Anda di halaman 1dari 61

NILAI KERUGIAN EKONOMI DAN POTENSI UPAYA

PENGURANGAN FOOD WASTE DARI SISI KONSUMEN


(Studi Kasus: Rumah Makan di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor)

AMELIA HASANAH

EKONOMI SUMBER DAYA DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2022
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Nilai Kerugian
Ekonomi dan Potensi Upaya Pengurangan Food Waste Dari Sisi Konsumen (Studi
Kasus: Rumah Makan Di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor)” adalah karya
saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis
ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2022

Amelia Hasanah
H451180021
RINGKASAN
AMELIA HASANAH. Nilai Kerugian Ekonomi dan Potensi Upaya Pengurangan
Food Waste dari Sisi Konsumen (Studi Kasus: Rumah Makan Di Kecamatan
Dramaga, Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI dan
METI EKAYANI.
Indonesia merupakan negara penghasil sampah makanan per kapita terbesar
kedua setelah Arab Saudi dengan rata-rata setiap orang menghasilkan sampah
makanan sebesar 300 kg per tahun (EIU 2018). Hal ini tidak terlepas karena
kebiasaan orang Indonesia menyisakan makanan. Pada periode tahun 2017 - 2018,
komposisi sampah terbesar di Indonesia didominasi oleh sampah makanan yang
mencapai 93% (SIPSN 2018). Sampah makanan di Kabupaten Bogor menunjukan
persentase terbesar dari keseluruhan komposisi sampah yang ada, yaitu mencapai
70% di periode yang sama (SIPSN 2018). Keadaan ini berbanding terbalik dengan
permasalahan kemiskinan di Kabupaten Bogor yang berada pada tingkat serius
dimana sebanyak 491.240 ribu jiwa penduduk Kabupaten Bogor tercatat sebagai
penduduk miskin. Angka tersebut merupakan yang terbesar dibandingkan dengan
jumlah penduduk miskin di 513 kabupaten dan kota lainnya di Indonesia.
Perkembangan usaha rumah makan di Kabupaten Bogor dapat terlihat salah
satunya di Kecamatan Dramaga yang merupakan salah satu daerah pendorong
ekonomi di Kabupaten Bogor. Jumlah rumah makan di Kecamatan Dramaga
meningkat seiring dengan terjadinya fenomena eating out. Kegiatan konsumsi yang
terjadi pada masyarakat saat ini tidak hanya untuk memenuhi rasa lapar, tetapi
sudah menjadi gaya hidup yang dapat mencirikan identitas, kelas, kelompok, dan
sebagainya (Anriany 2013). Apabila fenomena ini tidak diimbangi dengan
pengelolaan sampah makanan yang baik, sampah makanan yang tidak dikelola
dapat menyebabkan timbulan sampah makanan dari sisi konsumen.
Penelitian ini memiliki tujuan untuk: (1) menghitung jumlah timbulan food
waste konsumen rumah makan; (2) mengestimasi nilai kerugian ekonomi dari food
waste konsumen rumah makan; (3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
konsumen menyisakan makanan; dan (4) menganalisis strategi upaya yang efektif
dalam rangka mengurangi sampah makanan di rumah makan Kecamatan Dramaga,
Kabupaten Bogor. Pelaksanaan penelitian terbagi atas dua tahapan. Tahap pertama
pengumpulan data sampah makanan dan wawancara konsumen dilakukan di 13
rumah makan yang berlokasi di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor pada bulan
November 2019 hingga Mei 2020. Tahap kedua berupa wawancara terhadap key
persons yang dilaksanakan secara daring dan luring pada bulan Desember 2021.
Metode analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif kuantitatif yang mengacu
pada pedoman SNI 19-3964-1994, analisis regresi linear berganda, dan Weighted
Sum Model (WSM).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa timbulan food waste yang berasal dari
konsumen rumah makan se-Kecamatan Dramaga adalah sebesar 127.541,36
kg/tahun dengan komposisi terbesar adalah nasi (68%). Rumah makan yang
menghasilkan sisa makanan terbanyak adalah rumah makan menengah. Nilai
kerugian ekonomi potensi sampah makanan dihitung menggunakan tiga
pendekatan, yaitu berdasarkan harga mentah bahan makanan sebesar
Rp1.701.780.398,00/tahun, berdasarkan harga jual makanan sebesar
Rp8.621.538.915,46/tahun dan berdasarkan biaya produksi sebesar
Rp6.897.231.132,37/tahun. Faktor-faktor pendorong yang berpengaruh signifikan
terhadap peluang terjadinya kebiasaan konsumen menyisakan makanan adalah
frekuensi makan di rumah makan, preferensi konsumen dan perilaku konsumen.
Strategi upaya pengurangan food waste dari sisi konsumen rumah makan di
Kecamatan Dramaga adalah upaya pencegahan, yakni penyediaan tester dan
pilihan porsi makanan, pemberlakuan kebijakan denda, mengubah ukuran piring
pengunjung, pemasangan spanduk contoh nyata dampak sampah makanan dan
kampanye anti food waste melalui media sosial.
Kata kunci: Konsumen rumah makan, food waste, SNI 19-3964-1994, weighted
sum model
SUMMARY
AMELIA HASANAH. Indonesian Behaviour on Economic Disadvantage and
Efforts to Reducing Food Waste. Supervised by EKA INTAN KUMALA PUTRI
and METI EKAYANI.
Food waste has received attention globally in recent years as many countries
have begun to realize the negative impact it has on the environment,economy and
society. Indonesia is the second largest producer of food waste per capita after Saudi
Arabia with an average of 300 kg of food waste per year per person per year (EIU
2018). This is inseparable from the habits of Indonesians andthe lack of awareness
of food waste. In the 2017-2018 period, the largest composition of waste in
Indonesia was dominated by food waste which reached 93% (SIPSN 2018). Food
waste in Bogor Regency shows the largest percentage ofthe total composition of
existing waste, reaching 70% in the same period (SIPSN 2018). This situation is
inversely proportional to the problem of poverty in Bogor Regency which is at a
serious level where as many as 491,240 thousand inhabitants of Bogor Regency are
listed as poor. This figure is the largest compared to the number of poor people in
513 other districts and cities in Indonesia.
The development of restaurant businesses in Bogor Regency can be seen, one
of which is in Dramaga District which is one of the economic driving areas in Bogor
Regency. The number of restaurants in Dramaga Subdistrict has increased along
with the eating out phenomenon. Consumption activities that occur in society today
are not only to fulfill hunger, but have become a lifestyle that can characterize
identity, class, group, and so on (Anriany, 2013). If this phenomenon is not balanced
with good food waste management, it can lead to the generation of food waste from
the consumer side.
This study aims to: (1) to count the amount of food waste generated by
consumer; (2) estimate the value of economic losses of food waste; (3) analyze the
factors that influence consumers plate-waste behavior; and (4) analyzing effective
strategy in order to reduce consumers food waste in restaurants in Dramaga District,
Bogor Regency. The research divided into two stages. The first stage of food waste
data collection and consumers interview was carried out in 13 restaurants in
Dramaga District from November 2019 to May 2020. The second stages were
interview with key persons which were conducted online and offline in December
2021. The analytical method used is descriptive quantitative analysis that refers to
the SNI 19-3964-1994 guidelines, multilinear regression analysis, and Weighted
Sum Model (WSM).
The results showed that the generation of food waste originating from
restaurant consumers throughout Dramaga District was 127,541.36 kg/year with the
largest composition being rice at 68%. The restaurant that produces the most
potential food waste is the medium-sized restaurant. The value of the potential loss
of food waste in Dramaga District is calculated using three methods, namely based
on the price of raw food were IDR 1,701,780,398.00 per year, based on the final
price of food products were IDR 8,621,538,915.46 per year and based on production
costs were IDR 6,897,231,132.37 per year. Factors that have a significant effect on
the probability of food waste occurring in restaurant consumers in Dramaga District
are frequency of eating out, consumers preference and consumers behaviour.
Strategies for reducing food waste from the consumer side of restaurants in
Dramaga District are prevention efforts, namely providing testers and food portion
choices, implementing a fine policy, changing diner plate size, installing banners
that show the real examples of the impact of food waste and anti-food waste
campaigns through social media.
Keywords: Restaurant’s consumers, food waste, SNI 19 3964- 1994, weighted sum
model
© Hak Cipta milik IPB, tahun 20221
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa


mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
NILAI KERUGIAN EKONOMI DAN POTENSI UPAYA
PENGURANGAN FOOD WASTE DARI SISI KONSUMEN
(Studi Kasus: Rumah Makan di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor)

AMELIA HASANAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister pada
Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

EKONOMI SUMBER DAYA DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2022
Tim Penguji pada Ujian Tesis:
1 Dr. A. Faroby Falatehan, S.P, M.E.
2 Meilanie Buitenzorgy, Ph.D
Judul Tesis : Nilai Kerugian Ekonomi dan Potensi Upaya Pengurangan
Mengurangr Food
Waste dari Sisi Konsumen (Studi Kasus: Rumah Makan di
Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bo gor)
Nama : Amelia Hasanah
NIM : H451180021

Disetujui oleh

Pembimbing 1:
Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, M.Si

Pembimbing 2:
Hffi
(.=-.rIJf{-#
trHil,ffi
Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc

Diketahui oleh
Pini W|afanti
I9Cr2la.15t7E99t

Ketua Program Studi: Ddte


Ve ilty
12 Aql 2C2?

at dtign ipb a. id
0S-10!9 Wll

Dr. Pini Wijayanti. S.P, M.Si


NrP 19810919 200701 2 001
Ei{f,lflE ' n------ -1
Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen: If,ffi Y,-^,-4 VI
Prof. Dr. Ir. R Nunung Nuryartono, M.Si HHffi
NIP 1 96909091 994031 001

Tanggal Ujian: 29 Juli2022 ranggal Lulus: 1 2 /.U[ 2022


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
“Nilai Kerugian Ekonomi dan Potensi Upaya Mengurangi Food Waste dari Sisi
Konsumen (Studi Kasus: Rumah Makan di Kecamatan Dramaga, Kabupaten
Bogor)” dengan baik. Tesis ini ditujukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar
Magister Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan tesis ini tidak lepas dari
semua pihak yang telah memberikan dukungan dan membantu dalam segala hal.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, yaitu Ayah Acep Rasidin, ST, MT. dan Ibu Erna
Daharni, M.Pd serta kakak, abang dan adik tercinta yang telah memberikan
dukungan, motivasi dan doa kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan
tesis ini.
2. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, M.Si dan Dr Meti Ekayani, S. Hut, M. Sc selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran
kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
3. Seluruh responden penelitian, konsumen dan pengelola rumah makan di
Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor yang telah memberikan izin, saran, dan
informasi kepada penulis selama penelitian.
4. Persepupuan geng HSB dan sahabat potuih family yang saya sayangi yang
senantiasa menghibur dan memberikan bantuan selama penulis menjalani
kuliah.
5. Teman-teman seangkatan ESL, yaitu Dinda, Asbil, Rifah, Indri, Ka Dara, Jo,
Ka Asti. Teman-teman pascasarjana ESL, EKT, dan PWD.
6. Serta kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik langsung maupun
tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga tesis ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2022

Amelia Hasanah
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiii


DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaat Penelitian 4
1.5 Ruang Lingkup Penelitian 4
1.6 Kerangka penelitian 4
II TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1 Food waste (Sampah Makanan) 7
2.2 Eksternalitas Food waste 8
2.3 Faktor Pendorong Kebiasaan Menyisakan Makanan 8
2.4 Teori Planned Behaviour (TPB) 10
2.5 Pengelolaan Food Waste 11
III METODE 13
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 13
3.2 Metode Pengambilan Sampel 13
3.3 Alat dan Bahan 14
3.4 Prosedur Kerja 14
3.5 Analisis data 14
IV GAMBARAN UMUM 21
4.1 Karakteristik Reaponden 22
V HASIL DAN PEMBAHASAN 24
5.1 Menghitung Timbulan Food Waste Konsumen Rumah Makan 24
5.2 Estimasi Kerugian Ekonomi dari Food Waste Konsumen Rumah
Makan 27
5.3 Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan
Menyisakan Makanan 30
5.4 Strategi Mengurangi Food Waste Konsumen Rumah Makan 33
VI SIMPULAN DAN SARAN 41
6.1 Kesimpulan 41
6.2 Saran 41
DAFTAR PUSTAKA 42
LAMPIRAN 47
RIWAYAT HIDUP 62
DAFTAR TABEL

1 Jumlah sampel berdasarkan skala rumah makan 14


2 Metode analisis dalam penelitian, jenis data, dan sumber data 15
3 Peringkat alternatif upaya pengurangan sampah makanan konsumen
rumah makan 20
4 Karakteristik Responden Konsumen Rumah Makan di Kecamatan
Dramaga 22
5 Perhitungan nilai kerugian ekonomi food waste konsumen berdasarkan
harga mentah bahan makanan 27
6 Perhitungan nilai kerugian ekonomi food waste konsumen
berdasarkan harga jual makanan dan biaya produksi 29
7 Hasil analisis regresi faktor yang berpengaruh terhadap kebiasaan
konsumen rumah makan di Kecamatan Dramaga dalam menyisakan
makanan 31
8 Alternatif upaya pengurangan food waste konsumen rumah makan 34
9 Nilai Bobot Kriteria 35
10 Nilai Alternatif dan skala prioritas upaya mengurangi food waste
konsumen rumah makan 36

DAFTAR GAMBAR

1 Negara penghasil sampah makanan terbesar di dunia 1_


2 Kerangka pemikiran operasional 6
3 Model Teori planned behaviour 10
4 Konsep Food Recovery Hierarchy menurut USEPA 11
5 Konsep Food Recovery Hierarchy menurut ReFed_ 12
6 Pengunjung rumah makan di Kecamatan Dramaga 22
7 Timbulan food waste konsumen berdasarkan skala rumah makan 24
8 Perilaku konsumen terhadap sisa makanan 25
9 Alasan Konsumen tidak menghabiskan makanan 25
10 Komposisi food waste konsumen 26
11 Kerugian ekonomi berdasarkan harga mentah, harga jual dan biaya
produksi 30
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner penelitian jumlah dan nilai kerugian ekonomi food waste 48
2 Kuesioner penelitian strategi pengelolaan food waste 51
3 Berat makan rumah makan 53
4 Berat makan menurut skala rumah makan pertahun 54
5 Hasil analisis regresi linear berganda 55
6 Hasil analisis Weighted Sum Model (WSM) 58
7 Dokumentasi 60
8 Riwayat Hidup 62
1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menyisakan makanan mencerminkan sikap pemborosan terhadap sumber
daya alam. Sisa makanan berpotensi menjadi sampah dan akan menumpuk menjadi
timbulan sampah apabila tidak segera ditangani. Goebel et al. (2015) menyebutkan
sepertiga dari makanan yang diproduksi di dunia telah hilang atau terbuang begitu
saja. Laporan lebih lanjut oleh Swedish Institute for Food and Biotechnology pada
tahun 2011 diestimasi sepertiga dari total makanan yang hilang dan terbuang
tersebut adalah bagian makanan yang masih dapat dikonsumsi (Immanuel et al.
2013). FAO (2019) menambahkan bahwa sebanyak 1,3 miliar ton makanan di dunia
terbuang setiap tahunnya dan bahan makanan tersebut sebanding dengan jumlah
makanan yang dapat digunakan untuk memberi makan seperdelapan populasi
global yang mengalami kekurangan pangan dan gizi.
Permasalahan sampah makanan dapat terjadi di negara maju ataupun di
negara berkembang, termasuk Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan hasil studi yang
menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara yang memproduksi sampah
makanan terbanyak kedua di dunia setelah Arab Saudi dan setiap orangnya
menghasilkan rata-rata sampah makanan sebesar 300 kg per tahun (EIU 2018).
Urutan negara penghasil sampah makanan terbesar dapat dilihat pada Gambar 1.
Negara penghasil sampah

Uni Emirat Arab

Amerika Serikat
terbesar

Indonesia

Arab Saudi

0 100 200 300 400 500

Jumlah Food Waste (kg/kapita/tahun

Gambar 1 Negara penghasil sampah makanan terbesar di dunia (EIU 2018)

Kebiasaan menyisakan makanan yang masih layak dikonsumsi adalah ironi


mengingat tidak sedikit masyarakat Indonesia masih kekurangan pasokan makanan
dan menderita gizi buruk. Pada tahun 2019 terdapat 25,14 juta warga negara
Indonesia hidup dalam garis kemiskinan dan berada pada presentase 9,41 (BPS,
2019). Apabila sampah makanan dikelola dengan baik sebanyak 13 juta ton per
tahun dapat menghidupi lebih dari 28 juta orang, angka tersebut mencakup lebih
dari cukup jumlah penduduk miskin atau sekitar 11% dari populasi penduduk di
Indonesia (BPS 2015). Data – data tersebut menunjukkan bahwa masalah sampah
makanan sudah saatnya menjadi tanggung jawab seluruh warga Indonesia.
Kabupaten Bogor merupakan daerah yang perekonomiannya tumbuh cukup
pesat dan merupakan daerah yang menjadi tempat tinggal bagi keluarga, pelajar dan
pekerja kantoran. Banyaknya penduduk Kabupaten Bogor yang berasal dari
berbagai latar belakang yang berbeda, membuat munculnya keragaman perilaku
2

masyarakatnya, salah satu perilaku tersebut ialah kebiasaan menyisakan makanan.


