Anda di halaman 1dari 227

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/362537718

Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

Book · August 2022

CITATIONS READS

4 527

13 authors, including:

Unang TOTO Handiman Ahmad Faridi


Universitas Mercu Buana Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
49 PUBLICATIONS   315 CITATIONS    27 PUBLICATIONS   36 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Bonaraja Purba D. Gandasari


State University of Medan The Ministry of Agriculture, Indonesia
69 PUBLICATIONS   645 CITATIONS    78 PUBLICATIONS   513 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

ahmad.faridi@uhamka.ac.id View project

Young Customers’ Perception on Influencer Endorsement, Customer Review and E-tailing Channel View project

All content following this page was uploaded by Unang TOTO Handiman on 07 August 2022.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Komunikasi dan
Kepemimpinan Organisasi
Unang Toto Handiman, Ahmad Faridi, Agustian Budi Prasetya
Abdurrozzaq Hasibuan, Marthinus Ismail, Edy Dharma
Sukarman Purba, A. Nururrochman Hidayatulloh, Bonaraja Purba
Junaidi Mustapa, Dyah Gandasari, Revoldai Agusta
Sudarmi, Janner Simarmata

Penerbit Yayasan Kita Menulis


Komunikasi dan Kepemimpinan
Organisasi
Copyright © Yayasan Kita Menulis, 2022

Penulis:
Unang Toto Handiman, Ahmad Faridi, Agustian Budi Prasetya
Abdurrozzaq Hasibuan, Marthinus Ismail, Edy Dharma
Sukarman Purba, A. Nururrochman Hidayatulloh, Bonaraja Purba
Junaidi Mustapa, Dyah Gandasari, Revoldai Agusta
Sudarmi, Janner Simarmata

Editor: Abdul Karim


Desain Sampul: Devy Dian Pratama, S.Kom.
Penerbit
Yayasan Kita Menulis
Web: kitamenulis.id
e-mail: press@kitamenulis.id
WA: 0821-6453-7176
IKAPI: 044/SUT/2021

Unang Toto Handiman., dkk.


Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi
Yayasan Kita Menulis, 2022
xiv; 210 hlm; 16 x 23 cm
ISBN: 978-623-342-448-6 (print)
E-ISBN: 978-623-342-449-3 (online)
Cetakan 1, April 2022
I. Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi
II. Yayasan Kita Menulis

Katalog Dalam Terbitan


Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang memperbanyak maupun mengedarkan buku tanpa
Izin tertulis dari penerbit maupun penulis
Kata Pengantar

Selamat datang di buku Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi.


Buku ini dirancang untuk referensi dalam perilaku dan manajemen
organisasi yang berfokus pada penerapan komunikasi pemimpin dalam
organisasi untuk mencapai peningkatan produktivitas dan kepuasan di
tempat kerja. Perilaku organisasi adalah tentang perilaku manusia di
tempat kerja. Oleh karena itu, pengetahuan tentang perilaku organisasi
merupakan sumber penting yang dapat diambil oleh manajer atau
profesional perusahaan mana pun. Informasi yang sama yang dapat
mendorong seorang manajer untuk unggul juga dapat membantu
kontributor organisasi individu menjadi lebih adaptif dan efektif.

Ruang lingkup buku ini sangat cocok untuk materi kuliah di perguruan
tinggi yang melengkapi buku teks inti dengan artikel jurnal, proyek besar,
buku teks khusus, informasi online, atau media pembelajaran lainnya.
Selain itu, kelengkapan Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi,
dikombinasikan dengan singkatnya, membuatnya cocok untuk pemimpin
organisasi tempat kerja yang memerlukan pengetahunan tentang peran
komunikasi dalam membantu pemimpin dalam meningkatkan organisasi.
Mahasiswa yang menguasai buku teks ini tidak hanya akan memperoleh
gambaran dan apresiasi terhadap penelitian komunikasi dan
kepemimpinan organisasi, literatur, teori, dan pendapat, tetapi juga akan
mengembangkan rasa untuk mengelola dan mempengaruhi orang lain
melalui penerapan pengetahuan sistematis tentang manusia perilaku.

Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi adalah perpaduan deskripsi,


pengembangan keterampilan, wawasan, dan resep. Dibagi menjadi 14 bab
dimulai dengan peran kepemimpinan dalam manajemen. Kemudian ber-
vi Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

kembang ke eksplorasi peran kepemimpinan dalam membangun budaya


organisasi.

Seperti yang baru saja disebutkan, Setiap bab berfokus pada komunikasi
dan kepeminan organisasi, secara lengkap dapat diuraikan sebagai
berikut:
Bab 1 Kepemimpinan Sebagai Inti Manajemen
Bab 2 Komunikasi Dalam Budaya Organisasi
Bab 3 Kepemimpinan Membangun Budaya Organisasi
Bab 4 Faktor Manusia Dalam Perkembangan Organisasi
Bab 5 Iklim Komunikasi Organisasi
Bab 6 Tipe Dan Gaya Kepemimpinan
Bab 7 Kepemimpinan Dan Motivasi
Bab 8 Kepemimpinan Transformatif Dan Kepemimpinan Transaksional
Bab 9 Peranan Kepemimpinan Dalam Dinamika Kelompok
Bab 10 Peranan Kepemimpinan Dalam Manajemen Konflik
Bab 11 Peranan Kepemimpinan Dalam Membangun Komunikasi
Bab 12 Peran Kepemimpinan Dalam Pengambilan Keputusan
Bab 13 Peranan Kepemimpinan Dalam Membangun Budaya Organisasi
Bab 14 Teknologi Informasi dalam Organisasi

Semoga buku Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi dapat


memberikan kontribusi pengetahuan, menjadikan referensi dalam
menyusun karya tulis: skripsi, tesis, disertasi, dan jurnal untuk kebutuhan
akademisi. Disisi lain, semoga buku ini dapat membantu para praktisi
manajemen dan organisasi yang membutuhkan rujukan dalam praktik.

Salam santun dan salam literasi

Unang Toto Handiman


Daftar Isi

Kata Pengantar ................................................................................................... v


Daftar Isi ............................................................................................................. vii
Daftar Gambar .................................................................................................. xi
Daftar Tabel ....................................................................................................... xiii

Bab 1 Kepemimpinan Sebagai Inti Manajemen


1.1 Pendahuluan ................................................................................................. 1
1.2 Pemimpin Sebagai Bakat ............................................................................ 3
1.3 Pemimpin Vs Manajer ................................................................................ 3
1.4 Kepemimpinan Dan Manajemen ............................................................... 5
1.4 Ciri-Ciri Pemimpin ...................................................................................... 8
1.5 Sifat Dan Karakteristik Kepemimpinan..................................................... 9
1.5.1 Kemampuan Kognitif......................................................................... 10
1.5.2 Sifat Kepribadian ................................................................................ 11
1.6 Perilaku Dan Gaya Kepemimpinan ........................................................... 16
1.6.1 Studi Tentang Dimensi Kepemimpinan ........................................... 16
1.6.2 Kepemimpinan Yang Melayani ........................................................ 18
1.6.3 Perhatian Penuh Sebagai Perilaku Kepemimpinan.......................... 19
1.7 Kepemimpinan Transformasional Dan Karismatik .................................. 21
1.7.1 Pemimpin Transformasional.............................................................. 21
1.7.2 Kepemimpinan Karismatik ................................................................ 24

Bab 2 Komunikasi Dalam Budaya Organisasi


2.1 Pendahuluan ................................................................................................. 25
2.2 Budaya Organisasi....................................................................................... 27
2.3 Komunikasi Dalam Organisasi................................................................... 30

Bab 3 Kepemimpinan Membangun Budaya Organisasi


3.1 Pendahuluan ................................................................................................. 37
3.2 Konsep Dasar Kepemimpinan.................................................................... 38
3.3 Konsep Dasar Budaya Organisasi .............................................................. 40
3.4 Budaya Pengetahuan Kolaboratif............................................................... 42
viii Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

Bab 4 Faktor Manusia Dalam Perkembangan Organisasi


4.1 Pendahuluan ................................................................................................. 45
4.2 Konsep Pengembangan Organisasi............................................................ 47
5.3 Strategi Pengembangan Organisasi............................................................ 53
5.4 Kedudukan Manusia Dalam Organisasi .................................................... 56

Bab 5 Iklim Komunikasi Organisasi


5.1 Pendahuluan ................................................................................................. 63
5.2 Leadership Is Communication.................................................................... 64
5.3 Dimensi Iklim Komunikasi Organisasi ..................................................... 64
5.4 Komunikasi Organisasi Dan Perubahan Organisasi ................................. 65
5.5 Komunikasi Organisasi Dan Kinerja Karyawan....................................... 67
5.6 Komunikasi Organisasi Dan Perubahan Alur Komunikasi...................... 68
5.7 Komunikasi Organisasi Dan Kepuasan Komunikasi ............................... 69

Bab 6 Tipe Dan Gaya Kepemimpinan


6.1 Pendahuluan ................................................................................................. 71
6.2 Lahirnya Pemimpin ..................................................................................... 72
6.3 Jenis Kepemimpinan ................................................................................... 74
6.4 Tipe Kepemimpinan.................................................................................... 79
6.5 Gaya Kepemimpinan .................................................................................. 80

Bab 7 Kepemimpinan Dan Motivasi


7.1 Pendahuluan ................................................................................................. 85
7.2 Konsep Dan Pentingnya Kepemimpinan .................................................. 86
7.3 Tujuan Dan Fungsi Kepemimpinan ........................................................... 89
7.4 Karakteristik Kepemimpinan...................................................................... 92
7.5 Konsep Dan Manfaat Motivasi .................................................................. 93
7.6 Sumber Dan Proses Terjadinya Motivasi .................................................. 95
7.7 Faktor Yang Memengaruhi Motivasi......................................................... 96

Bab 8 Kepemimpinan Transformatif Dan Kepemimpinan Transaksional


8.1 Pendahuluan ................................................................................................. 101
8.2 Kepemimpinan Transformatif .................................................................... 105
8.3 Kepemimpinan Transaksional .................................................................... 108
Daftar Isi ix

Bab 9 Peranan Kepemimpinan Dalam Dinamika Kelompok


9.1 Peranan Kepemimpinan .............................................................................. 111
9.2 Siapa Sajakah Yang Dapat Menjadi Pemimpin ? ..................................... 114
9.3 Lahirnya Seorang Pemimpin ...................................................................... 118
9.4 Sifat-Sifat Seorang Pemimpin .................................................................... 120
9.5 Gaya Kepemimpinan .................................................................................. 120
9.5.1 Gaya Kepemimpinan Permanen Dan Situasional ............................ 121
9.6 Pola Ke-Bapak-An Masyarakat Indonesia ................................................ 125

Bab 10 Peranan Kepemimpinan Dalam Manajemen Konflik


10.1 Pendahuluan............................................................................................... 127
10.2 Komunikasi Organisasi Dalam Manajemen Konflik ............................. 129
10.2.1 Konflik Dalam Organisasi ............................................................ 130
10.2.2 Fungsi Komunikasi Dalam Meredam Konflik............................ 132
10.3 Peran Kepemimpinan Dalam Mengendalikan Konflik .......................... 134

Bab 11 Peranan Kepemimpinan Dalam Membangun Komunikasi


11.1 Pemimpin Dan Komunikasi ..................................................................... 139
11.2 Komunikasi Kepemimpinan..................................................................... 141
11.2.1 Tiga Aspek Komunikasi Kepemimpinan .................................... 142
11.2.2 Gaya Kepemimpinan Memengaruhi Komunikasi ...................... 143
11.2.3 Prinsip-Prinsip Komunikasi Untuk Menjadi Komunikator Yang
Handal ............................................................................................ 144
11.3 Hambatan Dalam Komunikasi Kepemimpinan Yang Efektif ............... 147

Bab 12 Peran Kepemimpinan Dalam Pengambilan Keputusan


12.1 Pendahuluan............................................................................................... 149
12.2 Kepemimpinan .......................................................................................... 150
12.2.1 Kemunculan Kepemimpinan ........................................................ 152
12.2.2 Peranan Kepemimpinan ................................................................ 152
12.2.3 Kepemimpinan Yang Efektif Dan Kepemimpinan Yang
Kharismatik .................................................................................... 153
12.2.4 Evolusi Kepemimpinan................................................................. 154
12.2.5 Fungsi Kepemimpinan .................................................................. 155
12.2.6 Gaya Kepemimpinan..................................................................... 156
12.3 Pengambilan Keputusan ........................................................................... 159
12.3.1 Pengertian Keputusan.................................................................... 159
12.4 Hubungan Kepemimpinan Dan Pengambilan Keputusan ..................... 160
x Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

12.4.1 10 Hal Yang Memengaruhi Pemimpin Dalam Pengambilan


Keputusan....................................................................................... 160

Bab 13 Peranan Kepemimpinan Dalam Membangun Budaya Organisasi


13.1 Pendahuluan............................................................................................... 165
13.2 Kepemimpinan .......................................................................................... 166
13.2.1 Definisi Pemimpin......................................................................... 166
13.2.2 Fungsi Dan Peranan Pemimpin .................................................... 167
13. 3 Budaya Organisasi.................................................................................... 169
13.3.1 Definisi Budaya Organisasi .......................................................... 169
13.3.2 Fungsi Budaya Organisasi ............................................................ 171
13.4. Peranan Pemimpin Dalam Membangun Budaya Organisasi................ 172

Bab 14 Teknologi Informasi dalam Organisasi


14.1 Teknologi Informasi dan Perkembangannya .......................................... 173
14.2 Peranan Teknologi Informasi dalam Organisasi ..................................... 176
14.3 Dampak Positif dan Negatif Teknologi Informasi dalam Organisasi ... 180
14.3.1 Dampak Positif TI pada Organisasi .............................................. 181
14.3.2 Dampak Negatif TI pada Organisasi ............................................ 182
14.4 Strategi Pengelolaan Teknologi ............................................................... 184

Informasi dalam Organisasi


Daftar Pustaka .................................................................................................... 187
Biodata Penulis .................................................................................................. 203
Daftar Gambar

Gambar. 1.1 Gaya Kepemimpinan Berdasarkan Initiating Structure dan


Consideration ................................................................................17
Gambar 3.1: Tipe Tipe Budaya Organisasi ....................................................41
Gambar 3.2: Collaborative Knowledge Culture.............................................43
Gambar 5.1. Leadership Communication: Source Strategies........................64
Gambar 6.1: Perubahan Kepemimpinan Formal dan Informal.....................75
Gambar 7.1: Proses Terjadinya Motivasi Dasar.............................................96
Gambar 7.2: Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja.........................................97
Gambar 7.3: Model Ramalan Pemenuhan Diri ..............................................98
Gambar 10.1: Kualitas Kepemimpinan ..........................................................128
xii Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi
Daftar Tabel

Tabel 6.1: Perbedaan Pemimpin Formal dan Pemimpin Informal ...............77


Tabel 8.1: Teorisasi Kepemimpinan Kontemporer........................................103
xiv Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi
Bab 1
Kepemimpinan Sebagai Inti
Manajemen

1.1 Pendahuluan
“Kepemimpinan” berbeda dari “manajemen”; banyak yang hanya
mengetahuinya secara intuitif tetapi belum dapat memahami perbedaan ini
dengan jelas. Ini adalah dua fungsi yang sama sekali berbeda berdasarkan
filosofi, fungsi, dan hasil yang mendasarinya. Demikian pula, pemimpin dan
manajer bukanlah orang yang sama. Mereka menerapkan konseptualisasi dan
pendekatan yang berbeda untuk bekerja, menggunakan cara pemecahan
masalah yang berbeda, menjalankan fungsi yang berbeda dalam organisasi,
dan menunjukkan perilaku yang berbeda karena motivasi intrinsik dan
ekstrinsik mereka yang berbeda. Meskipun sangat berbeda, istilah "manajer"
dan "pemimpin" sering membingungkan dan digunakan secara bergantian.
Bab ini mencoba untuk mengatasi masalah ini di berbagai tingkatan, termasuk
etimologis, pengembangan, perbedaan konseptual, kompleksitas definisi,
divergensi fungsional, dan perbedaan perilaku. Organisasi untuk menjadi
kompetitif perlu mengembangkan sebanyak mungkin pemimpin, tetapi para
pemimpin ini juga harus memiliki pengetahuan dan kemampuan manajemen
yang memadai. Organisasi juga membutuhkan manajer efektif yang memiliki
2 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

keterampilan kepemimpinan yang memadai untuk pemecahan masalah yang


lebih baik dan fungsi keseluruhan dalam tim.
Ada banyak literatur yang tersedia tentang kepemimpinan dan manajemen,
tetapi kita cenderung berbicara lebih banyak tentang pemimpin daripada
manajer. Faktanya, ada lebih banyak kebutuhan akan pemimpin manajerial di
abad ini untuk memimpin organisasi.
Pemimpin menciptakan visi, menetapkan arah, dan menginspirasi serta
menyelaraskan orang untuk mencapai tujuan. Mereka membangun hubungan
dan struktur baru. Manajer merencanakan, mengatur, menganggarkan, meng-
koordinasikan, mengendalikan, dan melaksanakan kegiatan dalam struktur
yang ada. Pemimpin fokus pada peran, sementara manajer fokus pada fungsi.
Pemimpin menarik karyawan untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi,
sementara manajer mendorong karyawan untuk mencapainya. Pemimpin
memengaruhi, menginspirasi, dan mengarahkan orang, sementara manajer
memastikan aktivitas sehari-hari dijalankan secara efektif. Pemimpin berpikir
di luar kotak, sementara manajer berpikir di dalam kotak. Pemimpin hidup
untuk hari esok, sedangkan manajer hidup untuk hari ini. Pemimpin adalah
visioner, sedangkan manajer adalah misionaris.
Pendekatan terhadap kepemimpinan tidak hanya terfokus pada pencapaian
suatu tujuan, melainkan merupakan kelanjutan dari sebuah proses. Proses ini
mencakup peningkatan kinerja dan pertumbuhan organisasi. Kepemimpinan
lebih tentang proses bisnis menciptakan harapan, kemungkinan, dan masa
depan. Kepemimpinan yang baik tidak hanya mengubah individu dan
organisasi menuju harapan tertinggi mereka, tetapi juga menciptakan momen
visi dan pemahaman yang memungkinkan orang untuk melampaui tingkat
pengalaman dan kinerja yang baru, yang belum tercapai.
Kepemimpinan telah terbukti menjadi "penggerak utama" retensi dan loyalitas
karyawan. Dalam lingkungan yang berubah dengan cepat dan perputaran
tinggi, kepemimpinan telah muncul sebagai konstruksi "tingkat yang lebih
tinggi" yang memengaruhi karyawan melalui masa depan, visi, nilai, dan
penciptaan budaya yang dibangun di sekitar ini, dan dengan perilaku yang
menunjukkan rasa hormat, hormat, dan nilai untuk para karyawan.
Bab 1 Kepemimpinan Sebagai Inti Manajemen 3

1.2 Pemimpin Sebagai Bakat


Kepemimpinan sebagian besar didasarkan pada studi tentang bakat manusia.
Meskipun mungkin tampak sebagai "pendekatan sifat" pada pandangan
tentang bakat tidak berakar pada kepribadian atau "gaya". Bakat adalah
konstelasi pikiran, perasaan, dan perilaku yang terukur dan stabil. Bakat adalah
"tanah" di mana berbagai keterampilan dan kompetensi dapat "ditanam." Bakat
individu lah yang menciptakan dasar untuk "keterampilan" akan berkembang,
yang akan "berhasil", dan yang akan "melemah". Bakat adalah dimensi tentang
apa yang akan dilakukan orang, daripada apa yang mungkin mereka lakukan
atau mungkin dikelola atau dipaksa untuk melakukannya. Memiliki
metodologi yang mengukur bakat dengan cara yang andal, Bakat secara nyata
membedakan para pemimpin berkinerja terbaik atau sukses dari "rata-rata"
(Luthan, 2011).

1.3 Pemimpin vs Manajer


Langkah pertama yang diperlukan adalah membedakan kepemimpinan dari
manajemen. Para manajer dan supervisor mengerahkan pengaruh terbesar dan
paling signifikan mereka dalam hubungan antara mereka dan individu yang
mereka kelola. Para pemimpin, di sisi lain, mengerahkan pengaruh mereka
“dari kejauhan.” Meskipun literatur mengakui seorang pemimpin fokus pada
individu yang tidak secara langsung melapor kepadanya, "kepemimpinan dari
jauh" ini bukan sebagai "fungsi tidak langsung" dari para pemimpin, tetapi
sebagai aktivitas utama para pemimpin. .
Pemimpin adalah individu yang berhasil membawa anggota (lebih dari sekadar
kelompok langsung) ke “tujuan” bersama masa depan.” Meskipun semua
manusia mungkin memiliki kapasitas seperti itu dalam beberapa ukuran, dan
menggunakannya pada skala tertentu, juga benar bahwa untuk individu
tertentu kapasitas ini begitu nyata sehingga mereka dapat dan sering melatih-
nya dalam rentang atau jarak yang cukup lama. Mereka yang “bisa” adalah
pemimpin. Variabel lain, seperti situasi, konteks, dan pengikut, memang
penting. Itulah sebabnya pemimpin sejati membutuhkan bakat untuk
mengatasi tantangan ini, dan itulah sebabnya mengukur tidak hanya bakat
pemimpin tetapi juga berbagai ukuran terkait di dalam anggota pemimpin.
4 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

Konsep manajemen dan munculnya manajer seperti Eksekutif yang Efektif


seperti yang dibahas oleh Peter Drucker pada tahun 1967 dipandang sebagai
hal yang alami (Czarniawska-Joerges and Wolff, 1991). Pada tahun 1977,
Zaleznik memperkenalkan teori tentang perbedaan yang signifikan antara
manajer dan pemimpin. Dia berpendapat bahwa ketika dunia bisnis
menciptakan manajer, saat itu juga mendorong terciptanya pemimpin
kelompok. Sementara kepemimpinan manajerial dapat memastikan terciptanya
organisasi yang dijalankan secara efisien, stabil, dan keseimbangan kekuatan.
Zaleznik, (1977) menguraikan perbedaan mendasar antara manajer dan
pemimpin. Perbedaan ini terletak pada konsep yang mendasari keteraturan dan
kekacauan. Manajer menerapkan kontrol, memberikan konsistensi dan
memecahkan masalah, sedangkan pemimpin menciptakan tindakan daripada
bereaksi terhadap situasi.
Kedua pendekatan ini memiliki dampak yang signifikan terhadap kesediaan
seseorang untuk mengambil risiko. Manajer biasanya menghadapi risiko
berusaha untuk menciptakan lingkungan yang stabil. Pemimpin, di sisi lain,
membenci dalam menangani hal yang tidak diketahui. Oleh karena itu mereka
membutuhkan lingkungan yang memberi motivasi, kreatif, dan mendorong
imajinasi. Menurut Zaleznik, (1977), "kita membutuhkan manajer yang
kompeten tetapi mendambakan pemimpin yang hebat". Sebagian besar
pemimpin bisnis tidak setuju dengan perbedaan tajam antara manajer dan
pemimpin (Kane and Patapan, 2012). Tidak setuju dengan premis yang
membedakan manajer dari pemimpin. Seorang individu tidak dapat memenuhi
kedua peran tersebut. Kombinasi kepemimpinan yang kuat dan kemampuan
manajerial yang sangat baik diperlukan untuk sukses.
Ada banyak kebingungan seputar penggunaan istilah manajemen dan
kepemimpinan, serta istilah manajer dan pemimpin (Kotterman, 2006; Toor
and Ofori, 2008). Istilah tersebut sering digunakan secara bergantian, terutama
dalam bisnis (Toor & Ofori, 2008). Sayangnya, penggunaan istilah yang dapat
diubah dapat menyebabkan komplikasi operasional dan ketidakpastian oleh
para pemimpin dan manajer mengenai peran masing-masing. Menurut Kotter,
(2008), sumber kebingungan ini mungkin berasal dari tingkat pemahaman
yang berbeda dari kedua konsep tersebut. Hal ini paling baik dapat
diilustrasikan oleh pernyataan yang sering dikutip oleh Bass and Stogdill,
(1981): "Ada banyak definisi yang berbeda tentang kepemimpinan karena ada
orang yang telah mencoba untuk mendefinisikan konsep". Dunia bisnis bukan
satu-satu-nya bidang di mana kebingungan ini memiliki relevansi.
Bab 1 Kepemimpinan Sebagai Inti Manajemen 5

Kebingungan penggunaan istilah juga berdampak pada penelitian. Kotterman,


(2006) menunjuk-kan bahwa tanpa pemahaman dan definisi yang lebih baik
antara dua konsep, akurasi dan presisi penelitian dapat dikompromikan.
Perbedaan antara manajemen dan kepemimpinan akan menjadi sangat penting
bagi organisasi dalam mengembangkan sumber daya manusia mereka (Kotter,
2001; Kotterman, 2006; Toor and Ofori, 2008). Kotter, (2001 berpendapat
bahwa beberapa individu memiliki kemampuan kepemimpinan dan beberapa
memiliki keterampilan manajemen yang kuat, tetapi untuk mempersiapkan
eksekutif puncak, mereka perlu mengembangkan keduanya.

1.4 Kepemimpinan dan Manajemen


Katz mendefinisikan manajemen sebagai proses mengarahkan kelompok atau
organisasi melalui posisi eksekutif, administratif, dan pengawasan (Katz,
1955). Katz berpikir bahwa tanggung jawab manajemen biasanya
didelegasikan ke bawah, melibatkan pengembangan staf, mentoring orang-
orang dengan potensi tinggi, dan menyelesaikan konflik sambil
mempertahankan etika dan disiplin (Katz, 1955). Tujuan dari suatu
manajemen yang baik adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat
secara efisien dan berkelanjutan (Kappa, 1991). Kotter mendefinisikan
manajemen sebagai proses perencanaan, peng-organisasian, penganggaran,
pengkoordinir, dan pengendalian kelompok atau organisasi (Kotter, 2001).
Manajemen adalah proses di mana tujuan yang ditetapkan pasti tercapai
melalui penggunaan sumber daya yang efisien (Northouse, 2021; Tanjung et
al., 2022; Hendra et al., 2021). Dengan demikian, manajemen secara umum
merupakan proses yang digunakan untuk mencapai tujuan organisasi.
Fokus manajer adalah mengarahkan dan mengendalikan sumber daya, struk-
tur, dan sistem (Kotter, 2001). Tujuan manajer adalah mencapai tujuan jangka
pendek, menghindari risiko, dan menetapkan standarisasi untuk meningkatkan
efisiensi (Kotterman, 2006). Karyawan mengikuti arahan manajer dengan
imbalan gaji, dikenal sebagai gaya transaksional (Kotter, 2001). Manajer yang
efektif bergantung pada keterampilan teknis, manusia, dan konseptual. Kete-
rampilan teknis mengacu pada kemahiran dalam jenis pekerjaan tertentu. Ini
mencakup kompetensi dalam menggunakan alat dan teknik. Keterampilan
manusia mengacu pada kemampuan untuk bekerja dengan orang-orang, yang
6 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

memungkinkan seorang manajer untuk membantu anggota kelompok untuk


menyelesaikan tugas. Keterampilan konseptual mengacu pada kemampuan
untuk bekerja dengan ide-ide (Katz, 1955). Seorang manajer yang efektif perlu
memiliki kemampuan komunikasi organisasi; perundingan; dan keterampilan
delegasi (Kappa, 1991).
Kepemimpinan adalah fenomena multidimensi yang kompleks (DePree,
2011). Ini didefinisikan sebagai: perilaku; gaya, kemampuan, proses, tanggung
jawab, pengalaman, fungsi manajemen, posisi otoritas, hubungan yang
memengaruhi, karakteristik, dan kemampuan (Northouse, 2021; Sahir et al.,
2022). Kotter, (2008) menyatakan bahwa 'Kepemimpinan adalah kapasitas
tindakan kolektif untuk menghidupkan'. Greenleaf, (2002) mendefinisikan
kepemimpinan yang efektif sebagai orang yang melayani orang lain,
sementara mereka mengikuti mereka (Warren and Nanus, 1986). Lebih lanjut
Peter Drucker mendefinisikan pemimpin adalah seseorang yang memiliki
pengikut (Drucker, 1967). Kepemimpinan adalah bentuk dari proses pengaruh
sosial (House, Wright and Aditya, 1997). Kepemimpinan berperan penting
untuk menentukan visi, misi, dan tujuan organisasi (Simarmata et al., 2021).
Sebagian besar definisi berfokus pada dua komponen yaitu: proses
memengaruhi sekelompok individu untuk mencapai tujuan bersama; dan
untuk mengembangkan visi.
Pemimpin fokus pada memotivasi, dan menginspirasi (Kotter, 2008).
Pemimpin bertujuan untuk menciptakan semangat dan visi, mencapai tujuan
jangka panjang secara bersama, mengambil risiko, dan menantang status quo
saat ini (Warren and Nanus, 1986).
Pemimpin terus memperhatikan kesejahteraan pengikutnya, sehingga orang
mengikuti pemimpin secara sukarela, dan pemimpin mengarahkan pengikut
dengan menggunakan gaya transformasional (Bass and Stogdill, 1981).
Pemimpin harus memiliki kualitas penting seperti integritas, visi, tangguh,
penentu, percaya, komitmen; tidak mementingkan diri sendiri, kreativitas;
mengambil risiko, dan kemampuan komunikasi (Capowski, 1994). Pemimpin
harus memiliki karisma, misi; kemampuan untuk memengaruhi orang-orang di
lingkungan yang positif, dan kemampuan untuk memecahkan masalah (House,
Wright and Aditya, 1997).
Kepemimpinan dan manajemen tidak sama dan tumpang tindih (Kotterman,
2006). Kepemimpinan dan manajemen melibatkan pengaruh, bekerja dengan
orang-orang, dan bekerja untuk mencapai tujuan bersama (The Guardian,
Bab 1 Kepemimpinan Sebagai Inti Manajemen 7

2013) Namun, bidang kepemimpinan dan manajemen dianggap sangat


berbeda (Kotterman, 2006). Kepemimpinan adalah hubungan pengaruh multi
arah, sedangkan manajemen adalah hubungan otoritas searah (Katz, 1955).
Watson, (1983) menyatakan bahwa manajer mengurus struktur dan sistem,
tetapi pemimpin fokus pada komunikasi, motivasi, dan tujuan bersama. Selain
itu, Watson menyebutkan bahwa strategi 7S yang meliputi; strategy, structure,
systems, shared values, skills, and style lebih efektif bagi pemimpin dibanding-
kan dengan manajer. Bryman, (2007) menambahkan bahwa kepemimpinan
adalah tentang motivasi yang strategis. Warren and Nanus, (1986) secara
singkat menjelaskan perbedaan antara pemimpin dan manajer dalam satu
kalimat: "Leaders do the right things; managers do things right."
Kotter, (1988) menyatakan bahwa kepemimpinan melampaui tugas-tugas rutin
untuk mengatasi perubahan, sedangkan manajemen adalah respons formal
yang teratur untuk mengatasi kompleksitas. Kepemimpinan adalah proses
yang bertujuan untuk mengembangkan visi organisasi, menyelaraskan orang
dengan visi itu, dan memotivasi orang untuk bertindak melalui pemenuhan
kebutuhan (Kotter, 2008).
Kepemimpinan dan manajemen adalah dua kegiatan utama dan saling me-
lengkapi. Keduanya diperlukan untuk sukses dalam lingkungan bisnis yang
semakin kompleks dan bergejolak (Kotter, 2008). Manajemen adalah proses
yang bertujuan untuk mengontrol fungsi formal organisasi (Kotter, 2001).
Bass and Stogdill, (1981) menyatakan bahwa “Pemimpin mengelola dan
manajer memimpin. Fungsi manajemen berpotensi memberikan
kepemimpinan, aktivitas kepemimpinan berkontribusi untuk mengelola
organisasi. Bebe-rapa manajer tidak memimpin, dan beberapa pemimpin tidak
mengelola". Pemimpin adalah sosok yang inspiratif, inovatif, luwes, berani dan
mandiri, serta memiliki jiwa semangat dan kreatif. Sedangkan manajer adalah
orang yang disengaja, berwibawa, konsultatif, analitis, dan menstabilkan, serta
memiliki rasional, pikiran, dan ketekunan (Capowski, 1994). Manajemen
terdiri dari mengendalikan masalah sehari-hari, dan mengimplementasikan visi
pemimpin (House, Wright and Aditya, 1997).
Covey, (1992) menyatakan bahwa pemimpin percaya pada visi dan tujuan,
memiliki nilai-nilai yang kuat, dan bekerja untuk memastikan bahwa bawahan-
nya berada di arah yang benar. Ylitalo, (2004) mengatakan bahwa manajer
fokus pada proses struktural dan terkait pekerjaan. Pemimpin tidak pernah
terlibat dalam pekerjaan profesional, dan aspek sosial. (Hull and Ozeroff,
8 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

2004) memandang pemimpin sebagai komunikator yang baik karena mereka


menghabiskan lebih banyak waktu dengan pengikut mereka. Para pemimpin
menyadari kekuatan profesional anggota tim mereka, kelemahan, kedudukan
emosi-onal, tempat mereka dalam organisasi yang memungkinkan mereka
untuk mengetahui bagaimana memotivasi mereka. (Gosling and Murphy,
2004) berpikir bahwa para pemimpin bekerja untuk membuat organisasi siap
menghadapi setiap perubahan baru, dan memastikan pengembangan rasa
aman.

1.4 Ciri-ciri Pemimpin


Kepemimpinan melibatkan, dan memengaruhi orang lain untuk mencapai
tujuan yang penting bagi mereka dan organisasi. Dengan kepemimpinan yang
efektif, orang ingin berkontribusi pada kesuksesan organisasi. Definisi yang
representatif adalah bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk
menginspirasi kepercayaan dan dukungan di antara orang-orang yang
kompetensi dan kinerja komitmennya bergantung (Kim and Mauborgne,
1992). Istilah kepemimpinan umumnya mengacu pada kepemimpinan yang
dilakukan di tingkat organisasi manapun, sedangkan kepemimpinan strategis
mengacu pada aktivitas kepemimpinan di antara eksekutif tingkat atas.
Meskipun kepemimpinan adalah fungsi utama manajemen, itu tidak sama
dengan manajemen. Manajemen mengatasi kompleksitas, yang membutuhkan
pemeliharaan ketertiban dan konsistensi. Kepemimpinan, sebagai
perbandingan, mengatasi perubahan dalam dunia yang kompetitif dan
berkembang pesat. Pemimpin yang efektif menghadapi perubahan dengan
merumuskan visi masa depan dan menetapkan arah untuk visi tersebut.
Pemimpin fokus pada inspirasi, visi, dan hasrat manusia. Kepemimpinan lebih
terfokus pada orang, sedangkan manajemen lebih fokus pada hasil (Kotter and
Cohen, 2014). Para pemimpin juga sangat terlibat dalam membujuk dan
memotivasi orang lain serta mempelopori perubahan yang bermanfaat.
Kepemimpinan dan manajemen yang efektif keduanya diperlukan di tempat
kerja modern. Manajer harus menjadi pemimpin, tetapi pemimpin juga harus
menjadi manajer yang baik. Pekerja perlu diilhami dan dibujuk, tetapi mereka
juga membutuhkan bantuan dalam mengembangkan dan memelihara tempat
kerja yang berfungsi dengan lancar.
Bab 1 Kepemimpinan Sebagai Inti Manajemen 9

Bukti yang cukup mendukung keyakinan akal sehat bahwa kepemimpinan


berkontribusi pada efektivitas organisasi. Sebagai contoh, sebuah survei
terhadap 205 eksekutif dari perusahaan publik dan swasta menyimpulkan
bahwa tindakan kepemimpinan dapat memengaruhi kinerja, tetapi hanya jika
pemimpin tersebut dilihat sebagai orang yang bertanggung jawab dan
inspiratif. Perilaku pemimpin yang secara positif terkait dengan kinerja
perusahaan hanya mencakup yang terkait dengan menginspirasi orang lain dan
tanggung jawab pemimpin (Duke University, 2009).

1.5 Sifat dan Karakteristik


Kepemimpinan
Pendekatan logis untuk memahami kepemimpinan adalah mempelajari sifat
dan karakteristik pemimpin yang efektif (Sari et al., 2021). Selama bertahun-
tahun, para sarjana meremehkan studi tentang karakteristik kepemimpinan,
tetapi minat pada kualitas batin para pemimpin telah bangkit kembali, terutama
yang berkaitan dengan kualitas etika dan karisma, termasuk visi. Ciri-ciri
pemimpin berhubungan erat dengan sejauh mana orang lain memandang
orang-orang ini sebagai pemimpin. Misalnya, seseorang yang memancarkan
kepercayaan diri umumnya akan dianggap memiliki kualitas kepemimpinan.
Bukti yang dikumpulkan bertahun-tahun yang lalu menegaskan bahwa
pemimpin yang efektif berbeda dari orang lain—mereka memiliki “hal yang
benar”. Perbedaan tersebut berkaitan dengan sifat dan karakteristik yang
dijelaskan dalam bagian ini (Kirkpatick and Locke, 1991). Model
kepemimpinan saat ini menegaskan gagasan bahwa sifat pemimpin
memengaruhi perilaku mereka, yang pada gilirannya memengaruhi bagaimana
bawahan akan merespon (Antonakis, Day and Schyns, 2012). Seorang
pemimpin dengan kehangatan alami akan mempertimbangkan anggota tim,
yang akan memfasilitasi kepuasan kerja dan produktivitas mereka.
Ratusan ciri dan karakteristik pribadi para pemimpin telah diteliti selama
bertahun-tahun, sejak awal 1900-an. Di sini kita membahas kualitas
kepemimpinan ilustratif di bawah kategori keterampilan kognitif dan ciri-ciri
kepribadian yang didukung oleh penelitian dan pengamatan yang cermat.
10 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

1.5.1 Kemampuan kognitif


Seorang pemimpin yang efektif harus memiliki keterampilan kognitif yang
sesuai, atau kemampuan mental dan pengetahuan. Pemimpin organisasi
memiliki kemampuan pemecahan masalah yang efektif. Mereka
mengantisipasi masalah sebelum terjadi dan bertahan sampai masalah
terpecahkan. Dalam prosesnya, mereka menunjukkan imajinasi, kreativitas,
dan kemauan untuk bereksperimen dengan metode yang belum terbukti. Posisi
kepemimpinan menempatkan tuntutan yang terus meningkat pada kemampuan
pemecahan masalah. Misalnya, manajer ditekan untuk melakukan tugas dalam
waktu yang lebih singkat dengan staf yang lebih kecil dan berkontribusi untuk
me-ngembangkan strategi bisnis yang akan mengarahkan perusahaan ke arah
yang benar. Sebuah meta-analisis dari hubungan antara kepemimpinan dan
kecerdasan menyimpulkan bahwa kecerdasan berkontribusi lebih besar pada
kinerja kepemimpinan ketika pemimpin lebih mengarahkan (membuat
keputusan sendiri) (Judge, Colbert and Ilies, 2004). Dalam situasi seperti itu,
pemimpin dapat menggunakan kemampuan pemecahan masalahnya untuk
mendapatkan keuntungan yang baik daripada terlalu bergantung pada masukan
orang lain.
Sudah lama diyakini bahwa para pemimpin yang efektif agak lebih cerdas
daripada rata-rata anggota kelompok, tetapi tidak untuk sebagian besar. Sebuah
studi baru-baru ini yang dilakukan dengan 379 pemimpin mendukung gagasan
ini. Para pemimpin yang dianggap paling efektif memiliki skor Wonderlic
yang lebih tinggi tetapi tidak menonjol, peringkatnya sedikit di atas
kemampuan mental rata-rata anggota kelompok (IQ setara dengan 120)
(Antonakis, House and Simonton, 2017). Salah satu penjelasan untuk temuan
ini adalah bahwa anggota kelompok mengharapkan pemimpin untuk menjadi
pemimpin cerdas tetapi tidak sejauh pemimpin "kehilangan" mereka.
Keterampilan kognitif tingkat tinggi adalah bagi seorang eksekutif untuk dapat
memahami perubahan kondisi bisnis yang dapat memengaruhi organisasi, dan
kemudian membuat penyesuaian yang tepat. Misalnya, dalam beberapa tahun
terakhir, para pemimpin di perusahaan teknologi besar seperti Microsoft dan
IBM menyadari bahwa lebih banyak pengguna perangkat lunak dan perangkat
keras beralih ke layanan cloud. Akibatnya, para pemimpin ini harus segera
mengembangkan layanan cloud mereka.
Kompetensi teknis dan profesional, atau pengetahuan tentang bisnis tertentu,
adalah persyaratan kognitif lain untuk kepemimpinan yang efektif. Ketika
Bab 1 Kepemimpinan Sebagai Inti Manajemen 11

orang luar dibawa ke perusahaan untuk mengisi posisi manajemen senior,


mereka biasanya membutuhkan keahlian khusus untuk melengkapi
keterampilan kepemimpinan dan administrasi mereka, seperti keterampilan di
bidang keuangan, pemasaran, operasi, atau pengetahuan industri. Misalnya,
Nestlé, perusahaan makanan kemasan terbesar di dunia, ingin melakukan
diversifikasi dari produk makanan dan minuman yang tumbuh lambat dan
beralih lebih keperawatan kesehatan. Bagian dari solusi Nestlé adalah
membawa Mark Schneider, yang sebelumnya mengepalai raksasa perawatan
kesehatan Jerman Fresenius, sebagai CEO (Chaudhuri, 2017). Dalam posisi
kepemimpinan yang lebih rendah, kompetensi teknis penting karena sulit
untuk membangun hubungan baik dengan anggota kelompok ketika pemimpin
tidak memahami detail teknis pekerjaan.

1.5.2 Sifat Kepribadian


Sifat dan karakteristik kepribadian memiliki pengaruh penting terhadap
efektivitas kepemimpinan. Sifat dan karakteristik mana yang paling relevan
bervariasi dengan situasi. Misalnya, antusiasme mungkin lebih penting bagi
manajer penjualan untuk pembiayaan kembali hipotek daripada manajer
pengendalian persediaan. Antusiasme manajer penjualan mungkin diperlukan
untuk membantu perwakilan penjualan mengatasi penolakan pelanggan,
terutama saat melakukan pemasaran jarak jauh untuk pembiayaan kembali
rumah.
Daftar dan deskripsi beberapa ciri kepribadian paling penting yang terkait
dengan efektivitas kepemimpinan disajikan berikut ini.
1. Kesadaran diri. Sifat dasar untuk efektivitas kepemimpinan adalah
kesadaran diri, memahami diri sendiri, dan memproses umpan balik
secara mendalam tentang diri sendiri untuk meningkatkan efektivitas
pribadi. Oleh karena itu, kesadaran diri memiliki dua komponen:
melihat diri sendiri dengan jelas dan juga mengetahui bagaimana
orang lain melihat Anda dan bagaimana mereka dipengaruhi oleh
Anda (Wharton, 2017) (Kesadaran diri dianggap oleh beberapa
peneliti sebagai komponen kecerdasan emosional). Pemimpin harus
dapat mengambil manfaat dari umpan balik yang kadang-kadang
jelas dan kadang-kadang tidak. Misalnya, seorang pemimpin
mungkin memperhatikan tatapan kosong (suatu bentuk umpan balik
12 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

non-verbal) saat menjelaskan inisiatif baru kepada anggota


kelompok. Pemimpin dapat menggunakan umpan balik ini secara
menguntungkan untuk menggunakan pendekatan lain untuk
menggambarkan inisiatif.
2. Percaya diri. Tingkat kepercayaan diri yang realistis sering dikaitkan
dengan efektivitas kepemimpinan. Seorang pemimpin yang percaya
diri tanpa menjadi sombong menanamkan kepercayaan di antara
anggota kelompok. Menjadi percaya diri juga berkontribusi pada
seorang pemimpin yang tegas, yang sangat penting ketika kelompok
menghadapi masalah besar, seperti penarikan produk. Pemimpin
yang percaya diri juga biasanya optimis, yang sangat membantu
dalam memotivasi orang lain. Konsep kepercayaan diri berguna
dalam mempelajari kepemimpinan karena menggambarkan hubungan
antara sifat dan perilaku. Seorang manajer yang secara batiniah
percaya diri akan berperilaku percaya diri dan akan dianggap
bertindak dingin di bawah tekanan.
George P. Hollenbeck dan Douglas T. Hall mengusulkan bahwa para
pemimpin dengan kepercayaan diri yang tinggi cenderung tetap
termotivasi. Mereka akan bekerja lebih keras dalam mendekati tugas
dan mengerahkan lebih banyak usaha. Motivasi yang didorong oleh
rasa percaya diri juga akan memudahkan pemimpin untuk bertahan
lebih lama pada tugas tanpa umpan balik yang positif, dan tidak
menjadi putus asa ketika menghadapi tugas dengan kesulitan
(Hollenbeck and Hall, 2004).
Pemimpin terkadang harus memiliki keberanian untuk mengambil
keputusan meskipun orang lain mungkin berpikir dia salah, bodoh,
atau keduanya. Sangat mudah untuk menemukan penasihat yang
merekomendasikan agar Anda tidak mengambil tindakan, sehingga
diperlukan keberanian untuk membuat keputusan yang berani (Fast
Company, 2004). Misalnya, pemilik bisnis yang baik hati mungkin
memutuskan untuk mempekerjakan seorang penjahat yang dihukum
untuk membantu individu tersebut menjadi anggota produktif dari
masyarakat. Seorang penasihat kunci mengatakan, "Jangan
Bab 1 Kepemimpinan Sebagai Inti Manajemen 13

mengambil risiko gila seperti itu." Pemilik bisnis memiliki


keberanian untuk mengambil risiko, dan orang dengan catatan
penjara menjadi pemain di atas rata-rata.
Seorang pemimpin dengan kepercayaan diri yang rendah akan
menunjuk-kan perilaku di salah satu dari dua ekstrem. Di satu sisi,
bos yang tidak percaya diri akan secara obsesif memeriksa setiap
detail untuk menghindari kesalahan yang berdampak buruk pada
kepemimpinannya. Di sisi lain, seorang pemimpin yang kurang
percaya diri pada kemampuannya sendiri akan terlalu bergantung
pada orang lain untuk menyelesaikan tugas.
Sifat percaya diri berkontribusi lebih pada efektivitas kepemimpinan
ketika dikombinasikan dengan kerendahan hati untuk mencegah
pemimpin menjadi sombong. Ini terjadi jika pemimpin yang percaya
diri juga narsis. Sebuah studi yang dilakukan pada asuransi kesehatan
menemukan bahwa narsisme pemimpin (yang memiliki komponen
kepercayaan diri yang kuat) dapat memiliki efek positif pada persepsi
dan motivasi pengikut ketika ditempa oleh kerendahan hati (Owens,
Wallace and Waldman, 2015).
3. Proaktif. Kepemimpinan hampir identik dengan mengambil inisiatif,
dan menjadi proaktif termasuk mengambil inisiatif untuk mengatasi
masalah. Seseorang dengan kepribadian proaktif memiliki
kecenderungan yang relatif stabil untuk memengaruhi perubahan
lingkungan. Dia membuat sesuatu terjadi sebagai bagian dari peran
kerjanya (Bateman and Crant, 1993). Akibatnya, pemimpin dengan
kepribadian proaktif lebih mungkin untuk dapat memengaruhi orang
dan membawa perubahan yang konstruktif. Sebuah studi yang
dilakukan di sebuah perusahaan besar, konsumen, barang dalam
kemasan menemukan bahwa manajer senior yang proaktif
menetapkan tujuan yang lebih menantang untuk unit bisnis mereka.
Sasaran yang lebih tinggi pada gilirannya dikaitkan dengan penjualan
yang lebih tinggi (Crossley, Cooper and Wernsing, 2013).
4. Dapat dipercaya dan keasliannya. Kepercayaan berkontribusi pada
efektivitas kepemimpinan dalam kebanyakan situasi. Dianggap
14 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

sebagai dapat dipercaya melibatkan banyak perilaku yang berbeda.


Di bagian atas daftar, bagaimanapun, adalah perilaku konsistensi dan
integritas. Konsistensi mengacu pada kehandalan dan prediktabilitas,
seperti ketika seorang manajer melakukan evaluasi kinerja dan
penggantian biaya yang disepakati. Integritas berpusat pada
mengatakan kebenaran dan menepati janji. Anand Mahindra adalah
direktur pelaksana konglomerat industri dan jasa India, Grup
Mahindra. Dia mencatat, “Alasan nomor 1 orang datang dan tinggal
adalah adanya integritas. Alasan nomor 2 adalah pemberdayaan dan
kepercayaan” (Fortune, 2013).
Keaslian adalah sekelompok sifat, terkait dengan kepercayaan.
Kepemimpinan otentik didefinisikan sebagai kesadaran diri, percaya
diri, terbuka, optimis, ulet, dan jujur, dan lebih memperhatikan
kesejahteraan orang lain daripada kesejahteraan pribadi. Agar para
pemimpin dapat menunjukkan perilaku moral yang otentik, mereka
harus memahami peran mereka sebagai termasuk tanggung jawab etis
kepada semua pemangku kepentingan mereka, seperti karyawan,
subkontraktor, dan pelanggan (May et al., 2003).
Pemimpin harus secara konsisten mencocok-kan kata-kata dan
perbuatan agar menjadi lebih otentik, seperti dapat dipercaya. Pada
saat yang sama, pemimpin harus menjalin hubungan baik dengan
orang lain, yang dapat berarti menekankan aspek yang berbeda dari
diri dengan kelompok yang berbeda (Goffee and Jones, 2005).
Contohnya adalah seorang manajer keuangan yang bertindak
pendiam di antara bos dan rekan kerja, namun cukup periang dan
terbuka saat mengumpulkan data di pabrik. Selama pendiam dan
periang adalah bagian sejati dari diri manajer, dia akan otentik.
Sebuah studi mendalam terhadap 44 eksekutif menemukan bahwa
kepemimpinan otentik mengurangi stres bagi para pemimpin dan
meningkatkan keterlibatan kerja mereka. Juga perlu diperhatikan,
pemimpin otentik cenderung mengalami penurunan mental yang
lebih sedikit ketika mereka lebih banyak berinteraksi dengan
Bab 1 Kepemimpinan Sebagai Inti Manajemen 15

bawahan tampil dapat dipercaya berkontribusi pada efektivitas


kepemimpinan seseorang.
Studi yang disebutkan sebelumnya tentang kinerja dan proaktif unit
bisnis juga menemukan bahwa ketika karyawan memercayai manajer
distrik mereka, mereka cenderung berkinerja baik ketika menghadapi
tujuan menantang yang ditetapkan oleh manajer (Weiss et al., 2018).
5. Kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional adalah kontributor
utama keefektifan kepemimpinan (Bradberry, 2015). Konsep ini
mengacu pada pengelolaan diri kita sendiri dan hubungan kita secara
efektif. Konsep baru kecerdasan emosional begitu luas sehingga
mencakup banyak sifat dan perilaku yang terkait dengan efektivitas
kepemimpinan, termasuk kepercayaan diri, empati, dan
kepemimpinan visioner. Eksekutif dengan tingkat kecerdasan
emosional yang tinggi mempromosikan kerja tim dan menjalankan
kepemimpinan yang efektif karena mereka menyadari bagaimana
reaksi mereka memengaruhi orang lain (Goleman, 2017). Misalnya,
seorang pemimpin yang cerdas secara emosional akan merasa-kan
apakah mengekspresikan kemarahan akan membantu atau berbahaya
dalam situasi tertentu.

Gairah untuk pekerjaan dan orang-orang adalah aspek yang sangat penting dari
kecerdasan emosional untuk efektivitas kepemimpinan. Sulit untuk
menginspirasi orang lain jika Anda tidak bersemangat dengan aktivitas
pekerjaan utama Anda. Para pemimpin wirausaha seringkali bersemangat
dengan pekerjaan mereka karena mereka mengembangkan konsep di balik
bisnis mereka, seperti situs media sosial baru untuk berbagi gambar. Membuat
hubungan dengan orang lain adalah aspek lain dari kecerdasan emosional yang
penting untuk kepemimpinan yang efektif.
Aspek empati kecerdasan emosional telah ditekankan baru-baru ini sebagai
kontributor untuk kepemimpinan yang efektif. Karyawan akan lebih tertarik
dan terlibat jika mereka merasa bahwa pemimpin mereka menghargai
perhatian mereka, memahami sudut pandang mereka, dan menerima umpan
balik mereka (Gourguechon, 2017). Empati juga penting ketika pemimpin
melatih karyawan karena dia dapat lebih memahami mengapa orang tersebut
yang dilatih perlu perbaikan. Misalnya, seorang pemimpin yang empatik
16 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

mungkin memahami bahwa masalah pribadi seorang pekerja memengaruhi


kinerjanya. Banyak pemimpin telah gagal karena defisit mencolok dalam
aspek pengendalian diri dari kecerdasan emosional. Perilaku tersebut termasuk
melecehkan bawahan secara seksual, menghina kelompok etnis, menyimpan
pornografi anak di komputer desktop atau tablet mereka, atau mabuk dan tidak
tertib di depan umum.

1.6 Perilaku dan Gaya Kepemimpinan


Fokus pada kegiatan yang dilakukan oleh pemimpin untuk meningkatkan
produktivitas dan moral mengikuti pendekatan sifat. Pendekatan perilaku
kepemimpinan mencoba untuk menentukan bagaimana perilaku pemimpin
yang efektif berbeda dari rekan-rekan mereka yang kurang efektif. Puluhan
perilaku kepemimpinan disebutkan dalam bab ini dan di seluruh teks. Konsep
kunci di sini adalah gaya kepemimpinan, yang merupakan pola perilaku yang
relatif konsisten yang menjadi ciri seorang pemimpin. Sebagian besar
konsistensi ini terjadi karena gaya kepemimpinan agak didasarkan pada
kepribadian individu. Terlepas dari konsistensi ini, beberapa manajer dapat
memodifikasi gaya mereka sesuai dengan situasi yang dibutuhkan.

1.6.1 Studi tentang Dimensi Kepemimpinan


Sebagian besar teori yang mendasari gaya kepemimpinan dapat ditelusuri
kembali ke studi yang dilakukan di Ohio State University dan University of
Michigan yang dimulai pada akhir 1940-an. Hasil utama dari studi Ohio State
adalah penekanan ditempatkan pada dua dimensi kepemimpinan: struktur
inisiatif dan pertimbangan.
Struktur inisiasi menggambarkan sejauh mana pemimpin menetapkan struktur
untuk anggota kelompok. Struktur diinisiasi oleh aktivitas seperti menetapkan
tugas tertentu, menentukan prosedur yang harus diikuti, menjadwalkan
pekerjaan, dan mengklarifikasi harapan. Penekanan berat pada struktur awal
sering diterjemahkan menjadi penekanan pada pencapaian hasil yang baik.
Otoritas kepemimpinan Sydney Finkelstein menulis, “Beberapa pemimpin
terbaik yang pernah saya lihat, baik dalam penelitian atau pelatihan, bekerja
dengan fokus yang tajam pada hasil. Bos yang sangat sukses ini tidak terlalu
peduli untuk disukai.” (Finkelstein, 2016) (Banyak pakar kepemimpinan tidak
Bab 1 Kepemimpinan Sebagai Inti Manajemen 17

setuju dengan komentar tentang disukai. CEO Apple Inc. Tim Cook adalah
contoh pemimpin yang mencapai hasil luar biasa dan disukai banyak orang.
untuk pendekatan humanistiknya dalam berurusan dengan orang.)
Pertimbangan menggambarkan sejauh mana pemimpin menciptakan
lingkungan dukungan emosional, kehangatan, keramahan, dan kepercayaan.
Dia melakukannya dengan terlibat dalam perilaku seperti bersikap ramah dan
mudah didekati, memperhatikan kesejahteraan pribadi kelompok, menjaga
agar kelompok mengetahui perkembangan baru, dan melakukan bantuan kecil
untuk anggota kelompok (Stogdill and Coons, 1957). Gambar 1 menunjukkan
bagaimana gaya kepemimpinan dapat didasarkan pada kombinasi dari dua
dimensi kunci ini.

Gambar. 1.1: Gaya Kepemimpinan Berdasarkan Initiating Structure dan


Consideration (Sumber: Dubrin, 2019)
Banyak studi Ohio State dilakukan dengan supervisor tingkat pertama dan
karena itu mungkin tidak berlaku untuk kepemimpinan eksekutif. Ditemukan
bahwa pergantian karyawan terendah dan kepuasan kerja tertinggi di bawah
pemimpin yang dinilai tertinggi dalam pertimbangan. Penelitian juga
menunjukkan bahwa pemimpin tinggi dalam struktur inisiasi umumnya dinilai
tinggi oleh atasan dan memiliki kelompok kerja yang menghasilkan lebih
tinggi.
Para peneliti di University of Michigan juga menyelidiki perbedaan dalam
hasil yang diperoleh oleh manajer yang berpusat pada produksi dan yang
18 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

berpusat pada karyawan (tentang gagasan yang sama dengan memulai struktur
versus pertimbangan). Manajer yang berpusat pada produksi menetapkan
standar kerja yang ketat, mengatur tugas dengan hati-hati, menentukan metode
kerja yang harus diikuti, dan diawasi secara ketat. Manajer yang berpusat pada
karyawan mendorong anggota kelompok untuk berpartisipasi dalam penetapan
tujuan dan keputusan kerja lainnya, dan membantu memastikan kinerja tinggi
dengan menimbulkan kepercayaan dan saling menghormati. Temuan dominan
dari studi Michigan adalah bahwa kelompok kerja yang paling produktif
cenderung memiliki pemimpin yang berpusat pada karyawan daripada
berpusat pada produksi. Juga, pemimpin yang paling efektif adalah mereka
yang memiliki hubungan yang mendukung dengan anggota kelompok.
Mereka juga cenderung menggunakan pengambilan keputusan kelompok
daripada individu dan mendorong bawahan untuk menetapkan dan mencapai
tujuan kinerja tinggi.

