Anda di halaman 1dari 7

Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan Vol. 12, No.

1 Januari 2017

DAMPAK KEBAKARAN HUTAN GAMBUT TERHADAP SUBSIDENSI DI


HUTAN TANAMAN INDUSTRI
Ambar Tri Ratnaningsih, Sri Rahayu Prastyaningsih

Staff Pengajar Fakutas Kehutanan Universitas Lancang Kuning


Jln. Yos Sudarso Km. 8 Rumbai Pekanbaru Riau
Email: ambar_trn@yahoo.com dan srirahayu_pn@yahoo.co.id

ABSTRACT

Forest fires in peat soils will affect hydrological characteristics and hydrological cycles.
Industrial Plantation Forest in Riau Province is mostly located in peat soil. This study aims
to measure the impact of forest fires on peat subsidence and water table level. The
research location is located in industrial forest plantation located in Bengkalis Regency,
Riau Province. The method of research is to install piezometer and iron rod stuck into the
soil to penetrate the mineral soil layer, then the iron that appears on the surface of the soil
is made permanent sign for reference in monitoring the altitude change of the surrounding
surface (subsidency). The fire peat forest has a depth of 12.21 cm month-1 down water
level from the peat surface while in the unburned area 10 cm month-1. In the burnt area
the rate of peat surface decline is 0.159 cm month-1 while the unburned area is 0.119 cm
month-1

Keywords: subsidence, water table level, industrial tree plantations, forest fires
.

PENDAHULUAN Salah satu upaya yang dilakukan


Menurut Jikalahari, Provinsi Riau untuk mendukung rencana tersebut,
merupakan wilayah yang memiliki gambut pemerintah telah mengalokasikan lahan
yang terluas di Sumatera 4,044 juta hektar seluas 15 juta ha untuk Hutan Tanaman
(56,1% dari luasan lahan gambut Industri (HTI) sampai tahun 2015.
Sumatera atau 45% dari luas daratan Permasalahan HTI di lahan gambut adalah
Provinsi Riau). Lahan gambut merupakan drainase, penurunan permukaan gambut
salah satu ekosistem multi fungsi sebagai (subsidensi) dan banjir, kebakaran,
pelindung fungsi hidrologi, sumber pencemaran udara dan emisi CO2.
keanekaragaman hayati, pangan dan Kebakaran hutan dan lahan gambut
energi dan pengendali ilkim global ( di Provinsi Riau terjadi sejak tahun 1997
Hooijer et /al., 2010, dan Hirano., 2014). dan berulang setiap tahunnya sampai saat
Lahan gambut di Provinsi Riau terancam ini. Menurut Eyes on The Forest dalam
keberadaannya mengingat keinginan Mongabay (2014) menyebutkan bahwa
pemerintah menjadi produsen pulp dan pada bulan Maret 2014 terdapat 8,487 titik
kertas nomor 5 di dunia. api. Kebakaran hutan diperkirakan

37
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan Vol. 12, No. 1 Januari 2017