Menurut data SIPSN (2019) dari total sampah yang dihasilkan di Kabupaten Bogor
pada periode 2010 hingga 2018, sebesar 70% merupakan sampah organik yang
berupa sampah sisa – sisa makanan, sedangkan persen komposisi daun, kertas,
plastik, logam, tekstil, kulit, dan sampah lainnya tidak lebih dari 7%. Keadaan ini
berbanding terbalik dengan permasalahan kemiskinan di Kabupaten Bogor yang
berada pada tingkat serius dimana sebanyak 491.240 ribu jiwa penduduk
Kabupaten Bogor tercatat sebagai penduduk miskin. Angka tersebut merupakan
yang terbesar dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin di 513 kabupaten dan
kota lainnya di Indonesia (BPS 2021).
Sisa makanan yang menumpuk menjadi timbulan food waste akan
menimbulkan dampak negatif. Sampah berlebih yang berasal dari sisa makanan
konsumen rumah makan dapat berdampak buruk terhadap lingkungan, sosial dan
ekonomi (Young et al. 2016). Menurut Graham-Rowe et al. (2014) food waste
berkontribusi menghasilkan gas metana yang berpotensi menjadi gas rumah kaca.
Gas rumah kaca meningkatkan pemanasan global 34 kali lebih banyak
dibandingkan dengan gas karbon dioksida. Lebih lanjut menurut Graham-Rowe et
al. (2014), food waste dapat menyebabkan terjadinya peningkatan harga pangan.
Makanan menjadi sulit untuk didapat terutama pada masyarakat miskin sehingga
mempermudah terjadinya gizi buruk. Pada aspek ekonomi, food waste
mengakibatkan kerugian ekonomi yang dilihat dari adanya pemborosan
pemanfaatan sumber daya. Kerugian bisnis rumah makan di tingkat global
berjumlah sekitar USD 1.000 miliar/tahun dan bertambah hingga USD 2.600
miliar/tahun apabila mengikutsertakan biaya sumber daya seperti air, tanah, dan
minyak (FAO 2013).
Permasalahan food waste konsumen rumah makan merupakan hal yang
kompleks. Maka dari itu, penanganan yang tepat diperlukan agar permasalahan
food waste dapat teratasi sehingga searah dengan target Sustainable Development
Goals (SDGs) 2030, yakni pada pilar ke dua yang berbunyi “mengakhiri kelaparan
dan menjamin akses terhadap kualitas pangan yang baik” serta pilar ke 12 mengenai
“pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan”.

1.2 Rumusan Masalah


Permasalahan sampah makanan yang terjadi di Kabupaten Bogor dapat
terjadi karena adanya perubahan pola gaya hidup pada masyarakat Kabupaten
Bogor yang cenderung mengonsumsi makanan di luar rumah (Ihsan 2016). Kondisi
ini secara tidak langsung merepresentasikan kondisi yang sama terjadi di
Kecamatan Dramaga. Kecamatan Dramaga adalah daerah di Kabupaten Bogor
yang perekonomiannya cukup meningkat dibuktikan dengan meningkatnya unit
usaha rumah makan, sarana prasarana, akses publik serta wilayah dengan mobilitas
yang tinggi (Fachrunnisa 2020). Timbulan sampah makanan di Kecamatan
Dramaga antara lain juga berasal dari rumah makan yang jumlahnya terus
mengalami peningkatan sebesar 34% dari 44 rumah makan pada tahun 2016
menjadi 59 rumah makan pada tahun 2018 (BPS 2020).
Kegiatan konsumsi yang terjadi pada saat ini tidak hanya untuk memenuhi
rasa lapar, tetapi sudah menjadi gaya hidup yang dapat mencirikan identitas, kelas,
kelompok, dan sebagainya (Anriany 2013). Hal ini menyebabkan fenomena eating
out atau makan di rumah makan menjadi sebuah kebiasaan dalam masyarakat tidak
3

terkecuali masyarakat Kecamatan Dramaga. Warde dan Martens (2003)


mengemukakan berbagai alasan-alasan fenomena eating out, yakni sebagai bagian
dari kesenangan (pleasure), hiburan (leisure) dan kebutuhan (necessity). Fenomena
eating out yang terjadi pada saat ini diduga dapat memicu meningkatnya jumlah
sampah makanan oleh konsumen rumah makan di Kecamatan Dramaga.
Mengurangi sampah makanan dari sumbernya merupakan pilihan yang paling
diutamakan karena memberikan dampak paling besar bagi lingkungan, ekonomi
dan sosial (USEPA 2015). Maka dari itu, penelitian ini berfokus pada sampah
makanan yang berasal dari sisa – sisa makanan pada piring konsumen yang tidak
habis dikonsumsi saat makan di rumah makan. Kebiasaan konsumen menyisakan
makanan mengindikasikan bahwa masih kurangnya kesadaran terhadap
lingkungan. Dengan mengetahui jumlah food waste dan besar nilai kerugiannya
akan meningkatkan kesadaran konsumen untuk lebih bijak dalam mengonsumsi
makanan.
Hingga saat ini, upaya penanganan food waste masih minim serta kebijakan
dari pemerintah terkait meminimalisir sampah makanan konsumen rumah makan
di Kecamatan Dramaga belum tersedia. Selain itu, peran konsumen maupun
pengelola rumah makan sebagai pihak yang terlibat langsung dalam menghasilkan
food waste juga masih kurang. Untuk dapat mengoptimalkan upaya pengurangan
sampah makanan, perlu untuk menentukan strategi yang efektif. Penentuan strategi
– strategi dapat mengacu pada konsep Food Recovery Hierarchy dengan
mempertimbangkan kondisi yang ada pada rumah makan di Kecamatan Dramaga
sehingga dapat mengurangi sampah makanan konsumen rumah makan di
Kecamatan Dramaga. Berdasarkan uraian diatas maka timbul beberapa pertanyaan
yang perlu dikaji dalam penelitian ini:
1. Seberapa besar timbulan food waste oleh konsumen rumah makan di
Kecamatan Dramaga. Kabupaten Bogor?
2. Seberapa besar estimasi nilai kerugian ekonomi dari food waste konsumen
rumah makan di Kecamatan Dramaga. Kabupaten Bogor?
3. Apa saja faktor – faktor pendorong yang mempengaruhi kebiasaan konsumen
menyisakan makanan di rumah makan di Kecamatan Dramaga. Kabupaten
Bogor?
4. Apa saja strategi yang efektif dalam rangka mengurangi food waste dari sisi
konsumen rumah makan di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor?

1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang ada, maka
penelitian ditujukan secara umum untuk menentukan rekomendasi strategi yang
dapat diterapkan dalam mengurangi food waste konsumen rumah makan di
Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Tujuan khusus penelitian secara rinci
adalah:
1. Menghitung jumlah timbulan food waste oleh konsumen rumah makan di
Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.
2. Mengestimasi nilai kerugian ekonomi food waste dari konsumen rumah
makan di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.
3. Menganalisis faktor-faktor pendorong yang mempengaruhi kebiasaan
konsumen menyisakan makanan di rumah makan di Kecamatan Dramaga,
Kabupaten Bogor.
4

4. Menentukan strategi yang efektif dalam mengurangi food waste dari sisi
konsumen rumah makan di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Peneliti sebagai syarat kelulusan dalam menyelesaikan studi magister di
program studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
2. Bagi Pemerintah dapat dijadikan rujukan dan masukan dalam menetapkan
kebijakan yang tepat untuk mengurangi sampah makanan di Kabupaten Bogor.
3. Bagi calon investor, hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan dan
pertimbangan dalam menjalanan operasional dan dalam membuat rencana
kerja selanjutnya.
4. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
referensi ataupun untuk penelitian lebih lanjut.

1.5 Ruang Lingkup


Penelitian dilakukan terhadap konsumen rumah makan yang berlokasi di
wilayah Kecamatan Dramaga. Objek penelitian ini merupakan sisa makanan pada
piring konsumen yang berpotensi menjadi sampah makanan. Sisa makanan oleh
konsumen rumah makan dibedakan berdasarkan skala rumah makan dan jenis
makanan. Klasifikasi rumah makan berdasarkan jumlah kursi pengunjung yang
tersedia pada rumah makan sehingga didapatkan tiga skala rumah makan, yakni
rumah makan besar, menengah dan kecil. Jenis makanan dikategorikan menjadi
nasi, sayuran, ayam, ikan, dan daging.

1.6 Kerangka penelitian


Sampah makanan di rumah makan dapat bersumber dari konsumen dan
produsen. Timbulnya sampah makanan yang bersumber dari konsumen
dikarenakan konsumen rumah makan tidak selalu menghabiskan makanan yang
dipesan, akibatnya makanan yang tersisa pada piring konsumen menyebabkan
timbulan sampah makanan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kebiasaan konsumen
yang sering menyisakan makanan. Karakteristik, preferensi, perilaku, dan persepsi
konsumen diduga menjadi pendorong munculnya kebiasaan tersebut. Penelitian ini
berfokus pada sampah makanan yang berasal dari konsumen rumah makan di
Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.
Food waste konsumen rumah makan di Kecamatan Dramaga dihitung
menggunakan analisis deskripsi kuantitatif yang merujuk pada metode SNI 19-
3964-1994 tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan
Komposisi Sampah Perkotaan (BSN 1994). Timbulan food waste dibedakan
berdasarkan jenis makanan (nasi, sayuran, ayam, ikan dan daging) dan ditimbang
menggunakan metode food weighing dan dikonversi menggunakan faktor konversi
matang - mentah untuk memperoleh berat mentah. Konversi food waste dilakukan
untuk mempermudah menentukan harga pasar dari makanan tersebut. Faktor-faktor
yang mendorong kebiasaan konsumen menyisakan makanan dianalisis dengan
menggunakan metode regresi linear berganda. Penentuan strategi yang efektif dalam
mengurangi sampah makanan konsumen rumah makan di Kecamatan Dramaga
5

dianalisis menggunakan metode Weighted Sum Model (WSM). Tindakan


pengurangan sampah makanan mengacu pada konsep Food Recovery Hierarchy
yang dikemukakan oleh USEPA dan ReFed.
Informasi jumlah timbulan dan besar kerugian ekonomi dari sampah makanan
konsumen perlu disampaikan untuk mengidentifikasi strategi penanganan yang
tepat dalam upaya mengurangi food waste serta sebagai pembelajaran bagi
konsumen rumah makan khususnya konsumen rumah makan di Kecamatan
Dramaga, Kabupaten Bogor agar lebih bijak dalam mengkonsumsi makanan.
Kerangka pemikiran penelitian ditunjukkan pada Gambar 2.
6

Kebiasaan menyisakan makanan oleh konsumen rumah


makan di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor

Meningkatnya food waste oleh konsumen rumah makan di


Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor

Produsen Konsumen

Sampah makanan produsen Sisa makanan yang tidak habis


dikonsumsi

Faktor – faktor mempengaruhi kebiasaan konsumen


menyisakan makanan: Umur, jenis kelamin, pendapatan, Timbulan food waste
tingkat pendidikan, frekuensi makan di rumah makan, waktu
makan, perilaku, perferensi, persepsi

Analisis deskripsi kuantitatif berpedoman


Analisis regresi linear berganda pada Metode SNI 19-3964-1994

Nilai kerugian ekonomi food waste

Food weighing dan faktor konversi

Alternatif strategi mengurangi sampah makanan konsumen rumah makan


mengacu pada konsep Food Recovery Hierarchy

Weighted Sum Model

Rekomendasi strategi untuk mengurangi food waste konsumen rumah


makan di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor

Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional

Keterangan:
: Ruang lingkup penelitian
: Metode penelitian
: Tidak termasuk lingkup penelitian
7

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Food waste (Sampah Makanan)


Istilah “food waste” sering digunakan secara bergantian dengan istilah “food
loss” namun kedua istilah tersebut memiliki perbedaan dimana food waste
merepresentasikan makanan yang terbuang pada tahap konsumsi sedangkan food
loss pada tahap produksi. Dengan demikian, food waste dapat terjadi pada tingkat
rumah tangga dan usaha jasa makanan. Pada jasa makanan, food waste merujuk
pada makanan yang tersisa pada piring konsumen dan tidak dihabiskan pada saat
konsumen mengonsumsi makanan tersebut (Kim et al. 2022).
Definisi sampah makanan menurut Linpinski et al. (2013) adalah setiap
makanan dengan kualitas baik yang dapat dikonsumsi manusia tetapi karena alasan
tertentu tidak dikonsumsi dan tidak dimanfaatkan. Menurut Papargyropoulou et al.
(2014) sampah makanan yang dihasilkan oleh negara maju lebih banyak
dibandingkan dengan sampah makanan di negara berkembang (per kapita).
Meskipun begitu, laju peningkatan volume sampah makanan per kapita di negara
berkembang jauh lebih tinggi (Filimonau dan Gherbin 2017). Sampah makanan
dapat diklasifikasikan menjadi dua macam berdasarkan waktu dan tingkat
kemungkinan munculnya. Berdasarkan waktu, sampah makanan dikategorikan
menjadi tiga (Legrand 2017):
1. Pre-consumer waste: Sampah makanan yang dibuang pada saat proses
pembuatan makanan atau yang belum selesai diolah menjadi menu yang akan
dikonsumsi.
2. Post-consumer waste: Sampah makanan yang tersisa pada saat konsumen
telah mengonsumsi makanan.
3. Packaging waste and operation supplies: Sampah bungkus makanan
berbentuk plastik yang tidak dapat terdekomposi dengan alami dan
sumberdaya yang terbuang pada aktivitas membuat makanan seperti minyak
goreng dan listrik.
Sedangkan berdasarkan tingkat kemungkinan munculnya, sampah makanan
dikelompokkan menjadi tiga (WRAP 2009):
1. Possibly avoidable food waste: Makanan yang dibuang tetapi seharusnya
dapat dikonsumsi apabila dikelola dengan proses yang berbeda, seperti
pinggiran roti dan kulit kentang.
2. Avoidable food waste: sampah makanan dari sisa makanan yang seharusnya
masih layak untuk dimakan.
3. Unavoidable food waste: sampah makanan yang tidak dapat dimakan dalam
keadaan normal, seperti tulang, kulit telur dan kulit nanas.
Untuk membatasi pengertian food waste pada penelitian ini, food waste
merujuk pada laporan WRAP (2018) yang mengategorikan food waste berdasarkan
edibilitas makanan. Food waste merupakan makanan yang masih layak dimakan,
namun dibuang karena alasan-alasan tertentu.
8

2.2 Eksternalitas Food waste


Secara umum eksternalitas diartikan sebagai dampak yang terjadi oleh pihak
yang melakukan suatu kegiatan atau aktifitas terhadap pihak lainnya yang tidak
terlibat secara langsung (Dewi et al. 2019). Eksternalitas muncul apabila tindakan
atau keputusan satu orang atau satu kelompok orang membebankan biaya atau
memberikan manfaat ke pihak kedua atau ke pihak ketiga (Case dan Fair 2002).
Pernyataan yang sama disampaikan oleh Fauzi (2010) bahwa eksternalitas sebagai
dampak positif atau negatif atau dalam bahasa ekonomi sebagai net cost atau benefit
dari tindakan satu pihak terhadap pihak lainnya. Mangkoesoebroto dalam
Oktabriani (2018) menyatakan bahwa eksternalitas dapat terjadi dengan dua syarat,
yaitu:
a. Adanya pengaruh dari suatu tindakan
b. Tidak adanya kompensasi yang dibayarkan atau diterima.
Dalam penelitian ini eksternalitas yang ditimbulkan oleh konsumen rumah
makan akibat dari adanya timbulan food waste adalah eksternalitas negatif.
Lingkungan adalah salah satu hal yang perlu diperhatikan bagi pelaku bisnis (Dewi
et al. 2019). Suatu usaha bisnis khususnya bisnis food service pasti menimbulkan
suatu dampak terhadap lingkungan, baik bisnis tersebut berskala besar maupun
kecil. Sampah makanan yang tidak dikelola dengan baik di tempat pembuangan
akhir dapat menghasilkan gas metana (CH4) yang berpotensi menjadi gas rumah
kaca. Gas rumah kaca meningkatkan pemanasan global 34 kali lebih banyak
dibandingkan dengan gas karbon dioksida (Graham-Rowe et al. 2014). Hal ini
dapat berdampak negatif, yakni menurunnya kualitas dan keseimbangan
lingkungan. Selain terhadap lingkungan, food waste juga berdampak negatif
terhadap ekonomi dan sosial. Graham-Rowe et al. (2014) mengemukakan tiga
dampak negatif dari adanya sisa makanan di antaranya:
1. Dampak sosial, membuat harga makanan di dunia meningkat karena terjadinya
keterbatasan akses untuk mendapatkan makanan khususnya masyarakat
miskin dan hal ini menyebabkan kejadian malnutrisi ikut meningkat.
2. Dampak ekonomi, membuang makanan sama saja dengan membuang uang.
Terjadi kerugian karena uang yang dibayarkan untuk barang konsumsi tersebut
tidak sampai habis lalu akhirnya hanya menjadi sampah.
3. Dampak lingkungan, produksi pangan pada level pertanian membuat
kebutuhan akan air meningkat sehingga terjadi pemborosan dan efek rumah
kaca.