1.6.2 Kepemimpinan yang Melayani


Beberapa pemimpin yang efektif percaya bahwa misi utama mereka adalah
untuk melayani kebutuhan konstituen mereka. Mereka mengukur efektivitas
mereka dalam hal kemampuan mereka untuk membantu orang lain. Alih-alih
mencari pengakuan individu, pemimpin yang melayani melihat diri mereka
bekerja untuk anggota kelompok. Seorang pemimpin yang melayani adalah
orang yang melayani konstituen dengan bekerja atas nama mereka untuk
membantu mereka mencapai tujuan mereka, bukan tujuan pemimpin itu
sendiri. Pemimpin seperti itu rela berkorban dan rendah hati. Seorang
pemimpin yang melayani, misalnya, mungkin mengambil alih tanggung jawab
seorang anggota tim pada hari tertentu sehingga anggota tim tersebut dapat
berada di rumah dengan pasangan yang sakit.
Pemimpin yang melayani juga fokus pada pengembangan orang, seperti
memberi mereka kesempatan untuk memperoleh keterampilan baru dan
menjadi pemimpin. Perilaku kunci dari pemimpin yang melayani adalah untuk
mendapatkan kepatuhan melalui persuasi daripada menuntut kepatuhan
melalui dekrit. Pendekatan humanistik dari pemimpin yang melayani juga
membantu membangun komunitas, atau rasa kebersamaan, di antara para
pemangku kepentingan.
Kepemimpinan yang melayani lebih akurat dikategorikan sebagai seperangkat
perilaku yang terkait daripada gaya murni. Pemimpin yang melayani
menggunakan bakatnya untuk membantu anggota kelompok. Misalnya, jika
Bab 1 Kepemimpinan Sebagai Inti Manajemen 19

pemimpin kebetulan adalah perencana yang baik, dia terlibat dalam


perencanaan karena akan membantu kelompok mencapai tujuannya.
Kepemimpinan yang melayani semakin populer karena perusahaan berusaha
untuk mem-bangun keharmonisan antara eksekutif dan anggota tenaga kerja
yang tidak menyukai pemimpin yang tahu segalanya dan berkuasa (Greenleaf,
1998). Banyak administrator akademik melihat diri mereka sebagai pemimpin
yang melayani; mereka mengurus pekerjaan administrasi sehingga instruktur
dapat mencurahkan lebih banyak waktu untuk mengajar dan beasiswa. Untuk
menjadi pemimpin pelayan yang efektif, seseorang membutuhkan banyak sifat
dan perilaku kepemimpinan yang dijelaskan dalam bab ini. CEO juga bisa
menjadi pemimpin yang melayani, seperti terungkap dalam penelitian terhadap
126 CEO di industri teknologi perangkat lunak dan perangkat keras. Di antara
temuannya adalah bahwa CEO yang narsis cenderung tidak menjadi
pemimpin yang melayani (seperti yang Anda duga), sedangkan menjadi
pendiri perusahaan secara positif terkait dengan kepemimpinan yang melayani.
Perusahaan dengan CEO yang bertindak sebagai pemimpin pelayan cenderung
berkinerja lebih baik dalam jangka panjang, diukur dengan pengembalian asset
(Peterson, Galvin and Lange, 2012).

1.6.3 Perhatian Penuh sebagai Perilaku Kepemimpinan


Para pemimpin sering didorong untuk berkonsentrasi pada saat ini ketika
berhadapan dengan orang lain atau melakukan pekerjaan analitis. Perhatian
penuh berkonsentrasi pada saat ini tanpa membuat penilaian tentang apa yang
terjadi. Meskipun perhatian dapat diklasifikasikan sebagai suatu sifat, kami
menganggapnya lebih sebagai perilaku karena penekanannya pada apa yang
dilakukan pemimpin atau bagaimana dia bertindak. Misalnya, Anda menjadi
penuh perhatian saat mendengarkan saran anggota kelompok dan berkonsen-
trasi penuh pada gagasan tersebut. Selain itu, Anda tidak langsung membuat
penilaian tentang nilai gagasan dan tidak memikirkan masa lalu atau masa
depannya (Hülsheger et al., 2013). Kenyataan bahwa begitu banyak pemimpin
teralihkan oleh perangkat elektronik telah berkontribusi pada pentingnya
perhatian penuh.
Pemimpin yang penuh perhatian memiliki sifat dan terlibat dalam perilaku
yang telah lama dikaitkan dengan kepemimpinan yang sukses, seperti menjadi
jeli, disiplin diri, dan memperhatikan detail yang dapat memengaruhi hasil
penting. Seorang pemimpin yang efektif seharusnya melihat gambaran besar,
namun detail kunci berkontribusi pada gambaran besar. Visualisasikan
20 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

Katerina, direktur sumber daya manusia di sebuah perusahaan farmasi. Bagian


dari gambaran besar baginya adalah perusahaan memiliki tenaga kerja yang
berkomitmen dan terlibat. Pada tur perusahaan baru-baru ini, Katerina cukup
sadar untuk menyadari bahwa sangat sedikit pekerja yang tersenyum. Bagi
Katerina, jumlah senyuman yang terbatas ini dapat menunjukkan bahwa
semangat kerja karyawan terlalu rendah untuk berkontribusi pada tenaga kerja
yang terlibat. Katerina sekarang mengambil tindakan dengan berunding
dengan supervisornya tentang apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
moral.
Beberapa perilaku pemimpin yang penuh perhatian disajikan berikut:
(Goleman, 2017)
1. Pemimpin yang penuh perhatian biasanya tenang dan memiliki
kejelasan dan fokus. Dia dapat membantu kelompok melihat jalan
keluar dari kemunduran, seperti memperkenalkan produk baru yang
gagal dengan menyarankan bagaimana kelompok dapat
mengembangkan produk yang lebih baik.
2. Sebagai bagian dari pengamatan, pemimpin yang penuh perhatian
mendengarkan dengan cermat dan berusaha untuk mengekstrak
makna dari apa yang dikatakan orang. Ketika pemimpin berinteraksi
dengan bawahan baik dalam pertemuan formal maupun interaksi
santai, dia mencari makna yang diungkapkan dan tersirat secara
langsung. Asumsikan bahwa pemimpin bertanya kepada manajer
toko bagaimana keadaannya, dan manajer menjawab, “Tidak terlalu
buruk.” Pemimpin yang penuh perhatian mungkin menjawab,
“Dengan cara apa semuanya bisa lebih baik?”
3. Pemimpin yang penuh perhatian memiliki ingatan yang lebih baik,
terutama jika dia telah terlibat dalam pelatihan perhatian.
Peningkatan memori memperkuat kemampuan pemimpin untuk
melakukan pemikiran kompleks yang diperlukan untuk
mengembangkan strategi, menggunakan pemecahan masalah sehari-
hari, dan terlibat dalam interaksi kompleks dengan orang lain.
4. Pemimpin yang penuh perhatian terbuka terhadap ide-ide baru dan
berbagai perspektif. Menjadi sadar, pemimpin tetap waspada
terhadap apa yang bisa menjadi baru dan signifikan. Seperti yang
Bab 1 Kepemimpinan Sebagai Inti Manajemen 21

dijelaskan oleh seorang eksekutif tentang risiko memiliki fokus yang


buruk (tidak sadar), "Ketika pikiran saya mengembara dalam rapat,
saya bertanya-tanya peluang bisnis apa yang baru saja saya
lewatkan."

1.7 Kepemimpinan Transformasional


dan Karismatik
Perhatian yang cukup besar diberikan pada tipe pemimpin yang lebih dari
sekadar melakukan transaksi dengan orang-orang, seperti memberi
penghargaan dan mendisiplinkan mereka. Pemimpin transformasional adalah
orang yang membantu organisasi dan orang-orang membuat perubahan positif
dalam cara mereka melakukan kegiatan mereka. Kepemimpinan
transformasional terkait erat dengan kepemimpinan strategis, yang
memberikan arahan dan inspirasi bagi sebuah organisasi. Namun, penekanan
dalam kepemimpinan transformasional adalah pada perubahan positif yang
menyeluruh. Faktor utama yang berkontribusi terhadap kepemimpinan
transformasional adalah karisma, kemampuan untuk memimpin orang lain
berdasarkan pesona pribadi, daya tarik, inspirasi, dan emosi. Namun, tidak
semua pemimpin transformasional adalah karismatik, dan tidak semua
pemimpin karismatik adalah transformasional.

1.7.1 Pemimpin Transformasional


Kepemimpinan transformasional terjadi ketika satu orang atau lebih terlibat
dengan orang lain sedemikian rupa sehingga para pemimpin dan pengikut
saling meningkatkan motivasi dan moralitas yang lebih tinggi. Tujuan para
pemimpin dan pengikut menjadi menyatu, dan basis kekuatan dihubungkan
sebagai dukungan timbal balik untuk tujuan bersama (Burns, 1978). Dalam
bentuknya yang murni, kepemimpinan transformasional adalah moral dan
semangat dan berkaitan dengan melibatkan hati dan pikiran banyak orang.
Tanggung jawab untuk kepemimpinan dengan demikian dibagi dengan
banyak orang.
22 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

Pemimpin transformasional memberikan tingkat pengaruh yang lebih tinggi


daripada pemimpin transaksional (rutin) dan dengan demikian memotivasi
orang untuk melakukan lebih dari yang diharapkan. Kepemimpinan
transformasional adalah kunci untuk merevitalisasi berbagai jenis organisasi
besar. Seorang pemimpin transformasional dapat mengembangkan visi baru
untuk perusahaan dan memobilisasi karyawan untuk menerima dan bekerja
untuk mencapai visi tersebut. Pemimpin transformasional membuat perbedaan
dalam kehidupan orang lain, seperti menciptakan lapangan kerja, menyelamat-
kan pekerjaan, memberi orang kesempatan untuk pengembangan pribadi, atau
terlibat dalam filantropi (Sashkin and Sashkin, 2003).
Transformasi terjadi dalam satu atau lebih cara berikut, dengan tidak setiap
pemimpin transformasional mencapai semuanya:
1. Dengan menggunakan perubahan budaya untuk membawa perubahan
sikap dan perilaku yang diperlukan untuk memajukan organisasi.
Pergeseran besar semacam ini adalah memindahkan cara organisasi
dari menghindari risiko ke budaya pengambilan risiko dan eksplorasi
(Anthony and Schwartz, 2017).
2. Dengan membuat orang melampaui kepentingan pribadi mereka demi
kelompok kerja dan perusahaan.
3. Dengan membantu pekerja untuk mengadopsi perspektif jangka
panjang dan luas dan kurang fokus pada masalah sehari-hari.
4. Dengan membantu orang memahami kebutuhan akan perubahan
emosional, intelektual, dan sering kali mendesak. Seorang pemimpin
transformasional mengenali komponen emosional untuk menolak
perubahan dan menghadapinya secara terbuka.
5. Dengan berkomitmen pada kebesaran. Kehebatan mencakup
perjuangan untuk efektivitas bisnis seperti keuntungan dan nilai
saham yang tinggi, serta etika yang sempurna (Hater and Bass, 1988).
6. Dengan mendorong kinerja tinggi melalui keterlibatan dalam
pertukaran yang bermanfaat dengan anggota kelompok. Hubungan
LMX berkualitas tinggi mengarah pada ikatan emosional yang tidak
dinyatakan yang memfasilitasi bawahan yang ingin tampil lebih baik
(Wang et al., 2005).
7. Dengan menemukan lingkungan kerja yang menyenangkan dan
mengekspresikan kebahagiaan, para pemimpin lebih mungkin
Bab 1 Kepemimpinan Sebagai Inti Manajemen 23

dianggap sebagai transformasional—dan karenanya mampu


membawa transformasi (Jin, Seo and Shapiro, 2016).

Beberapa pemimpin dapat memenuhi syarat untuk memenuhi semua kriteria


perilaku dan moral kepemimpinan transformasional, namun jika kita fokus
pada pencapaian perputaran bisnis sambil tetap memperlakukan pekerja secara
manusiawi, banyak eksekutif yang memenuhi syarat. Contoh yang
representatif adalah Marc Lore, Kepala e-commerce AS di Wal-Mart. Di awal
masa jabatannya, ia mengakuisisi lima perusahaan, termasuk merek yang
"bergabung dengan pembeli milenial." Dia juga mempelopori pertumbuhan
dramatis di Walmart.com (Wolfe, 2016). Lore adalah seorang eksekutif yang
disukai yang menunjukkan minat pada kesejahteraan karyawan perusahaan.
Beberapa pemimpin turnaround, bagaimanapun, menggunakan taktik brutal
untuk mengembalikan profitabilitas perusahaan, termasuk pemotongan gaji
sebanyak 50 persen, menjual aset, dan menunda pembayaran kepada pemasok.
Artis perubahan haluan positif bekerja sama dengan orang-orang untuk
memulihkan iklim psikologis yang sehat.
Contoh bukti penelitian bahwa kepemimpinan transformasional dapat
membantu meningkatkan kinerja organisasi berasal dari data yang
dikumpulkan dari manajer menengah di sebuah perusahaan besar Brasil di
sektor energi. Kepemimpinan transformasional diukur dengan tanggapan
bawahan terhadap kuesioner, dan kinerja manajerial diukur dengan evaluasi
kinerja tahunan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas
kepemimpinan, yang diukur dengan pencapaian hasil organisasi seperti
produktivitas dan laba, adalah fungsi langsung dari perilaku transformasional
pemimpin. Aspek lain dari studi ini menemukan bahwa kecerdasan dan kehati-
hatian dikaitkan dengan kepemimpinan transformasional (Cavazotte, Moreno
and Hickmann, 2012) (Di sini sekali lagi, kita melihat pentingnya perbedaan
individu dalam memahami perilaku organisasi). Kotak Perilaku Organisasi
dalam Tindakan terlampir memberikan contoh jenis perubahan yang dibawa
oleh pemimpin bisnis transformasional, dan jenis hasil yang ia coba capai.

1.7.2 Kepemimpinan Karismatik


Karisma seorang pemimpin umumnya mengilhami anggota kelompok dan
memfasilitasi transformasi. Karisma, sebagian besar, terletak di mata yang
melihatnya dan melibatkan hubungan antara pemimpin dan pengikut. Contoh
yang baik adalah Jack Ma, pendiri Alibaba, perusahaan e-commerce raksasa
24 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

dan bisnis terkait, yang dianggap oleh banyak orang sebagai salah satu
pengusaha Tiongkok terbesar sepanjang masa, serta orang yang hangat dan
ramah. Namun beberapa orang menganggap dia haus kekuasaan dan acuh tak
acuh terhadap penderitaan orang miskin. Ketika seorang pemimpin karismatik
memiliki etika yang baik, transformasi akan bermanfaat bagi masyarakat.
Karakteristik kunci dari pemimpin karismatik adalah visi mereka. Mereka
menawarkan visi (atau tujuan mulia) ke mana arah organisasi dan bagaimana
bisa sampai ke sana (rencana). Sebuah visi memiliki banyak segi, melampaui
tujuan organisasi. Ini juga melibatkan cara mengidentifikasi dengan organisasi,
menyelaraskan dengan tindakan dan strategi organisasi, dan bahkan mem-
bangun identitas kolektif untuk perusahaan (Conger and Kanungo, 1998). Rasa
visi mengilhami karyawan untuk berkinerja baik. Pemimpin karismatik sering
menggunakan masukan dari pekerja untuk menyusun visi mereka sehingga
visi akan tampak lebih realistis. Sebagai contoh pernyataan visi, berikut adalah
pernyataan dari Caterpillar:
Visi kami adalah dunia di mana semua kebutuhan dasar semua orang—seperti
tempat tinggal, sanitasi air bersih, makanan, dan listrik yang andal—terpenuhi
dalam lingkungan yang berkelanjutan dan perusahaan yang meningkatkan
kualitas lingkungan dan masyarakat tempat kami tinggal. Sebuah survei
terhadap 2.000 pekerja menemukan bahwa para pemimpin yang paling
menginspirasi adalah mereka yang menggunakan kombinasi unik dari
kekuatan mereka, termasuk karisma, untuk memotivasi individu dan tim untuk
mengambil misi yang berani. Sama pentingnya, para pemimpin ini
menganggap pekerja bertanggung jawab atas hasil (Garton, 2017).
Pemimpin karismatik adalah komunikator yang ahli. Mereka merumuskan
mimpi yang dapat dipercaya dan menggambarkan visi mereka tentang masa
depan sebagai satu-satunya jalan yang harus diikuti. Karismatik juga
menggunakan metafora untuk menginspirasi orang. Contohnya adalah pepatah
favorit Richard Marcus, presiden toko Neiman-Marcus: "Jika Anda mengikuti
jejak orang lain, Anda tidak akan pernah maju." Aspek lain dari gaya
komunikasi pemimpin karismatik adalah mereka menginspirasi pemangku
kepentingan dengan cerita yang menyampaikan pesan penting. Hampir
menurut definisi, para pemimpin yang dianggap karismatik oleh anggota
kelompok mendapat skor tinggi pada ekstraversi (Bono and Judge, 2004).
Cukup sering para pemimpin, dan juga orang lain, dicap sebagai karismatik
karena mereka ramah dan terbuka.
Bab 2
Komunikasi Dalam Budaya
Organisasi

2.1 Pendahuluan
Dalam bab ini akan dibahas komunikasi organisasi dari kacamata budaya
(culture approaches). Bicara tentang budaya berarti sedikit banyak berbicara
tentang karakteristik, nilai-nilai, perilaku dan kesepakatan-kesepakatan. Setiap
organisasi memiliki budaya masing-masing. Seperti itulah yang diterangkan
(Geertz and Pacanowsky, 1988), di mana budaya tersebut dipelajari melalui
penggunaan cerita atau metafora yang digunakan untuk menyampaikan pesan
keinginan perusahaan untuk dibagi dengan karyawan-karyawannya. Dalam hal
ini ada tiga penyampaian cerita, yaitu cerita perusahaan, cerita personal /pribadi
dan cerita kolega.
Komunikasi dalam budaya organisasi merupakan aktivitas yang
menghubungkan antar manusia dan antar kelompok dalam sebuah organisasi.
Secara sederhana budaya organisasi dikenal sebagai wadah kerjasama dari
sekumpulan orang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Komunikasi
dalam budaya organisasi dapat juga didefinisikan sebagai pertunjukkan dan
penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari
suatu budaya organisasi di mana sistem yang dipercayai dan nilai yang
26 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

dikembangkan oleh organisasi untuk menuntun perilaku dari anggota organisasi


tersebut (Wood, Kendal and Flynn, 2012). Organisasi merupakan suatu
kumpulan orang yang mempunyai tujuan yang sama. Anggota suatu organisasi
bekerja bersama, saling mendukung satu dengan yang lain, sehingga tujuan
organisasi dapat tercapai. Olah karenanya komunikasi merupakan salah unsur
penting dalam organisasi, dengan mana pesan disampaikan dari pengurus ke
anggota dan sebaliknya. Anggota dilibatkan dalam pencapaian tujuan
organisasi, sehingga ide-ide dari anggota merupakan masukan yang sangat
berguna bagi kelangsungan hidup organisasi (Gutama, 2010).
Dalam suatu organisasi sangat dibutuhkan adanya komunikasi organisasi yang
mampu mengembangkan sikap anggota untuk merubah pola pikir dan pola
perilakunya sehingga sejalan dengan apa yang menjadi tujuan dari organisasi
tersebut. Redding dan Sanborn mengatakan bahwa komunikasi organisasi
adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks.
Sedangkan Zelko dan Dance (Arni, 2005) mengatakan bahwa komunikasi
dalam organisasi adalah suatu sistem yang saling bergantung yang mencakup
komunikasi internal dan komunikasi eksternal. A wide definition of
organizational communication is used, including internal, external, informal and
formal communication with processes ranging from intraindividual to mass
mediated communication (Johansson, 2007).
Setiap organisasi mengembangkan sistem nilai yang mengatur cara berperilaku
dan bertindak orang orang yang ada di dalamnya. Sistem nilai inilah yang
dinamakan sebagai budaya organisasi. Setiap perusahaan memiliki budaya khas
sendiri yang membedakannya dari perusahaan lain. Kuat atau lemahnya budaya
organisasi dalam suatu perusahaan tergantung pada sejauh mana nilai-nilai inti
yang dikembangkan itu dimiliki secara dalam dan luas oleh karyawan
karyawannya. Semakin banyak karyawan menerima nilai-nilai inti
organisasinya dan semakin besar komitmen mereka terhadap nilai-nilai tersebut,
berarti semakin kuat budayanya (Robbins et al., 2002). Komunikasi organisasi
dapat dilihat sebagai “proses mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan
menyebarkan komunikasi yang memungkinkan organisasi berfungsi (Puth,
1992).
Iklim organisasi dapat terlihat dari hubungan antara pengurus organisasi dengan
anggota-anggota. Hubungan yang akrab akan menumbuhkan adanya saling
keterbukaan dalam menghadapi situasi sulit yang dialami oleh suatu organisasi.
Dengan keterbukaan dalam melibatkan anggota dan didukung oleh iklim
organisasi yang hangat, partisipasi anggota untuk terlibat dalam masalah-
Bab 2 Komunikasi Dalam Budaya Organisasi 27

masalah yang dihadapi organisasi sangat dimungkinkan. Keterlibatan anggota


dalam pemecahan masalah organisasi akan memudahkan pengurus untuk
mengkoordinasikan strategi-strategi untuk mencapai tujuan organisasi yang
telah disepakati. Para pakar mengemukakan karakteristik budaya organisasi
secara berbeda, meskipun ada beberapa diantaranya yang mirip. Budaya
organisasi sebagai sistem nilai yang dianut dan dimiliki secara bersama
anggotanya memiliki tujuh karakteristik ((Robbins, 2010); (Robbins et al.,
2002) yaitu: 1) Inovasi dan pengambilan risiko, sejauh mana para karyawan
didorong agar inovatif dan mengambil risiko 2) Perhatian terhadap detail, sejauh
mana para karyawan diharapkan memperlihatkan presisi (kecermatan), analisis
dan perhatian terhadap detail 3) Orientasi hasil, sejauh mana manajemen
memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang
digunakan untuk mencapai hasil itu 4) Orientasi orang, sejauh mana keputusan
manajemen memperhitungkan dampak hasil-hasil pada orang orang di dalam
organisasi itu 5) Orientasi tim, sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan
berdasar tim, bukannya berdasar individu 6) Keagresifan, sejauh mana orang-
orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai-santai dan 7) Kemantapan,
sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo
bukannya pertumbuhan.

2.2 Budaya Organisasi


Setiap organisasi mengembangkan sistem nilai yang mengatur cara berperilaku
dan bertindak orang orang yang ada di dalamnya. Sistem nilai inilah yang
dinamakan sebagai budaya organisasi. Setiap perusahaan memiliki budaya khas
sendiri yang membedakannya dari perusahaan lain. Kuat atau lemahnya budaya
organisasi dalam suatu perusahaan tergantung pada sejauh mana nilai-nilai inti
yang dikembangkan itu dimiliki secara dalam dan luas oleh karyawan
karyawannya. Semakin banyak karyawan menerima nilai-nilai inti
organisasinya dan semakin besar komitmen mereka terhadap nilai-nilai tersebut,
berarti semakin kuat budayanya (Robbins et al., 2002).
Pendekatan budaya berasal dari perspektif humanistik. Menggunakan gambaran
yang kental sebagai suatu maksud untuk mengerti atau memahami budaya
perusahaan menunjukkan kita bahwa melalui simbol-simbol kita mencoba
untuk berbagi makna pengalaman perusahaan seluruhnya. Pendekatan budaya
memandang komunikasi organisasi berbeda dari pendekatan-pendekatan
28 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

lainnya. Pendekatan budaya membawa fokus baru dalam kajian komunikasi


organisasi. Di mana pendekatan ini mempelajari mengenai penggunaan bahasa
dalam konteks tempat kerja, gaya berkomunikasi antara pimpinan dan pegawai,
pembentukan karakter organisasi yang formal dan informal, seperti tata cara dan
artifak-artifak yang dimunculkan. Intinya, dengan menggunakan pendekatan
budaya kita memandang bahwa komunikasi organisasi menampilkan pola
keunikan interaksi yang dibangun dalam sebuah organisasi di mana pola
tersebut merepresentasikan budaya yang dianutnya. Selain itu, pendekatan ini
juga memandang bahwa dengan adanya komunikasi organisasi maka dapat
dibangun pengertian bersama antara sesama anggota organisasi berdasarkan
budaya yang mereka yakini Pembelajaran online pertama kali dikenal karena
pengaruh dari perkembangan pembelajaran berbasis elektronik (e-learning)
yang diperkenalkan oleh Universitas Illionis melalui sistem pembelajaran
berbasis komputer. Online learning merupakan suatu sistem yang dapat
memfasilitasi siswa belajar lebih luas, lebih banyak, dan bervariasi. Melalui
fasilitas yang disediakan oleh sistem tersebut, siswa dapat belajar kapan dan di
mana saja tanpa terbatas oleh jarak, ruang dan waktu. Materi pembelajaran yang
dipelajari lebih bervariasi, tidak hanya dalam bentuk verbal, melainkan lebih
bervariasi seperti visual, audio, dan gerak (Dalimunthe, 2015).
Budaya menjalankan sejumlah fungsi dalam organisasi. (Robbins, 2010)
mengemukakan lima fungsi budaya dalam organisasi, yaitu:
1. Budaya mempunyai peran menetapkan tapal batas, budaya
menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dan lain;
2. Budaya memberikan rasa identitas ke anggota anggota organisasi
3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih
luas daripada kepentingan diri pribadi seseorang
4. Budaya itu meningkatkan kemantapan sistem sosial. Budaya
merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi
itu dengan memberikan standar-standar yang tepat mengenai apa yang
harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan dan
5. Budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan mekanisme
pengendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku
karyawan.

Para ahli budaya organisasi saat ini mengambil sebuah pendekatan untuk
budaya yang mencoba untuk memahami cara-cara dalam komunikasi dan
Bab 2 Komunikasi Dalam Budaya Organisasi 29

interaksi menciptakan sebuah arti keunikan kedudukan dalam organisasi. Para


ahli tersebut mencari jaringan yang kompleks atas nilai-nilai, perilaku-perilaku,
cerita-cerita, aturan-aturan dan metapora yang terdiri atas sebuah budaya
organisasi, mengetahui bahwa budaya secara sosial diciptakan melalui
pertunjukan anggota-anggota organisasi yang komunikatif. Para ahli tersebut
mencari persamaan dan perbedaan antar variasi subkultur-subkultur yang ada
secara serempak dalam organisasi apapun dan mengetahui bahwa budaya
seringkali ambigu/rancu dan dalam keadaan yang selalu berubah (Dalimunthe,
2015).
Pada hakekatnya dalam budaya dominan terdapat subkutur-subkultur. Dalam
beberapa kasus, subkultur meningkatkan budaya dominan, sementara pada
kasus lain mereka mungkin memiliki efek sebaliknya dan benar-benar
merupakan budaya tandingan. Subkultur yang bertentangan dengan kultur
budaya yang dominan menciptakan konflik, pertikaian, dan frustrasi di kalangan
karyawan. Subkultur yang sesuai dengan budaya dominan bisa sangat
bermanfaat (Cash-Gibson et al., 2012).
Penciptaan budaya terjadi dalam tiga cara yaitu: Pertama, pendiri menyewa dan
hanya mempertahankan karyawan yang berpikir dan merasakan hal yang sama
seperti yang mereka lakukan. Kedua, mereka mengindoktrinasi dan
mensosialisasikan karyawan ini pada cara berpikir dan perasaan mereka. Ketiga,
perilaku pendirinya sendiri mendorong karyawan untuk mengidentifikasi
mereka dan mereka menginternalisasi keyakinan, nilai, dan asumsi mereka.
Ketika organisasi berhasil, kepribadian para pendiri menjadi tertanam dalam
budaya (Robbins, 2010).
Memiliki karakteristik kerja tim, program keterlibatan pegawai, dan komitmen
korporat kepada para pegawai merupakan organisasi dengan budaya kelompok
keluarga besar. Organisasi dalam berbisnis mengembangkan lingkungan kerja
yang humanis, dan tugas utama manajemen adalah memberdayakan pegawai
dan memfasilitasi partisipasinya, serta komitmen dan kesetiaan. Organisasi
dengan budaya yang bersifat sementara mendorong para pegawai untuk
inovatif, kreatif, mengambil risiko dan mengantisipasi masa depan. Tugas
utama manajemen adalah membantu atau memupuk perkembangan
kewirausahaan dan kreativitas. Kepemimpinan yang efektif adalah visioner,
inovatif dan orientasi risiko. Organisasi dengan budaya “market” (pasar)
memiliki fokus utamanya pada transakasi dengan konstituan eksternal (seperti
pemasok, pelanggan, pemegang lisensi, pemerintah dan lain-lain) untuk
menciptakan keuanggulan kompetitif. Nilai inti organisasinya adalah kompetisi
30 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

dan produktifitas. Organisasi dengan budaya dengan tingkatan kewenangan


memiliki ciri formalisasi dan terstruktur untuk bekerja. Garis wewenang
pengambilan keputusan yang jelas, peraturan dan prosedur standar,
pengendalian dan mekanisme akuntabilitas dinilai dan dihargai sebagai kunci
untuk sukses organisasi ini. Pemimpin yang efektif adalah koordinator dan
penyelenggara yang baik (Tewal, Pandowo and Tawas, 2017).
Budaya organisasi diciptakan, dipertahankan atau diubah oleh orang-orang.
Budaya organisasi, dalam bagian, juga dibuat dan dikelola oleh organisasi
kepemimpinan. Pemimpin di tingkat eksekutif adalah sumber prinsip bagi
generasi dan reorganisasi infus ideologi, artikulasi nilai inti dan spesifikasi
norma-norma. Organisasi preferensi untuk mengungkapkan nilai-nilai perilaku
tertentu atau hasil tertentu. Organisasi mengekspresikan norma-norma perilaku
yang diterima oleh orang lain. Mereka secara kultural diterima cara mengejar
tujuan. Para pemimpin juga menetapkan parameter untuk jalur komunikasi
formal dan isi pesan- aturan interaksi formal bagi organisasi. Nilai-nilai dan
norma-norma, sekali ditularkan melalui organisasi, menetapkan keabadian dari
budaya organisasi. Definisi Schein dan model budaya organisasinya, kemudian,
mewakili sebagai pola kompleks asumsi, nilai-nilai, perilaku dan artefak. pola
budaya yang berkembang dari waktu ke waktu dalam kelompok mungkin salah
satu yang konsisten. yaitu, asumsi dasar tentang dunia mungkin akan tercermin
dalam serangkaian nilai-nilai yang pada gilirannya menghasilkan perilaku dan
artefak (Dalimunthe, 2015).

2.3 Komunikasi Dalam Organisasi


Salah satu sarana komunikasi dalam organisasi dapat berbentuk dalam budaya
organisasi. Budaya organisasi merupakan salah satu model komunikasi yang
mengatur nilai dan norma dalam organisasi. Model komunikasi sendiri
merupakan proses individu mengirim stimulus yang biasanya dalam bentuk
verbal untuk mengubah tingkah laku orang lain. Pada konteks organisasi,
organisasi berperan sebagai komunikator, dan informasi-informasi penting atau
kebijakan perusahaan merupakan pesan yang ingin disampaikan, melalui
budaya organisasi sebagai saluran komunikasi, yang ditujukan kepada seluruh
karyawan di organisasi. Adanya proses komunikasi tersebut dapat
memengaruhi kepuasan komunikasi karyawan atau tidak. Organisasi
merupakan salah satu bentuk komunikasi yang besar, sehingga membutuhkan
Bab 2 Komunikasi Dalam Budaya Organisasi 31

komunikasi yang baik antar sesama anggota organisasi. Budaya organisasi yang
dimiliki oleh sebuah organisasi dapat dijadikan sarana komunikasi dan bisa
diartikan sebagai suatu proses komunikasi yang bertujuan menjalin jaringan dan
hubungan di dalam seluruh khalayak internal atau lingkungannya untuk
menghindari kondisi ketidakpastian di dalam organisasi. Komunikasi menjadi
penting dalam organisasi karena komunikasi adalah jalan untuk dapat
digunakan oleh seorang pimpinan, melalui komunikasi para pegawai atau
karyawan mencari informasi dan mengembangkan sejumlah kriteria untuk
mereka terbagi dalam pekerjaan: dan komunikasi merupakan proses dalam
mana mereka meletakkan pilihan mereka yang praktis (Subagio, 2015). Bila
sasaran komunikasi dapat diterapkan dalam suatu organisasi baik organisasi
pemerintah, organisasi kemasyarakatan, maupun organisasi perusahaan, maka
sasaran yang dituju pun akan beraneka ragam, tapi tujuan utamanya tentulah
untuk mempersatukan individu-individu yang tergabung dalam organisasi
tersebut.
Dalam penerapannya komunikasi dapat dilakukan secara formal dan informal.
Umumnya komunikasi formal ada dalam setiap organisasi dan dapat terjadi
antar personal dalam organisasi melalui jalur hirarkhi dengan prinsip pembagian
tugas untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Komunikasi formal merupakan
suatu sistem di mana para anggotanya bekerjasama secara tepat untuk mencapai
tujuan yang diinginkan. Komunikasi formal pada dasarnya berhubungan dengan
masalah kedinasan. Komunikasi informal adalah kebalikan dari komunikasi
formal biasanya terjadi dengan spontan sebagai akibat dari adanya persamaan
perasaan, kebutuhan, persamaan tugas dan tanggung jawab. Komunikasi
informal pada pelaksanaannya tidak terikat oleh waktu, ruang dan tempat,
kadang-kadang komunikasi informal lebih berhasil, dan peranannya tidak kalah
penting, karena dapat disampaikan setiap saat, asalkan bermanfaat untuk
kemajuan organisasi. Namun penyampaiannya kurang sistematis, karena
pertumbuhan dan penyebarannya tidak teratur. Kadang-kadang seorang
pimpinan selalu beranggapan bahwa keberadaan organisasi informal
merupakan suatu hal yang janggal, yang merupakan akibat gagalnya
komunikasi formal yang memunculkan ketidakstabilan organisasi formal.
Bentuk komunikasi informal dapat berupa pertemuan yang tidak direncanakan,
seperti: bertemu dan ngobrol di kantin pada jam makan siang, di resepsi, atau
pertemuan lainnya (Sitti Roskina Mas, 2020).
32 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

Komunikasi informal ini mempunyai hal-hal yang positif, seperti: bila jalan
yang ditempuh melalui komunikasi formal melewati hambatan, dengan terpaksa
digunakan komunikasi informal.
1. Dalam suasana konflik dan penuh ketegangan.
2. Sebagai sarana komunikasi.

Dari kedua bentuk komunikasi tersebut di atas, setiap pimpinan harus dapat
menempatkan diri agar tidak timbul perasaan suka atau tidak tidak suka.
Pimpinan harus mencari dan melaksanakan nilai-nilai positif dari hubungan-
hubungan tersebut. Ukuran sukses tidaknya seorang pimpinan terletak pada
bagaimana pimpinan memadukan nilai positif yang dihasilkan dari komunikasi
formal dan informal. Setiap bawahan dari suatu organisasi tentunya mempunyai
motivasi. Adanya kebutuhan, keinginan, ketegangan, ketidaksenangan dan
harapan termasuk ke dalam motivasi. Pimpinan juga harus dapat memotivasi
bawahannya, misalnya memberikan apresiasi, perlakuan yang adil, dan suasana
kerja.
(Myers, 1987), menekankan bahwa komunikasi itu penting dan merupakan
sentral dari kehidupan organisasi, tetapi menganggapnya hanya sebagai salah
satu dari sejumlah proses yang berlangsung dalam organisasi. Berbagai
pandangan kaum ilmuwan dalam bidang komunikasi menganggap komunikasi
sebagai kekuatan dominan dalam kehidupan organisasi. Karena itu komunikasi
merupakan inti organisasi, tanpa komunikasi tidak akan terdapat aktivitas
organisasi. Komunikasi sangat berperan dalam menjaga kebutuhan manusia,
karena komunikasi dibangun sebagai sebuah mekanisme penyesuaian diri untuk
manusia. Mekanisme penyesuaian diri adalah alat bagi manusia yang digunakan
untuk menolong mereka mengenali dan merespon yang mengancam
eksistensinya. Komunikasi menolong orang tetap selamat karena mereka
diberikan informasi tentang ancaman yang akan datang dan menolong mereka
menghindari atau mengatasi ancaman-ancaman ini (Bosworth and Kreps,
1986). Komunikasi dalam organisasi memerlukan pemahaman yang jelas dan
harus efektif tentang kebutuhan orang-orang dalam organisasi, hal ini
diperlukan agar organisasi berjalan dengan efektif dan efisien. Untuk itu
pimpinan organisasi harus menyadari bahwa semua orang yang terlibat dalam
organisasi memiliki kebutuhan yang harus diperhatikan.
(Griffin, 2003) dalam bukunya yang berjudul “A First Look at Communication
Theory” menjelaskan bahwa komunikasi organisasi mengikuti teori
Bab 2 Komunikasi Dalam Budaya Organisasi 33

management klasik, yang menempatkan suatu bayaran pada daya produksi,


presisi, dan efisiensi.
Adapun prinsip-prinsip dari teori manajemen klasikal adalah sebagai berikut:
1. kesatuan komando suatu karyawan hanya menerima pesan dari satu
atasan rantai skalar, garis otoritas dari atasan ke bawahan, yang
bergerak dari atas sampai ke bawah untuk organisasi; rantai ini, yang
diakibatkan oleh prinsip kesatuan komando, harus digunakan sebagai
suatu saluran untuk pengambilan keputusan dan komunikasi.
2. divisi pekerjaan di mana manajemen perlu arahan untuk mencapai
suatu derajat tingkat spesialisasi yang dirancang untuk mencapai
sasaran organisasi dengan suatu cara efisien.
3. tanggung jawab dan otoritas yang menjadi perhatian harus dibayarkan
kepada hak untuk memberi order dan ke ketaatan seksama; suatu
ketepatan keseimbangan antara tanggung jawab dan otoritas harus
dicapai.
4. Disiplin menjadi suatu ketaatan, aplikasi, energi, perilaku, dan tanda
rasa hormat yang keluar seturut kebiasaan dan aturan disetujui.
5. Menurunkan kepentingan individu dari kepentingan umum melalui
contoh peneguhan, persetujuan yang adil, dan pengawasan terus-
menerus.

Komunikasi adalah suatu pertukaran sebuah konsep yang sederhana tetapi vital.
Walaupun demikian, terlalu sering kita melakukan pendekatan dengan suatu
pertukaran tanpa mempertimbangkan bagaimana pihak lain bereaksi. Pesan
yang kita sampaikan seringkali terlalu berorientasi kepada diri sendiri, sehingga
apa yang terjadi dengan pihak lain menjadi sesuatu yang terabaikan. Dalam
organisasi, ada dua komunikasi yang terjadi, yaitu komunikasi organisasi secara
makro dan secara mikro. Komunikasi makro terjadi antara organisasi tersebut
dengan lingkungannya atau dengan organisasi lainnya. Komunikasi mikro
terjadi di dalam organisasi, yaitu komunikasi yang terjadi diantara para anggota
organisasi, antara atasan dan bawahan, antar para pemimpin, dan antar
kelompok kerja atau antar divisi. Jadi, komunikasi organisasi secara mikro
merupakan komunikasi interpersonal di dalam organisasi (Sitti Roskina Mas,
2020).
34 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

Untuk melihat komunikasi yang terjadi dalam suatu organisasi dapat digunakan
tiga pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan Makro Dalam pendekatan makro organisasi dipandang
sebagai suatu struktur global yang berinteraksi dengan lingkungannya.
Dalam berinteraksi, organisasi melakukan aktivitas tertentu seperti:
a. Memproses informasi dan lingkungan
b. Mengadakan identifikasi
c. Melakukan intergrasi dengan organisasi lain
d. Menentukan tujuan organisasi
2. Pendekatan Mikro Pendekatan ini terutama memfokuskan kepada
komunikasi dalam unit dan subunit pada suatu organisasi. Komunikasi
yang diperlukan pada tingkat ini adalah komunikasi antara anggota
kelompok seperti:
a. Komunikasi untuk pemberian orientasi dan latihan
b. Komunikasi untuk melibatkan anggota kelompok dalam tugas
kelompok
c. Komunikasi untuk menjaga iklim organisasi
d. Komunikasi dalam mensupervisi dan pengarahan pekerjaan
e. Komunikasi untuk mengetahui rasa kepuasan kerja dalam
organisasi
3. Pendekatan individual berpusat pada tingkah laku komunikasi
individual dalam organisasi. Semua tugas-tugas yang telah diuraikan
pada dua pendekatan sebelumnya diselesaikan oleh komunikasi
individual satu sama lainnya. Ada beberapa bentuk komunikasi
individual:
a. Berbicara pada kelompok kerja
b. Menghadiri dan berinteraksi dalam rapat-rapat
c. Menulis dan mengonsep surat
d. Berdebat untuk suatu usulan
Bab 2 Komunikasi Dalam Budaya Organisasi 35

Komunikasi dalam organisasi memiliki karakteristik dilihat perspektif budaya


sebagai berikut:
1. Perspektif budaya memandang komunikasi sebagai sebuah proses inti
di mana budaya tersebut dibentuk dan ditransformasikan (dalam hal ini
dalam sebuah organisasi), selain itu budaya organisasi merupakan
sebuah pola dari tingkah laku dan interpretasi dari masing-masing
anggotanya.
2. Perspektif budaya mengakui bahwa proses komunikasi yang dilakukan
sehari-hari di tempat kerja merupakan sesuatu yang penting.
3. Perspektif budaya memandang komunikasi organisasi tidak hanya
mencakup kata-kata dan tindakan-tindakan, tetapi juga semua bentuk
komunikasi nonverbal (seperti mesin-mesin, artefak dan proses kerja).
4. Dalam perspektif budaya, komunikasi organisasi menganalisis pola-
pola interaksi yang bermacam-macam dalam sebuah kelompok kerja
dan menguji bagaimana mereka bertindak ketika mereka berada di
tempat mereka bekerja tersebut. Oleh karena itu, perspektif budaya
memandang komunikasi organisasi sebagai bagian dari sebuah budaya
kebangsaan yang bersifat lokal, berkaitan dengan latar belakang
keluarganya dan juga kekuatan-kekuatan lainnya yang berada di luar
sebuah organisasi.
5. Perspektif budaya memandang bahwa dengan adanya komunikasi
organisasi maka dapat dibangun pengertian bersama antara sesama
anggota organisasi berdasarkan budaya yang diyakini.
36 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi
Bab 3
Kepemimpinan Membangun
Budaya Organisasi

3.1 Pendahuluan
Kepempimpinan di dalam literatur manajemen seringkali menitikberatkan
kepada efektifitas kemampuan (ability) seorang pemimpin menggunakan
kekuasaannya untuk menginspirasi dan mendorong organisasi untuk mencapai
tujuan. Efektivitas pemimpin di dalam buku ini akan dibahas dari perpektif
kepemimpinan membangun budaya kolaborasi agar organisasi berkinerja
berkelanjutan pada saat ini. Perkembangan lingkungan organisasi, seperti
teknologi digital, telah memengaruhi perusahaan menjalankan bisnis dalam
jejaring kolaborasi antar fungsi di dalam perusahaan, maupun jejaring di luar
perusahaan seperti pemasok dan pelanggan. Sehingga kepemimpinan dan
model bisnis saat ini membutuhkan efektivitas pemimpin untuk membangun
budaya kolaborasi . Di Bab 3 ini, oleh karena itu akan dibahas kepemimpinan
dan sumber pengaruh, menggunakan berbagai sumber pengaruh untuk tujuan
kolobarasi dan kepemimpinan membangun budaya koloborasi untuk
menunjang tujuan dan kinerja perusahaan.
38 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

3.2 Konsep Dasar Kepemimpinan


Efektivitas kepemimpinan seringkali melekat dengan kemampuan seorang
pemimpin melakukan pengaruh interpersonal melalui komunikasi dengan setiap
pihak mengenai tujuan organisasi. Sehingga setiap pihak di dalam relasi
pengaruh seorang pemimpin dapat teraktivasi menggerakkan tim atau
organisasi (Schermerhorn, 2012), (McShane, 2012). Mengingat pemimpin di
perusahaan dan organisasi tidak hanya mereka yang menduduki posisi tinggi,
maka efektivitas pemimpin ini menjadi penting. Apalagi di dalam kehidupan
bisnis dan perusahaan pemimpin terdapat di setiap tingkatan organisasi. Oleh
karena itu konstruksi kepemimpinan saat ini lebih di dorong kepada
kepemimpinan sebagai relasi partnership (DuBrin, 2010). Utamanya di dalam
kajian bisnis, efektifitas kekuasan seringkali merujuk kepada potensi pemimpin
untuk mengubah sikap dan perilaku orang lain, dalam bentuk hubungan
pemimpin dan pengikut yang relatif berjalan karena keduanya sebagai partner
yang saling membutuhkan. Hubungan dalam format partnership, saling
membutuhkan, ini dasar dari hubungan pengaruh yang memungkinkan proses
pembuatan keputusan, membuat solusi dengan melibatkan berbagai pihak
secara kolaboratif. Sehingga pengaruh dari seorang pemimpin bukan hanya
semata posisi dan kewenangannya yang dijalankan secara otoriter, satu arah,
dari atas ke bawah, namun dijalankan di mana segenap karyawan mau berbagi
pengetahuan, mengelola jaringan dan kerjasama di dalam dan di luar organisasi.
Menciptakan solusi bersama atau membangun berbagai terobosan proses
bekerja yang inovatif, yang manfaatnya dirasakan berbagai fungsi di organisasi.
Secara konsepsional kepemimpinan dengan relasi partnerhip atasan- bawahan
ini, dipahami sebagai upaya yang dilakukan segenap anggota organisasi dalam
rentang pengaruh seorang pemimpin. Oleh karena itu membangun
kepemimpinan yang efektif sangat penting untuk mengelola persepsi relasional
kekuasaan agar sumber sumber pengaruh di dalam kepemimpinan dapat
memperkuat relasi partnership atasan-bawahan. Hal ini berbeda bila konsepsi
hubungan antara atasan dan bawahan yang dikelola hubungannya sebagai
pemimpin yang berkomunikasi dan menjalankan pengaruh satu arah, top-down,
dan tidak cukup komprehensif mencari masukan dari berbagai sudut pandang
keahlian.
Kepemimpinan yang mendasarkan kepada relasi partnership, memungkinkan
pemimpin bersama sumberdaya keahlian yang dimiliki menghadapi berbagai
perubahan di luar organisasi. Mereka bahu membahu memastikan perusahaan
Bab 3 Kepemimpinan Membangun Budaya Organisasi 39

menjalankan strategy yang memadai untuk menjaga kinerja perusahaan.


Sumberdaya keahlian yang dimiliki sebuah perusahaan dengan demikian
merupakan kapital untuk mengelola perubahan. Seringkali literatur manajemen
menyebutkan kepemimpinan partnership antara atasan dan bawahan akan
menciptakan sikap dan perilaku anggota perusahaan yang memiliki komitmen
atas apa yang menjadi tujuan organisasi. Sebuah organisasi yang memiliki
kinerja tinggi seringkali dijalankan oleh sumberdaya manusia di perusahaan
yang tidak semata patuh atas tatakelola perusahaan, namun memiliki komitmen
meningkatkan kinerja dan reputasi perusahaan. Sehingga komitmen
sumberdaya keahlian merupakan kapital yang sangat berharga bagi sebuah
perusahaan karena komitmen merupakan syarat agar sebuah perusahaan
berjalan sebagai organisasi berkinerja tinggi. Tanpa komitmen, sumberdaya
keahlian bisa jadi akan menjalankan perusahaan atas dasar pencapaian yang
biasa biasa saja, bahkan mungkin di bawah standar kualitas tertinggi
sumberdaya yang bersangkutan.
Untuk mengenal bagaimana sumber kekuasaan pemimpin dapat memperkuat
efektivitas kepemimpinan membangun budaya organisasi, berikut beberapa hal
yang dapat disampaikan:
Pertama, kepemimpinan yang efektif, untuk membangun budaya bila sumber
pengaruh pemimpin bersumber dari legitimasi atas reputasi, dan keahlian yang
dimilikinya. Bagaimana legitimasi dan keahlian ini memengaruhi efektivitas
kepemimpinan untuk membangun budaya organisasi , berikut argumentasinya.
Legitimasi adalah sumber pengaruh yang melekat dari dari suatu posisi formal,
bisa karena pengaruh tersebut bersumber dari kewenangan yang tertuang dalam
peraturan, atau uraian jabatan seseorang. Keahlian merupakan sumber pengaruh
kepemimpinan untuk membangun budaya organisasi. Hal ini mengingat sumber
keahlian di dalam perusahaan dapat diargumentasikan terdapat di setiap
tingkatan perusahaan, di posisi posisi lini atau support. Situasi saat ini,
sumberdaya manusia tidak hanya memperoleh keahlian dari pengalaman di
dalam perusahaan. Namun mereka juga meningkatkan keahlian melalui upaya
self development, seperti mengembangkan diri melalui jejaring sosial dan
kegiatan digital bersama para kolega atau komunitas profesional. Sehingga
kepemimpinan efektif bila seorang pemimpin dapat menggerakkan potensi
keahlian segenap jajarannya, dalam sebuah budaya kolaboratif. Pemimpin
mengembangkan iklim belajar, teguh mengelola nilai nilai, norma, asumsi
mengenai hal yang utama di perusahaan untuk mendorong kolaborasi. Budaya
40 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

organisasi yang mendorong kolaborasi ini selanjutnya akan dibahas


sebagaimana berikut.

3.3 Konsep Dasar Budaya Organisasi


Budaya organisasi merujuk kepada perangkat perangkat asumsi, kepercayaan,
nilai nilai utama dan norma yang memandu dan mengikat karyawan dengan
perusahaannya. Budaya organisasi juga dapat dilihat sebagai sistem asumsi dan
kepercayaan yang dianggap benar oleh perusahaan. Kepemimpinan di
perusahaan dapat memperhatikan dua hal mengapa budaya organisasi perlu
dikembangkan di perusahaan. Pertama budaya organisasi dapat membantu
anggota atau karyawan perusahaan memahami kehidupan dunia bisnis yang
kompleks dan bagaimana karyawan menggunakan nilai, asumsi atau norma
yang ada untuk menyelesaikan pekerjaan dan tuntutan kerja yang kompleks
tersebut. Misalnya budaya organisasi membantu karyawan untuk mencerna
perubahan pasar, persaingan usaha, perusahaan. Nilai nilai utama dan norma di
budaya organisasi dapat membantu karyawan menyikapi lingkungan
perusahaan yang selalu berubah dan bagaimana tugas tetap berjalan sesuai
dengan norma dan nilai nilai utama perusahaan tersebut.
Hal kedua, budaya organisasi diperlukan untuk mengelola berbagai perbedaan
yang ada di dalam internal perusahaan dan memandu proses belajar untuk saling
menyesuaikan atas dasar nilai utama dan norma di dalam budaya organisasi.
Kepemimpinan di perusahaan dengan demikian dituntut untuk memastikan
secara konsisten apa apa yang dipercaya benar, nilai nilai utama dan norma di
dalam menjalankan usaha, dapat dirasakan dan dimengerti oleh karyawan,
melalui perilaku dan proses bisnis dan tidak henti hentinya mengkomunikasikan
bagaimana konteks perilaku tersebut sejalan dengan budaya organisasi.
Denison dan Mishra (1995), menyampaikan pentingnya seorang pemimpin
yang efektif memastikan anggota perusahaan dapat mengidentifikasi
lingkungan bisnis yang dihadapi dan perlunya fokus strategi tertentu,
sebagaimana ditampilkan dalam Gambar 3.1
Bab 3 Kepemimpinan Membangun Budaya Organisasi 41

Gambar 3.1: Tipe Tipe Budaya Organisasi Denison dan Mishra (1995)
Berdasarkan lingkungan bisnis dan strategi, menurut Denison perusahaan dapat
mengidentifikasi nilai nilai yang cenderung mengarah kepada stabilitas atau
fleksibilitas. Mengan demikian budaya organisasi dapat menjadi sistem nilai
atas apa yang dianggap benar. Misalnya di industri farmasi, sistem nilai stabilitas
mendorong aktivitas bisnis untuk mengutamakan kehati hatian, keilmuan dan
kemanusiaan. Berbeda dengan industri digital, lingkungan bisnis digital selalu
menghadapi kemajuan teknologi yang selalu meningkat kemampuannya
dengan cepat, sehingga perusahaan mengelola sistem nilai fleksibilitas di dalam
norma usahanya.
Denison juga mengidentifikasi perlunya perusahaan memastikan fokus strategi
untuk memperkuat hal hal di luar perusahaan atau di dalam perusahaan.
Sehingga seorang pemimpin dapat membangun budaya organisasi berdasarkan
apa apa yang dijadikan nilai nilai utamanya apakah memperkuat strategi internal
maupun eksternal . Misalnya perusahaan farmasi yang banyak menghasilkan
produk etikal atau obat obatan resep, ia akan memperkuat strategi internal,
dengan mempertahankan proses prosen internal yang konsisten. Seperti:
penelitian pengobatan, inovasi produk farmasi. Konsisten mengelola keahlian
dan alokasi sumberdaya finansial untuk menghasilkan sebuah paten obat yang
andal.
Menurut Denison tipe tipe budaya organisasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Tipe budaya “involvement”: pemimpin menjalankan nilai nilai budaya
yang memberikan tempat tinggi kepada karyawan, kerjasama dan
kesejajaran.
42 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

2. Tipe budaya “konsisten”: pemimpin menjadikan nilai nilai budaya


yang memberikan tempat pentingnya perusahaan menjalan peraturan,
kehati hatian, melakukan hal secara metodik, rasional, teratur dalam
menjalankan proses bisnis
3. Tipe budaya “adaptability”: pemimpin menjadikan nilai nilai budaya
yang mendukung kelincahan perusahaan dalam merespons,
mendeteksi, menginterpretasi dan mengubah perilaku karyawan yang
perlu untuk merespons berbagai perubahan.
4. Tipe budaya “achievement”: pemimpin menjalankan nilai nilai budaya
yang mendorong kompetisi, inisiatif karyawan, hemat dan bekerja
keras untuk mewujudkan target.
5. Memperhatikan kepemimpinan partnership dari DuBrin dan tipe tipe
budaya dari Denison sebagaimana dibahas di atas, dapat disimpulkan
bahwa relasi partnership antara pemimpin dan segenap sumber daya
keahlian di perusahaan yang dimiliki perusahaan, merupakan dasar
dasar pengelolaan high-performance culture. Kepemimpinan
partnership membuat perusahaan solid dalam menjalankan tujuan dan
misi organisasi. Nilai nilai budaya memandu pembuatan keputusan
dan praktik bisnis. Individu karyawan memiliki andil dalam mengelola
proses bisnis dan bagaimana karyawan merasa bagian dari budaya
yang sesuai dengan nilai nilai pribadi yang dianutnya.

3.4 Budaya Pengetahuan Kolaboratif


Budaya pengetahuan kolaboratif (collaborative knowledge culture) dapat
disampaikan dalam bab ini untuk melengkapi referensi mengenai tipe tipe
budaya organisasi (Denison, 1995). Budaya pengetahuan dibentuk oleh praktik,
norma dan nilai perusahaan untuk berbagi pengetahuan dan kolaborasi sebagai
perilaku yang dikehendaki (Debowsky.2006)
Berdasarkan Gambar 3.2 dapat diargumentasikan efektivitas kepemimpinan
mengelola partnership dengan bawahan juga dapat meningkatkan budaya
pengetahuan kolaboratif. Proses relasi kepemimpinan saat ini dapat meluas baik
melalui komunikasi tatap muka maupun tatap maya. Kerangka budaya
Bab 3 Kepemimpinan Membangun Budaya Organisasi 43

pengetahuan kolaboratif menggambarkan proses pengelolan stock pengetahuan


melalui kerjasama dengan pihak pihak di dalam dan di luar
perusahaan.Kemampuan mengelola relasi berbasis digital dan tatapmuka saat
ini kian diperlukan oleh seorang pemimpin. Sehingga tugas pokok dan fungsi
pemimpin saat ini , adalah membangun relasi, mengunakan kecakapannya
untuk memengaruhi dan memastikan keterikatan seseorang untuk tujuan
organisasi, melalui komunikasi reguler antar unit dan hirarki. Mendorong
kerjasama sebagai aktivitas utama, pemberdayakan tim melalui berbagi
pengetahuan dan belajar bersama, mendorong ide ide baru dan inovasi dengan
melibatkan berbagai fungsi, membangun nilai nilai utama berdasar atas
keterbukaan, kejujuran dan mengutamakan kepentingan karyawan untuk sukses
dan lebih sejahtera sebagai prioritas utama.

