jati diri suatu Bangsa dan Negara,
Selain itu pembentukan Identitas Nasional sendiri telah menjadi ketentuan yang telah di
sepakati bersama. Menjunjung tinggi dan mempertahankan apa yang telah ada dan
berusaha memperbaiki segala kesalahan dan kekeliruan di dalam diri suatu Bangsa dan
Negara sudah tidak perlu di tanyakan lagi, Terutama di dalam bidang Hukum.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari identitas nasional?


2. Apa karakteristik identitas nasional?
3. Bagaimana sejarah kelahiran Negara indonesia?
4. Bagaimana pancasila sebagai kepribadian nasional?
5. Bagaimana mengembangkan karakter bangsa indonesia yang multikultural?

3
6. Bagaimana toleransi/moderasi beragama?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian identitas nasional
2. Untuk mengetahui karakteristik identitas nasional
3. Untuk mengetahui sejarah kelahiran paham nasionalisme indonesia
4. Untuk mengetahui pancasila sebagai kepribadian nasional
5. Untuk mengetahui pemgembangan karakter bangsa indonesia yang multikultural
6. Untuk mengetahui toleransi/moderasi beragama

4
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Identitas Nasional

Identitas nasional merupakan suatu penanda atau jati diri suatu bangsa yang dapat
membedakan ciri khasnya dengan bangsa lain, karena ciri khas suatu bangsa terletak pada
konsep bangsa itu sendiri. Secara etimologis, istilah identitas nasional berasal dari kata
“identitas” dan “nasional”. Identitas bersal dari kata identity yang artinya memiliki tanda, ciri
atau jati diri yang melekat pada suatu individu, kelompok atau sesuatu yang membedakannya
dengan yang lain. Sedangkan nasional berasal dari ka nation yang artinya bangsa. Dapat
disimpulkan bahwa, identitas nasional adalah kepribadian nasional atau jati diri nasional yang
dimiliki suatu bangsa yang membedakan bangsa satu dengan bangsa yang lainnya.

Identitas nasional dalam konteks negara tercermin dalam simbol-simbol kenegaraan seperti:
Pancasila, Bendera Merah Putih, Bahasa Nasional yaitu Bahasa Indonesia, Semboyan Negara
yaitu Bhinneka Tunggal Ika, Dasar Falsafah negara yaitu Pancasila, Konstitusi (Hukum Dasar)
negara yaitu UUD 1945 serta Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat. Pahlawan – pahlawan rakyat pada masa perjuangan nasional seperti Pattimura,
Hasanudin, Pangeran Antasari dan lain – lain.

Menurut Chamim, dkk (2003:209), identitas nasional dapat diartikan sebagai “jatidiri
nasional” atau “kepribadian nasional” Sedangkan menurut Kaelan, (2007:43) istilah “identitas
nasional” secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara
filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain. Dalam konteks Indonesia, menurut
Ganeswara, dkk (2007:27), identitas nasional merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang
tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan dari ratusan suku yang ”dihimpun”
dalam satu kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan nasional dengan acuan Pancasila dan roh
”Bhinneka Tunggal Ika” sebagai dasar dan arah pengembangannya. Pendapat senada tentang
identitas nasional dikemukakan oleh Abidin, dkk (2014: 153) identitas nasional dapat diartikan
sebagai jati diri nasional atau kepribadian nasional.

Identitas bangsa yang satu dengan yang lainnya tentu saja berbeda. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan latar belakang sejarah, kebudayaan, maupun geografi. Identitas nasional Indonesia
terbentuk karena rakyat Indonesia memiliki pengalaman sejarah dan penderitaan yang sama.

5
Pada masa sebelum kemerdekaan, bangsa Indonesia kemiliki pengalaman yang sama dalam
mengusir penjajah yang membutuhkan pengorbanan bukan saja harta dan nyawa, namun juga
kehilangan sanak saudara yang dicintai. Perjuangan yang sama dalam mengusir penjajah inilah
yang meleburkan perbedaan agama, suku, bahasa daerah dan sebagainya. Perasaan senasib ini
mendorong tumbuhnya kesadaran bahwa kita memang memiliki banyak perbedaan, tetapi
perbedaan itu tidak dapat menutup kenyataan bahwa kita memiliki kesamaan sejarah dalam
melawan penjajah. Pengalaman sejarah inilah yang dapat menumbuhkan kesadaran kebangsaan
kemudian melahirkan identitas nasional. Namun demikian, globalisasi yang ”menyatukan”
dunia membawa dampak yang cukup serius, misalnya menurunnya semangat kebangsaan dan
kecintaan terhadap tanah air yang ditunjukkan oleh gejala seperti kenakalan remaja yang
membabi buta, korupsi, kolusi dan nepotisme yang dilakukan oleh penyelenggara negara.
Bahkan perilaku generasi muda yang lebih mengikuti budaya dari negara lain yang terkadang
bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

B. Karakteristik Identitas Nasional

Identitas setiap manusia ditentukan oleh ruang hidupnya, secara alami akan berakulturasi
dan membentuk ciri khas dalam norma kehidupan. Dalam antropologi identitas merupakan
suatu sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri, golongan, komunitas dan
negara sendiri. Identitas meliputi nilai, norma dan simbol ekspresi sebagai ikatan sosial untuk
membangun solidaritas dan kohesivitas sosial untuk menghadapi kekuatan luar yang menjadi
simbol ekspresi tindakan pada masa lalu, sekarang dan mendatang.

Nasional berasal dari bangsa sendiri atau meliputi diri bangsa, maka identitas nasional
Indonesia ialah jati diri yang membentuk bangsa, yaitu berbagai suku bangsa, agama, bahasa
Indonesia, budaya nasional, wilayah nusantara dan ideologi pancasila. Jati diri bangsa
merupakan totalitas penampilan bangsa yang utuh dengan muatan dari masyarakat sehingga
dapat membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain. Mengukuhkan jati diri bangsa
merupakan usaha yang sangat dibutuhkan karena sebagai akar dalam keutuhan hidup berbangsa
dan bernegara.