2.3 Faktor Pendorong Kebiasaan Menyisakan Makanan


Penyebab pemborosan pangan sebagian besar terkait dengan perilaku
konsumen. Alasan mengapa individu membuang makanan cukup beragam, di
antaranya karena memasak terlalu banyak, tidak dimakan tepat waktu, dan makanan
yang dibiarkan sudah tidak layak makan (WRAP 2018). Menurut Parfitt et al.
(2010), demografi sosial seperti usia dan jenis kelamin dapat memengaruhi perilaku
konsumen dalam menyisakan makanan. Wenlock (1980) dalam Close et al. (2019)
menyatakan lebih lanjut bahwa pada tingkat rumah tangga perilaku food waste
berhubungan dengan beberapa aspek di antaranya usia, gender, pendapatan, besar
dan komposisi keluarga. Anriany dan Martianto (2013) melakukan penelitian
terhadap konsumen dibeberapa jenis rumah makan di Kota Bogor. Hasil penelitian
9

menunjukkan bahwa konsumen berusia diatas 20 tahun dan berjenis kelamin


perempuan lebih berpotensi menyisakan makanan. Hal yang sama didapatkan pada
penelitian Grasso et al. (2019) dengan skala penelitian yang lebih besar, dimana
usia, jenis kelamin dan status pekerjaan mendorong kebiasaan menyisakan
makanan konsumen di Denmark dan Spanyol. Berdasarkan literatur yang diperoleh
ditentukan faktor pendorong terjadinya sisa makanan dari sisi konsumen secara rinci
sebagai berikut:
1. Umur
Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan kerja dan
produktifitas seseorang. Berdasarkan hal tersebut maka dikenal adanya usia
produktif dan usia non produktif. Usia produktif 20-45 tahun masih memiliki
semangat yang tinggi dan mudah mengadopsi hal-hal yang baru (Chamdi 2003).
Sedangkan pada usia lanjut di atas 50 tahun, seseorang cenderung fanatik terhadap
tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian-pengertian yang dapat mengubah cara
berfikir, cara kerja dan cara hidupnya (Soekarwati 2003). Maka dari itu perbedaan
usia akan memicu perilaku dan pola makan konsumen.
2. Jenis kelamin
Laki-laki dan perempuan diprediksi menghasilkan jumlah sampah makanan
yang berbeda karena keduanya cenderung memiliki peran dan kebiasaan makan
yang berbeda. Ramonda et al. (2019) berpendapat bahwa asupan makanan setiap
konsumen berbeda dan dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin. Beberapa perempuan
mungkin mengonsumsi lebih sedikit jumlah makanan dari pada laki – laki
(Mandasari 2018).
3. Pendidikan
Menurut Sumarwan (2011) pendidikan seseorang akan mempengaruhi nilai-
nilai yang dianutnya, cara berpikir, cara pandang, bahkan persepsi terhadap suatu
masalah. Konsumen yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi kemungkinan
besar lebih responsif terhadap informasi baru khususnya terhadap informasi food
waste. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin bijak dalam mengambil
suatu perbuatan dan semakin sadar bahwa perilaku menyisakan makanan
berdampak negatif bagi lingkungan, ekonomi dan sosial.
4. Pendapatan
Faktor ekonomi mempengaruhi jumlah kebutuhan manusia. Jumlah kebutuhan
manusia mempengaruhi konsumsi seseorang. Semakin tinggi pendapatan maka
akan semakin tinggi pengeluaran dan tingkat konsumsi seseorang. Begitu pula
sebaliknya, semakin rendah pendapatan seseorang maka semakin rendah
pengeluaran dan tingkat konsumsinya (Soeharno 2007).
5. Waktu makan
Waktu makan merupakan salah satu hal yang dapat memengaruhi konsumsi
makanan. Apabila makan sebelum waktunya, maka perut belum siap menerima
makanan dan metabolisme tubuh akan terganggu. Hal tersebut dapat memengaruhi
nafsu makan. Nafsu makan dan porsi makan berbanding lurus. Semakin besar nafsu
makan seseorang maka porsi makanan yang dimakan semakin bertambah, begitu
pula sebaliknya (Erlina 2013).
10

2.4 Teori Planned Behaviour (TPB)


TPB merupakan pengembangan dari Teori Reasoned Action (TRA) yang
telah dikemukakan sebelumnya. TPB telah digunakan selama beberapa dekade
sebagai model untuk memahami dan memprediksi perilaku dan niat berperilaku
(Ajzen 2005). Penelitian Soorani dan Ahmadvand (2019) menunjukkan bahwa
perilaku konsumen dapat diprediksi dengan baik menggunakan model ini. Alur
teori planned behaviour dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Model teori planned behaviour (Fishbein dan Ajzen 2005)

Model TPB terdiri dari faktor sikap terhadap perilaku (attitude), norma
subyektif (subjective norms) dan persepsi kontrol perilaku (perceive behavioral
control) yang digunakan untuk memprediksi intensi perilaku dalam berbagai
konteks penelitian seperti perilaku ramah lingkungan dan perilaku food waste.
Menurut Sulistimo (2012) dalam Leunupun (2021) sikap terhadap perilaku adalah
penilaian seseorang ketika melihat atau mengetahui suatu perilaku yang dilakukan.
Secara umum, seseorang akan melakukan perilaku tertentu apabila diyakini dapat
memberikan hasil yang positif begitu juga sebaliknya. Dapat diartikan bahwa
konsumen akan menilai sebuah perilaku berdasarkan konsukuensi yang
ditimbulkan dari perilaku tersebut sehingga ketika konsumen yakin bahwa
menyisakan makanan akan menimbulkan outcome yang tidak baik, maka konsumen
tersebut tidak akan memiliki niat untuk menyisakan makanan.
Norma subyektif berkaitan dengan keadaan lingkungan seseorang yang
menerima atau tidak menerima suatu perilaku (Ajzen 1991). Seorang individu akan
melakukan suatu perilaku tertentu jika perilaku tersebut dapat diterima oleh orang-
orang yang dianggapnya penting dalam kehidupannya (Leunupun 2021). Hal ini
dapat diartikan apabila ada desakan sosial atau lingkungan terhadap seorang
konsumen untuk melakukan sebuah perilaku tertentu (tidak menyisakan makanan)
maka dapat diprediksi konsumen akan cenderung melakukan perilaku tersebut.
Persepsi kontrol perilaku didefinisikan oleh Ajzen (1991) sebagai kemudahan
atau kesulitan persepsian untuk melakukan perilaku. Seseorang memiliki niat untuk
melakukan kebiasaan tertentu apabila mereka memiliki persepsi bahwa perilaku
tersebut mudah untuk ditunjukkan atau dilakukan. Kaitannya dengan konsumen
rumah makan ialah konsumen akan melakukan perilaku yang dapat mencegah
terjadinya sampah makanan apabila menurutnya perilaku tersebut mudah untuk
dilakukan begitu juga sebaliknya. Sebagai contoh beberapa konsumen mungkin
11

akan membawa pulang sisa makanan dipiringanya untuk dikonsumsi kembali


karena menurutnya itu merupakan perilaku penghematan dan tidak rumit untuk
dilakukan (Talwar 2021).

2.5 Pengelolaan Food Waste


2.5.1 Konsep Food Recovery Hierarchy
Upaya penanganan pengelolaan sampah makanan secara global telah
dilakukan oleh USEPA dan ReFed. USEPA (2015) mengemukakan konsep Food
Recovery Hierarchy dimana terdapat urutan strategi atau solusi dalam mengurangi
sampah makanan. Urutan strategi dari yang paling baik menurut USEPA adalah:
(1) mengurangi sampah makanan dari sumbernya; (2) memberi makan orang yang
kelaparan; (3) memberi makan hewan; (4) penggunaan industri; (5) Composting;
(6) Insinerasi dan pembuangan pada landfill. Berdasarkan konsep ini mengurangi
sampah makanan dari sumbernya merupakan solusi yang terbaik. Sedangkan
tindakan insinerasi merupakan pilihan terakhir yang tidak dikehendaki dalam
pengelolaan sampah makanan. Ilustrasi konsep Food Recovery Hierarchy oleh
USEPA ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Konsep food recovery hierarchy (USEPA 2015)

Selain USEPA, organisasi non-profit ReFed (2018) juga mengemukakan


konsep Food Recovery Hierarchy yang merupakan pengembangan tehadap
konsep USEPA. ReFed merupakan organisasi yang berkerja dalam lingkup
penanganan sampah makanan. Misi organisasi ReFed selaras dengan tujuan SDGs
2030, yakni mengurangi 50% sampah makanan dunia. Konsep Food Recovery
Hierarchy oleh ReFed dapat dilihat pada Gambar 5.
12

Gambar 5 Konsep food recovery hierarchy (ReFed 2018)

Menurut ReFed (2018) solusi pengurangan sampah makanan dapat


dikelompokkan menjadi tiga sesuai dengan kategori upaya yaitu: (1) upaya
pencegahan; (2) upaya pemulihan; dan (3) upaya daur ulang. Sejalan dengan
USEPA (2015), ReFed juga beranggapan bahwa mencegah terjadinya sampah
makanan adalah strategi terbaik dalam mengurangi timbulan sampah makanan.
Dalam konteks penelitian ini, konsumen sebagai sumber food waste memiliki
peran yang penting untuk menekan jumlah sampah makanan di rumah makan.

2.5.2 Teori Pollutor Pay Principle (PPP)


Teori Pollutor Pay Principle merupakan salah satu prinsip dalam hukum
lingkungan internasional (Panjaitan et al. 2021). Sebagai instrumen ekonomi, PPP
menggunakan internalisasi biaya dalam proses produksi yang dimaksudkan
sebagai tindakan pencegahan kemungkinan munculnya pencemaran. Prinsip-
prinsip yang diterapkan oleh OECD (2008) tercakup dalam tujuh kebijakan, yaitu:
pengendalian langsung, perpajakan, pembayaran, subsidi, macam-macam
kebijakan yang bersifat insentif seperti keuntungan pajak, fasilitas kredit, dan
amortisasi atau pelunasan hutang yang mempercepat pelelangan hak-hak
pencemaran, serta pungutan-pungutan (Porter 2007). Penerapan nyata dari prinsip
pencemaran membayar ini sendiri adalah pengalokasian kewajiban ekonomi
terkait dengan kegiatan-kegiatan yang merusak lingkungan.
Seperti diuraikan sebelumnya bahwa desakan sosial atau lingkungan
terhadap seorang konsumen dapat mendorong konsumen tersebut untuk
melakukan sebuah perilaku tertentu. Berdasarkan teori Pollutor Pay Principle
pencemar lingkungan dalam konteks penelitian ini adalah konsumen rumah
makan yang menyisakan makanan akan diberikan beban ekonomi berupa denda.
13

III METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Pelaksanaan penelitian terbagi menjadi dua tahapan. Tahap pertama
pengumpulan data sisa makanan dan sebaran kuesioner konsumen dilakukan di 13
rumah makan yang berlokasi di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat pada bulan November 2019 hingga Mei 2020. Pemilihan lokasi dilakukan
secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Dramaga
mengalami permasalahan dalam penanganan food waste dan merupakan wilayah
yang berdampingan dengan kampus, sekolah, tempat tinggal, dan sebagai pusat
berbagai usaha penunjang kebutuhan masyarakat. Tahap kedua berupa wawancara
dengan key persons yang dilaksanakan secara daring dan luring pada bulan
Desember 2021.

3.2 Metode Pengambilan Sampel


Menurut Keputusan Menteri Keuangan RI tentang Uraian Klasifikasi
Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan, restoran non-
talam atau yang disebut juga rumah makan, terbagi menjadi tiga kelas berdasarkan
jumlah kursi yang tersedia, yaitu: (1) rumah makan kelas A memiliki jumlah kursi
60 buah atau lebih, biasa disebut dengan rumah makan besar; (2) rumah makan
kelas B memiliki jumlah kursi sebanyak 31 sampai dengan 60 buah, biasa disebut
sebagai rumah makan menegah; (3) rumah makan kelas C memiliki jumlah kursi
15 sampai dengan 30 buah, biasa disebut sebagai rumah makan kecil.
Pengklasifikasian ini selain bertujuan untuk mengetahui sumber sisa makanan, juga
bertujuan untuk mengetahui strategi yang sesuai agar tepat sasaran dan dapat
diterapkan dengan baik.
Metode pengambilan sampel yang digunakan untuk memilih lokasi sampel
rumah makan berpedoman pada SNI 19-3964-1994 mengenai Metode Pengambilan
dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan yang telah
disesuaikan dengan lokasi penelitian. Perhitungan sampel adalah sebagai berikut:

S = Cd √Ts (1)
Keterangan:
S = Jumlah sampel rumah makan (unit),
Cd = Koefisien bangunan non rumah makan = 1,
Ts = Jumlah bangunan non rumah makan (unit).

Jumlah populasi rumah makan di Kecamatan Dramaga berdasarkan skala


usahanya, yaitu 25 rumah makan besar, 25 rumah makan menengah, dan Sembilan
rumah makan kecil. Metode sampling yang diterapkan pada penelitian ini adalah
purposive sampling, yaitu berdasarkan jenis rumah makan yang termasuk dalam
tiga kategori tersebut, dan rumah makan yang diteliti adalah rumah makan yang
menjual makanan berupa nasi, sayur, ayam, ikan dan daging. Jumlah titik sampel
rumah makan mengacu pada rumus SNI 19-3964-1994 diperoleh sebanyak 13
rumah makan dengan rincian, yaitu rumah makan besar sebanyak tiga unit, rumah
makan menengah sebanyak lima unit, dan rumah makan kecil sebanyak lima unit.
Jumlah sampel rumah makan menurut skala rumah makan terdapat pada Tabel 1.
14

Tabel 1 Jumlah sampel berdasarkan skala rumah makan


No. Skala Rumah Makan Populasi Sampel
1. Kecil 25 5
2. Menengah 25 5
3. Besar 9 3
Total 59 13

Dalam menentukan responden rumah makan dilakukan dengan teknik quota


sampling. Dari 13 sampel rumah makan, diambil 10 konsumen disetiap rumah
makan yang bersedia menjadi responden sehingga total responden pada penelitian
ini berjumlah 130 responden. Key persons pada penelitian ini berjumlah 11 orang
dan dipilih menggunakan teknik purposive sampling. Key persons pada penelitian
ini dibagi menjadi dua (Sugiyono 2018):
a. Key persons yang merupakan ahli yang sangat memahami dan dapat
memberikan penjelasan berbagai hal berkaitan dengan sampah makanan dan
penanganan sampah dan tidak dibatasi dengan wilayah tempat tinggal. Dalam
penelitian ini merupakan tokoh masyarakat dan anggota non-government
organization berjumlah lima orang.
b. Key persons yang ditemukan di lokasi penelitian, yakni pengelola rumah
makan dan konsumen rumah makan berjumlah enam orang yang diasumsikan
dapat memberi informasi dan penjelasan terkait masalah yang diteliti.

3.3 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan untuk pengambilan sampel food waste pada
setiap rumah makan, yaitu kantong plastik, sarung tangan, penggaris, alat pengukur
volume sisa makanan berupa kotak akuarium yang berukuran 14 cm x 14 cm x 20
cm, dan timbangan digital untuk menimbang berat sisa makanan.

3.4 Prosedur Kerja


Pengambilan data food waste dilakukan selama delapan hari berturut – turut
sesuai dengan metode SNI 19-3964-1994. Pengelola rumah makan masing-masing
diberikan satu kantong plastik per hari untuk menampung sisa makanan konsumen
selama jam operasional rumah makan, yakni mulai dari pukul 09.00 WIB sampai
dengan menjelang tutup. Sampah dikumpulkan pada pukul 21.00 WIB dari setiap
rumah makan dan ditimbang menggunakan timbangan digital. Kemudian sisa
makanan konsumen dikelompokkan menjadi sampah makanan dari rumah makan
besar, menengah, dan kecil serta dipilah sesuai jenisnya (nasi, sayur, ayam, ikan
dan daging) agar didapatkan berat berdasarkan skala rumah makan dan jenis
makanan. Setelah diperoleh berat sampah makanan, kemudian dilakukan
perhitungan rata-rata timbulan sampah per tahun. Jumlah hari per tahun yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 365 hari.

3.5 Analisis data


Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif dan
kuantitatif. Data kuantitatif kemudian diolah dengan perhitungan matematis
menggunakan bantuan program Microsoft Office Excel. Analisis data dilakukan
untuk menguraikan berbagai informasi dari data penelitian guna memperoleh
jawaban sesuai dengan tujuan penelitian. Hasil analisis data kemudian disajikan
15

baik dalam bentuk matriks, grafik maupun bagan dan diuraikan secara deskriptif
untuk menggambarkan keadaan yang terjadi dilapangan hingga dapat diambil
kesimpulan. Metode analisis dalam penelitian, jenis data, dan sumber data
berdasarkan masing - masing tujuan penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Metode analisis dalam penelitian, jenis data, dan sumber data
Metode
No. Tujuan Jenis Data Alat Analisis
Pengumpulan Data
1. Menghitung • Data berat sisa • Observasi dengan • Analisis
timbulan food waste makanan nasi, metode SNI 19- deskriptif
konsumen rumah sayur, daging, 3964- 1994. kuantitatif dan
ayam, dan ikan. • Wawancara kualitatif
makan di • Metode
• Data berat sisa dengan konsumen
Kecamatan makanan dan pengelola Pendekatan
Dramaga, konsumen di rumah makan. harga pasar.
Kabupaten Bogor. rumah makan
kecil, menengah
dan sedang.
2. Mengestimasi nilai • Harga bahan • Metode food • Analisis nilai
kerugian ekonomi makanan. weighing kerugian
food waste • Harga makanan • Wawancara dengan ekonomi dari
matang
konsumen rumah pengelola rumah harga mentah,
• Faktor konversi
makan di • Faktor Dalam makan. harga jual dan
Kecamatan Mentah Masak biaya produksi.
Dramaga, (FDMM)
Kabupaten Bogor.
3. Menganalisis • Karakteristik • Wawancara dan • Analisis regresi
faktor-faktor konsumen, menyebarkan linear berganda
pendorong yang • Perilaku konsumen, kuesioner kepada
mempengarui • Perferensi konsumen
kebiasaan konsumen,
konsumen • Persepsi konsumen.
menyisakan
makanan
4. Menganalisis • Alternatif strategi • Wawancara dengan • Weighted Sum
strategi yang efektif upaya mengurangi key persons Model (WSM)
dalam rangka sampah makanan
mengurangi food
waste dari sisi
konsumen rumah
makan di
Kecamatan
Dramaga,
Kabupaten Bogor.