Gambar 3.2: Collaborative Knowledge Culture. ( Debowski. 2006)


Budaya pengetahuan kolaboratif dalam organisasi terbentuk melalui proses
terkecil, yaitu pengetahuan yang melekat di individu sumberdaya manusia di
perusahaan. Tiap individu memiliki kognisi, kemampuan, dan keahlian. Dengan
adanya budaya pengetahuan kolaboratif, berbagi pengetahuan antara individu
ini, meluas menjadi aktivitas berbagi antar tim atau fungsi, dan berujung kepada
peningkatan kapasitas bertindak organisasional mencapai tujuan organisasi
(Dalkir, 2011). Di perusahaan, budaya pengetahuan kolaboratif, dapat dikelola
oleh pemimpin melengkapi tipe tipe budaya yang dibahas oleh Denison,
misalnya. Koloborasi berbagi pengetahuan dan keahlian ini diwujudkan dalam
infrastruktur perusahaan, aplikasi teknologi, standar, operasi dan prosedur .
Menjadi routine organisasi hingga menjadi kecakapan perusahaan yang sulit
ditiru oleh pesaing. Dengan penjelasan berbeda, budaya kolaborasi dan berbagi
pengetahuan ini berkembang menjadi pengetahuan terstruktur yang jelas dan
menjadi aset pengetahuan organisasi (De Long.2000).
44 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

Nilai-nilai dasar kolaboratif, toleransi dan saling percaya menjadi aktivitas inti
dari budaya pengetahuan kolaboratif. Pertama, budaya pengetahuan kolaboratif
dan pertukarannya menciptakan persamaan keyakinan akan suatu hal. Kedua,
budaya pengetahuan kolaboratif menjembatani individu-individu karyawan
perusahaan dengan fungsi fungsi di perusahaan, sehingga terjadi konsistensi
tatakelola keuangan, produksi dan hal yang hasil dari kolaborasi ini dapat
meningkatkan relasi kepemimpinan partnership antara atasan dan bawahan
karena iklim kerjasama dan saling percaya yang tumbuh dari praktik praktik
sehari hari dalam bekerja, berkoordinasi, berkomunikasi melalui media sosial
atau dalam pertemuan kecil tatap muka informal maupun pertemuan formal.
Ketiga, budaya pengetahuan kolaboratif di dalamnya memuat nilai dan norma
moral, tentang hal hal yang diasumsikan benar. Sehingga komunikasi dan
menyampaikan makna yang dimaksud, antar individu karyawan maupun
komunikasi vertikal maupun horizontal, memunculkan nilai nilai keterbukaan,
toleransi. Nilai nilai ini akan mendorong saling percaya antara karyawan dan
manjur untuk meningkatkan engagement karyawan terhadap tugas maupun
terhadap perusahaan. Budaya pengetahuan kolaboratif, yang mengutamakan
partisipasi masing-masing individu karyawan membuka pertukaran
pengetahuan yang mungkin melibatkan argumentasi, di mana debat dan
argumentasi diantara mereka tidak akan menyebabkan perpecahan, namun
justru akan menghasilkan pengetahuan baru untuk meningkatkan kapasitas
bertindak karyawan dan perusahaan.
Melengkapi relasi partnership antara pemimpin dan anak buah, budaya
pengetahuan kolaboratif mendorong membiasakan relasi atas dasar bukti
(evident). Saling menjadi pendengar yang empatik secara bersamaan. Mereka
membuka dialog namun juga penyimak aktif dan pemberi feedback yang
konstruktif . Pada gilirannya hal ini akan terbangun relasi kolegial antara atasan
dan bawahan, yang semula bertema kontrol, menjadi relasi atas dasar komitmen,
minat pribadi untuk kemajuan diri, dan bertanggung jawab untuk bekerja
dengan pihak lain sebagai bagian mengelola kualitas dan produktivitas
(Prasetya, 2019).
Bab 4
Faktor Manusia dalam
Perkembangan Organisasi

4.1 Pendahuluan
Dari masa ke masa berbagai jenis organisasi di dunia baik organisasi publik mau
pun nonpublik selalu menghadapi dinamika perkembangan di dalam maupun di
luar organisasi, seperti pertumbuhkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
sosial, ekonomi, lingkungan, dan kependudukan. Perubahan tersebut menuntut
berbagai pihak yang berkepentingan di dalam organisasi untuk selalu siap dan
mampu mengendalikan perubahan.
Perubahan akan menghasilkan kinerja yang optimal bila dilakukan atau dapat
dikendalikan secara terencana. Kemampuan mengendalikan perubahan secara
terencana memerlukan pengetahuan dan strategi. Di mana pengetahuan dan
strategi tersebut diperlukan agar organisasi tidak mengalami keguncangan saat
menghadapi perubahan. Perubahan-perubahan yang dihadapi organisasi timbul
dari dalam organisasi sendiri atau pun dari lingkungan organisasi. Tuntutan
perubahan dari dalam maupun lingkungan organisasi akan berdampak positif
bila organisasi bersikap terbuka dalam menerima masukan. Oleh sebab itu,
setiap organisasi harus membuka diri, peka terhadap aspirasi, keinginan,
46 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

tuntutan dan kebutuhan dari berbagai kelompok dengan siapa organisasi


berinteraksi.
Salah satu pendekatan untuk melakukan perubahan organisasi adalah
pengembangan organisasi. Pengembangan organisasi (PO) pada hakikatnya
adalah perubahan organisasi, sebab di dalam pengembangan selalu terindikasi
adanya perubahan, baik itu perubahan dalam kapasitas pemekaran (penambahan
unit-unit baru) atau pun dalam kapasitas penciutan (merger, penghapusan unit
tertentu, dan sebagainya). Pengembangan organisasi banyak berkaitan dengan
ilmu perilaku organisasi. Disiplin ini dalam perkembangannya memiliki
manfaat besar bagi organisasi untuk menghadapi perubahan-perubahan yang
terjadi. Artinya, teknik-teknik pengembangan organisasi memungkinkan
organisasi meningkatkan efektivitas dan kemampuannya beradaptasi dengan
kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berubah (Istianda, 2014).
Mirrian Sofjan (2005) menyatakan teori modern memandang organisasi sebagai
suatu sistem yang berproses. Sistem adalah bagian-bagian dari organisasi yang
berhubungan satu sama lain menjadi satu kesatuan secara keseluruhan. Bagian-
bagian itu terdiri atas faktor luar dan faktor dalam organisasi. Faktor luar
organisasi adalah faktor lingkungan di mana organisasi itu berada, seperti faktor
politik, ekonomi, sosial dan budaya, teknologi, hukum, demografi, sumber-
sumber alam, konsumen, nasabah, dan sebagainya. Sedangkan faktor-faktor
dalam adalah orang-orang yang bekerja, tugas dan tanggung jawab, hubungan
kerja, dana dan alat-alat, peraturan dan prosedur kerja, dan lainnya. Organisasi
sebagai proses terdiri dari faktor luar dan faktor dalam yang berhubungan atau
berinteraksi satu sama lain, saling pengaruh memengaruhi, dan merupakan
kesatuan yang utuh. Karena dalam setiap organisasi terdapat berbagai unsur baik
faktor dalam maupun faktor luar, yang satu sama lain mempunyai kaitan yang
erat dan memiliki saling ketergantungan, dan merupakan suatu kesatuan yang
utuh, maka bila terjadi perubahan dalam satu unsur akan memengaruhi unsur
lainnya.
Sebagai sistem yang berproses, artinya organisasi tidaklah statis tetapi dinamis.
Dinamisnya organisasi dapat diartikan bahwa organisasi tersebut ‘hidup’,
‘bergerak’ dapat merespon lingkungan sekitarnya dan memiliki peluang untuk
melakukan perubahan atas masukan ataupun pengaruh tersebut. Respons
organisasi terhadap lingkungan, menandakan bahwa sebagai sistem, organisasi
berinteraksi dengan lingkungan. Interaksi organisasi dengan lingkungan ini
terjadi karena sistem yang berproses tersebut bersifat terbuka. Dikatakan terbuka
karena, sebagai suatu sistem organisasi mendapat masukan atau dipengaruhi
Bab 4 Faktor Manusia dalam Perkembangan Organisasi 47

sumber energi dari lingkungan sekitarnya, misalnya modal, material, informasi,


manusia, kekuatan sosial, dan lain sebagainya. Masukan tadi diolah menjadi
suatu hasil produksi melalui proses transformasi dan untuk selanjutnya
diteruskan sebagai suatu keluaran (output) berupa barang atau jasa untuk
digunakan oleh pengguna. Para pengguna itu nantinya akan memberikan umpan
balik yang dapat berperan sebagai masukan dalam proses selanjutnya. Umpan
balik tadi sesungguhnya berperan sebagai suatu mekanisme yang turut mengatur
kehidupan suatu organisasi.

4.2 Konsep Pengembangan Organisasi


Pengembangan organisasi (Organizational Development) adalah aplikasi
teknik-teknik ilmu perilaku untuk memperbaiki kesehatan dan efektivitas
organisasi melalui kemampuannya mengakomodasi perubahan lingkungan,
memperbaiki kekompakan internal, dan meningkatkan kapabilitas pemecahan
masalah. Pengembangan organisasi memperbaiki hubungan kerja antar
karyawan (Richard, 2002). Pengertian pengembangan organisasi lainnya
menurut beberapa ahli diantaranya: Warren G. Bennis mengemukakan,
Pengembangan organisasi adalah suatu jawaban terhadap perubahan, suatu
strategi pendidikan yang kompleks yang diharapkan untuk merubah
kepercayaan, sikap, nilai, dan susunan organisasi sehingga organisasi dapat
lebih baik dalam menyesuaikan dengan teknologi, pasar, dan tantangan yang
baru serta perputaran yang cepat dari perubahan itu sendiri. Richard Beckhard
mengemukakan, Pengembangan organisasi adalah suatu usaha (1) berencana
(2) meliputi organisasi keseluruhan, dan (3) diurus dari atas, untuk (4)
meningkatkan efektifitas dan kesehatan organisasi melalui (5) pendekatan
berencana dalam proses organisasi, dengan memakai pengetahuan ilmu
perilaku. Wendell L. French & Cecil H. Bell, Jr mengemukakan,
Pengembangan organisasi dapat didefinisikan sebagai suatu yang direncanakan,
proses yang sistematis yang menerapkan asas-asas dan praktik ilmu perilaku
yang dikenalkan dalam kegiatan organisasi secara terus menerus untuk
mencapai tujuan penyempurnaan organisasi secara efektif, wewenang
organisasi yang lebih besar serta efektivitas organisasi yang lebih besar.
Pengembangan Organisasi (selanjutnya disebut PO) didefinisikan beragam oleh
praktisi dan ahli teori, salah satunya, karena kompleksitasnya. Pada dasarnya,
pengembangan organisasi adalah upaya terencana yang dilakukan di tingkat
48 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

organisasi untuk meningkatkan efektivitas dan/atau memungkinkan organisasi


untuk mencapai sasaran strategisnya. Konsep ini secara resmi muncul pada
1950 an (meskipun beberapa teori mundur ke tahun 1920) dan umumnya
merujuk kepada psikolog Kurt Lewin. Pengembangan organisasi mencakup
teori dan praktik dari perubahan terencana dan sistemik pada sikap, keyakinan,
dan perilaku pegawai melalui program pelatihan jangka panjang. PO sering kali
digambarkan sebagai “berorientasi pada tindakan”.
Pengembangan Organisasi (PO) pada hakikatnya adalah perubahan organisasi,
sebab di dalam pengembangan selalu terindikasi adanya perubahan. Karenanya
ketika kita membahas pengembangan organisasi, maka secara tidak langsung
yang kita bahas adalah perubahan itu sendiri. Konsepsi pengembangan
organisasi berkembang dari berbagai macam bidang ilmu pengetahuan yang
mempelajari usaha-usaha untuk mengadakan perubahan sehingga dapat lebih
mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan. Pusat perhatian
pengembangan organisasi adalah pada perubahan dan inovasi.
Dari pengertian para ahli Pengembangan Organisasi (PO) dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Pengembangan Organisasi adalah suatu perubahan terencana. Ia selalu
mendasarkan dirinya pada data yang diperlukan dalam proses
penentuan tujuan, penentuan rencana tindak, pelaksanaan dan
pengendaliannya, serta bagi usaha perbaikan rencana perubahan
organisasi tersebut.
2. Pengembangan Organisasi berorientasi kepada persoalan organisasi
dan usaha pemecahannya. Pengembangan organisasi selalu berusaha
memanfaatkan berbagai macam teori yang berasal dari berbagai
cabang keilmuan, termasuk ilmu perilaku, untuk dapat memecahkan
persoalan tertentu dari berbagai macam sudut pandang.
3. Pengembangan Organisasi selalu berusaha menggunakan pendekatan
kesisteman. Pengembangan organisasi selalu bersifat sistematis,
karena selalu berusaha melihat hubungan antara berbagai macam
subsistem yang terdapat dalam organisasi.
4. Pengembangan Organisasi harus selalu merupakan bagian integral dari
proses manajemen. Ia harus merupakan suatu kegiatan yang dapat
Bab 4 Faktor Manusia dalam Perkembangan Organisasi 49

terjadi secara rutin dalam suatu organisasi yang dimaksudkan untuk


dapat mengantisipasi perubahan yang terjadi pada keadaan sekitarnya.
5. Pengembangan Organisasi merupakan usaha yang dilakukan secara
terus menerus. Hal ini berarti bahwa pengembangan organisasi
bukanlah suatu kegiatan yang perlu diadakan secara khusus dan
sewaktu-waktu. Ia harus merupakan pandangan hidup dari setiap
organisasi.
6. Pengembangan organisasi memberikan perhatian utama kepada
peningkatan. Oleh karena itu, pengembangan organisasi bukan hanya
diperlukan bagi organisasi yang sedang ‘sakit’. Penggunaan
pengembangan organisasi perlu juga bagi organisasi yang sudah
merasa sehat, karena di dalamnya terkandung suatu filsafat kerja;
“tidak ada yang terbaik, yang ada hanyalah yang lebih baik’.
7. Pengembangan organisasi berorientasi kepada pelaksanaan.
Pengembangan organisasi selalu berusaha untuk melakukan perbaikan
pada apa yang mungkin diperbaiki, tidak perlu banyak menunggu
sampai persyaratan utamanya hanyalah kesediaan untuk mengadakan
perubahan dan mengalami perubahan.

Pengembangan Organisasi dapat dikatakan sebagai suatu pendekatan dan teknik


dalam melakukan perubahan organisasi. Di dalamnya terkandung suatu proses
dan teknologi untuk menyusun strategi, arah, dan pelaksanaan pengembangan
organisasi secara terencana.
Perubahan adalah membuat sesuatu menjadi berbeda dari keadaan sebelumnya.
Pemahaman umum seperti ini sesuai dengan pendapat Robbins sebagai berikut:
“Perubahan organisasi adalah membuat sesuatu menjadi lain, akan tetapi
pemahaman demikian tidak dapat diterima karena perubahan mesti mempunyai
tujuan, yaitu terjadi perbaikan atau peningkatan (improvement) kinerja
organisasi yang tidak sekedar melakukan perubahan tetapi juga menghasilkan
perbaikan (Mahyuddin, 2021).
Peningkatan produktivitas dan keefektifan organisasi membawa implikasi
terhadap kapabilitas organisasi dalam membuat keputusan berkualitas dengan
melakukan perubahan terhadap struktur, kultur, tugas, teknologi dan sumber
daya manusia. Pendekatan utama terhadap hal ini adalah mengembangkan
organisasi yang dapat memaksimalkan keterlibatan orang dalam melakukan
50 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

pekerjaan yang efektif. Pengembangan organisasi mengukur prestasi suatu


organisasi dari segi efisiensi, efektifitas dan kesehatan:
1. Efisien dapat diukur dengan perbandingan antara masukan dan
keluaran, yang mengacu pada konsep Minimaks (Masukan minimum
dan keluaran maksimum).
2. Efektifitas adalah suatu tingkat prestasi organisasi dalam mencapai
tujuannya artinya kesejahteraan tujuan yang telah ditetapkan dapat
dicapai.
3. Kesehatan organisasi adalah suatu fungsi dari sifat dan mutu hubungan
antara para individu dan organisasi yaitu hubungan yang dinamis dan
adaptabilitas.

Untuk dapat bertahan, organisasi harus mampu mengarahkan warganya agar


dapat beradaptasi dengan baik dan bahkan agar mampu memanfaatkan dampak
positif dari berbagai pembaruan tersebut dengan pengembangan diri dan
pengembangan organisasi. Proses mengarahkan warga organisasi dalam
mengembangkan diri menghadapi perubahan inilah yang dikenal luas sebagai
proses organization development (Pengembangan Organisasi). Berdirinya suatu
organisasi pastilah mempunyai tujuan, pengembangan organisasi merupakan
sarana untuk mencapai tujuan organisasi. Suatu organisasi juga senantiasa dapat
menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Penjelasan oleh Wendell
French, seorang penulis buku Pengembangan Organisasi dalam Sigit, (2003),
bahwa pengembangan organisasi merupakan suatu usaha jangka panjang, bukan
usaha jangka pendek, dalam arti pengembangan organisasi adalah suatu usaha
terus-menerus atau berkelanjutan dan suatu kesediaan untuk melakukan
perubahan secara berkelanjutan.
Sasaran pengembangan organisasi mengarah pada hubungan pribadi yang lebih
efektif antara manajer dan karyawan di semua jenjang organisasi guna
menghapus hambatan-hambatan komunikasi antarpribadi dan kelompok.
Sasaran pengembangan organisasi juga dalam tumbuh berkembangnya iklim
yang ditandai dengan saling percaya dan keterbukaan yang dapat memotivasi
serta menantang anggota organisasi untuk lebih berprestasi. Pengembangan
organisasi juga merupakan bentuk usaha perubahan berencana yang
dikendalikan dan dipimpin oleh top manajemen. Bertujuan untuk meningkatkan
keefektifan kerja dan Kesehatan organisasi. Dalam praktiknya menggunakan
metode intervensi berencana terhadap proses dalam organisasi dengan
Bab 4 Faktor Manusia dalam Perkembangan Organisasi 51

memanfaatkan teori-teori perilaku. Intervensi pengembangan organisasi


dilakukan oleh manajer atau konsultan dengan sasaran individu, kelompok, dan
organisasi.(Devi Yulianti, M.A, Intan Fitri Meutia, 2020).
Tujuan pengembangan organisasi adalah untuk meningkatkan prestasi dan
keefektifan kerja keseluruhan dari seluruh kelompok, departemen dan
organisasi serta menciptakan kesehatan organisasi; memudahkan pemecahan
masalah dalam pekerjaan dan meningkatkan mutu keputusan; mengadakan
perubahan-perubahan yang efektif; dan meningkatkan keterlibatan dengan
tujuan organisasi. Faktor Penyebab Organisasi Harus Berkembang yaitu:
1. Faktor Eksternal (Faktor Lingkungan)
Dalam kenyatannya ada banyak faktor eksternal yang sangat
memengaruhi pengembangan organisasi, dengan organisasi
mempunyai sedikit kemampuan untuk mengendalikan faktor faktor
tersebut. Organisasi bergantung dan harus berinteraksi dengan
lingkungan eksternal bila ingin kelangsungan hidupnya terjaga.
Sumber daya fisik, keuangan, dan manusia didapatkan dari luar, begitu
juga para klien dan langganan bagi barang barang dan jasa organisasi.
Oleh karena itu, segala sesuatu yang tercakup dalam atau merubah
lingkungan dapat memengaruhi organisasi dan menyebabkan tekanan
pengembangan. Pengembangan organisasi terjadi karena adanya
perubahan perubahan dalam berbagai variabel eksternal, seperti
system politik, ekonomi, teknologi, pasar dan nilai-nilai. Beberapa tipe
khusus faktor eksternal penyebab pengembangan dapat dijabarkan
sebagai berikut: kenaikan biaya dan kelangkaan berbagai sumber daya
alam, keamanan karyawan dan peraturan peraturan anti polusi, boikot
pelanggan, tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan pasar tenaga kerja,
tingkat bunga yang tinggi adalah beberapa contoh faktor-faktor
lingkungan yang mengembangkan kehidupan orang baik sebagai
karyawan maupun langganan dalam tahun-tahun terakhir ini. Berbagai
faktor eksternal dari kemajuan teknologi sampai kegiatan kegiatan
persaingan dan perubahan pola kehidupan, dapat menekan organisasi
untuk mengubah tujuan, struktur, dan metode operasinya.
52 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

2. Faktor Internal
Faktor-faktor untuk berkembang bisa juga datang dari organisasi.
Kekuatan-kekuatan perubahan internal ini merupakan hasil dari faktor-
faktor seperti tujuan, strategi, kebijakan manajerial dan teknologi baru,
serta sikap dan perilaku karyawan. Sebagai contoh, keputusan manajer
puncak untuk mengganti tujuan dari pertumbuhan jangka panjang
menjadi pencapaian laba jangka pendek akan memengaruhi
pencapaian tujuan untuk banyak departemen dan bahkan mungkin
memerlukan pengembangan. Pengenalan peralatan otomatik atau
bahkan sekarang robotrobot untuk melaksanaan pekerjaan yang
sebelumnya dilakukan oleh manusia akan menyebabkan
perkembangan-perkembangan dalam layout dan pekerjaan rutin,
program-program latihan dan insentif, kebijaksanaan dan prosedur
personalia. Sikap dan ketidakpuasan karyawan seperti ditunjukkan
dalam tingkat perputaran atau pemogokan, dapat menyebabkan
berbagai pengembangan dalam kebijakan dan praktik manajemen.
Faktor-faktor eksternal dan internal penyebab pengembangan adalah
sering saling berhubungan. Hubungan ini terutama merupakan hasil
pengembangan dalam nilai-nilai dan sikap-sikap yang memengaruhi
orang dalam sistem. Orang-orang dengan berbagai sikap baru
memasuki organisasi dan menyebabkan pengembangan dari dalam.
Sebagai contoh, banyak pengembanganpengembangan seperti
program-program perluasan kerja dan kecenderungan menuju
partisipasi bawahan yang lebih besar dalam pebuatan keputusan,
kesamaan perlakuan terhadap tenaga kerja wanita, keamanan kerja,
kesempatan jabatan yang sama dan perhatian terhadap polusi
menunjukkan tanggapan-tanggapan pada perubahan-perubahan sikap
orang-orang terhadap wewenang dan pengharapan akan kepuasan
kerja (Handoko, 2009).
Bab 4 Faktor Manusia dalam Perkembangan Organisasi 53

5.3 Strategi Pengembangan Organisasi


Modal intelektual kini dirujuk sebagai faktor penyebab sukses (key success
factor) yang penting dan karenanya semakin menjadi suatu pumpunan perhatian
dalam kajian strategi organisasi dan strategi pembangunan. Penyimpulan seperti
ini dibasiskan di atas temuan-temuan tentang kinerja organisasi-organisasi,
khususnya organisasi-organisasi yang padat pengetahuan (knowledge-intensive
organizations) (e.g. lihat Bounfour and Edvinsson 2005). Namun, pengalaman-
pengalaman pada aras mikro organisasi ini kini juga mulai ditransfer pada
konteks kemasyarakatan atau pembangunan pada umumnya. Tema inilah yang
diangkat oleh Bounfour dan Edvinsson dalam Intellectual Capital for
Communities (2005).
Menyikapi alasan modal intelektual didudukkan di tempat strategis dalam
konteks kinerja atau kemajuan suatu organisasi atau masyarakat, mungkin
pertama dapat kita rujuk dari fenomena pergeseran tipe masyarakat dari
masyarakat industrialis dan jasa ke masyarakat pengetahuan. Drucker (2001)
misalnya meramalkan datangnya dan sekaligus mendeskripsikan pergeseran ke
arah era masyarakat pengetahuan (knowledge society) ini dalam bukunya
Manajemen di Tengah Perubahan Besar. Dalam masyarakat tipe ini,
pengetahuan, juga kapabilitas untuk belajar (learning capability), dan tindakan
berinvestasi untuk maksud membangun basis-basis intelektual merupakan
penggerak perubahan yang cepat dalam masyarakat dan karenanya manusia
sebagai pekerja pengetahuan (knowledge worker) menjadi aktor utamanya.
Vitalnya kedudukan pengetahuan dalam tatanan perekonomian dan masyarakat
baru ini sebetulnya telah disuarakan lama oleh Alfred Marshall sejark 1891
dengan mengatakan bahwa pengetahuan adalah mesin produksi yang paling
powerful (dalam Bontis 2005). Penekanan yang sama selanjutnya disampaikan
Schumpeter pada 1934, Hayek pada 1945, dan Machlup pada 1962. Juga,
sejalan dengan konteks revolusi pengetahuanǁ (Auber, 2005) seperti itu, terjadi
juga pergeseran model perekonomian ke arah ekonomi pengetahuan
(knowledge economy), (Bounfour dan Edvinsson 2005, Aubert 2005) atau
ekonomi pembelajaran (learning economy). Perekonomian yang ber- atau
dicirikan pengetahuan memiliki tiga plus satu karakteristik kunci, yakni 1) riset
dan pendidikan, 2) relasi ke pertumbuhan, dan 3) pembelajaran dan kapabilitas,
serta 4) pentingnya perubahan, dominasi struktur yang (lebih) datar, dan modal
sosial. Lembaga-lembaga donor global seperti Bank Dunia juga telah
54 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

mengembangan program yang disebut sebagai Knowledge for Development


untuk mendorong perkembangan negara-negara ke arah knowledge economy.
Kedua, pada tataran mikro perusahaan, tampaknya agak sulit untuk tidak
menyertakan atau mengaitkan perkembangan ini di dalam konteks persaingan
dan pencarian basis keunggulan kompetitif. Wacana kompetisi dan keunggulan
bersaing mengalami pergeseran yang sangat signifikan dalam perkembangan
kajian strategi bisnis dan pembangunan ekonomi. Mulanya dikenal teori
keunggulan absolut dan keunggulan komparatif dalam konteks interaksi
perdagangan atau perekonomian antar wilayah atau internasional. Kemudian
muncul pemikiran briliant dari Michael Porter tentang keunggulan bersaing
(competitive advantage) di era 1980-an. Namun, pandangan Porter kemudian
dianggap tidak mampu menjelaskan secara komprehensif fenomena
keunggulan sebuah organisasi atau negara dari lainnya. Belakangan muncul
aliran baru dalam analisis keunggulan bersaing yang dikenal dengan pendekatan
berbasis sumber daya (resource-based view of the firm/RBV).
Pandangan terakhir ini saya nilai sebagai yang relevan dalam konteks
perekonomian yang kuat dicirikan oleh keunggulan pengetahuan
(knowledge/learning economy) atau perekonomian yang mengandalkan aset-
aset tan-wujud (intangible assets). Fenomena kedua ini (konteks persaingan dan
keunggulan bersaing) dapat dimengerti ketika setiap organisasi berupaya
mencari strategi bersaing dan basis daya saing yang tepat untuk unggul. Konsep
strategi itu sendiri, seperti didefinisikan Barney (2007) adalah berkaitan dengan
teori sebuah organisasi tentang cara berkinerja tinggi dan unggul di dalam
bidang bisnisnya. Dalam wacana pencarian cara untuk unggul (strategi), maka
terjadi pergeseran pandangan dalam memahami strategi. Jika pada model yang
dikembangkan Porter atau disebut pendekatan organisasi industri/OI, strategi
adalah semata soal pemosisian di pasar. Maka kelompok RBV menilai bahwa
nilai ekonomis dan keunggulan kompetitif sebuah organisasi ekonomi terletak
pada kepemilikan dan pemanfaatan secara efektif sumber daya organisasi yang
mampu menambah nilai (valuable), bersifat jarang dimiliki (rare/scarce/unique),
sulit untuk ditiru (imperfectly immitable/hard to copy), dan tidak tergantikan
oleh sumber daya lain (nonsubstitutable), (Barney, 2007). Oleh karena itu,
strategi bersaing harus diletakkan pada upaya-upaya mencari, mendapatkan,
mengembangkan, dan memertahankan sumber daya-sumber daya strategis. Dua
sumber daya strategis yang dimaksud adalah manusia (human capital) dan
organisasi (organizational capital). Dalam istilah yang berbeda, kita dapat
menyandingkannya dengan konsep modal intelektual.(Syamsu Q. Badu &
Bab 4 Faktor Manusia dalam Perkembangan Organisasi 55

Novianty Djafri, 2017). Pada intinya, terjadi perubahan-perubahan signifikan


dalam lingkungan sekitar organisasi yang kemudian telah mendorong makin
relevannya pembicaraan mengenai modal intelektual. Oleh karena itu, tulisan
ini dibuat untuk membahas sejumlah hal di seputar konsep model intelektual ini
untuk membangun pemahaman dan cara pandang terhadapnya, disamping
untuk mendorong diskursus yang lebih jauh atasnya, termasuk untuk
menstimulasi baik riset maupun formulasi strategi dan kebijakan yang relevan.
Beberapa teknik atau strategi yang dapat dipergunakan untuk mengadakan
perubahan dalam pengembangan organisasi yaitu:
1. Survey Feedback
Suatu teknik pengembangan organisasi di mana kuisioner dan
interview digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang masalah
yang terkait dengan organisasi. Informasi ini dibagikan kepada
pekerja, kemudian digunakan sebagai dasar untuk melakukan
perubahan organisasional.
2. Sensitivity Training
Training dilakukan untuk mengembangkan wawasan personal.
Sensitivity training merupakan teknik pengembangan organisasi yang
melakukan peningkatan pemahaman pekerja atas perilaku yang
mereka sendiri dan dampaknya terhadap orang lain.
3. Team Building
Merupakan suatu teknik di mana pekerja mendiskusikan persoalan
yang berhubungan dengan kinerja kelompok kerja mereka. Atas dasar
diskusi ini, masalah spesifik diidentifikasi, ditemukan dan
direncanakan untuk memecahkan dan diimplementasikan.
4. Management by Objective
Merupakan suatu teknik di mana manajer dan bawahannya bekerja
bersama menetapkan, kemudian mencapai tujuan organisasional.
Langkah yang ditempuh adalah dengan pertama, mengembangkan
rencana tindakan, di mana manajer dan bawahan bekerja bersama
menetapkan tujuan yang spesifik dan dapat diukur. Kedua,
mengimplementasikan rencana, di mana progres pencapaian tujuan
secara hati-hati dimonitori dan membuat koreksi yang diperlukan.
56 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

Ketiga, mengevaluasi hasil, di mana dilihat apakah tujuan telah


dicapai.

5.4 Kedudukan Manusia dalam


Organisasi
Manusia adalah faktor utama yang sangat penting dalam setiap organisasi
apapun bentuknya. Ketika manusia memasuki dunia organisasi dan dia
beraktivitas disana, maka itulah awal perilaku manusia yang berada dalam
organisasi itu. Oleh karena persoalan-persoalan manusia senantiasa berkembang
berdasarkan situasi dan kondisi dan semakin sulit dikendalikan, maka persoalan-
persoalan organisasi dan khususnya persoalan perilaku organisasi semakin hari
semakin berkembang (Arifin Tahir, 2014).
Menurut Nawawi (2005) mengemukakan bahwa manusia adalah mahluk
ciptaan Tuhan YME yang kompleks dan unik dan diciptakan dalam integrasi
dua subtansi yang tidak dapat berdiri sendiri. Subtansi pertama disebut tubuh
(fisik/jasmani) sebagai unsur materi, sedangkan subtansi ke dua disebut jiwa
(rohani/psikis) yang bersifat non-materi. Tanpa keterpaduan itu wujudnya
bukan manusia, karena secepat tubuh di tinggalkan jiwa, maka yang tampak
sebagi materi bukan manusia lagi tetapi mayat atau jenazah. Dalam keadaan
seperti itu, tidak satupun fungsi manusiawi yang dapat di jalankannya. Demikian
pula sebaliknya jiwa yang pergi yang meninggalkan tubuh yang disebut roh,
bukan manusia lagi yang tidak mampu yang menjalankan fungsi kemanusiaan
sebagaimana sebelumnya. Selanjutnya dikatakan Nawawi (2007) bahwa dalam
keterpaduan kedua subtansi itu manusia menjalani hidup dan kehidupan yang
kompleks dan unik.
Salah satu keunikannya yang mendasar adalah kehidupannya yang di bekali
dengan hakekat kemanusiaan (manusiawi)yang terdiri dari:
1. Hakikat Individu
Manusia di dalam mengeksistensikan dirinya sebagai individu
selamanya menginginkan untuk diperlakukan sebagai individu. Hal ini
memberikan kesadaran bahwa dirinya selain berbeda, tetapi juga sama
dengan individu yang lain. Setiap individu menyadari identitasnya
Bab 4 Faktor Manusia dalam Perkembangan Organisasi 57

yang tidak sama secara fisik dan psikis dari individu yang lain.
Wajahnya atau bahkan hidung, bibir, mata dan lain-lain sebagian dari
wajahnya tidak pernah sama dengan individu yang lain. Jalan dan gaya
pun tidak sama. Demikian pula kemampuan psikis (jiwa) berupa bakat,
inisiatif, kreatifitas, proses berfikir, sifat-sifat kepribadian (riang,
pemarah, pendiam dan lain-lain) tidaklah sama satu dengan yang lain.
Dalam ketidaksamaan itu, setiap manusia tampil sebagai
individualitas, dan memerlukan perlakuan sesuai individualitasnya
masing-masing. Ini berarti setiap individu tidak menginginkan dirinya
dihargai karena orang lain, tetapi dia menginginkan dihargai karena
dirinya sendiri Dari sisi perlakuan itulah maka setiap manusia
memiliki kesamaan berupa harkat dan martabat sebagai manusia yang
memerlukan di hormati dan di hargai secara wajar dan manusiawi.
Dalam perspektifi inilah maka tidak seorangpun manusia sebagai
individu yang menginginkan perlakuan tidak manusiawi, baik dalam
status atau kedudukan di dalam masyarakat. Misalnya tidak
seorangpun menyukai di caci, dimaki, dan di hina di depan orang
banyak, atau tidak ada yang menyenangi di lecehkan, di curigai, di
abaikan, disisihkan dari pergaulan dan sebagainya.
2. Hakikat Sosialitas
Di dalam beraktivitas sehari-hari di muka bumi ini setiap manusia
sebagai individu memerlukan individu yang lain. Tidak seorang pun
manusia yang dapat hidup sendiri dan menyendiri tanpa interaksi
dengan sesama manusia. Manusia adalah makhluk sosial yang
memiliki hakikat sosialitas (kebersamaan) berupa kecenderungan
untuk berada bersama pada satu tempat dan waktu yang sama dengan
saling berinteraksi. Kecenderungan inilah yang mendorong manusia
hidup berkelompok yang disebut masyarakat. Semakin besar
kelompoknya disebut bangsa, yang merasa bersatu dengan identitas
yang sama atau memiliki kesamaan. Kecenderungan itu dilakukan
manusia juga dengan membentuk kelompok-kelompok yang lebih
kecil, untuk mencapai tujuan bersama dan di sebut organisasi. Dengan
kata lain organisasi sebagai bentuk perwujudan hakikat sosial manusia,
58 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

terbentuk karena sejumlah individu yang memiliki kepentingan yang


sama, bersepakat untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan /cita-cita
yang sama. Kepentingan manusia sangat banyak jenisnya dan
menyentuh seluruh aspek kehidupannya. Salah satu kepentingan
tersebut berkenan dengan aspek kehidupan sosial ekonomi, yang
mendorong manusia membentuk organisasi kerja untuk memperoleh
penghasilan guna memenuhi kebutuhannya. Di antara organisasi itu
yang dominan dalam kehidupan masyarakat moderen di sebut
perusahaan atau badan usaha. Di dalam organisasi itu setiap manusia
yang menjadi anggotanya, selalu berharap dan berusaha untuk dapat
mewujudkan seluruh hakekat kemanusiaanya.
3. Hakikat Moralitas
Pada hakekatnya setiap manusia sebagai individu maka di dalam
beraktivitas di dalam masyarakat menginginkan untuk hidup secara
harmonis bersama individu yang lain. Suatu hal yang tidak bisa
dipungkiri manusia sebagai ciptaan Tuhan YME yang memiliki
hakekat moralitas berupa kecenderungan pada norma-norma dan nilai-
nilai, yang memungkinkan hidup sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai manusia. Kecenderungan pada norma-norma
inilah yang mendasari kemampuan manusia untuk mengenali batas-
batas yang harus dihormati dan di wujudkannya untuk dapat hidup
bersama di dalam masyarakat, termasuk juga dalam bentuk organisasi.
Norma-norma tersebut berkembang dari waktu ke waktu. Usaha untuk
mencari norma sering mencapai tertinggi dan absolut bahkan ada
diantara menjadi suatu kepercayaan yang secara turun temurun
diwariskan pada generasi berikut sehingga menjadi agama nenek
moyangnya. Namun ada pula kelompok lain memperoleh norma bukan
karena usaha pencaharian, tetapi keran petunjuk sang pencipta alam
semesta melalui para Nabi dan Rasul. Norma-norma inilah sengat
besar pengaruhnya dalam aktivitas manusia dan kemanusiaan di dalam
mewujudkan eksistensinya baik dalam hakekat individu maupun
sosialitasnya di dalam berbangsa dan bernegara sebagai perwujudan
suatu organisasi. Ini berarti bahwa terbentuknya suatu organisasi
Bab 4 Faktor Manusia dalam Perkembangan Organisasi 59

dalam hidup dan kehidupan didasari oleh hakekat kemanusiaan,


dengan kata lain bahwa manusia beraktivitas di dalam organisasi
berusaha mengaktualisasian ketiga hakekat kemanusiannya agar
dalam menjalankan hidup dan kehidupannya bersifat manusiawi. Oleh
sebab itu setiap individu di dalam berorganisasi seyogyanya mengenal
eksistensi dirinya agar dia dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaanya.
Pada prinsipnya setiap manusia agar hidup layak berdasarkan hakekat
kemanusiaannya, manusia memiliki kebutuhan (need) yang harus
dipenuhinya.

Menurut Nawawi, (2005) Kebutuhan manusia ada tiga macam yakni: 1)


Kebutuhan fisik/jasmani; 2) Kebutuhan Psikologis dan 3) Kebutuhan Spritual.
Siagian (2003) dalam bukunya Teori dan Praktek Kepemimpinan memandang
manusia dalam perspekstif kepemimpinan dikaitkan dengan kepentingan dan
kebutuhannya. Untuk itu Nawawi menganalisis hakekat kemanusia dari sisi
manusia sebagai makhluk politik, manusia sebagai makhluk ekonomi, manusia
sebagai makhluk sosial dan manusia sebagai makhluk individu.
Untuk itu penjelasannya sebagai berikut:
1. Manusia Sebagai Makhluk Politik;
Tak bisa dipungkiri bahwa setiap manusia beraktivitas dalam
kesehariannya mamupun dalam organisasi memiliki keinginan dan
kepentingan tetentu bahkan kepentingan untuk berkuasa. Itulah
sebabnya mengapa para ilmuan sepakat berpendapat bahwa pada
hakekatnya manusia adalah makhluk politik. Namun demikian apabila
dikatakan bahwa manusia adalah makhluk politikal itu tidak harus
semata-mata di kaitkan dengan pengertia umum tentang politik seperti
diartikulasikan, disosialisasikan dan diperjuangkan oleh organisasi-
organisasi politik. Hal itupun memang termasuk dan bahkan
merupakan manifestasi paling nyata dari kepentingan manusia sebagai
makhluk politik. Karena manusia merupakan mahkluk politik, jelas ia
mempunyai kepentingan dibidang politik. Kepentingan tersebut pada
umumnya tercermin dari keinginannya untuk turut serta-atau
60 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

diikutsertakan dalam menentukan „‟nasibnya‟‟. Dalam kehidupan


bernegara, misalnya, setiap warga Negara ingin turut berperan dalam
kehidupan politik bangsa dan negaranya. Biasanya keinginan tersebut
disalurkannya melalui wakil-wakilnya yang duduk di lembaga-
lembaga perwakilan pada berbagai tingkat, mulai dari lembaga
perwakilan di desa, tingkat local maupun pada tingkat nasional.
2. Manusia Sebagai Makhluk Ekonomi
Tidak dapat disangkal bahwa manusia adalah makhluk ekonomi.
Artinya ia mempunyai beraneka ragam kebutuhan yang bersifat
kebendaan yang ingin dipuaskannya. Pemenuhan kebutuhan yang
bersifat kebendaan itu bukanlah hal yang mudah. Tidak mudah karena
banyak alasan dan pertimbangan, seperti:
a. Kemampuan fisik dan intektual yang terbatas,
b. Persaingan yang ketat antara banyak orang yang menginginkan hal
yang sama atau serupa,
c. Terbatasnya kesempatan untuk memuaskannya,
d. Terbatasnya persediaan barang atau jasa yang dapat digunakan.
Rumitnya usaha pemuasan kebutuhan yang bersifat kebendaan itu
tampak lebih jelas lagi dalam kenyataan bahwa pada ummnya di
dalam diri manusia terdapat keinginan untuk meningkatkan taraf
hidupnya. Keinginan tersebut tercermin pada pendekatan yang
sifatnya kuantitatif didorong oleh keinginan untuk memiliki lebih
banyak hal-hal yang bersifat kebendaan, Sedangkan pendekatan
kualitatif terwujud dalam keinginan memiliki benda-benda
tertentu dengan mutu yang semakin tinggi.
3. Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Secara naluriah manusia adalah makhluk sosial. Telah terbukti bahwa
sejak permulaan eksistensinya manusia menyenangi kehidupan
berkelompok. Dalam lingkungan masyarakat disebut „‟primitif‟‟
sekalipun, manusia adalah makhluk yang senang pada kehidupan
bermasyarakat. Di kalangan masyarakat yang disebut primitif itu hidup
Bersama dalam gua, berburu bersama-sama untuk mencari bahan
makanan dan pakaian adalah bukti-bukti kongkret dari sifat naluriah
Bab 4 Faktor Manusia dalam Perkembangan Organisasi 61

tersebut. Ternyata pula bahwa semakin tinggi tingkat kemajuan yang


di capai oleh manusia, semakin besar pula kebutuhan untuk
membentuk berbagai kelompok. Demikian besarnya kebutuhan itu
hingga semakin modern seseorang semakin banyak pula jenis
organisasi yang dimasukinya sehingga manusia modern dikenal
sebagai manusia organisasional.
4. Manusia Sebagai Makhluk Individu
Berbagai cabang ilmu-ilmu sosial memberi petunjuk bahwa manusia,
disamping sebagai insan ekonomi dan insan sosial, juga tetap
merupakan individu dengan jati diri yang khas. Prinsip tersebut berarti
antara lain bahwa untuk dapat memperlakukan seseorang secara tepat,
perlu pemahaman tentang apa yang disebut sebagai variabel bebas
yang membuat seseorang itu sebagai insan dengan karakteristik yang
khas sifatnya. Pemahaman demikian sangat penting apabila dikaitkan
dengan usaha seseorang pimpinan untuk dapat meramalkan perilaku
para bawahannya dan dengan demikian menjadikannya sebagai
anggota organisasi yang mampu memberikan sumbangsih yang
diharapkan daripadanya. Kemampuan seperti itu merupakan refleksi
efektivitas kepemimpinannya.
62 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi
Bab 5
Iklim Komunikasi Organisasi

5.1 Pendahuluan
Dalam mencapai tujuan organisasi, perusahaan sangat membutuhkan peran
komunikasi dalam perusahaan. Kualitas penyampaian tugas dan pemahaman
Lower dan Middle Management sangat dibutuhkan agar target pencapaian yang
ingin dicapai dapat secara jelas dipahami dan penerapan strategi perusahaan
dapat tercapai. Interaksi yang terjadi antar level organisasi ini akan membentuk
iklim komunikasi organisasi yang baik ataupun yang buruk bergantung pada
upaya pelaku organisasi berperan. Iklim komunikasi bukan menggambarkan
peran individu, namun upaya pembentukan sifat yang dijalankan secara
bersama-sama dan dipelihara serta dilaksanakan oleh setiap level organisasi
dalam mencapai tujuan perusahaan. Dalam mewujudkan iklim komunikasi
tersebut akan mewujudkan pesan dan kejadian yang berkaitan dengan
keseluruhan lingkup perusahaan (Pace and Faules, 1994).
Pembentukan iklim komunikasi di dalam perusahaan akan membentuk pola
sikap dalam seluruh anggota organisasi dalam mengikuti etika dalam berbicara,
bersikap dan mendorong pola berfikir untuk mendukung tujuan organisasi.
64 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

5.2 Leadership Is communication


Menurut Harrison and Muhlberg, (2014), menyatakan bahwa Komunikasi
Kepemimpinan di dalam bisnis yang mana para pemimpin akan menggunakan
pengaruhnya dengan mengkaitkan dengan memberikan pengaruh kepada
anggota organisasi.

Gambar 5.1: Leadership Communication: Source Strategies


Kondisi ini akan diawali di mana para pemimpin akan memfokuskan
pengkomunikasian informasi atas apa yang akan dicapai. Hal ini akan berlanjut
pada kemampuan Followers menerima informasi dan memahami apa yang akan
diharapkan untuk dicapai dan di dalam proses lanjutan maka seluruh anggota
organisasi akan melaksanakan dengan kemampuan terbaik – dengan Bahasa,
semangat, sifat optimis dan seluruh potensi dalam mencapai target organisasi.

5.3 Dimensi Iklim Komunikasi Organisasi


Adapun beberapa dimensi iklim komunikasi dalam organisasi yang diuraikan
pada Pace and Faules, (1994) yang dijelaskan kembali pada Santoso (2021)
yaitu:
1. Kepercayaan
Setiap anggota organisasi berupaya untuk keterkaitan dalam hubungan
di mana di dalamnya terdapat rasa percaya, keyakinan dan komitmen
yang tinggi dan ini diwujudkan dalam pernyataan dan sikap.
2. Membuat Keputusan Bersama
Saat menghadapi problem perusahaan, maka semua level dalam
organisasi diajak berdiskusi dan berkonsultasi dalam memecahkan
Bab 5 Iklim Komunikasi Organisasi 65

berbagai masalah. Semua tingkatan akan berperan dalam proses


pembuatan keputusan dan penentuan tujuan.
3. Kejujuran
Keadaan sistem kerja yang diliputi dengan kejujuran dan keterbukaan
yang menjadi bagian hubungan dengan rekan kerja, kepada bawahan
dan kepada atasan menjadi kekuatan yang besar dalam organisasi
mencapai tujuan.
4. Keterbukaan
Atas berbagai informasi yang berkaitan langsung dengan seluruh
pekerjaan pada setiap level dan tidak mengandung rahasia, maka setiap
pekerja akan memperoleh informasi yang terbuka dan fokus pada
setiap rencana dalam perusahaan untuk dicapai.
5. Mendengar komunikasi ke atas
Setiap informasi dari bawah dapat dikatakan penting dan menjadi
informasi perlu untuk diperhatikan dan hal ini harus menjadi perhatian
untuk setiap level sehingga akan membuka pemikiran atas kondisi
perusahaan secara keseluruhan.
6. Perhatian Pada Tujuan Berkinerja Tinggi
Komitmen yang tinggi harus dimiliki oleh semua anggota pada setiap
tingkatan yang fokus pada upaya pencapaian produktivitas tinggi dan
menekan biaya organisasi.

5.4 Komunikasi Organisasi dan


Perubahan Organisasi
Dalam uraian Romadona and Setiawan (2020) Merujuk pada teori Lewin
mengenai tahap perubahan organisasi yang menjadi pondasi dasar menyusun
strategi perubahan merupakan penjabaran utama (Robbins & Judge, 2017).
Tahapan Lewin menjelaskan mengenai prinsip dasar dari tahapan perubahan
yang akan selalu dialami oleh setiap organisasi yang akan melakukan
perubahan. Setiap tahapan membutuhkan strategi dan rancangan yang matang
dan komprehensif untuk mendapatkan hasil yang optimal, sehingga saling
66 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

berhubungan antara tahapan dan mencapai keberhasilan dari perubahan yang


dituju. Perubahan organisasi meliputi tiga tahapan (Lewin, 1951), yaitu
unfreezing, moving, dan refreezing sebagai proses yang pasti akan dilalui setiap
perubahan organisasi. Setiap organisasi perlu mempersiapkan setiap tahapannya
supaya dapat berjalan dengan baik dan tepat sasaran. Pada tahap unfreezing
sebagai tahap awal melakukan perubahan, diperlukan strategi yang digunakan
untuk mempersiapkan perubahan itu sendiri. Pada tahapan ini diperlukan
pemimpin dan manajer yang mampu mempersiapkan segala sumber daya yang
ada dalam organisasi. Persiapan tersebut bertujuan untuk mendukung proses
perubahan yang berlangsung dan meminimalkan sumber daya yang dianggap
mampu melemahkannya. Pada tahap ini sangat penting peran dan kemampuan
komunikasi pemimpin dan manajemen sebagai strategi komunikasi organisasi.
Hal tersebut untuk menciptakan iklim organisasi yang kondusif dalam
mempersiapkan perubahan itu sendiri. Selain itu juga pada tahap moving
perubahan yang berjalan membutuhkan peran komunikator agar dapat
menyampaikan pesan pimpinan ataupun manajemen sebagai informasi yang
benar dan tepat. Refreezing sebagai tahap akhir dari perubahan, yaitu ketika
perubahan telah terimplementasi dan menuju pengukuhan kembali setelah
semua tata nilai dan perubahan telah tercapai.
Komunikasi yang terjadi dalam suatu organisasi disebut dengan komunikasi
organisasi. Adapun tujuan komunikasi dalam organisasi adalah untuk
membentuk saling pengertian (mutual understanding), sehingga terjadi
kesetaraan kerangka referensi (frame of references) dan kesamaan pengalaman
(fields of experiences) diantara anggota organisasi. Berdasarkan pengalaman
pengalaman komunikasi organisasi yang terjadi, perlahan-lahan akan
membentuk suatu iklim komunikasi organisasi, iklim komunikasi organisasi
merupakan persepsi-persepsi, mengenai pesan dan peristiwa yang berhubungan
dengan pesan yang terjadi dalam organisasi (Pace dan Faules, 2001).
Keberadaan iklim komunikasi organisasi sangatlah penting. Hal ini dikarenakan
iklim komunikasi organisasi dapat memengaruhi cara hidup anggotanya,
kepada siapa berbicara, siapa yang disukai, bagaimana kegiatan kerjanya,
bagaimana perkembangannya, apa yang ingin dicapai dan bagaimana cara
beradaptasi. Pentingnya iklim komunikasi organisasi didasari oleh Redding.
Redding (dalam Pace dan Faules, 2001) bahkan menyatakan bahwa iklim
(komunikasi) organisasi jauh lebih penting daripada keterampilan atau teknik-
teknik komunikasi semata-mata dalam menciptakan suatu organisasi yang
efektif. Selain itu, iklim komunikasi dalam organisasi mempunyai konsekuensi
penting bagi peningkatan motivasi kerja karyawan. Organisasi merupakan suatu
Bab 5 Iklim Komunikasi Organisasi 67

sistem, mengkoordinasi aktivitas dan mencapai tujuan bersama atau tujuan


umum. Sebuah organisasi dituntut untuk mencapai tujuan bersama atau tujuan
umum, sehingga memerlukan adanya suatu penerimaan dan pemaknaan pesan
yang efektif karena organisasi terdiri dari berbagai bagian yang saling
tergantung satu sama lain demikian pula dalam antar satu individu dengan
lainnya. Sebelum mencapai tujuan bersama atau tujuan umum, tiap organisasi
membutuhkan iklim komunikasi organisasi yang baik, nyaman dan kondusif,
karena dapat memberikan dampak yang positif terhadap motivasi kerja
karyawan dalam mencapai tujuan Bersama Terkait dengan korelasi antara iklim
komunikasi organisasi, Pace dan Faules (2001), menyatakan bahwa alasan lain
yang mendukung pentingnya iklim komunikasi organisasi adalah karena
dengan adanya iklim komunikasi organisasi yang kondusif, nyaman dan positif,
maka dipercaya akan meningkatkan motivasi kerja dari para anggota organisasi
atau karyawan perusahaan Susilo Martoyo (2001) mengemukakan bahwa
motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja,
atau dengan kata lain pendorong semangat kerja.

5.5 Komunikasi Organisasi dan Kinerja


Karyawan
Dalam uraian Fadilah, Walandouw and Moelyono, (2014); Melia and
Tamburian, (2019) bahwa Iklim komunikasi organisasi harus dilihat dari
berbagai sisi yaitu pertama komunikasi antara atasan kepada bawahan, kedua
antara karyawan yang satu dengan karyawan yang lain. Hubungan komunikasi
antara atasan dan bawahan juga tidak bisa dilepaskan dari budaya paternalistic
yaitu atasan jarang sekali atau tidak pernah memberikan kepada bawahannya
untuk bertindak sendiri untuk mengambil inisiatif dan mengambil keputusan.
Hal ini disebabkan karena komunikasi yang dilakukan oleh atasan kepada
bawahan bersifat formal di mana adanya struktur organisasi yang jauh antara
atasan dengan bawahan. Sehingga konsekuensi dari perilaku ini bahwa para
bawahannya tidak dimanfaatkan sebagai sumber informasi, ide, dan saran.
Selanjutnya hasil penelitian ini dikaitkan dengan teori yang digunakan adalah
teori iklim komunikasi organisasi, teori ini dikemukakan oleh (M.Goldhaber,
1995) dalam buku organizational communication ini menunjukkan suatu
pandangan umum yang sangat menarik mengenai konsep-konsep system dari
68 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

organisasi, pemikiran terbesar mereka menempatkan komunikasi sebagai pusat


dari struktur organisasi.
Salah satu sumber daya penting dalam iklim komunikasi organisasi adalah
informasi dalam kaitannya dengan penelitian maka teori iklim komunikasi yang
memfokuskan pada informasi dan adanya kerja sama dalam suatu system
organisasi di mana karyawan Manado post dalam meningkatkan kinerja
memerlukan informasi dan kerja sama diantara karyawan agar tujuannya dapat
tercapai dengan mendapatkan keuntungan perusahaan jika kinerja atau hasil
yang dicapai karyawan sesuai dengan yang diharapkan.

5.6 Komunikasi Organisasi dan


Perubahan Alur Komunikasi
Dennis dalam Arni (2005) merumuskan iklim komunikasi sebagai suatu
kualitas yang dialami secara subjektif yang menerangkan persepsi para anggota
tentang pesan dan peristiwa yang berhubungan dengan pesan yang terjadi dalam
organisasi. Dengan demikian maka prinsip dasar iklim komunikasi adalah
persepsi kognitif dan afektif individu mengenai organisasi yang memengaruhi
perilakunya dalam organisasi, termasuk di dalamnya adalah motivasi kerja
pegawai. Iklim Komunikasi merupakan gabungan dari persepsi-persepsi suatu
evaluasi makro mengenai peristiwa komunikasi, perilaku manusia, respons
pegawai terhadap pegawai lainnya, harapan-harapan, konflik-konflik antar
persona, dan kesempatan bagi pertumbuhan dalam organisasi tersebut (Jaelani
and Yuliatin, 2021).
Komunikasi ke bawah ialah komunikasi yang berlangsung antara personel yang
satuan kerjanya tinggi kepada personel yang satuan kerjanya lebih rendah.
Bentuk komunikasi ke bawah dapat berupa instruksi kerja, hal ini karena
pimpinan mempunyai hak dalam memberikan prosedur kerja, instruksi pegawai
dalam melaksanakan tugasnya, baik secara formal maupun informal, semua ini
berdasarkan tugas dan struktur organisasi yang ada di sekolah (Handoko, 2003).
Pada indikator Nilai mendengarkan dalam komunikasi ke atas, personel di setiap
tingkat dalam organisasi harus mendengarkan saran-saran atau laporanlaporan
masalah yang dikemukakan personel di setiap tingkat bawahan dalam
organisasi, secara berkesinambungan dan dengan pikiran terbuka. Dan indikator
Perhatian pada tujuan-tujuan berkinerja tinggi, personel di semua tingkat dalam
Bab 5 Iklim Komunikasi Organisasi 69

organisasi harus menunjukan suatu komitmen terhadap tujuan-tujuan berkinerja


tinggi-produktivitas tinggi, kualitas tinggi, biaya rendah-demikian pula
menunjukan perhatian besar pada anggota organisasi lainnya.
Komunikasi vertikal dibutuhkan dalam lingkungan sekolah, komunikasi ini
terdiri dari komunikasi keatas dan kebawah, Menurut Pace dan Faules (2006)
Komunikasi ke atas dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir
dari tingkat yang lebih rendah (bawahan) ke tingkat yang lebih tinggi (penyelia).
Menurut (Pace dan Faules, 2006) Komunikasi kebawah dalam sebuah
organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi
kepada mereka yang berotoritas lebih rendah. Tidak hanya komunikasi vertikal,
dalam lingkungan sekolah demi terjalinnya alur komunikasi yang baik
dibutuhkan komunikasi horizontal dan komunikasi diagonal. Komunikasi
horizontal terdiri dari penyampaian informasi di antara rekan-rekan sejawat
dalam unit kerja yang sama. Unit kerja meliputi individu-individu yang
ditempatkan pada tingkat otoritas yang sama dalam organisasi dan mempunyai
atasan yang sama. Sama hal nya dengan lingkungan sekolah informasi harus
terus mengalir baik dari guru ke guru atau pegawai lainnya. Sedangkan di
lingkungan sekolah komunikasi diagonal adalah komunikasi yang memotong
secara menyilang rantai perintah organisasi. Komunikasi diagonal melibatkan
komunikasi antara dua tingkat organisasi yang berbeda (FARIHA and
WURYANTA, 2020).