1. DibangunAtas Pengalaman Bangsa

Pandangan mungkin dibangun dari pengalaman, misalnya, pentingnya bahasa, agama atau etnis dari
negara-negara emigrasi dan imigrasi. Pengalaman yang dibawa dari yang pertama dapat dilihat sebagai
6
kontribusi khusus dari tawaran tawar-menawar pemuda imigran mengenai identitas nasional yang baru.
Tawaran gabungan akan, melalui proses negosiasi yang berkelanjutan, membentuk pandangan, lebih atau
kurang stabil, pada ‘Humoris’ dan kemungkinan milik ‘kehendak’ ini. Pencapaian identitas nasional yang
lebih tinggi seperti asas hukum adat.

2. Adanya Komitmen

Identitas nasional merupakan penjelasan yang aneh tentang komitmen terhadap tanah air. Ini adalah
pernyataan bahwa orang-orang tidak ada (hanya) sebagai akibat dari pemaksaan eksternal dan ingin hidup
(hanya) dengan perhitungan politik mereka tentang keuntungan teoritis dan praktis mereka di bawah
pengawasan nasional tertentu tetapi karena mereka milik yang selalu istimewa berkembang biak manusia
dengan siapa mereka berbagi karakteristik tertentu.

Independen dari kehendak politik yang khusus dan dapat berubah dari seorang warga negara harus
ada karakter nasional yang alami , yang tidak hanya menekankan hubungan dengan orang itu sendiri, tetapi
juga subordinasi di bawah yang sama – tepat otoritas politik nasionalnya sendiri.

3. Pengatur Sebuah Masyarakat

Identitas nasional adalah formula rasis modern untuk ketidakteraturan nasionalisme, sebuah dogma
yang memang tidak memiliki bukti, tetapi beberapa pameran. Mereka seharusnya mengilustrasikan
karakteristik asli,yang umum , yang membuat sejumlah orang menjadi orang, bahkan ketika mereka bukan
orang-orang dari satu (dan sama) negara.

4. Memiliki Bahasa umum

Prosedur reinterpretasi sederhana yang sama, yang menurutnya indikasi ini dipilih: kesamaan-
kesamaan, yang dikembangkan karena kepentingan negara yang diberlakukan, disajikan sebagai kekhasan
pra-politik yang harus diperhitungkan oleh negara. Suatu bahasa nasional, pada akhirnya, bukanlah produk
dari perkembangan primitif alami dari dialek yang diucapkan, tetapi sebuah artefak dominasi politik, kadang-
kadang bahasa “standar”, sebagai bahasa umum yang ditegakkan di dalam kekuasaan; kadang-kadang
“pejabat” didirikan sebagai sarana komunikasi resmi dan bisnis tanpa memperhatikan idiom yang diadopsi
secara acak seperti perenana pers dalam masyarakat demokrasi.

5. Menyamakan Pandangan dan Tujuan Bersama

Tidak ada kepentingan umum yang akan muncul karena bahasa umum di antara mereka yang
berbicara. Apakah mereka memiliki pandangan atau tujuan yang sama atau berbeda tidak ada hubungannya
dengan bahasa mereka  itu tersedia tanpa pandang bulu untuk mengekspresikan pikiran kepada siapa pun
yang menguasainya. Bahwa sebaliknya semua konflik dan perbedaan menjadi tidak relevan oleh kesamaan

7
bahasa yang sama adalah penipuan kasar dan masuk akal hanya bagi mereka yang menuntut bahwa di
samping identitas înationalî semua kepentingan lain harus tetap diam.

6. Memiliki Kebudayaan umum

Jika karya seni dianggap sebagai properti budaya nasional, ini tidak dapat terletak pada karya seni itu

sendiri nada musik dan sajak membawa, pada akhirnya, tidak ada warna nasional dan bukan karena mereka

umumnya menyenangkan penilaian rasa adalah, seperti yang diketahui, subyektif, dan tidak bergantung pada

asal suatu karya seni. Kenyataan bahwa seni, yang seharusnya selalu merupakan ekspresi individu yang

paling individual, tetap dianggap sebagai milik nasional, berutang lagi hanya untuk kepentingan negara.

Dengan perampasan produk-produk intelektual, kekuasaan negara itu sendiri ingin berpartisipasi dalam dunia

intelektual, dan merayakannya sendiri di dalamnya. Oleh karena itu juga memastikan bahwa orang-orang

tahu ìitsî penyair dan pemikir, setidaknya dengan nama.

7. Adanya Sejarah umum

Siapa pun yang menyebutnya sebagai ikatan pemersatu tidak berarti bagaimanapun manuver masa

lalu para pemburu dan pengumpul pra-negara, tetapi apa yang dapat menunjukkan pencapaian politik negara

saat ini dan para pendahulunya yang sah dan pengenaan mereka, sebagai suatu peraturan, adalah sejarah

pembantaian yang lebih kecil dan lebih besar, yang memiliki kehidupan dan kesehatan yang tenang dalam

prosedur politik mata pelajaran saat ini.

Populasi saat ini harus melihat kembali sejarah ini bukan sebagai kesalahan yang berbahaya bagi

mereka, tetapi sebagai fondasi dari takdir yang sama . Untuk yang satu ini dapat merasa bangga atau malu

namun, dalam kedua kasus itu harus dianggap sebagai hal yang wajar tanpa syarat yang mencakup hak-hak

dan kewajiban nasional, benar-benar independen dari setiap kepentingan individu.

8. Keputusan Politik Negara

Yang dimaksud dengan itu dalam setiap kasus adalah keputusan politik. Apakah itu peraturan dan

kondisi yang berkaitan dengan urusan dalam negeri, atau klaim kebijakan luar negeri pada sumber daya

negara-bangsa lain: itu adalah kepedulian masyarakat untuk memahami usaha politik dari kekuasaannya

sebagai masalah nasional, dan untuk mengidentifikasi dengan mereka. Oleh karena itu, selalu perlu

melupakan perbedaan kecil antara mereka yang berada di atas dan yang di bawah, penguasa dan subjek,

negara dan warga negara.

8
Jika itu berhasil dengan rakyat, maka negara dapat menunjuk dirinya sebagai otoritas yang lebih
tinggi. Ketaatan yang diperlukan kemudian tidak lagi tampak sebagai penyerahan di bawah kekuasaannya,
tetapi sebagai ekspresi kehendak rakyat. Dan semakin besar tugas nasional, semakin berguna citra kehendak
rakyat, yang hidup sebagai watak kedua warga negara, apakah dia menginginkannya atau tidak  persis seperti
“identitas nasional” yang menempatkan negaranya di kanan. Beberapa kesamaan yang berfungsi sebagai
bukti pendukung untuk ideologi ini, pada akhirnya, selalu ditemukan.

9. Penonjolan Sifat-Sifat Tertentu

Sifat-sifat yang biasanya ditunjukkan sebagai properti yang membuat sekelompok orang “orang”
dalam arti politik, suatu bangsa , tentu saja konyol dan mudah disanggah: bahasa, budaya, sejarah, sejarah
budaya. Kesalahan di sini mudah untuk disebutkan: Sebab dan akibatnya terbalik. Hasil dari fakta bahwa
orang-orang menghabiskan hidup mereka dalam satu dan sama tatanan politik yang menyatakan alasan
mengapa mereka berada bersama-sama di bawah satu tatanan politik. Efek subordinasi bersama mereka ke
salah satu kekuatan politik yang menyatakan penyebab kohesi mereka, kebersamaan mereka, sebagai orang.

Pada saat yang sama, ideologi ini, yang dimaksudkan untuk membenarkan kepemilikan nasional dan
perasaan patriotik, mengilustrasikan apa yang merupakan “bangsa” atau “bangsa” kolektif tertentu, dan apa
tuntutan menuntut negara sehingga membuat pada subyek: Kesamaan yang orang-orang bagikan sebagai
suatu bangsa, menurut ideologi ini, tampaknya tidak ada hubungannya dengan kepentingan mereka.
Sebaliknya, ini adalah kesamaan yang mendahului kepentingan mereka dan keyakinan mereka, dan berada di
luar kendali kehendak mereka

Dan ada sejumlah kebenaran tertentu pada ideologi: Kohesi orang-orang sebagai “sebuah bangsa”
atau “bangsa” sebenarnya bukanlah hasil dari keputusan bebas, dan itu benar-benar di luar kepentingan dan
preferensi mereka. Ketika datang ke yang terakhir, orang berbeda dan dalam banyak kasus mereka memiliki
kepentingan antagonis. Orang benar-benar harus abstrak dari kepentingan-kepentingan ini untuk memahami
kesamaan orang-orang sebagai sebuah bangsa. Kenyataan bahwa abstraksi semacam itu diperlukan untuk
memahami apa yang membuat orang-orang menjadi sebuah masyarakat juga merupakan bukti bahwa
kesamaan ini tidak berasal dari rakyat itu sendiri, tetapi dipaksakan kepada mereka.

Bahwa identitas yang dipaksakan ini seharusnya menjadi elemen yang menentukan dari kehendak
mereka sendiri merupakan ciri tuntutan yang menuntut dari orang-orang ini. Klaim ini menjadi jelas, paling
tidak, jika seseorang tidak menunjukkan minat apa pun untuk tujuan bangsa bahkan dalam urusan yang
paling tidak penting seperti Olimpiade, dll  atau bahkan menolaknya. Jika Anda berani melakukan hal
semacam itu, maka orang-orang biasanya tidak mencoba untuk berdebat untuk bangsa dan kehebatannya,
sebaliknya orang-orang memanggil Anda tidak hanya untuk mengambil sisi negara, tetapi untuk bias bagi
bangsa.

C. Sejarah Kelahiran Paham Nasionalisme Indonesia

9
Ide-ide yang muncul pada masa pergerakan nasional hanya terbatas pada para bangsawan
terdidik saja. Selain merekalah yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi juga karena
hanya kelompok bangsawanlah yang mampu mengikuti pola pikir pemerintah kolonial. Mereka
menyadari bahwa pemerintah kolonial yang memiliki organisasi yang rapi dan kuat tidak
mungkin dihadapi dengan cara tradisional sebagaimana perlawanan rakyat sebelumnya. Inilah
letak arti penting organisasi modern bagi perjuangan kebangsaan.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan lahirnya nasionalisme Indonesia. Secara umum
bisa dikelompokkan menjadi dua yaitu:

Faktor dari dalam antara lain sebagai berikut: Seluruh Nusantara telah menjadi kesatuan
politik, hukum, pemerintahan, dan berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda. Ironisnya
adalah eksploitasi Barat itu justru mampu menyatukan rakyat menjadi senasib sependeritaan.

Munculnya kelompok intelektual sebagai dampak sistem pendidikan Barat. Kelompok


inilah yang mampu mempelajari beragam konsep Barat untuk dijadikan ideologi dan dasar
gerakan dalam melawan kolonialisme Barat.

Beberapa tokoh pergerakan mampu memanfaatkan kenangan kejayaan masa lalu


(Sriwijaya, Majapahit, dan Mataram) untuk dijadikan motivasi dalam bergerak dan
meningkatkan rasa percaya diri rakyat di dalam berjuang menghadapi kolonialisme Barat.

Kondisi itulah yang mampu memompa harga diri bangsa untuk bersatu, bebas, dan
merdeka dari penjajahan.Meskipun begitu, harus diakui bahwa munculnya kesadaran berbangsa
itu juga merupakan dampak tidak langsung dari perluasan kolonialisme. Oleh karena itu, para
mahasiswa yang menjadi penggerak utama nasionalisme Indonesia bisa disebut sebagai tokoh
penggerak dari masyarakat.

Faktor dari luar antara lain sebagai berikut.

1. Gerakan Nasionalisme Cina


Dinasti Manchu (Dinasti Ching) memerintah di Cina sejak tahun 1644 sampai
1912.Dinasti ini dianggap dinasti asing oleh bangsa Cina karena dinasti ini bukan keturunan
bangsa Cina. Masuknya pengaruh Barat menyebabkan munculnya gerakan rakyat yang

10
menuduh bahwa Dinasti Manchu sudah lemah dan bekerja sama dengan imperialis Barat. Oleh
karena itu muncul gerakan rakyat Cina untuk menentang penguasa asing yaitu para imperialis
Barat dan Dinansti Manchu yang juga dianggap penguasa asing. Munculnya gerakan
nasionalisme Cina diawali dengan terjadinya.

pemberontakan Tai Ping (1850-1864) dan kemudian disusul oleh pemberontakan Boxer.
Gerakan ini ternyata berimbas semangatnya di tanah air Indonesia.

2. Kemenangan Jepang atas Rusia


Selama ini sudah menjadi suatu anggapan umum jika keperkasaan Eropa (bangsa kulit
putih) menjadi simbol superioritas atas bangsa-bangsa lain dari kelompok kulit berwarna. Hal
itu ternyata bukan suatu kenyataan sejarah. Perjalanan sejarah dunia menunjukkan bahwa ketika
pada tahun 1904-1905 terjadi peperangan antara Jepang melawan Rusia, ternyata yang keluar
sebagai pemenang dalam peperangan itu adalah Jepang. Hal ini memberikan semangat juang
terhadap para pelopor pergerakan nasional di Indonesia.

3. Partai Kongres India


Dalam melawan Inggris di India, kaum pergerakan nasional di India membentuk All
India National Congress (Partai Kongres India), atas inisiatif seorang Inggris Allan Octavian
Hume pada tahun 1885.Di bawah kepemimpinan Mahatma Gandhi, partai ini kemudian
menetapkan garis perjuangan yang meliputi Swadesi, Ahimsa, Satyagraha, dan Hartal.Keempat
ajaran Ghandi ini, terutama Satyagraha mengandung makna yang memberi banyak inspirasi
terhadap perjuangan di Indonesia.

4. Gerakan Turki Muda


Gerakan nasionalisme di Turki pada tahun 1908 dipimpin oleh Mustafa Kemal
Pasha.Gerakannya dinamakan Gerakan Turki Muda.la menuntut adanya pembaruan dan
modernisasi di segala sektor kehidupan masyarakatnya. Gerakan Turki Muda memberikan
pengaruh politis bagi pergerakan bangsa Indonesia sebab mengarah pada pembaruan-
pembaruan dan modernisasi

5. Filipina di bawah Jose Rizal


Filipina merupakan jajahan Spanyol yang berlangsung sejak 1571-1898. Dalam
perjalanan sejarah Filipina muncul sosok tokoh yang bernama Jose Rizal yang merintis

11
pergerakan nasional dengan mendirikan Liga Filipina.Pada tahun 1892 Jose Rizal melakukan
perlawanan bawah tanah terhadap penindasan Spanyol. Tujuan yang ingin dicapai adalah
bagaimana membangkitkan nasionalisme Filipina dalam menghadapi penjajahan Spanyol.
Dalam perjuangannya Jose Rizal dihukum mati pada tanggal 30 Desember 1896, setelah gagal
dalam pemberontakan Katipunan.Sikap patriotisme dan nasionalisme yang ditunjukkan Jose
Rizal membangkitkan semangat rela berkorban dan cinta tanah air bagi para cendekiawan di
Indonesia.

Tahapan perkembangan nasionalisme Indonesia adalah sebagai berikut:


a. Periode Awal Perkembangan
Dalam periode ini gerakan nasionalisme diwarnai dengan perjuangan untuk
memperbaiki situasi sosial dan budaya.Organisasi yang muncul pada periode ini adalah Budi
Utomo, Sarekat Dagang Indonesia, Sarekat Islam, dan Muhammadiyah

b. Periode Nasionalisme Politik


Periode ini, gerakan nasionalisme di Indonesia mulai bergerak dalam bidang politik
untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.Organisasi yang muncul pada periode ini adalah
Indische Partij dan Gerakan Pemuda.

c. Periode RadikalDalam periode ini, gerakan nasionalisme di Indonesia ditujukan untuk


mencapai kemerdekaan baik itu secara kooperatif maupun non kooperatif (tidak mau
bekerjasama dengan penjajah).Organisasi yang bergerak secara non kooperatif, seperti
Perhimpunan Indonesia, PKI, PNI.

d. Periode Bertahan
Penode ini, gerakan nasionalisme di Indonesia lebih bersikap moderat dan penuh
pertimbangan.Diwarnai dengan sikap pemerintah Belanda yang sangat reaktif sehingga
organisasi- organisasi pergerakan lebih berorientasi bertahan agar tidak dibubarkan pemerintah
Belanda.Organisasi dan gerakan yang berkembang pada periode ini adalah Parindra, GAPI,
Gerindo.

Dari perkembangan nasionalisme tersebut akhirnya mampu menggalang semangat persatuan


dan cita-cita kemerdekaan sebagai bangsa Indonesia yang bersatu dari berbagai suku di
Indonesia.

12
D. Pancasila sebagai Kepribadian dan Identitas Nasional

Sejak negeri ini diproklamasikan sebagai negara merdeka, telah sepakat menjadikan
Pancasila sebagai dasar negara dan pedoman hidup berbangsa dan bernegara. Konsekuensinya,
Pancasila harus terus hidup dalam kehidupam masyarakat, lebih optimal sebagai kekuatan
pemersatu bangsa. Pancasila harus menjadi perekat perbedaan kultur yang terbangun dalam
masyarakat plural. Menjadi ideologi bersama oleh semua kelompok masyarakat, bisa juga
dimaknai sebagai identitas nasional yang bisa menjadi media dalam menjembatani perbedaan
yang muncul.
Pancasila sebagai jatidiri bangsa Indonesia, nilai-nilainya sudah ada sejak jaman dahulu.
adat istiadat, kebudayaan, religi dan praktik kehidupan lainnya yang sudah ada dan terpelihara
dalam kehidupan sehari-hari dikongkritisasikan ke dalam sila-sila Pancasila. Dengan demikian
causa materialis dari Pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri, melalui kebudayaan dan
kepribadiannya. Pancasila digali dari bangsa Indonesia sendiri, bukan merupakan jiplakan dari
bangsa lain atau hanya merupakan pemikiran perseorangan. Pancasila berbeda dengan ideologi
lainnya seperti liberalisme yang hanya mengedepankan kebebasan individu atau sosialisme
yang mengedepankan kebebasan kelompok. Bangsa Indonesia memadukan dimensi manusia
sebagai makhluk pribadi dan sebagai makhluk sosial. The founding fathers bangsa Indonesia
menyadari akan pentingnya dasar filsafat Negara yang dapat diletakkan dalam konsep bangsa
yang berkembang menuju fase nasionalisme modern.

Kenyataan bahwa bangsa Indonesia merupakan Negara yang majemuk dari berbagai hal,
suku, agama, ras, golongan dan sebagainya memerlukan ideologi yang dapat menaungi dan
melindungi semua komponen bangsanya. Pancasila hendaknya menjadi “katalis” dari berbagai
perbedaan yang ada pada bangsa Indonesia. Dalam konteks ini Pancasila sangat relevan
dijadikan dasar Negara dan pandangan hidup bangsa yang plural seperti Indonesia. Segenap
komponen bangsa Indonesia harus mampu memahami dan menerima keberagaman dalam
kebersamaan.

Nilai-nilai esensial yang terkandung dalam Pancasila yaitu Ketuhanan (Tuhan),


Kemanusiaan (manusia), Persatuan (satu), Kerakyatan (rakyat), serta keadilan (adil). Nilai-nilai
ini secara historis sudah ada sejak jaman kerajaan terdahulu, seperti Samudera Pasai, Sriwijaya,
Majapahit, Cirebon, Mataram, Demak, Banten dan lainnya.

Dalam implementasinya, praktik penyelenggaraan Negara tidak sedikit sudah


13
penyimpangan dari nilai-nilai yang ada dalam tiap sila Pancasila, seperti penafsiran yang kabur
pada nilai-nilai Pancasila oleh para penyelenggara Negara, dijadikannya Pancasila sebagai
“kedok” kekuasaan untuk melegalisasi tindakan penguasa, dan euphoria demokrasi yang
kebablasan yang tidak jarang justru bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi. Perilaku
menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam 12 masyarakat, baik norma hukum, norma
agama, norma kesopanan, norma norma kesusilaan dan norma lainnya bukan saja dilakukan
oleh orang awan yang tidak berpendidikan, bahkan hal ini juga dilakukan oleh orang terdidik
(beberapa kasus bahkan menimpa oknum guru besar), bahkan tidak sedikit pejabat publik yang
terkena kasus asusila seperti tertangkap tangan dengan pasangan yang bukan muhrim, korupsi,
tertangkap sedang mengonsumsi narkoba dan sebagainya. Oleh karena itu, perlu upaya sadar
dan terencana dari segenap komponen bangsa Indonesia untuk mengamalkan ajaran Pancasila
sebagai Kepribadian dan identitas nasional. Tanpa kemauan dan partisipasi seluruh komponen
bangsa Indonesia, tidak mustahil Pancasila dan nilai-nilainya akan lenyap dan tinggal nama;
Pancasila hanya akan menjadi hafalan dan pajangan di kantor-kantor pemerintah tanpa memiliki
makna sebagai dasar filosofis bangsa.

E. Mengembangkan Karakter Bangsa Indonesia Yang Multikultural

Haviland mengatakan bahwa multikultural dapat diartikan sebagai pluralitas kebudayaan


dan agama. Memelihara pluralitas akan tercapai kehidupan yang ramah dan menciptakan
kedamaian. Pluralitas kebudayaan adalah interaksi sosial dan politik antara orang-orang yang
berbeda cara hidup dan berpikirnya dalam suatu masyarakat. Secara ideal, pluralisme
kebudayaan multikulturalisme berarti penolakan terhadap kefanatikan, purbasangka, rasialisme,
tribalisme, dan menerima secara inklusif keanekaragaman yang ada (Haviland, 1988). Sikap
saling menerima, menghargai nilai- nilai, keyakinan, budaya, cara pandang yang berbeda tidak
otomatis akan berkembang sendiri. Apalagi karena dalam diri seseorang ada kecenderungan
untuk berharap orang lain menjadi seperti dirinya (Ruslan Ibrahim, 2008).

Sikap saling menerima dan menghargai akan cepat berkembang bila dilatihkan, dididikkan,
dibudayakan agar menginternalisasi/terhayati dan ditindakkan pada generasi muda penerus
bangsa. Dengan pendidikan dan pembudayaan, sikap penghargaan terhadap perbedaan
direncanakan dengan baik, generasi muda dilatih dan disadarkan akan pentingnya Nana
Najmina, Pendidikan Multikultural dalam Membentuk Karakter Bangsa Indonesia
penghargaan pada orang lain dan budaya lain bahkan dilatihkan dalam kehidupan sehari-

14
hari, sehingga setelah dewasa mereka sudah punya sikap dan perilaku tersebut. Fay (1998)
mengatakan dalam dunia multikultural harus mementingkan adanya bermacam perbedaan
antara yang satu dengan yang lain dan adanya interaksi sosial di antara mereka. Oleh sebab itu
para multikulturalis memfokuskan pada pemahaman dan hidup bersama dalam konteks sosial
budaya yang berbeda.

Banks (2001) berpendapat bahwa pendidikan multikultural merupakan suatu rangkaian


kepercayaan (set of beliefs) dan penjelasan yang mengkaji dan menilai pentingnya keragaman
budaya dan etnis di dalam membentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi,
kesempatan pendidikan dari individu, kelompok maupun negara. Banks mendefinisikan
pendidikan multikultural adalah ide, gerakan pembaharuan pendidikan dan proses pendidikan,
yang tujuan utamanya adalah merubah struktur lembaga pendidikan supaya siswa baik pria dan
wanita, siswa berkebutuhan khusus, dan siswa yang merupakan anggota dari kelompok ras,
etnis, dan budaya (kultur) yang bermacam-macam itu akan memiliki kesempatan yang sama
untuk mencapai prestasi (Banks, 1993).

Melalui pendidikan multikultural sejak dini diharapkan anak mampu menerima dan
memahami perbedaan budaya yang berdampak pada perbedaan usage (cara-cara), folkways
(kebiasaan), mores (tata kelakukan), customs (adat istiadat) seseorang. Dengan pendidikan
multikultural seseorang sejak dini mampu menerima perbedaan, kritik, dan memiliki rasa
empati, toleransi pada sesama tanpa memandang status, kelas sosial, golongan, gender, etnis,
agama maupun kemampuan akademik (Farida Hanum, 2005).

Melalui pendidikan multikultural inilah sebenarnya nilai-nilai ditransformasikan dari


generasi ke generasi. Kemudian pendidikan multikultural diselenggarakan dalam upaya
mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memandang kehidupan dari berbagai
perspektif budaya yang berbeda dengan budaya yang mereka miliki. Memiliki sikap positif
terhadap perbedaan (SARA) sehingga mampu membawa individuindividu ke dalam komunitas
dan membawa komunitas ke dalam masyarakat dunia yang lebih luas. Membentuk kerangka
dasar untuk menciptakan organisasi sosial yang harus menyadari bahwa semua adalah bagian
dari suprastuktur. Satu sama lain saling berkaitan dan harus selalu bekerja sama berdasarkan
prinsip gotong-royong dan kekeluargaan. Inilah yang disebut sebagai karakter bangsa, prinsip
gotong- royong dan kekeluargaan sebagai sebuah identitas nasional. Pada akhirnya, output yang
dihasilkan oleh pendidikan model ini diharapkan akan mampu memberikan kekuatan dalam

15
memulai dan membangun sebuah bangsa yang bersumber pada sejarah sebagai sumber
pembelajaran, kebudayaan sebagai, nilai dan penerapan iptek dalam menghadapi tantangan
masa depan.

Pendidikan diharapkan mampu mentransformasikan peserta didik dari belum dewasa mejadi
dewasa. Ciri manusia dewasa adalah manusia yang memiliki karakter. Karena itu setiap orang
dewasa memiliki karakter sebagaimana dirinya sendiri. Pendidikan karenanya mendorong
seseorang menjadi diri sendiri. Wuryanano (2011) menyatakan bahwa karakter dapat dibentuk
melalui tahapan pembentukan pola pikir, sikap, tindakan, dan pembiasaan.

Karakter merupakan nilai-nilai yang melandasi perilaku manusia berdasarkan norma agama,
kebudayaan, hukum atau konstitusi, adat istiadat, dan estetika. Jika dikaitkan dengan
pendidikan, pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik
mengenal, peduli dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai
insan kamil. Dalam rumusan lain dapat didefinisikan bahwa pendidikan karakter adalah suatu
sistem penanaman nilai-nilai perilaku atau karakter kepada warga belajar yang meliputi
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik
terhadap Tuhan Yang Mahaesa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga
menjadi insan kamil. Definisi tersebut mengamanatkan bahwa dengan segala perbedaan bangsa
Indonesia, pendidikan di Indonesia bertujuan menjadikan warga belajar memiliki empat
karakter pokok: manusia beragama, manusia sebagai pribadi, manusia sosial, dan manusia
sebagai warga bangsa.

Berdasarkan empat karakter pokok tersebut dalam praktik pendidikan di Indonesia, lembaga
pendidikan diharapkan mengembangkan Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 10 (1) (2018): 52-
56 55 pembiasaan berpikir dan bertindak dengan berfokus delapan belas nilai kehidupan.
Penanaman nilai-nilai tersebut diharapkan dapat membentuk karakter peserta didik. Kedelapan
belas karakter tersebut adalah sebagai berikut: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras,
kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai
prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan
tanggung jawab. Nilai-nilai pembentuk karakter yang harus dikembangkan di setiap lembaga
pendidikan tersebut pada dasarnya merupakan pembentuk karakter insan kamil secara universal.
Di tengah keragaman bangsa-bangsa di dunia, manusia Indonesia haruslah memiliki karakter
keindonesiaan. Inilah sebagai penanda bangsa Indonesia yang memiliki identitas diri yang
berbeda dengan bangsa lain.
16
Karakter keindonesiaan melalui penanaman nilai kebangsaan dapat dilakukan dengan
penanaman sikap kepada peserta didik dalam bentuk penanaman kesadaran nasional. Sebagai
bangsa yang memiliki sejarah panjang, bentuk- bentuk kesadaran nasionalis Indonesia berupa:
kesadaran kebanggaan sebagai bangsa, kemandiriaan dan keberanian sebagai bangsa, kesadaran
kehormatan sebagai bangsa, kesadaran melawan penjajahan, kesadaran berkorban demi bangsa,
kesadaran nasionalisme bangsa lain, dan kesadaran kedaerahan menuju kebangsaan. Sejalan
dengan konsep karakter keindonesiaan di atas, Tilaar (2003) menyatakan bahwa pendidikan
multikultural diharapkan dapat mempersiapkan anak didik secara aktfi sebagai warga negara
yang secara etnik, kultural, dan agama beragam, menjadi manusia-manusia yang menghargai
perbedaan, bangga terhadap diri sendiri, lingkungan, dan realitas yang majemuk.

Pendidikan multikultural juga memiliki kaitan yang signifikan dalam perkembangan dunia
global. Keragaman bangsa-bangsa di dunia menuntut warga dunia mengenal perbedaan agama,
kepercayaan, ideologi, etnik, ras, warna kulit, gender, seks, kebudayaan, dan kepentingan
(Yaqin, 2005). Strategi pendidikan multikultural selanjutnya perlu dijabarkan dalam implikasi
di sekolah. Dari para ahli maka pendidikan multikultural dapat diimplikasikan dalam dunia
pendidikan sebagai berikut: 1) Membangun paradigma keberagamaan inklusif di lingkungan
sekolah; 2) Menghargai keragaman bahasa di sekolah; 3) Membangun sikap sensitif gender di
sekolah; 4) Membangun pemahaman kritis dan empati terhadap ketidakadilan serta perbedaan
sosial; 5) Membangun sikap antideskriminasi etnis; 6) Menghargai perbedaan kemampuan.; 7)
Menghargai perbedaan umur.

Rohidi (2002) menegaskan bahwa pendidikan dengan pendekatan multikultural sangat tepat
diterapkan di Indonesia untuk pembentukan karakter generasi bangsa yang kokoh berdasar
pengakuan keragaman. Kemudian dalam penerapannya harus luwes, bertahap, dan tidak
indoktriner menyesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah. Pendekatan multikulturalisme
erat dengan nilai-nilai dan pembiasaan sehingga perlu wawasan dan pemahaman yang
mendalam untuk diterapkan dalam pembelajaran, tauladan, maupun perilaku harian yang
mampu mengembangkan kepekaan rasa, apresiasi positif, dan daya kreatif. Kompetensi guru
menjadi sangat penting sebagai motor pendidikan dengan pendekatan multikulural.

F. Toleransi Beragama atau Moderasi Beragama

17
Dalam pengertian disebutkan bahwa kata Moderasi berasal dari bahasa Inggris yaitu
“moderation” yang berarti bersikap sedang, sikap tidak berlebih-lebihan. Juga terdapat kata
moderator yang berarti ketua, pelerai, penengah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata
Moderasi berarti penghindaran kekerasan atau penghindaran keekstreman. Kata ini merupakan
kata serapan dari kata Moderat yang berarti sikap yang selalu menghindari perilaku
keekstreman. Jadi, jika kata Moderasi disatukan dengan kata Beragama menjadi sebuah kata
“Moderasi beragama” yang artinya sikap menghindari keekstreman dalam praktik beragama.

Menurut istilah Moderasi Beragama adalah sikap dan upaya untuk menjadikan agama
sebagai dasar dan prinsip untuk selalu menghindarkan perilaku yang ekstrem atau radikalisme
dan selalu mencari jalan tengah untuk menyatukan kebersamaan dari semua elemen dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Sedangkan menurut
pengertian lain dari Moderasi Beragama adalah cara pandang dalam beragama secara Moderat
yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem dan tidak radikal.
Radikalisme agama adalah paham atau aliran keras yang berasal dari suatu ajaran agama yang
menimbulkan sikap intoleransi. Moderasi Beragama merupakan usaha atau sikap yang baik dan
kreatif untuk mengebangkan suatu sikap keberagaman di tengah berbagai desakan constrains.

Moderasi Beragama merupakan jalan tengah untuk mencegah terjadinya radikalisme di


masyarakat. Maka dari itu, sikap toleransi antar umat beragama merupakan sesuatu hal yang
sangat penting untuk menjalankan sikap pluralisme. Toleransi adalah sikap saling menghargai
atau tenggang rasa terhadap sesama manusia.

Toleransi adalah suatu perbuatan yang melarang terjadinya diskriminasi sekalipun banyak
terdapat kelompok atau golongan yang berbeda. Toleransi salah satunya yaitu toleransi agama.
Adanya toleransi agama menimbulkan sikap saling menghormati antar pemeluk agama, dengan
kata lain, sikap toleransi sangat penting karena dengan adanya sikap toleransi maka dapat
tercipta sikap salingmenghargai antara satu dengan yang lain. Dengan adanya sikap toleransi
maka dapat meminimalisir terjadinya konflik dan kehidupan antar umat beragama akan jauh
lebih baik dan tentram. Maka dari itu sangatlah penting menanamkan sikap toleransi mulai dari
sekarang, karena akan bergna bagi kehidupan kita.

Komitmen utama Moderasi Beragama terhadap toleransi menjadikan suatu cara yang sangat
baik untuk menghadapi radikalisme agama yang mengancam kehidupan beragama, dan

18
menjadikan sebuah satu kesatuan atau persatuan yang sangat kuat. Namun, di era modern
sekarang ini sudah terlihat jarang menemukan sikap-sikap toleransi antar umat beragama,
apalagi bagi kalangan anak muda jaman sekarang.

Salah satu contoh kasus tidak adanya toleransi antar umat beragama seperti di kalangan
masyarakat yaitumasyarakat Indonesia dan ajarannya di jaman baru merdeka, karena pada saat
itu mereka menganggap komunis akan sangat menguntungkan posisi Indonesia yang pada saat
itu berseberangan dengan barat atau anti Amerika. Contoh yang keduanya adalah serangan bom
di gereja Medan, dari insiden tersebut kita dapat melihat bahwa tidak adanya sikap saling
menghargai antar umat beragama yang sedang menjalankan ibadah. Dari kasus tersebut ada
sebuah hikmah yang dapat kita ambil untuk dipelajari sebagai ladang untuk menumbuhkan
sikap toleransi, dimanapun kita berada kita harus senantiasa mengingat apa itu toleransi dan
betapa pentingnya toleransi dalam kehidupan kita sebagai manusia yang beragama. 52 | GUAU:
Jurnal Pendidikan Profesi Guru Agama Islam vol. 2, no 2, 2022

Kita sebagai generasi penerus harus bisa belajar menanamkan sikap toleransi dari hal-hal
kecil, dan untuk membentuk suatu sikap yang dapat membawa unsur positif bagi Negara kita.
Kita sebagai umat beragama harus saling bergandengan tangan, memberantas adanya sikap
intoleransi antar sesama untuk membentuk generasi tenteram, aman, dan damai di masa
mendatang. Perlu kita ketahui, bahwa toleransi antar umat beragama itu sangat penting karena
setiap manusia membutuhkan manusia lain untuk hidup dan pasti setiap manusia memerlukan
yang namanya manusia lain untuk segala hal yang tidak bisa dia lakukan sendiri. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk yang sempurna, namun dengan kesempurnaan itu
kita membutuhkan orang lain, di Indonesia banyak sekali perbedaan-perbedaan namun dengan
perbedaan-perbedaan itu kita harus melakukan hal-hal yang baik tidak saling iri dan tidak
mengakibatkan perselisihan.

Dalam aspek agama semua orang berhak memilih agamanya sendiri. Maka dari itu, sikap
saling menghargai antar sesama sangat penting. Oleh karena itu, bergandeng tanganlah agar
sesama masyarakat harus mempunyai sikap toleransi, sikap toleransi tumbuh dari masing-
masing individu yang akan memberikan nilai di masyarakat. Moderat dalam pemikiran islam
adalah mengedepankan sikap toleran dan perbedan. Keterbukaan menerima keberagaman atau
inklusivisme, baik beragam dalam mazhab maupun dalam agama. Perbedaan tidak akan
menghalangi untuk menjalinnya sebuah kerja sama dan meyakini agama islam yang paling
benar dan tiak melecehkan agama lain. Sehingga, persaudaraan dan persatuan akan terjalin.
19
Moderasi juga harus dipahami sebagai komitmen untuk menjaga keseimbangan yang paripurna,
setiap warga masyarakat suku, etnis, budaya, agama, dan sebagainya harus saling belajar
melatih kemampuan mengatasi perbedaaan.

Moderasi dapat diwujudkan dengan cara menghindari sikap inklusif. Sikap inklusifisme
dalam pemikiran islam akan memberikan ruang bagi keragaman pemikiran, pemahaman dan
persepsi keislaman. Menurut Fahrudin, 2019, dalam upaya mewujudkan keharmonisan
berbangsa dan beragama, membutuhkan Moderasi Beragama yaitu sikap beragama yang tidak
berlebihan. Perbedaan antara Moderasi Beragama dengan Toleransi yaitu, Moderasi Beragama
adalah proses dan toleransi adalah hasil. Toleransi aktif dari para pemeluk agama. Moderasi
Beragama juga merupakan sesuatu yang dapat membangun sikap toleran dan kerukunan antar
sesama yang berguna untuk mempererat persatuan dan kesatuan bangsa.

Toleransi dalam Moderasi Beragama merupakan cara terbaik untuk menghadapi radikalisme
agama yang dapat mengancam kehidupan beragama. Moderasi Beragama memiliki peran
penting dalam membangun persatuan bangsa, karena Moderasi Beragama merupakan patokan
terciptanya sebuah toleransi dan kerukunan antar sesama. Selain itu Moderasi Beragama juga
dapat menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, bukan hanya sekedar mengagung-agungkan nama
Tuhan dan mengesampingkan nilai kemanusiaan, serta dapat memberantas konflik berlatar
agama yang dapat mengakibatkan peradaban manusia menjadi musnah.

Pentingnya Moderasi Beragama dalam kehidupan akan menjadikan sebuah agama yang
benar-benar berfungsi untuk menjaga harkat dan martabat sebagai manusia. Sikap Moderasi
merupakan sikap tidak saling menyalahkan, tidak merasa paling benar sendiri, sehingga dapat
tercermin bahwa perbedaan itu akan menjadi sebuah satu kesatuan dalam umat beragama.

Moderasi Beragama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara mempunyai


tiga alasan yang sangat penting: Rahmat Hidayat: Toleransi Dan Moderasi Beragama | 53 1.
Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai ciptaan Tuhan. 2. Mencegah adanya
suatu konflik. 3. Sebagai strategi kebudayaan dalam merawat bangsa dan Negara.

20
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Identitas nasional merupakan suatu penanda atau jati diri suatu bangsa yang
dapat membedakan ciri khasnya dengan bangsa lain, karena ciri khas suatu bangsa
terletak pada konsep bangsa itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh perbedaan latar
belakang sejarah, kebudayaan, maupun geografi. Identitas nasional Indonesia
terbentuk karena rakyat Indonesia memiliki pengalaman sejarah dan penderitaan
yang sama.
Pada masa sebelum kemerdekaan, bangsa Indonesia kemiliki pengalaman yang
sama dalam mengusir penjajah yang membutuhkan pengorbanan bukan saja harta
dan nyawa, namun juga kehilangan sanak saudara yang dicintai. Perjuangan yang
sama dalam mengusir penjajah inilah yang meleburkan perbedaan agama, suku,
bahasa daerah dan sebagainya. Perasaan senasib ini mendorong tumbuhnya
kesadaran bahwa kita memang memiliki banyak perbedaan, tetapi perbedaan itu
tidak dapat menutup kenyataan bahwa kita memiliki kesamaan sejarah dalam
melawan penjajah. Pengalaman sejarah inilah yang dapat menumbuhkan kesadaran
kebangsaan kemudian melahirkan identitas nasional. Namun demikian, globalisasi
yang ”menyatukan” dunia membawa dampak yang cukup serius, misalnya
menurunnya semangat kebangsaan dan kecintaan terhadap tanah air yang
ditunjukkan oleh gejala seperti kenakalan remaja yang membabi buta, korupsi,
kolusi dan nepotisme yang dilakukan oleh penyelenggara negara. Bahkan perilaku
generasi muda yang lebih mengikuti budaya dari negara lain yang terkadang
bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila
B. Saran
Demikianlah makalah ini kami susun, semoga makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca. Dalam penulisan ini kami sadari masih banyak kekurangan, saran dan kritik
yang membangun sangat kami harapkan untuk menyempurnakan makalah kami ini.

21
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat Rahmat. 2022 Toleransi Dan Moderasi Beragama Rahmat Hidayat Volume. Jurnal
Pendidikan Profesi Guru Agama Islam

Jamaludin Ujang, Dkk. 2017. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi


(BKS- PTN BARAT)
2017

https://id.scribd.com/document/501770159/Sejarah-Kelahiran-Paham-Nasionalisme-Indonesia

https://guruppkn.com/karakteristik-identitas-nasional

Naimina Nana. 2018. Pendidikan Multikultural Dalam Membentuk Karakter Bangsa Indonesia

Budiasih Wayan Ni. 2017. Membangun Karakter Bangsa Melalui Pendidikan Multikultural.

22

Anda mungkin juga menyukai