3.5.1 Menghitung Timbulan Food Waste Konsumen Rumah Makan


Perhitungan timbulan sisa makanan mengacu pada rumus yang
dikeluarkan oleh SNI 19-3964-1994. Satuan besaran timbulan sisa makanan
konsumen adalah Kg/rumah makan/hari. Rata-rata timbulan sisa makanan
merupakan pembagian antara total timbulan sisa makanan per hari pada seluruh
sampel rumah makan terhadap jumlah sampel rumah makan pada kategori yang
16

sama. Rumus menghitung rata-rata timbulan sisa makanan masing-masing


kategori rumah makan sebagai berikut.

TSM = (RTs)i x N x d (2)


Keterangan:
TSM = Jumlah timbulan food waste konsumen rumah makan (kg/tahun),
RTs = Rata-rata timbulan food waste konsumen rumah makan kategori i
(kg/rumah makan/hari),
N = Populasi rumah makan setiap kategori,
d = Jumlah hari pada setiap kondisi dalam 1 tahun (hari/tahun),
i = Rumah makan pada setiap kategori.

3.5.2 Megestimasi Nilai Kerugian Ekonomi Food Waste Konsumen Rumah


Makan
Estimasi kerugian ekonomi sampah makanan dilakukan dengan
menghitung harga bahan mentah, harga jual dan biaya produksi (BCFN 2012).
Kerugian ekonomi dari harga mentah dihitung dengan menggunakan pendekatan
harga pasar dari bahan mentah makanan kemudian dikali dengan data Faktor
Dalam Mentah Masak (FDMM) yang diterbitkan oleh Kementrian Kesehatan RI
tahun 2014 (Kemenkes 2014). Hal ini dilakukan karena makanan yang telah
ditimbang tersebut merupakan makanan dalam kondisi matang sehingga perlu
dikonversi terlebih dahulu ke dalam berat mentah untuk kemudian dapat ditentukan
harga bahan mentah makanan.
Harga bahan merujuk pada harga yang dikeluarkan oleh Pakuan Jaya Kota
Bogor tahun 2019 dengan asumsi bahwa harga yang berlaku di Kota Bogor dan
Kabupaten Bogor tidak jauh berbeda. Rumus konversi berat masak-mentah
menurut Kemenkes (2014) adalah sebagai berikut.

Mh = Mk x F (3)
Keterangan:
Mh = Berat mentah (kg),
Mk = Berat matang (kg),
F = Faktor konversi.

Nilai kehilangan (NK) dari sisa makanan dihitung dengan persamaan


berikut:

NK = Mh x P (4)
Keterangan:
NK = Nilai kerugian ekonomi (Rp/tahun),
Mh = Berat mentah (kg/tahun),
P = Harga bahan makanan (Rp/kg).

Estimasi kerugian ekonomi berdasarkan harga jual makanan diperoleh


melalui besar timbulan sisa makanan dikali dengan unit cost atau harga jual per
satuan makanan (matang). Perhitungan dilakukan pada masing- masing komponen
sampah makanan. Prosedur perhitungan nilai kerugian ekonomi dari sampah
17

makanan dengan pendekatan harga jual makanan adalah sebagai berikut


(Wulansari 2019):
a. Menentukan rata-rata berat nasi, sayur, daging, ayam dan ikan (kg) setiap
porsi yang disajikan di rumah makan menggunakan timbangan digital.
b. Menentukan harga rata-rata makanan sesuai dengan harga jual yang
berlaku di rumah makan setempat.
Data berat (kg) dan harga makanan (Rp/kg) masing-masing komponen
tersebut kemudian dihitung untuk memperoleh nilai kerugian ekonomi dari sisa
makanan dalam setahun dengan persamaan berikut.

NK = M x P x d (5)
Keterangan:
NK = Nilai kerugia ekonomi (Rp/tahun),
M = Berat sisa makanan (kg/tahun),
P = Harga makanan matang (Rp/kg),
d = Jumlah hari operasional rumah makan dalam 1 tahun (hari/tahun).

Kerugian ekonomi berdasarkan biaya produksi makanan dihitung dengan


menghilangkan keuntungan pengelola rumah makan dari harga jual makanan.
Keuntungan yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 20% mengacu pada rata-
rata keuntungan industri secara umum (Kasmir 2010). Perhitungan berdasarkan
harga jual dan biaya produksi dilakukan dengan pertimbangan bahwa sampah
makanan dalam penelitian ini merupakan makanan matang sehingga terdapat
biaya-biaya pada saat proses memasak yang hilang apabila hanya dihitung
menggunakan harga bahan mentah.

3.5.3. Menganalisis Faktor – Faktor Pendorong yang Mempengaruhi Kebiasaan


Menyisakan Makanan
3.5.3.1 Regresi Linear Berganda
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan konsumen rumah makan
menyisakan makanan dalam penelitian ini dianalisis menggunakan metode
analisis regresi linear berganda. Regresi linear berganda digunakan untuk
memprediksi atau meramalkan suatu nilai variabel dependen berdasarkan
variabel independen (Priyatno 2012). Model analisis regresi linear pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:

Y = 𝛼 + 𝛽1 UM + 𝛽2 JK + 𝛽3 TP + 𝛽4 PD + 𝛽5 WM + 𝛽6 FR (6)
+ 𝛽7 P1+ 𝛽8 P2 + 𝛽9 P3 + 𝑒

Keterangan:
Y = Kebiasaan konsumen menyisakan makanan,
UM = Umur,
JK = Jenis kelamin,
TP = Tingkat Pendidikan,
PD = Pendapatan,
FR = Frekuensi makan di rumah makan,
WM = Waktu makan,
18

PR = Perilaku,
PF = Preferensi,
PS = Persepsi,
𝛼 = Konstanta regresi,
𝛽 = Koefisien regresi.

3.5.3.2 Uji F
Uji Fisher (Uji F) adalah metode pengujian untuk menguji apakah
variable independen berpengaruh secara bersama – sama terhadap variable
dependen. Apabila Fhitung > Ftabel maka, H0 ditolak dan H1 diterima. Sebaliknya
apabila Fhitung < Ftabel maka, H0 diterima dan tolak H1. Adapun hipotesis untuk
uji F adalah sebagai berikut:
H0 = Umur, jenis kelamin, tingkat Pendidikan, frekuensi makan, waktu makan,
perilaku, preferensi, dan persepsi secara bersama-sama tidak
berpengaruh terhadap kebiasaan konsumen menyisakan makanan.
H1 = Umur, jenis kelamin, tingkat Pendidikan, frekuensi makan, waktu makan,
perilaku, preferensi, dan persepsi secara bersama-sama berpengaruh
terhadap kebiasaan konsumen menyisakan makanan.

3.5.3.3 Uji T
Uji T digunakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah dalam model
regresi, variable independen berpengaruh siginifikan secara parsial terhadap
variable dependen (Ghozali 2016). Kriteria dari uji t adalah membandingkan
antara Thitung dan Ttabel, apabila - Thitung < - Ttabel atau Thitung > Ttabel maka H0
ditolak dan H1 diterima, sedangkan apabila - Thitung ≤ - atau Thitung ≥ Ttabel
Ttabel maka H0 diterima pada taraf nyata α (tidak berpengaruh) yang berarti faktor
penentu tidak berpengaruh signifikan terhadap kebiasaan konsumen menyisakan
makanan.

3.5.3.4 Uji Koefisien Determinasi (R2)


Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar
variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen pada penelitian ini.
Tabel adjusted R square adalah angka yang dapat menjelaskan seberapa besar
variabel independen menjelaskan variabel dependen lebih akurat karena telah
dilakukan beberapa penyesuaian.

3.5.4 Menentukan Upaya Mengurangi Food Waste


3.5.4.1 Weighted Sum Model (WSM)
WSM merupakan salah satu teknik pengambilan keputusan terbaik dari
sejumlah alternatif. Pembuatan keputusan dengan teknik WSM dilakukan
dengan penguantifikasian suatu kejadian dan dinyatakan dengan suatu bilangan
antara 0 sampai dengan 1 atau skala konvensinya (Marimin 2004). Penilaian
alternatif menggunakan skala ordinal dari 1 sampai dengan 5. Masing-masing
alternatif memiliki lima bobot kriteria, yaitu: tingkat kemudahan, efektifitas,
19

modal, biaya, dan keuntungan. Penilaian alternatif pada masing-masing kriteria


menggunakan skala ordinal dari 0.1 – 0.3, yang artinya semakin kecil angka
berarti semakin tidak penting sedangkan semakin besar berarti semakin penting.
Langkah untuk menyelesaikan metode ini ialah (Parhusip et al. 2018):
a) Langkah (I): Mengidentifikasi kriteria dan alternatif yang mengacu pada
hasil analisis sebelumnya yang berkenaan dengan topik pembahasan
penelitian dan hasil diskusi yang dilakukan dengan responden dalam hal ini
key persons.
b) Langkah (II): Menghitung Nilai WSM-Score menggunakan rumus yaitu:

(7)
Keterangan:
n = Jumlah kriteria,
wj = Bobot dari setiap kriteria,
xij = Nilai matrik x,
Nilai AI yang paling besar merupakan alternatif yang terpilih.
c) Langkah (III): Melakukan perankingan.

Untuk memudahkan penentuan alternatif upaya pada penelitian ini


berpedoman pada konsep Food Recovery Hierarchy (ReFED 2016) dan
(USEPA 2015) yang dimodifikasi dengan hasil diskusi bersama responden.
Tabel penilaian alternatif strategi pengelolaan untuk menentukan peringkat
upaya strategi terbaik dalam mengurangi sisa makanan konsumen rumah makan
di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 3.
20

Tabel 3 Peringkat alternatif upaya pengurangan sampah makanan konsumen


rumah makan
Rata-rata
Nilai
Kriteria*) nilai Peringkat
No. Alternatif strategi alternatif
alternatif
A B C D E

1. Upaya pencegahan
a. Menyediakan tester dan pilihan
porsi makanan oleh pengelola
rumah makan
b. Memberlakukan kebijakan denda
bagi pengunjung rumah makan
yang menyisakan makanan
c. Mengubah ukuran piring
pengunjung dengan yang lebih kecil
d. Pemasangan spanduk berupa
informasi dan contoh nyata dampak
timbulan food waste di rumah makan
e. Kampanye anti food waste melalui
media sosial
2. Upaya pemulihan
a. Kerjasama pemda dengan lembaga
mumpuni untuk dibuat kegiatan rutin
memilah sisa makanan pengunjung
b. Pengelola rumah makan dan
komunitas pecinta binatang
menyediakan tempat sampah
khusus sisa makanan daging,
ayam dan ikan untuk diberikan pada
hewan peliharaan dan non
peliharaan
3. Upaya daur ulang
a. Edukasi menarik tentang cara
mudah mengolah sisa makanan
melalui media sosial oleh lembaga
terkait
b. Menyebarkan brosur berisi
Informasi resep masakan dari sisa
makanan yang masih layak ke
pengunjung rumah makan
c. Penyediaan alat perlengkapan
pengolahan sisa makanan
konsumen menjadi pupuk atau
pakan ternak di rumah makan dan di
lokasi yang mudah dijangkau oleh
konsumen
d. Pengembangan teknologi mesin
pengelola sampah makanan menjadi
biogas di daerah yang terdapat
banyak rumah makan
Bobot kriteria**)
*Keterangan: 1. Tidak penting, 2. Kurang penting, 3. Cukup penting, 4. Penting, 5. Sangat penting
**Keterangan: A. Tingkat kemudahan, B. Efektifitas, C. Modal, D. Biaya, E. Keuntungan

Sumber: Modifikasi dari USEPA (2015); ReFed (2018)


21

IV GAMBARAN UMUM

Sesuai dengan lokasi Kecamatan Dramaga yang ramai penduduk, rumah


makan di Kecamatan Dramaga menjadi tempat persinggahan pengunjung ketika
lapar atau hanya sekedar menikmati waktu senggang bersama teman dan keluarga.
Hal ini menyebabkan semakin terkenal dan banyaknya rumah makan yang muncul
dengan berbagai konsep yang disuguhkan. Di Kecamatan Dramaga terdapat rumah
makan, dari yang berskala kecil, menengah, hingga besar. Setiap rumah makan
memiliki perbedaan dalam harga makanan, penyajian, menu dan suasana rumah
makan, sehingga pengunjung yang berkeinginan makan di rumah makan
mempunyai pilihan yang beragam ketika memilih tempat makan.
Sebagian rumah makan kecil menawarkan sistem penyajian makanan yang
sudah dimasak dan siap dijual sehingga, pengunjung yang datang dapat memesan
makanan yang tersedia kemudian pesanan secara langsung diambilkan oleh pihak
rumah makan. Sistem penyajian seperti ini biasanya terdapat pada rumah makan
warung Tegal. Pada rumah makan kecil lainnya menggunakan sistem prasmanan
dimana pengunjung mengambil dan memilih sendiri makanan pada tempat yang
disediakan pihak rumah makan. Hal yang serupa terdapat pada rumah makan
menengah yang menawarkan makanan khas Padang dimana lauk pauk telah
dimasak terlebih dahulu dan pengunjung yang datang memesan makanan
kemudian diambilkan secara langsung oleh pihak rumah makan. Pada rumah
makan menengah lainnya menerapkan sistem memesan terlebih dahulu dan
makanan baru akan dimasak setelah semua pesanan makanan dicatat oleh pihak
rumah makan. Sistem penyajian ini juga diterapkan pada seluruh rumah makan
besar.
Apabila dilihat dari patokkan harga makanan di rumah makan pada setiap
menu makanannya berbeda-beda. Pada rumah makan kecil patokan harga untuk satu
paket nasi ayam/ikan/daging ditambah sayur biasanya berkisar antara Rp15.000,00
sampai dengan Rp20.000,00. Pada rumah makan menengah tidak terlalu berbeda
dengan rumah makan kecil, yakni berkisar antara Rp18.000,00 sampai dengan
Rp35.000,00. Sedangkan untuk rumah makan besar untuk satu paket nasi
ayam/ikan/daging ditambah sayuran dimulai dari harga Rp35.000,00.
Jumlah pengunjung rumah makan kecil dan menengah di Kecamatan
Dramaga mengalami peningkatan pada hari sabtu dan minggu. Hal ini dikarenakan
lokasi rumah makan yang berdekatan dengan pasar kaget di Kawasan Babakan
Raya pada pagi hari sehingga, menyebabkan bertambahnya pengunjung yang
makan di rumah makan kecil dan rumah makan menengah. Sebaliknya, rumah
makan besar berlokasi tidak terlalu dekat dengan pasar kaget sehingga terjadi
penurunan jumlah pengunjung pada hari minggu. Selain itu, pelanggan rumah
makan besar biasanya memanfaatkan waktu weekend mereka untuk makan dan
berlibur ke kota Bogor ataupun ke luar area Bogor. Rata-rata jumlah pengunjung
rumah makan di Kecamatan Dramaga dapat dilihat pada Gambar 6.
22

140

Jumlah pengunjung (orang)


120
100
80
60
40
20
0
senin selasa rabu kamis jum'at sabtu minggu
Hari

rumah makan kecil rumah makan menengah rumah makan besar

Gambar 6 Pengunjung rumah makan di Kecamatan Dramaga

4.1 Karakteristik Responden


Jumlah responden pengunjung rumah makan dalam penelitian ini sebanyak
130 responden yang didapatkan dari 10 pengunjung di 13 sampel rumah makan.
Pemilihan responden dilakukan secara sengaja (purposive), dengan kriteria usia
minimal 15 tahun dan pengunjung yang memesan makanan dan makan di rumah
makan tersebut. Identifikasi responden meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan
terakhir, dan pendapatan per bulan. Berdasarkan hasil yang diperoleh, karakteristik
responden pengunjung rumah makan ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Karakteristik Responden Konsumen Rumah Makan di Kecamatan Dramaga


Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 61 47
Perempuan 69 53
Umur
15-25 79 61
26-35 24 18
36-45 13 10
46-55 9 7
56-65 5 4
Pendidikan
SD 2 1
SMP 1 1
SMA 41 32
D3 22 17
S1 56 43
S2 8 6
Pekerjaan
Pelajar 45 34
Guru/Dosen 3 2
Karyawan Swasta 30 23
Wiraswata 19 15
Ibu Rumah Tangga 17 13
PNS 8 6
BUMN 6 5
Dokter 1 1
Pensiun 1 1
23

Karakteristik Frekuensi Persentase (%)


Pendapatan
<Rp2.000.000 20 15
Rp2.000.000-Rp5.000.000 44 34
Rp5.000.000-Rp8.000.000 27 21
>Rp8.000.000 39 30