5.7 Komunikasi Organisasi dan


Kepuasan Komunikasi
Pada asumsi teori informasi organisasi, dikatakan bahwa organisasi manusia ada
dalam sebuah lingkungan informasi. Artinya anggota organisasi saling terlibat
dalam pemrosesan informasi untuk mencapai tujuan organisasi. Perubahan
susunan organisasi tata kerja pada lingkungan pemerintah secara tidak langsung
berdampak pada lingkungan informasi yang terjadi dalam organisasi dan pada
kaitannya berdampak pula pada iklim komunikasi yang diciptakan. Menurut
Pace dan Faules, iklim komunikasi organisasi berhubungan dengan kepuasan
komunikasi organisasi. Keadaan internal disini mengacu kepada lingkungan
internal organisasi, yang erat kaitannya dengan iklim komunikasi organisasi.
Kepuasan berfokus pada konsep individu dan konsep mikro, artinya individu
70 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

dalam organisasi berusaha mengevaluasi secara pribadi atas lingkungan internal


yang dirasakannya dalam organisasi. Sederhananya, kepuasan merupakan
perbandingan atas apa yang anggota organisasi harapkan dari segi komunikasi
organisasi dengan apa yang ia terima atau rasakan. Konsep kepuasan juga
memiliki keterikatan dengan konsep kenyamanan. Untuk dapat saling terlibat
dalam pemrosesan informasi, sebuah organisasi membutuhkan iklim
komunikasi yang baik untuk mencapai keseimbangan bagi individu maupun
organisasi, sehingga nantinya akan menghasilkan kepuasan komunikasi. Ketika
karyawan merasa puas maka akan lebih mudah bagi dirinya untuk memberikan
kinerja secara maksimal, sehingga akan berdampak pada efektivitas organisasi.
Maka dari itu hasil dari penelitian yang telah dilakukan dengan beberapa metode
yang dipakai tersebut yaitu dapat di tarik kesimpulannya adalah Iklim
komunikasi organisasi yang terdiri dari kepercayaan, pembuatan keputusan
Bersama, kejujuran, keterbukaan dalam komunikasi ke bawah, mendengarkan
dalam komunikasi ke atas, dan perhatian pada tujuan-tujuan berkinerja tinggi,
secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kepuasan komunikasi. Tinggi
rendahnya iklim komunikasi organisasi akan memengaruhi tinggi rendahnya
kepuasan komunikasi. Semakin baik iklim komunikasi organisasi maka
semakin baik kepuasan komunikasi yang dirasakan oleh pegawai. Hasil
penelitian mengenai pengaruh iklim komunikasi organisasi terhadap kepuasan
komunikasi sudah memiliki pengaruh yang cukup besar (Sianturi, Wahyudin
and Suryana, 2019).
Bab 6
Tipe dan Gaya Kepemimpinan

6.1 Pendahuluan
Setiap perusahaan pasti mengalami pertumbuhan dan persaingan bisnis.
Tumbuh kembangnya perusahaan tergantung kepada kemampuan perusahaan
dalam menghadapi kompleksitas permasalahan. Dalam menghadapi
permasalahan yang kompleks ini diperlukan seorang pemimpin yang
berkualitas karena keberadaan pemimpin merupakan unsur penentu
pengembangan suatu perusahaan, berhasil atau gagalnya dan tumbuh
kembangnya perusahaan ditentukan oleh kualitas gaya kepemimpinan (Lie,
2019).
Kepemimpinan merupakan usaha mempengaruhi dan memotivasi individu
guna menyelesaikan tujuan (Gibson, 2012). Dalam hal ini kepemimpinan
berperan menjadi agen perubahan untuk mengubah sikap dan perilaku serta
memotivasi setiap individu dalam perusahaan untuk mencapai tujuan
perusahaan. Sejalan dengan pendapat (Schermerhorn, 2011) yang menyatakan
bahwa kepemimpinan merupakan suatu proses dalam mempengaruhi orang lain
sekaligus memfasilitasi usaha individual dan kolektif dalam mencapai sasaran
bersama. Jadi kepemimpinan menggambarkan kemampuan seseorang dalam
mempengaruhi, memberikan motivasi sekaligus memfasilitasi individu atau
kelompok dalam perusahaan untuk memberikan kontribusi bagi tercapainya
tujuan dan sasaran perusahaan.
72 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

Pemimpin selaku pengelola sumber daya manusia dalam perusahaan tidak


hanya mampu mempengaruhi dan memotivasi, namun juga dituntut harus
mampu bekerja sama, menjaga hubungan yang harmonis dan meminimalisir
terjadinya konflik dalam kelompok kerja dalam perusahaan dalam mencapai
tujuan dan sasaran perusahaan. Keberadaan seorang pemimpin sangat
menentukan dan mempengaruhi tercapainya tujuan perusahaan. Karena itu tidak
semua orang bisa menjadi pemimpin karena menjadi seorang pemimpin tidak
semudah yang dibayangkan. Begitu beratnya beban, tugas dan tanggung jawab
yang harus diemban oleh seorang pemimpin.
Seorang pemimpin yang hebat tidak lahir begitu saja. Seorang pemimpin yang
hebat ketika dilahirkan telah mewarisi bakat dan sifat layaknya seorang
pemimpin dan mengembangkan bakat kepemimpinannya melalui pendidikan
dan pengalaman selama menjalankan tugas kepemimpinan sehingga mampu
memecahkan masalah yang dihadapi melalui pengambilan keputusan yang tepat
(Chaniago, 2017)(Greenberg, 2003). Pemimpin yang hebat memiliki keunikan
tersendiri dalam menjalankan kepemimpinannya. Keunikan itulah yang disebut
dengan gaya kepemimpinan yang membedakannya dengan pemimpin lainnya
karena masing-masing pemimpin memiliki gaya tersendiri dalam menjalankan
kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan yang digunakan akan mempengaruhi
keberhasilan tercapainya tujuan perusahaan.

6.2 Lahirnya Pemimpin


Pemimpin sebagai pengelola sumber daya manusia dalam perusahaan memiliki
beban, tugas dan tanggung jawab yang begitu berat. Karena itu tidak semua
orang bisa menjadi pemimpin. Seorang pemimpin yang hebat tidak lahir begitu
saja. Lahirnya seorang pemimpin yang hebat dapat dilihat dari berbagai teori
kepemimpinan.
Suherman (2019); Harrison (2018); Lie (2019) menyatakan bahwa pemimpin
yang hebat lahir berdasarkan:
1. Teori Genetis
Teori ini menyatakan bahwa leaders are born and not made. Pemimpin
lahir karena warisan bakat lahiriah layaknya seorang pemimpin.
Dalam situasi apapun, kapanpun dan dimanapun, ia akan menjadi
Bab 6 Tipe dan Gaya Kepemimpinan 73

pemimpin karena ia dilahirkan dengan takdir untuk menjadi seorang


pemimpin.
2. Teori Sosial
Teori ini menyatakan bahwa leaders are made and not born. Pemimpin
lahir karena melalui proses pendidikan. Melalui pendidikan, ia
dibentuk, dilatih dan dibimbing untuk dipersiapkan menjadi seorang
pemimpin yang hebat.
3. Teori Ekologis
Teori ini merupakan gabungan dari teori genetis dan teori sosial.
Pemimpin lahir karena telah mewarisi bakat lahiriah layaknya seorang
pemimpin dan mengembangkan bakat kepemimpinannya melalui
proses pendidikan sehingga mendapatkan pengetahuan tentang
kepemimpinan dan mendapatkan pengalaman dari proses pendidikan
tersebut.

Menurut Chaniago (2017) menyatakan bahwa pemimpin yang hebat lahir


berdasarkan:
1. Teori Genetis
Menurut teori ini, pemimpin lahir karena telah ditakdirkan menjadi
pemimpin karena memiliki bakat kepemimpinan sejak dilahirkan.
Secara lahiriah telah mewarisi sifat-sifat kepemimpinan sehingga
dimanapun dan kapanpun ia akan menjadi pemimpin karena telah
ditakdirkan sejak dilahirkan untuk menjadi seorang pemimpin.
2. Teori Sosial
Menurut teori ini, pemimpin lahir karena diciptakan bukan karena
sejak lahir telah ditakdirkan menjadi seorang pemimpin. Diciptakan
dalam arti seorang menjadi pemimpin karena mendapatkan pendidikan
dan pengalaman kepemimpinan sehingga mampu mengambil
keputusan terbaik guna memecahkan permasalahan yang dihadapi.
3. Teori Ekologis
Menurut teori ini, pemimpin lahir karena sudah ditakdirkan menjadi
pemimpin sejak dilahirkan dan bakat tersebut dikembangkan dengan
diberi pendidikan kepemimpinan sehingga mendapatkan pengalaman
74 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

kepemimpinan yang cukup dalam menjalankan tugas


kepemimpinannya.
4. Teori Trait
Menurut teori ini, pemimpin lahir bukan karena ditakdirkan sejak
dilahirkan ataupun karena mendapat pendidikan kepemimpinan.
Tetapi seorang pemimpin mewarisi sifat-sifat seorang pemimpin yaitu
memiliki kepercayaan diri, bersikap empati, berambisi, kemampuan
mengontrol diri dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.
5. Teori Situasional
Menurut teori ini, pemimpin lahir diakibatkan situasi yang berbeda
antara kebutuhan dengan lingkungan. Artinya pemimpin mampu
menyesuaikan diri dengan pendekatan-pendekatan yang tepat dalam
menyelesaikan permasalahan di masing-masing situasi yang berbeda.

Seorang pemimpin yang hebat ketika dilahirkan telah mewarisi bakat dan sifat
layaknya seorang pemimpin dan mengembangkan bakat kepemimpinannya
melalui pendidikan dan pengalaman selama menjalankan tugas kepemimpinan
sehingga mampu memecahkan masalah yang dihadapi melalui pengambilan
keputusan yang tepat Chaniago (2017); Greenberg (2003).

6.3 Jenis Kepemimpinan


Dalam sebuah perusahaan terdapat hubungan formal dan hubungan informal
diantara kelompok kerja. Oleh karena itu dalam hubungan formal dan hubungan
informal dalam perusahaan terdapat kepemimpinan formal dan kepemimpinan
informal. Kepemimpinan formal merupakan kepemimpinan yang secara resmi
dan legal diangkat untuk menduduki jabatan kepemimpinan dalam perusahaan.
Hal ini terlihat dari struktur organisasi yang mengatur hierarki tugas, wewenang
dan tanggung jawab masing-masing jabatan dalam perusahaan. Seorang
pemimpin formal yang diangkat untuk menduduki jabatan tertentu dalam
perusahaan harus menyadari dan mewaspadai permasalahan yang akan dihadapi
karena akan terjadi perubahan baik internal ataupun eksternal perusahaan.
Karena itu, pemimpin formal harus selalu mengantisipasi perubahan-perubahan
yang terjadi baik perubahan internal ataupun perubahan eksternal melalui
penyesuaian dan pendekatan-pendekatan yang sesuai.
Bab 6 Tipe dan Gaya Kepemimpinan 75

Perubahan-perubahan yang harus diantisipasi pemimpin formal dan pemimpin


informal mencakup lima bidang yaitu (Chaniago, 2017):

Gambar 6.1: Perubahan Kepemimpinan Formal dan Informal (Chaniago,


2017)
1. Perubahan Pengetahuan, Informasi dan Teknik Informasi
Pemimpin harus mengantisipasi dan menyesuaikan perubahan
pengetahuan, informasi dan teknik informasi yang cepat dalam
pengambilan keputusan untuk memecahkan permasalahan yang
dihadapi.
2. Perubahan Kepemimpinan
Pemimpin yang hebat sekalipun tidak akan mampu menjalankan tugas
kepemimpinannya seorang diri. Pemimpin akan mendelegasikan tugas
kepemimpinannya kepada bawahan terutama hal yang memerlukan
keahlian spesifik tertentu untuk menyelesaikannya. Karena itu akan
terjadi perubahan sendiri dalam kepemimpinan.
3. Perubahan Lingkungan
Pemimpin harus memiliki kemampuan untuk berbaur dan bekerja
sama dalam lingkungannya. Jika tidak demikian, pemimpin akan
tersingkir dari lingkungannya. Untuk itu pemimpin harus senantiasa
melakukan penyesuaian dan pendekatan yang sesuai karena
permasalahan akan terus menerus muncul seiring semakin lamanya
proses kerja sama dalam lingkungannya.
76 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

4. Perubahan Isu dan Permasalahan


Isu dan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu akan berbeda
dengan masa sekarang. Dan permasalahan yang dihadapi masa
sekarang juga akan berbeda dengan permasalahan masa yang akan
datang. Isu dan permasalahan yang dimaksud misalnya dalam hal
pengelolaan sumber daya manusia. Di masa lalu, pengelolaan sumber
daya manusia tidak akan sama dengan masa sekarang yang lebih
kompleks karena tidak hanya mencakup kualifikasi pendidikan tetapi
mencakup kompetensi tertentu untuk memasuki dunia kerja.
5. Perubahan dalam Tingkat Perubahan
Pemimpin harus jeli dalam menghadapi perubahan dalam tingkat
perubahan karena tidak bisa disamakan perubahan yang terjadi di
negara maju dengan di negara berkembang. Tidak bisa dipungkiri
perubahan-perubahan yang terjadi di negara maju sangat cepat dan
drastis, tapi bukan berarti pemimpin di negara berkembang harus
memaksakan diri mengikuti perubahan yang terjadi di negara maju.
Hal tersebut tidak bisa dilakukan mengingat banyak faktor lain yang
mempengaruhi perubahan-perubahan dalam suatu negara termasuk di
dalamnya budaya. Budaya di negara berkembang contohnya di
Indonesia tidak sama dengan budaya negara maju (negara barat). Ada
hal-hal tertentu yang masih dianggap tabu di negara Indonesia tetapi
di negara barat menganggap hal itu hanya biasa. Untuk itu tidak bisa
dipaksakan perubahan-perubahan di negara barat diikutkan di negara
Indonesia.

Sementara kepemimpinan informal merupakan kepemimpinan yang tidak


diangkat secara resmi untuk menduduki jabatan kepemimpinan dalam
perusahaan, namun diakui secara nyata dan diterima sebagai pemimpin dalam
kelompok kerja tertentu. Kepemimpinan informal tidak terlihat di struktur
organisasi namun diangkat berdasarkan pengakuan banyak orang dan diterima
sebagai pemimpin serta diikuti oleh banyak pengikut secara sukarela. Pemimpin
informal biasanya diakui oleh pengikutnya dikarenakan peranan sosial
pemimpin informal yang dipengaruhi oleh statusnya dalam masyarakat
misalnya (1) keturunan; (2) kekayaan; (3) partisipasi sosial dalam masyarakat;
(4) pendidikan; dan (5) ciri biologis (Chaniago, 2017).
Bab 6 Tipe dan Gaya Kepemimpinan 77

Seorang pemimpin informal tidak akan diterima begitu saja oleh pengikutnya.
Seorang pemimpin informal akan diakui dan diterima secara sukarela oleh
pengikutnya karena didasarkan beberapa kriteria (Lie, 2019) yaitu:
1. Kemampuan memikat hati orang lain.
2. Kemampuan membina hubungan yang harmonis dengan orang lain.
3. Menguasai makna tujuan organisasi yang akan dicapai.
4. Menguasai implikasi pencapaian melalui kegiatan operasional.
5. Memiliki keahlian khusus yang tidak dimiliki oleh orang lain.

Baik pemimpin formal ataupun pemimpin formal harus dijalankan oleh seorang
yang memiliki sifat kepemimpinan di samping kompetensi khusus yang tidak
dimiliki oleh orang lain karena menjadi seorang pemimpin tidaklah mudah
mengingat beratnya tugas dan tanggung jawab pemimpin termasuk beban yang
harus dipikul seorang pemimpin karena keberhasilan dan kegagalan perusahaan
berada di tangan pemimpin.
Perbedaan antara pemimpin formal dan pemimpin informal terlihat dari
pengakuan pengikut-pengikutnya sebagai pemimpin. Seorang pemimpin formal
belum tentu akan diterima sebagai pemimpin oleh bawahannya sekalipun
diangkat secara legal oleh perusahaan. Sebaliknya seorang pemimpin informal
diterima secara sukarela oleh pengikutnya dan diakui sebagai pemimpin
sekalipun tidak diangkat secara legal oleh perusahaan untuk menduduki jabatan
tertentu dalam perusahaan. Secara terperinci perbedaan antara pemimpin formal
dan pemimpin informal dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6.1: Perbedaan Pemimpin Formal dan Pemimpin Informal. Sumber:
(Chaniago, 2017)
No Pemimpin Formal Pemimpin Informal
1. Dipilih secara legal oleh Tidak dipilih secara legal oleh
perusahaan sebagai pemimpin perusahaan sebagai pemimpin
2. Pihak berwenang dalam Kelompok tertentu dalam
perusahaan formal yang masyarakat atau perusahaan yang
menunjuk sebagai pemimpin menunjuk sebagai pemimpin
3. Belum tentu diakui Diakui secara langsung oleh
kepemimpinannya oleh pengikutnya dan dengan sukarela
bawahan sehingga perlu menjadi bawahannya
mengafirmasi kedudukanya
78 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

sebagai pemimpin dalam


perusahaan
4. Mendapat dukungan dari Tidak mendapat dukungan dari
organisasi formal dalam organisasi formal dalam
menjalankan tugas menjalankan tugas kepemimpinan
kepemimpinan terutama dalam
hal pengambilan keputusan
5. Berstatus sebagai pemimpin Berstatus sebagai pemimpin
formal selama masa informal selama kelompok yang
pengangkatan oleh pihak dipimpin mengakui, menerima dan
berwenang berlaku mengakui kepemimpinannya
6. Diberi balas jasa oleh Tidak mendapat balas jasa atau
perusahaan yang menunjuknya materi lainnya
sebagai pemimpin berupa balas
jasa dan materi lainnya sesuai
dengan jabatannya
7. Bisa mendapat promosi Tidak mendapat promosi kenaikan
kenaikan jabatan berdasarkan jabatan
kinerjanya
8. Dapat dimutasikan oleh Tidak dapat dimutasikan
organisasi sesuai kebutuhan
organisasi
9. Memiliki atasan dan Tidak memiliki atasan formal
bertanggung jawab kepada
atasan
10. Adanya persyaratan formal Tidak ada persyaratan formal yang
yang harus dipenuhi sebelum harus dipenuhi
pengangkatan
11. Akan mendapat sanksi dari Tidak mendapat sanksi dari
organisasi formal bilaorganisasi formal tetapi mendapat
melakukan kesalahan sanksi dari kelompok yang
mendukungnya berupa tidak adanya
lagi pengakuan dan dukungan dari
kelompoknya
12. Kepemimpinan harus Kepemimpinan dijalankan di saat
dijalankan selama masa diperlukan
pengangkatan berlaku
Bab 6 Tipe dan Gaya Kepemimpinan 79

6.4 Tipe Kepemimpinan


Masing-masing pemimpin memiliki tipe kepemimpinannya sendiri. Berikut
beberapa tipe gaya kepemimpinan yaitu (Lie, 2019) (Mattayang, 2019):
1. Kepemimpinan Demokratis
Kepemimpinan demokratis merupakan pemimpin yang menjalankan
kepemimpinannya secara demokratis. Artinya pemimpin memberikan
kebebasan kepada bawahannya untuk menyatakan pendapat sehingga
keputusan yang diambil merupakan hasil keputusan bersama. Adanya
kerja sama secara timbal balik antara pemimpin dengan bawahannya,
pimpinan mampu menciptakan suasana kerja yang harmonis sehingga
produktivitas kerja juga tinggi.
2. Kepemimpinan Militeristis
Kepemimpinan militeristis memiliki ciri-ciri:
a. Menggunakan perintah sebagai alat utama untuk menggerakkan
bawahan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
b. Sering kali menggunakan pangkat dan jabatannya.
c. Menggerakkan bawahannya secara formal.
d. Menuntut kedisiplinan yang tinggi dan kepatuhan yang mutlak
dari bawahannya.
e. Tidak menerima saran, kritik dan masukan dari bawahan.
f. Melaksanakan upacara untuk berbagai kegiatan.
3. Kepemimpinan Paternalistis
Kepemimpinan paternalistis merupakan pemimpin yang bersifat
kebapaan dalam mempengaruhi bawahan dalam mencapai tujuan.
Kepemimipnan paternalistis memiliki ciri-ciri:
a. Selalu memandang bawahannya bukan pribadi yang dewasa.
b. Selalu melindungi bawahannya.
c. Jarang adanya pelimpahan wewenang kepada bawahan sehingga
jarang melibatkan bawahannya dalam hal pengambilan keputusan.
d. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berkreasi.
e. Selalu menganggap dirinya paling tahu.
4. Kepemimpinan Karismatik
80 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

Kepemimpinan karismatik biasanya memiliki daya memikat hati


yang tinggi sehingga mempunyai pengikut yang sangat banyak.
5. Kepemimpinan Otoritas
Kepemimpinan otoritas merupakan pemimpin yang menjalankan
kepemimpinannya secara otoriter. Pemimpin otoriter umumnya
bersifat kaku dalam menjalankan kepemimpinannya. Pemimpin
otoriter memberikan tugas dan petunjuk tanpa berkonsultasi dengan
bawahannya terlebih dahulu.

6.5 Gaya Kepemimpinan


Gaya kepemimpinan biasa dikenal dengan style of leadership tiap pemimpin
berbeda dalam menjalankan kepemimpinannya. Masing-masing pemimpin
memiliki karakteristik atau ciri khas tersendiri, itulah yang disebut dengan gaya
kepemimpinan yang menunjukkan gaya tersendiri pimpinan yang
membedakannya dengan pimpinan lainnya.
Gaya kepemimpinan dapat dibedakan menjadi (Mattayang, 2019):
1. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan demokratis merupakan kemampuan
mempengaruhi orang lain agar mau bekerja sama dalam mencapai
tujuan melalui strategi dan metode yang ditetapkan oleh pimpinan
bersama dengan bawahannya.
Ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis yaitu:
a. Pemimpin memiliki wewenang yang sifatnya tidak mutlak.
b. Pemimpin dengan sukarela melimpahkan sebagian wewenang
kepada bawahannya.
c. Kebijakan diambil berdasarkan hasil keputusan antara pimpinan
bersama dengan bawahannya.
d. Komunikasi yang berlaku adalah komunikasi dua arah antara
pimpinan ke bawahan dan antara bawahan ke pimpinan.
e. Pemimpin melakukan pengawasan terhadap bawahan secara
wajar.
Bab 6 Tipe dan Gaya Kepemimpinan 81

f. Ide dapat berasal dari pimpinan ataupun bawahan.


g. Pemimpin memberikan kesempatan bagi bawahan untuk
menyampaikan pendapat dan memberikan saran.
h. Pimpinan mendelegasikan tugas kepada bawahan berdasarkan
permintaan bukan bersifat instruksi.
i. Pimpinan dan bawahan membina sikap saling percaya dan saling
menghormati.
2. Gaya Kepemimpinan Delegatif
Gaya kepemimpinan delegatif merupakan gaya kepemimpinan dimana
pimpinan mendelegasikan wewenang kepada bawahannya yang dinilai
memiliki kemampuan dan motivasi yang tinggi untuk menyelesaikan
tugas yang tidak bisa dilakukan oleh pimpinan dengan berbagai alasan.
Ciri-ciri gaya kepemimpinan delegatif yaitu:
a. Pemimpin jarang memberikan arahan dan langsung
mendelegasikan wewenang kepada bawahan untuk mengambil
keputusan.
b. Bawahan dituntut harus mampu menyelesaikan permasalahan
secara mandiri.
c. Pemimpin lebih banyak memberikan dukungan kepada
bawahannya.
3. Gaya Kepemimpinan Birokratis
Gaya kepemimpinan birokratis menunjukkan kepempimpinan yang
taat pada peraturan. Pemimpin birokratis bersifat tidak fleksibel
artinya pemimpin akan mengambil keputusan berdasarkan aturan yang
berlaku. Pemimpin memberikan kebebasan sedikit kepada
bawahannya dalam bertindak namun tetap berpedoman pada ketentuan
yang berlaku.
Ciri-ciri gaya kepemimpinan birokratis yaitu:
a. Pemimpin berperan dalam pengambilan keputusan dan
memberikan perintah bagi bawahan untuk melaksanakannya.
b. Pemimpin menentukan standar kinerja bagi bawahan dalam
melaksanakan tugasnya.
82 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

c. Bawahan yang tidak menjalankan tugas sesuai standar kinerja


akan diberi sanksi.
d. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire

Gaya kepemimpinan laissez faire merupakan kepemimpinan yang


memberikan kebebasan sepenuhnya bagi bawahannya dalam pengambilan
keputusan.
Ciri-ciri gaya kepemimpinan laissez faire yaitu:
a. Pimpinan mendorong bawahannya agar lebih berinisiatif.
b. Pimpinan kurang berinteraksi dan melakukan pengawasan
terhadap bawahannya.
c. Bawahan memiliki kompetensi dan keyakinan yang tinggi dalam
mencapai tujuan dan sasaran perusahaan.
4. Gaya Kepemimpinan Otoriter
Gaya kepemimpinan otoriter merupakan kepemimpinan yang secara
penuh membuat kebijakan dan mengambil keputusan. Dalam hal ini
bawahan hanya melaksanakan tugas yang diberikan pemimpin otoriter
sesuai kehendaknya dan bawahan sama sekali tidak diberi kesempatan
untuk berinisiatif.
5. Gaya Kepemimpinan Karismatik
Pemimpin karismatik mampu memikat hati banyak orang. Pemimpin
karismatik biasanya bersifat visioner artinya pemimpin senang adanya
perubahan dan tantangan.
6. Gaya Kepemimpinan Diplomatis
Gaya kepemimpinan diplomatis mampu menempatkan perspektifnya.
Artinya pemimpin mampu melihat sisi keuntungan dirinya dan
keuntungan lawannya sekaligus. Pemimpin diplomatis mampu
menerima tekanan yang tidak mampu diterima oleh bawahannya.
7. Gaya Kepemimpinan Moralis
Pemimpin dengan gaya kepemimpinan moralis biasanya bersikap
hangat dan sopan terhadap semua orang. Pemimpin moralis sangat
berempati terhadap permasalahan yang dihadapi bawahannya. Namun
pemimpin dengan gaya kepemimpinan moralis memiliki emosi yang
Bab 6 Tipe dan Gaya Kepemimpinan 83

tidak stabil, kadang terlihat sedih, mengerikan, menyenangkan ataupun


bersahabat.
8. Gaya Kepemimpinan Administratif
Pemimpin dengan gaya kepemimpinan administratif kurang inovatif
dan sangat kaku terhadap aturan. Pemimpin dengan gaya ini cenderung
takut mengambil risiko sehingga cenderung mengambil langkah aman.
9. Gaya Kepemimpinan Analitis
Pemimpin dengan gaya kepemimpinan analitis umumnya membuat
keputusan berdasarkan hasil analisis terhadap semua informasi yang
diperoleh sehingga terkesan lebih menggunakan logika. Pemimpin
akan berorientasi hasil melalui perincian rencana jangka panjang.
10. Gaya Kepemimpinan Entrepreneur
Pemimpin dengan gaya kepemimpinan entrepreneur cenderung suka
mencari pesaing dan membuat standar yang tinggi sehingga lebih
berorientasi pada hasil akhir dan kurang memperhatikan kebutuhan
akan kerja sama.
11. Gaya Kepemimpinan Visioner
Pemimpin dengan gaya kepemimpinan visioner memberikan arahan
dan makna kerja dan usaha kepada para anggota berdasarkan visi yang
jelas agar dapat dijalankan bersama-sama.
12. Gaya Kepemimpinan Situasional
Pemimpin dengan gaya kepemimpinan situasional akan menerapkan
gaya kepemimpinan yang berbeda-beda tergantung pada tingkat
kesiapan bawahannya.
13. Gaya Kepemimpinan Militeristik
Pemimpin dengan gaya kepemimpinan militeristik cenderung
bertindak diktator terhadap bawahannya. Pemimpin bersikap kaku dan
terkesan kurang bijaksana, menuntut disiplin yang tinggi dari
bawahannya dan tidak menerima saran dan kritik dari bawahannya
sehingga komunikasi yang berlaku hanya komunikasi satu arah.
84 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi
Bab 7
Kepemimpinan dan Motivasi

7.1 Pendahuluan
Kepemimpinan atau leadership, adalah suatu kekuatan untuk memimpin dan
merupakan kemampuan yang memiliki nilai seni dalam menggerakkan,
mengelola, mengarahkan dan memengaruhi perilaku kelompok untuk mencapai
tujuan yang diharapkan. Kepemimpinan memiliki peranan dan kedudukan yang
strategis dan dominan dalam mengelola suatu organisasi, karena diperlukan
suatu kemampuan atau seni dalam memengaruhi aktivitas individu maupun
kelompok dalam organisasi. Artinya, kepemimpinan merupakan motor atau
daya penggerak dari pada semua sumber-sumber, dan alat yang tersedia bagi
suatu organisasi. Dengan demikian, kepemimpinan sangat berperan penting
untuk menentukan keberhasilan organisasi dalam pengambilan keputusan yang
mendukung kemajuan dan pencapaian tujuan organisasi. Kepemimpinan adalah
sikap yang harus dimiliki seorang pemimpin dalam membuat rencana, berpikir
dan mengambil tanggung jawab untuk kelompok serta memberikan arahan
kepada orang lain.
Namun demikian, keberhasilan suatu organisasi, selain faktor kepemimpinan,
faktor yang juga harus diperhatikan dan mendukung agar tujuan organisasi
dapat tercapai dengan baik adalah faktor motivasi. Motivasi merupakan hasil
interaksi antara individu dengan situasi. Motivasi merupakan unsur penting
dalam diri individu yang berperan dalam mewujudkan keberhasilan dalam
86 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

usaha maupun pekerjaannya. Motivasi yang baik akan mendorong tercapainya


tujuan karena karyawan atau pegawai akan bekerja dengan hati dan penuh
semangat atau sebaliknya motivasi yang kurang baik (rendah) maka pencapaian
tujuan organisasi berjalan sangat lambat. Dengan demikian, di dalam suatu
organisasi bisnis maupun organisasi sosial, salah satu aspek yang sangat
berpengaruh terhadap pencapaian tujuan adalah faktor motivasi yang ada dalam
lingkungan organisasi tersebut. Kondisi karyawan atau pegawai sebagai
makhluk sosial dalam bekerja memerlukan dorongan, perhatian dan saling
membutuhkan untuk hidup bersama, kerja sama untuk dapat hidup dan
memenuhi kehidupan yang layak. Motivasi merupakan variabel perantara yang
berperan dalam menerangkan faktor-faktor yang ada dalam diri individu, untuk
dapat membangkitkan, mempertahankan dan menyalurkan tingkah laku untuk
mencapai tujuan yang diharapkan. Artinya, motivasi berhubungan dengan
kekuatan (dorongan) yang berada di dalam diri seseorang, sehingga motivasi
menunjuk pada kondisi-kondisi (di dalam dan di luar individu) untuk melakukan
perilaku kerja.

7.2 Konsep dan Pentingnya


Kepemimpinan
Kepemimpinan dalam kehidupan organisasi mempunyai kedudukan yang
sangat penting, strategis dan selalu diperlukan dalam kehidupan kelompok,
karena kepemimpinan berperanan penting dalam menentukan dan usaha
pencapaian tujuan organisasi. Kepemimpinan berasal dari kata ‘pimpin’ yang
memuat dua hal pokok, yaitu: pemimpin sebagai subjek dan yang ‘dipimpin’
sebagai objek. Kepemimpinan diartikan sebagai hubungan erat antara
sekelompok manusia karena ada kepentingan bersama (Engkoswara dan
Komariah, 2015). Pentingnya kepemimpinan dalam suatu organisasi karena
pencapaian tujuan organisasi dan prestasi organisasi sangat ditentukan kualitas
kepemimpinan. Gitosudarmo dan Sudita (2000) menyatakan bahwa
kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam memengaruhi
prestasi organisasi, karena kepemimpinan merupakan aktivitas yang utama,
untuk tercapainya tujuan organisasi. Pernyataan ini mengisyaratkan, seorang
pemimpin harus mampu menggerakkan anggota organisasi dalam melakukan
perubahan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan perkembangan organisasi agar
organisasi tetap eksis dan dapat meningkatkan kinerjanya. Kepemimpinan
Bab 7 Kepemimpinan dan Motivasi 87

merupakan bagian dari manajemen, yaitu merencanakan dan mengorganisasi,


tetapi peran utama kepemimpinan adalah memengaruhi orang lain untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Suhelayanti, dkk, 2020).
Istilah kepemimpinan dapat didefinisikan kedalam tiga implikasi penting untuk
mengarahkan dan memengaruhi aktivitas dari para anggota organisasi, yaitu:
(1). Kepemimpinan harus melibatkan orang lain, bawahan dan pengikut; (2).
Kepemimpinan mencakup distribusi kekuasaan yang tidak sama di antara
pemimpin dan anggota kelompok; dan (3) Kepemimpinan merupakan
kemampuan untuk menggunakan berbagai bentuk kekuasaan untuk
memengaruhi perilaku pengikutnya (Purba, 2010). Lebih lanjut, Widiastuti
(2017) menyatakan bahwa inti dari kepemimpinan adalah memberikan
pengarahan (directing) atau memengaruhi orang lain (influence), dalam
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dan disepakati bersama. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat
disimpulkan bahwa dalam kepemimpinan terdapat faktor-faktor pemimpin,
yang dipimpin, tujuan, aktivitas, komunikasi atau interaksi, situasi dan
kekuasaan yang dapat ditumbuh-kembangkan.
Pengertian kepemimpinan dinyatakan para ahli, sebagai berikut:
1. Kepemimpinan adalah tindakan mendapatkan kerjasama dari orang
untuk mencapai suatu dan tujuan akhir yang diharapkan (Coleman dan
Glover, 2010).
2. Kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi
perilaku bawahan, agar mau bekerja secara produktif untuk mencapai
tujuan organisasi (Hasibuan, 2010).
3. Kepemimpinan sebagai proses pemimpin dapat menciptakan visi dan
melakukan interaksi saling memengaruhi dengan para pengikutnya
untuk merealisasikan visi tersebut (Wirawan, 2013).
4. Kepemimpinan merupakan proses dalam memberi inspirasi kepada
semua pegawai atau karyawan agar dapat bekerja sebaik-baiknya
untuk mencapai hasil yang diharapkan (Amstrong, 2014).
5. Kepemimpinan adalah suatu proses kegiatan seseorang untuk
menggerakkan orang lain dengan memimpin, membimbing,
memengaruhi orang lain, untuk melakukan sesuatu agar dicapai hasil
yang diharapkan (Sutrisno, 2014).
88 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

6. Kepemimpinan merupakan suatu ilmu yang mengkaji secara


komprehensif tentang bagaimana mengarahkan, memengaruhi, dan
mengawasi orang lain untuk mengerjakan tugas sesuai dengan perintah
yang direncanakan (Fahmi, 2016)

Berdasarkan pengertian para ahli tersebut, maka kepemimpinan dapat diartikan


sebagai kemampuan seni untuk memengaruhi perilaku dan aktivitas orang lain,
menciptakan visi bagi anggota kelompok, memberikan inspirasi dan
mengarahkan potensi agar saling bekerja sama dalam segala situasi untuk
mencapai tujuan organisasi. Artinya, kepemimpinan merupakan kemampuan
seseorang dalam mengendalikan organisasi, memengaruhi, membimbing, serta
mensinergikan semua potensi yang dimiliki organisasi untuk bekerja sama
dalam mencapai tujuan atau hasil yang diharapkan.
Seorang pemimpin harus dapat menjalankan peranannya secara optimal dan
secara pribadi haruslah memiliki kecakapan dan kelebihan agar dapat
memengaruhi orang lain atau kelompok untuk bersama-sama melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu, agar tujuan organisasi dapat dicapai dengan efektif
dan efisien. Sutrisno (2017) menyatakan bahwa seorang pemimpin dalam
kepemimpinannya memiliki peranan yang dominan, krusial, dan kritikal dalam
upaya untuk meningkatkan prestasi kerja, baik pada tingkat individu, kelompok
dan organisasi. Prihatin (2014) menyatakan kepemimpinan dari seorang
pemimpin dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai penggerak roda
organisasi adalah sebagai penunjuk arah dan tujuan di masa depan (direct setter),
agen perubahan (change agent), negosiator (spokesperson), dan sebagai
pembina (coach). Kepemimpinan dikatakan efektif apabila seorang pemimpin
mampu berkreatif dan berinovatif dalam menciptakan sesuatu yang baru sesuai
dengan perkembangannya. Pemimpin yang efektif akan mampu membawa
perubahan dalam organisasi yang dipimpinnya sehingga mampu membawa
organisasi tersebut ke arah keberhasilan (Muliana, dkk, 2020). Artinya, seorang
pemimpin dalam kepemimpinannya harus mampu mengambil keputusan dalam
menyesuaikan perjalanan organisasi sesuai dengan situasi dan kondisi
lingkungan yang berubah dan dapat memajukan organisasi sesuai dengan
kebutuhan.
Bab 7 Kepemimpinan dan Motivasi 89

7.3. Tujuan dan Fungsi Kepemimpinan


Kepemimpinan bertujuan untuk memotivasi orang lain agar bisa melakukan
tugasnya dengan baik dan memaksimalkan kemampuan. Bila tidak ada sosok
pemimpin, banyak orang yang akan mengalami demotivasi karena mereka tidak
terpacu akan sesuatu atau tidak merasa memiliki kewajiban untuk melakukan
hal tertentu.
Abdhul. (2021) menyatakan bahwa tujuan kepemimpinan, sebagai berikut:
1. Membantu terciptanya suatu iklim sosial yang baik, yaitu karena iklim
sosial yang baik akan memengaruhi kinerja dan kenyamanan setiap
anggota di dalam kelompok dan iklim sosial ini akan menentukan
kesejahteraan psikologis dari orang yang bersangkutan dan tercapai
atau tidaknya tujuan organisasi;
2. Membantu kelompok dalam menetapkan prosedur-prosedur kerja,
yaitu tahapan prosedur-prosedur kerja yang berurutan dengan tujuan,
supaya aktivitas yang dikerjakan bisa berjalan lancar dan harus
dipatuhi oleh setiap anggotanya untuk memudahkan penyelesaian
pekerjaannya lebih cepat dan tepat;
3. Membantu kelompok untuk mengorganisasi diri, yaitu membantu
mengkoordinir setiap anggotanya atau kelompoknya
mengorganisasikan diri untuk menciptakan segala sesuatu agar
berjalan lancar secara bersamaan;
4. Mengambil keputusan sama dengan kelompok, yaitu keputusan
bersama merupakan bagian kunci dalam kepemimpinan yang berperan
penting, terutama ketika pemimpin melaksanakan fungsi perencanaan.
Keputusan dibuat untuk mencapai tujuan melalui pelaksanaan maupun
tindakan;
5. Memberi kesempatan kepada kelompok untuk belajar dari
pengalaman, yaitu memberi kesempatan, waktu yang berkaitan dengan
keleluasaan, peluang dan sebagainya agar mereka dapat belajar dari
pengalaman dengan menghindari kesalahan-kesalahan sebelumnya
agar tercapai tujuan yang telah ditetapkan.
90 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

Keberhasilan seorang pemimpin dalam memimpin, memberikan pelayanan dan


menjalankan organisasinya tergantung pada pimpinannya dalam melaksanakan
fungsi dengan baik, benar dan bertanggung jawab. Dalam menjalankan
fungsinya pemimpin mempunyai tugas-tugas tertentu, yaitu mengusahakan agar
kelompok dapat mencapai tujuan dengan baik, dalam kerja sama yang
produktif, dan dalam keadaan yang bagaimanapun yang dihadapi kelompok.
Artinya, pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang mampu mengelola
atau mengatur organisasi secara efektif dan mampu melaksanakan
kepemimpinan secara efektif pula bila betul-betul dapat menjalankan fungsinya
sebagai seorang pemimpin.
Engkoswara dan Komariah (2015) menyatakan ada 2 (dua) fungsi utama dari
kepemimpinan, yaitu:
1. Fungsi yang berkaitan dengan tugas (task related) atau fungsi
pemecahan masalah, yaitu fungsi yang memudahkan dan
mengkoordinasikan usaha kelompok dalam memilih, mendefinisikan
dan memecahkan masalah bersama.
2. Fungsi yang berkaitan dengan pembinaan kelompok atau fungsi sosial
(group maintenance), yaitu membantu kelompok dalam menengahi
perbedaan pendapat, meredam konflik dan memancarkan perasaan
hangat dan empati kepada anggota kelompok.

Sedangkan, Nawawi (1995) menyatakan secara operasional ada 5 (lima) fungsi


pokok kepemimpinan, sebagai berikut:
1. Fungsi instruktif, yaitu pemimpin berfungsi sebagai komunikator yang
menentukan apa (isi perintah), bagaimana (cara mengerjakan
perintah), bilamana (waktu memulai, melaksanakan dan melaporkan
hasilnya), dan di mana (tempat mengerjakan perintah) agar keputusan
dapat diwujudkan secara efektif;
2. Fungsi konsultatif, yaitu pemimpin melakukan komunikasi dua arah
untuk menetapkan keputusan yang memerlukan bahan pertimbangan
dan berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya;
3. Fungsi partisipasi, yaitu pemimpin berusaha mengaktifkan dan
melibatkan orang-orang yang dipimpinnya, diberi kesempatan yang
sama untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan;
Bab 7 Kepemimpinan dan Motivasi 91

4. Fungsi delegasi, yaitu pemimpin memberikan pelimpahan wewenang,


membuat atau menetapkan keputusan;
5. Fungsi pengendalian, yaitu pemimpin mengatur aktivitas anggotanya
secara terarah dengan koordinasi yang efektif, sehingga
memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal.

Lebih lanjut, Siagian (2003) menyatakan ada 5 (lima) fungsi kepemimpinan,


yaitu:
1. Pemimpin sebagai penentu arah, yaitu dapat mengarahkan semua
anggotanya untuk mencapai tujuan organisasi, baik sifatnya jangka
panjang maupun jangka pendek;
2. Pimpinan sebagai wakil dan juru bicara, yaitu dapat menjalin dan
memelihara hubungan yang baik dengan berbagai pihak dan
stakeholders.
3. Pemimpin sebagai komunikator, yaitu dapat melakukan komunikasi,
baik keluar maupun kedalam, baik secara lisan maupun tulisan;
4. Pemimpin sebagai mediator, yaitu sebagai penengah dalam suatu
konflik yang mungkin terjadi di dalam organisasi;
5. Pemimpin sebagai integrator, yaitu dapat melakukan integrasi untuk
menghindari kecenderungan berpikir dan bertindak berkotak-kotak di
kalangan para anggota sebagai akibat sikap positif maupun sikap
negatif terhadap organisasi.

Kartono (2017) mengatakan bahwa kepemimpinan berfungsi untuk memandu.


menuntun, membimbing, membangunkan atau memberi motivasi-motivasi
kerja, menjalin jaringan komunikasi yang baik, memberikan supervisi atau
pengawasan yang efisien dan mengarahkan pengikutnya untuk mencapai tujuan
sesuai dengan waktu dan tujuan yang telah direncanakan.
92 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

7.4 Karakteristik Kepemimpinan


Kepemimpinan merupakan titik sentral dan penentu kebijakan dari kegiatan
yang akan dilaksanakan dalam organisasi. Seorang pemimpin dalam
menjalankan tugasnya sebagai seorang pemimpin sering menggunakan caranya
sendiri yang merupakan pencerminan dari sifat-sifat dasar kepribadian seorang
pemimpin. Karakteristik kepemimpinan dapat dimaknai sebagai ciri-ciri atau
sifat yang dimiliki setiap pemimpin dalam melaksanakan tugas-tugas
kepemimpinannya.
Sunindhia dan Widiyanti (1993) menyatakan ada 4 (empat) karakteristik atau
syarat pokok yang mutlak harus dimiliki oleh seorang pemimpin, sebagai
berikut:
1. Pemimpin harus peka terhadap lingkungannya, harus mendengarkan
saran-saran dan nasehat dari orang-orang di sekitarnya;
2. Pemimpin harus menjadi teladan dalam lingkungannya;
3. Pemimpin harus bersikap dan bersifat setia kepada janjinya, kepada
organisasinya;
4. Pemimpin harus mampu mengambil keputusan, harus pandai, cakap
dan berani setelah semua faktor yang relevan diperhitungkan.

Sedangkan, CRC. (2018) menyatakan bahwa ada 5 (lima) karakteristik


kepemimpinan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, sebagai berikut:
1. Pemimpin mempunyai hati yang peka terhadap lingkungannya, bisa
mendengarkan saran-saran dan nasehat dari orang-orang di sekitarnya;
2. Pemimpin menjadi teladan dalam lingkungannya;
3. Pemimpin bersikap dan bersifat setia kepada janjinya, kepada
organisasinya;
4. Pemimpin mampu mengambil keputusan;
5. Mempunyai kemampuan untuk meyakinkan orang lain, pemimpin
yang sukses adalah pemimpin yang dapat menggunakan keterampilan
komunikasi dan pengaruhnya untuk meyakinkan orang lain terhadap
sudut pandangnya serta mengarahkan mereka pada tanggung jawab
total terhadap sudut pandang tersebut.
Bab 7 Kepemimpinan dan Motivasi 93

7.5 Konsep dan Manfaat Motivasi


Steers dan Porter (2003) menyatakan bahwa motivasi (motivation) berasal dari
bahasa Latin, yaitu ”movere” yang berarti to move (menggerakkan). Secara
etimologi motivasi berkaitan dengan alasan-alasan atau hal-hal yang mendorong
atau menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu. Robbins dan Judge
(2009) menyatakan motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah,
dan ketekunan usaha untuk mencapai suatu tujuan. Berdasarkan uraian tersebut
dapat diketahui bahwa dalam motivasi terdapat tiga unsur penting, yaitu
intensitas, arah dan ketekunan. Intensitas terkait dengan berapa besarnya
sesesorang untuk berusaha, upaya yang diarahkan ke sasaran, dan ketekunan
menunjuk pada ukuran berapa lama seseorang dapat mempertahankan
usahanya. Dengan demikian, motivasi merupakan hasil interaksi antara individu
dengan situasi. Bila motivasi seseorang baik, maka akan mendorong tercapainya
tujuan karena karyawan atau pegawai akan bekerja dengan hati dan penuh
semangat atau sebaliknya motivasi yang kurang baik (rendah) maka pencapaian
tujuan organisasi berjalan sangat lambat. Motivasi terbentuk dari sikap (attitude)
karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation). Motivasi
merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah
atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi (Mangkunegara, 2004).
Pengertian motivasi menurut para ahli, sebagai berikut:
1. Motivasi sebagai pendorong atau penggerak perilaku kearah
pencapaian tujuan, merupakan suatu siklus yang terdiri dari tiga
elemen, yaitu adanya kebutuhan (needs), dorongan untuk berbuat dan
bertindak (drives), dan tujuan yang diinginkan (goals) (Luthans, 1985).
2. Motivasi merupakan serangkaian proses yang membangkitkan
(aruose), mengarahkan (direct), dan menjaga (maintain) perilaku
manusia menuju pada pencapaian tujuan (Greenberg dan Baron, 2000).
3. Motivasi adalah keinginan untuk melakukan sesuatu untuk tujuan
organisasi dan menentukan kemampuan bertindak untuk memuaskan
kebutuhan individu (Robbins, 2001).
4. Motivation is defined as a set of energetic forces that originates both
within and outside an employee, initiates work related effort, and
determines its direction, intensity, and persistence’. Motivasi
merupakan kekuatan energik yang berasal baik di dalam maupun di
94 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

luar seorang karyawan, memulai upaya terkait pekerjaan, dan


menentukan arah, intensitas, dan ketekunannya (Colquitt, LePine dan
Wesson (2009).
5. Motivation refers to the process by which a person's efforts are
energized, directed, and sustain toward attaining a goal. Motivasi
mengacu pada prosess di mana usaha seseorang diberi energi, terarah,
dan mempertahankan arah pencapaian tujuan (Robbins dan Coulter,
2014).

Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dinyatakan, motivasi merupakan suatu


kekuatan, dorongan, kebutuhan, semangat, tekanan, yang mendorong seseorang
atau sekelompok orang untuk menentukan arah, kemampuan bertindak dalam
mencapai tujuan tertentu yang diharapkan.
Motivasi sangat penting diberikan oleh atasan terhadap bawahannya agar para
bawahan dapat melakukan sesuatu atau bekerja dengan sunguh-sungguh. Sisca,
dkk (2020) menyatakan bahwa motivasi akan dapat menimbulkan semangat
atau dorongan dalam diri seseorang untuk mau bekerja dengan giat sehingga
memberikan pelayanan yang berkualitas. Kuat lemahnya motivasi seseorang
sangat ditentukan oleh terpenuhinya harapan-harapan, keinginan atau
kebutuhannya.
Lebih lanjut, Sunyoto (2013) menyatakan pentingnya diberikan motivasi bagi
seseorang atau karyawan akan dapat memberikan manfaat, sebagai berikut:
1. Mendorong gairah dan semangat karyawan;
2. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan;
3. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan;
4. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan;
5. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi
karyawan;
6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik;
7. Meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan;
8. Meningkatkan kesejahteraan karyawan;
9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas dan
pekerjaan.
Bab 7 Kepemimpinan dan Motivasi 95

Sedangkan, Hasibuan (2003) menyatakan pentingnya motivasi diberikan


kepada bawahan dalam suatu organisasi akan memberikan manfaat yang luas,
yaitu:
1. Mendorong gairah dan semangat kerja pegawai atau karyawan.
2. Meningkatkan kepuasan kerja karyawan, yang akhirnya akan
meningkatkan kinerjanya.
3. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
4. Meningkatkan loyalitas dan integritas karyawan.
5. Meningkatkan kedisiplinan karyawan.
6. Meningkatkan kehadiran kerja karyawan.

7.6 Sumber dan Proses terjadinya


Motivasi
Motivasi sebagai suatu unsur yang penting dalam suatu organisasi harus perlu
ditumbuhkembangkan karena motivasi sangat berperan dalam pencapaian
tujuan organisasi. Menurut Priansa (2018) bahwa sumber motivasi berasal dari
dalam diri atau disebut Motivasi Intrinsik dan berasal dari luar atau disebut
Motivasi ekstrinsik.
Lebih lanjut dijelaskan, yaitu :
1. Motivasi Intrinsik, yaitu muncul karena motif yang timbul dari dalam
diri seseorang. Motivasi intrinsik ini berfungsi tanpa adanya
rangsangan dari luar. Faktor Motivasi intrinsik ini akan mendorong
seseorang melakukan sesuatu adalah: (a) Minat, seseorang akan
terdorong untuk melakukan suatu kegiatan yang sesuai dengan
minatnya, (b) Sikap positif, yaitu bila seseorang memiliki sikap positif
terhadap pekerjaannya maka ia akan ikut terlibat dan berusaha
menyelesaikannya dengan sebaik-baiknya, dan (c) Kebutuhan, yaitu
seseorang akan memenuhi kebutuhannya dengan melakukan
serangkaian aktivitas atau kegiatan.
2. Motivasi Ekstrinsik, yaitu muncul karena adanya rangsangan dari luar
dirinya. Adapun faktor yang berkaitan dengan motivasi ekstrinsik
96 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

adalah (a) Motivator, yaitu berkaitan dengan prestasi kerja,


penghargaan, tanggung jawab dan kesempatan untuk mengembangkan
diri dan pekerjaannya. (b) Kesehatan kerja, yaitu merupakan kebijakan
dan administrasi organisasi yang baik, supervisi, gaji yang
memuaskan, kondisi kerja dan keselamatan kerja.

Motivasi adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan dalam diri
seseorang untuk mau bekerja dengan giat sehingga memberikan pelayanan yang
berkualitas. Kuat lemahnya motivasi sesesorang sangat ditentukan oleh
terpenuhinya harapan-harapan, keinginan atau kebutuhannya. Robbins (2001)
menyatakan motivasi adalah keinginan untuk melakukan sesuatu untuk tujuan
organisasi dan menentukan kemampuan bertindak untuk memuaskan
kebutuhan individu. Proses terjadinya motivasi dasar, dijelaskan pada gambar
7.1 berikut.

Kebutuhan yang Tekanan Dorongan


tidak terpuaskan (Ketegangan) (Motif)
terpuaskan

Pengurangan Kebutuhan yang Perilaku


Ketegangan terpuaskan Pencarian

Gambar 7.1: Proses Terjadinya Motivasi Dasar (Robbins, 2001)


Berdasarkan dari gambar 7.1. dapat dijelaskan bahwa bila suatu kebutuhan tidak
terpenuhi akan menimbulkan ketegangan (tekanan) sehingga mendorong
individu menunjukkan perilaku pencarian untuk menemukan tujuan yang
diharapkan. Jika tujuannya tercapai maka kebutuhan akan terpuaskan sehingga
menyebabkan penurunan ketegangan (tekanan). Jadi, dapat disimpulkan
motivasi merupakan keinginan berbuat untuk memenuhi kebutuhan yang tidak
terpuaskan.

7.7 Faktor yang Memengaruhi Motivasi


Setiap individu memiliki keinginan dan kemampuan untuk melakukan sesuatu.
Keinginan itu tersebut menjadi daya penggerak dari dalam seseorang untuk
melakukan aktivitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan (Sisca, dkk, 2020).
Lebih lanjut, Winardi (2004) menyatakan setiap manusia selalu mempunyai
kebutuhan yang diupayakan untuk dipenuhi. Untuk mencapai keadaan
Bab 7 Kepemimpinan dan Motivasi 97

termotivasi, maka dilakukan tindakan tertentu yang harus dipenuhi, dan apabila
kebutuhan tersebut terpenuhi, maka muncul lagi kebutuhan-kebutuhan yang lain
sehingga semua orang termotivasi. Dengan demikian, motivasi paling tidak
memuat 3 (tiga) unsur yang penting, yaitu: (1). faktor pendorong atau
pembangkit motif, baik internal maupun eksternal, (2). tujuan yang ingin
dicapai, dan (3). strategi yang diperlukan oleh individu atau kelompok untuk
mencapai tujuan tersebut.
Motivasi merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan kinerja sesuai
dengan yang diharapkan. Colquitt, LePine, dan Wesson (2009) menyatakan
bahwa “motivation has a strong positive effect on job performance. People who
experience higher levels of motivation tend to have higher levels of task
Performance”. Yang digambarkan sebagai berikut:

Gambar 7.2: Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja (Colquitt, LePine, &


Wesson, 2009).
Berdasarkan Gambar 7.2. dapat dikemukakan bahwa motivasi secara langsung
memengaruhi kinerja, di mana semakin tinggi motivasi, semakin baik kinerja.
Ardana, dkk (2008) menyatakan faktor-faktor yang memengaruhi motivasi
antara lain:
1. Karakteristik individu yang terdiri dari: (a). Minat, (b). Sikap terhadap
diri sendiri, pekerjaan dan situasi pekerjaan, (c). Kebutuhan individual,
(d). Kemampuan atau kompensasi, (e). Pengetahuan tentang
pekerjaan, (f). Emosi, suasana hati, perasaan keyakinan dan nilai-nilai;
2. Faktor-faktor pekerjaan, yang terdiri dari:
a. Faktor lingkungan pekerjaan, meliputi: (a). Gaji dan benefit yang
diterima, (b). Kebijakan-kebijakan perusahaan, (c). Supervisi, (d).
Hubungan antar manusia, (e). Kondisi pekerjaan seperti jam kerja,
lingkungan fisik dan sebagainya, dan (f). Budaya organisasi;
b. Faktor dalam pekerjaan, meliputi: (a). Sifat pekerjaan, (b).
Rancangan tugas/pekerjaan, (c). Pemberian pengakuan terhadap
prestasi, (d). Tingkat/besarnya tanggung jawab yang diberikan,
98 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

(e). Adanya perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan, dan


(f). Adanya kepuasan dari pekerjaan.

Menurut Wahjosumidjo (2001), bahwa faktor-faktor yang memengaruhi


motivasi meliputi faktor internal yang bersumber dari dalam individu dan faktor
eksternal yang bersumber dari luar individu. Faktor internal seperti sikap
terhadap pekerjaan, bakat, minat, kepuasan, pengalaman, dan lain-lain serta
faktor dari luar individu yang bersangkutan seperti pengawasan, gaji,
lingkungan kerja, kepemimpinan.
Lebih lanjut, Eden menyatakan dalam Model Ramalan Pemenuhan Diri seperti
yang disampaikan Kreitner dan Kinicki (2000) pengaruh antara motivasi
terhadap kinerja serta faktor yang memengaruhi dan dipengaruhinya, dapat
digambarkan seperti pada Gambar 7.3.