menyumbangkan emisi CO2 yang cukup juga pada lokasi yang sama penurunan
besar kontribusinya baik dalam level muka tanah di Desa Babat Raya dan
nasional, regional dan internasional. Kolam Kanan Kecamatan Barambai
Provinsi Riau dengan kontribusi lahan Kalimantan Selatan mencapai antara 75-
gambut 45% di Indonesia dimana 100 cm dalam masa 18 tahun (April 1978 -
sebagian besar diperuntukkan untuk Hutan September 1996) (Noorginayuwati et
Tanaman Industri (HTI), pada saat ini al.1996 diacu dalam Rina et al. 2008).
kondisinya terancam. Data hot spot dari 5 Terjadinya penurunan muka tanah
tahun terakhir memperlihatkan sumber disebabkan oleh pengeringan yang
kebakaran hutan dan lahan di Riau sudah berlebihan, kebakaran atau pembakaran,
bergeser dari lahan mineral ke lahan intensifikasi pemanfaatan dan upaya
gambut. Menurut data konsesi yang ada di konservasi yang kurang memadai. Oleh
Indonesia, menunjukkan bahwa masing- karena itu untuk pemanfaatan lahan
masing 27% dari luas area konsesi untuk gambut perlu disesuaikan dengan tipe
kelapa sawit dan HTI berada pada lahan hidrologi lahan gambut.
gambut, dengan rinciannya adalah 28.009 Sifat inheren gambut yang penting
km2 untuk perkebunan kelapa sawit dan adalah sangat sensitif terhadap perubahan
19.923 km2 untuk HTI (Hooijer et al., lingkungan. Menurut Sarwono (2003) sifat
2006). inheren gambut tropika yang kurang
Lahan gambut yang terlantar akibat menguntungkan diantaranya adalah kering
kebakaran sehingga tidak bisa ditanami tidak balik (irreversible drying) dan
memiliki permukaan lahan yang tidak rata. penurunan (subsidence). Apabila
Topografi lahan juga dipengaruhi oleh mengalami pengeringan yang berlebihan
besarnya penurunan muka tanah dari koloid gambut menjadi rusak sehingga
gambut akibat kebakaran dan intensifikasi terjadi gejala kering tidak balik dan gambut
pengelolaan. Dradjat et al. (1986) diacu berubah sifat seperti arang sehingga tidak
dalam Rina et al. (2008) melaporkan laju mampu lagi menyerap hara dan menahan
penurunan muka tanah dalam 1 bulan air sehingga membuatnya peka tererosi.
mencapai 0,36 cm selama 12-21 bulan Lebih lanjut dijelaskan oleh Sarwono
setelah reklamasi di Barambai (Kalimantan (2003) bahwa gambut akan kehilangan air
Selatan). Sedangkan untuk gambut saprik tersedia setelah 4-5 minggu mengalami
di Talio (Kalimantan Tengah) laju subsiden pengeringan, kondisi ini menyebabkan
setiap bulan mencapai 0,178 cm dan gambut mudah terbakar. Tanah gambut
gambut hemik 0,9 cm bulan. Demikian juga memiliki sifat penurunan permukaan

38
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan Vol. 12, No. 1 Januari 2017

tanah yang besar setelah dilakukan termasuk kedalam tipe iklim sangat basah
drainase (Tipe A, nilai Q : 0,11 – 0,12), dan tipe
Penelitian bertujuan untuk tropika basah (Af) berdasarkan Koppen
mengukur pengaruh kebakaran hutan (1951). Data iklim 10 tahunan (1990-1999)
terhadap subsidensi gambut dan tingi menunjukkan kondisi iklimnya adalah
muka air tanah (water table level). curah hujan cukup tinggi (rata-rata 1.890,6
mm/thn) dengan hari hujan rata-rata
METODE PENELITIAN tahunan sebesar 129,2 hari/tahun.
Penelitian dilakukan pada bulan Kecepatan angin rata-rata bulanan
April sampai Juli 2016 di HTI yang secara berkisar antara 5,6 – 6,6 knot.
administrasi pemerintahan terletak di Desa Pengukuran subsidensi dan tinggi
Sukajadi Kecamatan Bukit Batu, muka air tanah dilakukan pada areal
Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. bekas kebakaran dan tidak terbakar.
Secara umum topografi berupa rawa-rawa Pengambilan data pada masing-masing
tergenang periodik (gambut) dengan dilakukan dalam satu transek yang dibuat
topografi datar. Areal berada pada tegak lurus dengan saluran drainase. Pada
ketinggian kisaran 0 – 15 m di atas areal yang terbakar dibuat beberapa titik
permukaan laut, masuk dalam kategori pengamatan dengan pendekatan
dibawah 100 m, yang mencerminkan penentuan titik pengamatan menggunakan
landainya topografi areal tersebut. Lokasi sistem transek yaitu terrain technique
penelitian termasuk dalam kategori lahan berdasarkan keadaan fisiografi lahan yang
basah yang memiliki karakteristik Hutan memberikan pola perubahan sifat lahan.
Rawa Gambut. Kedalaman gambut terbagi Jarak antara satu titik dengan titik lain
atas 3 nilai yaitu, I) tanah gambut dengan dalam setiap transek adalah 300 m
kedalaman kurang dari 3 m, II) memiliki dengan kedalaman gambut 6-8 meter,
kedalaman gambut antara 3-6 m dan nilai sedangkan jarak antar transek 1000 m.
III) yang mempunyai kedalaman diatas 6 Pada areal bekas kebakaran dibuat dua
m. Profil tingkat kematangan gambut transek yaitu A dan B. Sedangkan pada
(dekomposisi bahan organik) dari areal yang tidak terbakar dibuat dua
permukaan tanah (0-50 cm), 50-100 cm transek yaitu C dan D. Pada setiap transek
dan diatas 100 cm dengan kombinasi dari dibuat 3 titik pengamatan.
3 kelas hemik, saprik dan fibrik. Pada masing-masing titik
Berdasarkan sistem klasifikasi iklim pengamatan dilapangan diamati
Schmidt and Ferguson, lokasi penelitian subsidensi dan tinggi muka air tanah.

39
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan Vol. 12, No. 1 Januari 2017

Untuk monitoring tinggi muka air tanah memenuhi jumlah air yang diinginkan
pada masing-masing titik pengamatan untuk tanaman.
dipasang piezometer dari pipa paralon
Subsiden atau penurunan
berdiamater 1 inci yang dibenamkan
permukaan lahan merupakan kondisi fisik
secara vertikal kedalam tanah. Pada
yang sering dialami lahan gambut yang
masing-masing lokasi pengamatan juga
telah didrainase. Proses drainase
dipasang tongkat dari besi yang ditancap
menyebabkan air yang berada diantara
ke dalam tanah sampai menembus lapisan
massa gambut mengalir keluar, akibat
tanah mineral, kemudian pada besi yang
proses ini gambut mengempis atau
muncul di permukan tanah dibuat tanda
mengalami penyusutan. Subsiden juga
permanen untuk acuan dalam monitoring
bisa terjadi akibat massa gambut
perubahan ketinggian permukaan tanah
mengalami pengerutan akibat
(subsidensi) disekitarnya.
berkurangnya air yang terkandung dalam
bahan gambut. Proses lainnya yang
HASIL DAN PEMBAHASAN
menyebabkan penurunan permukaan
Pemanfaatan lahan gambut untuk
gambut adalah proses pelapukan
Hutan Tanaman Industri diawali dengan
(dekomposisi). Drainase menyebabkan
pembuatan saluran drainase dan
perubahan kondisi gambut dari anerob
pembukaan lahan yang kemudian
(miskin oksigen) menjadi aerob (kaya
dilanjutkan dengan penyiapan lahan untuk
oksigen) sehingga mikroba pembusuk
penanaman. Drainase merupakan
(dekomposer) menjadi lebih aktif yang
prasyarat dalam pemanfaatan lahan
mengakibatkan terjadinya penurunan
gambut yaitu pertama untuk membuang
fungsi gambut sebagai penyimpan karbon
kelebihan air dan hujan secara tepat waktu
dan berkontribusi terhadap peningkatan
dan efesien dan yang kedua untuk
konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer.
pengendalian muka air tanah agar tercapai
kondisi yang optimum untuk pertumbuhan Pengamatan subsiden pada areal
tanaman. Jumlah air yang yang harus bekas kebakaran dan tidak terbakar
dilimpahkan dari suatu lahan didasarkan dilakukan selama 4 bulan. Data
pada kebutuhan tanaman untuk pengamatan disajikan pada tabel 1.
pertumbuhan dan produksinya yang
optimum. Ukuran drainase disesuaikan
dengan jumlah air yang yang akan dibuang
melalui saluran drainase sehingga

40
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan Vol. 12, No. 1 Januari 2017

Tabel 1. Titik Batas Turunnya gambut permukaan menjadi kering dan


Permukaan Air (Water
dapat diolah untuk menanam tanaman. Hal
Table level) pada Lahan
Gambut Bekas Kebakaran ini menyebabkan gambut kehilangan
dan Tidak Terbakar
fungsi hidrologis, besarnya nilai bulk
Rata- density di permukaan dan menyebabkan
Water Water rata
Titik
Tabel Tabel Water permukan gambut itu kering yang
Penga
Lokasi Bulan Bulan Tabel mengakibatkan tingginya sensivitas
mbilan
Juni Oktobe per
Sampel
(cm) r (cm) bulan gambut permukaan terhadap api terutama
(cm)
pada saat musim kemarau. Dengan
1 49,8 102,2 13,1
Bekas demikian pada areal bekas kebakaran
Kebakara 2 40,5 92,9 13,1
n memiliki ancaman atau resiko kebakaran
3 31,3 83,7 13,1
4 32,6 70,7 9,52 hutan lebih tinggi jika dibandingkan
Rata-rata 38,55 87,38 12,21
dengan areal yang tidak terbakar.
1 92,2 137,4 11,3
Kedalaman turunnya permukaan air
Tidak
2 52,1 97,3 11,3
Terbakar dari permukaan gambut sangat
3 64,4 103,3 9,72
4 61,1 91,8 7,68 berpengaruh dengan karakteristik
Rata-rata 67,45 107,45 10
permukaan lahan gambut. Penurunan
muka air tanah yang terjadi menyebabkan
Berdasarkan tabel 1 dapat dikethui
terjadinya penurunan karakteristik kimia air
bahwa hutan gambut bekas kebakaran
tanah yang menyebabkan terjadinya
memiliki titik kedalaman turunnya muka air
penurunan karakteristik kimia pada lapisan
(water tabel) sebesar 12,21 cm/bulan dari
diatas muka air atau pada gambut
permukaan gambut sedangkan pada areal
permukaan yang mengalami subsiden
tidak terbakar sebesar 10 cm/ bulan.
antara lain meningkatnya kadar N dan
Semakin dalam titik turunnya permukaan
penurunan kadar C akibar proses
air menyebabkan kadar air yang
terjadinya proses oksidasi bahan organic
terkandung pada permukan lahan gambut
yang lebih besar pada lapisan di atas
semakin berkurang, sehingga gambut
muka air tanah. Rata-rata kandungan N
permukaan menjadi kering. Kondisi ini
cenderung lebih tinggi pad lapisan di atas
mengakibatkan apabila terjadi kebakaran
muka air tanah dimana terjadi tingkat
akan semakin besar kemungkinan
dekomposisi yang lebih besar dan aktivitas
merambatnya api kedalam lapisan gambut.
perkaran serta mikroorganisme yang
Pembangunan kanal bertujuan
cukup intensif pada lapisan ini. Kadarnya
mengalirkan air tanah gambut sehingga
cenderung lebih rendah pada lapisan di

41
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan Vol. 12, No. 1 Januari 2017

bawah muka air tanah. Tingginya muka air penurunan permukaan gambut sebesar
berpengaruh terhadap jumlah N yang 0,159 cm/bula, sedangkan pada areal tidak
dilepaskan, karena mempengaruhi zona terbakar sebesar 0,119 cm/bulan. Tingkat
perakaran, aerasi dan temperature. penurunan permukaan gambut pada areal
Semakin tinggi muka air, jumlah N yang bekas kebakaran lebih tinggi dibandingkan
tersedia bagi tanaman semakin rendah. dengan areal tidak terbakar. Kebakaran
Penurunan permukaan lapisan hutan menyebabkan tingginya penurunan
gambut (subsidence) berkolerasi positif muka air tanah sehingga terjadinya
dengan penurunan muka air. Laju pemadatan tanah dan menurunnya kadar
subsiden untuk tiga kali pengamatan di air tanah yang berdampak pada tingginya
areal bekas kebakaran dan tidah terbakar nilai bulk density.
di lokasi penelitian dapat dilihat pada Menurut Maswar, et al (2011) Hasil
gambar 1 uji korelasi menunjukkan bahwa