Tabel 4 menunjukkan responden pengunjung rumah makan terdiri dari


perempuan sebanyak 69 orang atau sebesar 53% dan laki-laki sebanyak 61 orang
atau sebesar 47%. Persentase responden antara laki - laki dan perempuan tidak
terlalu jauh berbeda. Hal ini menunjukkan baik laki-laki maupun perempuan sama-
sama gemar makan di rumah makan.
Responden pengunjung rumah makan sebagian besar berusia 15 sampai 25
tahun sebanyak 79 orang dan mencakup 61% dari total responden. Responden
berusia 26 sampai dengan 35 tahun nerjumlah 24 orang atau sebesar 18%,
responden berusia 36 sampai dengan 45 tahun mencakup sebanyak 10%, dan
responden berusia 46 sampai dengan 55 tahun, serta 56 hingga 65 tahun masing-
masing mencakup 7% dan 4% total responden. Dapat diartikan sebaran usia
responden cukup meluas dan secara keseluruhan responden berusia produktif.
Responden usia 25 tahun ke bawah cenderung memiliki kebiasaan makan
beramai-ramai dengan teman yang lebih dari empat orang, sedangkan usia 25
tahun ke atas cenderung makan sendiri atau dengan keluarga yang tidak lebih dari
empat orang.
Berdasarkan tingkat pendidikan, responden paling banyak adalah responden
tamatan SMA, Diploma dan Sarjana (S1). Tamatan S1 sebanyak 56 orang (43%),
tamatan SMA sebanyak 41 orang (32%), tamatan Diploma sebanyak 22 orang
(17%), tamatan SD sebanyak 2 orang (1%), tamatan SMP sebanyak 1 orang (1%)
dan responden tamatan Magister (S2) sebanyak 8 orang (6%). Tingkat Pendidikan
dapat menunjukkan adanya latar belakang dan pengetahuan yang beragam ketika
menanggapi isu food waste.
Responden pengunjung rumah makan terdiri dari berbagai profesi pekerjaan.
Pelajar mendominasi responden penelitian ini, yaitu sebanyak 45 orang (34%), hal
ini dikarenakan lokasi rumah makan berdampingan dengan berbagai kampus yang
terdapat di Kecamatan Dramaga. Karyawan swasta sebanyak 30 orang (23%) ini
disebabkan banyak dari pekerja kantoran memilih untuk makan di rumah makan
ketika jam makan siang karena lebih praktis dan dekat dengan lokasi kantor.
Wiraswasta dan ibu rumah tangga masing-masing sebanyak 19 orang (15%) dan 17
orang (13%). Selebihnya, profesi guru/dosen sebanyak 3 orang (2%), PNS
sebanyak 8 orang (6%), pekerja BUMN sebanyak 6 orang (5%), dokter dan
pensiunan sebanyak masing- masing 1 orang (1%). Pekerjaan responden cukup
bervariasi menunjukkan bahwa setiap kalangan gemar makan di rumah makan.
Namun, tidak terdapat responden yang bekerja pada lingkup bidang lingkungan
sehingga food waste merupakan topik yang asing dan baru dikenal oleh sebagian
besar responden. Secara keseluruhan mayoritas responden memiliki pendapatan
sebesar Rp2.000.000,00 hingga Rp5.000.000,00 perbulan.
24

V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Menghitung Timbulan Food Waste Konsumen Rumah Makan


5.1.1 Berdasarkan Skala Rumah Makan
Timbulan food waste dari konsumen rumah makan di Kecamatan Dramaga,
Kabupaten Bogor berdasarkan skala usaha dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu
rumah makan kecil, rumah makan menengah, dan rumah makan besar. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa total timbulan food waste konsumen di
keseluruhan rumah makan di Kecamatan Dramaga sebesar 349,42 kg/hari dan per
tahunnya sebesar 127.541,36 kg/tahun. Berdasarkan skala rumah makan. food
waste terbanyak didapatkan pada rumah makan skala menengah, yakni sebesar
63.469,85 kg/tahun. Rumah makan kecil menyumbang food waste sebesar
53.583,82 kg/tahun dan penyumbang sampah makanan paling sedikit ialah
konsumen rumah makan besar sebesar 10.487,69 kg/tahun. Jumlah timbulan food
waste konsumen rumah makan berdasarkan skala rumah makan dapat dilihat pada
Gambar 7.
70,000.00
Jumlah Timbulan Sampah
Makanan (Kg/Tahun)

60,000.00
50,000.00
40,000.00
30,000.00
20,000.00
10,000.00
0.00
Rumah makan Rumah makan Rumah makan
besar menengah kecil
Skala Rumah Makan
Nasi Sayur Daging Ayam Ikan
Gambar 7 Timbulan food waste konsumen berdasarkan skala rumah makan

Timbulnya sisa makanan yang berlebih pada rumah makan kecil dan
menengah dapat dipengaruhi oleh preferensi dan persepsi konsumen. Menurut
Brian Wansink, Profesor Dyson School of Applied Economics and Management
di Cornell University, harga makanan dapat mempengaruhi persepsi konsumen
dalam menilai dan menghargai makanan (Detik Food 2014).
Rumah makan besar tidak hanya menawarkan menu dengan cita rasa yang
lezat namun juga kualitas pelayanan yang baik. Tentunya kualitas pelayanan yang
disediakan membutuhkan biaya sehingga membuat harga makanannya relatif
lebih mahal. Sedangkan untuk rumah makan kecil hingga menengah cenderung
lebih mengedepankan harga yang murah. Adanya selisih harga yang cukup besar
tersebut membuat mayoritas konsumen lebih menghargai makanan yang dibeli di
rumah makan besar. Pada saat makan di rumah makan mewah, kemungkinan besar
konsumen akan membawa pulang sisa makanannya untuk dimakan kembali di
rumah, sedangkan pada saat makan di rumah makan menengah dan kecil diduga
25

konsumen tidak merasa mengeluarkan biaya yang besar ketika memesan


makanan sehingga konsumen cenderung meninggalkan sisa makanannya dan sisa
makanan tersebut akan menjadi sampah makanan. Berdasarkan survei pada
penelitian ini didapatkan bahwa mayoritas konsumen, yakni sebesar 73% memilih
untuk membiarkan sisa makanan di piring dari pada membungkus sisa makanan.
Perlakuan konsumen rumah makan terhadap sisa makanan ditunjukkan pada
Gambar 8.

27%

73%

Mebiarkan sisa makanan Membungkus sisa makanan

Gambar 8 Perilaku konsumen terhadap sisa makanan

Sistem penyajian makanan di rumah makan juga memiliki peran penting


dalam menghambat dan mendorong perilaku konsumen menyisakan makanan.
Pada sebagian besar rumah makan menengah, sistem penyajian disajikan oleh
pihak rumah makan. sering kali penyajian seperti ini memiliki porsi yang sama
setiap pesanannya, padahal setiap konsumen tentunya memiliki kebutuhan asupan
makanan yang berbeda. Survei dari 130 responden menunjukkan bahwa mayoritas
responden atau sebesar 54% responden memberikan alasan bahwa porsi makanan
yang terlalu banyak adalah alasan utama konsumen tidak menghabiskan makanan
sehingga berujung menjadi sampah makanan. Alasan konsumen tidak
menghabiskan makanan dapat dilihat pada Gambar 9.
60%
Persentase responden

50%

40%

30%

20%

10%

0%
Porsi terlalu banyak Tidak suka/tidak Nafsu makan
enak berkurang

Gambar 9 Alasan konsumen tidak menghabiskan makanan

5.1.2 Berdasarkan Jenis Makanan


Merujuk pada penelitian Wulansari (2019) bahwa timbulan sampah
makanan dapat dikelompokkan berdasarkan jenis atau komposisi makanan.
26

Komposisi makanan tersebut adalah nasi, sayuran, daging, ayam, dan ikan.
Kelima komposisi makanan merupakan menu yang disediakan di rumah makan
dalam penelitian ini. Persentase sampah makanan pengunjung rumah makan di
Kecamatan Dramaga berdasarkan komposisinya dapat dilihat pada Gambar 10.
Ayam Ikan 3%
13%

Sayuran
16%

Nasi 68%

Gambar 10 Komposisi food waste konsumen


Nasi merupakan komposisi makanan yang mendominasi sampah makanan
oleh konsumen rumah makan, yakni sebesar 68%. Sampah nasi terdiri dari nasi
kering, nasi basah dan nasi basah santan (dipisahkan menurut nilai faktor
konversi). Konsumen cenderung menggolongkan nasi sebagai makanan yang
murah dan sangat mudah didapat sehingga tidak dirasa rugi apabila tidak
menghabiskan nasi. Jumlah sisa nasi ditemukan paling banyak pada rumah makan
menengah. Hal ini dapat terjadi dikarenakan pada rumah makan menengah yang
berupa rumah makan Padang, terdapat sisa nasi kuah gulai atau santan. Apabila
nasi sudah bercampur kuah gulai, nasi tersebut akan mudah basi sehingga ini
menjadi pertimbangan konsumen untuk tidak membungkus sisa nasi kuah gulai
atau santan. Hasil ini serupa dengan penelitian Wulansari et al. (2019) dimana
komposisi terbesar sampah makanan oleh konsumen adalah nasi.
Jumlah komposisi sampah makanan terbanyak kedua adalah sayuran
sebesar 16%. Menurut Raharto et al. (2008), sayur masih dianggap konsumsi
sehari-hari yang umumnya hanya sebagai pelengkap makanan pokok (nasi atau
lainnya). Konsumen usia remaja memiliki kecenderungan menyisakan sayuran
pada piring mereka. Mayoritas dari mereka mengemukakan bahwa sayuran tidak
memiliki rasa yang enak sehingga tidak habis dimakan. Padahal sayuran kaya
akan gizi dan manfaatnya terhadap pertumbuhan. Pada konsumen dewasa juga
didapati beberapa dari mereka menyisakan sayuran karena mereka berpendapat
bahwa terdapat sayuran tertentu yang justru tidak baik untuk kesehatan. Diana et
al. (2018) menyatakan bahwa beberapa sayuran diyakini memiliki efek tidak baik
atau bahkan bisa membahayakan jika dikonsumsi ibu hamil seperti kangkung dan
kol.
Jumlah sampah makanan jenis ayam dan ikan masing-masing sebesar 13%
dan 3% dari total sampah makanan. Ayam dan ikan adalah jenis makanan yang
dapat dipanaskan kembali. Konsumen mengaku apabila terdapat sisa makanan
ayam atau ikan, tidak jarang dibawa pulang untuk dimasak kembali atau diberikan
kepada hewan peliharaan. Pada penelitian untuk jenis makanan daging dari
seluruh rumah makan tidak ditemukan adanya sisa makanan. Hal ini diduga
karena adanya perbedaan perlakuan oleh konsumen terhadap jenis makanan
27

daging. Harga daging yang lebih tinggi dibandingkan makanan lain membuat
konsumen enggan untuk menyisakan daging.
Pada saat wawancara dengan konsumen lainnya, beberapa dari mereka
mengatakan bahwa kebiasaan menyisakan makanan adalah perilaku yang sangat
dilarang dan bertentangan dengan ajaran agama mereka. Filimonau (2022)
berpendapat bahwa derajat keagamaan mempengaruhi nilai-nilai dan penalaran
seseorang sehingga diasumsikan bahwa pemikiran keagamaan berkenaan dengan
tren food waste. Selain kepercayaan, budaya diduga juga mempengaruhi pola
konsumsi seseorang seperti yang diutarakan oleh Sediaoetama (1999) dalam Intan
(2018) bahwa pada dasarnya pola makan suatu masyarakat berkaitan erat dengan
konsep budaya yang banyak dipengaruhi oleh unsur sosial budaya yang berlaku
dalam kelompok masyarakat tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa agama dan
budaya yang dianut dapat mempengaruhi konsumsi seseorang.

5.2 Estimasi Kerugian Ekonomi dari Food Waste Konsumen Rumah


Makan
5.2.1 Nilai Kerugiaan Ekonomi Berdasarkan Harga Mentah Bahan Makanan
Estimasi nilai kerugian ekonomi sampah makanan berdasarkan harga
mentah dihitung dengan menggunakan pendekatan harga pasar dari bahan mentah
makanan. Harga yang digunakan dalam perhitungan adalah harga bahan makanan
yang berlaku di pasar pada saat periode pengambilan data. Lokasi belanja pihak
rumah makan berbeda-beda sehingga untuk mempermudah dalam perhitungan
digunakan satu harga, yaitu harga pasar yang dikeluarkan oleh PD Pakuan Jaya
Kota Bogor dengan asumsi harga yang berlaku di Kota dan Kabupaten Bogor
tidak berbeda. Asumsi tersebut didukung oleh laporan kajian kebijakan harga
pangan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan (2015) yang
menyatakan bahwa perbedaan harga dapat terjadi antar wilayah (provinsi) di
Indonesia dan tidak boleh lebih dari 2,5%. Cara perhitungan nilai kerugian food
waste berdasarkan harga mentah bahan makanan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Perhitungan nilai kerugian ekonomi food waste konsumen berdasarkan


harga mentah bahan makanan
Berat Berat
Faktor mentah Harga Nilai kerugian ekonomi
food waste
Komponen (kg/rm/hari) konversi (kg/rm/hari) (Rp/kg) (Rp/tahun)
(a) (b) (c=axb) (d) (c x d x e x 365)
RM Kecil
Nasi Kering 0,8502 0,4 0,3401 10.000 31.032.300,00
Nasi Basah 2,7222 0,347 0,9446 10.000 86.195.060,25
Bayam 0,3224 1,1 0,3546 15.000 48.541.350,00
Sawi 0,0684 1 0,0684 7.000 4.369.050,00
Buncis 0,0410 1 0,0410 10.000 3.741.250,00
Daun Singkong 0,5920 1,5 0,8880 15.000 121.545.000,00
Ayam Kuah Gulai 0,1454 1,4 0,2036 32.000 59.439.520,00
Ayam Bakar 0,8312 1,2 0,9974 32.000 291.252.480,00
Tongkol 0,2994 1,4 0,4192 28.000 107.095.380,00
Jumlah 5,8722 4,2569 753.211.390,30
RM Menengah
Nasi Basah 3,8912 0,347 1,3502 10.000 123.209.984,00
Nasi Basah Santan 0,4202 0,347 0,1458 10.000 13.305.107,75
Kangkung 0,5124 0,8 0,4099 10.000 37.405.200,00
28

Berat Berat
Faktor mentah Harga Nilai kerugian ekonomi
food waste
Komponen (kg/rm/hari) konversi (kg/rm/hari) (Rp/kg) (Rp/tahun)
(a) (b) (c=axb) (d) (c x d x e x 365)
Bayam 0,0271 1,1 0,0298 15.000 4.080.243,75
Wortel 0,0210 1,1 0,0231 10.000 2.107.875,00
Kol 0,0182 0,6 0,0109 8.000 797.160,00
Daun Singkong 0,6802 0,8 0,5442 15.000 74.481.900,00
Selada 0,0132 0,7 0,1320 20.000 24.090.000,00
Timun 0,1671 1,1 1,6710 10.000 152.478.750,00
Kemangi 0,0980 1 0,0980 6.000 5.365.500,00
Ayam Goreng 0,4950 1,2 0,5940 32.000 173.448.000,00
Ayam Bakar 0,4160 1,2 0,4992 32.000 145.766.400,00
Lele 0,0942 2,4 0,2261 30.000 61.889.400,00
Tongkol 0,1018 1,4 0,1425 28.000 36.413.860,00
Jumlah 6,9556 5,8768 854.839.380,50
RM Besar
Nasi Kering 0,1223 0,4 0,0489 10.000 1.607.022,00
Nasi Basah 2,4813 0,347 0,8610 10.000 28.284.214,64
Kangkung 0,1000 0,8 0,0800 10.000 2.628.000,00
Wortel 0,0510 1,1 0,0561 10.000 1.842.885,00
Ayam Goreng 0,2010 1,2 0,2412 32.000 25.354.944,00
Ayam Bakar 0,1210 1,2 0,1452 32.000 15.263.424,00
Lele 0,0279 2,4 0,0668 30.000 6.587.082,00
Nila 0,0279 1,5 0,0418 28.000 3842.464,50
Gurame 0,0603 1,5 0,0905 28.000 8.319.591,00
Jumlah 3,1926 1,6315 93.729.627,14
Total 1.701.780.398,00
Keterangan: b : Faktor konversi menggunakan FDMM (Kemenkes RI 2014)
d : Harga berdasarkan PD Pasar Pakuan Jaya Bogor tahun 2019
e : Populasi rumah makan kecil 25; sedang 25; besar 9

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui nilai kehilangan masing-masing


komponen sampah makanan yang dihasilkan oleh rumah makan berdasarkan
skalanya. Nilai kerugian ekonomi oleh sampah makanan pada rumah makan skala
kecil berjumlah sebesar Rp753.211.390,30/tahun, pada rumah makan menengah
sebesar Rp854.839.380,50/tahun, sedangkan rumah makan besar sebesar
Rp93.729.627,14/tahun sehingga total keseluruhan nilai kerugian ekonomi
sampah makanan dari sisi konsumen rumah makan di Kecamatan Dramaga
sebesar Rp1.701.780.398,00/tahun. Rumah makan besar memiliki nilai kerugian
terendah dibandingkan dengan rumah makan kecil dan menengah. Hal ini
disebabkan karena selain sebagian besar pengunjung rumah makan besar memiliki
kebiasaan makanan yang baik, pengelolaan makanan di rumah makan besar
menggunakan sistem manajemen yang lebih baik dan teknologi yang canggih
(Fachrunnisa 2020) sehingga makanan yang dihidangkan kepada konsumen
kualitasnya lebih baik.