Gambar 7.3: Model Ramalan Pemenuhan Diri (Kreitner dan Kinicki, 2000)
Berdasarkan Gambar 7.3 di atas dapat dijelaskan pengawas (supervisor) yang
memberi harapan yang tinggi menghasilkan kepemimpinan yang lebih baik,
kepemimpinan yang baik dapat mengarahkan para pekerja untuk
mengembangkan harapan-harapan diri yang lebih tinggi, harapan yang tinggi
akan meningkatkan motivasi para pekerja, sehingga peningkatan motivasi
pekerja akan menyebabkan kinerjanya semakin baik, dan kinerja yang baik akan
meningkatkan harapan prestasi para pekerja.
Sedangkan Sutrisno (2017) menyatakan bahwa motivasi sebagai unsur
psikologis dalam diri seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang
bersifat internal maupun eksternal, sebagai berikut:
1. Faktor internal (berasal dari dalam diri karyawan) yang
memengaruhi pemberian motivasi pada diri seseorang, antara lain:
a. Keinginan untuk dapat hidup;
Bab 7 Kepemimpinan dan Motivasi 99

b. Keinginan untuk dapat memiliki;


c. Keinginan untuk memperoleh penghargaan;
d. Keinginan untuk memperoleh pengakuan;
e. Keinginan untuk berkuasa.
2. Faktor Eksternal (berasal dari luar diri karyawan), yaitu yang dapat
memengaruhi motivasi mencakup, antara lain:
a. Lingkungan kerja yang menyenangkan;
b. Kompensasi yang memadai;
c. Supervisi yang baik;
d. Adanya jaminan pekerjaan;
e. Status dan tanggung jawab;
f. Peraturan yang fleksibel.
100 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi
Bab 8
Kepemimpinan Transformatif
dan Kepemimpinan
Transaksional

8.1 Pendahuluan
Kepemimpinan merupakan tematik esensial dalam membangun komunikasi
organisasi yang efektif dan efisien. (Utami, 2014). Dalam konteks komunikasi
maka kepemimpinan menjadi bagian budaya dan fungsi manajemen dalam
komunikasi sebagai instrumentasi aktualisasinya. Guna memenuhi hal itu maka
di butuhkan kapabilitas manajemen dalam menerapkan tipe atau gaya
kepemimpinan yang sesuai dengan konteks dan bawahan yang dipimpin
(Follower). Oleh karena itu, menerapkan gaya kepemimpinan bagi seorang
pemimpin bersifat kolaboratif berbasis partisipasi masyarakat merupakan suatu
kebutuhan yang condisio sio quanon. Dalam kajian akademis, pentingnya
kepemimpinan didasarkan pada beberapa alasan. Pertama, kepemimpinan
merupakan persoalan yang paling banyak menarik perhatian bagi para praktisi,
akademisi, dan masyarakat pada umumnya. Kedua, kapasitas dan kompetensi
serta kualitas seorang pemimpin membuat adanya perbedaan, atau ciri khas gaya
kepemimpinan yang diterapkan oleh setiap pemimpin pada situasi dan kondisi
102 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

yang berbeda. Ketiga, studi tentang kepemimpinan dianggap penting karena


kepemimpinan sifatnya kompleks. Pandangan saat ini adalah adanya
kontradiksi proses kepemimpinan antara yang membawa pada nilai baru atau
transformatif dengan konteks kepemimpinan transaksional dan cenderung
membangun posisi yang menguntungkan bagi sebagian pihak sehingga lebih
menonjolkan posisi barter kekuasaan.
Paradigma dalam kepemimpinan modern saat ini, yang memasukkan unsur
motivasi dan komunikasi dalam perilaku kepemimpinan, baru muncul pada
periode 1980-an melalui konsep kepemimpinan transformasi yang digagas
James McGregor Burns (1978), dan selanjutnya dikembangkan oleh Bernard
Bass (Bass, 1985) (Bass, 1990), (Bass and Avolio, 1993), (Bass, 1997), (Bass,
1998), (Bass, B. M., & Steidlemeier, 1999), dan pakar kepemimpinan lainnya.
Dalam teori manajemen klasik, tugas seorang pimpinan memang hanya
ditekankan pada pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen dan memanfaatkan
sumber-sumber daya yang ada dalam organisasi. Konsep kepemimpinan klasik
ini terus berkembang dengan semakin maraknya pendidikan ilmu administrasi
dan manajemen. Fungsi-fungsi manajemen George Terry (1974) Planning,
Organizing, Actuating and Controlling (POAC), dan sumberdaya organisasi
6M (Man, Money, Machines, Methods, Materials, and Market) didayagunakan
dan dimanfaatkan para pimpinan, seperti diingatkan oleh Keith Davis (1967),
tanpa memikirkan bagaimana cara memengaruhi, memotivasi dan membimbing
karyawan untuk bersama-sama mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu,
setelah memahami pola perilaku kepemimpinan di atas, pimpinan birokrasi
yang ingin berkembang menjadi pemimpin di instansinya seharusnya juga
memahami perbedaan antara tugas dan tanggung-jawab seorang pimpinan dan
apa yang harus dilakukan seorang pemimpin dalam mencapai tujuan
organisasinya. Dalam konteks ini nantinya akan berkembang pada
kepemimpinan transaksional. Dalam hubungan inilah selanjutnya Warren
Bennis (Shelton, 1997) menguraikan perbedaan antara pimpinan (manager) dan
pemimpin (leader) dalam perspektif organisasi modern berdasarkan pada pola
perilaku kepemimpinan dalam mencapai tujuan organisasi.
Di samping pengaruh teori manajemen klasik di atas yang berujung pada
perbedaan pimpinan dan pemimpin, kepemimpinan birokrasi juga diwarnai oleh
konsep organisasi model Weber yang diatur secara hirarkis, dengan pembagian
kerja yang jelas, standarisasi pedoman kerja, dan pengawasan impersonal.
Bab 8 Kepemimpinan Transformatif dan Kepemimpinan Transaksional 103

Secara umum atribut personal atau karakter yang harus ada atau melekat pada
diri seorang pemimpin adalah:
1. Mumpuni, artinya memiliki kapasitas dan kapabilitas yang lebih baik
daripada orang-orang yang dipimpinnya;
2. Juara, artinya memiliki prestasi baik akademik maupun non akademik
yang lebih baik dibanding orang-orang yang dipimpinnya;
3. Tangungjawab, artinya memiliki kemampuan dan kemauan
bertanggungjawab yang lebih tinggi dibanding orang-orang yang
dipimpinnya;
4. Aktif, artinya memiliki kemampuan dan kemauan berpartisipasi sosial
dan melakukan sosialisasi secara aktif lebih baik dibanding orang-
orang yang dipimpinnya, dan
5. Walaupun tidak harus, sebaiknya memiliki status sosial ekonomi yang
lebih tinggi dibanding orang-orang yang dipimpinnya.

Meskipun demikian, variasi atribut-atribut personal tersebut bisa berbeda-beda


antara situasi organisasi satu dengan organisasi lainnya. Organisasi dengan
situasi dan karakter tertentu menuntut pemimpin yang memiliki variasi atribut
tertentu pula. Dalam konteks kekinian maka tentunya kita harus memahami
tentang beragam teorisasi kepemimpinan yang bersifat kontemporer dan
dianggap kekinian. Dalam artikulasi bahwa teorisasi tersebut masih tetap
dianggap berlaku sampai saat ini.
Tabel 8.1: Teorisasi Kepemimpinan Kontemporer
Teori Atribut Kepemimpinan Kharismatik Kepemimpinan
Transformasional
Kepemimpinan

Teori atribusi Karisma merupakan sebuah atribusi Pemimpin pentransformasi


kepemimpinan yang berasal dari proses interaktif (transforming leaders)
mengemukakan antara pemimpin dan para pengikut. mencoba menimbulkan
bahwa Atribut-atribut karisma antara lain kesadaran para pengikut
kepemimpinan rasa percaya diri, keyakinan yang dengan mengarahkannya
semata-mata kuat, sikap tenang, kemampuan kepada cita-cita dan nilai-nilai
merupakan suatu berbicara dan yang lebih penting moral yang lebih tinggi.
atribusi yang dibuat adalah bahwa atribut-atribut dan visi
orang atau seorang pemimpin tersebut relevan dengan Burns dan Bass telah
pemimpin mengenai kebutuhan para pengikut. menjelaskan kepemimpinan
individu-individu lain transformasional dalam
104 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

yang menjadi Berbagai teori tentang organisasi dan membedakan


bawahannya. kepemimpinan karismatik telah kepemimpinan
dibahas dalam kegiatan belajar ini. transformasional, karismatik
Beberapa teori Teori kepemimpinan karismatik dari dan transaksional. Pemimpin
atribusi yang hingga House menekankan kepada transformasional membuat
saat ini masih diakui identifikasi pribadi, pembangkitan para pengikut menjadi lebih
oleh banyak orang motivasi oleh pemimpin dan peka terhadap nilai dan
yaitu: pengaruh pemimpin terhadap tujuan- pentingnya pekerjaan,
tujuan dan rasa percaya diri para mengaktifkan kebutuhan-
1. Teori pengikut. Teori atribusi tentang kebutuhan pada tingkat yang
Penyimpulan karisma lebih menekankan kepada lebih tinggi dan
Terkait identifikasi pribadi sebagai proses menyebabkan para pengikut
(Correspondensi utama memengaruhi dan internalisasi lebih mementingkan
Inference), yakni sebagai proses sekunder. Teori organisasi. Hasilnya adalah
perilaku orang konsep diri sendiri menekankan para pengikut merasa adanya
lain merupakan internalisasi nilai, identifikasi sosial kepercayaan dan rasa hormat
sumber dan pengaruh pimpinan terhadap terhadap pemimpin tersebut,
informasi yang kemampuan diri dengan hanya serta termotivasi untuk
kaya. memberi peran yang sedikit terhadap melakukan sesuatu melebihi
2. Teori sumber identifikasi pribadi. Sementara itu, dari yang diharapkan darinya.
perhatian dalam teori penularan sosial menjelaskan Efek-efek transformasional
kesadaran bahwa perilaku para pengikut dicapai dengan menggunakan
(Conscious dipengaruhi oleh pemimpin tersebut karisma, kepemimpinan
Attentional mungkin melalui identifikasi pribadi inspirasional, perhatian yang
Resources) dan para pengikut lainnya diindividualisasi serta
bahwa proses dipengaruhi melalui proses stimulasi intelektual.
persepsi terjadi penularan sosial. Pada sisi lain,
dalam kognisi Hasil penelitian Bennis dan
penjelasan psikoanalitis tentang
orang yang karisma memberikan kejelasan Nanus, Tichy dan Devanna
melakukan kepada kita bahwa pengaruh dari telah memberikan suatu
persepsi pemimpin berasal dari identifikasi kejelasan tentang cara
(pengamatan). pribadi dengan pemimpin tersebut. pemimpin transformasional
mengubah budaya dan
3. Teori atribusi Karisma merupakan sebuah strategi-strategi sebuah
internal dan fenomena. Ada beberapa pendekatan organisasi. Pada umumnya,
eksternal yang dapat digunakan oleh seorang para pemimpin
dikemukakan pemimpin karismatik untuk transformasional
oleh Kelly & merutinisasi karisma walaupun sukar memformulasikan sebuah
Micella, 1980 untuk dilaksanakan. Kepemimpinan visi, mengembangkan sebuah
yaitu teori yang karismatik memiliki dampak positif komitmen terhadapnya,
berfokus pada maupun negatif terhadap para melaksanakan strategi-
akal sehat. pengikut dan organisasi. strategi untuk mencapai visi
tersebut, dan menanamkan
nilai-nilai baru.

Sumber: diambil dari berbagai referensi berkaitan teori kepemimpinan modern.


Bab 8 Kepemimpinan Transformatif dan Kepemimpinan Transaksional 105

8.2 Kepemimpinan Transformatif


Menurut Widdah (2012) transformasi adalah proses di mana segala sesuatu
yang berkaitan dengan substansi dan proses dapat dipindahkan kepada orang
atau pihak lain secara keseluruhan dan bermakna. Kepemimpinan transformatif
adalah kepemimpinan yang mampu mentransformasi organisasi kearah yang
lebih baik. Pemimpin tersebut mentransformasi dan memotivasi para
pengikutnya dengan: (a) membuat mereka lebih sadar mengenai pentingnya
hasil–hasil suatu pekerjaan, (b) mendorong mereka untuk lebih mementingkan
organisasi atau tim daripada kepentingan diri sendiri dan (c) mengaktifkan
kebutuhan-kebutuhan mereka pada yang lebih tinggi (Widdah, M. E., 2012).
kepemimpinan transformasional dibangun dari dua kata, yaitu kepemimpinan
(leadership) dan transformasional (transformational). Kepemimpinan
sebagaimana telah dijelaskan diawal merupakan setiap tindakan yang dilakukan
oleh seseorang untuk mengkoordinasikan, mengarahkan dan memengaruhi
orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Istilah
transformasi berasal dari kata to transform, yang bermakna mentransformasikan
atau mengubah sesuatu menjadi bentuk lain yang berbeda, misalnya
mentransformasikan visi menjadi realita, atau mengubah sesuatu yang potensial
menjadi aktual.
Tiga komponen kepemimpinan transformasional yaitu: (1) kharisma, (2)
stimulasi intelektual, (3) perhatian yang di individualisasi. Kharisma telah
didefinisikan sebagai sebuah proses yang padanya seorang pemimpin
memengaruhi para pengikutnya dengan menimbulkan emosi-emosi yang kuat
dan diidentifikasi dengan pemimpin tersebut. Stimulasi intelektual adalah
sebuah proses yang padanya para pemimpin meningkatkan kesadaran para
pengikutnya terhadap masalah–masalah dan memengaruhi para pengikutnya
untuk memandang masalah-masalah tersebut dari prespektif yang baru.
Perhatian yang diindividualisasi termasuk memberi dukungan, membesarkan
hati, dan memberi pengalaman-pengalaman tentang pengembangan kepada
para pengikut. Sebuah revisi baru dari teori tersebut menambahkan perilaku
transformasional yang lain yang disebut inspirasi atau motivasi inspirasional.
Kepemimpinan transformasional tidak hanya mengandalkan kharisma personal,
melainkan mencoba untuk memberdayagunakan stafnya serta melaksanakan
fungsi-fungsi kepemimpinannya. Pemimpin transformasional sesungguhnya
merupakan agen perubahan, Karena memang erat kaitannya dengan
106 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

transformasi yang terjadi dalam suatu organisasi. Fungsi utamanya adalah


berperan sebagai katalis perubahan, bukannya sebagai pengontrol perubahan.
Seorang pemimpin transformasional memiliki visi yang jelas, memiliki
gambaran holistik tentang bagaimana organisasi dimasa depan ketika semua
tujuan dan asaran telah tercapai.
Sergiovanni 1990 dalam tim dosen pakar adminsitrasi pendidikan UI
berargumentasi (Bandung, 2011) bahwa makna simbiolis dari tindakan seorang
pemimpin transformasional adalah lebih penting dari tindakan aktual. Nilai-nilai
yang dijunjung oleh pemimpin yang terpenting adalah segalanya. Artinya ia
menjadi model dari nilai-nilai tersebut, mentransformasikan nilai organisasi jika
perlu untuk membantu mewujudkan visi organisasi. Elemen yang paling utama
dari karakteristik seorang pemimpin transformasional adalah dia harus memiliki
hasrat yang kuat untuk mencapai tujuan organisasi. Seorang pemimpin
transformasional adalah seorang pemimpin yang memiliki keahlian diagnosis,
dan selalu meluangkan waktu dan mencurahkan perhatian dalam upaya untuk
memecahkan masalah dari berbagai aspek.
Konsep kepemimpinan transformasional pertama kali dikemukakan oleh James
McGregor Burns pada 1978, dan selanjutnya dikembangkan oleh Bernard Bass
dan para behaviourists lainnya. (Bass, 1985) dan (Bass, 1990) mendefinisikan
kepemimpinan transformasional sebagai ‘kemampuan yang dimiliki seorang
pemimpin untuk memengaruhi pegawainya, sehingga mereka akan percaya,
meneladani, dan menghormatinya.’
Kompetensi transformasi seorang pemimpin mungkin dapat diukur dari
kemampuanya dalam membangun sinergi dari seluruh pegawai melalui
pengaruh dan kewenangannya sehingga lebih berhasil dalam mencapai visi dan
misi organisasinya.
Proses perubahan yang dilakukan pemimpin transformasional, menurut (Bass,
1990) dapat dilakukan dengan cara:
1. Meningkatkan kesadaran pegawai terhadap nilai dan pentingnya tugas
dan pekerjaan;
2. Mengarahkan mereka untuk fokus pada tujuan kelompok dan
organisasi, bukan pada kepentingan pribadi; dan
3. Mengembangkan potensi mereka seoptimal mungkin.
Bab 8 Kepemimpinan Transformatif dan Kepemimpinan Transaksional 107

Implementasi kepemimpinan transformasional ini bukan hanya tepat dilakukan


di lingkungan birokrasi, tetapi juga di berbagai organisasi yang memiliki banyak
tenaga potensial dan berpendidikan. Secara organisasional, Leithwood dan
Jantzi (1990) menulis bahwa penerapan kepemimpinan transformasional sangat
bermanfaat untuk:
1. Membangun Budaya Kerjasama Dan Profesionalitas diantara Para
Pegawai,
2. Memotivasi Pimpinan Untuk Mengembangkan Diri, Dan
3. Membantu Pimpinan Memecahkan Masalah Secara Efektif

Budaya kerjasama dan profesionalitas dapat dibangun karena pemimpin


transformasional akan memfasilitasi pegawainya untuk berdialog, berdiskusi,
dan merencanakan pekerjaan bersama. Kerjasama yang terbentuk dari kegiatan
ini akan memudahkan mereka untuk saling mengingatkan dalam melaksanakan
tugas dan pekerjaan. Kebersamaan juga dilakukan dalam merumuskan visi dan
misi organisasi, sehingga komitmen lebih mudah dibangun. Seorang pemimpin
transformasional juga akan membagi kewenangannya melalui pemberdayaan
pegawai, secara aktif mengkomunikasikan norma-norma dan nilai-nilai
organisasi. Untuk mendukung perubahan budaya, Bass menyarankan untuk
memanfaatkan mekanisme birokrasi yang selama ini telah dijalankan. Di
samping itu, budaya yang dikembangkan tersebut, secara tidak langsung, juga
akan memotivasi pemimpin untuk lebih mengembangkan diri.
Dengan melibatkan staf dalam penyelesaian masalah-masalah strategis,
pemimpin transformasional harus mampu meyakinkan mereka bahwa
tujuannya jelas, rasional dan visioner. Berbagai kelebihan yang dimiliki atasan
akan membantu pegawai untuk bekerja secara lebih cerdas, bukan lebih keras.
Keterlibatan pegawai dalam pemecahan masalah strategis juga akan
meningkatkan pemahaman bersama, bahwa permasalahan organisasi yang
dipecahkan secara bersama akan lebih berhasil dibanding bila dipecahkan
sendiri oleh pimpinan.
Berdasarkan berbagai referensi, di bawah ini terangkum sepuluh prinsip
kepemimpinan transformatif dalam lingkup birokrasi pemerintahan sebagai
berikut:
1. Kejelasan visi: Kepemimpinan yang baik selalu mulai dengan visi
yang merefleksikan tujuan bersama, dan dijelaskan kepada seluruh
pegawai dengan gamblang dan sederhana.
108 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

2. Kesadaran pegawai: Selalu berusaha untuk meningkatkan kesadaran


pegawai terhadap nilai dan pentingnya tugas dan pekerjaan.
3. Pencapaian visi: Berorientasi pada pencapaian visi dengan cara
menjaga dan memelihara komitmen yang telah dibangun bersama.
4. Pelopor perubahan: Berani melakukan dan merespon perubahan
apabila diperlukan, dan menjelaskan kepada seluruh pegawai tentang
manfaat perubahan yang dilakukan.
5. Pengembangan diri: Mengembangkan diri secara terus-menerus
melalui berbagai media pembelajaran untuk meningkatkan kompetensi
kepemimpinannya.
6. Pembelajaran pegawai: Memfasilitasi kebutuhan pembelajaran
pegawai secara efektif, dan mengembangkan potensi mereka seoptimal
mungkin.
7. Pemberdayaan pegawai: Membagi kewenangan dengan cara
memberdayakan pegawai berdasarkan trust, dengan
mempertimbangkan kemampuan dan kemauan mereka.
8. Pengembangan kreativitas: Membimbing dan mengembangkan
kreativitas pegawai dan membantu mereka dalam memecahkan
masalah-masalah strategis secara efektif.
9. Budaya kerjasama: Membangun budaya kerjasama pegawai, dan
mengarahkan mereka untuk mendahulukan tujuan kelompok dan
organisasi daripada kepentingan pribadi.
10. Kondusifitas organisasi: Menciptakan organisasi yang kondusif
dengan mengembangkan budaya kemitraan, komunikasi multi-level,
dan mengutamakan etika dan moralitas.

8.3 Kepemimpinan Transaksional


Kepemimpinan transaksional adalah perilaku pemimpin yang memfokuskan
perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan anggota
yang melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada
kesepakatan mengenai klarifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan
penghargaan. Pemimpin transaksional harus mampu mengenali apa yang
Bab 8 Kepemimpinan Transformatif dan Kepemimpinan Transaksional 109

diinginkan anggota dari pekerjaannya dan memastikan apakah telah


mendapatkan apa yang diinginkannya. Sebaliknya, apa yang diinginkan
pemimpin adalah kinerja sesuai standar yang telah ditentukan. Berdasarkan
pengertian mengenai kepemimpinan transaksional yang telah dikemukakan di
atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan transaksional merupakan
persepsi para anggota terhadap perilaku pemimpin dalam mengarahkan
anggotanya untuk bekerja sesuai standar yang telah ditetapkan.
Penelitian mengenai kepemimpinan transaksional mengemukakan ada dua
karakteristik utama tipe kepemimpinan transaksional, yaitu: (a) pemimpin
menggunakan serangkaian imbalan untuk memotivasi para anggota, dan (b)
pemimpin hanya melakukan tindakan koreksi apabila anggota gagal mencapai
sasaran prestasi yang ditetapkan. Kepemimpinan transaksional dengan
demikian mengarah pada upaya mempertahankan keadaan yang telah dicapai.
Wajarlah bila kepemimpinan birokrasi pun cenderung berorientasi pada
kekuasaan secara rasional, legal dan hierarkis, serta pengawasan pelaksanaan
kerja. Burns (1978) dan Bass (1997) menambahkan, bahwa kepemimpinan
birokrasi bersifat transaksional antara kekuasaan dan layanan pegawai.
Model kepemimpinan semacam itu memang sesuai dengan lingkungan lembaga
birokrasi yang penuh dengan peraturan, baik normatif maupun teknis. Pedoman
administrasi, kontrak kerja, keputusan, dan petunjuk teknis semuanya rapi
didokumentasikan secara tertulis. Pegawai dididik untuk mentaati aturan, loyal
kepada perintah atasan dalam kapasitasnya sebagai karyawan. Hubungan
pimpinan-pegawai bersifat formalitas, terbatas pada pelaksanaan pekerjaan saja.
Ruang gerak pegawai pun sangat terbatas. Penghasilan dan pensiun sudah diatur
secara tetap, dan jumlahnya tergantung pada pangkat dan golongan pegawai
dalam hierarki kepegawaian.
Model kepemimpinan birokrasi, menurut Weber (19930, 1947), (Weber and
Rohracher, 2012) banyak diterapkan di organisasi keagamaan, rumah sakit,
organisasi bisnis berskala kecil maupun multi-nasional, militer, dan tentu saja
instansi pemerintah. Sisi positif dari model kepemimpinan birokrasi tradisional
ini terletak pada efisiensi di dalam pelaksanaan kerja, karena kejelasan
pembagian kerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing staf
dalam organisasi, standarisasi pedoman dan aturan kerja, dan konsistensi
terhadap tata aturan yang telah ditetapkan.
Di samping itu, kepemimpinan birokrasi juga menjamin pencapaian tujuan
jangka pendek dan kemudahan dalam pengawasan dan pengelolaan pegawai.
110 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

Sementara sisi negatifnya adalah kepemimpinan yang berorientasi pada


kekuasaan yang hierarkis, tiadanya pemberdayaan pegawai dan pembagian
kewenangan dalam pengambilan keputusan, kondisi yang kurang kondusif
karena penerapan komunikasi top-down dan formalitas hubungan antara atasan
dan bawahan, dan loyalitas yang berlebihan kepada atasan.
Berdasarkan referensi dari berbagai sumber, baik teoritik maupun empirik, di
bawah ini tersusun sepuluh karakteristik kepemimpinan birokrasi
(transaksional) dalam lingkup organisasi pemerintahan sebagai berikut:
a. Berdasarkan transaksi: Kepemimpinan birokrasi bertindak atas dasar
transaksi atau pertukaran antara jabatan dan kinerja, gaji dan
pekerjaan, kerja keras dan bonus, dsb.
b. Kejelasan aturan: Pedoman dan aturan pelaksanaan tugas dan
pekerjaan disusun secara jelas dan ditetapkan untuk ditaati oleh setiap
pegawai.
c. Orientasi pada pengawasan:
d. Mengawasi dan memantau tugas dan pekerjaan secara ketat dalam
rangka mencapai tujuan jangka pendek.
e. Anti perubahan: Menolak setiap perubahan yang berasal dari luar
sistem organisasi karena khawatir akan merusak tatanan kelembagaan
yang telah ditetapkan
f. Orientasi pada jabatan dan kekuasaan: Mengembangkan budaya
kekuasaan, loyalitas pada atasan, hierarki hubungan atasan-bawahan,
dan komunikasi bottom-up.
g. Fokus pada pekerjaan: Mengarahkan pegawai untuk fokus pada
penyelesaian tugas dan pekerjaan, sehingga mereka tidak memiliki
kesempatan untuk mengembangkan diri.
h. Kewenangan atasan mutlak: Tidak ada pemberdayaan pegawai karena
kewenangan untuk Pemasungan kreativitas pegawai. Pegawai diatur
dalam pelaksanaan tugas dan pekerjaan, sehingga mereka tidak dapat
mengembangkan kreativitas dan inovasi.
i. Individualitas kerja: Kerja sama antar pegawai tidak dianjurkan,
sehingga muncul persaingan tak-sehat dan saling curiga-mencurigai di
antara mereka.
j. Disharmoni organisasi: Hierarki kekuasaan, formalitas hubungan,
komunikasi bottom-up, dan absennya kerjasama antara pegawai
mengakibatkan ketidak-kondusifan organisasi.
Bab 9
Peranan Kepemimpinan dalam
Dinamika Kelompok

9.1 Peranan Kepemimpinan


Secara sosial psikologis kepemimpinan merupakan produk dari interaksi sosial.
Pada uraian Dinamika Kelompok telah diterangkan bagaimana proses
terbentuknya kepemimpinan, dan juga telah digambarkan bahwa peranan
pemimpin dalam dinamika kelompok memegang arti besar. Oleh karena itu
perlu kiranya dijelaskan terlebih dahulu beberapa hal yang menyangkut seorang
yang dinamakan pemimpin dan kepemimpinan itu (Damanik et al., 2021; L. E.
Nainggolan et al., 2021; Sahir et al., 2022).
Tiap organisasi yang memerlukan kerjasama antar manusia menyadari bahwa
masalah yang utama adalah masalah kepemimpinan. Kepada masalah ini
perhatian belum cukup dicurahkan. Kita melihat perkembangan dari
kepemimpinan pra ilmiah kepada kepemimpinan yang ilmiah. Dalam tingkatan
ilmiah kepemimpinan itu disandarkan kepada pengalaman, intuisi dan
kecakapan praktis. Kepemimpinan itu dipandang sebagai pembawaan
seseorang sebagai anugrah Tuhan. Karena itu dicarilah orang yang mempunyai
sifat-sifat istimewa yang dipandang sebagai syarat suksesnya seorang pemimpin
(Faridi et al., 2021; Halim et al., 2021; N. I. P. Simarmata et al., 2021).
112 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

Dalam tingkatan ilmiah kepemimpinan itu dipandang sebagai suatu fungsi,


bukan sebagai kedudukan atau pembawaan pribadi seseorang. Maka di
adakanlah suatu analisa tentang unsur-unsur dan fungsi yang dapat menjelaskan
kepada kita, syarat-syarat apa yang diperlukan agar pemimpin dapat bekerja
secara efektif dalam situasi yang berbeda-beda. Pandangan baru ini membawa
perubahan besar. Cara bekerja dan sikap seorang pemimpin dipelajari. Cara
melatih pemimpin dapat diubah (Arief et al., 2021; Banjaŕnahor et al., 2021;
Revida et al., 2021; Wirapraja et al., 2021).
Konsepsi baru tentang kepemimpinan melahirkan peranan baru yang harus
dimainkan oleh seorang pemimpin. Titik berat beralihkan dari pemimpin
sebagai orang yang membuat rencan, berfikir dan mengambil tanggung jawab
untuk kelompok serta memberikan arah kepada orang-orang lain, kepada
anggapan, bahwa pemimpin itu pada tingkatan pertama adalah pelatih dan
koordinator bagi kelompoknya. Fungsinya yang utama ialah membantu
kelompok untuk belajar memutuskan dan bekerja secara lebih efisien.
Dalam peranannya sebagai pelatih seorang pemimpin dapat memberikan
bantuan-bantuan yang khas (Julyanthry et al., 2020; Purba et al., 2020, 2022;
Sudarso et al., 2020; Faridi et al., 2021; Wijaya et al., 2021).
1. Pemimpin membantu akan terciptanya suatu iklim sosial yang baik
Kalau ia memandang dirinya sebagai supervisor dan mulai “merajai”
anggota- anggota yang lain, maka ia akan menciptakan suasana
bersaing, bermusuhan, formil- formilan, menjauhkan diri, melontarkan
kritik dan salah-menyalahkan. Sebaliknya seorang pemimpin yang
menganggap dirinya sebagai seorang yang mengharapkan kerjasama,
dengan memiliki fungsi yang khusus, dengan sikap yang didasarkan
atas penghargaan terhadap nilai integritas, akan berhasil untuk
menciptakan suasana persaudaraan, kerjasama dengan penuh rasa
kebebasan. Sikap demikian akan menumbuhkan iklim di mana
kelompok akan mencapai kepribadian kelompok yang dewasa dan
demokratis dengan pembagian tanggung jawab yang seimbang.
2. Pemimpin membantu kelompok untuk mengorganisasikan diri
Ia bertanggung jawab dan ikut serta dalam memberikan perangsang
dan bantuan kepada kelompok dalam menetapkan dan menjelaskan
tujuannya. Ia berusaha agar para anggota bekerjasama, baik dalam
Bab 9 Peranan Kepemimpinan dalam Dinamika Kelompok 113

perencanaan, maupun dalam pelaksanaannya dengan menetapkan


tugas kelompok dan kewajiban tiap-tiap anggota.
3. Pemimpin membantu kelompok dalam menetapkan prosedur-prosedur
kerja
4. Efisiensi kerja memerlukan prosedur yang tepat. Prosedur dengan
sidang paripurna seringkali dirasakan kaku dalam iklim yang
demokratis. Karena itu pemimpin harus membantu kelompok dalam
menganalisa situasi untuk kemudian menetapkan prosedur mana yang
paling praktis dan efektif.
Dalam suatu kesempatan prosedur diskusi dengan menerima secara
aklimasi memang merupakan suatu jalan yang baik. Dalam situasi
yang lain pembagian dalam panitia-panitia adhoc mungkin dirasakan
lebih produktif. Seorang pemimpin harus dapat dipandang sebagai
“ahli prosedur”.
5. Pemimpin bertanggung jawab dalam mengambil keputusan sama
dengan kelompok Meskipun pemimpin bebas untuk mengajukan
pertanyaan dan memberikan saran, ia hendaknya jangan membiasakan
untuk mengambil keputusan bagi orang-orang lain. Ia harus menyadari
bahwa kelompok mempunyai hak untuk berbuat salah dan bahwa
kelompok hanya akan menjadi dewasa dengan belajar memikul
tanggung jawab untuk hal-hal yang telah diputuskan.
6. Pemimpin memberi kesempatan kepada kelompok untuk belajar dari
pengalaman.
Yang perlu diperhatikan bukan saja apa yang dilakukan melainkan
juga bagaimana sesuatu hal dikerjakan oleh kelompok atau
perorangan. Pemimpin mempunyai tanggung jawab untuk melatih
kelompok menyadari proses dan isi pekerjaan yang dilakukan dan
kemudian berani menilai hasilnya secara jujr dan objektif
(Simanjuntak et al., 2021; Sahir et al., 2022; Sitorus et al., 2022).
114 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

9.2 Siapa Sajakah yang dapat Menjadi


Pemimpin ?
Pertanyaan semacam itu langsung tidak langsung kadang-kadang muncul, baik
pada diri kita atau pun pada diri orang lain, walaupun hidup dalam demokratis.
Muncul secara langsung apabila ingin mengetahui persyaratan-persyaratan yang
harus dipenuhi oleh seorang calon pemimpin. Muncul secara tidak langsung
apabila ingin mengetahui apakah sebabnya seseorang yang dicalonkan untuk
seorang pemimpin pada akhirnya tidak terpilih dalam hubungan ini ada dua
pendapat tentang persyaratan menjadi pemimpin itu, yaitu sebagai berikut:
Bahwa setiap orang yang sudah dewasa dengan sendirinya dapat menjadi
pemimpin dalam kelompok. Dewasa dalam hal ini diukur berdasarkan
umurnya. Maksudnya, apabila akan ditentukan siapakah yang cocok untuk
memimpin sebuah kelompok, maka dia yang tertua yang dipilih.
Dipilihnya yang tertua sebagai pemimpin kelompok biasanya berdasarkan
beberapa pertimbangan, antara lain:
1. Yang tertua mempunyai pengalaman terbanyak, sebab dia sudah lebih
lama hidup dibandingkan dengan yang lainnya (pengalaman hidup).
Pengalaman hidup yang lama dapat membentuk pribadi yang kuat,
sehingga stabilitas emosional lebih mungkin terdapat pada orang yang
tertua usianya. Stabilitas emosional merupakan salah satu syarat
penting yang banyak dituntut oleh seorang pemimpin.
2. Yang tertua secara emosional memungkinkan seseorang anggota
memperoleh perlindungan lebih-lebih dalam suasana kebapaan
(paternalistik) di mana seorang pemimpin bahwa tidak setiap orang
begitu saja bisa menjadi pemimpin melainkan hanya bisa dipercayakan
kepada orang-orang tertentu saja. Pendapat ini menegaskan, bahwa
seorang pemimpin itu bukan orang begitu saja, tetapi memang orang
pilihan (selected). Jadi tidak hanya sekedar tua umur saja, melainkan
masih banyak syarat lain yang harus dipenuhi, yang pada pokoknya
yang menyebabkan orang-orang menaruh kepercayaan kepada orang
tersebut untuk bisa memimpin.
Bab 9 Peranan Kepemimpinan dalam Dinamika Kelompok 115

Ini disebabkan karena:


a. Orang yang mempunyai umur paling tua belum tentu mampu
memimpin, berdasarkan umur sudah tentu yang tertua berarti yang
terlama hidup, akan tetapi belum tentu hidupnya diisi dengan
pengalaman-pengalaman yang secara kualitatif berguna untuk
memimpin kelompok.
b. Seorang pemimpin itu “menentukan” arah dan proses perjalanan
kelompok, sehingga tidak sembarang orang bisa memimpin
(dipercaya memimpin). Jika tidak selektif dikhawatirkan arah dan
proses kehidupan kelompok akan rusak.
c. Sementara itu kaum dinamika kelompok mengetengahkan
persyaratan pendidikan dalam kelompok. Maksudnya ialah bahwa
seseorang dapat saja menjadi pemimpin asal dapat mementingkan
kebutuhan-kebutuhan kelompok dalam rangka menjalankan
kepemimpinannya, dan untuk memiliki persyaratan ini dapat
dilakukan dengan jalan melatih diri dalam kehidupan
kelompoknya (H. M. P. Simarmata et al., 2021; N. T. Nainggolan
et al., 2021; Sudarmanto, Simarmata, et al., 2021).

Pendek kata, dengan jalan belajar memimpin dalam kelompok. Bila demikian
halnya, maka pendapat mana yang selanjutnya akan dijadikan pegangan dalam
mempelajari kepemimpinan kelompok? Dalam hubungan ini maka untuk
selanjutnya sebaiknya berpegang pada pendapat sebagai berikut:
1. Dengan tidak mengurangi kemungkinan bagi setiap orang untuk
menjadi pemimpin kelompok, maka dalam kenyataannya harus diakui
bahwa orang-orang yang telah dipilih kelompok dan dipercayakan
untuk memimpin kelompok dapat menjadi pemimpin, karena
pertimbangan bahwa ia dapat mengerti dan mementingkan kebutuhan-
kebutuhan kelompoknya.
2. Dilihat dari segi itu, maka kepemimpinan itu merupakan keseluruhan
dari keterampilan dan sikap merupakan hal-hal yang dapat dipelajari
dan dapat diajarkan.
116 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

3. Oleh karena itu kepemimpinan dapat dipelajari dan dapat diajarkan


pula, yaitu dalam kelompok (group centered leadership) (Ferinia et al.,
2020).

Floyed D. Ruch, mengemukakan tiga pembagian besar mengenai tugas seorang


pemimpin dalam kelompok. Ketiga kelompok penggolongan tugas tersebut
adalah:
1. Menentukan struktur dari suatu situasi tertentu (structuring the
situation), yaitu:
2. Menjelaskan hal-hal yang sulit kepada para anggota
3. Membedakan hal-hal atas dasar urutan kepentingannya (order of
priority).
4. Memusatkan perhatian pada tujuan yang ingin dicapai.
5. Membantu menunjukan hal-hal yang harus lebih dahulu dicapai oleh
para anggota.
6. Membantu para anggota untuk mencapai kebutuhan masing-masing
dalam rangka kerja kelompok.
7. Menyelesaikan konflik antar anggota atas dasar kerangka pemikiran
tertentu (frame of reference).
8. Mengusahakan agar para anggota memiliki kerangka pemikiran
tertentu.
9. Mengatasi perasaan tak aman dan ragu-ragu yang ada diantara anggota
dengan jalan menunjukan perspektif waktu (time perspective).
10. Mengadakan pengawasan atas perilaku para anggota dalam kelompok
(controling group behaviour), yang dilakukan dengan cara:
11. Mengatasi penyimpangan atau penyelewengan para anggota.
12. Memberikan hadiah atau hukuman bilamana dipandang perlu.
13. Menjaga penyalahgunaan kepentingan kelompok oleh individu-
individu tertentu dan juga sebaliknya.

Menjadi juru bicara kelompok ke pihak luar, seperti dengan jalan: Menyatakan
dan menerangkan kebutuhan kelompok kepada dunia luar, antara lain mengenai
sikap, pengharapan dan kehawatiran dari kelompoknya. Pendek kata, berbicara
keluar untuk kepentingan dan atas nama kelompoknya.
Bab 9 Peranan Kepemimpinan dalam Dinamika Kelompok 117

Fungsi-fungsi pemimpin tersebut di atas dipelajari dan diajarkan. Dewasa ini


sering dijumpai latihan kepemimpinan (leadership training) untuk berbagai
macam kelompok, termasuk kelompok mahasiswa. Walaupun demikian latihan
kepemimpinan itu sering kali menjumpai hambatan kedati pun di Amerika
Serikat yang dikenal sebagai negara yang sangat demokratis.
Hambatan yang sering dijumpai pada umumnya berupa:
1. Adanya kecurigaan, bahwa dalam latihan kepemimpinan akan
diajarkan dengan demokrasi yang dianut dan berlaku di tempat atau
negara yang bersangkutan.
2. Masih adanya pendapat di sementara pihak, bahwa kepemimpinan itu
merupakan suatu yang diwariskan atau turunan (leader are born not
made).
3. Masih meragukan atau tidak yakin bahwa unit-unit kerja sekolah,
keluarga, dijalankan secara demokratis, sehingga sia-sialah apabila
sepihak saja yang mengadakan latihan kepemimpinan demokratis.
4. Masih adanya pendapat atau perasan, bahwa tanpa latihan
kepemimpinan toh dapat menjalankan fungsi memimpin, sehingga
mereka menganggap tidak merasa perlu akan latihan kepemimpinan.
5. Adanya contoh-contoh yang merugikan dari orang yang memperoleh
latihan kepemimpinan sendiri, di mana mereka tidak menampakan
perubahan setelah dilatih itu.

Dalam hubungan ini Bovales (1942) dapat menunjukan keadaan yang


sebaliknya. Dari hasil percobaannya dia menarik kesimpulan yang positif dari
adanya latihan kepemimpinan itu. Kesimpulannya menyatakan bahwa mereka
yang telah dilatih selama tiga minggu menunjukan perbaikan yang positif dalam
menjalankan fungsinya dibandingkan dengan mereka yang telah dilatih.
Sebagaimana telah diuraikan/diutarakan bahwa ada hubungan yang tidak
terpisahkan antara pemimpin dengan kepemimpinannya, sehingga dengan
mempelajari kepemimpinan dianggap perlu terlebih dahulu mengetahui
beberapa hal tentang pemimpin, akan dapat memahami kepemimpinan,
termasuk sifat-sifat atau kualifikasinya.
118 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

9.3 Lahirnya Seorang Pemimpin


Seorang pemimpin itu lahir dari keluarga pemimpin. Ia tak mungkin lahir dari
keluarga kebanyakan. Ia adalah turunan. Pendapat atau pandangan demikian,
walaupun di alam demokratis, masih saja terdapat baik secara terang-terangan
ataupun secara terselubung keterampilan, sikap dan sifat-sifat lainnya diperoleh
sebagai warisan dari orang tua ataupun nenek moyangnya. Sudah tentu hal-hal
seperti ini tak bisa dipelajari dan diajarkan (leader are born not made). Mereka
yang berpandangan demikian dengan sendirinya mengharapkan dan
menantikan munculnya pemimpin yang berasal dari kalangan pemimpin
sendiri, yang dianggap atau dipandang baik oleh mereka.
Seorang pemimpin lahir dari situasi tertentu. Situasilah yang mendukung
munculnya seorang pemimpin. Contoh yang terkenal adalah para Nabi yang kita
kenal. Beliau pada umumnya dilahirkan dalam suasana kehidupan masyarakat
dan kepercayaan yang demikian beratnya dari Tuhan Yang Maha Kuasa untuk
membimbing umatnya ke jalan yang benar dan diridoi oleh Tuhan YME.
Contoh lain adalah kemunculan tokoh-tokoh dalam sejarah dunia seperti:
Napoleon, Hitler, dll. Tak dapat terpisahkan dari negara dan masyarakat di mana
mereka hidup, mereka yang berpandangan demikian juga tidak menghendaki
adanya latihan kepemimpinan, sebab kalau sudah saatnya pasti akan muncul
pemimpin.
Seorang pemimpin muncul atau lahir pada saat-saat tertentu seperti berikut:
Pada waktu kelompok terbentuk dan berkembang, mungkin pada taraf orang-
orang berkumpul dan “bersepakat” membentuk sebuah kelompok belum
banyak terpikirkan atau sangat dirasakan perlunya akan seorang pemimpin.
Akan tetapi lama kelamaan di mana interaksi satu sama lain merasa perlu
‘diatur’, lebih-lebih kalau kelompok sudah tumbuh dan berkembang, maka
dirasakan oleh para anggota perlunya akan seseorang yang berfungsi mengatur
mereka supaya ‘tertib’ dan ‘terarah’.
Pada waktu itu seorang pemimpin muncul, baik berasal dari kalangan mereka
sendiri akan didatangkan dari luar kelompoknya.
1. Pada waktu struktur kelompok tidak stabil.
Dalam keadaan kelompok tidak stabil, misalnya pembagian tugas yang
tidak jelas, status dan peranan para anggota tidak menentu, pemimpin
seringkali berganti-ganti, maka biasanya dalam kelompok tersebut
Bab 9 Peranan Kepemimpinan dalam Dinamika Kelompok 119

terjadi semacam kegoncangan pada saat-saat seperti ini biasanya


muncul seorang yang merasa ‘terpanggil’ untuk mengatasi persoalan
kelompok tersebut. Ia muncul sebagai pemimpin yang berkeinginan
mengembalikan stabilitas struktur kelompok orang itu biasa berasal
dari luar atau dalam kelompok.
2. Pada waktu menghadap kelompok.
Lebih-lebih masalah yang tidak mampu diselesaikan sendiri, maka
biasanya ada semacam ketidak puasan pada pimpinan yang ada.
Keadaan seperti ini memupuk kemungkinan munculnya seseorang
yang ‘merasa mampu’ untuk membawa kelompok menyelesaikan
persoalannya. Kemunculan pemimpin baru ini mungkin melalui
prosedur penggantian pemimpin biasa atau mungkin pula dengan jalan
berebutan kekuasaan (penggulingan kekuasaan)
3. Pada waktu memenuhi kebutuhan individu
Fungsi kelompok adalah memenuhi kebutuhan kelompok dan bukan
kebutuhan satu atau dua orang anggota kelompok saja, akan tetapi
seseorang masuk dalam kelompok biasanya disertai dengan harapan
atau keinginan tertentu. Kebutuhan kelompok itu bukan jumlah dari
kebutuhan masing-masing individu. Oleh karena itu sering terjadi
persoalan ketidaksesuaian antara kebutuhan kelompok dengan
kebutuhan secara perseorangan. Dengan demikian dibutuhkan adanya
pemimpin yang dapat memenuhi kebutuhan individu dalam rangka
pemenuhan kebutuhan kelompok.
4. Pada waktu pemenuhan kebutuhan akan kekurangan pemimpin.
Kelompok tanpa pemimpin bagaikan perahu tanpa pengemudi.
Dengan bertambahnya anggota dan permasalahan yang dihadapi, maka
besar kemungkinan bahwa pemimpin yang telah ada merasakan
beratnya menjalankan tugas dan memikul tanggung jawab. Pemimpin
yang tadinya dianggap cukup, akhirnya dirasakan kurang sehingga
perlu ditambah. Keadaan seperti ini biasanya ditunjuk, diangkat atau
dipilih pemimpin yang baru, sebagai pengisi kekurangan akan
pemimpin.
120 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

9.4 Sifat-Sifat Seorang Pemimpin


Seorang pemimpin mempunyai status lebih tinggi dari pada anggotanya. Karena
itu peranan yang dilakukan pada umumnya berbeda dari peranan seorang
anggota kelompok. Karena itu seorang pemimpin diharapkan memainkan
peranan tertentu (prescribed roles). Makin tinggi status seseorang maka makin
besar pula harapan orang lain yang ditujukan padanya agar dapat lebih baik
menunjukan peranan.
Apakah yang menjadi ciri seorang pemimpin itu?, memang sukar untuk
menentukan ciri pemimpin yang berlaku umum (master traits) untuk segala
situasi. Yang jelas adalah bahwa seseorang dipilih oleh kelompoknya karena
dianggap memiliki ciri-ciri yang dianggap baik. Dalam hubungan ini kaum
Dinamika Kelompok mengemukakan ciri-ciri pemimpin atas dasar
kelangsungan interaksi.
Menurut kaum dinamika kelompok, agar interaksi dapat berlangsung maka
seorang pemimpin itu hendaknya memiliki ciri sebagai berikut:
1. Memiliki persepsi sosial (social perception) yang luas.
2. Memiliki kemampuan berfikir abstrak (ability in abstract thinking)
3. Memiliki kestabilan perasaan (emotional stability)

9.5 Gaya Kepemimpinan


1. Trait Theories of Leadership
Teori ini mengatakan seorang pemimpin adalah dilahirkan dan tidak
dibuat. Ciri-ciri pemimpin menurut teori ini adalah: memiliki
intelegensi lebih dari pada yang lain, kematangan sosial dan
pengetahuan luas, memiliki motivasi sendiri dan dorongan partisipasi,
sikap untuk menyakinkan hubungan dengan orang lain.
2. Group and Exchange Theories of Leadership
Seseorang dapat menjalankan perannya sebagai pemimpin apabila ia
dapat memenuhi harapan kelompok untuk mencapai tujuan kelompok
serta memberikan hadiah (reward) untuk hal-hal lain.
Bab 9 Peranan Kepemimpinan dalam Dinamika Kelompok 121

3. Fleder Contingency Model of Leadership


Teori ini mengatakan adanya hubungan antara gaya kepemimpinan
dengan situasi yang menguntungkan dalam kelompok.
4. Path Goal Leadership Theory
Teori ini mengatakan ada pengaruh dari tingkah laku pemimpin yang
dapat memotivasi bawahan, kepuasan kerja, serta aktivitas bawahan.
Menurut Robert Hause menerangkan bahwa gaya kepemimpinan
meliputi hal berikut:
a. Directive leadership/gaya otoriter: pemimpin berfungsi sebagai
petunjuk terhadap anggota kelompok sehingga sehingga
pemimpin kurang bisa berpartisipasi penuh
b. Supportive leadership: pemimpin memiliki sifat ramah, mudah
mengadakan pendekatan, serta memperhatikan kesadaran
kemanusiaan yang tinggi kepada kelompoknya.
c. Participative leadership: pemimpin tidak hanya meminta dan
menggunakan saran- saran anggota, tapi juga membuat keputusan
dalam rangka pemecahan persoalan yang ada dalam kelompok.
d. Achievement oriented leadership:pemimpin menanamkan
kesadaran akan tantangan tujuan kelompok untuk anggota-anggota
kelompok dan menunjukkan sikap pada anggota bahwa dapat
mencapai tujuan tersebut.

9.5.1 Gaya kepemimpinan permanen dan situasional


Gaya kepemimpinan permanen bila: memiliki prestasi yang tinggi, mengetahui
apa kebutuhan kelompoknya, memiliki kecakapan, memiliki kemampuan
dalam pekerjaannya. Gaya kepemimpinan situasional bila aktif berpartisipasi
dalam setiap persoalan yang muncul dalam kelompok, menunjukkan
ketergantungan dari anggota kelompok lainnya, memiliki ketegasan, lancar
dalam mengemukakan pendapat, memiliki sikap yakin akan dirinya sendiri,
populer di dalam lingkungan kelompoknya.
Perbedaan kepemimpinan situasional dengan kepemimpinan permanen adalah
kepemimpinan situasional memiliki ikatan psikologis dengan anggota
122 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

kelompok, sedangkan faktor prestasi nomor dua. Kepemimpinan permanen


membutuhkan faktor prestasi untuk memperoleh dukungan anggota kelompok.
Pemimpin yang Otoriter, Demokratis dan Laissezfaire Lewin, Leavitt dan White
telah mengadakan percobaan untuk meneliti seberapa jauh pengaruh cara-cara
memimpin kelompok yang dilakukan seseorang terhadap interaksi dan suasana
kerja yang terjadi dalam kelompok itu. Dari hasil percobaannya itu ternyata
bahwa kelompok yang diperlakukan oleh seorang pemimpin secara otoriter
menunjukan interaksi sosial dan suasana kerja yang berbeda dari yang
diperlakukan secara demokratis dan laissez-faire. Begitu pula yang
diperlakukan secara demokratis berbeda dari yang diperlakukan secara otoriter
dan laissez-faire dan seterusnya.
Hasil eksperimen tersebut memang mempunyai arti dan pengaruh yang banyak
dalam literatur-literatur kepemimpinan terutama yang dipandang dari psikologi
sosial. Akan tetapi perlu kiranya disini dijelaskan dan diingatkan akan
penggunaan atau implikasi hasil penelitian ini dalam kehidupan sehari-hari,
khususnya untuk Indonesia.
Percobaan Lewin, Cs. Ini dilakukan di Amerika dengan kelompok anak-anak
Amerika sendiri. Mereka ini berasal dari lingkungan kehidupan yang
sebelumnya sudah bisa memperlakukan mereka secara demokratis (demokrasi
liberal). Kalau mereka diperlakukan dengan suasana lain, seperti secara otoriter
atau laissez-faire, maka tentu saja reaksi akan cenderung ‘menolak’ perlakuan
itu, sehingga interaksi dan suasana kerja yang terjadi di dalamanya seperti apa
yang dilaporkan dalam percobaan mereka itu. Akan tetapi percobaan itu
dilakukan di Uni Soviet misalnya, maka kemungkinan besar hasilnya akan
berbeda, sebab reaksi dan suasana yang terjadi pun mungkin sekali berbeda
pula, jadi dalam hal ini perlu diingat baik-baik tentang kemungkinan pengaruh
latar belakang orang yang dijadikan percobaan dan suasana di mana percobaan
itu diadakan.
Satu hal yang menarik dari percobaan Lewin, Cs. Itu adalah tentang
‘keuntungan’ yang diperlihatkannya apabila suatu kelompok yang diperlakukan
secara demokratis dibandingkan dengan secara otoriter dan secara laissez-faire.
Walaupun demikian hendaknya diingat pula bahwa pengertian demokratis itu
diberbagai negara bisa berbeda penafsirannya. Sebagaimana telah
dikemukakan, bahwa demokrasi Amerika Serikat berbeda dengan demokrasi
Rusia atau Cina dan tidak sama dengan demokrasi Indonesia. Karena itu
penilaian demokrasi, otoriter dan lissez-faire terhadap seorang pemimpin
Bab 9 Peranan Kepemimpinan dalam Dinamika Kelompok 123

hendaklah disesuaikan dengan suasana dan tempat. Yang dianggap demokratis


di Amerika Serikat belum tentu demokratis di Rusia dan tidak akan sama dengan
demokrasi di Indonesia (Sudarmanto, Sari, et al., 2021).
Peringatan tersebut di atas penting untuk lebih jembar dalam mengartikan
demokrasi menurut Demokrasi Pancasila. Sebagaimana diketahui dalam alam
kehidupan demokrasi Pancasila diperhatikan semangat prinsip keseimbangan
dan keselarasan yang hendaknya jangan berat sebelah, mementingkan
kelompok dengan mengorbankan kepentingan individu atau sebaliknya. Sebab
kehidupan demokrasi pancasila tidak mengarah kepada liberalisme atau
ateisme. Keseimbangan atau keselarasan harus tetap terpelihara, dijaga dan
dipertahankan oleh seorang pemimpin. Sejalan dengan itu, maka keputusan
(decision) tidak diambil dengan suara terbanyak (50%+1) atau dengan
‘paksaan’ demi kelompok atau negara, melainkan dimusyawarahkan demikian
rupa sehingga tercapai keputusan bersama atas dasar mupakat (Hasibuan,
Banjarnahor, et al., 2021; Sisca et al., 2021; Wijaya et al., 2021).
Penilaian terhadap kepemimpinan seorang tidak semudah yang dibayangkan,
lebih- lebih dalam alam demokrasi Pancasila. Seperti telah diuraikan di atas,
bahwa demokrasi pancasila itu harus tetap menjaga keseimbangan antar group
task dan human relation. Secara ideal, sesuatu tugas kelompok hendaknya bisa
dicapai dalam tempo yang singkat dengan suasana hubungan antar anggota yang
baik. Akan tetapi hal tersebut mudah untuk dikatakan, tetapi cukup sukar untuk
dilaksanakan. Kecenderungan bergeser kesalah satu, yaitu kepentingan group
task atau human relation sering kali terjadi. Karena itu penilaian atau sebutan
pemimpin tidak demokratis atau pemimpin laissez-faire (anarchis) sering kali
dilemparkan, padahal hidup di alam demokrasi (Kato et al., 2021; Negara et al.,
2021; Tanjung et al., 2021; Saragih et al., 2022).
Permasalahannya terutama terletak pada tidak mudahnya untuk menjalankan
prinsip seimbang dan serasi itu. Seimbang bukan berarti fifty-fifty. Seimbang
hendaknya dilihat dalam konteks atau hubungan tertentu. Jadi dalam hal ini ada
unsur lain yang juga dapat dijadikan pegangan untuk memudahkan berpegang
mempertahankan keseimbangan.
Dalam kepemimpinan kelompok (group leadership) ada beberapa hal yang
dijadikan pegangan (concern) oleh seorang pemimpin, yaitu:
1. Faktor Peristiwa
Pada peristiwa yang sangat mendesak yang sangat membutuhkan
keputusan kelompok bisa dicapai dengan segera, akan menanggung
124 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

risiko dan kerugian besar bila terlambat. Maka seorang pemimpin


dapat lebih ’membatasi kebebasan interaksi antar anggota’. Ia akan
tampak seperti otoriter, misalnya dalam keadaan darurat, terancam,
perang dan lain- lain.
2. Faktor Waktu
Jika waktu tersedia untuk kelompok sangat terbatas, tak dapat
diperpanjang dan tak dapat ditunda-tunda lagi, akan merugikan apabila
ditunda, terlambat atau diperpanjang, maka sebaliknya pemimpin
kelompok ‘membatasi kebebasan interaksi antar anggota’.
3. Faktor Tempat
Tempat yang terbatas sekali pemakaiannya, tidak ada lagi pengganti
yang memenuhi syarat (hanya satu-satunya), akan merugikan
kelompok bila tidak digunakan atau dipindahkan ke tempat lain. Maka
pemimpin kelompok harus mengambil langkah, ‘membatasi
kebebasan interaksi antar anggota’ dari ketiga unsur tersebut di atas
berkali- kali dikemukakan apabila merugikan kelompok. Dimuka telah
dijelaskan bahwa dalam suasana demokrasi, maka hubungan antar
anggota itu terbuka sepanjang menguntungkan kelompok dan demi
kemajuan kelompok. Dengan demikian apabila keadaan akan
merugikan kelompok maka keterbukaan hubungan antar anggota itu
jelas harus dibatasi. Hal ini perlu diperhatikan ialah bahwa unsur faktor
yang dikemukakan itu harus benar-benar nyata dan sebaliknya
diketahui oleh semua anggota. Janganlah kelompok sekali-kali
dibohongi, sebab akan merusakan kepercayaan selanjutnya kepada
pemimpin.

Faktor ‘keterbatasan’ peristiwa, waktu dan tempat itu harus diusahakan agar
kelompok bisa menyadari. Bila anggota kelompok juga sudah menyadari akan
adanya keterbatasan tersebut, maka dengan sendirinya mereka akan ‘menahan
diri’ dan mungkin akan lebih memudahkan pemimpin menjalankan tugasnya.
Apabila kelompok sudah dapat mengarahkan diri, maka tugas pemimpin
janganlah terlalu ‘menentukan’, dalam demokrasi pancasila ditegaskan bahwa
hubungan pimpinan dengan yang dipimpinnya dapat dikatakan dengan singkat
tapi cukup padat, yaitu: ‘ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut
wuri handayani’. Oleh karena itu seorang pemimpin tidak selamanya berdiri
Bab 9 Peranan Kepemimpinan dalam Dinamika Kelompok 125

dimuka, ia dapat pula berdiri atau berada ditengah-tengah atau bahkan


dibelakang pemimpinnya (Parinduri et al., 2020; Banjaŕnahor et al., 2021).