PENURUNAN PERMUKAAN
kehilangan karbon berkolerasi positif
L AP I S A N G AM B U T PAD A sangat nyata dengan subsiden dan dalam
AR E A L B EK AS K EB AK A R A N
0 muka air tanah maksimum. Penurunan
Februari Juni Oktober
-0.1 muka air tanah mengakibatkan perubahan
Subsidensi (cm)

-0.2
kondisi anerob pada lapisan permukaan
-0.3
-0.3 tanah yang mengering sehingga
-0.4 -0.35
-0.5 menyebabkan dekomposisi material
-0.6 gambut lebih cepat pada lapisan di atas
-0.7 Waktu Pengamatan -0.625
muka air tanah sehingga lebih banyak
karbon yang hilang karena terdekomposisi.
PENURUNAN PERMUKAAN
L AP I S A N G AM B U T PAD A Kebutuhan akan tingginya muka air tanah
AR E A L T I D AK T ER B AK A R
0 akan berbeda tergantung jenis tanaman
Februari Juni Oktober
Subsidensi (cm)

-0.2
yang ditanam. Tinggi muka air yang
-0.175
optimal bervariasi seiring dengan kedalam
-0.4
-0.4 -0.375 dari zona perakaran, fase pertumbuhan
-0.6 Waktu Pengamatan tanaman dan aktifitas pengolahan tanah

Gambar 1. Penurunan Permukaan Lapisan


Gambut pada Areal Bekas KESIMPULAN
Kebakaran dan Tidak Terbakar
Hutan gambut bekas kebakaran
Berdasarkan gambar 1 diketahui memiliki titik kedalaman turunnya muka air
pada areal bekas kebakaran laju (water table) sebesar 12,21 cm /bulan dari

42
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan Vol. 12, No. 1 Januari 2017

permukaan gambut sedangkan pada areal http://www.mongabay.co.id/


2014/06/02/.
tidak terbakar sebesar 10 cm per bulan.
Semakin dalam titik turunnya permukaan Rina,Y., I. Ar-Riza dan M.Noor., 2008.
Profil Sosial Ekonomi dan
air menyebabkan kadar air yang kelembagaan Petani di Lahan
terkandung pada permukan lahan gambut Bukan Baru Kasus Desa Petak
Batuan, Dadahup A2, Kalteng.
semakin berkurang, sehingga gambut Disajikan pada Seminar Nasional
permukaan menjadi kering dan rentan Padi, 23-24 Juli 2008 di Sukamandi
Balai Besar Penelitian Tanaman
terbakar. Pada areal bekas kebakaran laju Padi. Badan Litbang Pertanian,
penurunan permukaan gambut sebesar Deptan.

0,159 cm/bulan sedangkan pada areal Sarwono. 2003. Klsifikasi tanah dan
tidak terbakar sebesar 0,119 cm/bulan.. Pedogenesis. Akademik Pressindo,
Jakaarta

DAFTAR PUSTAKA

Hirano T, Kusin K, Limin S dan OskiM.,


2014. Carbon Dioxide Emissions
Trough Oxidative Peat
Decompositon on A Burt Trocical
Peatland. Global Cgange
Biologi,20(10):555-565.

Hooijer, A., Page, S., Canadell, J.G.,


Silvius, M., Kwadijk, j., Wosten, H.
dn Jauhiainen, J., 2010.Current and
Future CO2 Emissions from Drained
peadlands in Southeast Asia.
Biogeosciences, 7:1-10.

Hooijer, A.M. Silvius, H. Wosten, and


S.Page.2006. PEAT CO2,
Assessment of CO2 Emission from
Drained Peatlands in SE Asia.
Wetland Internasional and Delft
Hydraulics Report 03943.
Maswar, S., Haridjaja, O., Sabiham, O., dn
Van Noordwijk, M., 2011.
Cadangan, Kehilangan dan
Akumulai Sawit di Lahan Gambut
Tropika. Journal of Soil and Land
Utilization Managrment, 8(1):1-10.

Mongabay, 2014. WWF: RAPP Harus


Hentikan Penghancuran Gambut di
Pulau Padang.

43

Anda mungkin juga menyukai