5.2.2 Nilai Kerugian Ekonomi Berdasarkan Harga Jual Produk dan Biaya
Produksi
Perhitungan nilai kerugian pada saat kondisi mentah belum mancakup
nilai kerugian secara keseluruhan dari biaya input produksinya (Fachrunnisa
2020). Terdapat komponen lain yang dihilangkan seperti biaya tambahan pada
saat memasak makanan, biaya tenaga kerja, dan biaya lain-lainnya. Oleh karena
29

itu, diperlukan mengestimasi nilai kerugian berdasarkan harga jual makanan dan
biaya produksi dari sisa makanan. Nilai kerugian ekonomi berdasarkan harga jual
makanan dihitung dengan mengalikan berat sisa makanan yang disesuaikan
dengan komposisinya dengan harga rata-rata makanan per porsi yang berlaku pada
rumah makan sampel penelitian ini. Hasil perhitungan nilai kerugian berdasarkan
harga jual makanan ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6 Perhitungan nilai kerugian ekonomi food waste konsumen berdasarkan
harga jual makanan dan biaya produksi
Harga
Berat Berat Nilai kerugian Nilai kerugian
rata- rata
Komponen makanan food waste ekonomi ekonomi
per porsi
(kg/porsi) (kg/rm/hari) (Rp/rm/hari) (Rp/tahun)
(Rp/kg)
(a) (b) (d=b/a x c) (d x e x 365)
(c)
RM Kecil
Nasi (kering dan basah) 0,143 3,5724 3.720 92.932,36 848.007.818,18
Bayam 0,052 0,3224 4.000 24.800,00 226.300.000,00
Sawi 0,053 0,0684 2.000 2.581,13 23.552.830,19
Buncis 0,045 0,041 3.500 3.188,89 29.098.611,11
Daun Singkong 0,045 0,592 7.350 96.693,33 882.326.666,67
Ayam Kuah Gulai 0,096 0,1454 12.500 18.932,29 172.757.161,46
Ayam Bakar 0,095 0,8312 12.500 109.368,42 997.986.842,11
Tongkol 0,045 0,2994 10.000 66.533,33 607.116.666,67
Jumlah 5,8722 415.030 3.787.146.596,38
RM Menengah
Nasi basah 0,222 4,3114 4.000 77.682,88 708.856.280,00
Kangkung 0,068 0,5124 10.000 75.352,94 687.595.588,24
Bayam 0,06 0,0271 10.000 4.516,67 41.214.583,33
Wortel 0,045 0,021 5.000 2.333,33 21.291.666,67
Kol 0,045 0,0182 5.000 2.022,22 18.452.777,78
Daun Singkong 0,053 0,6802 5.000 64.169,81 585.549.528,30
Selada 0,018 0,0132 5.000 3.666,67 33.458.333,33
Timun 0,02 0,1671 2.000 16.710,00 152.478.750,00
Kemangi 0,018 0,098 2.000 10.888,89 99.361.111,11
Ayam Goreng 0,112 0,495 22.550 99.662,95 909.424.386,16
Ayam Bakar 0,112 0,416 22.550 83.757,14 764.283.928,57
Lele 0,213 0,0942 25.000 11.056,34 100.889.084,51
Tongkol 0,103 0,1018 25.000 24.708,74 225.467.233,01
Jumlah 6,9556 476.528,58 4.348.323.277,31
RM Besar
Nasi (kering dan basah) 0,25 2,6036 7.000 72.900,80 239.479.128,00
Kangkung 0,21 0,1 15.000 7.142,86 23.464.285,71
Wortel 0,045 0,051 15.000 17.000,00 55.845.000,00
Ayam Goreng 0,215 0,201 25.000 23.372,09 76.777.325,58
Ayam Bakar 0,215 0,121 25.000 14.069,77 46.219.186,05
Lele 0,213 0,0279 20.000 2.619,72 8.605.774,64
Nila 0,38 0,0279 35.000 2.569,74 8.441.585,52
Gurame 0,4 0,0603 55.000 8.291,25 27.236.756,25
Jumlah 3,1926 147.966,22 486.069.041,80
Total 1.039.525 8.621.538.915,46
Total kerugian dikurangi laba 6.897.231.132,37
Keterangan: e : Populasi rumah makan kecil 25; sedang 25; besar 9
30

Tabel 6 menunjukkan bahwa estimasi nilai kerugian ekonomi berdasarkan


harga jual diperoleh sebesar Rp8.621.538.915,46/tahun. Angka ini jauh lebih
besar bila dibandingkan dengan nilai kerugian berdasarkan bahan mentah. Apabila
dilihat berdasarkan skala usahanya, rumah makan kecil diestimasi mengalami
kerugian sebesar Rp3.787.146.596,38/tahun, rumah makan menengah mengalami
kerugian sebesar Rp4.348.323.277,31/tahun, dan rumah makan besar sebesar
Rp486.069.041,80/tahun. Untuk kerugian ekonomi menggunakan pendekatan
biaya produksi dihitung dengan menghilangkan laba produsen sebesar 20% dari
nilai kerugian berdasarkan harga jual makanan. Nilai kerugian berdasarkan biaya
produksi keseluruhan rumah makan diperoleh sebesar Rp6.897.231.132,37/tahun.
Perbandingan nilai kerugian berdasarkan tiga pendekatan dapat dilihat Gambar 11.
10,000,000,000
9,000,000,000
Nilai kerugian (Rp/th)

8,000,000,000
7,000,000,000
6,000,000,000
5,000,000,000
4,000,000,000
3,000,000,000
2,000,000,000
1,000,000,000
0
Harga bahan Harga jual makanan Biaya produksi
mentah
Pendekatan

Gambar 11 Kerugian ekonomi berdasarkan harga mentah, harga jual dan biaya
produksi
Berdasarkan perbandingan nilai kerugian ekonomi yang diperoleh dari harga
mentah dan harga matang makanan mengindikasikan adanya pemborosan
sumberdaya yang dimanfaatkan untuk memproduksi makanan akibat perilaku
konsumen menyisakan makanan. Selain sumberdaya, biaya produksi yang
digunakan untuk menghasilkan suatu makanan juga terbuang sia-sia menjadi
sampah makanan sehingga menyisakan makanan menyebabkan adanya kerugian,
baik kerugian ekonomi maupun kerugian sumberdaya.
Pada prinsip circular economy, sumber daya dianggap sebagai hal yang
langka dan sangat berharga sehingga produsen akan menggunakannya seoptimal
mungkin untuk menjaga ketersediaan dan nilai dari sumberdaya (Rutqvist 2015).
Hal ini perlu menjadi pertimbangan bagi konsumen agar lebih menaruh kepedulian
terhadap lingkungan dalam hal ini sumberdaya yang dimiliki sehingga dapat
berperan dalam meminimalisir terjadinya sisa makanan.

5.3 Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Menyisakan


Makanan
Pada penelitian ini untuk melihat pengaruh faktor-faktor yang mendorong
kebiasaan konsumen menyisakan makanan dilakukan menggunakan analisis regresi
linear berganda. Faktor-faktor terdiri dari umur konsumen, jenis kelamin,
pendidikan, pendapatan, frekuensi makan di rumah makan, waktu makan, perilaku
31

konsumen, preferensi konsumen, dan persepsi konsumen. Variabel dependen pada


penelitian ini adalah kebiasaan konsumen menyisakan makanan yang terdiri dari
tiga kriteria, yaitu tidak pernah menyisakan makanan, kadang-kadang menyisakan
makanan dan sering menyisakan makanan. Alat yang digunakan peneliti untuk
membantu analisis adalah Microsoft Excel 2007 dan SPSS Statistic 23.
Uji F dilakukan bertujuan untuk mengetahui model yang digunakan sudah
cukup baik atau tidak dengan melihat variabel- variabel yang ada secara bersamaan
berpengaruh nyata terhadap kebiasaan konsumen menyisakan makanan. Variabel
dapat berpengaruh signifikan apabila F hitung > F tabel. Nilai F hitung (F statistik)
pada hasil penelitian yaitu sebesar 14,866 sedangkan nilai untuk F tabel harus
ditentukan terlebih dahulu melalui derajat bebas (df). Nilai df untuk pembilang
didapatkan sebesar 9 dan df untuk penyebut sebesar 121 sehingga didapatkan nilai
F tabel sebesar 1,96. Hal ini menunjukan bahwa nilai F hitung > F tabel yang artinya
tolak Ho. Variabel bebas secara bersama-sama, yaitu umur konsumen, jenis
kelamin, pendidikan, pendapatan, frekuensi makan di rumah makan, waktu makan,
perilaku konsumen, preferensi konsumen, dan persepsi konsumen dalam model
berpengaruh nyata terhadap variabel terikat yaitu kebiasaan konsumen menyisakan
makanan.
Nilai koefisien determinasi (R-Square) dari fungsi dugaan sebesar 52,70%.
Hal ini menunjukkan bahwa variabel independen yang dimasukkan dalam model
mampu menjelaskan perilaku (keragaman) variabel dependen sebesar 52,70%. dan
sisanya sebesar 47,30% dipengaruhi oleh variabel lain di luar faktor-faktor yang
diteliti di dalam penelitian. Variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap
kebiasaan konsumen rumah makan di Kecamatan Dramaga dalam menyisakan
makanan adalah frekuensi makan di rumah makan, perilaku konsumen dan
preferensi konsumen yang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil analisis regresi faktor yang berpengaruh terhadap kebiasaan


konsumen rumah makan di Kecamatan Dramaga dalam menyisakan
makanan
Variabel Koef Regresi T Sig.
Constant 4.574 1.336 0.175
Umur 0.221 0.762 0.447
Jenis Kelamin -0.254 -0.564 0.574
Pendidikan -0.049 -0.172 0.864
Pendapatan 0.421 1.381 0.170
Frekuensi makan di rumah makan 1.134 2.911 0.004*
Waktu Makan 0.422 0.814 0.417
Perilaku -0.334 -6.608 0.000*
Preferensi 0.320 2.163 0.033*
Persepsi -0.008 -0.090 0.929
R2 = 52,70%.
F statistic = 14,866
Keterangan: *Signifikan pada 5%

Uji estimasi model yang selanjutnya dilakukan yaitu uji asumsi klasik. Uji
asumsi klasik merupakan persyaratan statistik yang harus dipenuhi pada analisis
regresi linier berganda yang berbasis ordinary least square (OLS). Uji yang
dilakukan pada penelitian ini diantaranya, uji multikolinearitas, uji
heterokedastisitas dan uji normalitas.
32

Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat tiga variabel bebas yang


berpengaruh terhadap kebiasaan konsumen rumah makan di Kecamatan Dramaga
dalam menyisakan makanan. Ketiga variabel yang berpengaruh, yaitu frekuensi
makan di rumah makan, perilaku konsumen dan preferensi konsumen. Sedangkan
variabel umur konsumen, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, waktu makan, dan
persepsi konsumen tidak berpengaruh signifikan terhadap kebiasaan konsumen
menyisakan makanan. Pada penelitian ini, uji t dilakukan dengan tujuan untuk
melihat apakah variabel bebas secara parsial berpengaruh baik secara positif
maupun negatif terhadap kebiasaan konsumen rumah makan di Kecamatan
Dramaga dalam menyisakan makanan. Uji t di dalam persamaan model bertujuan
untuk mengetahui masing- masing variabel independen yang secara individu
berpengaruh nyata terhadap kebiasaan konsumen rumah makan di Kecamatan
Dramaga dalam menyisakan makanan. Berikut variabel - variabel yang
berpengaruh signifikan terhadap kebiasaan konsumen menyisakan makanan:
1. Variabel frekuensi makan di rumah makan
Variabel frekuensi makan di rumah makan memiliki koefisien regresi sebesar
1.134 dengan tingkat signifikan sebesar 0,004 lebih kecil dari taraf nyata yang
digunakan sebesar 5%. Hasil ini dapat diartikan bahwa frekuensi makan di rumah
makan berpengaruh positif secara nyata terhadap kebiasaan konsumen rumah
makan di Kecamatan Dramaga dalam menyisakan makanan di rumah makan.
Adanya fenomena eating out yang mendorong seseorang rutin mengunjungi rumah
makan dan makan di rumah makan akan memicu timbulnya sampah makanan
melalui kebiasaan sering menyisakan makanan. Talwar et al. (2020) menyatakan
bahwa kebiasaan makan seseorang apabila makan di rumah dengan ketika makan
di luar rumah dapat berbeda. Hasil studi oleh Talwar et al. (2020) menyatakan
bahwa makan di luar rumah bersama keluarga atau teman sering kali berujung pada
perilaku over – ordering dan perilaku ini tidak diiringi dengan kesediaan
membungkus sisa makanan. Sebagai mana dapat dilihat pada Gambar 8 bahwa
sebagian besar konsumen rumah makan di Kecamatan Dramaga lebih memilih
membiarkan dari pada membungkus sisa makanan.
2. Variabel preferensi
Variabel preferensi memiliki koefisien regresi sebesar 0,320 dengan tingkat
signifikan sebesar 0,033 lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan sebesar 5%.
Hasil ini menunjukkan bahwa preferensi konsumen berpengaruh positif secara
nyata terhadap kebiasaan konsumen rumah makan di Kecamatan Dramaga dalam
menyisakan makanan. Pengaruh preferensi konsumen terhadap kebiasaan
menyisakan makanan dapat dijelaskan dengan semakin seorang konsumen tidak
mengutamakan sikap pro lingkungan, semakin besar potensinya menyisakan
makanan.
Data dari kuesioner preferensi keseluruhan konsumen didapatkan bahwa 73%
konsumen memilih untuk membiarkan sisa makanan dari pada membungkusnya.
Konsumen beranggapan bahwa membungkus sisa makanan akan membuat mereka
mengeluarkan effort lebih dari pada membiarkan sisa makanan sehingga sisa
makanan tersebut berujung menjadi sampah makanan. Secara teori hal ini dapat
berkaitan dengan TPB oleh Ajzen (1991) dimana seseorang memiliki niat untuk
melakukan kebiasaan tertentu apabila mereka beranggapan bahwa perilaku tersebut
mudah untuk ditunjukkan atau dilakukan. Selain itu, tidak adanya beban atau
33

desakan yang diberikan apabila menyisakan makanan juga dapat memicu niat
konsumen untuk membiarkan sisa makanan begitu saja.
3. Variabel perilaku
Variabel perilaku konsumen memiliki koefisien regresi sebesar -0,334 dengan
tingkat signifikan sebesar 0,000 yang lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan
sebesar 5%. Hasil ini menunjukkan bahwa perilaku konsumen berpengaruh negatif
secara nyata terhadap kebiasaan konsumen rumah makan di Kecamatan Dramaga
dalam menyisakan makanan di rumah makan. Perilaku yang dimaksud diantaranya:
mempertimbangkan porsi makanan, mempertimbangkan tempat makan, dan
meminta kepada pihak rumah makan untuk tidak menggunakan bahan makanan
yang tidak disukai. Dengan demikian dapat diartikan bahwa konsumen yang selalu
menerapkan perilaku tersebut, sangat kecil potensinya menyisakan makanan. Hasil
ini sejalan dengan penelitian Russell et al. (2017) dan Roidah (2018) dimana
seseorang yang memiliki perilaku – perilaku yang dapat mencegah potensi
terjadinya sampah makanan mempengaruhi kebiasaan seseorang tersebut dalam
menyisakan makanan.
Adapun berdasarkan hasil analisis, terdapat enam variabel yang tidak
berpengaruh signifikan. Variabel – variabel yang tidak signifikan adalah variable
umur konsumen, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, waktu makan, dan
persepsi konsumen. Keenam variabel tersebut memiliki koefisien regresi yang lebih
besar dari taraf nyata yang digunakan, yaitu sebesar 5%. Berdasarkan hasil yang
didapat menunjukkan bahwa variabel-variabel tersebut tidak berpengaruh secara
nyata terhadap kebiasaan konsumen menyisakan makanan pada penelitian ini. Hasil
ini sejalan dengan penelitian Tanto et al. (2019) dan Chuah dan Singh (2020)
dimana umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan tidak berpengaruh signifikan
terhadap kebiasaan menyisakan makanan. Hal ini merefleksikan bahwa kebiasaan
menyisakan makanan pada seseorang secara garis umum lebih didasari oleh
kesadaran konsumen terhadap permasalahan food waste itu sendiri. Pernyataan ini
didukung oleh penelitian Principato et al. (2015) bahwa semakin besar kesadaran
konsumen terhadap permasalahan food waste, perubahan perilaku responden akan
lebih positif dalam menanggapi serta menerapkan sikap anti food waste dalam
konteks ini mengurangi terjadinya sisa makanan yang berpotensi menjadi timbulan
sampah makanan.