9.6 Pola Ke-bapak-an Masyarakat


Indonesia
Barangkali pola ke-bapak-an (paternalistic pattern) ini bisa dijumpai bukan
hanya di Indonesia mungkin hampir disetiap negara berkembang. Disalah satu
negara Amerika Selatan juga terdapat pola ke-bapak-an. Di Indonesia perkataan
‘bapak’ mempunyai arti bermacam-macam. Bapak dapat diartikan sebutan yang
disebutkan oleh seseorang yang sama sekali tak ada hubungan keluarga apa-apa,
misalnya sebutan seorang mahasiswa kepada dosennya. Juga dari bawahan pada
atasan sering keluar ucapan bapak. Bahwa kepada Presiden sekalipun digunakan
ucapkan Bapak Presiden. Contoh lain masih banyak dapat dicari sejak kapan
istilah ucapan ‘bapak’ ini dikenal, tidak mudah untuk dikenal lagi. Mungkin
orang sudah tidak peduli lagi dengan asal-usul kata ‘bapak’. Yang perlu ditelaah
adalah dengan kepemimpinan yang berkembang di negara kita. Sebagaimana
telah berulang kali dikatakan bahwa musyawarah adalah cara mengambil
keputusan (decisionma making process) yang mewarnai demokrasi kita,
demokrasi pancasila dalam kehidupan sehari-hari pelaksanaan musyawarah ini
tidak begitu mudah. Pelaksanaan meminta persyaratan, antara lain kesadaran
akan pentingnya terpelihara persatuan dan kesatuan (Hasibuan, Sari, et al., 2021;
Kuswandi et al., 2021).
Persatuan dan kesatuan mana sangat diperlukan kelompok maka seseorang
anggota harus merelakan diri secara sadar untuk ‘gigih’ mempertahankan
pendiriannya. Disini jelas diperlukan prasyarat adanya saling pengertian, saling
mempercayai bahkan saling mencintai dalam artinya yang luas. Jadi suatu
forum demokrasi pancasila hendaklah mencerminkan musyawarah, seperti
musyawarah yang terdapat dalam kehidupan keluarga yang harmonis dan serasi
yang didasari oleh adanya rasa ‘silih asih, silih asah, silih asuh’.
Bila dikemukakan dan dihubungkan dengan kehidupan demokrasi yang
seharusnya ini, maka pola ke-bapak-an itu jelas menunjang terciptanya keadaan
kehidupan yang ideal itu. Pendek kata dilihat dari segi ini pola kepemimpinan
ke-bapak-an ini menguntungkan dan akan hidup subur. Akan tetapi pola ke-
126 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

bapak-an juga bisa merugikan kehidupan demokrasi. Musyawarah minta


kerelaan secara sadar demi kesatuan dan kemajuan kelompok. Kerelaan secara
sadar ini bukan hanya dari para anggotanya saja, tetapi juga dari pimpinannya.
Pendek kata dari semua orang berkepentingan dengan musyawarah itu
perkataan ‘silih dalam kata silih asah, silih asih dan silih asuh berarti ‘saling’
(mutual). Artinya sadar antar anggota dan pimpinan itu harus terdapat hubungan
saling mencerdaskan, saling menjaga.
Persoalannya ialah: relakan secara sadar seorang pemimpin yang disebut bapak
oleh anggota atau bawahan itu ‘disalahkan’ bila keliru, dicintai seperti oleh
anggota keluarganya, diperingatkan bila lupa atau keluar dari ketentuan?. Bila
rela dan sadar, insya allah, suasana kehidupan demokrasi Pancasila yang
tercermin dalam keluarga yang serasi dan harmonis akan terwujud dengan
nyata. Sebaliknya bila tidak terdapat, maka pola ke-bapak-an hendaknya sedikit
demi sedikit dihilangkan saja, sebab lambat laun akan menghasilkan orang-
orang atau individu-individu yang sangat menggantungkan diri, kurang prakas,
tak percaya ada kekuatan diri sendiri, bersikap masa bodoh (apatis), kurang
berpartisipasi pada pengembangan dan hidup penuh dengan kekuatan dan rasa
berdosa (N. I. P. Simarmata et al., 2021; Sahir et al., 2022).
Bab 10
Peranan Kepemimpinan Dalam
Manajemen Konflik

10.1 Pendahuluan
Setiap manusia ditakdirkan untuk menjadi pemimpin, baik untuk dirinya sendiri
atau untuk sebuah komunitas. Sebagai pemimpin atau pemimpin dalam
kelompok manajemen atau organisasi, pemimpin diharapkan untuk 'memimpin'
dalam arti bahwa ia memiliki rasa dan keterampilan seorang pemimpin, dimulai
dengan memahami teori-teori dasar dan teknik kepemimpinan, visioner,
memahami situasi kerja, memahami situasi anggota yang dipimpinnya,
memahami tujuan dan kepentingan bersama, evaluatif, mampu bergerak,
mampu memotivasi, efisien, berpengetahuan luas, dan lain-lain.
Salah satu aspek terpenting dari proses ini adalah kemampuan pemimpin untuk
mengevaluasi, khususnya kemampuan pemimpin untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah. Tugas seorang pemimpin adalah mengelola masalah
agar tidak berlarut-larut dan berkepanjangan. Konsep manusia adalah entitas
sosial yang tidak bisa ada sendiri dan realitas kehidupan manusia tidak dapat
diisolasi dari konflik. Pluralisme atau keragaman ini adalah bagian dari realitas
keberadaan masyarakat, khususnya dalam masyarakat kontemporer, yang
memiliki rasa atau kecenderungan untuk membangun tatanan yang lebih baik
128 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

melalui pengelompokan sosial tertentu, oleh karena itu daya saing, persaingan,
dan konflik adalah realitas sejati. Ini sering terjadi dan menjadi tidak dapat
dihindari (Muftitama, 2020).
Banyak alasan yang dapat menyebabkan masalah atau perselisihan kelompok,
termasuk ketidaksetaraan sosial, kesenjangan pemikiran, kesenjangan tugas,
diferensiasi sosial, diferensiasi konsep, dominasi, subordinasi, aturan, nilai,
keyakinan, ras, etnis, dan sebagainya. Akibatnya, peran seorang pemimpin yang
juga seorang penatua (atau yang disebut ketua) adalah untuk memahami,
merasakan, dan mengatasi kesulitan dan perselisihan saat ini dengan penilaian
yang adil atau cerdas.

Gambar 10.1: Kualitas Kepemimpinan (Techsgreat, 2019)


Seorang pemimpin yang tidak menyadari kualitas kepemimpinannya tidak
diragukan lagi akan merasa sulit untuk menangani kesulitan yang muncul.
Seorang pemimpin juga harus memahami kepribadian atau karakteristik
individu yang dipimpinnya. Menurut SK Hayashi dalam bukunya Shaheena
Nazir Judge, salah satu hal terpenting yang perlu diingat dalam komunikasi
adalah memahami bagaimana berhubungan dengan seseorang dan menemukan
kepribadian mereka, apa yang menggerakkan mereka, dan apa yang memotivasi
mereka.
Tantangan yang sering dihadapi seorang pemimpin adalah penggunaan metode
ketika ada ketidaksepakatan dalam kelompok, khususnya bagaimana
menemukan jawaban dan resolusi ketika konflik terjadi. Munculnya perdebatan
dan konflik kelompok internal akan berdampak pada tujuan kelompok, penataan
yang tidak efisien, dan bahkan pembagian kelompok itu sendiri. Oleh karena itu
Bab 10 Peranan Kepemimpinan Dalam Manajemen Konflik 129

memerlukan strategi yang efektif dan efisien yang dapat digunakan sebagai
panduan oleh seorang pemimpin dalam menetralisir masalah kelompok internal
yang memengaruhi stabilitas. Seorang pemimpin yang efektif dapat mengatasi
tantangan apapun dengan sikap yang lebih terbuka dan lebih baik daripada
pemimpin yang "kerdil" dan tidak efisien yang selalu penuh dengan gagasan
terbatas. Pengetahuan dalam resolusi konflik adalah keterampilan mendasar
yang harus diperoleh setiap pemimpin; akibatnya, ia memerlukan upaya seperti
teknik yang relevan dan mudah diterapkan oleh semua orang, terutama
pemimpin kelompok, ketika dihadapkan dengan serangkaian tantangan.
Pemimpin seharusnya merespons dengan cepat, menguasai dan menaklukkan
tantangan saat mereka muncul (pemecahan masalah) secara efektif dan efisien
(Muftitama, 2020).

10.2 Komunikasi Organisasi Dalam


Manajemen Konflik
Dalam peradaban kontemporer, keinginan manusia untuk keteraturan menjadi
sangat penting. Sehingga orang percaya bahwa, selain membutuhkan ketertiban
untuk diri mereka sendiri, mereka juga perlu mengatur lingkungan sekitarnya,
menjaga ketertiban, mengelola, dan mengendalikannya melalui berbagai tugas
yang dikenal sebagai manajemen dan organisasi. Komunikasi bekerja dengan
baik, sulit bagi individu untuk bergerak dan berkolaborasi secara terorganisir
jika mereka tidak berkomunikasi satu sama lain. Memahami komunikasi
merupakan modal penting bagi pemimpin organisasi dalam menjalankan
tugasnya sebagai mereka yang menguasai sumber daya manusia organisasi.
Komunikasi adalah proses menyampaikan pesan dari satu orang ke orang lain,
baik secara langsung maupun tidak langsung, secara tertulis, vokal, atau
nonverbal. Komunikasi adalah komponen penting bagi organisasi. Pentingnya
komunikasi memiliki pengaruh yang signifikan dalam menentukan
keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya. Efektivitas dan efisiensi
yang dengannya tujuan organisasi tercapai dapat dipengaruhi oleh seberapa baik
komunikasi dilakukan. Ini mengacu pada pergerakan tindakan orang di dalam
suatu organisasi menuju pencapaian tujuan organisasi.
130 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

Memahami organisasi dapat dilakukan dengan dua cara: secara objektif dan
subyektif. Secara objektif, sebuah organisasi dianggap memiliki struktur
tertentu, tetapi secara subyektif, proses penataan perilaku dimaksudkan.
Perilaku individu yang efektif berkontribusi pada pengembangan budaya kerja
yang positif, yang pada gilirannya meningkatkan kinerja organisasi. Organisasi
juga dapat didefinisikan sebagai unit sosial yang terdiri dari lebih dari satu orang
yang secara aktif diarahkan pada pencapaian tujuan bersama.
Komunikasi organisasi adalah proses menyampaikan dan menerima pesan
dalam organisasi yang beragam yang bergantung satu sama lain. Hal ini
dibandingkan dengan sistem dalam kelangsungan organisasi, yang misinya
adalah untuk menghubungkan semua bagian dalam struktur organisasi sehingga
mereka dapat saling melengkapi dan berkontribusi pada pencapaian tujuan
organisasi.

10.2.1 Konflik Dalam Organisasi


Konflik organisasi dapat diciptakan oleh ketidakcocokan peran dan ambiguitas
dalam proses komunikasi. Hal ini cukup tidak biasa untuk komunikasi yang
buruk menjadi akar dari perselisihan. Kita harus menyadari bahwa konflik dapat
terjadi kapan saja, di mana saja, dan dalam situasi / kondisi apa pun. Banyak
penelitian menunjukkan bahwa ketika komunikasi dan sistem informasi tidak
berfungsi dengan baik, salah tafsir atau kesalahpahaman antara dua atau lebih
orang terjadi dan dapat mengakibatkan konflik (Siregar and Usriyah, 2021).
Secara alami, konflik muncul sebagai akibat dari ketidakcocokan yang
disebutkan di atas. Konflik adalah ketidaksepakatan atau pertarungan antara
individu atau kelompok organisasi. Ketidaksepakatan besar dan kecil dapat di
atasi dalam berbagai cara. Misalnya, memanfaatkan kekuasaan, melakukan
konfrontasi, bernegosiasi, menenangkan situasi, dan menghindari perselisihan
adalah segala cara untuk menyelesaikan konflik.
Konflik, di sisi lain, memiliki dampak negatif pada stabilitas organisasi, karena
dapat menghambat komunikasi organisasi; menghambat pembentukan kerja
sama antara orang-orang yang berkonflik dalam organisasi; mengganggu
produktivitas dan kinerja orang-orang dalam organisasi; menyebabkan
munculnya saling curiga di antara anggota organisasi; menyebabkan gangguan
pribadi menjadi stres, ketakutan, frustrasi, dan apatis; dan menciptakan situasi
untuk individu (Siregar and Usriyah, 2021).
Bab 10 Peranan Kepemimpinan Dalam Manajemen Konflik 131

Konflik yang memiliki dampak menguntungkan disebut sebagai konflik


fungsional karena mereka benar-benar dapat merangsang pencapaian tujuan
organisasi dengan meningkatkan kinerja sumber daya manusia organisasi.
Perspektif seseorang tentang komunikasi interpersonal dapat memengaruhi
kapasitasnya untuk mengelola konflik, dan mereka yang memiliki kepribadian
keluar lebih cenderung kompeten dalam mengelola konflik interpersonal.
Pemimpin harus terampil dalam resolusi konflik agar ketidaksepakatan
memiliki pengaruh yang menguntungkan pada pencapaian tujuan perusahaan.
Tujuan dari resolusi konflik dalam organisasi adalah untuk mendorong dan
mempertahankan kolaborasi yang harmonis di antara anggotanya (Siregar and
Usriyah, 2021).
Taktik berikut dapat digunakan untuk menerapkan strategi resolusi konflik:
1. Dengan menghindari kesulitan atau situasi yang mungkin
menyebabkan konfrontasi. Penghindaran diperlukan jika masalah atau
masalahnya kecil, atau jika kemungkinan konflik tidak sebanding
dengan konsekuensinya.
2. Akomodatif; adalah tindakan memberi orang lain kesempatan untuk
mencapai kesepakatan yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah
yang telah muncul; metode ini harus digunakan jika konflik penting
bagi orang lain untuk memungkinkan kerja sama dengan memberi
mereka yang dihadapkan pada kesempatan untuk mencapai keputusan
bersama.
3. Jika seseorang memiliki lebih banyak pengetahuan dan keahlian yang
lebih besar daripada lawan konfrontatif, teknik kompetisi diperlukan.
Strategi ini dapat mengakibatkan perselisihan yang lebih besar dan
lebih tahan lama, tetapi dapat berguna untuk alasan keamanan.
4. Kompromi atau Negosiasi; Strategi ini melibatkan masing-masing
pihak yang berkonflik memberi atau menawarkan sesuatu untuk
memungkinkan saling memberi dan menerima antara pihak-pihak
yang berkonflik.
5. Kolaborasi adalah metode penyelesaian konflik yang memprioritaskan
pembentukan kolaborasi antara pihak-pihak yang berseteruan. Ini
menuntut komitmen masing-masing mitra untuk saling membantu
untuk mengadopsi strategi ini.
132 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

Strategi untuk menyelesaikan konflik di perusahaan harus menggunakan


komunikasi sebagai alat untuk mengubah dan membimbing persepsi dan
perilaku mereka yang mengalami konflik. Komunikasi organisasi adalah aspek
yang paling penting dari operasi organisasi karena dapat digunakan sebagai
media bagi administrator dan anggota organisasi untuk mengirim perintah,
saran, informasi, kritik, rekomendasi, dan ide-ide.
Selain itu, komunikasi organisasi berfungsi sebagai dasar, yang menyiratkan
bahwa komunikasi terus diprioritaskan dalam upaya untuk meningkatkan
produktivitas dan meningkatkan kualitas dan kinerja manajemen dan anggota
organisasi. Komunikasi organisasi juga berfungsi sebagai mekanisme utama
untuk menyelesaikan masalah di dalam perusahaan (Siregar and Usriyah, 2021).

10.2.2 Fungsi Komunikasi Dalam Meredam Konflik


Dalam komunikasi organisasi, tidak dapat dipisahkan fungsi dan status yang
dimiliki semua orang di perusahaan, bagaimana seseorang berinteraksi dengan
orang lain juga ditentukan oleh peran dan status itu. Komunikasi dapat terjadi
antara pemimpin dan pengikutnya, antara bawahan dan atasan, atau di antara
bawahan itu sendiri. Komunikasi antar unit organisasi sangat penting untuk
operasi yang efisien (Siregar and Usriyah, 2021).
Setiap organisasi, baik komersial maupun sosial, selalu menggabungkan
komunikasi, yang memiliki empat fungsi, yaitu sebagai berikut:
1. Fungsi Informatif
Organisasi sering dilihat sebagai mekanisme pemrosesan data. Ini
berarti bahwa setiap anggota organisasi membutuhkan sejumlah besar
informasi, informasi berkualitas tinggi, dan akses cepat ke informasi.
Informasi yang diperoleh memungkinkan anggota organisasi untuk
melaksanakan pekerjaan mereka dengan percaya diri; Informasi
diperlukan oleh orang-orang di berbagai posisi dalam organisasi.
Orang-orang dalam manajemen membutuhkan pengetahuan untuk
membuat kebijakan organisasi dan menangani masalah organisasi.
2. Peran Regulasi
Fungsi ini berkaitan dengan aturan organisasi saat ini. Ada dua faktor
yang dapat berdampak pada fungsi regulasi ini: pertama, pemimpin
atau orang-orang dengan wewenang untuk mengarahkan informasi
Bab 10 Peranan Kepemimpinan Dalam Manajemen Konflik 133

yang akan disampaikan dan pesan peraturan berorientasi pada proses


kerja; dan kedua, pemimpin atau orang-orang dengan wewenang untuk
mengarahkan informasi yang akan disampaikan dan pesan peraturan
berorientasi pada proses kerja.
3. Fungsi Persuasif
Memprioritaskan penggunaan otoritas dalam manajemen organisasi
tidak selalu bermanfaat dalam mencapai tujuan. Pemimpin harus
mengevaluasi fungsi persuasi ini untuk menginstruksikan bawahan
mereka mengingat kenyataan ini. Tentu saja, dengan peran persuasi,
dapat menyebabkan ketulusan bawahan dalam melaksanakan
pekerjaan mereka secara efisien.
4. Fungsi Integratif
Organisasi harus menyediakan saluran yang memungkinkan sumber
daya manusia untuk melaksanakan tanggung jawab mereka dan
beroperasi secara efektif. Ada dua jenis saluran komunikasi yang perlu
dipertimbangkan: saluran komunikasi formal dan saluran komunikasi
informal. Saluran komunikasi formal termasuk laporan kinerja, buletin
organisasi dan majalah, dan publikasi lainnya. Sementara itu, saluran
komunikasi informal meliputi obrolan yang berlangsung di luar jam
kerja, kegiatan tur kolaboratif, dan lain-lain.

Berdasarkan fungsi yang dijelaskan di atas, komunikasi memainkan peran


informatif sebagai sumber pengetahuan yang mungkin membantu meredakan
potensi konflik. Komunikasi memiliki fungsi pengaturan dalam pengembangan
peraturan yang disepakati bersama. Komunikasi juga memiliki peran persuasif
dalam memengaruhi mereka yang terlibat dalam konflik untuk mencapai
kesepakatan. Komunikasi memiliki fungsi integratif dengan menyatukan
kesalahpahaman untuk menghilangkan perselisihan di dalam perusahaan.
Komunikasi berfungsi sebagai teknik pencegahan dan represif dalam
pengelolaan perselisihan intra-organisasi. Komunikasi dapat dilakukan sebagai
strategi pencegahan dengan mengendalikan dan melaksanakan taktik
komunikasi yang sesuai, sehingga mengurangi miskomunikasi yang dapat
menyebabkan perselisihan di antara anggota perusahaan. Sementara itu, sebagai
langkah represif, peran komunikasi dalam manajemen konflik dapat dimainkan
dengan menjadikan komunikasi sebagai alat utama dalam melaksanakan
134 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

strategi penyelesaian konflik dan manajemen yang dilakukan dengan berbagai


strategi, seperti strategi penghindaran, strategi akomodatif, strategi persaingan,
strategi kompromi dan negosiasi, serta strategi kolaborasi.

10.3 Peran Kepemimpinan Dalam


Mengendalikan Konflik
Kepemimpinan adalah proses mengarahkan aktivitas suatu kelompok ke arah
mencapai tujuan. Dalam definisi lain dari kepemimpinan adalah kemampuan
dan bakat seseorang di kantor sebagai kepala unit kerja untuk memengaruhi
orang lain, terutama bawahan, untuk berpikir dan berperilaku sedemikian rupa
sehingga perilaku yang baik memberikan kontribusi signifikan terhadap
pencapaian tujuan organisasi.
Tugas kepemimpinan sangat signifikan dalam suatu organisasi karena
kepemimpinan memiliki efek langsung dan bahkan sangat substansial pada
kinerja dan tujuan yang harus dicapai. Ada hubungan yang signifikan antara
kegiatan kepemimpinan pemimpin dan budaya perusahaan, menurut
kepemimpinan organisasi. Kepemimpinan sangat penting dalam desain dan
pengembangan strategi organisasi (Wajdi and Arif, 2021).
Sebuah organisasi tidak akan berfungsi dengan baik kecuali seorang pemimpin
berfungsi sebagai orang yang bertanggung jawab atas organisasi yang
dipimpinnya. Demikian pula, kepemimpinan tidak akan berfungsi secara efisien
dalam melaksanakan tanggung jawabnya kecuali menerima bantuan dan
berinteraksi dengan anggota (bawahan).
Konflik adalah pertemuan yang terjadi sebagai akibat dari gesekan, perbedaan
sudut pandang dan tujuan, persaingan di antara anggota organisasi, dan
ketidakcocokan. Indikator keberhasilan organisasi diwakili dalam kinerja
lengkap, termasuk kinerja keuangan, karakteristik sumber daya manusia,
prosedur kerja, dan suasana yang menguntungkan. Kegiatan organisasi
mungkin produktif dan kondusif ketika orang dan kelompok kerja lainnya
memiliki rasa saling mendukung dan ketergantungan satu sama lain,
menghasilkan interaksi yang kondusif untuk mencapai tujuan organisasi sambil
menghindari perbedaan yang pada akhirnya akan menjadi konflik.
Bab 10 Peranan Kepemimpinan Dalam Manajemen Konflik 135

Manusia akan terus menghadapi konflik (polemik), baik secara individu


maupun berkelompok. Perusahaan yang baik dan efektif akan membangun
rencana dalam bentuk manajemen organisasi berdasarkan harapan dan tujuan
yang diinginkan. Akibatnya, dengan seorang pemimpin sebagai salah satu
sumber daya manusia yang kompeten, dengan keterampilan dan kemampuan
untuk melaksanakan kewajibannya, ia mampu berkomunikasi secara efektif
dengan kriteria lain sebagai pemimpin (Wajdi and Arif, 2021).
Untuk menyelesaikan perselisihan, pemimpin dapat memberikan kesempatan
bagi semua anggota kelompok untuk menyuarakan ide-ide mereka tentang
kondisi utama yang diinginkan, yang harus disediakan sesuai dengan perspektif
mereka yang terpisah dengan menggunakan berbagai sumber daya dan dana
yang tersedia.
Otoritas pemimpin merupakan sumber kekuatan kolektif. Manajer yang
bertanggung jawab dengan memimpin kelompok, membuat keputusan, atau
secara efektif memecahkan masalah harus dapat menggunakan kekuatan dan
otoritas yang datang dengan pekerjaan (BRATA, 2011).
Ada banyak cara untuk menyelesaikan perselisihan, menurut Nader dan Todd
dalam salah satu karya mereka, The Disputing Process Law In Ten Societies
(BRATA, 2011):
1. Bersabarlah (Lumping), tindakan yang mengacu pada sikap yang
menganggap remeh konflik, atau dengan kata lain, masalah dalam
konflik mudah diabaikan, bahkan jika hubungan dengan orang yang
berkonflik terus berlanjut, karena orang yang berkonflik tidak
memiliki informasi atau akses hukumnya terbatas.
2. Asumsi bahwa konflik yang terjadi atau dihasilkan tidak memiliki
kekuatan sosial, ekonomi, atau emosional yang mendasari
penghindaran, yang merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
mengakhiri hubungan dengan meninggalkan perselisihan.
3. Kekerasan atau pemaksaan (Pemaksaan) adalah metode yang
digunakan untuk menyelesaikan perselisihan jika dampaknya
dianggap negatif.
4. Negosiasi adalah tindakan termasuk keyakinan bahwa resolusi konflik
dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang berseteruan yang bekerja sama
tanpa keterlibatan pihak ketiga. Kelompok ini tidak mencari solusi atau
136 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

parameter dari satu aturan, melainkan menciptakan aturan yang dapat


mengatur hubungannya dengan pihak lain.
5. Konsiliasi (Konsiliasi), yang merupakan tindakan untuk membawa
semua pihak yang terlibat dalam sengketa ke meja perundingan.
Konsiliator tidak berkewajiban untuk berpartisipasi aktif dalam fase
tawar-menawar, meskipun ia mungkin dapat melakukannya dalam
batasan yang diberlakukan oleh pihak-pihak yang berlawanan.
Konsiliator sering memberikan latar belakang untuk diskusi dan
bekerja sebagai mediator.
6. Mediasi (Mediasi) mengacu pada pihak ketiga yang menangani /
membantu dalam menyelesaikan masalah untuk mencapai
kesepakatan.
7. Arbitrase terjadi ketika kedua belah pihak dalam sengketa menyetujui
intervensi orang ketiga dengan kekuatan hukum, dan mereka sudah
setuju untuk menerima putusannya.
8. Keterlibatan pihak ketiga yang diizinkan untuk campur tangan dalam
penyelesaian sengketa, apakah pihak yang bertikai menginginkannya
atau tidak, disebut sebagai yudisial (ajudikasi).

Teknik berikut dapat digunakan sebagai kepemimpinan kontribusi peran dalam


pengendalian konflik / resolusi (BRATA, 2011):
1. Mampu mengkomunikasikan masalah inti yang mendorong
ketidaksepakatan. Ketika masalah inti terisolasi, konflik tidak dapat
diselesaikan. Konflik sangat tergantung pada konteks, dan setiap
peserta yang terlibat harus menyadari situasinya. Masalah menjadi
jelas ketika mereka dinyatakan dalam frasa konkret daripada
mengandalkan asumsi.
2. Konfrontasi sebagai metode penyelesaian sengketa sering
menyebabkan orang membentuk benteng. Bicara tentang masalah inti
daripada siapa yang harus disalahkan.
3. Bersedia untuk mengajar diri sendiri untuk mendengarkan dan
membedakan antara keduanya. Secara umum, kesiapan untuk
mendengarkan ditambah dengan keinginan untuk menjawab. Kedua
Bab 10 Peranan Kepemimpinan Dalam Manajemen Konflik 137

belah pihak harus berusaha untuk benar-benar mendengarkan satu


sama lain.
4. Mampu mengirimkan rekomendasi atau saran. Buat proposal baru
yang mempertimbangkan kepentingan kedua belah pihak dan dapat
memuaskan keduanya. Juga, ekspresikan keinginan untuk selalu
tersedia untuk membantu dalam realisasi ide-ide ini.
5. Mengurangi ketidakcocokan. Temukan media bahagia antara kedua
belah pihak, yang sering memiliki perspektif dan keyakinan yang
berlawanan. Pertimbangkan perbedaan yang tidak mendasar dan
berkonsentrasi pada kesamaan.

Kemampuan untuk mengelola konflik, terutama di antara orang-orang dalam


posisi kepemimpinan. Yang paling penting adalah memiliki informasi yang
tepat dan sikap konstruktif terhadap konflik, karena konflik tidak selalu
berdampak negatif pada perusahaan. Seorang pemimpin akan dapat mengelola
perselisihan yang tak terelakkan dan, jika memungkinkan, memanfaatkannya
untuk mempromosikan keterbukaan organisasi dan anggotanya.
138 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi
Bab 11
Peranan Kepemimpinan dalam
Membangun Komunikasi

11.1 Pemimpin dan Komunikasi


Arti pemimpin adalah seseorang dalam suatu organisasi yang memiliki
kompetensi dan potensi untuk melangkah maju, memberikan bimbingan,
memberikan dukungan dan semangat kepada anggota organisasi dalam
mencapai tujuan mereka (Luthra, 2015). Dalam membimbing, menanamkan
keterampilan, memotivasi dan lain sebagainya seorang pemimpin juga sekaligus
berperan sebagai seorang komunikator. Menurut Ayub, Manaf and Hamzah
(2014) seorang pemimpin dianggap sebagai orang yang tidak hanya
mencontohkan tetapi yang terpenting memiliki kemampuan untuk
mengomunikasikan tindakan dengan lantang dan jelas.
Pemimpin harus memahami bahwa komunikasi strategis memainkan peran
kunci bagi pemimpin dalam memastikan bahwa orang-orang mereka untuk
melakukan hal yang benar dan berhati-hati dalam mengelola hubungan internal
dan eksternal dalam mendukung pertumbuhan organisasi (Zerfass & Huck,
2007 dalam Ayub, Manaf and Hamzah, 2014). Sehingga seorang pemimpin
yang hebat harus mampu berkomunikasi dengan baik, artinya harus bisa
menjadi seorang komunikator yang handal.
140 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

Pemimpin hebat adalah seorang komunikator yang handal, mereka dapat


menyampaikan dan menanamkan nilai-nilai yang mereka miliki kepada orang
lain (Luthra, 2015). Rasa percaya diri yang tinggi dan nilai-nilai yang jelas yang
disampaikan dan ditanamkan kepada timnya inilah yang membuat anggota tim
menghargai dan mengikuti pemimpin tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa
komunikasi adalah kunci paling penting untuk kepemimpinan yang hebat
(Towler 2003 dalam Luthra, 2015).
Pemimpin yang baik adalah yang dapat berkomunikasi secara efektif. Mereka
dengan komunikasi yang baik dapat menggabungkan hal yang sama dalam tim
mereka dan dampaknya anggota tim memiliki rasa percaya, penghargaan
selanjutnya akan mengikuti mereka sebagai pemimpin (Froschheiser dalam
Luthra, 2015). Ketika seorang pemimpin dapat menginspirasi dan
mengkomunikasikan ideologi atau tujuan kepada timnya, kelompok atau orang-
orang di sekitarnya secara efektif dan sebaliknya tim secara efisien dapat
melakukan seluruh tugas yang diberikan dengan mudah, maka inilah yang
disebut dengan kepemimpinan komunikasi (Luthra, 2015). Sehingga, ketika
pemimpin dapat berkomunikasi secara efektif, dia lebih mungkin untuk
mendapatkan kepercayaan karyawan, yang pada akhirnya memengaruhi
kepuasan komunikasi antara pemimpin dan pengikut (Madlock, 2008 dalam
Wikaningrum, Udin and Yuniawan, 2018).
Pemimpin yang efektif, wajib untuk memastikan persuasi, tanggung jawab,
asosiasi terencana, menciptakan dan mengelola sistem nilai dan memberikan
dukungan dan motivasi kepada timnya (Luthra and Dahiya, 2015). Seorang
pemimpin yang efektif harus mampu mencapai semua ini dengan
kepemimpinan yang efektif, perencanaan yang baik, pemantauan dan
komunikasi. Di antara faktor-faktor yang disebutkan ini, komunikasi yang
sempurna dan tepat adalah yang paling penting (Luthra and Dahiya, 2015).
Komunikasi yang efektif dan akurat berperan sebagai faktor penting untuk
tumbuh sebagai pemimpin atau manajer yang efisien dan sukses (Luthra and
Dahiya, 2015). Untuk mencapai kesuksesan profesional, pemimpin harus
menjadi komunikator yang efektif dan meyakinkan. Adalah penting bahwa
pemimpin dan tim mereka harus belajar bagaimana berkomunikasi dengan
sempurna karena ini tidak hanya akan membantu tim untuk menyelesaikan
proyek mereka dengan sukses, tetapi juga memungkinkan organisasi untuk
mencapai kesuksesan dan pertumbuhan (Lee Froschheiser dalam (Luthra and
Dahiya, 2015).
Bab 11 Peranan Kepemimpinan dalam Membangun Komunikasi 141

Komunikasi memungkinkan para pemimpin untuk berbagi apa yang mereka


miliki dan apa yang mereka harapkan dari orang lain (Luthra and Dahiya, 2015).
Keterampilan komunikasi yang baik membantu mengembangkan pemahaman
dan kepercayaan yang lebih baik di antara orang-orang yang menginspirasi
mereka untuk mengikuti prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang ingin ditanamkan
oleh pemimpin mereka ke dalam diri mereka (Luthra and Dahiya, 2015). Jadi,
komunikasi yang efektiflah yang membuat para pemimpin berhasil memimpin
(Barrett, 2006).

11.2 Komunikasi Kepemimpinan


Menurut Holladay dan Coombs (1993) dalam Wikaningrum, Udin and
Yuniawan (2018), kepemimpinan adalah perilaku yang dilakukan oleh
komunikasi, di mana komunikasi memperjelas persepsi tentang karisma
seorang pemimpin.Komunikasi kepemimpinan didefinisikan sebagai
menginspirasi dan mendorong individu atau kelompok dengan berbagi
informasi yang sistematis dan bermakna dengan menggunakan keterampilan
komunikasi yang sangat baik (Luthra, 2015). Lebih lanjut Luthra (2015)
menyatakan bahwa komunikasi kepemimpinan adalah proses kompleks yang
dimulai dari pengembangan strategi untuk berkomunikasi, menulis dengan tepat
dan kemudian berbicara secara efektif untuk mengendalikan situasi sulit. Pada
intinya komunikasi kepemimpinan adalah tentang membangun hubungan
(Ayub, Manaf and Hamzah, 2014).
Definisi komunikasi kepemimpinan lainnya yaitu yang disampaikan oleh
Barrett (2006) adalah 1) Transfer makna yang terkendali dan terarah di mana
para pemimpin memengaruhi satu orang, kelompok, organisasi, atau komunitas.
2) Menggunakan berbagai keterampilan komunikasi dan sumber daya untuk
mengatasi gangguan dan untuk membuat dan menyampaikan pesan yang
membimbing, mengarahkan, memotivasi, atau menginspirasi orang lain untuk
bertindak. 3) Terdiri dari keterampilan berlapis dan meluas dari pengembangan
strategi komunikasi (penulisan dan berbicara) yang efektif hingga penggunaan
keterampilan ini dalam situasi organisasi yang lebih kompleks.
Komunikasi kepemimpinan tergantung pada kemampuan untuk
memproyeksikan citra positif, atau lebih khususnya, etos positif, di dalam dan
di luar organisasi (Barrett, 2006). Etos positif akan membawa pemimpin untuk
142 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

memengaruhi audiens mereka dengan pesan yang mereka maksudkan.


Sebaliknya etos negatif akan menjadi salah satu rintangan terbesar untuk
tercapainya efektivitas komunikasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa
komunikasi kepemimpinan yang sukses tergantung pada memproyeksikan etos
positif (Barrett, 2006).
Lebih lanjut Barrett (2006) menyatakan bahwa untuk menciptakan etos positif
diperlukan kredibilitas. Pemimpin yang kredibel adalah seseorang yang
berpengetahuan, berwibawa, percaya diri, jujur, dan dapat dipercaya.
Contohnya ketika seorang pemimpin berpidato maka dia harus mempersiapkan
bahan presentasi dengan baik sebelumnya dan merasa percaya diri ketika
menyampaikan presentasi, pesan disampaikan secara efektif (seperti kontak
mata yang mantap), dan memiliki kesiapan yang baik untuk menjawab
pertanyaan audiens dan berkata, "Saya tidak tahu tetapi akan mencari tahu untuk
Anda" ketika mereka tidak memiliki jawabannya (Barrett, 2006). Hal inilah
yang akan meningkatkan etos positif seorang pemimpin.

11.2.1 Tiga Aspek Komunikasi Kepemimpinan


Menurut Luthra (2015) komunikasi kepemimpinan memiliki tiga aspek utama
yaitu:
1. Inti. Pendekatan, berbicara dan menulis merupakan aspek utama dalam
komunikasi. Ketiga aspek ini perlu untuk dikembangkan oleh seorang
pemimpin,
2. Manajerial. Aspek manajerial dari komunikasi kepemimpinan
diantaranya adalah pengelolaan tim, koordinasi tim, menjadi
pendengar yang baik, fasilitasi training, dan pendampingan.
3. Korporat. Aspek komunikasi korporat adalah keterampilan yang
dibutuhkan di tingkat kepemimpinan manajemen atas. Keterampilan
komunikasi korporat diperlukan untuk komunikasi ekternal,
membangun citra, komunikasi selama krisis dan komunikasi dengan
media.
Bab 11 Peranan Kepemimpinan dalam Membangun Komunikasi 143

11.2.2 Gaya Kepemimpinan Memengaruhi Komunikasi


Berikut ini adalah gaya kepemimpinan yang memengaruhi komunikasi menurut
Luthra (2015) dan Luthra and Dahiya (2015) yaitu:
1. Gaya sesuai situasi. Gaya kepemimpinan yang praktiknya beragam
dalam situasi yang berbeda sesuai dengan kebutuhan audiens dan
kualitas kepemimpinan pribadi. Beberapa situasi mengharuskan
komunikasi langsung dan dalam situasi lain pemimpin harus memilih
cara komunikasi tidak langsung.
2. Gaya kepemimpinan berorientasi tujuan. Para pemimpin harus
mengomunikasikan visi dan tujuan untuk timnya sehingga memotivasi
mereka untuk mencapainya dengan efisiensi. Pemimpin
berkomunikasi sedemikian rupa sehingga dia akan mampu membuat
orang lain melihat apa yang dia harapkan dari mereka. Tim terlibat,
mendengarkan secara efektif, komunikasi yang jelas dan tepat waktu
adalah fitur utama dari gaya ini. Gaya kepemimpinan ini membuat
komunikasi menjadi komunikasi yang efektif.
3. Gaya kepemimpinan direktif. Dalam gaya kepemimpinan ini
pemimpin membantu timnya untuk mencapai target kerja pribadi dan
target tim mereka dengan memberi tahu mereka metode yang tepat dan
menunjukkan arah yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut.
4. Berorientasi pada orang atau karyawan. Dalam gaya kepemimpinan
people centric sebagai pemimpin harus berhubungan secara teratur dan
berkomunikasi dengan karyawan ini agar pekerjaan cepat selesai.
Pemimpin harus membuat strategi yang sesuai dengan karyawan untuk
membuat mereka terikat pada pekerjaan mereka. Komunikasi adalah
bagian penting dari gaya kepemimpinan ini.
5. Gaya kepemimpinan menurut tingkatan intelektual. Gaya
kepemimpinannya dengan memperhatikan tingkat intelektual dan
kedewasaan karyawan. Kedewasaan tidak mengacu pada stabilitas
kerja, kecenderungan untuk menangani situasi yang kompleks, potensi
pencapaian target yang diberikan dll. Pemimpin yang efektif selalu
berusaha menjaga keseimbangan yang baik dengan menyesuaikan
144 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

metode kepemimpinan yang selanjutnya memiliki pengaruh pada


komunikasi.
6. Gaya kepemimpinan perilaku. Gaya kepemimpinan ini tidak
bergantung pada banyak cara, tetapi bergantung pada situasi, di mana
dan mengapa harus digunakan. Konsekuensi dari gaya ini adalah
bahwa selama komunikasi, asosiasi harus memiliki pertimbangan yang
cukup untuk membuat interaksi menjadi sukses.
7. Gaya kepemimpinan berbasis tindakan. Gaya ini menganjurkan agar
pemimpin memberi penekanan pada tiga hal yaitu tugas utama, tugas,
kelompok dan individu. Sangat penting bagi seorang pemimpin untuk
meningkatkan dan menjaga keseimbangan antara kebutuhan tugas,
tim, dan individu dengan berkomunikasi secara teratur dan efektif
dengan mereka.

11.2.3 Prinsip-prinsip Komunikasi untuk Menjadi


Komunikator yang Handal
Berikut ini adalah beberapa prinsip-prinsip komunikasi menurut Luthra (2015)
dan Luthra and Dahiya (2015) yaitu:
1. Percaya diri. Rasa percaya diri merupakan prinsip penting bagi seorang
pemimpin untuk dapat berkomunikasi, meyakinkan anggota tim untuk
membangun kerjasama dan mencapai tujuan yang diinginkan.
2. Memberikan contoh. Seorang pemimpin yang baik harus dapat
mengkomunikasikan aturan sekaligus mengikuti aturan yang dia buat
sendiri agar dapat diikuti oleh anggota timnya.
3. Energik dan dapat memotivasi diri. Pemimpin yang handal harus selalu
bersemangat dan dapat memotivasi dirinya sendiri. Seorang pemimpin
yang memiliki semangat dan motivasi diri yang tinggi akan mampu
untuk meningkatkan semangat dan memotivasi anggotanya.
4. Stabil dan dapat dipercaya. Seorang pemimpin sejati adalah seseorang
komunikator yang stabil dan dapat dipercaya. Peningkatkan
kepribadian dan pengembangan kepercayaan melalui komunikasi
dengan tim dan eksternal sangat diperlukan.
Bab 11 Peranan Kepemimpinan dalam Membangun Komunikasi 145

5. Mudah didekati. Seorang komunikator yang baik sekaligus sebagai


pemimpin yang baik harus mampu membuka komunikasi. Dia harus
siap dihubungi baik oleh tim maupun pihak eksternal lainnya.
6. Berpikir jernih. Komunikasi kepemimpinan yang efektif dapat terjadi
jika pemimpin memiliki proses berpikir yang jernih. Seorang
pemimpin harus memiliki kompetensi dalam memilih metode, saluran
dan pendekatan komunikasi sesuai dengan latar belakang penerimanya
(anggota tim/pihak eksternal). Sehingga mereka mampu untuk
memahami apa yang disampaikan.
7. Informasi jelas, singkat dan penghargaan terhadap ide orang lain.
Seorang pemimpin adalah seorang komunikator yang handal. Dia
harus dapat menyampaikan informasi secara jelas dan singkat serta
dapat mendengarkan dan menghargai ide orang lain.
8. Transparan. Sistem komunikasi yang transparan harus dibangun untuk
mengurangi berkembanganya selentingan apa pun yang tidak perlu.
9. Fokus dan stabil. Dalam mengembangkan komunikasi yang efektif,
seorang pemimpin harus tetap fokus dan stabil. Terutama pada saat
saat sulit, karena anggota tim bergantung pada pemimpin yang dapat
berkomunikasi dengan efektif untuk mengatasi permasalahan dan
menjaga stabilitas.
10. Komunikasi yang komprehensif. Komunikasi yang menyeluruh dan
mampu menghadapi dan mengatasi berbagai perbedaan secara praktis
dan positif adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang
pemimpin yang tangguh.
11. Mendengarkan secara efektif. Seorang pemimpin yang handal harus
mampu mendengarkan sekaligus juga berbicara secara efektif.
12. Berkomunikasi dengan baik. Sebagai seorang komunikator yang
efektif, seorang pemimpin tidak hanya berbagi informasi tapi dia juga
harus selalu berkomunikasi (menginspirasi, berbagi pendapat) dengan
timnya.
13. Berkomunikasi tanpa rasa takut. Seorang pemimpin yang hebat harus
mampu berkomunikasi tanpa rasa takut jika melakukan kesalahan. Jika
146 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

berbuat kesalahan, secara terbuka dia mau mengakuinya untuk


mendapatkan rasa hormat dan percaya dari anggota tim.
14. Mengirim pesan dengan benar. Sebagai seorang komunikator yang
efektif, seorang pemimpin harus dapat mengirimkan pesan dengan
informasi yang jelas, tepat dan benar agar tercipta komunikasi yang
efektif.
15. Pikiran terbuka. Untuk terjalinnya komunikasi yang efektif, seorang
komunikator yang hebat harus mampu berkomunikasi dengan pikiran
terbuka dan mau menerima saran/ide untuk perbaikan.
16. Tidak egois. Untuk mengurangi hambatan dalam komunikasi dengan
anggota tim, maka seorang pemimpin yang hebat harus mampu
mengurangi egonya. Karena ego dapat mengurangi penghargaan dan
menghambat pembelajaran anggota tim.
17. Tidak ambigu. Pesan yang disampaikan tidak ambigu dan informasi
yang disampaikan dikuasai oleh pemimpin. Sehingga informasi dapat
disampaikan dengan jelas kepada penerima pesan.
18. Memiliki seni berinteraksi. Seorang pemimpin sebagai komunikator
yang handal harus mampu mengembangkan seni berinteraksi baik
komunikasi antarindividu ataupun dalam kelompok.
19. Memiliki keterampilan dalam bercerita. Untuk meningkatkan
pemahaman anggotanya, maka seorang pemimpin harus dapat
menceritakan atau mendongeng dengan menggunakan contoh
peristiwa yang terkait.
20. Pengulangan pesan. Agar pesan dapat tersampaikan dengan baik, maka
seorang pemimpin harus dengan sabar untuk menginformasikan pesan
tersebut dan menyampaikannya berulangkali.
21. Cakap dalam penggunaan semua teknologi dan saluran komunikasi.
Seorang pemimpin harus kompeten dalam penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi seperti dalam pertemuan luring dan daring
(konferensi video, konferensi telepon), pengiriman pesan via email,
dll. Dalam berkomunikasi dengan anggota timnya atau pihak eksternal.
22. Komunikasi dua arah. Menjalin komunikasi dua arah atau timbal balik
agar terjalin komunikasi yang efektif.
Bab 11 Peranan Kepemimpinan dalam Membangun Komunikasi 147

11.3 Hambatan dalam Komunikasi


Kepemimpinan yang Efektif
Keterampilan komunikasi yang baik memungkinkan, menumbuhkan, dan
menciptakan pemahaman dan kepercayaan yang diperlukan untuk mendorong
orang lain mengikuti seorang pemimpin (Barrett, 2006). Tanpa komunikasi
yang efektif, seorang pemimpin hanya akan memperoleh sedikit pencapaian dan
tanpa komunikasi yang efektif, seorang pemimpin bukanlah pemimpin yang
efektif (Barrett, 2006).
Berikut adalah beberapa hambatan dalam komunikasi kepemimpinan yang
efektif menurut Luthra (2015) yaitu:
1. Kurangnya perencanaan dan tujuan sebelum berkomunikasi dengan
orang lain membatasi seorang pemimpin untuk berkomunikasi secara
efektif dengan timnya.
2. Sekalipun perencanaan dilakukan oleh seorang pemimpin sebelum
berkomunikasi, tetapi tanpa memperhatikan sifat khalayak akan
membuat proses komunikasi menjadi tidak efektif.
3. Pilihan alat dan teknik yang tidak tepat oleh seorang pemimpin untuk
melakukan komunikasi dengan tim akan menghalangi dan mengurangi
tingkat pemahaman yang tepat dari komunikasi yang dilakukan.
4. Memilih bahasa yang salah sebagai media komunikasi juga merupakan
salah satu hambatan terbesar yang membuat komunikasi pemimpin
tidak efektif.
5. Kurangnya kepercayaan satu sama lain dan sikap tidak hormat
merupakan faktor lain yang membuat komunikasi pemimpin tidak
efektif.
6. Asumsi yang salah tentang pendengar dengan mengabaikan emosi dan
kepekaan mereka mengubah komunikasi menjadi miskomunikasi.
7. Menggunakan isyarat, postur dan gerak tubuh yang tidak mendukung
kata-kata yang digunakan selama komunikasi.
8. Mengabaikan aspek umpan balik saat berkomunikasi juga merupakan
hambatan.
148 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

9. Kurang percaya diri, nilai-nilai, keberanian, pengetahuan juga


menyebabkan komunikasi menjadi tidak efektif
10. Kurangnya kualitas kepemimpinan juga merupakan hambatan utama.

Menurut Iswanti, Rahmanto and Muktiyo (2019), jika pemimpin dalam


berkomunikasi bersifat agresif dan reaktif maka akan berdampak negatif berupa:
1. Terjadinya subjektivitas.
2. Konflik dalam organisasi.
3. Hubungan kerja yang jauh dari nuansa kerjasama tim dan manusia
super.
4. Departemen solid-not-oriented lebih mementingkan kepentingan
individu dan kelompok.
5. Perilaku cenderung mudah reaktif.
6. Enggan terlibat dalam inovasi.
7. Saat terjadi krisis mudah menyerah dan menyalahkan orang lain
daripada mencari solusi.
8. Terjadi miss komunikasi.

Untuk mengurangi hambatan tersebut, maka pemimpin harus dapat


berkomunikasi dengan baik. Menurut Iswanti, Rahmanto and Muktiyo (2019)
pemimpin dalam berkomunikasi dengan baik adalah yang memahami karakter
timnya dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya dengan tipe kepribadian
bawahan akan berdampak positif berupa:
1. Tim yang solid, loyalitas dan dedikasi dalam tim menjadi tim yang
super.
2. Perilaku proaktif terhadap perubahan dan ingin berinovasi.
3. Tim termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi.
4. Berkomunikasi secara efektif lintas posisi baik secara pribadi maupun
organisasi.
5. Moralitas pemimpin menanamkan tentang nilai-nilai dan spirit “kerja
sama, terdepan, pencapaian dan terus maju” kepada seluruh karyawan
agar kinerja organisasi berkembang dan tumbuh.
6. Menjadi panutan di internal dan duta bagi pihak eksternal.
7. Bersikap objektif terhadap semua anggota tim.
Bab 12
Peran Kepemimpinan dalam
Pengambilan Keputusan

12.1 Pendahuluan
Perekonomian merupakan sentral dan strategis Hal ini membantu menjelaskan
mengapa manajer atau Pimpinan yang berbeda membuat keputusan yang
berbeda Pula. Secara keseluruhan, analisis gaya pembuat keputusan berguna
dalam memberikan pemikiran mengenai bagaimana menghadapi berbagai gaya
pengambilan keputusan. Hal ini juga tidak bisa terlepas dari kehidupan
berorganisasi serta dalam menjalani hidup sehari - hari. Kepemimpinan dalam
mengambil keputusan bukan hanya diperlukan dalam sebuah organisasi,
Perusahaan atau Lembaga saja. Namun lebih daripada itu dalam kehidupan
sehari – hari Peran Kepemimpinan itu menjadi sesuatu hal yang penting untuk
menentukan bagaimana langkah serta keputusan yang harus diambil kedepan.
Bagi seorang pemimpin organisasi, pengambilan keputusan adalah hal yang
terpenting karena pengambilan keputusan erat kaitannya dengan masa depan
suatu organisasi, baik itu keputusan sehari-hari maupun keputusan strategis.
Kepemimpinan seseorang dalam sebuah organisasi atau Perusahaan sangat
besar perannya dalam setiap pengambilan keputusan, sehingga membuat dan
mengambil tanggung jawab terhadap hasilnya adalah salah satu tugas
150 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

pemimpin. Pengambilan Keputusan dalam tinjauan perilaku mencerminkan


karakter bagi seorang pemimpin. Pengambilan keputusan mempunyai arti
penting bagi maju atau mundurnya suatu organisasi. Pengambilan keputusan
yang tepat akan menghasilkan suatu perubahan terhadap organisasi ke arah yang
lebih baik, namun sebaliknya pengambilan keputusan yang salah akan
berdampak buruk pada roda organisasi dan administrasinya. Serang Pemimpin
juga dituntut memiliki Kreativitas dalam memimpin. Kreativitas meningkatkan
kualitas keputusan. Ini meningkatkan ruang lingkup alternatif untuk
dipertimbangkan untuk pemecahan masalah. Sangat penting untuk menangani
masalah yang tidak ada pengulangan dan baru karena masalah seperti itu tidak
dapat diselesaikan dengan solusi yang telah ditentukan.
Validitas pernyataan bahwa kelompok berkembang ketika dibimbing oleh
pemimpin yang efektif dapat diilustrasikan dengan menggunakan beberapa
contoh. Misalnya, menurut Baumeister et al. (1988), efek pengamat (kegagalan
untuk menanggapi atau menawarkan bantuan) yang cenderung berkembang
dalam kelompok yang menghadapi keadaan darurat berkurang secara signifikan
dalam kelompok yang dipandu oleh seorang pemimpin. Selain itu, telah
didokumentasikan bahwa kinerja grup, kreativitas, dan efisiensi semuanya
cenderung naik dalam bisnis dengan manajer atau CEO yang ditunjuk. Namun,
perbedaan yang dibuat oleh para pemimpin tidak selalu bersifat positif.
Pemimpin terkadang fokus untuk memenuhi agenda mereka sendiri dengan
mengorbankan orang lain, termasuk pengikutnya sendiri (misalnya, Pol Pot;
Josef Stalin). Pemimpin yang berfokus pada keuntungan pribadi dengan
menerapkan gaya kepemimpinan yang kaku dan manipulatif sering membuat
perbedaan, tetapi biasanya melakukannya melalui cara-cara yang negatif.

12.2 Kepemimpinan
Kepemimpinan dalam pengertian umum adalah menunjukkan proses kegiatan
seseorang dalam pemimpin, membina,membimbing, memengaruhi dan
mengontrol pikiran, perasaan atau tingkah laku orang lain. Menurut(Thoha,
2010) , Kepemimpinan adalah: kegiatan untuk memengaruhi perilaku orang lain
atau seni memengaruhi perilaku manusia, baik secara perorangan atau
kelompok. Sedangkan menurut, (Soejono Soekanto, 2012), Kepemimpinan
adalah: “Kemampuan dari seseorang pemimpin atau leader untuk memengaruhi
orang lain (orang yang dipimpin atau pengikutya) sehingga orang lain tersebut
Bab 12 Peran Kepemimpinan dalam Pengambilan Keputusan 151

bertingkah laku sebagaimana yang dikehendaki oleh pemimpi” Kepemimpinan


dalam kaitannya dengan tipe – tipe pemimpin menurut (Siagian P, 2012)
menggolangkan dalam 5 tipe pemimpin yaitu: (1) tipe pemimpin yang otokratis;
(2) tipe pemimpin yang militeristis; (3) tipe pemimpin yang paternalis; (4) tipe
pemimpin yang kharismatis; (5) tipe pemimpin yang demokratis. (G.R Terry,
2005) menyatakan bahwa syarat – syarat kepemimpinan berkaitan dengan
pengambilan keputusan adalah sebagai berikut: (1) 1. realistis; (3) banyak akal;
(3) dapat mengambil inisiatif; (4) emosional stabil; (5) merupakan seorang
komunikator yang stabil; (6) partisipatif dalam bidang social.
Pengertian kepemimpinan perlu dipahami setiap orang, karena semua orang
memiliki kesempatan menjadi seorang pemimpin. Apalagi, dengan perbedaan-
perbedaan yang dimiliki oleh setiap orang, hal ini dapat menjadi sebuah nilai
bagi orang tersebut. Perbedaan karakter yang dimiliki setiap orang menjadi salah
satu keunikan mereka. Dengan perbedaan tersebut, setiap orang memiliki gaya
kepemimpinan yang berbeda-beda. Setiap gaya kepemimpinan memiliki cara-
cara tertentu dalam mencari jalan keluar suatu masalah. Mengenali gaya
kepemimpinan yang tepat dengan karakter kamu tentunya sangat penting
dilakukan. Hal ini dilakukan agar seseorang nyaman dalam memimpin banyak
orang.
Kepemimpinan atau Leadership merupakan kelompok Ilmu Terapan atau
Applied Sciense dari ilmu – ilmu sosial sebab prinsip – prinsip dan rumusan –
rumusannya bermanfaat dalam meningkatkan kesejahteraan manusia.
Bagaimana agar kepemimpinan itu berjalan dengan efektif maka perlu dipahami
terlebih dahulu makna dan tujuannya dari berbagai sudut pandang. Dikarenakan
Kepemimpinan itu menyentuh berbagai segi kehidupan manusia seperti cara
hidup berkesempatan berkarya, bermasyarakat (Thoha, 2010) dan bernegara
untuk itu diperlukan kesadaran untuk lebih memahami makna dan tujuan dari
konsep kepemimpinan tersebut. Adapun pendapat dari beberapa ahli dari makna
Kepemimpinan adalah
Menurut Sutrisno (2016) “Kepemimpinan adalah suatu proses kegiatan
seseorang untuk menggerakkan orang lain dengan memimpin, membimbing,
memengaruhi orang lain, untuk melakukan sesuatu agar dicapai hasil yang
diharapkan”.
Menurut Wahjosumidjo (1987) Kepemimpinan pada hakikatnya adalah suatu
hal yang melekat pada seorang pemimpin yang memiliki sifat tertentu, seperti
kepribadian, kemampuan, dan kesanggupan. Kepemimpinan dapat
152 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

dikategorikan juga sebagai rangkaian kegiatan pemimpin yang tidak dapat


dipisahkan dengan kedudukan serta gaya atau perilaku pemimpin itu sendiri.
Menurut Moeljono (2012) Kepemimpinan merupakan pengaruh satu arah,
karena pemimpin bisa saja memiliki kualitas-kualitas tertentu yang
membedakan dirinya dengan pengikutnya. Para ahli teori sukarela (compliance
induction theorist) cenderung memandang kepemimpinan sebagai pemaksaan
atau pendesakan pengaruh secara tidak langsung dan sarana membentuk suatu
kelompok yang sesuai dengan keinginan pemimpinnya.

