Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH RESIDU PUPUK P PADA MT I TERHADAP STATUS P TANAH dan

HASIL PADI SAWAH PADA MT II di KABUPATEN DHARMASRAYA


SUMATERA BARAT

Ismon. L dan Widia Siska

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat


Jalan Raya Padang - Solok KM 40, Sukarami, Gunung Talang Solok.
Kotak Pos 34 Padang-25001.E-mail : ismonlenin@yahoo.com

ABSTRACT

Effectof Residual Fertilizer P on MTI to Land P StatusandResults Paddy Fieldon MT II in District


Dharmasraya West Sumatera. Upland converted to paddy field, and intensively fertilized for 30 years causes the
soil phosphorus (P) to be very high and the plant does not respond to the fertilization of P. P fertilizer residues
given in the previous planting season needs to be studied its utilization for the next planting. This study aimed to
examine the effect of P fertilizer residue on MT I with high P status to P status and paddy rice yield on MT II in
Dharmasraya Regency. The research was conducted from August - December 2013 on newly established paddy
field in Dharmasraya District with Typic Hapludults soil type. The results showed that the application of P fertilizer
at MT I with high rate on the high P status was proven to be utilized by plant on MT II. However, to obtain high
productivity of the plant is still needed additional P fertilizer. The residue of P fertilizer on MT I can still be utilized
to increase yield on MT II by 8.46% from 4,444 kg dried milled grain/ha to 4,820 kg dried milled grain/ha. The
increase of P fertilizer rate no longer has a significant effect on the increase of dried grain yield.
Key words: paddy, fertilizer,phosphorus, residual effect.

ABSTRAK

Lahan kering yang dikonversi menjadi sawah, dan diberi pupuk secara intensif selama 30 tahun
menyebabkan kadar hara fosfor (P) tanah menjadi sangat tinggi dan tanaman tidak respon terhadap pemupukan P.
Residu pupuk P yang diberikan pada musim tanam sebelumnya perlu dikaji pemanfaatannya untuk tanaman
berikutnya. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh residu pupuk P pada MT I pada lahan sawah berstatus
P tinggi terhadap status P tanah dan hasil padi sawah pada MT II di Kabupaten Dharmasraya. Penelitian
dilaksanakan dari bulan Agustus - Desember 2013 pada sawah baru mapan di Kabupaten Dharmasraya dengan jenis
tanah Typic Hapludults. Hasil pengkajian menunjukkan pemberian pupuk P pada MT I dengan dosis tinggi pada
sawah dengan status P tinggi, terbukti masih bisa dimanfaatkan tanaman pada MT II. Namun demikian, untuk
mendapatkan produktivitas tanaman yang tinggi masih diperlukan tambahan pupuk P. Residu pupuk P pada MT I
masih dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan hasil pada MT II sebesar 8,46% dari 4.444 kg GKG/ha menjadi
4.820 kg GKG/ha. Peningkatan takaran pupuk P selanjutnya tidak lagi berpengaruh nyata terhadap peningkatan
hasil gabah kering giling.
Kata kunci: padi sawah, pemupukan, fosfor, pengaruh residu.

Pengaruh Residu Pupuk P Pada MT I Terhadap Status P Tanah dan Hasil Padi Sawah Pada MT II di Kabupaten
63
Dharmasraya Sumatera Barat (Ismon. L dan Widia Siska)
PENDAHULUAN (Vogeler et al., 2009). Efisiensi pemupukan P
dalam tanah hanya berkisar antara 15 – 25 %
yang dipengaruhi oleh tekstur tanah, aerasi,
Lahan sawah di Sumatera Barat pada
kepadatan tanah, temperatur dan pH tanah
tahun 2014 tercatat seluas 225.165 ha (BPS,
(Memon, 2001) dan (Zhu et al., 1994).
2000). Berdasarkan Peta Status P skala
Penggunaan pupuk P yang terus menerus setiap
1:250.000 terdapat 37.389 ha (17%) berstatus P
musim tanam selama dua dasawarsa
rendah, 95.983 ha (42%) berstatus P sedang dan
menyebabkan terjadinya akumulasi hara P
91.793 ha (41%) berstatus P tinggi. Kriteria
dalam tanah (Adiningsih et al., 2000) ;
penilaian tinggi adalah > 40 mg /100 g P2O5
(Hartono et al., 2015). Di Kabupaten Sijunjung,
terekstrak HCL 25%, P sedang 20-40 mg /100 g
penggunaan 100-150 kg TSP/MT/ha selama 8-
P2O5, dan rendah < 20 mg /100 g) (Syofyan et
10 tahun telah menyebabkan akumulasi P
al., 2000). Pada tahun 2014, luas lahan sawah di
dengan kadar P total terekstark HCL 25 %
Sumatera Barat bertambah menjadi 229.125 Ha
berkisar dari tinggi sampai sangat tinggi
(BPS, 2014). Penambahan luas sawah tersebut
(Burbey, 2007). Pada sawah di Kabupaten
terjadi karena adanya cetak sawah baru yang
Dharmasraya yang kandungan P nya tinggi
telah dimulai sejak 30 tahun yang lalu
tanaman padi tidak respon terhadap pemupukan
bersamaan dengan Program Transmigrasi.
P (Ismon, 2016). Beberapa penelitian
Secara bertahap pencetakan sawah baru di
sebelumnya pada tanah sawah terakumulasi
Sumatera Barat tetap dilakukan dengan target
pupuk P juga menunjukkan bahwa pemberian
tahun 2016 seluas 603 Ha, tersebar di kabupaten
pupuk P tidak berpengaruh terhadap kenaikan
Dharmasraya, Sijunjung, Limapuluh Kota dan
hasil. Kenaikan hasil tidak sebanding dengan
Solok Selatan (Dinas Pertanian Tanaman
nilai pupuk yang diberikan sehingga terjadi
Pangan Provinsi Sumatera Barat, 2016).
penurunan efisiensi pemupukan P dan benefit-
Dalam kurun waktu 1980-1987, melalui cost ratio (Setyorini et al., 2003).
program transmigrasi di Kabupaten
Tingginya respon tanaman terhadap
Dharmasraya dicetak sawah lebih kurang 25 ribu
pemupukan pada lahan sawah yang baru dicetak,
ha berasal dari lahan kering dengan jenis tanah
mendorong petani memberikan pupuk dalam
Ultisol (Sugiarto, 1990). Pada tahun 2005-2009
jumlah yang tinggi, melampaui rekomendasi. Di
melalui proyek Irigasi Batang Hari dicetak lagi
Kabupaten Dharmasraya, ada kecenderungan
sawah baru seluas 12 ribu ha (Biasreka, 2005).
petani yang kemampuan ekonomi tinggi,
Sawah yang dicetak melalui program
semakin intensif pemberian pupuk buatannya
transmigrasi saat ini telah menjadi sawah mapan
sehingga status hara P nya tinggi sampai sangat
yang merupakan daerah sentra produksi padi
tinggi (Ismon, 2016). Penelitian ini bertujuan
sawah di kabupaten Dharmasraya. Jenis tanah
untuk menguji pengaruh residu pupuk P pada
pada areal ini termasuk ordo Typic Hapludults
MT I pada lahan sawah berstatus P tinggi
(Nippon et al., 2000). Meskipun mempunyai
terhadap status P tanah dan hasil padi sawah
jenis tanah yang sama dan telah dikonversi
pada MT II di Kabupaten Dharmasraya.
menjadi sawah selama 30 tahun, namun hasil
yang diperoleh petani masih beragam.
Kandungan P-total (ekstrak HCl 25%) berkisar METODOLOGI PENELITIAN
dari rendah – tinggi (Ismon, 2016).
Terjadinya perbedaan status hara P pada Pengkajian dilaksanakan bulan Agustus
lahan sawah tersebut salah satunya disebabkan – Desember 2013.Lokasi kajian yakni di lahan
pemberian pupuk yang intensif serta adanya petani (Typic Hapludults) Desa Piruko
variasi jenis dan dosis pupuk P yang digunakan Kecamatan Sitiung Kabupaten Dharmasraya.
petani (Murni, 2006). Beberapa hasil penelitian Lokasi tersebut berada pada kawasan 250 ha
menunjukkan bahwa 50-80 % pupuk P yang yang menjadi sentra produksi padi.
diaplikasikan diserap (adsorbed) oleh tanah

64 Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Vol.21, No.1,Tahun 2018:63-72


Bahan dan alat yang digunakan meliputi masing perlakuan dihitung dengan menetapkan
benih padi sawah varietas Mekongga, pupuk indek hasil dengan formula :
(Urea, KCl dan SP-36), pestisida, ajir bambu,
tali rapia, kantong palstik, karung, bor tanah tipe Hasil perlakuan yang diberi
Belgy, dan perangkat uji tanah sawah (PUTS), Indek pupuk P MT I
=
serta alat tulis dan komputer suplay. Hasil Hasil perlakuan tanpa
pupuk P MT I
Pengkajian menggunakan Rancangan
Acak Kelompok dengan empat ulangan, masing-
masing plot perlakuan 5 x 5 m. Perlakuan terdiri
dari lima tingkat takaran pupuk P, yaitu: (1) 0 kg
P2O5/ha, (2) 18 kg P2O5/ha, (3) 36 kg P2O5/ha, Pengamatan Pertumbuhan tanaman
(4) 72 kg P2O5/ha, dan (5) 144 kg P2O5/ha
setara dengan 0, 50, 100, 200, dan 400 kg SP- Variabel yang diamati meliputi :
36/ha.
a. Pertumbuhan vegetatif:

Prosedur Pengkajian  Tinggi tanaman (cm)


 Jumlah anakan maksimum (batang)
Identifikasi status hara P dilakukan pada b. Komponen hasil:
awal musim tanam pertama (MT I),  Jumlah anakan produktif (batang)
menggunakan Perangkat Uji Tanah Sawah
 Jumlah gabah permalai (butir/malai)
(PUTS) mewakili status P rendah, sedang dan
 Persentase gabah hampa (%) Bobot
tinggi.selanjutnya dilakukan pengambilan
1000 biji (g)
contoh tanah menggunakan bor tanah tipe
Belgy. 100-KA GKP hasil
GKG = X
Untuk mendapatkan unsur P dilakukan 100-14 GKP
ekstraksi menggunakan HCl 25% (Evianti dan
Suleman, 2012). Hasil analisis dibagi menjadi c. Hasil gabah kering panen (kg GKP/plot),
tiga harkat yaitu status P rendah dengan kadar dikonversi menjadi gabah kering giling (kg
P2O5<20 mg P2O5 /100 g), status hara P sedang GKG/plot) KA 14 % dengan formula:
dengan kadar P2O5 20-40 mg P2O5/100 g, dan
Dalam hal ini GKG = Gabah kering giling, KA
status P tinggi dengan kadar P2O5> 40 mg
= Kadar air, GKP = Gabah kering panen
P2O5/100 g).
d. Hasil gabah kering giling/plot ukuran 5 x 5
Bibit dipindahkan dari persemaian umur
18 hari, ditanam 2-3 batang/rumpun dengan Hasil 10000 Hasil
jarak tanam 20 x 20 cm. Pupuk N diberikan = X
GKG Luas Plot Plot
dengan takaran 200 kg Urea/ha dengan tiga kali
pemberian yaitu 1/3 dosis umur 7-10 hari, 1/3 meter, selanjutnya dikonversi menjadi hasil
dosis saat pertumbuhan anakan aktif, dan 1/3 gabah kering giling/ha (kg/ha) dengan
dosis lagi saat primordia. Waktu pemberian formula sebagai berikut:
pupuk N pada masing-masing stadia
pertumbuhan tanaman dipantau dengan Analisis Data
pengamatan warna daun menggunakan Bagan
Warna Daun (BWD).Pupuk K diberikan dengan
takaran 50 kg KCl/ha dengan dua kali pemberian Data pertumbuhan, komponen hasil
yaitu 1/2 dosis saat tanam dan sisanya saat dan hasil, dianalisis secara statistik
anakan aktif.Panen dilakukan pada saat masak menggunakan analisisi sidik ragam atau
fisiologis dengan sabit bergerigi dan perontokan ANOVA (Analysis of Variance). Jika hasil
menggunakan tresher. Peningkatanhasil masing- ANOVA menunjukkan perbedaan nyata,

Pengaruh Residu Pupuk P Pada MT I Terhadap Status P Tanah dan Hasil Padi Sawah Pada MT II di Kabupaten
65
Dharmasraya Sumatera Barat (Ismon. L dan Widia Siska)
Tabel 1. Daftar sidik ragam
Sumber F tabel
Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat
Keragaman F hit
(DB) (JK) Tengah (KT) 5% 1%
(SK)
Kelompok (r-1) JKr JKr/r-1 KTr/Kta
Perlakuan (t-1) JKt JKt/r-1 KTt/Kta
Acak (r-1) (t-1) JKa Jka/(r-1) (t-1)
Total (rt-1)
analisis dilanjutkan denganDuncan Multiple akan menunjukkan berbeda nyata bila F hitung
Range Test (DMRT) pada taraf 5%(Gomez lebih besar dari F tabel pada taraf uji 5 persen
dan Gomez, 1984). dan menunjukkan perbedaan sangat nyata bila F
hitung lebih besar dari F tabel pada taraf uji 1
Model matematik untuk pengkajian persen serta tidak berbeda nyata bila nilai F
ini adalah sebagai berikut : hitung lebih kecil dari F tabel pada taraf uji 5
persen.
Yij = μ + α i + β j + ∑ ij
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dimana:
μ = Nilai rata-rata
Pengaruh ulangan atau Sifat Kimia Tanah Lokasi Pengkajian
αi =
kelompok Berdasarkan klasifikasi Soils Taxonomy
βj = Pengaruh perlakuan pupuk tanah di lokasi penelitian termasuk great group
∑ ij = Kesalahan percobaan Typic Hapludults (Nippon et al., 2000). Hasil
Perbedaan dari masing-masing analisis kimia tanah disajikan dalam Tabel 2.
perlakuan dapat diketahui melalui perbandingan
antara F hitung dan F tabel. Perlakuan tersebut

Tabel 2. Rata-rata hasil analisis awal sifat kimia tanah lokasi penelitian
Sifat Kimia Tanah Nilai Harkat*)
pH (H2O) 5,76 Agak Masam
pH (KCl) 5,26 Agak Masam
C-organik (%) 2,57 Sedang
N-total (%) 0,25 Sedang
P-HCl 25% (mg/100 g) 52,50 Tinggi
K- HCl 25% (mg/100 g) 20,63 Sedang
P-Olsen (ppm) 47,64 Tinggi
Ca-dd (me/100 g) 4,51 Rendah
Mg-dd (me/100 g) 1,98 Sedang
K-dd (me/100 g) 0,34 Sedang
Na-dd (me/100 g) 0,35 Sedang
Al-dd (me/100 g) TU Rendah
H-dd (me/100 g) 0,50 -
KTK (me/100 g) 22,10 Sedang

66 Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Vol.21, No.1,Tahun 2018:63-72


Sifat Kimia Tanah Nilai Harkat*)
Zn (ppm) 2,00 Tinggi
Mn (ppm) 43,00 Tinggi
Fe (ppm) 67,00 Sangat Tinggi
SO4 (ppm) 30,60 R
Sumber: Laboratorium Tanah, Pupuk, Tanaman, dan Air. BPTP Sumatera Barat, 2013
Keterangan : MS = masam, AM = agak masam, SR = sangat rendah, R = rendah, T = tinggi,ST = sangat tinggi.

*)Harkat berdasarkan Evianti dan Sulaeman (2012

Ditinjaudari kandungan C-organik, Salah satu ciri Tanah Ultisol adalah


KTK tanah, dan Kejenuhan Basa tanah ini masih kandungan Al-dd dan kejenuhannya tergolong
tergolong tanah dengan tingkat kesuburan yang tinggi sampai sangat tinggi (Prasetyo, 2007),
rendah. Meskipun Kapasitas Tukar Kation namun setelah dikonversi menjadi sawah selama
(KTK) tergolong sedang, tetapi Kejenuhan Basa 30 tahun ternyata kandungan Al-dd sangat jauh
(KB) tergolong rendah (Tabel 1). Nilai KTK berkurang dan bahkan tidak terukur (Tabel 1).
tanah berkaitan erat dengan kandungan bahan Terjadinya kehilangan Al dalam tanah erat
organik, semakin tinggi kandungan bahan kaiatannya dengan perubahan Al3+ menjadi
organik maka KTK tanah juga semakin tinggi Al(OH)3 akibat reaksi reduksi selama proses
(Prasetyo, 2007). penggengangan serta terbentuknya senyawa-
senyawa Al yang tidak larut. Menurut (Tan,
Berdasarkan kriteria Balai Besar
1993) lahan kering yang dijadikan sawah
Sumber Daya Lahan, kandungan bahan organik
menyebabkan terjadinya perubahan proses
tanah digolongkan rendah jika kadar C-organik
oksidasi menjadi proses reduksi. Dalam proses
< 2,0%, sedang jika kandungan C-organik 2-3 %
reduksi akan dihasilkan ion OH- yang dapat
dan tinggi apabila lebih dari 3% (Sumarno et al.,
meningkatkan pH tanah sekaligus juga akan
2009). Pada lokasi penelitian ini kandungan C–
meredusir kelarutan Al. Selanjutnya (Sutanto,
organik tergolong sedang yaitu 2,57 %. Tanah
1995) mengemukakan bahwa kelarutan suatu
dengan nilai KTK yang rendah sampai sedang
unsur akan semakin berkurang jika pH
mempunyai kemampuan yang rendah pula
mendekati nilai pKa dari unsur tersebut. Di atas
dalam menyimpan hara, sehingga menyebabkan
nilai pKa semua unsur akan berada dalam
rendahnya efisiensi pemupukan. Rendahnya
bentuk senyawa yang tidak larut. Aluminium
efisiensi pepupukan karena rendahnya daya
mempunyai nilai pKa = 5, yang berarti semakin
sangga tanah dan sebagian besar pupuk hilang
kecil selisih nilai pKa dengan nilai pH, maka
dari lingkungan perakaran (Adiningsih et al.,
semakin tinggi Al yang tidak larut, dan semakin
2000) ; (Setyorini et al., 2007).
berkurang konsentrasi Al-dd dalam tanah. Pada
Kandungan Nitrogen (N) tanah hanya lokasi ini pH tanah 5,76 yang berarti jauh dia
0,25 % yang berada pada ambang kritis untuk atas nila pKa.
memenuhi kebutuhan tanaman. Menurut Dedata
Salah satu karakteristik kimia sawah
dalam (Gunarto et al., 2002), apabila kandungan
bukaan baru adalah rendahnya kandungan hara
N tanah kurang dari 0,25% maka tanaman padi
P dan K serta tingginya kandungan Fe (Hartatik
akan mengalami kelaparan (defisiensi) sehingga
et al., 2007); (Ismon dan Yufdy, 2011).
menganggu pertumbuhannya. Disamping itu
Disamping peningkatan hara P, juga terjadi
kekurangan hara N pada tanaman akan
peningkatan kandungan hara K setelah 30 tahun
menurunkan hasil dan mengurangi mutu beras
dikonversi menjadi sawah.Meningkatnya
(Toha et al., 2002).
kandung hara K erat kaitannya dengan
pemberian pupuk K yang intesif setiap musim

Pengaruh Residu Pupuk P Pada MT I Terhadap Status P Tanah dan Hasil Padi Sawah Pada MT II di Kabupaten
67
Dharmasraya Sumatera Barat (Ismon. L dan Widia Siska)
Tabel 3.Pengaruh pemberian pupuk P pada MT1 terhadap status P tanah pada MT2 pada sawah berstatus
P tinggi.
Kadar Hara P(mg /100 g
Uraian Status Hara P *)
tanah)
MT1
Takaran Pupuk P MT1 52,50 Tinggi
(kg P2O5/ha)
MT2
0 22,66 Sedang
18 34,78 Sedang
36 37,71 Sedang
72 41,47 Tinggi
144 55,51 Tinggi
*)Harkat berdasarkan (Evianti dan Suleman, 2012)

tanam dan adanya pengembalian dari jerami ke halnya dengan pemberian pupuk P dengan
lahan sawah. takaran 18 dan 36 kg P2O5/ha kadar hara P juga
turun berturut-turut menjadi 34,78; 37,71 mg
Kandungan Fe tanah masih tergolong
P2O5/100 g tanahdan cadangan hara berkurang
sangat tinggi dan masih berpotensi terjadinya
masing-masingnya sebesar 17.72 dan 14,79
keracunan besi seperti umumnya yang dialami
mg/100 g tanah, serta status P berubah dari
sawah bukaan baru yang berasal dari lahan
tinggi menjadi sedang. Pemberian 72 kg P2O5/ha
kering. Unsur Fe diekstrak dengan cara
kadar hara P juga turun menjadi 41,47 mg
pengabuan basah menggunakan campuran asam
P2O5/100 tanah dan cadangan hara berkurang
pekat HNO3 dan HClO4 , dan kadar Fe diukur
sebesar 11.03 mg P2O5/100 g tanah, tetapi status
dengan menggunakan AAS. Berdasarkan
P masih tergolong tinggi (Tabel 3).
karakteristik kimia tanah terlihat jelas adanya
transisi dan transformasi karakteristik kimia Berkurangnya cadangan hara dalam
tanah dari lahan sawah bukaan baru menuju tanah disebabkan terangkut panen baik berupa
sawah mapan. Batas kritis K terekstrak HCL 25 gabah maupun sisa tanaman yang diangkut
% sebesar 10 mg K20/100 g (Makaramim et al., keluar petakan,dimana setiap ton gabah yang
2003);(Setyorini et al., 2007) dan batas kritis K dihasilkan akan menyerap hara P sebesar 2,6 kg
dapat dipertukarkan untuk padi sawah adalah P/ha (Dobermann dan Fairhurst, 2000).
0,20 me/100 g (Wihardjaka et al., 2002). Pada Peningkatan takaran pupuk P menjadi 144 kg
tanah ini kandungan hara K sudah berada di atas P2O5/ha dapat meningkatkan kadar P tanah dari
batas kritis kebutuhan tanaman padi sawah. 52,50 mg P2O5/100 g tanah menjadi 55,51 mg
P2O5/100 g tanah, dengan tambahan cadangan
Perubahan Kadar Hara P dalam Tanah
hara sebesar 3,01 mg P2O5/100 g tanah/MT/ha
Hasil analisis tanah awal pada tahun setara 60.2 kg P2O5/Ha/MT.
2013didapatkan kadar hara P terekstrak HCl
25% 52,50 mg P2O5/100 g tanah. Hasil analisis
Pengaruh Residu Pupuk P Terhadap Tinggi
tanah setelah panen menunjukkan bahwa terjadi
Tanaman dan Komponen Hasil
penurunan kadar hara P, kecuali pada perlakuan
144 kg P2O5/ha. Tanpa diberi pupuk P kadar hara
P turun dari 52,50 mg P2O5/100 g tanah menjadi Residu pupuk P tidak berpengaruh nyata
22,66 mg P2O5/100 g tanah, sehingga cadangan terhadap tinggi tanaman, namun nyata
hara P berkurang sebesar 29,84 mg P2O5/100 g meningkatkan jumlah anakan produktif, jumlah
tanah yang meyebabkan status P tanah berubah gabah per malai dan persentase gabah bernas.
dari tinggi menjadi sedang. Demikian juga Pemberian pupuk P dengan takaran 18 kg
P2O5/ha setara dengan 39 kg TSP/ha, residunya

68 Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Vol.21, No.1,Tahun 2018:63-72


Tabel 4.Pengaruh residu pupuk P terhadap tinggi tanaman saat panen dan nilai komponen hasil padi sawah
pada lahan sawah berstatus P-tinggi pada MT2.
Residu Jumlah Bobot
Takaran P Pupuk P Tinggi Jumlah % tase gabah
MT I (kg Tanaman Anakan Gabah 1000 biji
(mg/100 g) bernas (%)
P2O5/ha) (cm) Produktif (bt/malai) (g)
0 22,66 92,45 a 12,05 b 100,85 b 90,21 b 29,11 a
18 34,78 90,50 a 12,55 ab 110,73 ab 92,02 ab 27,92 c
36 37,71 90,55 a 12,55 ab 116,50 a 93,01 a 28,09 bc
72 41,47 89,85 a 12,45 ab 107,45 ab 93,36 a 29,30 a
144 55,51 89,20 b 13,20 a 104,25 ab 92,93 a 28,80 ab
CV (%) - 14,5 12,5 15,7 11,2 12,5

pada musim tanam berikutnya nyata sebelumnya, memberikan pengaruh yang nyata
meningkatkan jumlah anakan produktif, jumlah terhadap hasil pada musim tanam berikutnya.
gabah per malai dan persentase gabah Tanpa pemberian pupuk P selama dua MT pada
bernas.Peningkatan takaran pupuk P selanjutnya sawah berstatus P tinggi, kandung P dalam tanah
tidak lagi memberikan pengaruh yang nyata masih tergolong sedang (22,66 mg/100 tanah),
(Tabel 4). tetapi tanpa pemberian pupuk P selama dua MT
menyebabkan hasil berkurang secara signifikan.
Peningkatan jumlah anakan produktif,
Dibandingkan dengan tanpa pupuk P selama 2
jumlah gabah per malai dan persentase gabah
MT, pemberian pupuk P sebanyak 18 kg P2O5/ha
bernas erat kaitannya dengan residu pupuk P
setara dengan 50 kg SP-36/ha pada musim
yang dapat dimanfaatkan tanaman dalam proses
tanam sebelumnya, meningkatkan hasil sebasar
pembentukan anakan dan pengisian biji.Hara P
8,46 % yaitu dari 4.444 kg GKG/ha
diperlukan tanaman sejak awal pertumbuhan,
menjadi4.820 kg GKG/ha. Peningkatan takaran
bersifat mobil dan berperan penting dalam
pupuk P pada MT sebelumnya menjadi 36 dan
tansfer energi melalui pembentukan rantai
72 kg P2O5/ha meningkatan hasil sebesar 11,00
pyrophospate. Senyawa-senyawa fosfat dalam
dan 9,72 % dan tidak berbedanyata dengan hasil
bentuk ADP dan ATP sangat berperan sebagai
yang diperoleh pada perlakuan 18 kg P2O5/ha.
energi dalam pembentukan sel tanaman (Meena
Peningkatan takaran P menjadi 144 kg P2O5
et al., 2007). Hara P berfungsi dalam menunjang
peningkatan hasil berkurang menjadi 3,04%
pertumbuhan akar, pembentukan anakan,
(Tabel 5).
pembungaan, pengisian dan pematangan biji
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
(Khalili et al., 2008) dan (Suhendrata dan
residu pupuk P dari pertanaman padi sawah
Subagyono, 2012). Defisiensi P mengakibatkan
sebelumnya untuk satu MT masih dapat
berkurangnya cadangan energi tanaman dalam
dimanfaatkan oleh tanaman padi sawah musim
bentuk ATP, sehingga tanaman tidak
tanaman berikutnya. Residu pupuk P masih
mempunyai energi untuk menyerap Nitrogen
dapat mendukung proses pembentukan anakan,
Nitrat (N-NO3) (GAJ dan GORSKI, 2014).
pengisian biji dan peningkatan hasil, meskipun
Tanaman yang kekurangan hara P tumbuh lebih
takaran yang diberikan pada MT sebelumnya
kerdil, daun berwarna gelap, anakan sedikit,
relatif rendah (50 kg SP-36/ha). Hasil yang
batang tipis, dan jumlah biji permalai lebih
hampir sama juga didapatkan oleh (Munir et al.,
sedikit (Makaramim et al., 2003).
2004) bahwa peningkatan takaran pupuk P pada
musim tanam sebelumnya meningkatkan
Pengaruh Residu Pupuk P Terhadap Hasil akumulasi P dalam tanah. Peningkatan
dan Peningkatan Hasil. akumulasi P berpengaruh nyata terhadap
Residu pupuk P yang berasal dari peningkatan serapan hara P dan hasil tanaman
pemberian pupuk SP-36 pada musim tanam sorgum yang ditanam pada musim tanam

Pengaruh Residu Pupuk P Pada MT I Terhadap Status P Tanah dan Hasil Padi Sawah Pada MT II di Kabupaten
69
Dharmasraya Sumatera Barat (Ismon. L dan Widia Siska)
produktivitas tanaman yang tinggi masih
Tabel 5. Pengaruh residu pupuk P terhadap diperlukan tambahan pupuk P.
tinggi tanaman saat panen dan nilai
komponen hasil padi sawah pada Residu pupuk P pada MT I masih dapat
lahan sawah berstatus P-tinggi pada dimanfaatkan untuk meningkatkan hasil pada
MT2. MT II sebesar 8,46% dari 4.444 kg GKG/ha
menjadi4.820 kg GKG/ha. Peningkatan takaran
Takaran P Residu pupuk P selanjutnya tidak lagi berpengaruh
Hasil (Kg Indek
MT 1 (kg Pupuk P nyata terhadap peningkatan hasil gabah kering
GKG/ha) Hasil
P2O5/ha (mg/100 g)
giling.
0 22,66 4.444 c 100,00
18 34,78 4.820 ab 108,46
36 37,71 4.933 a 111,00 UCAPAN TERIMA KASIH
72 41,47 4.876 a 109,72
144 55,51 4.579 bc 103,04 Ucapan terima kasih disampaikan
CV (%) 17,4 kepada Syahril, BSc dan Darmawi yang telah
Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf kecil membantu pelaksanaan penelitian di lapangan,
yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT serta Masril yang telah membantu persiapan
contoh tanah di laboratorium BPTP Sumatera
Barat.
berikutnya. Menurut (De Datta et al., 1990)
sebagian besar hara P yang diberikan
terakumulasi dalam tanah dan hanya 15 – 20 % DAFTAR PUSTAKA
yang dapat diserap tanaman. Sisa pupuk P yang
tidak terserap tersebut akan menjadi P potensial Adiningsih, J.S., Syofyan, A., Nursyamsi, D.,
yang dapat tersedia untuk tanaman berikutnya. 2000. Lahan Sawah dan Pengelolaannya,
Menurut (Dobermann dan Fairhurst, 2000) hara in: Penyunting Admihardja. A., L.I.
P dalam tanah berasal dari pemberian pupuk Amien, F. Agus, dan D. Djaenuddin. Pusat
baik anorganik dan organik, serta pemanfaatan Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor,
timbunan hara P dari residu pupuk sebelumnya Indonesia.
yang tidak terserap oleh tanaman. Jumlah hara
yang diserap pada bagian tanaman padi varietas Biasreka, P.T., 2005. Laporan Tanah dan Tata
unggul hanya 2,6 kg/ton gabah yang terdiri dari Guna Lahan Sekarang. Batang Hari
0,8 kg dalam jerami dan 1,8 kg dalam gabah Irigation Project. Dirjen Sumberdaya Air.
(Fairhust dan Witt, 2005). Dalam penelitian ini Departemen Permukiman dan Prasarana
terlihat kecendrungan kelebihan kadar hara di Wilayah, Jakarta, Indonesia.
atas kebutuhan tanaman menyebabkan BPS, 2014. Sumatera Barat Dalam Angka.
peningkatan kadar hara P dalam tanah tidak lagi Badan Pusat Statistik Sumbar. 647 hal.
berpengaruh terhadap peningkatan hasil.
Terlihat kecendrungan kandungan hara P di atas BPS, 2000. Sumatera Barat Dalam Angka.
41,47 mg P2O5/100 tanah hasil cenderung Badan Pusat Statistik Sumbar. 647 hal.
berkurang, yang diduga erat kaitannya dengan Burbey, 2007. Status hara P dan K lahan sawah
ketidakseimbangan hara dalam tanah. Kecamatan Koto VII Kabupaten
Sawahlunto Sijunjung. J. Ilm. Tambua,
KESIMPULAN Univ. Mahaputra Muhammad Yamin VI
279–284.

Pemberian pupuk P pada MT I dengan De Datta, S.K., Biswas, T.K.,


dosis tinggi pada sawah dengan status P tinggi, Charoenchamratchep, C., 1990.
terbukti masih bisa dimanfaatkan tanaman pada Phosporous Requirements for Sustainable
MT II.Namun demikian, untuk mendapatkan Agriculture in Asia and Oceania, in:
International Rice Research Inst. Los

70 Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Vol.21, No.1,Tahun 2018:63-72


Banos, Philippnes, hal. 307–324. Agricultural Sciences.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Ismon, L., 2016. Balai Besar Litbang
Sumatera Barat, 2016. Upaya Khusus Sumberdaya Lahan Pertanian. J. Pengkaj.
Percepatan Swasembada Padi Sawah dan Pengemb. Teknol. Pertan. 19, 71–84.
Tahun 2017 di Provinsi Sumatera Barat.
Ismon, L., Yufdy, M.P., 2011. Aplikasi jerami
Dinas Pertanian Tanaman Provinsi
padi dengan pupuk Kalium pada
Sumatera Barat. Padang.
pertanaman padi di tanah Dystropepts
Dobermann, A., Fairhurst, F., 2000. Rice: bukaan baru. J. Pengkaj. dan Pengemb.
Nutrient Disorders and Nutrient Teknol. Pertan. 14, 217–230.
Management. Potash and Phosphate
Khalili, A., Akbari, N., Chaichi, M.R., 2008.
Institute of Canada and IRRI, Los Banos,
Limited irrigation and phosphorus
Philippines.
fertilizer effects of grain sorghum. Am.
Evianti, Suleman, 2012. Petunjuk Teknis Eurasian J. Agric. Enveronmental Sci. 3,
Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan 697–702.
Pupuk. Badan Penelitian dan
Makaramim, A.K., Widiarta, I.N., Hendarsih, S.,
Pengembangan Pertanian. Kementerian
Abdulrachman, S., 2003. Panduan Teknis
Pertanian, Jakarta, Indonesia.
Pengelolalaan Hara dan Pengendalian
Fairhust, T., Witt, C., 2005. Rice: Practical Hama Penyakit Tanaman Padi Secara
Guide to Nutrient Management. Terpadu. Departemen Pertanian, Jakarta,
International Rice Research Institute. Indonesia.
GAJ, R., GORSKI, D., 2014. Effects of different Meena, S., Senthilvalavan, P., Malarkodi, M.,
phosphorus and potassium fertilization on Kaleeswari, R.K., 2007. Residual Effect of
contents and uptake of macronutrients (N, Phosphorus from Organic Manures in
P, K, Ca, Mg) in winter wheat I. Content of Sunflower – Assessment Using Radio
macronutrients. J. Cent. Eur. Agric. 15 (4), Tracer Technique. Res. J. Agric. Biol.
169–187. doi:10.5513/JCEA01/15.4.1526 Sicences 3, 377–379.
Gomez, K.A., Gomez, A.A., 1984. Statistical Memon, K.S., 2001. Soil and fertilizer
Procedures for Agricultural Research. John phosphorus. In: E. Bashir and R.Bentel
Wiley & Sons. (eds.) Soil Science. National Book
Foundation, Islamabad, Pakistan.
Gunarto, L., Lestari, P., Supadmo, H., Marzuki,
A.R., 2002. Dekomposisi jerami padi, Munir, I., Ranjha, A.M., Sarfraz, M., Rehman,
inokiulasi azospirillum dan pengaruhnya O.-U., Mehdi, S.M., Mahmood, K., 2004.
terhadap efisiensi penggunaan pupuk N Effect of Residual Phosphorus on Sorghum
pada padi sawah. Penelit. Pertan. 21, 1–9. Fodder in Two Different Textured Soils.
Int. J. Agri. Biol 6, 965–969.
Hartatik, W., Sulaeman, Kasno, 2007.
Perubahan Sifat Kimia Tanah dan Murni, A.M., 2006. Status hara fosfor dan
Ameliorasi Sawah Bukaan Baru. dalam kalium tanah sawah Lampung Selatan. J.
Tanah Sawah Bukaan, in: F. Agus, Tanah Trop. 11 No.2, 141.
Wahyunto, dan D.S. (Ed.), . Balai Besar
Nippon, K.C. o. L.T.D., Hasta, Cakra, P., 2000.
Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian,
Detailed Soil Survey And Assesment of
Bogor, Indonesia.
Land Management On The Batang Hari
Hartono, A., Anwar, S., Satwoko, A., Koyama, Project Development Area. Direktorat
K., Omoto, T., Nakao, A., Yanai, J., 2015. Jendral Sumberdaya Air. Proyek Irigasi
Phosphorus Fractions of Paddy Soils in dan Rawa Andalan Sumatera Barat,
Java, Indonesia, Journal of the Padang, Indonesia.
International Society for Southeast Asian
Prasetyo, B.H., 2007. Genesis tanah sawah

Pengaruh Residu Pupuk P Pada MT I Terhadap Status P Tanah dan Hasil Padi Sawah Pada MT II di Kabupaten
71
Dharmasraya Sumatera Barat (Ismon. L dan Widia Siska)
bukaan baru. dalam Tanah Sawah Bukaan. Sutanto, R., 1995. Pedogenesis, Fisika Kim. ed.
Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Jurusan Ilmu Tanah.Faperta.Universitas
Pertanian, Bogor, Indonesia. Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia.
Setyorini, D., Suriadikarta, D.A., Nurjaya, 2007. Syofyan, A., Sediarso, M., Nurjaya, Suryono, J.,
Rekomendasi pemupukan padi sawah 2000. Laporan Akhir Penelitian Status
bukaan baru, in: Pertanian, B.B.L.S.L. Hara P dan K Lahan Sawah Sebagai Dasar
(Ed.), dalam Tanah Sawah Bukaan. Balai Penggunaan Pupuk yang Efisien pada
Besar Litbang Sumberdaya Lahan Tanaman Pangan. Bagian Proyek
Pertanian, Bogor, Indonesia. Sumberdaya Lahan dan Agroklimat.
Puslittanak, Bogor.
Setyorini, D., Widowati, L.R., Rochayati, S.,
2003. Uji tanah sebagai Dasar Penyusunan Tan, K.H., 1993. Principles of soil chemestry.
Rekomendasi Pemupukan, in: Sumberdaya Marcel Dekker, Inc, New York, USA.
Tanah Indonesia. Pusat Penelitian Tanah
Toha, H.M., Permadi, K., Munarso, S.J., 2002.
dan Agroklimat, Bogor, Indonesia.
Pengaruh pemberian pupuk Kalium dan
Sugiarto, 1990. Kontribusi Program Nitrogen terhadap hasil padi dan mutu
Transmigrasi dalam Pembangunan Sawah beras varietas IR64. Penelit. Pertan.
Bukaan Baru, Dalam Prosiding Seminar Tanam. Pangan 21 (1), 20–29.
Pengelolaan Sawah Bukaan Baru, Prospek
Vogeler, I., Rogasik, J., Funder, U., Paten, K.,
dan Masalah. Jakarta, Indonesia.
Schnug, E., 2009. Effect of tillage systems
Suhendrata, T., Subagyono, K., 2012. Pengaruh and P-fertilization on soil physical and
pemupukan P terhadap pertumbuhan dan chemical properties, crop yield and
produktivitas vareitas Inpari 1 pada lahan nutrient uptake. Soil Tillage Res. 103,
sawah tadah hujan dengan status P rendah 137–143.
di Kabupaten Sragen, Prosiding Seminar
Wihardjaka, A., Idris, K., Rachim, A.,
Nasional Hasil Penelitian Padi 2011.
Partohardjono, S., 2002. Pengelolaan
Jakarta, Indonesia.
jerami dan pupuk kalium pada tanaman
Sumarno, Kartasasmita, U.G., Pasaribu, D., padi di lahan sawah tadah hujan. J. Penelit.
2009. Pengayaan kandungan bahan Pertan. 4, 26–32.
organik tanah mendukung keberlanjutan
Zhu, X., Cao, C.Y., Shi, R.H., Zhu, X.P., 1994.
sdistem produksi padi sawah. Iptek Tanam.
Estimating residual phosphate in
Pangan 4. No.1, 1–112.
calcareous soils in Xuzhou– Huaiyin
district. J. Nanjing Agri. Univ. 17, 60–5.

72 Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Vol.21, No.1,Tahun 2018:63-72

Anda mungkin juga menyukai