5.4 Strategi Mengurangi Food Waste Konsumen Rumah Makan


Alternatif strategi yang tepat dalam pemanfaatan sisa makanan di Kecamatan
Dramaga diperlukan untuk dapat mengurangi sampah makanan dari konsumen
rumah makan yaitu dengan menentukan strategi yang menjadi prioritas. Penentuan
strategi prioritas dilakukan dengan menggunakan metode Weighted Sum Model
(WSM). Sejumlah responden atau key persons dipilih untuk metode WSM pada
penelitian ini. Key persons pada penelitian ini dibagi menjadi dua (Sugiyono 2018):
a. Key persons yang merupakan ahli yang sangat memahami dan dapat
memberikan penjelasan berbagai hal berkaitan dengan sampah makanan dan
penanganan sampah dan tidak dibatasi dengan wilayah tempat tinggal. Dalam
penelitian ini merupakan tokoh masyarakat, pengelola sampah, anggota non-
government organization berjumlah lima orang diantaranya: Kepala Bappeda
Kota Pekanbaru, Kasubbid Pengurangan dan Pemanfaatan Sampah DLHK
Kota Pekanbaru, Pengelola Bank Sampah “Hijau Lestari”, Pengelola Sampah
34

Rumah Tangga “Sumber Maju Lestari” Kelurahan Tanjung Rhu, Kota


Pekanbaru, dan Anggota Komunitas Surplus Zero Food Waste Indonesia.
b. Key persons yang ditemukan di lokasi penelitian, yakni pengelola rumah
makan dan konsumen rumah makan pada sampel penelitian ini berjumlah
enam orang yang terdiri dari 3 pengelola rumah makan dan 3 konsumen
rumah makan. Responden diasumsikan dapat memberi informasi dan
penjelasan terkait masalah yang diteliti.
Upaya mengurangi food waste dari sisi konsumen dapat dilakukan melalui
beberapa alternatif strategi yaitu upaya pencegahan, upaya pemulihan, dan upaya
mendaur ulang. Seperti diuraikan sebelumya, pemilihan upaya berpedoman pada
konsep Food Recovery Hierarchy oleh USEPA (2015) dan ReFed (2018). Upaya
pencegahan merupakan upaya yang dilakukan untuk menekan terjadinya konsumen
menyisakan makanan. Sedangkan upaya pemulihan dan daur ulang dilakukan pada
saat sudah terjadinya sisa makanan oleh konsumen. Dari hasil diskusi dengan
responden diperoleh 11 alternatif yang terdiri dari lima alternatif strategi upaya
pencegahan, dua upaya pemulihan dan empat upaya daur ulang. Alternatif upaya
pengurangan food waste konsumen rumah makan di rumah makan Kecamatan
Dramaga secara rinci dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Alternatif upaya pengurangan food waste konsumen rumah makan


No. Strategi Alternatif
Menyediakan tester dan pilihan porsi makanan (porsi
penuh/setengah) oleh pengelola rumah makan
Memberlakukan kebijakan denda bagi pengunjung rumah
makan yang menyisakan makanan
1. Upaya pencegahan Pengelola rumah makan mengubah ukuran piring pengunjung
dengan yang lebih kecil
Pemasangan spanduk di rumah makan berupa informasi dan
contoh nyata dampak timbulan sampah makanan
Kampanye anti food waste melalui media sosial
Kerjasama pemerintah daerah dengan lembaga yang mumpuni
untuk dibuat kegiatan rutin memilah sisa makanan pengunjung
2. Upaya pemulihan Pengelola rumah makan dan komunitas pecinta binatang
menyediakan tempat sampah khusus sisa makanan daging,
ayam dan ikan untuk diberikan pada hewan peliharaan dan non
peliharaan
Edukasi menarik tentang cara mudah mengolah sisa makanan
melalui media sosial oleh lembaga terkait
Menyebarkan brosur berisi informasi resep masakan dari sisa
makanan yang masih layak ke pengunjung rumah makan
3. Upaya daur ulang Penyediaan alat perlengkapan pengolahan sisa makanan
konsumen menjadi pupuk atau pakan ternak di rumah makan
dan di lokasi yang mudah dijangkau oleh konsumen
Pengembangan teknologi mesin pengelola sampah makanan
menjadi biogas di daerah yang terdapat banyak rumah makan

Selanjutnya didapatkan penilaian bobot kriteria (diisi sesuai dengan asumsi


atau pertimbangan key persons) sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 9. Bobot
yang digunakan berkisar 0,1 – 0,3, yang artinya semakin kecil angka diartikan
semakin tidak penting sedangkan semakin besar angka diartikan semakin penting.
35

Tabel 9 Nilai Bobot Kriteria


No. Kriteria Keterangan Bobot Kriteria
1. A Tingkat kemudahan 0,3
2. B Efektifitas 0,2
3. C Modal 0,3
4. D Biaya 0,1
5. E Keuntungan 0,1

Langkah selanjutnya ialah menghitung perangkingan strategi dengan


menggunakan rumus WSM. Seluruh alternatif dikalikan dengan nilai bobot kriteria
yang telah ditentukan sehingga akan didapatkan peringkat startegi yang menjadi
prioritas untuk diterapkan sebagai upaya pengurangan sampah makanan konsumen
rumah makan di Kecamatan Dramaga. Hasil penentuan upaya dalam mengurangi
sampah makanan konsumen dapat dilihat pada Tabel 10.
36

Tabel 10 Nilai Alternatif dan skala prioritas upaya mengurangi food waste
konsumen rumah makan
Rata-rata
Nilai
Kriteria*) nilai Peringkat
alternatif
No. Alternatif strategi alternatif
A B C D E

1. Upaya pencegahan
a. Menyediakan tester dan pilihan
porsi makanan oleh pengelola 4 5 4 4 5 4,3
rumah makan
b. Memberlakukan kebijakan denda
bagi pengunjung rumah makan 4 5 5 5 5 5
yang menyisakan makanan
c. Mengubah ukuran piring
pengunjung dengan yang lebih 3 4 3 3 3 3,2 4,24 1
kecil
d. Pemasangan spanduk berupa
informasi dan contoh nyata
5 4 4 4 5 4,4
dampak timbulan food waste di
rumah makan
e. Kampanye anti food waste melalui
5 4 4 3 4 4,2
media sosial
2. Upaya pemulihan
a. Kerjasama pemda dengan lembaga
mumpuni untuk dibuat kegiatan
4 5 3 3 5 3,9
rutin memilah sisa makanan
pengunjung
b. Pengelola rumah makan dan
komunitas pecinta binatang 4,10 2
menyediakan tempat sampah
khusus sisa makanan daging, 5 4 4 4 4 4,3
ayam dan ikan untuk diberikan
pada hewan peliharaan dan non
peliharaan
3. Upaya daur ulang
a. Edukasi menarik tentang cara
mudah mengolah sisa makanan
3 3 3 3 3 3
melalui media sosial oleh lembaga
terkait
b. Menyebarkan brosur berisi
Informasi resep masakan dari sisa
5 3 4 3 3 3,9
makanan yang masih layak ke
pengunjung rumah makan
c. Penyediaan alat perlengkapan
3,20 3
pengolahan sisa makanan
konsumen menjadi pupuk atau
3 4 3 3 3 3,2
pakan ternak di rumah makan dan
di lokasi yang mudah dijangkau
oleh konsumen
d. Pengembangan teknologi mesin
pengelola sampah makanan
2 4 2 2 5 2,7
menjadi biogas di daerah yang
terdapat banyak rumah makan
Bobot Kriteria**) 0,3 0,2 0,3 0,1 0,1
*Keterangan: 1. Tidak penting, 2. Kurang penting, 3. Cukup penting, 4. Penting, 5. Sangat penting
**Keterangan: A. Tingkat kemudahan, B. Efektifitas, C. Modal, D. Biaya, E. Keuntungan
37

Tabel 10 menunjukkan strategi yang menjadi prioritas mengurangi food


waste konsumen rumah makan di Kecamatan Dramaga adalah upaya pencegahan
sisa makanan. Upaya pencengahan ini berupa menyediakan tester dan pilihan
porsi makanan (porsi penuh/setengah) oleh pengelola rumah makan,
memberlakukan kebijakan denda bagi pengunjung rumah makan yang menyisakan
makanan, pengelola rumah makan mengubah ukuran piring pengunjung dengan
yang lebih kecil, pemasangan spanduk di rumah makan berupa informasi dan
contoh nyata dampak timbulan sampah makanan, dan kampanye anti food waste
melalui media sosial.
Pada penerapannya upaya pencegahan mudah untuk diwujudkan dan tidak
membutuhkan modal yang besar. Upaya pencegahan berhubungan langsung
dengan perilaku konsumen dimana upaya ini dilakukan untuk menghambat
kebiasaan konsumen menyisakan makanan. Mayoritas responden berpendapat
bahwa upaya pencegahan adalah upaya terbaik untuk dilakukan karena mengurangi
food waste dari sumbernya akan efektif dan memberikan dampak paling besar. Hal
ini sejalan dengan yang dikemukakan USEPA (2015) bahwa mengurangi sampah
makanan dari sumbernya merupakan pilihan yang paling diutamakan karena
memberikan dampak paling besar bagi lingkungan, ekonomi, dan sosial.
Alternatif strategi yang kedua, yaitu upaya pemulihan. Upaya pemulihan
berupa kerjasama pemerintah daerah dengan lembaga yang mumpuni untuk dibuat
kegiatan rutin memilah sisa makanan pengunjung dan pengelola rumah makan dan
komunitas pecinta binatang menyediakan tempat sampah khusus sisa makanan
daging, ayam dan ikan untuk diberikan pada hewan peliharaan dan non peliharaan.
Upaya pemulihan berupa memilah sisa makanan untuk dijadikan pakan hewan
telah dilakukan secara mandiri oleh salah satu pengelola rumah makan besar
sedangkan untuk rumah makan menengah dan kecil hanya beberapa yang
melakukan upaya ini namun belum secara rutin. Kerjasama pemerintah dengan
lembaga khusus memungkinkan untuk dilakukan apabila pelaksanaannya dikontrol
secara teratur. Salah satu komunitas Indonesia yang memfasilitasi pengelola rumah
makan (produsen) dan rumah tangga (konsumen) untuk mendonasikan food waste
adalah Surplus Indonesia. Donasi food waste oleh komunitas ini didukung dengan
aplikasi yang dapat diunduh siapa saja dengan mudah. Pemerintah setempat,
pengelola rumah makan dan konsumen rumah makan di Kecamatan Dramaga dapat
bekerja sama atau menjadi rekanan komunitas ini ataupun komunitas yang serupa
dalam upaya mengurangi food waste.
Alternatif strategi yang ketiga, yaitu upaya daur ulang. Upaya daur ulang
berupa edukasi menarik tentang cara mudah mengolah sisa makanan melalui media
sosial oleh lembaga terkait, menyebarkan brosur berisi informasi resep masakan
dari sisa makanan yang masih layak ke pengunjung rumah makan, penyediaan alat
perlengkapan pengolahan sisa makanan konsumen menjadi pupuk atau pakan
ternak di rumah makan dan di lokasi yang mudah dijangkau oleh konsumen, dan
pengembangan teknologi mesin pengelola sampah makanan menjadi biogas di
daerah yang terdapat banyak rumah makan. Edukasi pengolahan sisa makanan
melalui media sosial memungkinkan untuk dilakukan dan penyebaran
informasinya akan sangat cepat tersebar. Namun, pada saat proses wawancara
semua konsumen beranggapan bahwa melakukan pengolahan sisa makanan
memerlukan effort apabila dilakukan sendiri. Sedangkan pengembangan mesin
memakan biaya yang besar dan pengolahan sisa makanan sebagai bahan baku
38

untuk pengomposan kurang efektif di negara-negara berkembang karena


pemilahan potensi sampah makanan yang tidak tepat dan kerangka kerja
pengelolaan limbah makanan yang buruk yang menyebabkan kesulitan untuk
investasi dalam proyek pengomposan (Lim et al. 2016).

5.4.1 Rekomendasi Strategi Mengurangi Food Waste Konsumen Rumah Makan


di Kecamatan Dramaga
Berdasarkan hasil analisis sebelumnya, adapun upaya pengurangan food
waste dari sisi konsumen yang dapat diterapkan adalah upaya pencegahan.
Adapun strategi alternatif upaya pencegahan yang direkomendasikan bagi
konsumen rumah makan, pengelola rumah makan, pemerintah setempat maupun
lembaga adalah sebagai berikut:
1. Menyediakan tester dan pilihan porsi makanan oleh pengelola rumah makan
Maraknya fenomena eating out yang dipicu oleh kebutuhan dan tren ditengah
masyarakat Kecamatan Dramaga, menjadi salah satu faktor pendorong
meningkatnya frekuensi konsumen menyisakan makanan. Sebagian besar (54%)
konsumen rumah makan di Kecamatan Dramaga mengaku bahwa porsi makanan
berlebih yang dihidangkan oleh pihak rumah makan dapat mendorong konsumen
menyisakan makanan (Gambar 10). Penyediaan tester dan pilihan porsi adalah
upaya yang dapat mencegah terjadinya food waste oleh konsumen. Seluruh
responden setuju bahwa strategi ini efektif dan mampu mengurangi sisa makanan
konsumen apabila difasilitasi oleh rumah makan di Kecamatan Dramaga. Hal ini
didukung oleh pernyataan ReFed (2018) bahwa strategi pencegahan food waste
berupa pilihan porsi dan tester memiliki kelayakan yang tinggi untuk dilakukan
di rumah makan. Selanjutnya, ReFed merekomendasikan cara penerapan strategi
ini dimana pilihan porsi makanan dapat disediakan berupa satu porsi penuh dan
porsi setengah. Tentunya, konsumen harus diberitahu terlebih dahulu bahwa
mereka dapat memesan makanan sesuai pilihan porsi yang telah disediakan atau
pihak rumah makan secara langsung menyediakan pilihan porsi pada buku menu.
2. Memberlakukan kebijakan denda bagi pengunjung rumah makan yang
menyisakan makanan
Mengurangi food waste dari sisi konsumen adalah hal kompleks untuk
dilakukan karena berhubungan dengan kebiasaan individu. Berdasarkan teori
Polluter Pays Principle, pencemar diharuskan membayar untuk eksternalitas
yang disebabkan olehnya. Dalam konteks ini, konsumen yang menyisakan
makanan akan menimbulkan sampah makanan yang menyebabkan pencemaran
lingkungan dan akan berdampak bagi orang lain sehingga konsumen perlu
membayar denda sebagai gantinya. Seluruh responden setuju bahwa
diberlakukannya denda akan efektif menekan jumlah sampah makanan konsumen.
Hanya saja, untuk dapat menerapkan strategi ini dibutuhkan peran pengelola
rumah makan atau pemerintah setempat. Hal ini dapat menjadi kendala terkait
kesediaan pengelola rumah makan.
Pada proses diskusi dengan pengelola rumah makan, terdapat pengelola yang
berpendapat bahwa meskipun efektif mengurangi food waste, strategi ini dapat
mengundang kontra dari beberapa pengelola rumah makan di Kecamatan
Dramaga dikarenakan khawatir akan mempengaruhi jumlah pengunjung.
Berdasarkan penelitian Donelly et al. (2016), semakin tinggi denda yang
diberikan, maka semakin tinggi resiko mengalami kegagalan pembayaran dalam
39

artian pengelola rumah makan dapat kehilangan pelanggan. Namun, kebijakan


denda sangat berpotensi diterapkan apabila dilakukan survei terlebih dahulu
terhadap konsumen untuk mendapatkan besaran denda sebagai kesediaan
konsumen membayar.
Julianna (2020) pada penelitian food waste konsumen resto, membangun
skema implementasi denda berdasarkan nilai Willingness to Pay (WTP)
konsumen sebagai ukuran untuk menentukan besaran denda. Hasil penelitian
Irmajulianna (2020) menunjukkan bahwa skema denda yang sesuai untuk
diterapkan pada resto adalah Rp15.676,00 sampai Rp21.360,00 untuk setiap 100
gram sisa makanan konsumen dan berlaku kelipatannya. Skema ini dapat diadopsi
dan menjadi pertimbangan sebelum dilakukannya strategi pemberlakuan denda di
rumah makan di Kecamatan Dramaga.
3. Mengubah ukuran piring pengunjung dengan yang lebih kecil
Strategi lainnya yang dapat diterapkan sebagai upaya pencegahan food waste
konsumen adalah mengubah ukuran piring pengunjung menjadi lebih kecil.
Mayoritas responden menganggap bahwa strategi ini cukup penting dan akan
efektif untuk dilakukan terutama pada rumah makan dengan sistem penyajian
prasmanan. Reponden juga berpendapat bahwa ada faktor psikologis dimana
ukuran piring dapat mempengaruhi persepsi konsumen tentang seberapa banyak
makanan harus ada di piring mereka. Penelitian oleh Richardson et al. (2021)
membuktikan bahwa penggunaan piring ukuran kecil dapat mencegah konsumen
memilih lebih banyak makanan sehingga terjadi penurunan pada jumlah makanan
yang disisakan. Untuk merealisasikan strategi ini perlu dilakukan percobaan
terlebih dahulu sebelum pihak rumah makan secara permanen mengubah piring
pengunjung.
4. Pemasangan spanduk berupa informasi dan contoh nyata dampak timbulan
food waste di rumah makan
Seluruh responden setuju bahwa menyediakan informasi mengenai dampak
negatif food waste dapat menimbulkan kesadaran dan rasa bersalah pada
konsumen apabila menyisakan makanan. Penelitian oleh Attiq et al. (2021)
membuktikan bahwa rasa bersalah konsumen mempengaruhi niatnya mengurangi
sisa makanan. Responden juga beranggapan bahwa pemasangan spanduk berupa
informasi food waste dan dampaknya termasuk strategi yang cukup mudah untuk
dilakukan dan tidak diperlukan modal yang besar. Tentunya, untuk
merealisasikan strategi ini dibutuhkan peran pengelola rumah makan dan
dukungan dari pemerintah.
5. Kampanye anti food waste melalui media sosial
Media sosial merupakan salah satu bentuk dari kemajuan teknologi yang cukup
efektif dan fenomenal sebagai sarana untuk melakukan komunikasi melalui media
online (Rorimpandey 2016). Pada saat ini, hampir seluruh kalangan dapat
mengakses media sosial. Maka dari itu, dengan menyuarakan kampanye anti food
waste diharapkan dapat menumbuhkan kepedulian konsumen akan isu food waste.
Angkawijaya et al. (2015) melakukan penelitian mengenai kampanye food waste
melalui perancangan video teaser dan didapatkan hasil bahwa hampir semua
target perancangan tidak menyisakan makanan.
Berbagai kampanye lainnya telah dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi
niat konsumen menyisakan makanan. Penemuan penelitian oleh Graham-Rowe et
al. (2017) menjelaskan bahwa informasi dalam kampanye food waste terutama
40

yang dapat memunculkan rasa bersalah dapat menjadi salah satu usaha untuk
menggerakkan minat konsumen untuk tidak membuang sisa makanannya. Strategi
kampanye ini dapat dilakukan dengan adanya dukungan pemerintah atau lembaga
khusus yang bergerak dalam bidang ketahanan pangan atau lingkungan.
41

VI SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
1. Jumlah food waste dari sisi konsumen rumah makan di Kecamatan Dramaga
adalah sebesar 127.541,36 kg/tahun, dengan komposisi terbesar adalah nasi
sebesar 68%. Rumah makan yang menghasilkan sampah makanan terbanyak
adalah rumah makan menengah.
2. Nilai kerugian ekonomi sampah makanan berdasarkan harga mentah bahan
makanan Rp1.701.780.397/tahun; berdasarkan harga jual makanan
Rp8.621.538.915,46/tahun tujuh kali lebih besar dari harga mentah, dan
berdasarkan biaya produksi Rp6.897.231.132,37/tahun lima kali lebih besar
dari harga mentah makanan. Nilai kerugian ekonomi akibat sisa makanan
berdasarkan harga matang yang lebih tinggi menggambarkan inefisiensi dan
pemborosan sumberdaya.
3. Faktor – faktor pendorong yang mempengaruhi kebiasaan konsumen
menyisakan makanan adalah frekuensi makan di rumah makan, perilaku dan
preferensi konsumen, dimana konsumen yang selalu menerapkan suatu
perilaku untuk mencegah terjadinya sampah makanan, memang memiliki
potensi yang kecil untuk menyisakan makanan.
4. Strategi prioritas untuk meminimalisir sampah makanan dari sisi konsumen
rumah makan adalah upaya pencengahan dengan rincian: (1) penyediaan tester
dan pilihan porsi makanan; (2) pemberlakuan kebijakan denda; (3) mengubah
ukuran piring pengunjung; (4) pemasangan spanduk contoh nyata dampak
sampah makanan; (5) kampanye anti food waste melalui media sosial.