12.2.1 Kemunculan Kepemimpinan


Dalam kemunculan kepemimpinan, banyak karakteristik kepribadian yang
ditemukan. Daftar ini mencakup: ketegasan, keaslian, faktor kepribadian Lima
Besar, urutan kelahiran, kekuatan karakter, dominasi, kecerdasan emosional,
identitas gender, kecerdasan, narsisme, efikasi diri untuk kepemimpinan,
pemantauan diri dan motivasi sosial, dan masih banyak lagi. Kemunculan
kepemimpinan adalah gagasan bahwa orang yang lahir dengan karakteristik
tertentu akan menjadi pemimpin, dan mereka yang tidak memiliki karakteristik
tersebut tidak menjadi pemimpin. Orang-orang hebat seperti Mahatma Gandhi,
Abraham Lincoln, dan Nelson Mandela semuanya memiliki sifat-sifat yang
tidak dimiliki orang biasa. Ini termasuk orang-orang yang memilih untuk
berpartisipasi dalam peran kepemimpinan, dibandingkan dengan mereka yang
tidak. Penelitian menunjukkan bahwa hingga 30% kemunculan pemimpin
memiliki dasar genetik. Tidak ada penelitian terkini yang menunjukkan bahwa
ada “gen kepemimpinan”, tetapi kita mewarisi ciri-ciri tertentu yang mungkin
memengaruhi keputusan kita untuk mencari kepemimpinan. Baik bukti anekdot
maupun empiris mendukung hubungan yang stabil antara sifat-sifat tertentu dan
perilaku kepemimpinan. Menggunakan sampel internasional yang besar,
peneliti menemukan bahwa ada tiga faktor yang memotivasi pemimpin;
identitas afektif (kenikmatan memimpin), non-kalkulatif (memimpin
mendapatkan penguatan), dan sosial-normatif (rasa kewajiban)

12.2.2 Peranan Kepemimpinan


Tiap organisasi yang memerlukan kerjasama antar manusia dan menyadari
bahwa masalah manusia yang utama adalah masalah kepemimpinan. Kita
melihat perkembangan dari kepemimpinan pra ilmiah kepada kepemimpinan
yang ilmiah. Dalam tingkatan ilmiah kepemimpinan itu disandarkan kepada
pengalaman intuisi, dan kecakapan praktis. Kepemimpinan itu dipandang
Bab 12 Peran Kepemimpinan dalam Pengambilan Keputusan 153

sebagai pembawaan seseorang sebagai anugerah Tuhan. Karena itu dicarilah


orang yang mempunyai sifat-sifat istimewa yang dipandang sebagai syarat
suksesnya seorang pemimpin. Dalam tingkatan ilmiyah kepemimpinan
dipandang sebagai suatu fungsi, bukan sebagai kedudukan atau pembawaan
pribadi seseorang. Maka diadakanlah suatu analisis tentan gunsur-unsur dan
fungsi yang dapat menjelaskan kepada kita, syarat-syarat apa yang diperlukan
agar pemimpin dapat bekerja secara efektif dalam situasi yang berbeda-beda.
Pandangan baru ini membawa pembahasan besar. Cara bekerja dan sikap
seorang pemimpin yang dipelajari. Konsepsi baru tentang kepemimpinan
melahirkan peranan baru yang harus dimainkan oleh seorang pemimpin. Titik
berat beralihkan dari pemimpin sebagai orang yang membuat rencana, berpikir
dan mengambil tanggung jawab untuk kelompok serta memberikan arah kepada
orang-orang lain. Kepada anggapan, bahwa pemimpin itu pada tingkatan
pertama adalah pelatih dan koordinator bagi kelompoknya.
Fungsi yang utama adalah membantu kelompok untuk belajar memutuskan dan
bekerja secara lebih efisien dalam peranannya sebagai pelatih seorang
pemimpin dapat memberikan bantuan-bantuan yang khas. Yaitu:
1. Pemimpin membantu akan terciptanya suatu iklim sosial yang baik.
2. Pemimpin membantu kelompok dalam menetapkan prosedur-prosedur
kerja.
3. Pemimpim membantu kelompok untuk mengorganisasi diri.
4. Pemimpin bertanggung jawab dalam mengambil keputusan sama
dengan kelompok.
5. Pemimpin memberi kesempatan kepada kelompok untuk belajar dari
pengalaman.

12.2.3 Kepemimpinan yang Efektif dan Kepemimpinan


Yang Kharismatik
Barangkali pandangan pesimistis tentang keahlian-keahlian kepemimpinan ini
tela menyebabkan munculnya ratusan buku yang membahas kepemimpinan.
Terdapat nasihat tentang siapa yang harus ditiru (Attila the Hun), apa yang harus
diraih (kedamaian jiwa), apa yang harus dipelajari (kegagalan), apa yang harus
diperjuangkan (karisma), perlu tidaknya pendelegasian (kadang-kadang), perlu
tidaknya berkolaborasi (mungkin), pemimpin-pemimpin rahasia Amerika
(wanita), kualitas-kualitas pribadi dari kepemimpinan (integritas), bagaimana
154 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

meraih kredibilitas (bisa dipercaya), bagaimana menjadi pemimipin yang


otentik (temukan pemimpin dalam diri anda), dan sembilan hukum alam
kepemimpinan (jangan tanya). Terdapat lebih dari 3000 buku yang judulnya
mengandung kata pemimpin (leader). Bagaimana menjadi pemimpin yang
efektif tidak perlu diulas oleh sebuah buku. Guru manajeman terkenal, Peter
Drucker, menjawabnya hanya dengan beberapa kalimat: "fondasi dari
kepemimpinan yang efektif adalah berpikir berdasar misi organisasi,
mendefinisikannya dan menegakkannya, secara jelas dan nyata. Salah satu guru
kepemimpinan adalah John Maxwell dengan bukunya "21 Laws Of
Leadership."
Max Weber, seorang sosiolog, adalah ilmuan pertama yang membahas
kepemimpinan karismatik. Lebih dari seabad yang lalu, ia mendefinisikan
karisma (yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti "anugerah") sebagai
"suatu sifat tertentu dari seseorang, yang membedakan mereka dari orang
kebanyakan dan biasanya dipandang sebagai kemampuan atau kualitas
supernatural, manusia super, atau paling tidak daya-daya istimewa.
Kemampuan-kemampuan ini tidak dimiliki oleh orang biasa, tetapi dianggap
sebagai kekuatan yang bersumber dari yang Ilahi, dan berdasarkan hal ini
seseorang kemudian dianggap sebagai seorang pemimpin

12.2.4 Evolusi Kepemimpinan


Mark van Vugt dan Anjana Ahuja dalam Naturally Selected: The Evolutionary
Science of Leadership (2011) menyajikan kasus kepemimpinan pada hewan
non-manusia, dari semut dan lebah hingga babun dan simpanse. Mereka
berpendapat bahwa kepemimpinan memiliki sejarah evolusi yang panjang dan
bahwa mekanisme yang sama yang mendasari kepemimpinan pada manusia
juga muncul pada spesies sosial lainnya. Mereka juga menyatakan bahwa asal
mula evolusioner kepemimpinan berbeda dari dominasi. Dalam sebuah
penelitian, Mark van Vugt dan timnya melihat hubungan antara testosteron basal
dan kepemimpinan versus dominasi. Mereka menemukan bahwa testosteron
berkorelasi dengan dominasi tetapi tidak dengan kepemimpinan. Ini direplikasi
dalam sampel manajer di mana tidak ada hubungan antara posisi hierarki dan
tingkat testosteron. Richard Wrangham dan Dale Peterson, dalam Demonic
Males: Apes and the Origins of Human Violence (1996), menyajikan bukti
bahwa hanya manusia dan simpanse, di antara semua hewan yang hidup di
Bumi, memiliki kecenderungan yang sama untuk sekelompok perilaku:
kekerasan, teritorialitas , dan persaingan untuk bersatu di belakang satu kepala
Bab 12 Peran Kepemimpinan dalam Pengambilan Keputusan 155

laki-laki di negeri itu. Posisi ini kontroversial. Banyak hewan selain kera bersifat
teritorial, bersaing, menunjukkan kekerasan, dan memiliki struktur sosial yang
dikendalikan oleh jantan dominan (singa, serigala, dll.), Menunjukkan bukti
Wrangham dan Peterson tidak empiris. Akan tetapi, kita harus memeriksa
spesies lain juga, termasuk gajah (yang matriarkal dan mengikuti betina alfa),
meerkat (yang juga matriarkal), domba (yang "mengikuti" dalam arti tertentu
bellwether yang dikebiri), dan banyak lainnya.
Sebagai perbandingan, bonobo, spesies-kerabat terdekat kedua dari manusia,
tidak bersatu di belakang kepala jantan negeri itu. Bonobo menunjukkan rasa
hormat kepada seekor betina alfa atau peringkat atas yang, dengan dukungan
koalisinya dengan betina lain, dapat membuktikan sekuat jantan terkuat. Jadi,
jika kepemimpinan berarti mendapatkan jumlah pengikut terbesar, maka di
antara bonobo, seorang perempuan hampir selalu menggunakan kepemimpinan
yang paling kuat dan paling efektif. (Kebetulan, tidak semua ilmuwan
menyetujui sifat bonobo yang diduga damai atau dengan reputasinya sebagai
"simpanse hippie".)

12.2.5 Fungsi Kepemimpinan


Dari berbagai macam pengertian kepemimpinan dari para ahli, maka dapat
disimpulkan bahwa kepemimpinan memiliki fungsi-fungsi yang bersifat
penting dalam terlaksananya manajemen kantor demi tercapai tujuan bersama.
Adapun beberapa Fungsi Kepemimpinan adalah:
1. Fungsi Instruktif
Fungsi instruktif menempatkan pemimpin sebagai pengambil
keputusan dan pemberi tugas kepada anggotanya untuk menjalankan
semua instruksi yang telah diberikan.
2. Fungsi Delegasi
Kepemimpinan juga memiliki fungsi delegasi, yakni memiliki arti
perwakilan atau utusan dengan proses penunjukkan secara langsung
maupun musyawarah. Penunjukkan ini bertujuan untuk mengutus
seseorang menjadi salah satu perwakilan suatu kelompok atau
lembaga.
156 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

3. Fungsi Partisipasi
Fungsi partisipasi ini menempatkan seorang pemimpin yang mampu
mendorong semua anggota atau pengikutnya untuk berpartisipasi dan
berinisiatif dalam suatu proyek bersama.
4. Fungsi Pengendalian
Fungsi pengendalian dalam kepemimpinan ini artinya pemimpin
mampu untuk mengendalikan semua aktivitas atau pekerjaan
anggotanya yang dikerjakan secara efektif guna mencapai tujuan dan
tidak keluar dari aturan yang ditetapkan sebelumnya.
5. Fungsi Konsultatif
Fungsi kepemimpinan konsultatif menempatkan para anggota
organisasi atau bawahan dapat melakukan konsultasi dengan
pemimpinnya untuk mencari solusi terbaik dalam mencapai tujuan
bersama.

12.2.6 Gaya Kepemimpinan


1. Kepemimpinan Otokratis
Pemimpin sangat dominan dalam setiap pengambilan keputusan dan
setiap kebijakan, peraturan, prosedur diambil dari idenya sendiri.
Kepemimpinan jenis ini memusatkan kekuasaan pada dirinya sendiri.
Ia membatasi inisiatif dan daya pikir dari para anggotanya. Pemimpin
yang otoriter tidak akan memperhatikan kebutuhan dari bawahannya
dan cenderung berkomunikasi satu arah yaitu dari atas (pemimpin) ke
bawah (anggota). Jenis kepemimpinan ini biasanya dapat kita temukan
di akademi kemiliteran dan kepolisian.
2. Kepemimpinan Birokrasi
Gaya kepemimpinan ini biasa diterapkan dalam sebuah perusahaan
dan akan efektif apabila setiap karyawan mengikuti setiap alur
prosedur dan melakukan tanggung jawab rutin setiap hari. Tetap saja
dalam gaya kepemimpinan ini tidak ada ruang bagi para anggota untuk
melakukan inovasi karena semuanya sudah diatur dalam sebuah
tatanan prosedur yang harus dipatuhi oleh setiap lapisan.
Bab 12 Peran Kepemimpinan dalam Pengambilan Keputusan 157

3. Kepemimpinan Partisipatif
Dalam gaya kepemimpinan partisipatif, ide dapat mengalir dari bawah
(anggota) karena posisi kontrol atas pemecahan suatu masalah dan
pembuatan keputusan dipegang secara bergantian. Pemimpin
memberikan ruang gerak bagi para bawahan untuk dapat berpartisipasi
dalam pembuatan suatu keputusan serta adanya suasana persahabatan
dan hubungan saling percaya antar pimpinan dan anggota.
4. Kepemimpinan Delegatif
Gaya kepemimpinan ini biasa disebut Laissez-faire di mana pemimpin
memberikan kebebasan secara mutlak kepada para anggota untuk
melakukan tujuan dan cara mereka masing masing. Pemimpin
cenderung membiarkan keputusan dibuat oleh siapa saja dalam
kelompok sehingga terkadang membuat semangat kerja tim pada
umumnya menjadi rendah. Jenis kepemimpinan ini akan sangat
merugikan apabila para anggota belum cukup matang dalam
melaksanakan tanggung jawabnya dan memiliki motivasi tinggi
terhadap pekerjaan. Namun sebaliknya dapat menjadi boomerang bagi
perusahaan bila memiliki karyawan yang bertolak belakang dari
pernyataan sebelumnya.
5. Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan jenis ini cenderung terdapat aksi transaksi antara
pemimpin dan bawahan di mana pemimpin akan memberikan reward
ketika bawahan berhasil melaksanakan tugas yang telah diselesaikan
sesuai kesepakatan. Pemimpin dan bawahan memiliki tujuan,
kebutuhan dan kepentingan masing-masing.
6. Kepemimpinan Transformasional
Gaya kepemimpinan transformasional dapat menginspirasi perubahan
positif pada mereka (anggota) yang mengikuti. Para pemimpin jenis
ini memperhatikan dan terlibat langsung dalam proses termasuk dalam
hal membantu para anggota kelompok untuk berhasil menyelesaikan
tugas mereka. Pemimpin cenderung memiliki semangat yang positif
untuk para bawahannya sehingga semangatnya tersebut dapat
berpengaruh pada para anggotanya untuk lebih energik. Pemimpin
158 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

akan sangat mempedulikan kesejahteraan dan kemajuan setiap anak


buahnya.
7. Kepemimpinan Melayani (Servant)
Hubungan yang terjalin antara pemimpin yang melayani dengan para
anggota berorientasi pada sifat melayani dengan standar moral
spiritual. Pemimpin yang melayani lebih mengutamakan kebutuhan,
kepentingan dan aspirasi dari para anggota daripada kepentingan
pribadinya.
8. Kepemimpinan Karismatik
Pemimpin yang karismatik memiliki pengaruh yang kuat atas para
pengikut oleh karena karisma dan kepercayaan diri yang ditampilkan.
Para pengikut cenderung mengikuti pemimpin karismatik karena
kagum dan secara emosional percaya dan ingin berkontribusi bersama
dengan pemimpin karismatik. Karisma tersebut timbul dari setiap
kemampuan yang mempesona yang ia miliki terutama dalam
meyakinkan setiap anggotanya untuk mengikuti setiap arahan yang ia
inginkan.
9. Kepemimpinan Situasional
Pemimpin yang menerapkan jenis kepemimpinan situasional lebih
sering menyesuaikan setiap gaya kepemimpinan yang ada dengan
tahap perkembangan para anggota yakni sejauh mana kesiapan dari
para anggota melaksanakan setiap tugas. Gaya kepemimpinan
situasional mencoba mengkombinasikan proses kepemimpinan
dengan situasi dan kondisi yang ada. Setidaknya ada 4 gaya yang
diterapkan oleh pemimpin jenis ini, diantaranya: a. Telling-Directing
(memberitahu, menunjukkan, memimpin, menetapkan), b. Selling-
Coaching (menjual, menjelaskan, memperjelas, membujuk), c.
Participating-Supporting (mengikutsertakan, memberi semangat, kerja
sama), d. Delegating (mendelegasi, pengamatan, mengawasi,
penyelesaian).
Bab 12 Peran Kepemimpinan dalam Pengambilan Keputusan 159

12.3 Pengambilan Keputusan


Semua orang pasti setuju jika pengambilan keputusan bagi sebuah perusahaan
atau organisasi besar tidak boleh dilakukan dengan sembarangan. Kesalahan
sekecil apapun dalam pengambilan keputusan dapat menimbulkan kerugian
dalam jumlah besar bagi perusahaan yang memiliki operasional bisnis yang
masif. Sebagai contoh, Anda pasti kenal dengan salah satu brand ponsel ternama
dunia, Nokia. Nokia dulu digadang-gadang sebagai perusahaan terdepan dalam
industri telepon genggam dan mampu menciptakan inovasi yang digandrungi
oleh konsumen dari hampir seluruh dunia. Namun, karena menganggap remeh
teknologi telepon genggam terbaru, Nokia kalah dalam persaingan bisnis dan
berakhir bangkrut. Tragedi (James A.f Stoner, 2016) yang terjadi dalam kasus
Nokia ini disebabkan dari kesalahan perusahaan dalam mengambil keputusan.
Alhasil, Nokia yang sempat menjadi perusahaan terdepan dunia, kini hanya
menjadi sejarah saja.

12.3.1 Pengertian Keputusan


Kata “keputusan” memiliki arti ketetapan, menentukan, mengakhiri,
menyelesaikan, dan mengatasi. Keputusan adalah suatu pengakhiran dari suatu
proses pemikiran tentang suatu masalah dengan memilih pilihan yang telah
tersedia. Pengambilan keputusan adalah memilih satu dari beberapa alternatif.
Keputusan adalah pemilihan di antara berbagai alternatif. Definisi ini
mengandung tiga pengertian, yaitu:
1. Ada pilihan atas dasar logika atau pertimbangan
2. Ada beberapa alternatif yang harus dipilih salah satu yang terbaik
3. Ada tujuan yang ingin dicapai dan keputusan itu makin mendekatkan
pada tujuan tersebut.

Pengertian keputusan yang lain dikemukakan oleh (Prajudi Atmosudirjo, 2004)


bahwa keputusan adalah suatu pengakhiran daripada proses pemikiran tentang
suatu masalah dengan menjatuhkan pilihan pada suatu alternatif. Dari
pengertian keputusan tersebut dapat diperoleh pemahaman bahwa keputusan
merupakan suatu pemecahan masalah sebagai suatu hukum situasi yang
dilakukan melalui pemilihan satu alternatif dari beberapa alternatif.
160 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

Menurut G.R Terry (2005) pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif


perilaku (kelakuan) tertentu dari dua atau lebih alternatif yang ada. Kemudian,
menurut Sondang P. Siagian pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan
yang sistematis terhadap hakikat alternatif yang dihadapi dan mengambil
tindakan yang menurut 10 perhitungan merupakan tindakan yang paling cepat.
Selanjutnya, menurut James A.f Stoner (2016) pengambilan keputusan adalah
proses yang digunakan untuk memilih suatu tindakan sebagai cara pemecahan
masalah.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengambilan
keputusan merupakan suatu proses pemilihan alternatif terbaik dari beberapa
alternatif secara sistematis untuk ditindaklanjuti (digunakan) sebagai suatu cara
pemecahan masalah.

12.4 Hubungan Kepemimpinan dan


Pengambilan Keputusan
Peran pemimpin sangat besar dalam mengambil keputusan dan mengambil
tanggung jawab atas hasilnya. Keputusan tersebut mencerminkan karakter
seorang pemimpin. ... Pemimpin harus dapat mengambil keputusan dalam
berbagai situasi, dengan memilih yang terbaik di antara sejumlah keputusan
alternatif alternatif yang dihadapinya.

12.4.1 10 Hal yang memengaruhi Pemimpin dalam


pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan sangat berpengaruh dalam ruang lingkup bisnis dan
Organisasi yang sedang dilakukan. Pada perusahaan, orang-orang yang terlibat
di dalamnya akan memengaruhi pada apa yang akan diputuskan selanjutnya.
Sebuah keputusan sangat berpengaruh pada langkah perusahaan dalam
menjalankan bisnis. Inilah beberapa hal yang sangat memengaruhi pengambilan
dari keputusan yang dibuat dan dilakukan.
1. Penilaian Individu
Penilaian Individu mengambil peran yang besar dalam memengaruhi
aspek terjadinya suatu putusan. Setiap individu akan memandang
Bab 12 Peran Kepemimpinan dalam Pengambilan Keputusan 161

putusan tersebut didasarkan berbagai sisi yang berbeda. Yaitu lebih


kepada keyakinan yang dimiliki seseorang dalam memahami kondisi
serta berakhir pada pengambilan keputusan. Penilaian yang diambil
didasarkan pada latar belakang, pengalaman masa kecil, faktor
keluarga dan sebagainya. Yang memang memengaruhi seseorang
dalam cara berpikir kemudian cara menilai sesuatu berdasarkan
pengalaman dan pemikiran baru.
2. Pribadi Seseorang
Pengambilan suatu keputusan dipengaruhi juga bagaimana pribadi
seseorang yang terlibat dalam sebuah keputusan yang akan dibuat.
Kepribadian ini berhubungan erat dengan ideologi yang dimiliki
seseorang, lebih personal dalam memikirkan bagaimana keputusan
diambil segera. Selain itu, ideologi seseorang ini juga dipengaruhi
oleh tingkah laku dan tindakan yang dominan dalam pengambilan
sebuah keputusan. Cara berpikir dalam satu waktu yang sama antara
satu orang dan orang lainnya tentu akan berbeda.
Hal inilah yang pada akhirnya sebuah keputusan diambil dari berbagai
pemikiran, penilaian serta tindakan yang tepat dan respon yang cepat.
Pemikiran ini juga dilakukan dengan menanggung beberapa risiko
yang akan muncul setelah diputuskan sebuah keputusan.
3. Posisi Kedudukan Seseorang
Pengambilan keputusan juga sangat dipengaruhi oleh posisi
kedudukan seseorang dalam suatu perusahaan atau lembaga. Orang-
orang pemegang jabatan penting tentu akan lebih memiliki hak dalam
pengambilan keputusan dan keputusan tersebut harus diikuti semua
pihak. Semakin tinggi kedudukan seseorang maka pengaruhnya
semakin besar dalam pengambilan suatu keputusan yang terjadi.
Ada beberapa struktur yang berpengaruh pada pengambilan keputusan,
yaitu apakah seseorang tersebut sebagai pembuat keputusan disebut
decision maker, penentu keputusan yang disebut decision tacker dan
jika dia seorang staff yang disebut juga staffer. Inilah tiga hal yang
biasanya ada di perusahaan atau lembaga dalam pengaruhnya untuk
mengambil sebuah keputusan.
162 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

4. Masalah
Masalah yang muncul merupakan hambatan yang terjadi dan
berpengaruh pada hal-hal penting sehingga tujuan jadi tertunda.
Keberadaan masalah menjadi hal yang menyimpang dan tidak sesuai
pada apa yang sudah direncanakan, diharapkan namun tak berjalan
semestinya. Hal inilah yang berpengaruh pada suatu keputusan yang
sebelumnya harus menganalisa masalah terlebih dahulu. Permasalahan
biasanya tidak terdeteksi segera, namun bisa di atasi dengan
melakukan analisa.
Bahkan sebelum terjadi masalah, bisa melakukan riset terkait hal-hal
penting yang diprediksi timbul masalah. Maka dari itu, sebuah
keputusan Yang diambil tentu berdasarkan analisa dari masalah yang
ada sehingga final keputusan itulah yang akan digunakan.
5. Situasi Dan Kondisi
Pengambilan keputusan juga dipengaruhi karena adanya situasi
tertentu yang terjadi disekitar. Hal ini lebih dominan terlihat seperti
apa suasana kantor pada saat itu, bagaimana kondisi perusahaan dan
faktor lainnya. Situasi perusahaan yang sedang menurun kualitasnya
tentu akan berpengaruh besar dalam pengambilan keputusan.
Sementara itu kondisi lebih didominasi oleh keadaan manusianya yang
terlibat secara langsung, misalnya saja terjadi pemogokan karyawan
secara besar-besaran. Penurunan kinerja karyawan pada saat itu. Maka
keputusan tidak mudah diambil dan dipastikan, harus dipikirkan lebih
baik lagi agar tidak terjadi risiko setelah pengambilan suatu keputusan.
6. Waktu
Pengambilan suatu keputusan juga dipengaruhi oleh waktu, karena
waktu tidak bisa dihentikan sementara keputusan harus segera diambil.
Semakin menunda dan memikirkan bagaimana suatu keputusan
diambil maka waktu akan semakin terbuang sementara pikiran pun
menjadi semakin lelah. Namun biasanya seseorang akan
membutuhkan waktu yang lebih lama dalam melakukan pengambilan
sebuah keputusan, terutama untuk keputusan bersama. Karena
menyangkut hal yang penting dan pengaruh putusan tersebut nantinya.
Bab 12 Peran Kepemimpinan dalam Pengambilan Keputusan 163

Sementara itu, pengambilan sebuah keputusan bisa menjadi bom


waktu apabila tidak segera diputuskan. Misalnya akan terjadi suatu hal
yang berisiko jika keputusan tidak segera diambil.
7. Emosional
Tingkat emosional ini dipengaruhi oleh perasaan, emosi dan apa yang
dirasakan oleh pengambil keputusan. Pengaruhnya bisa sangat kuat
terjadi, karena biasanya putusan juga akan mempertimbangkan hal-hal
yang berkaitan dengan kemanusiaan, sosial dan sebagainya.
Emosional ini biasanya bersifat lebih subjektif dalam memandang
suatu hal yang terjadi. Melibatkan dominan perasaan yang ada dan
dirasakan oleh pembuat keputusan tersebut. Tentunya hal ini akan
memberikan efek tertentu saat keputusan sudah terjadi, bisa menjadi
lebih buruk atau lebih baik. Tergantung sejauh mana putusan tersebut
berpengaruh pada perusahaan atau lembaga terkait.
8. Rasionalitas
Pengambilan keputusan yang didasarkan pada tingkat rasionalitas
seseorang akan menghasilkan sebuah keputusan yang objektif.
Rasionalitas merupakan pandangan orang dalam melihat dari sisi
berbeda dengan mempertimbangkan berbagai macam faktor yang ada.
Seseorang yang menggunakan rasionalitasnya pada sebuah putusan
dipengaruhi oleh situasi, kondisi yang ada pada saat itu.
Selain itu, akan berusaha mendapatkan informasi secara menyeluruh
sebelum diambilnya sebuah keputusan. Yang selanjutnya akan
memahami seperti apa situasi yang terjadi dan menganalisa
konsekuensi dari sebuah putusan.
9. Interpersonal
Interpersonal diartikan tentang hubungan orang dengan orang lainnya
terjadi jalinan kerjasama. Sebuah jejaring sosial yang ada dan
berpengaruh pada cara berpikir seseorang. Hubungan antar manusia ini
biasanya akan memengaruhi pola pikir dan tingkah laku seseorang
dalam berinteraksi dan bertindak.
Maka sifat interpersonal ini sangat memengaruhi pula dalam
pengambilan sebuah keputusan yang harus dilakukan. Setiap individu
164 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

tentu memiliki interaksi interpersonal yang berbeda. Maka putusan


pun terjadi berbeda jika individu saling berpendapat dalam
pengambilan keputusan.
10. Praktikal Dan Struktural
Praktikal ini didasarkan kemampuan individu dalam bertindak dan
memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu, seperti keputusan
yang harus diambil. Keputusan ini diambil berdasarkan penilaian
seseorang terhadap dirinya sendiri dengan melibatkan kemampuan
dalam bertindak.
Serta seseorang tersebut merasa mampu dan percaya diri dalam
membuat keputusan yang diambil. Secara struktural, pengambilan
keputusan sangat dipengaruhi oleh situasi tertentu, seperti politik,
ekonomi dan ruang lingkup sosial. Hal inilah yang menjadi pengaruh
besar diambilnya sebuah keputusan karena situasi yang tidak stabil
bisa jadi akan memperburuk suatu putusan, begitu juga sebaliknya.
Selain itu lingkup sosial juga akan memberikan feedback berupa
dukungan atau kritik sebelum atau sesudah putusan diambil.
Bab 13
Peranan Kepemimpinan Dalam
Membangun Budaya Organisasi

13.1 Pendahuluan
Pemimpin merupakan tulang punggung suatu organisasi dalam membuat suatu
perubahan atau untuk memajukan dan mendorong organisasi tersebut untuk
mencapai hasil yang maksimal, oleh karena itu pemimpin harus mempunyai
kemampuan atau kecakapan dalam dalam mengembangkan budaya organisasi
yang dapat menunjang pencapaian visi dan misi organisasi yang telah
ditentukan atau ditetapkan. Budaya organisasi yang dimaksud yaitu pola
perilaku yang meliputi tindakan, pemikiran, bahasa dan kebiasaan yang
dilakukan oleh semua anggota atau karyawan dalam suatu organisasi. Nilai-
nilai, norma-norma, serta asumsi-asumsi para anggota organisasi dalam
mengelola masalah serta pengaruhnya yang ada disekitarnya.
Jadi budaya organisasi akan berfungsi sebagai penjamin kelangsungan atau
berkembangnya suatu organisasi apabila dalam organisasi tersebut terdapat
nilai-nilai yang fundamental, seperti menjunjung tinggi nilai kejujuran dan
integritas anggotanya. Dan budaya organisasi dapat terlaksana dengan baik
apabila pemimpin mampu menjalankan fungsi dan peranannya dengan baik,
artinya seorang pemimpin dapat memengaruhi, menggerakkan dan
166 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

mengarahkan anggotanya agar perilaku setiap anggotanya sesuai dengan aturan


yang telah ditetapkan yang pada akhirnya akan berdampak terbentuknya budaya
organisasi.
Sebagaimana pendapat Gibson (1996) menyatakan bahwa pemimpin
merupakan suatu konsep yang lebih sempit dari manajer, yang mana manajer
dalam organisasi formal bertanggung jawab dan dipercaya dalam melaksanakan
fungsi manajemen. Akan tetapi terkadang pemimpin terdapat pada kelompok
formal, sehingga tidak selalu bertanggung jawab atas fungsi-fungsi manajemen,
sementara jika seorang manajer ingin berhasil maka dituntut untuk memiliki
kepemimpinan yang efektif.
Muncul pertanyaan bagaiman usaha seorang pemimpin untuk dapat
memengaruhi bawahan atau anggotanya agar mau mengikuti apa yang
diperintahkan, disini perlunya gaya kepemimpinan, namun tidak ada gaya
kepemimpinan yang efektif berlaku untuk segala situasi (Ruvendi, 2005).
Budaya organisasi merupakan kesepakatan bersama dalam suatu organisasi atau
perusahaan , sehingga mempermudah menjalankan atau merealisasikan
kepekatan yang telah ditetapkan oleh pimpinan dan bawahan atau seluruh
anggota organisasi.
Keutamaan budaya organisasi merupakan pengendali dan arah dalam
membentuk sikap dan perilaku manusia, baik secara individu maupun
kelompok, manusia tidak akan terlepas dari budaya dan pada umumnya akan
dipengaruhi oleh keaneka ragaman sumber-sumber daya yang ada sebagai
stimulus seseorang bertindak (Kusmono, 2005).

13.2 Kepemimpinan
13.2.1 Definisi Pemimpin
Pemimpin merupakan pribadi yang memiliki kecakapan atau kelebihan,
sehingga mampu memengaruhi orang lain atau anggotanya untuk bersama-
sama melakukan aktivitas demi tercapainya tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya (Kusmono, 2005). Menurut Matondang (2011) bahwa pemimpin
yaitu seseorang yang mampu memengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu
sesuai yang diinginkan.
Bab 13 Peranan Kepemimpinan Dalam Membangun Budaya Organisasi 167

Jadi dapat disimpulkan bahwa pemimpin yaitu orang yang mempunyai


kemampuan untuk memengaruhi, menggerakkan dan mengarahkan orang lain
agar mau melakukan usaha bersama demi tercapainya tujuan organisasi.
Oleh karena itu pemimpin dalam menjalankan tugasnya harus senantiasa
berpikir kreatif dan penuh dengan ide-ide baru dan mampu mengkomunikasikan
ide-ide tersebut kepada semua anggotanya serta mampu memengaruhi
anggotanya agar dapat menerima ide-ide tersebut kemudian melaksanakan
sesuai dengan perilaku organisasi yang diinginkan, sehingga tujuan organisasi
tercapai dengan baik.

13.2.2 Fungsi dan Peranan Pemimpin


Seorang pemimpin berfungsi untuk memandu, menuntun, membimbing,
memberi, dan membangun motivasi-motivasi kerja, mengemudikan organisasi,
menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang baik memberikan supervisi atau
pengawasan yang efisien, membawa para anggotanya atau pengikutnya kepada
sasaran yang ingin dicapai sesuai dengan ketentuan dan perencanaan (Kusmono,
2005)
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pemimpin berfungsi
mengkoordinasikan anggota atau bawahannya, agar perencanaan-perencanaan
yang telah dibuat dapat terlaksana dengan baik.
Adapun peranan seorang pemimpin menurut Mintzberg dalam (Thoha, 2009)
mengemukakan bahwa ada tiga peran utama yang harus dimainkan, yaitu:
1. peranan hubungan antarpribadi (Interpersonal Role), terbagi atas:
a. peranan sebagai figurehead, yaitu berperan dalam setiap
kesempatan dan persoalan yang timbul secara normal
b. peranan sebagai leader (pemimpin), yaitu pemimpin melakukan
hubungan interpersonal kepada pegawai atau anggotanya serta
melakukan fungsi pokoknya diantaranya memotivasi,
mengembangkan dan mengendalikan.
c. Peranan sebagai liaison manageri ( pejabat perantara), yaitu
pemimpin berintegrasi dengan teman sejawat, staf, dan orang
diluar organisasinya dengan tujuan untuk mendapatkan informasi
yang diperlukan.
168 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

2. Peranan yang berhubungan dengan informasi (Informational Role),


terbagi atas:
a. Peranan sebagai monitor, peranan ini mampu mengumpulkan
informasi, agar dapat mengembangkan suatu pengertian yang baik
dari organisasi yang dipimpinnya serta mempunyai pemahaman
yang komlit tentang lingkungannya.
b. Peranan sebagai disseminator, yakni untuk menangani proses
transmisi dari informasi-informasi ke dalam organisasi yang
dipimpinnya.
c. Peranan sebagai juru bicara (spokesman), yakni pemimpin
menyampaikan informasi ke luar lingkungan organisasi yang
dipimpinnya, kebalikan dari desseminator.
3. Peranan pembuat keputusan (Decisional Role), terbagi atas:
a. Peranan sebagai entrepreneur, peranan ini pemimpin sebagai
pemrakarsa dan perancang dari berbagai organisasi atau
perusahaan yang terkendali dalam organisasi yang dipimpinnya.
b. Peranan sebagai disturbance handler (penghalau gangguan),
pemimpin bertanggung jawab terhadap organisasi ketika terancam
bahaya, misalnya organisasi akan dibubarkan karena adanya
sesuatu hal.
c. Peranan sebagai resource allocator (pembagi sumber),yaitu
pemimpin diminta untuk memutuskan kemana sumber dana akan
didistribusikan kebagian-bagian organisasi yang dipimpinnya.
d. Peranan sebagai negosiator, peranan ini pemimpin aktif
berpartisipasi dalam arena negoisasi.
Bab 13 Peranan Kepemimpinan Dalam Membangun Budaya Organisasi 169

13. 3 Budaya Organisasi


13.3.1 Definisi Budaya Organisasi
Dalam bahasa Inggris kebudayaan adalah “Culture” dan dalam bahasa Latin
adalah “Colere” sedangkan dalam bahasa Indonesia kebudayaan diistilahkan
dengan peradaban atau budi yang dalam bahasa Arab berarti “Akhlak”.
Kebudayaan secara etimologi berasal dari bahasa Sansakerta yaitu
“Buddhayah” dari kata jamak “Buddhi” yang berarti akal, sehingga
dikembangkan menjadi budidaya, yakni kemampuan akal budi manusia.
Budaya organisasi adalah sebuah konsep yang sulit diagnosis, karena budaya
merupakan pola asumsi yang diciptakan atau dikembangkan oleh manusia agar
dapat dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan organisasi. Dalam hal ini
budaya organisasi terdapat tiga karakteristik yang perlu diperhatikan, yakni:
1. Budaya organisasi diberikan kepada karyawan baru melalui proses
sosialisasi
2. Budaya organisasi memengaruhi perilaku seseorang ditempat kerja
3. Budaya organisasi berlaku pada dua tingkat yang berbeda yang
berkaitan dengan pandangan keluar dan kemampuan bertahan terhadap
perubahan

Menurut Judge (2011), bahwa budaya organisasi yaitu suatu sistem pengertian
bersama yang dipahami oleh setiap anggota suatu organisasi, yang membedakan
hanya organisasinya.
Menurut Griffin (2014), bahwa budaya organisasi yaitu serangkaian nilai,
keyakinan, perilaku, kebiasaan, dan sikap yang membantu anggota organisasi
untuk memahami apa yang dianut dan bagaimana organisasi
tersebut.melakukan segala sesuatu yang dianggap penting. Eliot Jacgues
menyatakan bahwa budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang
dianut oleh semua anggota organisasi. Cara berpikir dan melakukan sesuatu
yang sudah mentradisi dan dianut oleh semua anggota organisasi, serta para
anggota baru harus mempelajari atau menerimanya agar mereka diterima
sebagai bagian dari organisasi.
Sedangkan Timothy (2014) menyatakan kiranya ada kesepakatan yang luas
bahwa budaya organisasi mengacu pada sebuah sistem makna bersama yang
170 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

dianut oleh para anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan


organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini, ketika dicermati secara lebih
saksama adalah sekumpulan karasteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh
organisasi.
Ada tujuh karasteristik utama yang secara keseluruhan merupakan hakikat
budaya sebuah organisasi.
1. Inovasi dan keberanian mengambil resiko. Sejauh mana karyawan
didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil resiko
2. Perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana karyawan diharapkan
menjalankan, presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal detail
3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil
ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai
hasil tersebut
4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen
mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada dalam
organisasi
5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasikan
pada tim ketimbang pada individu-individu
6. Keagresifan. Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif
ketimbang santai
7. Stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan
dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan
pertumbuhan.

Masing-masing karasteristik ini berada disuatu kontinum mulai dari rendah


sampai tinggi, karenanya menilai organisasi ketujuh karasteristik ini akan
menghasilkan suatu gambaran utuh mengenai budaya sebuah organisasi.
Wheelen dan Hunger menyatakan budaya organisasi adalah himpunan dari
kepercayaan, harapan dan nilai yang dianut bersama oleh anggota organisasi dan
diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Budaya organisasi adalah
sistem makna dan keyakinan bersama yang dianut oleh para anggota organisasi
yang menentukan, sebagian besar, cara mereka bertindak.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka budaya organisasi dapat
disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan pola perilaku yang pada
hakikatnya budaya adalah kesatuan nilai dan asumsi yang dipegang oleh
Bab 13 Peranan Kepemimpinan Dalam Membangun Budaya Organisasi 171

kesatuan sumber daya manusia. Budaya juga merupakan sebuah sistem


progresif yang terus berkembang berbeda dengan peraturan yang bersifat
kognitif, budaya pada umumnya lebih mengakar dan lebih berpengaruh pada
tingkah laku karyawan atau anggota pada sebuah perusahaan atau organisasi.

13.3.2 Fungsi Budaya Organisasi


Dalam organisasi pemimpin berperan penting untuk membentuk dan
memgembangkan budaya organisasi, yang mana budaya organisasi
mengandung nilai-nilai dan norma-norma.
Menurut Robbins (2011), fungsi utama dari budaya organisasi yaitu:
1. Berfungsi sebagai pembeda yang jelas terhadap organisasi yang lain
2. Sebagai identitas bagi para anggotanya
3. Mempermudah timbulnya komitmen
4. Perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi
5. Sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang membentuk
sikap serta perilaku anggota organisasi.

Menurut Pabundu (2012), bahwa budaya organisasi berfungsi:


1. Sebagai pembeda suatu organisasi terhadap lingkungan kerja maupun
kelompok lainnya, dan menciptakan identitas yang membedakan
antara organisasi yang lain.
2. Sebagai perekat anggota, di mana organisasi membentuk sense of
belonging dan rasa kesetiaan serta loyalitas terhadap anggota, karena
kesamaan visi, misi serta tujuan yang akan dicapai
3. Sebagai alat untuk mempromosikan sistem sosial dalam lingkungan
kerja yang kondusif, positif, dan perubahan-perubahan yang dilakukan
dengan efektif
4. Sebagai mekanisme kontrol, karena budaya organisasi mampu
mengendalikan, mengarahkan anggota untuk bekerja secara terarah
demi pencapaian tujuan organisasi
5. Sebagai alat pemersatu atau integrator sub-budaya dalam organisasi
dan perbedaan latar belakang budaya setiap anggota.
6. Membentuk perilaku anggota
172 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

7. Sebagai sarana untuk memecahkan masalah organisasi yang timbul,


seperti adaptasi lingkungan
8. Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan
9. Sebagai alat komunikasi antara anggota organisasi, maupun antara
pimpinan serta antara organisasi

Selain dari fungsi-fungsi positif budaya organisasi tersebut budaya organisasi


juga dapat berfungsi negatif sebagaimana menurut Panbundu (2012), bahwa
budaya organisasi dapat berfungsi sebagai penghambat inovasi apabila suatu
organisasi tidak mampu mengatasi masalah-masalah yang berkaitan lingkungan
eksternal dan integrasi internal, perubahan-perubahan yang terjadi tidak cepat
dilakukan adaptasi oleh pimpinan organisasi.

13.4 Peranan Pemimpin dalam


Membangun Budaya Organisasi
Pada dasarnya budaya organisasi dapat terlaksana dengan baik, apabila seorang
pemimpin mampu menjalankan fungsinya dan peranannya. Artinya pemimpin
berperan agar dapat memengaruhi, menggerakkan dan mengarahkan
bawahannya atau anggotanya supaya perilaku anggotanya sesuai dengan aturan
dan perencanaan yang telah ditetapkan..
Pemimpin harus mempunyai nilai dan kepercayaan yang kuat tentang organisasi
yang dipimpinnya, karena pemimpin memiliki kontribusin sebagai pencipta dan
membentuk budaya organisasi. Peranan pemimpin dalam mengembangkan atau
membangun budaya organisasi dapat tercermin pada integrasi satu sama liannya
dan cara pemimpin berperilaku kepada baik kepada anggota, lingkungan dan
organisasi lainnya.
Budaya organisasi memberikan cara-cara atau pola berperilaku dan berpikir
serta menuntut para anggota orgnaisasi dapat mengambil keputusan. Karena
apabila pemimpin membentuk budaya tidak membentuk dengan berdasarkan
pilihan sendiri, tetapi melalui intaraksi secara teru-menerus dengan anggota
organisasi yang lain, ini berarti pemimpin harus mempunyai kemampuan
komunikasi strategi dan dasar power yang kuat (Kerthadi, 2003).
Bab 14
Teknologi Informasi dalam
Organisasi

14.1 Teknologi Informasi dan


Perkembangannya
Teknologi Informasi merubah sesuatu dengan cepat. Teknologi informasi yang
merupakan perpaduan antara teknologi komputer dan telekomunikasi,
mengganti paradigma industrial menjadi paradigma post-industrial yang berarti
juga merubah perilaku lingkungan bisnis atau pebisnis, yang berarti bahwa
teknologi informasi memperoleh kedekatan antara pebisnis dengan
pelanggannya, karena ini mempersingkat jarak dan waktu sehingga akan
mengurangi kesenjangan jarak dan waktu permintaan konsumen dan
pemenuhan kebutuhannya. Dengan adanya perubahan dalam lingkungan bisnis
ini, akan menyebabkan perubahan dalam bentuk pengambilan keputusan
manajemen yang berarti bahwa struktur organisasi dengan adanya teknologi
informasi ini menuntut suatu struktur yang cepat terbentuk dan terbentuk
kembali sebagai akibat adanya perubahan yang cepat (Mildawati, 2000).
Perkembangan TIK telah membuat jarak antar ruang di muka bumi ini semakin
sempit di mana peristiwa yang terjadi di suatu titik pada ujung ruang muka bumi
174 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

yang terpencil sekalipun beberapa menit kemudian menjadi mungkin untuk


dilihat pada ujung bumi yang lain secara Bersamaan (Kwartolo, 2010).
Kemajuan teknologi informasi menjadi salah satu pertimbangan masyarakat
dalam memenuhi kebutuhannya. Kemudahan serta kualitas yang di tawarkan
oleh kemajuan teknologi informasi menjadi nilai plus dan baik di mata
masyarakat (Siregar dan Nasution, 2020).
Perkembangan teknologi dalam kehidupan dimulai dari proses sederhana dalam
kehidupan sehari-hari sampai pada tingkat pemenuhan kepuasan sebagai
individu dan makhluk sosial. Dari masa ke masa keamajuan teknologi terus
berkembang, mulai dari era teknologi pertanian, era teknologi industri, era
teknologi informasi, dan era teknologi komunikasi dan informasi.
Perkembangan ini membawa berbagai dampak dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, setiap individu tertarik untuk
mengunakan dan memanfaatkan setiap perkembangan ini (Danuri, 2019).
a. Penemuan Komputer

Sejak komputer ditemukan telah membawa perubahan besar dalam pola piker
manusia, sejak akhir perang dunia II perkembangan teknologi komputer
generasi pertama sedikit demi sedikit terus meningkat. Hingga akhir tahun
1990an telah digunakannya jaringan yang lebih luas dengan nama internet
menjadikan arah teknologi dunia menjadi berubah. Komputer menjadi dasar
Semua perkembangan teknologi, sehingga muncullah beberapa perusanhaan
besar computer dunia dan menjadi pioner perkembangan teknologi ini seperti
IBM, Microsoft, Intel, Macintos dan Apple. Sampai akhir tahun 2000 telah
muncul generasi computer yagn ke empat dengan alat utama micro prosessor,
yang memiliki kecepatan yang sangat tinggi dalam melakukan proses, hingga
sampai saat ini terus meningkat kecepatannya.
b. Penemuan Komunikasi Digital

Perpaduan teknologi komputer dan komunikasi menjadikan teknologi informasi


yang memiliki berbagai macam kelebihan dalam pertukaran informasi ke
berbagai belahan dunia, teknologi ini disebut internet dengan jaringan yang
mendunia dan akses yang sangat cepat. Setiap individu dapat saling bertukar
data dan informasi dengan jangkauan yang tidak terbatas, akses kegiatan dan
aktivitas dapat dilakukan secara online dengan sarana ini.
Bab 14 Teknologi Informasi dalam Organisasi 175

c. Perkembangan Smart Aplikasi

Munculnya teknologi perangkat keras komputer yang juga disertai dengan


peralatan software yang memiliki berbagai macam kemampuan untuk
membantu pekerjaan setiap individu, mulai dari aplikasi perkantoran,
manajemen, pribadi, hiburan dan bidang-bidang pekerjaan manusia yang lain.
Semua perkerjaan manusia telah terbantukan dengan peralatan ini, semakin
mudah, cepat, teliti dan efisien.
d. Perkembangan Smart Phone

Perkembangan akses jaringan internet membawa perubahan pada teknologi


telepon, pemanfaatan jaringan internet telah dapat diaplikasikan melalui telepon
sehingga membawa berbagai kemudahan bagi setiap individu untuk melakukan
akses ke jaringan yang lebih luas. Perkembangan aplikasi pendukung telepon
menjadikan perangkat ini semakin smart, semua aktivitas dapat dikelola melalui
telepon yang cerdas ( smart phone), seperti komunikasi digital dengan media
sosial, aktivitas pembelian dan bisnis dengan aplikasi penjualan online serta
banyak lagi aplikasi pendukung pada smart phone yang dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan sehari-hari.
e. System cerdas (Expert system)

Perkembangan perangkat cerdas berbasis expert system telah banyak mengubah


pola pikir bisnis dan kegiatan perusahaan. Alat –alat sistem cerdas yang
membantu pekerjaan menjadi semakin dibutuhkan bagi perusahaan untuk
menigkatkan efisiensi dan efektivitas. Salah satu alat cerdas yang digunakan
perusahaan ini adalah auto teller machine, yang dapat membantu para nasabah
untuk melakukan transaksi perbankan tanpa harus ke bank. Perkembangan
selanjutnya adalah internet banking, dengan system cerdas ini transaksi dapat
dilakukan dari rumah kemudian berkembang lagi dengan sms banking dan
aplikasi banking melalui fasilitas smart phone. Efisiensi dan efektivitas
perkerjaan telah dapat dinikmati oleh para nasabah, begitu juga pihak bank yang
dapat meningkatkan efisisensi dan efektivitas kegiatannya.
f. Digital Money

Era teknologi ditigal juga telah merubah pola dan model transaski dalam bisnis
dan investasi. Muncullnya uang digital (Digital Money) menjadikan proses
transaski semakin cepat, mudah, efektif dan efisien.
176 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

14.2 Peranan Teknologi Informasi dalam


Organisasi
Teknologi infonnasi pada dasamya adalah merupakan sinergi dari suatu system
pengolahan data dan sistem teiekomunikasi secara elektronik atau sering juga
disebut sebagai perpaduan antara komputer dan komunikasi (Kosasi, 2002).
Teknologi dalam organisasi memiliki peranan utama dalam mempelajari sifat-
sifat dari teknologi suatu organisasi dan hubungan teknologi terhadap struktur
organisasi. Dalam teori organisasi yaitu dengan prinsip ketergantungan
(contingency), menyatakan bahwa karakteristik organisasi mempunyai
ketergantungan terhadap faktor-faktor teknologi yang pada akhirnya
berkembang menjadi pendekatan modern dalam teori organisasi.
Seperti kita ketahui, dalam kehidupan kita dimasa mendatang sektor teknologi
merupakan sektor yang paling dominan. Siapa yang menguasai teknologi, maka
dia akan menjadi pemimpin dunia. Teknologi informasi memiliki peranan
penting di berbagai bidang, khususnya adalah dalam bidang organisasi.
Teknologi informasi sudah menjadi kebutuhan dasar bagi setiap organisasi
terutama dalam menjalankan aktivitas organisasi.
Peran teknologi informasi diperlukan dalam dunia organisasi sebagai alat bantu
dalam upaya memenangkan suatu persaingan yang pasti terjadi dalam dunia
organisasi. Ditambah lagi kita dihadapkan oleh kenyataan bahwa saat ini dunia
berada pada era persaingan yang sangat ketat. Adanya peran teknologi informasi
dalam organisasi memungkinkan setiap proses yang dijalankan menjadi lebih
mudah dan cepat. Dengan menggunakan teknologi informasi, kendala jarak dan
biaya operasional menjadi bukan masalah yang utama lagi. Dengan kata lain,
teknologi informasi dapat memenuhi kebutuhan informasi dalam suatu
organisasi dengan sangat cepat, tepat waktu, relevan dan akurat.
Peranan teknologi informasi bagi sebuah organisasi dapat dilihat dengan
menggunakan kategori yang diperkenalkan oleh G.R. Terry.
Terdapat lima peranan mendasar teknologi informasi dalam organisasi, yaitu:
1. Fungsi Operasional. Membuat struktur organisasi menjadi lebih
ramping setelah diambil alih fungsinya oleh teknologi informasi.
Karena sifat penggunaannya yang menyebar di seluruh fungsi
organisasi, unit terkait dengan manajemen teknologi informasi akan
Bab 14 Teknologi Informasi dalam Organisasi 177

menjalankan fungsinya sebagai supporting agency di mana teknologi


informasi dianggap sebagai firm infrastructure.
2. Fungsi Monitoring and Control. Mengandung arti bahwa keberadaan
teknologi informasi akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dengan aktivitas di level manajerial embedded di dalam setiap fungsi
manajer. Sehingga struktur organisasi unit terkait dengannya harus
dapat memiliki span of control atau peer relationship yang
memungkinkan terjadinya interaksi efektif dengan para manajer di
perusahaan terkait.
3. Fungsi Planning and Decision. Mengangkat teknologi informasi ke
tataran peranan yang lebih strategis lagi karena keberadaannya sebagai
enabler dari rencana kegiatan organisasi dan merupakan sebuah
knowledge generator bagi para pimpinan organisasi yang dihadapkan
pada realitas untuk mengambil sejumlah keputusan penting sehari-
harinya.
4. Fungsi Communication. Secara prinsip termasuk ke dalam firm
infrastructure dalam era organisasi modern, di mana teknologi
informasi ditempatkan posisinya sebagai sarana atau media dalam
berkomunikasi, berkolaborasi, berkooperasi, dan berinteraksi.
5. Fungsi Interorganisational. Merupakan sebuah peranan yang cukup
unik karena dipicu oleh semangat globalisasi yang memaksa organisasi
untuk melakukan kolaborasi atau menjalin kemitraan dengan sejumlah
organisasi lain. Tipe dan fungsi peranan teknologi informasi ini secara
langsung akan berpengaruh terhadap rancangan atau desain struktur
organisasi, dan struktur organisasi departemen, divisi, atau unit terkait
dengan sistem informasi, teknologi informasi, dan manajemen
informasi.

Selain itu, teknologi informasi secara umum juga mempunyai beberapa peranan
dalam organisasi, di antaranya sebagai berikut:
1. Minimal Risk. Setiap kegiatan dalam organisasi memiliki risiko,
terutama berkaitan dengan faktor-faktor keuangan. Kehadiran
teknologi informasi selain mampu membantu organisasi mengurangi
178 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

risiko yang ada, perlu pula menjadi sarana untuk membantu organisasi
dalam mengelola risiko yang dihadapi.
2. Reduce Costs. Peranan teknologi informasi sebagai katalisator dalam
berbagai usaha pengurangan biaya-biaya operasional organisasi pada
akhirnya akan berpengaruh terhadap profitabilitas organisasi.
Sehubungan dengan hal tersebut biasanya ada empat cara yang
ditawarkan teknologi informasi untuk mengurangi biaya-biaya
kegiatan operasional yaitu:
a. Eliminasi proses, implementasi berbagai komponen teknologi
informasi akan mampu menghilangkan atau mengeliminasi
proses-proses yang dirasa tidak perlu.
b. Simplifikasi proses, berbagai proses yang panjang dan berbelit-
belit (birokratis) biasanya dapat di sederhanakan dengan
mengimplementasikan berbagai komponen teknologi informasi.
c. Integrasi proses, teknologi informasi juga mampu melakukan
pengintegrasian beberapa proses menjadi satu sehingga terasa
lebih cepat dan praktis.
d. Otomatisasi proses, mengubah proses manual menjadi otomatis
merupakan tawaran klasik dari teknologi informasi.
3. Add Value. Menciptakan value bagi pelanggan perusahaan. Tujuan
akhir dari penciptaan value tidak sekedar untuk memuaskan
pelanggan, tetapi lebih jauh lagi untuk menciptakan loyalitas sehingga
pelanggan tersebut bersedia selalu menjadi konsumennya untuk jangka
panjang.
4. Create New Realities. Mampu menciptakan suatu arena bersaing baru
bagi organisasi, yaitu di dunia maya. Berbagai konsep e-business
semacan e-commerce, e-procurement, e-customer, e-loyalty, dan lain-
lainnya pada dasarnya merupakan cara pandang baru dalam
menanggapi mekanisme bisnis di era globalisasi informasi.

Teknologi informasi telah menjadi bagian penting dan tidak terpisahkan dari
setiap kegiatan organisasi. Dari organisasi besar yang memelihara sistem
mainframe dan database, hingga organisasi kecil yang memiliki satu komputer,
teknologi informasi pasti memiliki peran di dalamnya. Alasan penggunaan
Bab 14 Teknologi Informasi dalam Organisasi 179

teknologi dalam dunia maya sekarang dapat ditentukan dengan melihat


bagaimana teknologi informasi digunakan di seluruh dunia organisasi.
Berikut beberapa peranan teknologi informasi di dalam organisasi modern:
1. Komunikasi. Bagi banyak perusahaan, email menjadi sarana
komunikasi utama antara karyawan, supplier dan pelanggan. Email
adalah salah satu pendorong awal terciptanya Internet, memberikan
sarana sederhana dan murah untuk berkomunikasi. Seiring waktu, alat
komunikasi semakin banyak diciptakan, mulai dari live chat, online
meeting tools, dan juga sistem video-conference. Telepon dengan
Voice Over Internet Protocol (VOIP) dan smart-phone juga
menawarkan cara yang lebih canggih dalam melakukan komunikasi.
Dengan adanya kemudahan teknologi ini, pegawai dapat dengan
mudah membuat keputusan secara cepat dalam organisasi.
2. Manajemen Inventaris. Dalam mengelola inventaris, organisasi perlu
mempertahankan persediaan yang cukup untuk memenuhi permintaan
tanpa berinvestasi lebih dari yang mereka butuhkan. Sistem
manajemen inventaris melacak jumlah setiap item yang dimiliki
organisasi, memicu pesanan stok tambahan saat jumlahnya jatuh di
bawah jumlah yang telah ditentukan sebelumnya. Sistem ini paling
baik digunakan saat sistem manajemen inventaris terhubung ke sistem
point-of-sale (POS). Sistem POS memastikan bahwa setiap kali barang
terjual, salah satu item tersebut dihapus dari jumlah inventaris,
membuat informasi closed-loop antara semua departemen.
3. Manajemen Data. Dulu, perusahan memiliki ruangan arsip yang berisi
deretan lemari arsip dan surat-surat dokumen. Saat ini, sebagian besar
perusahaan menyimpan dokumen digital mereka di server dan
perangkat penyimpanan. Dokumen ini tersedia untuk semua orang di
organisasi, terlepas dari manapun mereka berada. Organisasi dapat
menyimpan dan melakukan maintain data historis secara ekonomi, dan
karyawan mendapat keuntungan dengan akses langsung ke dokumen
yang mereka butuhkan.
4. Sistem Informasi Manajemen. Menyimpan data menjadi sebuah
keuntungan jika data tersebut dapat digunakan secara efektif.
180 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

Organisasi yang progresif menggunakan data sebagai bagian dari


proses perencanaan strategis. Sistem informasi manajemen
memungkinkan perusahaan untuk melacak data penjualan, biaya dan
tingkat produktivitas. Informasi dapar digunakan untuk melacak
keuntungan dari waktu ke waktu, memaksimalkan laba atas investasi
dan mengidentifikasi area perbaikan. Manajer dapat melacak
penjualan setiap harinya, sehingga memungkinkan mereka untuk
bereaksi saat angka penjualan yang diharapkan dibawah perkiraan
dengan cara meningkatkan produktivitas karyawan atau dengan
mengurangi biaya barang. Selain itu, sistem informasi manajemen
dapat membantu manajer dalam mengambil sebuah keputusan.
5. Manajemen Hubungan Pelanggan. Perusahaan menggunakan
teknologi informasi untuk meningkatkan cara mereka mendesain dan
mengelola hubungan pelanggan. Sistem Customer Relationship
Management (CRM) menangkap setiap interaksi yang dimiliki
organisasi dengan pelanggan, sehingga peningkatan pengalaman
pelanggan bisa dilakukan. Jika pelanggan menghubungi call center
dengan suatu masalah, perwakilan customer support akan dapat
melihat apa yang dibeli pelanggan, melihat informasi pengiriman,
memberikan pelatihan manual untuk penggunaan barang tersebut dan
menanggapi secara efektif masalah tersebut. Seluruh interaksi
tersimpan dalam sistem CRM, sehingga jika pelanggan menelepon
lagi, sudah ada data-data yang dibutuhkan.