6.2 Saran
1. Diperlukan adanya sosialisasi kepada konsumen mengenai pentingnya
mengurangi sisa makanan serta dampak yang akan terjadi dari perilaku
menghasilkan sisa makanan.
2. Perlu adanya lembaga yang bergerak di bidang sisa makanan, baik program
donasi pangan maupun program pengolahan sampah organik yang berada di
lingkungan kawasan Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Dalam hal ini
perlu kajian lebih lanjut terkait mekanisme, tata kelola, dan payung hukum
untuk program meminimalisir sisa pangan tersebut.
3. Perlu adanya dukungan pemerintah terkait perancangan skema kebijakan
denda terhadap konsumen di rumah makan yang dapat diterapkan agar dapat
meminimalisir sisa makanan yang dihasilkan.
42

DAFTAR PUSTAKA

Ajzen I. 1991. The teori of planned behaviour. Organizational Behavior and Human
Decision Processes 50, 179-211.
Ajzen I. 2005. Attitudes, personality, and behavior (2nd ed.). Maidenhead, UK:
Open University Press.
Angkawijaya J, Hartanto DD, Muljosumarto C. 2015. Perancangan kampanye
sosial ”Bijak, Bagi, Bungkus (BIBABU)”. Jurnal DKV Adiwarna. Surabaya
(ID): Universitas Kristen Petra.
Anriany D, Martianto D. 2013. Estimasi sisa nasi konsumen di beberapa jenis
rumah makan di Kota Bogor. Jurnal Gizi dan Pangan. 8 (1): 33-38.
Attiq S, Chu AMY, Azam RI, Wong WK, Mumtaz S. 2021. Antecedents of
consumer food waste reduction behavior: psychological and financial
concerns through the lens of the theory of interpersonal behavior.
International Journal of Environmental Research and Public Health. 18(23).
doi: doi.org/10.3390/ijerph182312457.
[BCFN] Barilla Center for Food and Nutrtition. 2012. Food Waste: Causes, Impact,
and Proposals. Roma (IT): BCFN.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Jumlah Penduduk Miskin Indonesia Dalam
Angka. Jakarta (ID): BPS
[BPS] Badan Pusat Statistik Indonesia. Kabupaten Bogor dalam angka. Bogor [ID]:
BPS Kabupaten Bogor.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1994. Metode pengambilan dan pengukuran
contoh timbulan dan komposisi sampah perkotaan SNI 19-3964-1994. Jakarta
(ID): BSN.
Case KE, Fair RC. 2002. Prinsip-prinsip ekonomi mikro. Jakarta: Prehalindo, 2002.
ISBN 979-683-032-9.
Close A, Stewart G, Masotti M, Setti M, Vittuari M. 2019. A roadmap to reduce
food waste in Europe. doi: 10.18174/498970.
Chamdi AN. 2003. Kajian profil sosial ekonomi usaha kambing di kecamatan
Kradenan kabupaten Grobogan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. Bogor 29-30 September 2003. Bogor: Puslitbang
Peternakan Departemen Pertanian. hlm 312-317.
Chuah SC, Singh JSK. 2020. Food waste and disposal behaviour among university
student. Advences in Business Research International Journal. Vol 6(2): 166
– 176.
Diana R, Rachmayanti RD, Anwar F, Khomsan A, Christianti DF dan Kusuma R.
2018. Food taboos and suggestions among Madurese pregnant women: a
qualitative study. Journal of Ethnic Foods. 5(4):246-253.
Detik Food. 2014. Saat makan di restoran, harga makanan yang mahal terasa lebih
enak. [internet]. [diunduh 22 Februari 2022] Tersedia pada:
https://food.detik.com/info-kuliner/d-2572163/saat-makan-di-restoran-
harga-makanan-yang-mahal-terasa-lebih-enak.
Dewi RS, Murtisari A, Saleh Y. 2019. Dampak eksternalitas industri tahu terhadap
kehidupan masyarakat di Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo.
Agrinesia. Vol 3 hal 202-209. E-ISSN 2541-6847.
43

Donnelly N, Poynton S and Weatherburn D. 2016. Willingness to pay a fine. Crime


and Justice Bulletin. No.195. Sydney: NSW Bureau of Crime Statistics and
Research.
Erlina. 2013. Ingat Waktu Makan Yang Tepat dan Layak [internet]. [diunduh 2019
16 Nov]. Tersedia pada: http://www.kolomsehat.com/ingat-waktu- makan-
yang-tepat-dan-layak/#.
Fachrunnisa I. 2020. Estimasi nilai kehilangan dan upaya mengurangi potensi
sampah makanan dari sisi produsen. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Grasso AC, Olthof MR, Boeve AJ, Dooren JV, Lahteenmaki L, Brouwer IA. 2019.
Socio-demographic predictors of food waste behavior in Denmark and Spain.
MDPI. 11(12). doi: doi.org/10.3390/su11123244.
[EIU] Economist intelligent unit. 2016. Global Food Security Index. [internet].
Tersedia pada: https://foodsustainabilityindex.eiu.com/.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2011. Global food losses and food
waste-extent, causes and prevention. Roma (IT): FAO
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2013. Reducing the food wastage
footprint. Rome (IT): FAO.
[FAO] Food and Agriculture Organization of United Nations. 2019. SAVE FOOD:
Global Initiative on Food Loss and Waste Reduction. [diunduh 5 Oktober
2019]. http://www.fao.org/save-food/resources/keyfindings/en/.
Fauzi A. 2010. Ekonomi sumber daya alam dan lingkungan. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka.
Filimonau V, Gherbin A. 2017. An exploratory study of food waste management
practices in the uk grocery retail sector. Journal of Cleaner Production.
167:1184–1194. Finn SM. 2011. A Public-P.
Ghozali I. 2016. Aplikasi analisis multivariete. Semarang (ID): Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Graham-Rowe, E., Jessop, D.C., Sparks, P., 2014. Identifying motivations and
barriersto minimising household food waste. Resour. Conserv. Recycl. 84,
15–23.
Graham-Rowe, E., Jessop, D.C., Sparks, P., 2014. Predicting householf food waste
reduction to an extended theory of planned behavior. Resour. Conserv.
Recycl. 101, 194-202.
Goebel, C., Langen, N., Blumenthal, A., Teitscheid, P., Ritter, G., 2015. Cutting
food waste through cooperation along the food supply chain. Sustainability 7,
1429– 1445.
Julianna A. 2020. Estimasi nilai kehilangan food waste dan potensi implementasi
denda sisa makanan di rumah makan (studi kasus : Grand Garden Café &
Resto, Kebun Raya Bogor). [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Immnuel M, Hartopo R, Anantajaya S PD, Saroso T. 2013. Food Waste
Management: 3r Approach in Selected Family–Owned Restaurants. Journal of
Management Studi. Vol. 02, No. 01. ISSN # 2302-8122.
Ihsan MM. 2016. Strategi Pengembangan Usaha Rumah Makan Oemah Sambel,
Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Intan T. 2018. Fenomena tabu makanan pada perempuan Indonesia dalam
perspektif antropologi feminis. Palastren Jurnal Studi Gender. 11(2):233-258
44

Kasmir. 2010. Pengantar Manajemen Keuangan. Jakarta (ID): Kencana Prenada


Media Group.
[KEMENDAGRI] Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. 2015. Laporan
Akhir Kebijakan Harga Pangan. Jakarta (ID): Puska Dagri, BP2KP,
Kementerian Perdagangan.
[KEMENKES RI] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Pedoman
Konversi Berat Matang-Mentah, Berat Dapat Dimakan (BDD) dan Resep
Makanan Siap Saji dan Jajanan. Jakarta (ID): Kemenkes RI.
Kim W, Che C, Jeong C. 2022. Food waste reduction from customers’ plates:
applying the norm activation model in South Korea context. Vol 109 hal 11.
Legrand W, Sloan P, Chen JS. 2017. Sustainability in the Hospitality Industry:
Principles of Sustainable Operations. London (UK): Routledge.
Leunepun RG, Ahuluheluw N, Ukruw H. 2021. Determinan pencatatan akuntansi
UMKM (studi empiris pada UMKM di Kota Tiakur). Kupna Jurnal. Vol 2 No
1. E-ISSN: 2775-9822.
Lim WJ, Chin NL, Yusof AY, Yahya A, dan Tee TP. 2016. Food waste handling
in Malaysia and comparison with other Asian countries. International Food
Research Journal. 23: S1-S6.
Lipinski B, Hanson C, Lomax J, Kitinoja L, Waite R, Searchinger T. 2013.
Reducing food loss and waste working paper, Installment 2 of Creating a
Sustainable Food Future. Washington, DC: World Resources Institute.
Mandasari P. 2018. Quantifying and analysing food waste generated by Indonesian
undergraduate students. IOP Conference Series: Earth and Environmental
Science.
Marimin. 2004. Teknik Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta (ID):
Grasindo Muriantini, N.M, Sri
Neff RA, Spiker ML, Truant PL. 2015. Wasted food: U.S. consumers’ reported
awareness, attitudes, and behaviors. PLoS ONE, 10(6), 1–16.
Panjaitan, ADU, Novianti, N, Farisi M. 2021. Polluter Pays Principle terkait
pertanggungjawaban corporate PTTEP Australasia terhadap pencemaran
minyak di laut timur Indonesia. Uti Possidetis: Journal of International
Law, 2(2), 189-209. doi: doi.org/10.22437/up.v2i2.11839.
Parhusip F, Hartama D dan Nasution ZM. 2018. Penerapan metode WSM pada
faktor penyebab rendahnya minat mahasiswa dalam belajar bahasa Inggris.
KOMIK (Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komputer),
8(1):238-241.
Parfitt J, Barthel M, Macnaughton S. 2010. Food waste within food supply chains:
quantification and potential for change to 2050. Phil. Trans. R.Soc. 365:3065-
3081.
Papargyropoulou E, Wright N, Lozano R, Steinberger J, Padfield R, Ujang Z. 2016.
Conceptual framework for the study of food waste generation and prevention
in the hospitality sector. Waste Management. Tersedia pada:
http://dx.doi.org/10.1016/j.wasman.2016.01.017.
Pusfita R. 2015. Analisis Bauran Pemasaran Terhadap Kepuasan Konsumen Di
Restoran Kambing Bakar Cairo Bandung. [Skripsi]. Bandung, Indonesia:
Universitas Pendidikan Indonesia.
45

Principato L, Secondi L, Pratesi AC. (2015). Reducing food waste: an


investigation on the behavior of Italian youths. British Food Journal, 117(2),
731-748. doi:10.1108/BFJ-10-2013-0314.
Priyatno, Duwi. 2013. Analisis korelasi, Regresi, dan Multivariate dengan SPSS.
Yogyakarta: Gava Media.
Porter T, Webb M. The Role of the OECD in the Orchestration of Global
Knowledge Networks. Canada: Canadian Political Science Association.
Tersedia pada: https://cpsa-acsp.ca/papers-2007/Porter-Webb.pdf
Ramonda DA, Yudanari YG dan Chiriyah Z. 2019. Hubungan antara body image
dan jenis kelamin terhadap pola makan pada remaja. Jurnal Ilmu
Keperawatan Jiwa. 2 (2):109 – 114.
Raharto A, Noveria M dan Fitranita N. 2008. Konsumsi sayur dan buah
dimasyarakat dalam konteks pemenuhan gizi seimbang. Jurnal
Kependudukan Indonesia. 3(2):97-119.
Richardson R. Prescott MP. Ellison B. 2021. Impact of plate shape and size on
individual food waste in a university dining hall setting. Resources,
Conservation and Recycling. doi: 10.1016/j.resconrec.2020.105293.
Roidah A. 2018. Faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku rumah tangga
terhadap food waste. [Skripsi]. Malang, Indonesia: Universitas Brawijaya.
Rorimpandey AP, Kalangi JS. 2016. Perilaku komunikasi mahasiswa pengguna
sosial media path (studi pada mahasiswa ilmu komunikasi fisip Universitas
Sam Ratulangi). Acta Diurna. Vol 5(3).
Rusell SV, Young CV, Unsworth KL, Robinson C. 2017. Bringing habits and
emotion into food waste behaviour. Resources, Conversation and Recycling
125. Hal 107 – 114.
[SIPSN] Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional. 2018. Data Pengelolaan
Sampah: Komposisi Sampah [Internet]. [diunduh pada 2020 Januari 26]
Tersedia pada: sipsn.menlhk.go.id/?q=3a-komposis-sampah.
Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatig, dan R&D. Alfabeta:
Bandung
Sumarwan U. 2011. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam
Pemasaran. Bogor (ID): Ghalia Indonesia.
Soeharno. 2007. Ekonomi Manajerial. Yogyakarta (ID): ANDI.
Soekartawi. 2003. Prinsip Ekonomi Pertanian. Jakarta (ID): Rajawali Pr.
Soorani F, Ahmadvand M. 2019. Determinant of consumers’ food management
behaviour: applying extended theory of planned behaviour. Journal Waste
Management. Vol 98 hal 151-159. doi: 10.1016/j.wasman.2019.08.025.
ReFED] Rethink Food Waste Through Economics and Data. 2018. Food Waste
Investment Report. New York (US): ReFED
Rutqvist J, Lacy P. 2015. Waste to wealth the circullar economy advantage.
Palgrave Macmillan.
Tanto L, Fabrianne V, Siaputra H. 2019. Analisa plate waste yang dihasilkan oleh
mahasiswa universitas Kristen petra. Jurnal Hospitality dan Manajemen Jasa.
Hal 205 – 228.
Talwar S, Kaur P, Yadav R, Sharma R, Dhir A. 2021. Food waste and out-of-home-
dining: antecedents and consequents of the decision to take away leftovers
after dining at restaurants. Journal of Sustainable Tourism. doi:
10.1080/09669582.2021.1953512.
46

[SIPSN] Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional. 2018. Data Pengelolaan


Sampah: Komposisi Sampah [Internet]. [diunduh pada 2018 November 29].
Tersedia pada: sipsn.menlhk.go.id/?q=3a-komposis-sampah.
[USEPA] United States Environmental Protection Agency. 2015. Sustainable
Management of Food [Internet]. [diunduh pada 2019 Desember 28]. Tersedia
pada: https://www.epa.gov/sustainable-management-food/foodrecovery-
hierarcy.
Warde A, Lidy M. 2013. Eating Out: Social Differentiation, Consumpsion and
Plesure. Cambridge: Cambridge University Press
[WRAP] Waste and Resources Action Programme. 2009. Household Food and
Drink Waste in UK. Banbury (UK): WRAP.
[WRAP] The Waste and Resources Action Programme. 2018. Food waste in
thehospitality and food service sector. [diunduh 5 Oktober 2019]. Tersedia
pada:http://www.wrap.org.uk/content/food-waste-hospitality-and-food-
service- sector-0.
Wulansari. 2019. Kajian Food Waste Warung Makan Sebagai Dasar Pemanfaatan
Sampah Makanan di Lingkar Kampus IPB Darmaga[skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Young W, Russel SV, Robinson CA, Barkemeyer R. 2016. Can social media be a
tool for reducing consumers’ food waste? A behaviour changing experiment
by UK retailer. Volume 117, Part B, hal 195-203. doi:
10.1016/j.resconrec.2016.10.016.

Anda mungkin juga menyukai