14.3 Dampak Positif dan Negatif


Teknologi Informasi dalam Organisasi
Penerapan teknologi dalam organisasi dapat memberikan dampak yang
siginifikan pada efektivitas dan efisiensi serta meningkatkan daya saing karena
teknologi informasi memberikan sejumlah data mengenai jalannya organisasi
tersebut sehingga organisasi dapat memperoleh data-data yang diperlukan
sebagai dasar mereka dalam mengambil keputusan strategis.
Bab 14 Teknologi Informasi dalam Organisasi 181

Secara umum dampak positif dan negatif Teknologi Informasi dalam Organisasi
sebagai berikut (Kaunang et al., 2021):

14.3. 1 Dampak Positif TI pada Organisasi


1. Rivalry among existing firms in the industry
a. Menambah daya saing karena teknologi informasi akan
meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi
b. Teknologi informasi dapat menjaga keamanan laporan dari suatu
organisasi
c. Teknologi informasi dapat meningkatkan tingkat akurasi
d. Dengan adanya TI, dapat meningkatkan kepuasan karyawan
2. Bargaining Power of Buyers
a. TI akan dapat membantu untuk menjaga hubungan baik dengan
buyer
b. TI dapat memberikan layanan kepada pelanggan dalam waktu 24
jam tiap harinya
c. Bargaining power of Suppliers
d. TI mempermudah organisasi dalam mencari supplier yang sesuai
e. TI dapat digunakan untuk mengintegrasikan supply chain dengan
supplier
3. Threat of entry of new competitors

TI memungkinkan organisasi untuk menurunkan biaya produksi agar dapat


menjual barangnya dengan harga lebih murah daripada pesaing baru
4. Threat of substitute product or services

TI memungkinkan adanya diversifikasi produk.

14.3. 2 Dampak Negatif TI pada Organisasi


1. Rivalry among existing firms in the industry

Keberadaan TI dapat meningkatkan daya saing masing-masing perusahaan


dapat mengancam keberadaan suatu organisasi. Dalam kasus ini akan berlaku
hukum alam, bisnis yang kuat yang akan mampu bertahan.
182 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

2. Bargaining Power of Buyers

TI memungkinkan organisasi kehilangan pelanggannya dengan cepat karena


dengan adanya internet pelanggan dapat melakukan pencarian dengan cara
perbandingan produk atau jasa secara online dengan cukup mudah dan cepat
3. Bargaining power of Suppliers

TI memungkinkan organisasi akan kehilangan suppliernya karena dengan


adanya internet supplier dapat melakukan pencarian dan perbandingan
organisasi yang lebih menguntungkan untuk melakukan kerja sama dengannya
4. Threat of entry of new competitors

TI memungkinkan organisasi kalah saing dengan pesaing baru, karena dengan


TI pesaing baru dapat melakukan pemasaran secara online dan massif tanpa
harus membangun toko untuk pemasarannya.
5. Threat of substitute product or services

TI memungkinkan organisasi akan mengalami kerugian akibat adanya


substitute product or service yang semakin beragam selalu tersedia.
Secara prinsip teknologi dapat memudahkan system operasional organisasi,
dengan asumsi individu karyawan harus memiliki persepsi kemudahan dan
kepercayaan. Persepsi kemudahan penggunaan ini adalah suatu kepercayaan
tentang efektivitas proses pengambilan keputusan. Jika seseorang mempercayai
bahwa sistem mudah digunakan maka individu /karyawan akan mencoba untuk
menggunakannya. Sebaliknya jika seorang karyawan tidak mempercayai sistem
tersebut mudah digunakan maka tidak akan mencoba menggunakannya.
Persepsi kemudahan ini memiliki 6 buah indikator, yaitu:
1. Mudah dipelajari
2. Terkendali
3. Jelas dan dapat dimengerti
4. Fleksibel
5. Menjadi terampil
6. Mudah untuk digunakan
Bab 14 Teknologi Informasi dalam Organisasi 183

Sumber daya manusia dalam suatu organisasi pada era kemajuan teknologi ini
harus mampu mengikuti perubahan paradigma ini. Pada sisi organisasi, dituntut
dapat menciptakan iklim/ budaya organisasi sesuai dengan tujuan organisasi
tersebut, dengan mempertimbangkan kecepatan perubahan teknologi. Pada
proses kinerja, setiap individu/karyawan dituntut untuk memiliki kinerja yang
sesuai dengan tuntutan manajemen dan selalu beradaptasi dengan perubahan
dunia saat ini. Kinerja merupakan suatu hasil kerja yang dicapai seseorang
dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan
atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Kinerja ini adalah
gabungan dari tiga faktor penting yaitu kemampuan dan minat kerja,
penerimaan dan penjelasan, delegasi dan tugas serta peran maupun tingkat
motivasi seorang individu/karyawan.
Budaya merupakan seperangkat nilai, berupa norma-norma yang akan
mengarahkan keyakinan, dan pemahaman serta dibentuk secara Bersama oleh
para anggota suatu organisasi dan mengajarkannya kepada para anggota baru.
Organisasi merupakan pola-pola, skema, bagan yang menunjukkan garis-garis
perintah, kedudukan karyawan, dan hubungan-hubungan yang ada, dengan kata
lain biasanya disebut terstruktur. Dengan demikian organisasi merupakan alat
dan wadah tempat manajer melakukan kegiatan-kegiatannya melalui struktur
organisasinya untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Budaya organisasi adalah suatu tatanan sistem nilai, kepercayaan, dan kebiasaan
dalam suatu organisasi dengan saling berinteraksi dengan struktur sistem
formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi. Hal ini
diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu (manajerial)
dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalah-
masalahnya yang mungkin timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi
internal yang sudah berjalan, sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota
baru sebagai cara yang benar untuk memahami, dan merasakan berkenaan
dengan masalah-masalah dalam organisasi
Budaya organisasi dapat dimaknai sebagai perekat sosial yang mengingat tiap
anggota organisasi. Budaya organisasi memiliki peran sangat strategis untuk
mendukung kesuksesan organisasi dalam jangka panjang. Budaya organisasi
dapat menciptakan stabilitas harmonisasi hubungan sosial maupun hubungan
manajerial bagi suatu organisasi, tetapi juga dapat sebagai penghambat terhadap
perubahan.
184 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

Meskipun sebuah organisasi dapat menampilkan suatu kecenderungan tipe


budaya organisasi, biasanya organisasi tetap dapat menunjukkan keyakinan
normatif dan karakteristik yang lain. Tiap individu /karyawan memiliki tujuan
dan kepentingan sendiri, begitu juga organisasi dan perusahaan, oleh karena itu
sebagai organisasi yang terdiri dari berbagai unsur sumber daya yang salah
satunya adalah manusia, maka diperlukan nilai-nilai dan keyakinan yang
disepakati bersama agar tujuan organisasi dan tujuan karyawan secara individu
dapat sejalan dan selaras. Kebijakan organisasi dalam memenuhi rasa keadilan
tiap individu saat berkontribusi membutuhkan penentuan unsur yang dinilai
beserta tolok ukurnya, yaitu elemen kinerja individual.

14.4 Strategi Pengelolaan Teknologi


Informasi dalam Organisasi
Pada dasarnya tujuan teknologi informasi adalah menjamin tercapaian tujuan
atau target organisasi. Untuk mengidentifikasi tujuan penggunaan teknologi
informasi dapat dilakukan dengan sistem pengukuran balanced scorecard.
Dari sistem pengukuran ini, akan diperoleh beberapa proses penting, yaitu
(Fadhil, 2018):
1. Menentukan visi dan strategi organisasi.
2. Mengkomunikasikan dan mengaitkan beberapa tujuan dan ukuran
strategis.
3. Merencanakan, menetapkan sasaran serta menyelaraskan berbagai
inisiatif strategis.
4. Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis.

Bahkan hingga saat ini sudah banyak organisasi-organisasi yang bergerak di


bidang teknologi informasi meluncurkan produk-produk yang berhubungan
dengan pengelolaan balanced scorecard itu sendiri. Salah satu contoh,
PUSINTEK Kementerian Keuangan RI sedang mengembangkan aplikasi yang
bertujuan penentuan arah kebijakan berupa pengendalian work flow. Hasil rapat
pimpinan dan persuratan adalah aplikasi yang diadopsi dari konsep balanced
scorecard. Dengan aplikasi ini, pemegang kendali keuangan negara dapat
menentukan arah dan strategi kebijakan keuangan dengan lebih mudah.
Bab 14 Teknologi Informasi dalam Organisasi 185

Strategi pengelolaan teknologi informasi berkaitan dengan tata kelola teknologi


informasi pada organisasi. Pada dasarnya, penentu arah kebijakan teknologi
informasi pada suatu organisasi adalah pimpinan tertinggi dari organisasi
tersebut. Sebagai pengelola lapangan adalah manajer divisi teknologi informasi
organisasi tersebut.
Adapun peran dari manajer divisi teknologi informasi tersebut adalah:
1. Menyelaraskan strategi bisnis dan STI secara dua arah.
2. Menciptakan hubungan yang efektif dengan manajer lini.
3. Merencanakan, merancang dan mengimplementasikan sistem-sistem
baru.
4. Membangun dan mengelola infrastruktur
5. Meningkatkan keahlian organisasi STI
6. Mengelola kerjasama dengan pemasok.
7. Membangun kinerja yang tinggi
8. Mendisain ulang dan mengelola organisasi STI

Strategi teknologi informasi diperlukan agar sebuah organisasi dapat mengenali


target terbaik untuk melakukan pembelian dan penerapan sistem informasi
manajemen dan menolong untuk memaksimalkan hasil dari investasi pada
bidang teknologi informasi. Sebuah sistem informasi yang dibuat berdasarkan
Perancangan Startegis Sistem Informasi yang baik, akan membantu sebuah
organisasi dalam pengambilan keputusan untuk melakukan rencana bisnisnya
dan merealisasikan pencapian bisnisnya. Dalam dunia bisnis saat ini, penerapan
dari teknologi informasi untuk menentukan strategi organisasi adalah salah satu
cara yang paling efektif untuk meningkatkan performa organisasi.
Strategi teknologi informasi diperlukan untuk:
1. Pengetahuan mengenai teknologi baru
2. Dilibatkan dalam perencanaan taktis dan strategis
3. Dibahas dalam diskusi perusahaan
4. Memahami kelebihan kekurangan teknologi

Dengan semakin berkembangnya peranan teknologi informasi dalam dunia


organisasi, maka menuntut teknologi informasi untuk menghasilkan Sistem
Informasi yang layak dan mendukung kegiatan organisasi. Untuk itu, dituntut
sebuah perubahan dalam bidang teknologi informasi. Perubahan yang terjadi
186 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

adalah dengan diterapkannya Perancangan Strategis Sistem Informasi untuk


memenuhi tuntutan menghasilkan sistem informasi yang mendukung kegiatan
bisnis suatu organisasi. Seiring dengan perkembangan zaman dan dunia
organisasi, peningkatan Perencanaan Strategis Sistem Informasi menjadi
tantangan serius bagi pihak teknologi informasi.
Daftar Pustaka

Abdhul, Y. (2021). “Teori Kepemimpinan: Pengertian, Tujuan Dan Fungsi”.


Tersedia [online]. https://penerbitbukudeepublish.com/materi/teori-
kepemimpinan/ Diakses 12 Oktober 2021.
Adam, Indrawijaya, (1983). Perubahan dan Pengembangan Organisasi. Sinar
Baru: Bandung.
Amstrong, M. (2014). A Handbook of Human Resources. Management
Practice. London: Kogan Page.
Anthony, S. and Schwartz, E. I. (2017) ‘What the best transformational leaders
do’, Harvard Business Review, pp. 2–9.
Antonakis, J., Day, D. V and Schyns, B. (2012) ‘Leadership and individual
differences: At the cusp of a renaissance’, The Leadership Quarterly.
Elsevier, pp. 643–650.
Antonakis, J., House, R. J. and Simonton, D. K. (2017) ‘Can super smart leaders
suffer from too much of a good thing? The curvilinear effect of
intelligence on perceived leadership behavior.’, Journal of Applied
Psychology, 102(7), p. 1003.
Ardana, K, dkk. (2008). Perilaku Keorganisasian. Denpasar: Graha Ilmu
Ardana, Komang dkk. (2008). Perilaku Organisasi. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Arni, M. (2005) ‘Komunikasi organisasi’, Jakarta: Bumi Aksara, 145.
Ayub, S. H., Manaf, N. A. and Hamzah, M. R. (2014) ‘Leadership:
Communicating Strategically in the 21st Century’, Procedia - Social and
188 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

Behavioral Sciences. Elsevier B.V., 155(October), pp. 502–506. doi:


10.1016/j.sbspro.2014.10.330.
Badu, Q. Syamsu., Novianty. Djafitri, (2017). Kepemimpinan Dan Perilaku
Organisasi. Ideas Publishing. Gorontalo.
Bandung, U. (2011) ‘Tim Dosen Administrasi Pendidikan’, in Manajemen
Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Banjaŕnahor, A. R. et al. (2021) Manajemen Komunikasi Pemasaran. Yayasan
Kita Menulis.
Barrett, D. (2006) ‘Leadership Communication: A Communication Approach
for Senior-Level Managers’.
Bass, B. (1985) Leadership and Performance Beyond Expectations. New York:
Free Press.
Bass, B. M. (1990) ‘Handbook of Leadership’. New York: Free Press.
Bass, B. M. (1997) ‘Does the transactional-transformational leadership
paradigm transcend organizational and national boundaries? American
Psychologist, 52, 130-139’, American Psychologist, 52, pp. 130–139.
Bass, B. M. (1998) ‘Transformational Leadership’. New Jersey USA: Lawrence
Erlbaum.
Bass, B. M. and Avolio, B. J. (1993) ‘Transformational Leadership: a response
to Critiques, in Chemers, M. & Ayman, R. (eds) Leadership Theory and
Research: Perspectives and Directions’, in. San Diego: Academic Press,
pp. 49–80.
Bass, B. M. and Stogdill, R. (1981) ‘Handbook of leadership’, Theory, research,
and managerial.
Bass, B. M., & Steidlemeier, P. (1999) Ethics, Character and Authentic
Transformational Leadership Behavior, Leadership Quarterly, 10(2),.
Bateman, T. S. and Crant, J. M. (1993) ‘The proactive component of
organizational behavior: A measure and correlates’, Journal of
organizational behavior, 14(2), pp. 103–118.
Bono, J. E. and Judge, T. A. (2004) ‘Personality and transformational and
transactional leadership: a meta-analysis.’, Journal of applied
psychology, 89(5), p. 901.
Daftar Pustaka 189

Bosworth, S. L. and Kreps, G. A. (1986) ‘Structure as process: Organization and


role’, American Sociological Review. JSTOR, pp. 699–716.
BRATA, T. (2011) ‘PERAN KEPEMIMPINAN DALAM
MENGENDALIKAN KONFLIK’, Jurnal Media Wahana Ekonomika,
7(4). doi: http://dx.doi.org/10.31851/jmwe.v7i4.4282.
Bryman, A. (2007) ‘Effective leadership in higher education: A literature
review’, Studies in higher education, 32(6), pp. 693–710.
Burns, J. M. (1978) ‘Leadership and followership’, Leadership, pp. 18–23.
Capowski, G. (1994) ‘Anatomy of a leader: Where are the leaders of
tomorrow?’, Management Review, 83(3), p. 10.
Cash-Gibson, L. et al. (2012) ‘Automated telephone communication systems for
preventive healthcare and management of long-term conditions’. Wiley.
Cavazotte, F., Moreno, V. and Hickmann, M. (2012) ‘Effects of leader
intelligence, personality and emotional intelligence on transformational
leadership and managerial performance’, The Leadership Quarterly,
23(3), pp. 443–455.
Chaniago, A. (2017) Pemimpin & Kepemimpinan. cetakan 1. Jakarta: Lentera
Ilmu Cendekia.
Coleman, M dan Glover, D. (2010). Educational Leadership and Management
New York: McGraw-Hill.
Colquitt, J. A., LePine, J. A. and Wesson, M. J. (2009). Organizational
Behavior: Improving Performance and Commitment in the Workplace.
New York: McGraw-Hill.
Conger, J. A. and Kanungo, R. N. (1998) Charismatic leadership in
organizations. Sage Publications.
Covey, S. R. (1992) Principle centered leadership. Simon and Schuster.
CRC. (2018). Karakteristik Kepemimpinan. Tersedia [online].
https://cicikresti.com/karakteristik-kepemimpinan/ Diakses 23
Nopember 2018.
Crossley, C. D., Cooper, C. D. and Wernsing, T. S. (2013) ‘Making things
happen through challenging goals: Leader proactivity, trust, and business-
unit performance.’, Journal of Applied Psychology, 98(3), p. 540.
190 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

Czarniawska-Joerges, B. and Wolff, R. (1991) ‘Leaders, managers,


entrepreneurs on and off the organizational stage’, Organization studies,
12(4), pp. 529–546.
Daft, Richard (2014) “New Era Management“,South-Western : Cengage
Learning Inc.
Dalimunthe, S. F. (2015) ‘Komunikasi Organisasi Dalam Perpsektif Budaya’,
Jurnal Bahas Unimed. State University of Medan, 26(3), p. 75111.
Dalkir, K., & Liebowitz, J. (2011). “Knowledge management in theory and
practice”. Cambridge, Mass: MIT Press.
Danuri, M. (2019) “PERKEMBANGAN DAN TRANSFORMASI
TEKNOLOGI DIGITAL,” INFOKAM, 15(2).
David W. De Long dan Liam Fahey (2000) “Diagnosing Cultural Barriers to
Knowledge Management” Academy of Management Executive . 14, No.
4, 113-127
Debowski, S. (2006) " Knowledge Management," Sydney: John Wiley &Sons
Australia
Denison, Daniel R. and Aneil K. Mishra (1995) “Toward a Theory of
Organizational Culture and Effectiveness” Organization Science
DePree, M. (2011) Leadership is an art. Currency.
Devi Yulianti, M.A, Intan Fitri Meutia, P. . (2020) PERILAKU DAN
PENGEMBANGAN ORGANISASI, Pusaka Media. Bandar Lampung:
Pusaka Media.
Dr. Arifin Tahir, M. S. (2014) Buku Ajar Perilaku Organisasi, Buku Ajar
Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Deepublish.
Drucker, P. F. (1967) ‘The manager and the moron’, McKinsey Quarterly, 3(4),
p. 42.
Dubrin, A. J. (2019) ‘Fundamentals of Organizational Behavior (Sixth Edit)’,
Academic Media Solutions.
DuBrin, Adrew (2013) ”Principles of Leadership” International Edition, 7th
Edition. eBook ISBN: 9781285236445
Engkoswara dan Komariah, A. (2015) Administrasi Pendidikan. Bandung:
Alfabeta.
Daftar Pustaka 191

Fadhil (2018) TEKNOLOGI INFORMASI DALAM ORGANISASI. Tersedia


pada: http://www.ilmuadmpublik.com/2018/12/teknologi-informasi-
dalam-organisasi.html (Diakses: 30 Maret 2022).
Fadilah, N., Walandouw, A. and Moelyono, H. (2014) ‘IKLIM KOMUNIKASI
ORGANISASI DALAM MENINGKATKAN KINERJA
KARYAWAN DI PERUSAHAAN MANADO POST’, Acta Diurna,
III(2).
Fahmi, I. (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia Teori dan Aplikasi.
Bandung: Alfabeta
FARIHA, R. I. and WURYANTA, A. G. E. K. A. W. (2020) ‘Pengaruh Kinerja
Komunikasi Dan Iklim Komunikasi Organisasi Terhadap Produktivitas
Kerja Birokrasi Pemrov Dki Jakarta: Sebuah Perbandingan Persepsi Atas
Kepemimpinan Basuki Tjahaya Purnama Dan Anies Baswedan’, Jurnal
Ekonomi, Sosial & Humaniora, 2(01), pp. 1–9.
Finkelstein, S. (2016) Superbosses: How exceptional leaders master the flow of
talent. Penguin.
G.R Terry (2005) Principleps Of Manajement. New York.
Garton, E. (2017) ‘How to be an inspiring leader’, Harvard Business Review.
Geertz, C. and Pacanowsky, M. (1988) ‘Cultural approach to organizations’,
Communication yearbook II, pp. 356–379.
gibson, james (1996) perilaku, struktur, proses. jakarta: PT. Binarupa Aksara.
Gibson, J. dkk (2012) Organizations. New York: McGraw-Hill.
Gitosudarmo, I., & Sudita, I. N. (2000). Perilaku Keorganisasian. Yogyakarta:
BPFE.
Goffee, R. and Jones, G. (2005) ‘Managing authenticity: the paradox of great
leadership.’, Harvard Business Review, 83(12), pp. 86–94.
Goleman, D. (2017) ‘Here’s what mindfulness is (and isn’t) good for’, Harvard
Business Review.
Gosling, J. and Murphy, A. (2004) Leading continuity. Working Paper: Centre
for Leadership Studies, University of Exeter.
Greenberg, J. and Baron, R. A. (2000). Behavior in Organizations. Upper Saddle
River, N. J: Prentice Hall.
192 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

Greenberg, J. and R. A. B. (2003) Behavior in Organizations. New Jersey:


Pearson Education, Inc.
Greenleaf, R. K. (1998) The power of servant-leadership: Essays. Berrett-
Koehler Publishers.
Greenleaf, R. K. (2002) Servant leadership: A journey into the nature of
legitimate power and greatness. Paulist Press.
Griffin (2014) Organizational Behavior, managing people and organisational.
eleven.
Griffin, E. A. (2003) A first look at communication theory. McGraw-Hill.
Gutama, T. A. (2010) ‘Peran komunikasi dalam organisasi’, Jurnal Sosiologi
Dilema, 25(2), pp. 107–113.
Halim, F. et al. (2021) Manajemen Pemasaran Jasa. Yayasan Kita Menulis.
Handoko, T. Hatani. (2009). Manajemen, Cetakan Duapuluh. BFE. Yogyakarta.
Harrison, B. E. and Muhlberg, J. (2014) Leadership Communication How
Leaders Communicate and How Communicators Lead in Today’s Global
Enterprise, International Journal of Business Communication. doi:
10.1177/2329488416675446.
Harrison, C. (2018) Leadership Theory and Research: A Critical Approach to
New and Existing Paradigms. Switzerland: Palgrave Macmillan.
Hasibuan, A., Banjarnahor, A. R., et al. (2021) Manajemen Logistik dan Supply
Chain Management. Yayasan Kita Menulis.
Hasibuan, A., Sari, A. P., et al. (2021) Perencanaan dan Pengembangan SDM.
Yayasan Kita Menulis.
Hasibuan, M. (2003). Organisasi dan Motivasi Dasar Peningkatan
Produktivitas. Jakarta: Bumi Aksara.
Hasibuan, M.S.P. (2010). Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi
Cetakan ke-13. Jakarta: Bumi Aksara.
Hater, J. J. and Bass, B. M. (1988) ‘Superiors’ evaluations and subordinates’
perceptions of transformational and transactional leadership.’, Journal of
Applied psychology, 73(4), p. 695.
Hendra, H. et al. (2021) Manajemen Koperasi. Yayasan Kita Menulis.
Daftar Pustaka 193

Hollenbeck, G. P. and Hall, D. T. (2004) ‘Self-confidence and leader


performance’, Organizational dynamics, 33(3), pp. 254–269.
House, R. J., Wright, N. S. and Aditya, R. N. (1997) ‘Cross-cultural research on
organizational leadership: A critical analysis and a proposed theory.’
Hull, T. and Ozeroff, P. (2004) ‘The transitioning from Manager to leader’. New
York: Harper and Row.
Hülsheger, U. R. et al. (2013) ‘Benefits of mindfulness at work: the role of
mindfulness in emotion regulation, emotional exhaustion, and job
satisfaction.’, Journal of applied psychology, 98(2), p. 310.
Istianda, M. (2014) ‘Perubahan Organisasi dalam’, (05), pp. 3–10.
Iswanti, M. E., Rahmanto, A. and Muktiyo, W. (2019) ‘Leader’s Influence and
Communication Styles on the Culture of Innovation in FIFGROUP’,
International Journal of Multicultural and Multireligious Understanding,
5(6), p. 190. doi: 10.18415/ijmmu.v5i6.796.
Jaelani, A. S. and Yuliatin (2021) ‘Iklim Komunikasi Organisasi di Hotel
Savana Malang’, Prosiding Manajemen Komunikasi Universitas Islam
Bandung, 7(1), pp. 202–206. Available at:
http://karyailmiah.unisba.ac.id/index.php/mankom/article/view/26225/p
df.
James A.f Stoner (2016) Management. Prentice Hall.
Jin, S., Seo, M.-G. and Shapiro, D. L. (2016) ‘Do happy leaders lead better?
Affective and attitudinal antecedents of transformational leadership’, The
Leadership Quarterly, 27(1), pp. 64–84.
Johansson, C. (2007) ‘Research on organizational communication’, Nordicom
Review, 28(1), pp. 93–110.
Judge, R. (2011) Perilaku Organisasi. jakarta: Salemba Empat.
Judge, T. A., Colbert, A. E. and Ilies, R. (2004) ‘Intelligence and leadership: a
quantitative review and test of theoretical propositions.’, Journal of
Applied Psychology, 89(3), p. 542.
Julyanthry, J. et al. (2020) Manajemen Produksi dan Operasi. Yayasan Kita
Menulis.
194 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

Kane, J. and Patapan, H. (2012) The democratic leader: How democracy


defines, empowers and limits its leaders. Oxford University Press.
Kartono, K. (2017). Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan
Abnormal itu?. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Kato, I. et al. (2021) Manajemen Pembangunan Daerah. Yayasan Kita Menulis.
Katz, R. (1955) ‘Skills of an effective administrator’, Harvard BusinessReview,
p. Jan-Feb.
Kaunang, F. J. et al. (2021) Konsep Teknologi Informasi. Yayasan Kita
Menulis.
Ketut, Sintaasih Desak Supatha dan Wayan Gede. 2017. Pengantar Perilaku
Organisasi Teori, Kasus Dan Aplikasi Penelitian. CV.Setia Bakti.
Denpasar.
Kim, W. C. and Mauborgne, R. A. (1992) ‘Parables of leadership.’, Harvard
Business Review, 70(4), pp. 123–128.
Kirkpatick, S. A. and Locke, E. A. (1991) ‘Leadership: do traits matter?’,
Academy of management perspectives, 5(2), pp. 48–60.
Kosasi, S. (2002) “Peran Teknologi Informasi dalam Pengembangan
Organisasi,” Dinamik. Stikubank University, 7(1).
Kotter, J. P. (1988) The leadership factor. New York: Free Press; London:
Collier Macmillan.
Kotter, J. P. (2001) ‘What leaders really do. Harvard Business School Publishing
Corporation’.
Kotter, J. P. (2008) Force for change: How leadership differs from management.
Simon and Schuster.
Kotter, J. P. and Cohen, D. (2014) Change leadership: The Kotter collection (5
Books). Harvard Business Review Press.
Kotterman, J. (2006) ‘Leadership versus management: what’s the difference?’,
The Journal for Quality and Participation, 29(2), p. 13.
Kreitner, R dan Angelo Kinicki, A. (2000). Perilaku Organisasi. Terjemahan.
Erly Suandy. Jakarta: Salemba Empat.
Daftar Pustaka 195

Kusmono (2005) ‘Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Motivasi dan


Kepuasan Kerja Serta Kinerja Karyawan Pada Sub Sektor Industri
Pengolahan Kayu Skala Menengah Di Jawa Timur Manajemen Dan
Kewirausahaan’, manajemen dan kewirausahaan, 7.
Kwartolo, Y. (2010) “Teknologi informasi dan komunikasi dalam proses
pembelajaran,” Jurnal Pendidikan Penabur, 14(9), hal. 15–43.
Lie, D. dkk (2019) Pengantar Bisnis. Medan: Madenatera.
Luthan, F. (2011) ‘Organization Behavior: an Evidance Approach 12th
Eddition’. Mc Graw Hill.
Luthans, F. (1985). Organizational Behavior. Singapore: McGraw-Hill Irwin.
Luthra, A. (2015) Effective leadership is all about communicating effectively:
Connecting leadership and communication, Research Gate.
Luthra, A. and Dahiya, R. (2015) ‘Effective Leadership is all About
Communicating Effectively: Connecting Leadership and
Communication’, IJMBS, 5(3 July).
Mahyuddin, A. Z. K. dkk (2021) Teori Organisasi, Yayasan Kita Menulis.
Medan: Yayasan Kita Menulis.
Mangkunegara, A. A. P. (2004) Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan, Bandung: Remaja Rosdakarya
Matondang (2011) Kepemimpinan : Budaya Organisasi dan Manajemen
strtegik. Yogyakarta: PT. Graha Ilmu.
Mattayang, B. (2019) ‘Tipe dan Gaya Kepemimpinan: Suatu Tinjauan Teoritis’,
JEMMA: Jurnal of Economic, Management and Accounting, 2(2).
May, D. R. et al. (2003) ‘Developing the moral component of authentic
leadership.’, Organizational dynamics.
Mcshane, S. L. And Von Glinow, M. A. (2012) “Organizational Behavior”
McGraw-Hill/Irwin
Melia, M. and Tamburian, H. H. D. (2019) ‘Pengaruh Iklim Komunikasi
Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai’, Koneksi, 2(2), p. 441. doi:
10.24912/kn.v2i2.3921.
Mildawati, T. (2000) “Teknologi informasi dan perkembangannya di
indonesia,” Ekuitas, 4(1), hal. 101–110.
196 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

Moeljono (2012) Pengaruh Budaya dalam Organisasi. Jakarta: PT Elex Media.


Muftitama, A. (2020) ‘Strategi Komunikasi Kepemimpinan & Manajemen
Konflik dengan Konsep LCCVASE (Listening, Clarifying, Confirming,
Verifying, Action-Solving, Evaluating)’, Ishlah: Jurnal Ilmu Ushuluddin,
Adab dan Dakwah, 2(2), pp. 1–31. doi: 10.32939/ishlah.v2i2.31.
Muliana, M., Suleman, A. R., Arif, N. F., Simatupang, S., Sitepu, C. N. B.,
Wahyuddin, W., ... & Sudirman, A. (2020). Pengantar Manajemen.
Medan: Yayasan Kita Menulis..
Myers, D. (1987) ‘Community-relevant measurement of quality of life: A focus
on local trends’, Urban affairs quarterly. Sage Publications Sage CA:
Thousand Oaks, CA, 23(1), pp. 108–125.
Nainggolan, N. T. et al. (2021) Komunikasi Organisasi: Teori, Inovasi dan
Etika. Yayasan Kita Menulis.
Nawawi, H. (1995). Kepemimpinan yang Efektif. Yogyakarta: Bumi Aksara.
Negara, E. S. et al. (2021) Sistem Informasi Manajemen Bisnis. Yayasan Kita
Menulis.
Northouse, P. G. (2021) Leadership: Theory and practice. Sage publications.
Owens, B. P., Wallace, A. S. and Waldman, D. A. (2015) ‘Leader narcissism
and follower outcomes: The counterbalancing effect of leader humility.’,
Journal of Applied Psychology, 100(4), p. 1203.
Pace, R. W. and Faules, D. F. (1994) Organizational Communication. Prentice
Hall. Available at: https://books.google.co.id/books?id=zaPbqao5i6QC.
Peterson, S. J., Galvin, B. M. and Lange, D. (2012) ‘CEO servant leadership:
Exploring executive characteristics and firm performance’, Personnel
Psychology, 65(3), pp. 565–596.
Prajudi Atmosudirjo (2004) Teori Pengambilan Keputusan. Jakarta: ghalia.
Prasetya, Agustian B (2019) ”Managemen Pengetahuan Konsep Dasar dan
Aplikasi” Tangerang: Mahara Publishing
Priansa, D. J. (2018). Perencanaan dan Pengembangan SDM. Bandung:
Alfabeta.
Prihatin, E. (2014). Teori Administrasi Pendidikan. Cetakan Ke-2. Bandung:
Alfabeta.
Daftar Pustaka 197

Purba, B. et al. (2020) Ilmu Komunikasi: Sebuah Pengantar. Yayasan Kita


Menulis.
Purba, B. et al. (2022) Pengantar Manajemen Operasional. Yayasan Kita
Menulis.
Purba, S. (2010). Kinerja Pimpinan Jurusan di Perguruan Tinggi: Teori, Konsep
dan Korelatnya. Yogyakarta: LaksBang PRESSindo.
Puth, G. (1992) ‘Communication training towards the year 2000: a management
perspective’, Communicare: Journal for Communication Sciences in
Southern Africa. University of Johannesburg, 11(2).
Richard. L. (2002). Manajemen Edisi Kelima Jilid Satu. Erlangga. Jakarta.
Robbins, S. P. (2001). Perilaku Organisasi; Konsep, Kontroversi, Aplikasi, Jilid
1. Edisi Kedelapan. Diterjemahkan Hadyana Pujaatmaka dan Benyamin
Molan. Jakarta: Prenhallindo
Robbins, S. P. (2010) Organizational behavior.
Robbins, S. P. and Coulter, M. (2014). Management. Twelfth Edition. England:
Pearson Education Limited.
Robbins, S. P. et al. (2002) Foundations of management. Pearson Australia
Group.
Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2009). Organizational Behavior. USA: Prentice-
Hall.
Romadona, M. R. and Setiawan, S. (2020) ‘Communication of Organizations in
Organizations Change’s Phenomenon in Research and Development
Institution’, Journal Pekommas, 5(1), p. 91. doi:
10.30818/jpkm.2020.2050110.
Ruvendi (2005) ‘Imbalan dan Gaya Kepemimpinan Pengaruhnya Terhadap
Kepuasan Kerja Karyawan Di Balai Besar Industri Hasil Pertanian
Bogor’, Ilmiah Binaniaga.
Sahir, S. H. et al. (2022) Kepemimpinan dan Budaya Organisasi. Yayasan Kita
Menulis.
Santoso, A. (2021) ‘Iklim Komunikasi Organisasi di Hotel Savana Malang’,
Prosiding Manajemen Komunikasi Universitas Islam Bandung, 7(1), pp.
202–206. Available at:
198 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

http://karyailmiah.unisba.ac.id/index.php/mankom/article/view/26225/p
df.
Saragih, L. et al. (2022) Strategi Manajemen Pemasaran. Yayasan Kita Menulis.
Sari, A. P. et al. (2021) Kepemimpinan Bisnis. Yayasan Kita Menulis.
Sashkin, M. and Sashkin, M. G. (2003) Leadership that matters: The critical
factors for making a difference in people’s lives and organizations’
success. Berrett-Koehler Publishers.
Schermerhorn, J. dkk (2011) Organizational Behavior. New Jersey: John Wiley
& Sons, Inc.
Schermerhorn, John R, Richard Osborn, and James G. Hunt.(2012)
Organizational Behavior. New York: Wiley
Shelton, K. (1997) A New Paradigm of Leadership . San Fransisco, Cal.:
Executive Excellence Publishing. London: Allen & Unwin.
Siagian P (2012) Manajemen Sumber daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Siagian, S. P. (2003). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Cetakan Kelima.
Jakarta: Rineka Cipta
Siagian, Sondang P. (1995). Teori Pengembangan Organisasi. Jakarta: Bumi
Aksara.
Sianturi, R. R., Wahyudin, U. and Suryana, A. (2019) ‘Pengaruh Iklim
Komunikasi Organisasi Terhadap Kepuasan Komunikasi’,
Metacommunication: Journal of Communication Studies, 4(1), p. 12. doi:
10.20527/mc.v4i1.6281.
Sigit, Soehardi. (2003). Perilaku Organisasional. Universitas Sarjanawiyata
Tamansiswa. Yogyakarta.
Simanjuntak, M. et al. (2021) Perancangan Organisasi dan Sumber Daya
Manusia. Yayasan Kita Menulis.
Simarmata, H. M. P. et al. (2021) Teori Komunikasi Bisnis. Yayasan Kita
Menulis.
Simarmata, N. I. P. et al. (2021) Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan.
Yayasan Kita Menulis.
Daftar Pustaka 199

Simarmata, N. I. P. et al. (2021) Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan.


Yayasan Kita Menulis.
Siregar, F. A. and Usriyah, L. (2021) ‘Peranan Komunikasi Organisasi dalam
Manajemen Konflik’, IDARAH | Jurnal Pendidikan dan Kependidikan,
5(2). doi: https://doi.org/10.47766/idarah.v5i2.147.
Siregar, L. Y. dan Nasution, M. I. P. (2020) “Perkembangan Teknologi
Informasi Terhadap Peningkatan Bisnis Online,” HIRARKI: Jurnal
Ilmiah Manajemen Dan Bisnis, 2(1), hal. 71–75.
Sisca, S., Chandra, E., Sinaga, O. S., Revida, E., Purba, S., Fuadi, F., ... &
Silitonga, H. P. (2020). Teori-Teori Manajemen Sumber Daya Manusia.
Medan: Yayasan Kita Menulis.
Sitorus, S. A. et al. (2022) Pengantar Perilaku Organisasi. Yayasan Kita
Menulis.
Sitti Roskina Mas, I. H. (2020) Komunikasi Dalam Organisasi. Pertama. UNG
Press Gorotntalo.
Soejono Soekanto (2012) Suatu Pengantar Dalam Kepemimpinan. Jakarta:
Rajawali pers.
Sofjan, Mirriam (2004). Modul Universitas Terbuka: Organisasi dan
Manajemen. Jakarta: Penerbit Karunika Universitas Terbuka.
Sondang P. Siagian. (2007). Teori Pengembangan Organisasi. Bumi Aksara.
Jakarta.
Steers, R. M. and Porter, L. W. (2003). Motivation And Work Behavior. New
York:McGraw-Hill, Inc.
Stogdill, R. M. and Coons, A. E. (1957) ‘Leader behavior: Its description and
measurement.’
Subagio, A. (2015) ‘Budaya Organisasi sebagai Alat Komunikasi’.
Kompasiana.
Sudarmanto, E., Simarmata, N. I. P., et al. (2021) Komunikasi Pengembangan
Sumber Daya Manusia. Yayasan Kita Menulis.
Suhelayanti, S., Aziz, M. R., Sari, D. C., Safitri, M., Saputra, S., Purba, S., ... &
Simarmata, J. (2020). Manajemen Pendidikan. Medan: Yayasan Kita
Menulis.
200 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

Suherman, U. D. (2019) ‘Pentingnya Kepemimpinan Dalam Organisasi’, Jurnal


Ilmiah Akuntansi dan Bisnis Syariah, 1(2).
Sunindhia, Y. W., & Widiyanti, N. (1993). Kepemimpinan Dalam Masyarakat
Modern, Jakarta: Rineka Cipta.
Sunyoto, D. (2013). Teori, Kuesioner, dan Analisis Data Sumber Daya
Manusia: Praktik Penelitian. Jakarta: CAPS (Center for Academic
Publishing Service).
Sutrisno (2016) Manajemen Sumber Daya manusia. Jakarta: Media Grouip.
Sutrisno, E. (2014). Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan Ke Enam.
Jakarta: Prenada Media Group.
Sutrisno, E. (2017). Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan Ke-8. Jakarta:
Prenada Media Group.
Syamsu Q. Badu & Novianty Djafri (2017) Kepemimpinan & Perilaku
Organisasi. Gorontalo: Ideas Publishin.
Tanjung, R. et al. (2021) Organisasi dan Manajemen. Yayasan Kita Menulis.
Tanjung, R. et al. (2022) Pengantar Manajemen Modern. Yayasan Kita Menulis.
Techsgreat (2019) Top Leadership Qualities List, techsgreat.com. Available at:
https://techsgreat.com/top-leadership-qualities/.
Tewal, B., Pandowo, M. C. H. and Tawas, H. N. (2017) ‘Perilaku Organisasi’.
CV. Patra Media Grafindo Bandung.
Thoha, M. (2009) Kepemimpinan dalam manajemen. jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Thoha, M. (2010) Pembinaan Organisasi,proses diagnosa dan Intervensi
Motivasi Kepemimpinan. Yogyakarta.
Timothy (2014) Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.
Toor, S.-R. and Ofori, G. (2008) ‘Leadership versus management: How they are
different, and why’, Leadership and Management in Engineering, 8(2),
pp. 61–71.
Utami, D. (2014) ‘Pemilu, Kepemimpinan, Transaksional, Transformatif’,
Jurnal Ilmu Administrasi Negara, 1(1), pp. 1–8. Available at:
http://staffnew.uny.ac.id/upload/197712152010122002/penelitian/KAR
Daftar Pustaka 201

AKTERISTIK+KEPEMIMPINAN+POLITIK+INDONESIA+revisi.p
df.
Wahjosumidjo (1987) Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: ghalia.
Wahjosumidjo. (2001). Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta:
RadjaGrafindo Persada.
Wajdi, F. and Arif, A. (2021) ‘Peran Kepemimpinan dalam Manajemen
Organisasi: Studi Kasus Konflik Internal Partai Demokrat dalam
Perebutan Kepemimpinan’, Tanah Pilih, 1(2), p. 91. doi:
10.30631/tpj.v1i2.797.
Wang, H. et al. (2005) ‘Leader-member exchange as a mediator of the
relationship between transformational leadership and followers’
performance and organizational citizenship behavior’, Academy of
management Journal, 48(3), pp. 420–432.
Warren, B. and Nanus, B. (1986) Leaders; the Strategies for Taking Charge.
Harper Perennial.
Watson, C. M. (1983) ‘Leadership, management, and the seven keys’, Business
horizons, 26(2), pp. 8–13.
Weber, K. M. and Rohracher, H. (2012) ‘Legitimizing research, technology and
innovation policies for transformative change: Combining insights from
innovation systems and multi-level perspective in a comprehensive
“failures” framework’, Research Policy, 41(6), pp. 1037–1047. doi:
10.1016/J.RESPOL.2011.10.015.
Weiss, M. et al. (2018) ‘Authentic leadership and leaders’ mental well-being:
An experience sampling study’, The Leadership Quarterly, 29(2), pp.
309–321.
Widdah, M. E., D. (2012) Kepemimpinan Berbasis Nilai dan Pengembangan
Mutu Madrasah. Bandung: Alfabeta.
Widiastuti, I. (2017). “Pengaruh Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai di
Dinas Pendidikan Kota Bandung”. Jurnal Ilmiah WIDYA, 4 (2) Agustus-
Desember, 281-286.
Wijaya, A. et al. (2021) Ilmu Manajemen Pemasaran: Analisis dan Strategi.
Yayasan Kita Menulis.
202 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

Wikaningrum, T., Udin and Yuniawan, A. (2018) ‘The relationships among


leadership styles, communication skills, and employee satisfaction: A
study on equal employment opportunity in leadership’, Journal of
Business and Retail Management Research, 13(1), pp. 138–147. doi:
10.24052/jbrmr/v13is01/art-14.
Winardi, J. (2004). Manajemen Perilaku Organisasi. Edisi Revisi, Jakarta :
Penerbit Prenada Media Group.
Wirapraja, A. et al. (2021) Manajemen Pemasaran Perusahaan. Yayasan Kita
Menulis.
Wirawan. (2013). Kepemimpinan: Teori, Psikologi, Perilaku Organisasi,
Aplikasi dan Penelitian. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Wood, L. A., Kendal, R. L. and Flynn, E. G. (2012) ‘Context-dependent model-
based biases in cultural transmission: Children’s imitation is affected by
model age over model knowledge state’, Evolution and Human Behavior.
Elsevier, 33(4), pp. 387–394.
Ylitalo, J. (2004) ‘Leadership and Management’, Department of Industrial
Engineering and Management, Helsinki University of Philosophy USA
available at www. hcl. hut. fi.
Zaleznik, A. (1977) ‘Managers and leaders: Are they different’, Houston Police
Department Leadership Journal Dated, 17(4), pp. 47–63.
Biodata Penulis

Unang Toto Handiman lahir di Bandung, pada 30


September 1965. Ia tercatat sebagai lulusan
Universitas Gadjah Mada (S1), Universitas Mercu
Buana (S2), sedang menempuh Program Doktoral di
Universitas Mercu Buana. Pria yang kerap disapa
Unang ini adalah suami dari Tri Meyliana Sadewi dan
ayah dari Nida Khairani. Unang Toto Handiman
sebelum memasuki dunia akademisi berkiprah
sebagai tenaga profesional dibidang keuangan dan
marekting. Ia kerap mewakili perusahaan untuk
menerima penghargaan Top Brand.

Ahmad Faridi lahir di Jakarta, pada 7 Juli 1971. Ia


tercatat sebagai lulusan Akademi Gizi Depkes
(Diploma III Gizi), Institut Pertanian Bogor (Sarjana
Pertanian), PPs Universitas Muhammadiyah Prof Dr
Hamka (Magister Kesehatan) dan Sedang mengikuti
Program Doktoral Manejemen di Universitas
Mercubuana. Bapak yang kerap disapa Ahmad ini
memiliki Istri bernama Winny Puspita, S.Gz, M.Si,
RD dengan 2 orang anak Amalia Hasnah, S.H dan
Rafi Ramahurmuzy, S.Tr.DS. Ahmad bukanlah
orang baru di dalam penulisan buku ajar. Ada
beberapa buku yang telah diterbitkan seperti Ekonomi Pangan dan Gizi, Ilmu
Gizi Dasar. Gizi Dalam Daur Kehidupan dan Metodologi Penelitian Kesehatan.
Pada 2014, Ahmad berhasil meraih Hibah Buku Ajar Kemenristek Dikti.
Ahmad juga saat ini menjadi Asesor Akreditasi Mandiri Kesehatan di
LAMPTKes serta terlibat dalam penelitian-penelitian Nasional Kesehatan di
Badan Litbangkes Kemenkes RI.
204 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

Agustian Prasetya. Dosen Magister Managemen


Universitas Bina Nusantara. Magister Manajemen
dan Magister Pendidikan Universitas Pelita Harapan.
Trainer, konsultan pengembangan kapasitas
organisasi di BUMN, BUMD, perusahaan swasta
asing dan nasional, untuk data analytics dan kinerja
organisasi, komunikasi dan coaching, satisfaction
dan engagement, performance indicators dan
ballance score cards
Menekuni kajian kepemimpinan, pembelajaran,
etika dan human capital dan aktif di lembaga sosial
pendidikan dan kebudayaan.
Menikah dengan Widyandini Soetjipto dikaruniai dua anak Alia Widyaprasetya
dan Abrahamsyah Krisadi Widyaprasetya

Ir. Abdurrozzaq Hasibuan, MT., IPM Lahir di


Medan. Lulus dari Politeknik Universitas Syiah Kuala
Lhokseumawe, Diploma III (D-III), Jurusan Teknik
Mesin, Program Studi Produksi, pada tahun 1992;
Gelar Sarjana Teknik (S-1), (Insinyur) Industri
diperoleh dari Institut Teknologi Medan (ITM)
Medan pada tahun 1997; dan Gelar Magister Teknik
(S-2) Program Studi Teknik Industri dari Institut
Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya pada
tahun 2001. Mengikuti Pendidikan Dasar
Keprajuritan (MENWA) di Banda Aceh; Dosen
Tetap Yayasan Universitas Islam Sumatera Utara
(UISU) Fakultas Teknik Program Studi Teknik Industri Medan. Jabatan yang
pernah dipegang Centre for Health Services (Pusat Kajian Layanan Kesehatan)
dan K3 sebagai Bendahara tahun 2006 s.d 2010, Dewan Riset Daerah Sumatera
Utara (DRD-SU) sebagai Sekretaris Eksekutif tahun 2008 s.d 2009, Peneliti di
Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Bidang Sumber
Daya Alam dan Maritim, Tenaga Ahli 2009 s.d 2011, BAPPEDA Kota Medan
(Menyusun Master Plan Sosbud Kota Medan), Tenaga Ahli tahun 2009 s.d
2010, Tim Seleksi Anggota Dewan Riset Daerah Sumatera Utara (DRD-SU)
Periode Tahun 2009 s.d 2014, pada tahun 2009 s.d 2014 sebagai Sekretaris
Eksekutif Dewan Riset Daerah Sumatera Utara (DRD-SU). Tahun 2008 s.d
Biodata Penulis 205

2010 Ketua Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Islam
Sumatera Utara (UISU), Tahun 2010 s.d 2016 Kepala Biro Akademik dan
Kemahasiswaan (BAA-K) UISU, Tahun 2019 Sekretaris Eksekutif Dewan
Riset Daerah Sumatera Utara (DRD-SU). Menulis Buku sejak tahun 2010
sampai sekarang.

Marthinus Ismail lahir di Cipanas tanggal 29 Maret


1968. Penulis Menyelesaikan Master Manajemen
dengan peminatan Manajemen Keuangan dari
Universitas Advent Indonesia pada tahun 2009. Saat
mengajar di Universitas Advent Indonesia dengan
konsentrasi Perpajakan. Jabatan Akademik yang
pernah di pegang adalah Ketua Program Studi
Akuntansi di Universitas Advent Indonesia.

Edy Dharma lahir di Pematangsiantar, pada 5 Maret


1987. Seorang pendidik di kota Pematangsiantar
tercatat sebagai lulusan Magister Hukum Universitas
Islam Sumatera Utara (UISU) pada tahun 2009 dan
sekarang sedang menempu program Magister
Manajemen di STIE Sultan Agung. Pria yang kerap
disapa Edy adalah anak dari pasangan Bapak Supono
dan Ibu Halima. Edy Dharma bukanlah orang baru di
dunia pendidikan. Ia banyak mengikuti pelatihan-
pelatihan, seminar dan membuat karya ilmiah seperti
jurnal, buku dan penelitian-penelitian guna kebutuhan
dan kepentingan akademik kampus, tempat dimana ia mengaplikasikan ilmu
kepada mahasiswa.
206 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

Dr. Sukarman Purba, ST, M. Pd, dilahirkan di Kota


Pematang Siantar Sumatera Utara. Saat ini aktif
sebagai Tenaga Pengajar di Universitas Negeri
Medan. Aktif menulis di Medsos, Buku Referensi
yang telah dihasilkan sebanyak 95 buku secara
kolaboratif pada empat penerbit IKAPI dan aktif
melakukan penelitian dan menulis pada jurnal
nasional maupun internasional dalam bidang
pendidikan, manajemen, sosial, dan pariwisata.
Kegiatan lainnya, aktif sebagai pengurus Asosiasi
Profesi Ikatan Sarjana Manajemen dan Administrasi
Pendidikan Indonesia (ISMAPI) Pusat dan Daerah Sumut, Organisasi
Kemasyarakatan HMSI Sumatera Utara dan Pengurus DPP PMS Indonesia dan
DPC PMS Kota Medan..
Email: arman_prb@yahoo.com

A. Nururrochman Hidayatulloh, Lahir pada 17


Oktober 1984 di Brebes Jawa Tengah merupakan anak
pertama dari empat bersaudara dari pasangan Drs. KH.
Moch. Ainul Yaqien HAF, MP.d dan Almh. Dra. Hj
Alfiyah Ma‘shum. Merupakan Ahli Peneliti Muda
Bidang Kesejahteraan Sosial pada Organisasi Riset
Tata Kelola Pemerintahan, Ekonomi dan
Kesejahteraan Masyarakat, dengan satuan kerja pada
Pusat Riset Kesejahteraan Sosial, Desa dan
Konektivitas, Badan Riset dan Inovasi Nasional
(BRIN). Menyelesaikan Studi S1 jurusan Ilmu Sosiatri
(Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan) FISIPOL UGM. Menyelesaikan S2
(M.A) pada Kampus yang sama pada Departemen Pembangunan Sosial dan
Kesejahteraan kekhususan perencanaan dan kebijakan sosial. Saat ini sedang
menempuh pada S2 (M.Sc) Pada Magister Kepemimpinan dan Inovasi
Kebijakan Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Dapat
dihubungi melalui email : a.nururrochman.hidayatulloh@brin.go.id atau
anhidayatullah79@gmail.com
Biodata Penulis 207

Dr. Drs. Bonaraja Purba, M.Si Lahir di Pematang


Siantar, 15 April 1962; Lulus Sarjana Pendidikan
(Drs.) dari Universitas Negeri Medan (UNIMED),
Magister Sains (M.Si.) Bidang Ilmu Ekonomi dari
Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh dan
Doktor (Dr.) Bidang Ilmu Ekonomi juga dari
Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh. Sejak 01
Maret 1987 hingga saat ini berkarir sebagai Dosen
PNS di Fakultas Teknik dan Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Medan (UNIMED). Telah menulis
lebih dari 130 judul Buku Referensi Ilmiah dan Buku
Ajar Akademik ber-ISBN/HKI yang sudah
diterbitkan oleh beberapa Penerbit dan juga sebagai
Editor Ahli dari beberapa Buku Referensi. Penulis juga telah menulis puluhan
artikel pada Jurnal Nasional, Prosiding Nasional, Prosiding Internasional dan
Jurnal Internasional tentang Pendidikan, Ekonomi dan Bisnis. Penulis dapat
dihubungi melalui email bonarajapurba@gmail.com dan
bonarajapurba@unimed.ac.id

Junaidi Mustapa Harahap, S.T.,M.M lahir di


Padang Sidempuan pada tanggal 6 November 1987.
Pada tahun 2009 lulus dari Pendidikan Diploma III
pada Program Studi Manajemen Informatika di
Universitas Labuhanbatu. Pada tahun 2014 lulus dari
Pendidikan Strata I Program Studi Teknik Informatika
dari Universitas Al Washliyah Labuhanbatu. Pada
Tahun 2019 meraih gelar Strata II Program Studi
Magister Manajemen dari Universitas Islam Sumatera
Utara, Profesi beliau saat ini adalah Dosen Tetap
sekaligus Anggota LPM pada Universitas Al
Washliyah Labuhanbatu. Aktif di Program Keluarga Harapan Sebagai
Koordinator PKH Kabupaten Labuhanbatu, Selain aktif dalam bidang
akademik, beliau juga aktif dalam organisasi sebagai Ketua Umum Sosial
Worker Asosiasi Rumah Nusantara (SWARNA) di Kabupaten Labuhanbatu.
208 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi

Dr Dyah Gandasari, SP, MM, lahir di Bogor pada


tanggal 14 Oktober 1970. Ia menyelesaikan kuliah
dan mendapat gelar Sarjana Pertanian di IPB pada 30
Januari 1995. Pada Agustus Tahun 2002 mengikuti
Program Magister Manajemen Agribisnis IPB dan
Lulus pada 30 Januari Tahun 2005. Pada Agustus
Tahun 2010 mengikuti Program Doktor Komunikasi
Pembangunan Pertanian dan Pedesaan dan lulus pada
2 Maret Tahun 2015 dari IPB Bogor. Pada Tahun
2019 diangkat menjadi Dosen Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan)
Bogor dan ditempatkan di Jurusan Peternakan pada Program Studi Penyuluhan
Peternakan dan Kesejahteraan Hewan.

Revoldai Agusta lahir di Baebunta, pada 17 Agustus


1991. Ia tercatat sebagai lulusan STIE-LPI Makassar
(S1), STIM-LPI Makassar (S2), dan sementara
menempuh Pendidikan Doktoral di UNIVERSITAS
HASANUDDIN. Pria yang kerap disapa Agus ini
adalah anak dari pasangan Kalvein (ayah) dan
Monika (ibu). Revoldai Agusta bukanlah orang baru
dalam menghasilkan karya tulisan lewat buku. Ia telah
menulis beberapa buku ajar seperti Pengantar
manajemen dan Manajemen Keuangan yang telah
diterbitkan oleh PDMI.

Sudarmi, S.Pd., M.Pd. lahir di kabupaten Bone


kecamatan Cina, tepatnya di desa Arasoe pada
tanggal 23 Juli 1978. Menyelesaikan S1 pada
Fakultas Ekonomi Administrasi Perkantoran di
Universitas Negeri Makassar (UNM), kemudian
pada tahun 2011 melanjutkan S2 dengan jurusan dan
perguruan tinggi yang sama yaitu UNM.
Sekarang mengabdi sebagai dosen tetap yayasan di
STIM Lasharan Jaya Makassar sejak tahun 2014.
Biodata Penulis 209

Dr. Janner Simarmata, S.T., M.Kom., C.SP.,


C.BMC., C.DMP., C.PI., C.PKIR., C.SF.,
C.PDM., C.SEM., C.COM., C.SI., C.SY.,
C.STMI INT'l., CBPA., C.WI.
Sarjana Teknik Informatika dari STMIK Bandung,
Magister Ilmu Komputer dari Universitas Gadjah
Mada (UGM) dan Doktor Pendidikan Teknologi
Kejuruan (PTK) diperoleh dari Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung bidang kajian
Blended Learning.
Menulis buku sejak tahun 2005. Dosen di Pendidikan Teknologi Informatika
dan Komputer (PTIK) Fakultas Teknik Universitas Negeri Medan.
210 Komunikasi dan Kepemimpinan Organisasi
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai