Bandung Kota Cerdas Pangan Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota Yang Berkelanjutan Bilingual
Bandung Kota Cerdas Pangan Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota Yang Berkelanjutan Bilingual
Membangun Sistem
Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Penulis :
Theresia Gunawan, Pius Sugeng Prasetyo, Tini Martini Tapran,
Siti Fatimatul Wafiroh, Beby Nurtesha Putri, Vrameswari Omega Wati,
Renaldi Stevanus, Shofaa Fairuuz Salsabila Respati, Jessica Anqeligue,
M. Gulam Faridz, Ruben Hisar Eriyono Manik, Febriani Yusnikana,
Lely Ayukusuma Bakti, Ruth Latreia Theo Saphira, Zulaekha Amalia,
Salsabila Dwi Putri Perbatas, Yosefa, Hansen William, Nadya Alyssa,
Jeremia G.P. Simanjuntak, Yuliana Maria Mediatrix,
Fransiska Anita Subari, Jeany Nataly Giaviany
Editor :
Hansen William, Harris Kristanto
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
DAFTAR ISI
i
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
PENGANTAR
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
Langkah untuk membangun Kota Bandung sebagai Kota Cerdas Pangan menunjukkan
bahwa pemerintah dan masyarakat mempunyai komitmen yang sangat kuat untuk
mewujudkannya. Program dan gerakan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat
Kota Bandung ini pada dasarnya merupakan dukungan kesepakatan global yang tertuang
dalam Sustainable Development Goals – SDGs khususnya nomor (2) Zero Hunger, dan (12)
Responsible consumption and production. Sedangkan secara nasional langkah ini untuk
mendukung kebijakan di sektor pangan yang juga tertuang dalam RPJMN 2020 – 2024.
Pemerintah Pusat juga melangkah dengan membangun sentra atau lumbung pangan
nasional (food estate) yang terdapat di beberapa lokasi seperti di Kalimantan Tengah
(Kalteng), Sumatera Selatan (Sumsel), Sumatera Utara (Sumut), dan Nusa Tenggara Timur
(NTT). Langkah ini sudah selayaknya untuk didukung oleh berbagai pihak baik pemerintah
daerah, lembaga non-pemerintah, sektor bisnis, kelompok masyarakat maupun dunia
pendidikan.
Kota Bandung yang masih memiliki ketergantungan pangan sangat tinggi, kurang
lebih 95%, dari kawasan di sekitar Bandung terus ambil bagian dalam upaya mewujudkan
ketahanan pangan kota. Berbagai program dan kegiatan dilakukan secara berkelanjutan
seperti “Buruan Sae” (Urban Farming), pelatihan pengelolaan sampah organik termasuk
sampah makanan (food waste), berbagai langkah penyadaran melalui berbagai media
seperti website, Facebook, Instagram, blogger. Demikian juga pengenalan kantin sehat di
sekolah-sekolah, serta pembuatan aplikasi food sharing yang bertujuan untuk membangun
solidaritas antar warga dalam memudahkan akses pangan. Kajian atau riset terkait dengan
isu pangan juga dilakukan seperti Efektifitas Urban Farming, Food Value Chain, dan Eco
Labelling. Keseluruhan kegiatan tersebut ditempatkan secara terintegrasi dalam konteks
untuk mewujudkan Bandung Kota Cerdas Pangan.
Program yang berkelanjutan ini dilakukan dengan format kolaborasi yang melibatkan
berbagai pemangku kepentingan baik dari pemerintah Kota Bandung khususnya dengan
Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP), Bagian Kerjasama Kota Bandung,
maupun pihak-pihak non pemerintah seperti Rikolto – Belgia perwakilan Indonesia, Gerakan
Semangat Selalu Ikhlas – GSSI Bandung, Universitas Katolik Parahyangan Bandung,
kalangan perhotelan dan restoran, serta komunitas-komunitas yang ada dalam masyarakat,
demikian juga dengan media massa khususnya media digital.
Buku Bandung Kota Cerdas Pangan yang mengambil sub-tema Membangun Sistem
Ketahanan Pangan Kota Yang Berkelanjutan ini pada dasarnya merupakan kompilasi
laporan kegiatan yang dilakukan oleh tim kajian yang dilakukan selama tahun 2021 yang
diintegrasikan menjadi satu kesatuan untuk menopang sistem ketahanan pangan kota.
Keberlanjutan program ini juga didukung secara kelembagaan dengan pembentukan Tim
Bandung Kota Cerdas Pangan yg ditegaskan melalui Surat Keputusan Walikota Bandung
ii
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
No 521/Kep. 888-DKP Tahun 2021. Keanggotaan dan keterlibatan aktif Kota Bandung
dalam wadah Milan Urban Food Policy Pact, serta keanggotaannya sebagai Steering
Committee MUFPP untuk kawasan Asia Pacific juga semakin mengukuhkan Kota Bandung
dalam mewujudkan Kota Cerdas Pangan.
Program yang fokus pada isu pangan kota ini pada dasarnya akan sangat mendukung
ketahanan pangan kota. Bahkan dalam skala tertentu praktek Buruan Sae (urban Farming)
di Kota Bandung yang dari waktu ke waktu semakin meningkat jumlahnya dapat menjadi
lumbung pangan kota (city food estate). Saat ini terdapat 303 lokasi Buruan Sae yang
tersebar di seluruh kelurahan di kota Bandung. Berdasarkan data yang diperoleh
menunjukkan bahwa berbagai kegiatan yang dilakukan oleh Tim Bandung Kota Cerdas
Pangan telah banyak melibatkan kaum perempuan. Bahkan bisa dikatakan bahwa sebagian
besar peserta yang terlibat adalah kaum perempuan misalnya ibu-ibu PKK dari kelurahan-
kelurahan di Kota Bandung. Selain itu kegiatan ini juga mencoba untuk menjangkau kaum
muda misalnya kelompok “penjaga bumi”. Langkah ini menjadi sangat penting ketika
internalisasi dan penyadaran akan pentingnya berperilaku cerdas dalam mengkonsumsi
pangan dan juga memberi perhatian pada keberlanjutan lingkungan.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang terus berkolaborasi. Secara khusus buku ini didedikasikan untuk mantan walikota
Bandung almarhum Bapak H. Oded M Danial yang menjadi pelopor dan banyak memberi
dukungan serta memberi inspirasi nyata melalui praktik-praktik Buruan Sae di Kota Bandung
dan bahkan mempraktikannya di kediaman rumah dinasnya sehingga bisa menjadi tempat
pembelajaran bagi banyak pihak. Terima kasih juga saya sampaikan kepada Kepala Dinas
Ketahanan Pangan dan Pertanian – DKPP Bapak Gin Gin Ginanjar dan para kolega di
DKPP, Ibu Nonie Kaban dari Rikolto Indonesia, juga kolega Tim Bandung Kota Cerdas
Pangan Theresia Gunawan, Tini Martini Tapran, Yosefa, Beby Nurtesha Putri, Vrameswari
Omega Wati, Jeremia Gom Gom P. S., Yuliana M. Mediatrix, Hansen William, Fransiska
Anita Subari, Jeany Natali Giaviany, Nadya Alyssa, dan para mahasiswa yang membantu
dalam kegiatan-kegiatan selama tahun 2021.
Semoga buku ini menjadi salah satu sumber inspirasi yang berguna bagi siapa saja yang
membacanya sehingga dapat menggerakkan berbagai pihak untuk ambil bagian dalam
rangka meningkatkan kepedulian terhadap isu pangan dan mewujudkan kota cerdas
pangan melalui aneka ragam kegiatan yang berkelanjutan. Semoga Tuhan senantiasa
memberkati langkah kita bersama. Terima kasih. Salam sehat.
iii
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Pandemi COVID-19, yang menyebabkan dislokasi sosial dan ekonomi besar-besaran, telah
memunculkan sedikit keraguan tentang rapuhnya sistem pangan di seluruh dunia. Dalam
beberapa tahun terakhir, pakar pembangunan telah mendorong konsensus global tentang
perlunya perubahan mendasar dalam sistem pangan kita untuk meningkatkan
keberlanjutan dan kesetaraan. Dalam beberapa tahun terakhir, Rikolto Indonesia bekerja
sama dengan para mitra telah bergerak cepat dari fokus pada rantai nilai pertanian ke
pendekatan sistem pangan yang lebih luas. Kami ingin menginspirasi berbagai pihak untuk
bersama-sama mengatasi tantangan yang saling berkaitan satu dengan yang lain yaitu
kerawanan pangan, perubahan iklim, dan ketidaksetaraan ekonomi.
Program Kota Cerdas Pangan di Bandung merupakan satu contoh kerja sama multi
pihak yang telah kami bangun bersama UNPAR dan Kota Bandung untuk mendukung
ketahanan pangan, mengurangi dampak perubahan iklim, dan mengatasi ketidaksetaraan
ekonomi.
Dalam buku Bandung Kota Cerdas Pangan edisi ketiga ini menyajikan berbagai
kegiatan yang telah dilakukan di kota Bandung untuk mendukung kegiatan-kegiatan di atas.
Misalnya, 1) kegiatan urban farming untuk anak-anak, kelompok perempuan, serta
pembuatan modul “Tiwi dan Kunci Kulina” yang ditujukan untuk anak-anak, 2) hasil dari
berbagai bentuk kampanye penyadaran mengenai isu-isu pangan melalui sosial media yang
telah digunakan dan laksanakan oleh tim, 3) hasil riset kantin sehat di sekolah yang
menjelaskan mengenai peran penting kantin sebagai salah satu sarana pendidikan, 4)
analisis rantai pasok pangan segar di kota Bandung yang menyatakan bahwa pasar
tradisional masih menjadi tujuan favorit masyarakat kota Bandung untuk membeli bahan
makanan, 5) hasil riset tim mengenai keefektifan praktek Buruan Sae dalam mendukung
ketahanan pangan di kota Bandung, 6) serta riset dengan tema ecolabelling yang memberi
inspirasi pada gerakan produksi yang tetap peduli pada keberlanjutan lingkungan hidup.
Berbagai kegiatan yang dilaksanakan di Bandung pun telah dibagikan ke berbagai
acara internasional misalnya pada kegiatan MUFPP global forum tahun 2021, juga
keterlibatannya sebagai narasumber maupun sebagai partisipan dalam forum COP-26,
serta peranannya sebagai anggota Steering Committee MUFPP untuk region Asia – Pacific.
Rikolto Indonesia sangat mengapresiasi kerja sama dan upaya-upaya yang telah
dilakukan Universitas Parahyangan sehingga program Kota Cerdas Pangan di kota
Bandung terlaksana. Kami juga mengucapkan terima kasih khususnya kepada Almarhum
bapak walikota Bandung, Bapak H. Oded M Danial dan Kepala Dinas Ketahanan Pangan
dan Pertanian Kota Bandung, Bapak Gin Gin Ginanjar yang telah mendukung program Kota
Cerdas Pangan sampai terbentuknya Tim Kota Cerdas Pangan periode 2021-2023.
iv
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Kami berharap melalui buku ini, berbagai pihak dapat menggunakan informasi,
pelajaran dan contoh-contoh implementasi kegiatan ketahanan pangan di Kota Bandung
agar masyarakat luas dapat mengakses pangan sehat, bergizi, dan bernutrisi.
Nonie Kaban
v
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
PENGANTAR
MILAN URBAN FOOD POLICY
Buku ini adalah sebuah kesempatan untuk mengungkapkan dan mendalami perjalanan
Kota Bandung dalam hal kebijakan pangan yang dibangun dalam kerjasama yang kuat
antara Universitas Katolik Parahyangan dan Rikolto.
Di Indonesia dan di seluruh wilayah Asia Pasific, Bandung semakin menunjukkan
sebagai kota yang mampu bertindak dalam tingkatan lokal untuk mengembangkan
serangkaian aksi yang bertujuan untuk memperbaiki sistem pangan melalui urban farming,
pencegahan sampah makanan, mendorong penyediaan makanan di sekolah dan sekaligus
membagikan pengetahuan mengenai hal tersebut ke dalam tingkatan nasional, sehingga
memberikan kontribusi dalam memperbaiki sistem pangan dunia.
Pada tahun 2020, Kota Bandung bergabung dengan Milan Urban Food Policy Pact
(MUFPP), jaringan pertama dan terkemuka yang beranggotakan lebih dari 220 kota yang
aktif dalam pertukaran, kerja sama dan perlindungan terhadap sistem pangan yang lebih
berkelanjutan dan inclusif. Di dalam jaringan ini, Bandung termasuk di dalam MUFPP
Steering Committee - bersama 12 kota lainnya dari seluruh dunia - dan telah meningkatkan
tujuan Pakta di Indonesia dan wilayah lainnya.
Sebagai pelopor bagi kota-kota di Indonesia, Kota Bandung mendorong para walikota
untuk menandatangani MUFPP dan mengembangkan kebijakan pangan Kota Semarang,
Surakarta dan Pekanbaru sehingga sekarang menjadi bagian dari komunitas yang menjadi
semakin diperkaya dengan kontribusi dari kota-kota di Indonesia, dengan tantangan dan
prioritasnya.
Peran penting Kota Bandung dalam mempromosikan kebijakan pangan
berkelanjutan dengan membagikan pengetahuan dan pengalaman untuk kota-kota lain
telah dikonsolidasikan di kawasan Asia Pasifik yang lebih luas melalui partisipasi dalam
Forum Global MUFPP, webinar internasional, dan Pelatihan Kebijakan Pangan MUFPP Asia
Pasifik.
Bagi Kota Bandung, Pakta Milan adalah sebuah panggung untuk mendukung
peningkatan inisiatif lokal dan internasional, sementara bagi Pakta Milan Kota Bandung
merupakan rekan kunci dalam mencapai tujuannya di Asia Pasific. Apa langkah
selanjutnya? Yaitu membuat proyek-proyek yang didanai bersama antara para pemangku
kepentingan di kota-kota dan wilayah seperti ASEAN, untuk menyelenggarakan kegiatan-
kegiatan regional yang bertujuan untuk maju bersama dalam menuju sistem pangan
berkelanjutan, memanfaatkan sorotan kepada Indonesia sebagai presidensi di G20.
vi
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Hanya dalam kurun waktu hampir dua tahun sejak pertama kali akar dari kerjasama ini
ditanam, kami telah mulai menuai manfaatnya. “Bandung Kota Cerdas Pangan:
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota yang Berkelanjutan“ akan menginspirasi kota-
kota lain untuk melakukan yang terbaik guna meningkatkan sistem pangan di masa yang
akan datang bagi masyarakat dan planet kita. Kita tidak memiliki pilihan lain selain berhasil.
www.milanurbanfoodpolicypact.org
vii
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
viii
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
dianggap sampah dan dimanfaatkan untuk hal lain yang lebih berguna adalah salah satu
contoh konten yang layak untuk dibagi pada berbagai bentuk sosial media.
Menyoal makanan yang berasal kantin di sekolah-sekolah yang berada di kota
menjadi bahasan dalam buku ini yang tak kalah menarik. Terlebih usia sekolah adalah input
sumberdaya manusia yang penting untuk masa depan kota. Memperhatikan makanan sehat
yang akan dikonsumsi penduduk kota pada usia sekolah yang dijual kantin-kantin di
lingkungan sekolah, menjadi sangat penting. Perlu langkah kolaboratif untuk
menggaungkan program kantin sehat dimulai dengan percontohan pada sekolah yang
relatif siap secara infrastruktur dan rekayasa sosialnya.
Untuk temuan-temuan hasil penelitian tim UNPAR pada sektor pangan dan pertanian
di atas, sebagai Kepala DKPP saya sangat terbantu. Temuan tersebut bukan hanya dapat
mewarnai wewenang DKPP seperti telah ditugaskan kepala daerah, tapi juga semakin
menggambarkan bahwa urusan pangan di Kota Bandung memiliki spektrum yang sangat
luas. Oleh karenanya menempatkan perhatian yang lebih pada sektor pertanian sebagai
penghasil pangan di perkotaan semakin penting dan seyogyanya dapat disadari semua
pihak.
Dalam melaksanakan kewenangan penyelenggaraan urusan pangan pertanian dan
perikanan, kami mengembangkan inovasi Buruan SAE sebagai program urban farming
terintegrasi. Manfaat program yang menghimpun delapan aktivitas sektor pertanian dan
perikanan yang saling terintegrasi satu sama lain dalam satu lokasi kegiatan ini, benar-benar
saya yakini. Dan dalam perjalanannya, dimana praktek Buruan SAE diorganisasikan untuk
diadaptasi banyak komunitas kota, sering kali saya greget ingin menampilkan bahwa
program yang diusung ini manfaatnya dapat dikuantifikasi. Sebagai founder Buruan SAE,
oleh karenanya, saya tidak terlalu heran jika peneliti dapat menemukan sederet angka yang
menggambarkan beragam manfaat tangible dan intangible-nya. Temuan penelitian penting
lainnya yang dimuat buku ini setidaknya juga dapat mengurangi greget saya itu, karena di
dalamnya pembaca dapat menemukan jawaban seluas dan sebesar apa manfaat Buruan
SAE dimata para peneliti yang mendalaminya. Pada buku ini pembaca dapat menyimak
manfaat-manfaat Buruan SAE dari lima aspek, yaitu: 1. Manfaat Ekonomi; 2. Manfaat
Lingkungan; 3. Manfaat Kesehatan; 4. Manfaat Sosial; dan 5. Manfaat Pendidikan.
Akhirnya, seperti telah disebut diawal pengantar, sekali lagi saya sampaikan
penghargaan setinggi-tingginya untuk UNPAR dengan telah selesainya penyusunan buku
yang komprehensif ini. Sudah barang tentu buku ini dapat berkontribusi baik untuk
perkembangan Bandung menuju kota cerdas pangan, sekaligus menjadi alternatif bagi
pembaca yang haus akan informasi tata kelola pangan di perkotaan. Terima kasih.
ix
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
x
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Latar Belakang
Pandemi coronavirus (COVID-19) memiliki dampak yang belum pernah terjadi sebelumnya
di seluruh dunia, baik dalam hal kesehatan maupun sosial ekonomi. Pada 11 April 2020,
WHO melaporkan 1,6 juta kasus dan hampir 100.000 kematian telah terjadi secara global.
Sementara COVID-19 tidak membeda-bedakan negara yang dimasukinya (FSIN, 2020),
apakah negara tersebut memiliki kerawanan pangan atau tidak. Bahkan negara dengan
food security yang baik dapat terancam juga. Kerawanan pangan akan menjadi konsekuensi
karena pandemi menjadikan pergerakan terbatas.
World Food Programme (WFP) sebelumnya telah memperingatkan bahwa pada
2020 akan menjadi tahun yang sulit bagi banyak negara yang dilanda oleh kemiskinan atau
perang. Sebanyak 135 juta orang terancam menghadapi krisis kelaparan atau lebih buruk
lagi. Angka tersebut ditambah dengan 821 juta orang yang saat ini tengah dilanda kelaparan
kronis, hal ini dapat mendorong lebih dari 1 miliar orang ke dalam situasi yang mengerikan
(Rizal, 2020). Dunia saat ini menghadapi krisis pangan dan kenaikan harga pangan sebagai
akibat dari kurangnya produktivitas pertanian (Maye, 2019).
Karakteristik krisis pangan sangat berbeda dengan krisis moneter. Krisis pangan
berdampak menciptakan kemiskinan jangka panjang. Imbas krisis pangan langsung pada
rakyat kecil dan krisis pangan menjadi sumber berbagai konflik baik antar rakyat dengan
negara maupun dengan rakyat, dan krisis pangan akan menghilangkan “generasi emas”
dalam beberapa dekade. Sebagaimana yang telah diakui oleh Bank Dunia bahwa lonjakan
harga pangan dunia menjadi penyebab utama banyaknya warga dunia yang jatuh ke bawah
garis kemiskinan (Carebesth, 2012).
Dari sudut pandang tantangan, virus Covid-19 melumpuhkan sebagian
perekonomian dan berdampak sangat luas untuk mengubah masyarakat dengan adaptasi
kebiasaan baru. Adaptasi kebiasaan baru juga memaksa masyarakat untuk membatasi
interaksi sosial dengan diam di rumah, sehingga distribusi barang terhambat. Daya beli
masyarakat yang menurun karena hilangnya pemasukan juga menjadi tantangan,
sementara pengeluaran konsumsi pangan akan terus bertambah setiap harinya. Bantuan
dari pemerintah yang terbatas, serta keterbatasan logistik menjadi tantangan bagi
masyarakat untuk bertahan dalam masa pandemi Covid-19.
Dari sudut pandang potensi yaitu pemanfaatan lahan, baik lahan tidur, ruang terbuka
hijau, pemanfaatan lahan pekarangan sangat potensial untuk dilakukan dalam bentuk pot
atau lahan kecil yang tersedia. Selain itu, program Kang Pisman (Kurangi, Pisahkan,
Manfaatkan) yang digiatkan Pemerintah Kota Bandung dapat digunakan sebagai
pendekatan urban farming. Mengingat lokasi berdekatan dengan tempat tinggal, maka
1
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
waktu luang dalam mengelola urban farming dapat dilakukan dengan baik. Selain itu,
kolaborasi dengan komunitas dan tingginya pengguna media sosial membuat penetrasi
program urban farming dapat diasah dengan baik.
Konsep urban farming di Ketapang-kita.id ini sejalan dengan SDGs 2030, yakni pada
poin (1) Tanpa Kemiskinan, (2) Tanpa Kelaparan, (3) Kehidupan Sehat dan Sejahtera, (8)
Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi, (9) Industri, Inovasi, dan Infrastruktur, (10)
Berkurangnya Kesenjangan, (11) Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan, (12) Konsumsi
dan Produksi yang Bertanggung Jawab, (13) Penanganan Perubahan Iklim, dan (15)
Ekosistem Daratan. Sedangkan titik berat program ini terletak pada circular economy,
sejalan dengan SDGs poin (12), yakni konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab, juga
sejalan dengan program Kota Bandung, yaitu Buruan Sae.
FAO (Food and Agriculture Organization) mencatat bahwa Indonesia adalah negara
dengan Food loss dan Food waste terbesar kedua di dunia. Berdasarkan sumber Badan
Ketahanan Pangan Kementan, sampah dan kehilangan pangan orang Indonesia jika
dikumpulkan dalam satu tahun jumlahnya mencapai 1,3 juta ton. Sehingga dirata-rata, satu
orang menghasilkan sampah dan kehilangan makanan 300 kilogram per tahun
(www.mediaindonesia.com, 2020). Terbuangnya bahan pangan dan makanan terjadi mulai
dari produksi pertanian, sistem manajemen pasokan dan logistik hingga di dapur dan meja
makan rumah tangga, restoran dan hotel juga ritel (FAO, 2011).
Setiap hari masyarakat Kota Bandung turut menyumbang produksi sampah yang
jumlahnya tidak sedikit. Rata-rata dalam satu hari masyarakat Kota Bandung menghasilkan
sekitar 1.500 ton sampah atau setara dengan luas satu lapangan sepak bola (Muhaemin,
2018). Untuk itu maka Ketapang-kita.id mengintegrasikan urban farming dengan
pengelolaan sampah organik sebagai bahan tambahan untuk media tanam serta mencegah
material organik sampai ke TPA.
Kegiatan-Kegiatan
Sebagai bentuk turut serta dalam mencapai tujuan SDGs 2030 pada poin 12 yang berkaitan
dengan konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab maka Urban Farming Ketapang-
kita.id memiliki berbagai kegiatan sebagai berikut:
Kota Bandung sudah mendeklarasikan sebagai Kota Cerdas Pangan (Food Smart City)
yang kemudian tergabung dalam keanggotaan dalam Pakta Milan (Milan Pact). Sebagai
tindak lanjutnya maka masyarakat dan pemerintah Kota Bandung terus melakukan berbagai
program/kegiatan yang diarahkan untuk semakin menumbuhkan kepedulian seluruh warga
Kota Bandung terhadap persoalan yang terkait dengan masalah pangan, serta untuk
meningkatkan kesadaran bersama dalam mengurangi limbah makanan (food waste).
Gerakan dilakukan juga untuk menumbuhkan rasa solidaritas antar warga dalam
2
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
pemenuhan kebutuhan pangan antar warga (food sharing), serta gerakan mendorong
warga untuk membangun pertanian kota (urban farming) sehingga dapat mendukung
ketahanan pangan kota di Ketapang-kita.id.
Ditambah dengan permasalahan sampah yang tak kunjung usai, karena hampir
1.500 ton sampah di Kota Bandung terkumpul setiap harinya dan sebagian besar dari
sampah tersebut berasal dari rumah tangga. Saat ini TPA Sari Mukti tempat warga Bandung
menumpukkan sampahnya sudah dalam keadaan penuh (overload). Artinya sudah tidak
bisa menampung sampah lagi, dengan kondisi TPA yang seperti ini maka diperlukan
gerakan masif agar tidak terjadi lagi kejadian Bandung lautan sampah seperti yang pernah
terjadi di tahun 2005
Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, Pemerintah Kota Bandung telah
menghadirkan program Kang Pisman (Kurangi, Pisahkan, Manfaatkan). Mulai dari
mengurangi, memilah, dan memanfaatkan sampah skala lingkungan rumah tangga,
sehingga akan menjadi solusi yang masif dan murah, serta melibatkan semua pihak dari
anggota keluarga dengan segala usia. Sehingga, pembelajaran Kang Pisman menjadi
penting untuk diedukasi dan dilakukan oleh seluruh masyarakat, dimulai dari usia kanak-
kanak atau PAUD, SD, SMP, sampai usia dewasa dan lansia. Sekaligus menjadi
pembangunan karakter untuk anak-anak usia dini. Peran pendidik sangat diperlukan dalam
membangun karakter peduli lingkungan di kalangan anak-anak.
Namun kenyataan di lapangan kegiatan di sekolah baik guru dan murid masih belum
seluruhnya diarahkan pada tujuan yang demikian. Banyak kendala yang ditemui sehingga
kompetensi ini jarang dicapai. Diantaranya adalah kurang memahami bagaimana
melakukannya, keterbatasan alat, dan sarana. Untuk itulah maka Ketapang-kita.id bekerja
sama dengan KOMED. Komunitas Media Pembelajaran (KOMED) merupakan wadah bagi
para guru di seluruh Indonesia dalam mengembangkan kompetensi profesionalitasnya
melalui workshop, seminar, dan pelatihan. Komunitas media pembelajaran berusaha
memfasilitasi guru yang selalu ingin terus belajar untuk maju dan mengambil bagian dari
peradaban yang dinamis, dengan menghasilkan sebuah karya sebagai bukti pemahaman
dan keseriusan belajar. Salah satu misi dari KOMED adalah terpenuhinya pengetahuan
yang dibutuhkan oleh anggota komunitas, dalam hal ini para guru. Untuk itu KOMED
berupaya menyajikan materi pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan pendidik di jaman
sekarang.
Ketapang-kita.id bekerja sama dengan KOMED mengadakan webinar Edukasi siklus
organik sebagai pendukung dari Kegiatan TOT Urban Farming untuk anak sekolah.
Dilatarbelakangi oleh tingkat kompleksitasnya yang tinggi untuk mengedukasi isu sampah
makanan kepada anak-anak sehingga membutuhkan strategi khusus bagi anak untuk
mengenalkan proses panjang mendapatkan makanan sampai ke piring/meja yang
menyebabkan banyaknya makan yang terbuang selama proses tersebut. Tujuan dari
kegiatan ini yaitu untuk mengenalkan anak pada isu sampah makanan seperti masalah dan
dampaknya untuk bumi, mengajak anak berperan aktif dalam mengelola sampah makanan
melalui kegiatan sehari-hari hingga anak melihat hasil dari usahanya dan mendapatkan
3
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
4
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Selain lewat guru-guru, TOT Urban Farming juga langsung menyentuh anak-anak.
Dilaksanakan di RW 02 Jamaras Kelurahan Jatihandap, peserta yang terlibat dalam
kegiatan ini yaitu 18 anak dari RW 02 Jamaras. Anak-anak yang tergabung dalam
BACILUNG (Barudak Cinta Lingkungan) melakukan kegiatan tanam menanam. Dalam
kegiatan ini anak-anak mendapat penjelasan tentang sistem pernapasan pada tumbuhan
dan manusia sehingga anak-anak faham bahwa manusia hidupnya bergantung juga pada
tanaman. Ada simbiosis mutualisme antara tanaman dengan manusia sehingga kita harus
bisa merawat keberadaan tanaman di sekitar kita. Anak-anak mulai diajak menanam yang
dimulai dengan mengolah sampah organik sebagai salah satu media tanamnya.
5
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Tiwi dan Ular Tangga adalah sebuah permainan sejenis ular tangga, akan tapi tidak
seperti ular tangga pada umumnya. Permainan ular tangga ini memiliki papan permainan
dengan ukuran yang besar dibandingkan dengan ular tangga pada umumnya. Tidak
terdapat pion disini karena yang menjadi pion adalah para pemain yang nantinya akan
berada di dalam papan permainan. Permainan ini dilakukan oleh 3-4 orang dan dipandu
oleh satu orang, pemandu ini bertugas untuk mengawal jalannya permainan dan
memberikan kartu yang dibutuhkan oleh para setiap pemainnya. Pemain yang bisa sampai
pada finish terlebih dahulu maka dia adalah pemenangnya. Segmentasi dari Board Game
Tiwi dan Ular Tangga ini adalah usia 9-11 tahun atau setara dengan kelas 3-5 SD. Tujuan dari
permainan ini adalah untuk mengedukasi mengenai lingkungan kepada anak. Dengan
adanya permainan ini, diharapkan proses edukasi lingkungan pada anak menjadi lebih
efektif dan lebih menyenangkan.
Di launching di Kawasan Bebas Sampah Cibunut yang merupakan dampingan Bu Tini
(2015-2020) oleh ibu Walikota Bandung Ibu Siti Mumtamah S.AP, serta uji coba pada anak-
anak BOCIL (bocah cinta lingkungan) Cibunut. Keseluruhan acara bisa di lihat di
https://youtu.be/5RJOW35KnA
Dilatarbelakangi oleh krisis iklim yang semakin hari semakin parah, dengan pertimbangan
bahwa manusia adalah penyebab kerusakan alam akan tetapi manusia juga yang dapat
menjadi faktor penyembuhnya. Cara yang efektif untuk menyembuhkannya yaitu dengan
mengubah sistem manusia agar selaras dengan alam dari bentuk liner menjadi siklus.
Tujuan diadakannya kegiatan ini yaitu untuk meningkatkan kesadaran anak tentang
kerusakan alam akibat ulah tangan manusia, memahamkan sistem keselarasan dan
ketidakselarasan dengan alam, serta mengajak berkontribusi untuk keberlangsungan alam
di masa depan yang berkelanjutan. Bootcamp Penjaga Bumi diikuti oleh 24 orang anak yang
6
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Sebagian besarnya pesertanya adalah finalis lomba Duta Baca. Lomba Duta Baca ke-8
diselenggarakan oleh Dinas Arsip Dan Perpustakaan Kota Bandung. Bekerja sama dengan
Rikolto, Ketapang-kita.id, dan POKJA Literasi Kota Bandung. Kegiatan bootcamp pemuda
penjaga bumi dilaksanakan secara offline dengan menggunakan protokol kesehatan secara
ketat, di Eco Camp Learning Centre pada tanggal 27-28 November 2021. Anak-anak Duta
Baca ini sudah melalui 5 tahapan untuk menjadi duta baca sbb:
1. Tahap pertama anak-anak dibekali kemampuan untuk menganalisis dan
mengobservasi permasalahan lingkungan sekitar yang menjadi keresahannya untuk
mereka cari solusinya.
2. Anak-anak di bekali dengan materi Kang Pisman oleh Bu Riri dari DLHK dan Buruan
Sae oleh Pak Willy dari DKPP, serta bagaimana cara mengimplementasikan
keduanya di lapangan oleh ibu Tini Martini Tapran dari Ketapang-kita.id.
3. Setelah anak-anak mendapat materi dan menganalisis dari hasil observasinya.
Karena di tahapan selanjutnya anak-anak diminta mencari solusi dan akan
dipresentasikan di tahap 4, maka di tahap tiga ini anak-anak boleh mengajukan
pertanyaan sebanyak-banyaknya pada pemateri sehingga nanti dalam memaparkan
hasil observasinya bisa lebih optimal.
4. Tahap 4 anak-anak mengirimkan hasil observasinya dan terpilihlah 23 finalis yang
berhak untuk memaparkan idenya di hadapan 5 juri.
5. Tahap terakhir terpilih 6 anak yang menjadi pemenangnya
7
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Karena beberapa finalis duta baca tidak diizinkan oleh orang tuanya maka kami
menambahkan anak-anak dari komunitas literasi lingkungan lainnya. Kegiatan bootcamp
penjaga bumi berlangsung selama 2 hari satu malam dengan materi hasil racikan Ecocamp
dan Ketapang-kita.id. Materi yang diberikan adalah materi dasar bagaimana interaksi
manusia dengan alam yang sesungguhnya. Diakhiri dengan prosesi pengukuhan pemuda
penjaga bumi, pengambilan komitmen dan diakhiri dengan pembagian tanaman rumput
mutiara sebagai simbol dari komitmen mereka untuk menjaga bumi ini dengan menjaga
tanaman yang diberikan. Harapannya mereka dapat membagikan semangatnya pada
teman-temannya karena mereka adalah agen-agen perubahan untuk bumi yang lebih baik
dimasa yang akan datang. Tak lupa mereka diberi PR untuk menuangkan ide-ide mereka
dalam sebuah proposal sederhana agar kami bisa melihat potensi kolaborasi, baik diantara
mereka maupun dengan berbagai pihak. Dari acara bootcamp ini terbentuk komunitas
Pemuda Penjaga Bumi, meskipun mereka punya projek masing-masing, namun akan saling
mendukung dan akan sharing baik online maupun offline di awali dengan sharing dari Fidelia
tentang Eco Enzyme melalui aplikasi Zoom (https://youtu.be/GfmdxZjV7jg) dan salah satu
project yang cukup membanggakan ada siswi SMPN 45 yaitu Thara dan Myeisya yang
ikutan lomba bergengsi dengan mendapat penghargaan medali emas di ajang internasional.
(https://www.instagram.com/pemudapenjagabumi.id).
Penyusunan Buku
Ketika bicara makanan di Indonesia, sampah makanan sangat erat terhubung. Di satu sisi
Indonesia adalah penghasil sampah makanan nomor dua terbesar di dunia. Di sisi lain
tingkat kelaparan di Indonesia termasuk dalam taraf berat, dengan 19.4 juta penduduk
mengalami gizi buruk. Ini sama saja dengan membiarkan saudara kita kelaparan sementara
kita membuang-buang makanan.
Sampah makanan terdiri dari dua bagian, yaitu Food Loss (makanan hilang) dan Food
Waste (makanan terbuang). Food loss adalah semua bahan pangan yang hilang sebelum
mencapai konsumen, biasanya pada tahap produksi, penyimpanan, dan distribusi.
Sedangkan food waste adalah makanan yang berada dalam kondisi baik dan siap makan,
tetapi tidak dikonsumsi. Food waste umumnya terjadi pada tahap penjualan dan konsumsi
(contoh nya di pasar, restoran, atau di rumah).
8
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Tiwi dan Kunci Kulina adalah paket modul edukasi untuk pendidikan isu sampah
makanan pada anak-anak usia Sekolah Dasar (8-12 tahun). Mengedukasi isu persampahan
kepada anak-anak tentulah membutuhkan strategi secara fokus dan khusus. Penyusunan
buku Tiwi dan Kunci Kulina dimaksudkan untuk membuat sebuah modul yang berfokus pada
dua strategi yaitu: Memperkenalkan isu sampah makanan yang dekat dengan dunia anak
dalam kehidupan sehari-hari dan membekali anak dengan wawasan, pengalaman dan
keterampilan yang berguna untuk memecahkan masalah sampah makanan dalam skala
lokal atau sederhana. Dengan tujuan untuk menyadartahukan isu sampah makanan pada
anak-anak SD dengan cara yang menyenangkan serta mendorong penerapan solusi
sampah makanan ditingkat sekolah melalui peran serta pendidik dan anak didik.
Gambar 7. Layout Buku Modul dan Story book Tiwi & Kunci Kulina
Paket modul Tiwi dan Kunci Kulina terdiri dari, Panduan pelaksanaan edukasi untuk
pendidik, buku cerita anak, alat peraga dan pendukung edukasi. Setelah mengikuti
rangkaian kegiatan modul Tiwi dan Kunci Kulina, diharapkan anak:
1. Paham definisi sampah makanan
2. Tahu asal-usul serta dampak sampah makanan
3. Mengenali sumber-sumber sampah makanan di lingkungan sekitar (rumah/sekolah)
4. Dapat menemukan solusi sederhana dan efektif untuk mengurangi sampah makanan
di sekitarnya
5. Dapat mempraktekkan solusi tersebut dalam kehidupan sehari-hari
Paket modul Tiwi dan Kunci Kulina dapat digunakan baik secara offline maupun online di
sekolah kegiatan sanggar, rumah baca, PKBM, komunitas belajar lainnya bahkan kegiatan
bersama keluarga di rumah
Modul ini menggunakan metode:
1. Child-centered (berpusat pada anak)
2. Experiential learning (belajar melalui pengalaman indra dan refleksi)
3. Facilitation (orang dewasa mendampingi dan belajar bersama anak)
9
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
10
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Seperti biasa kegiatan tanam menanam di perkotaan (Urban Farming) sering kali
menghadapi kendala yaitu kesulitan mendapatkan media tanam. Salah satu solusinya
adalah dengan mulai dari pengelolaan sampah organik dari rumah melalui sistem
pengomposan, sehingga masyarakat mendapat dua nilai tambah yaitu bisa menyelesaikan
masalah sampah organik dan bonusnya bisa mendapatkan media tanam sendiri. Kegiatan
pengomposan dilakukan sebagai upaya pemanfaatan sampah organik menjadi media
tanam menanam dan mengurangi sampah masuk ke TPA. Ketapang-kita.id mengadakan
kegiatan pengomposan melalui workshop pengelolaan sampah organik baik secara rumah
tangga maupun komunal baik secara online maupun offline.
Salah satu kebutuhan dalam pengomposan adalah bagaimana mempercepat proses
pengomposan dan mengurangi bau yang timbul. Eco Enzyme dan MOL adalah salah satu
cara mengolah sampah makanan sebelum dikompos, juga diperlukan dalam proses
pengomposan serta menyelesaikan masalah pengomposan terutama mengurangi bau dan
mempercepat proses pengomposan.
11
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Kegiatan ini dilaksanakan secara daring melalui ruang Zoom meeting dan offline
langsung di tempat. Tujuan diadakannya kegiatan ini sebagai upaya untuk memanfaatkan
bahan organik yang berpotensi menjadi sampah agar tidak terbuang sampai ke TPA.
Setelah workshop Ketapang-kita.id melakukan pendampingan melaui WA Grup selama tiga
bulan sejak pelaksanaan. Pelatihan diadakan dari bulan Agustus hingga November,
komunitas yang mendapatkan pendampingan selama tiga bulan yaitu TP PKK Kota
Bandung, RKI Jawa Barat, dan Komunitas Media Pembelajaran KOMED Bandung. Jumlah
partisipan yang terlibat dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut:
Gambar 10. Grafik jumlah partisipan, kegiatan dan stakeholder yang terlibat
12
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Karena salah satu kompetensi dari sekolah kehidupan adalah tanam menanam
khususnya sayur dan buah maka kami juga mendata jumlah hasil panen setiap bulan setiap
kawasan dapatlah hasil 526,396 kg
Pembelajaran
13
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
nyata di lingkungannya sehingga apa yang menjadi tujuan pengurangan sampah dan
ketahanan pangan dapat tercapai secara perlahan tapi pasti.
Ketapang-kita.id mencoba menambah bahan ajar buku modul sebagai sarana
edukasi dalam serial Tiwi agar bisa menjadi sarana belajar bagi ibu-ibu untuk menjadi
pendidik di lingkungannya dengan target anak-anak. Mengenal siklus organik merupakan
salah satu langkah awal agar anak mengenal sekitarnya dan mengetahui bagaimana dan
kenapa harus menjaga kelestarian lingkungan. Namun, bagaimana proses belajar tersebut
perlu dilakukan? Apa yang perlu dilakukan oleh orang dewasa untuk mendampingi anak
mempelajari gagasan ini tanpa membuat anak merasa terbebani. Sebaliknya anak merasa
senang sekaligus terlibat dalam proses belajar. Buku "Tiwi & Pusaran Kehidupan" ini bisa
menjadi jawabannya. Cerita tentang Tiwi dan kawan-kawannya yang "menyelamatkan
pusaran kehidupan yang macet karena ulah manusia" buku ini menyajikan panduan yang
memudahkan fasilitator untuk mengedukasi anak tentang siklus organik baik secara offline
maupun online. Serial Tiwi saat ini sudah ada 3:
1. Tiwi dan Pusaran Kehidupan (modul dan booklet edukasi siklus organik untuk anak-
anak)
2. Tiwi dan Ular Tangga (board game edukasi lingkungan)
3. Tiwi dan Kunci Kulina (modul dan storybook edukasi pengurangan sampah makanan)
Dari berbagai usia dan mitra peserta workshop secara daring, yang langsung bisa
mengaplikasikan modul ini adalah guru-guru, hal ini karena mungkin guru sangat dekat
dengan kegiatan belajar mengajar terbukti langsung ada beberapa orang yang terinspirasi
dari buku ini saat mengajar di kelas. Kelompok ibu-ibu PKK dan RKI belum bisa optimal
menggunakan buku ini meskipun sebelum workshop buku modul ini sudah di kirim dan
diminta di baca terlebih dahulu. Untuk kelompok ini perlu workshop tatap muka sambil
praktek langsung bagaimana membawakan modul ini. Tetapi untuk praktek langsung
mengurangi, memisahkan, dan mengolah sampah terutama limbah minyak jelantah yang
semangat memposting kegiatan dan hasil nya adalah ibu-ibu PKK dan RKI. Kelompok ini
bisa mentransfer ilmu dan praktek langsung pada kelompok ibu-ibu lainnya dan bisa
menambah nilai ekonomi dan sosialnya dengan memamerkan dan menjualnya di berbagai
kesempatan. Untuk kelompok guru hanya sedikit sekali yang memposting praktek
pengurangan, pemisahan, dan pemanfaatan sampahnya secara langsung di rumahnya
masing-masing.
Kehidupan sekolah secara tatap muka lebih mudah mentransfer pengetahuan dan
memonitoring hasilnya. Hal ini terungkap dari 4 kelas yang telah menjalankan sebelumnya
bahwa semakin lokal peserta maka semakin mudah untuk melihat perubahannya. Dengan
lokalisasi satu RT/RW maka perubahan akan lebih terlihat baik secara pengurangan
sampah maupun secara perubahan lingkungan. Seperti terlihat di RW 02 Jamaras
kelurahan Jatihandap. Secara mandiri ibu-ibu yang tergabung di KSM Gelis Iini mulai
mengedukasi dan mengangkut sampah organiknya secara teratur dan memanfaatkannya
untuk media tanam sehingga jumlah tanaman akan bertambah seiring pertambahan
14
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
sampah yang mereka angkut dan olah, sebagai contoh dalam rentang 22 November – 20
Desember 2021 sampah yang terangkut dan terolah sebanyak 769,7 Kg. Semua sampah
organik ini terolah di kawasan dan akan dijadikan media tanam. Gerakan ibu-ibu ini
memunculkan empati dari para bapak sehingga akhirnya bapak-bapak pun tergerak untuk
membantu.
24-Nov
27-Nov
26-Nov
28-Nov
29-Nov
1-Dec
4-Dec
6-Dec
8-Dec
11-Dec
15-Dec
18-Dec
18-Dec
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Gambar 13. Grafik berat pengangkutan organik (kg)
Perlu effort lebih untuk menciptakan public space/ruang riung sebagai tempat
masyarakat berinteraksi lebih sehingga dapat mencairkan suasana dan terbangunnya
saling percaya. Public space atau ruang riung ini dapat menjadi wadah terpantiknya ide,
membangun kerja sama, gotong royong, dan ikatan kuat diantara mereka. Jadi hal pertama
yang perlu dibangun adalah public space, tempatnya tak perlu bagus tetapi nyaman untuk
tempat warga berkumpul.
Urban farming di site Ketapang (Ciskul) harapannya dapat membuat ibu-ibu di
Cisaranten Kulon punya tempat untuk berkegiatan secara komunal dan juga bisa menjadi
tempat edukasi yang asik. Tetapi ternyata masyarakat Cisaranten lebih suka
menyelesaikan masalah sampahnya dahulu dibanding dengan tanam menanamnya. Kami
melakukan FGD berkali-kali dengan masyarakat dan pengurus K3 sehingga kami bisa
menyepakati sistem pengelolaan sampahnya. Namun ternyata hal ini berdampak kurang
terurusnya Taman Ketapang sehingga terkadang kebun kami telat panen karena ibu-ibu
hanya datang untuk menyiram.
Keadaan masyarakat menengah ke atas dalam komplek membuat kurang nya
interaksi antar masyarakat dan diperparah dengan pandemi sehingga kegiatan yang
biasanya melibatkan masyarakat banyak terhenti seperti posyandu, posbindu, dan senam
bersama. Kurang baiknya komunikasi antara RW, pengurus RT, dan masyarakat juga dapat
menghambat kemajuan suatu gerakan di lingkungan, satu hal yang kami pelajari tampaknya
masyarakat Cisaranten Kulon bergantung pada seorang pemimpin, sehingga
masyarakatnya kurang berinisiatif. Sulitnya mencari penanggung jawab taman urban
farming juga menjadi salah satu penyebab kurang optimalnya hasil kebun sehingga
kedepannya kita perlu memilih penanggung jawab kebun ini agar terawat dan hasil
15
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
kebunnya bisa optimal dan dapat terjual. Pembelajaran pentingnya adalah untuk tanam
menanam diperlukan orang yang punya minat dalam bercocok tanam.
Yang pasti pembelajaran yang paling berharga yang didapat dari interaksi bersama
masyarakat dalam mengembangkan dan mewujudkan ide-ide kreatif bagi masyarakat dan
pelajar adalah bahwa kita adalah potongan puzzle yang akan membentuk gambar yang
indah bersama-sama
16
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
17
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
18
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Pendahuluan
Seiring dengan perkembangan teknologi saat ini media merupakan salah satu alat yang
banyak digunakan sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan informasi (Kompas.com,
2021). Media memiliki karakteristik yang beragam sehingga dapat disesuaikan dengan
kebutuhan. Menurut Nasrullah (Nasrullah, 2015) sosial media adalah medium di internet
yang memungkinkan pengguna merepresentasikan dirinya maupun berinteraksi, bekerja
sama, berbagi, dan berkomunikasi dengan pengguna lain membentuk ikatan sosial secara
virtual. Selain itu, sosial media juga memiliki makna sebagai media pengenalan (cognition),
media komunikasi (communicate), serta sebagai media kerja sama (cooperation). Sosial
media adalah media daring yang digunakan untuk kebutuhan komunikasi jarak jauh, proses
interaksi antara user satu dengan user lain, serta mendapatkan sebuah informasi melalui
perangkat aplikasi khusus menggunakan jaringan internet (Adani, 2020). Banyak hal yang
dapat dilakukan melalui sosial media, Bandung Food Smart City memanfaatkan sosial
media sebagai alat penyebaran informasi. Bertujuan untuk membangun kesadaran
masyarakat terhadap bahayanya food waste serta bagaimana memanfaatkan kembali
bahan-bahan yang dianggap waste agar dapat berguna dan hal-hal lain yang berkaitan
dengan isu food waste, lingkungan serta publikasi yang dibagikan oleh akun sosial media
Bandung Food Smart City.
Food waste adalah setiap makanan dengan kualitas baik yang dapat dikonsumsi
manusia tetapi karena alasan tertentu tidak dikonsumsi dan tidak dimanfaatkan (Lipinski, et
al., 2013). Penyadaran dilakukan tidak saja melalui konten-konten yang dibuat di akun sosial
media Bandung Food Smart City tetapi juga berkaitan event-event yang dilakukan di media
online lainnya salah satu yang dilakukan pada tahun 2021 ini adalah lomba blogger yang
bertema “Gaya Hidup Minim Sampah Makanan” yang diikuti lebih dari 100 peserta yang
datang dari berbagai latar belakang dan wilayah di Indonesia. Tujuan diadakan lomba blog
ini untuk lebih memperluas lagi gerakan penyadaran terhadap bahayanya food waste dan
bagaimana menanggulanginya berdasarkan perspektif dari berbagai latar belakang yang
dimiliki oleh blogger.
Berdasarkan tujuan-tujuan yang sudah dijabarkan maka sosial media sebagai media
penyampai informasi dan publikasi merupakan sarana yang efektif dalam
mengkomunikasikan hal-hal tersebut. Hampir semua kalangan saat ini menggunakan sosial
media untuk mencari informasi sehingga pemanfaatan sosial media ini dianggap sebagai
media yang bisa menjangkau semua kalangan di cangkupan wilayah yang luas.
Pemanfaatan sosial media ini diharapkan dapat lebih menyadarkan masyarakat tentang
bahayanya food waste dan bagaimana cara menanggulanginya.
19
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Terdapat dua kegiatan yang dilakukan pada divisi Media Online dan Publikasi sepanjang
tahun 2021. Kegiatan rutin yang pasti dilakukan adalah penyadaran melalui konten-konten
di sosial media yang rutin dilakukan dan Lomba blog yang juga diadakan secara virtual.
1. Sosial Media
Bandung Food Smart City memiliki beberapa akun-akun sosial media yang sangat aktif
dan memiliki kampanye #ambilmakanhabiskan yang terus disebarluaskan dan juga rutin
memposting konten-konten guna memberikan penyadaran kepada masyarakat dan juga
sebagai media publikasi dari kegiatan-kegiatan lain yang diadakan oleh Bandung Food
Smart City. Setiap sosial media memiliki karakteristik dan segmen serta target yang
berbeda juga sehingga perlu adanya pemanfaatan di berbagai jenis sosial media.Selain
itu pencapaian di sosial media tidak dapat di sama ratakan setiap bulan atau di komparasi
dengan sosial media lainnya dikarenakan sistem algoritma dari sosial media juga yang
selalu berubah-ubah sehingga tidak bisa selalu disama ratakan. Berikut merupakan
beberapa sosial media dari Bandung Food Smart City.
a. Instagram
Akun Instagram dari Bandung Food Smart City adalah @bandungfoodsmartcity
dengan jumlah pengikut 752. Setiap bulan @bandungfoodsmartcity rutin
membagikan 20-25 konten di sosial media Instagram dengan memanfaatkan semua
fitur yang ada di Instagram dari mulai memposting foto, video, instastory, dan reels.
Jenis-jenis konten yang di bagikan di akun sosial media Instagram beragam setiap
bulannya sesuai dengan isu yang sedang berkembang dan materi yang disesuaikan.
Jenis-jenis konten dari akun sosial media Instagram @bandungfoodsmartcity adalah
konten informatif, edutainment (edukasi dan entertainment, announcement,
greetings, dan quotes. Jenis-jenis konten tersebut dikemas dalam bentuk foto dan
video yang di post di akun Instagram @bandungfoodsmartcity di berbagai fitur yang
sudah di sediakan oleh Instagram. Berikut merupakan 3 konten terbaik di akun
Instagram @bandungfoodsmartcity sepanjang tahun 2021 yang di bagi atas 2 jenis
fitur di Instagram yaitu postingan feed dan reels. Berikut ini merupakan 3 konten
terbaik dari postingan akun Instagram @bandungfoodsmartcity di feed.
20
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Jumlah Likes : 64
Comment : 5
Share : 5
Saved : 2
Reach : 1162
Impressions : 1310
21
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Berikut merupakan 3 jenis konten yang memiliki jumlah likes, reach dan
impression tertinggi dari berbagai jenis konten. Terlihat walaupun hanya sekedar
menginformasikan/announcement kegiatan ternyata antusias masyarakat juga
cukup besar. Lalu diikuti oleh quotes-quotes yang juga memotivasi audiens agar
selalu menerapkan hidup minim sampah makanan. Selain itu konten berupa
informasi-informasi mengenai food waste, food loss, tips and trik dan lain sebagainya
juga menarik minat audiens untuk melihat dan mengetahui mengenai informasi
tersebut. Sehingga keberagaman jenis konten yang disesuaikan dengan jadwal dan
isu yang beredar menjadi fokus utama dari akun instagram @bandungfoodsmartcity.
Fitur terbaru yang juga di hadirkan Instagram yaitu Reels dan
@bandungfoodsmartcity juga memposting informasi di reels dengan mengemasnya
dalam bentuk motion atau video dengan jenis-jenis konten yang juga berbeda.
Jangkauan dari konten reels lebih luas karena yang akan terjangkau tidak saja
followers dari akun Instagram @bandungfoodsmartcity tetapi juga audiens lain yang
juga memiliki ketertarikan/minat yang sama atau berpotensi muncul di eksplore dari
followers-followers akun Instagram @bandungfoodsmartcity. Berikut ini merupakan 3
terbaik dari postingan reels @bandungfoodsmartcity.
Jumlah Likes : 60
Comment : 0
Share : 18
Saved : 45
Reach : 5411
Play : 5391
22
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Jumlah Likes : 69
Comment : 9
Share : 8
Saved : 25
Reach : 4251
Play : 4172
Jumlah Likes : 26
Comment : 0
Share : 2
Saved : 2
Reach : 1661
Play : 1647
23
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
b. Facebook
Facebook merupakan salah satu jenis sosial media yang sudah cukup lama eksis
namun walaupun tergolong sosial media yang sudah lama eksis Facebook
merupakan situs jaringan sosial media yang paling banyak digunakan di seluruh
penjuru dunia. Pada tahun 2017 jumlah dari Facebook telah mencapai 2.047.000.000
atau dua milyar empat puluh tujuh juta lebih pengguna (Adani, 2020).
Di Facebook terdapat fitur bernama Fanpage. Fanpage adalah akun bisnis
yang merepresentasikan sebuah organisasi atau seseorang dengan fitur-fitur unik di
dalamnya (Perdana, 2021). Salah satu fitur yang banyak digunakan organisasi baik
itu organisasi profit dan non profit karena banyak sekali fitur-fitur yang bisa
dimanfaatkan dari fanpage ini salah satunya adalah fitur ads, dengan menggunakan
facebook manager yang merupakan salah satu fitur yang dimiliki oleh fanpage.
Facebook fanpage ini ditujukan agar dapat lebih baik mengelola akun facebook
dengan berbagai fitur yang digunakan yang tidak terdapat di akun facebook pada
umumnya (Perdana, 2021).
Bandung Food Smart City memiliki akun fanpage dengan nama akun
@bandungfoodsmartcity dengan jumlah like fanpage sebanyak 368. Di akun fanpage
ini @bandungfoodsmartcity rutin memposting konten setiap bulannya sebanyak 20-
25 konten dengan tujuan yaitu menyadarkan audiens facebook melalui konten-
konten tersebut agar sadar tentang bahayanya food waste, food loss, dan bagaimana
cara menanggulanginya.
Dengan jumlah pengguna facebook yang cukup banyak dan dari berbagai
kalangan usia membuat @bandungfoodsmartcity rutin menyebarkan konten-konten
guna menyebarkan penyadaran terhadap pengguna facebook. Konten-konten di
facebook memiliki hasil algoritma yang beragam setiap bulannya tidak konsisten
24
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
karena tergantung dari sistem algoritma dari facebook yang juga sering berubah-
ubah. Sehingga hasil jumlah likes, komen, impression, interaction selalu berbeda-
beda dan tidak bisa dikomparasikan setiap bulannya. Format dan jenis konten yang di
posting di fanpage @bandungfoodsmartcity juga beragam. Berikut merupakan 3
konten terbaik sepanjang 2021 yang di posting di fanpage @bandungfoodsmartcity.
Total Interaction : 34
Reach : 958
Klik Postingan : 32
Total Interaction : 23
Reach : 441
Klik Postingan : 10
25
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Berdasarkan ketiga konten yang memiliki total interaction, reach, dan klik
postingan tertinggi di akun fanpage @bandungfoodsmartcity terlihat bahwa audiens
di facebook lebih menyukai konten-konten edutainment yang dekat dengan
kehidupan sehari-hari audiens dan dapat diterapkan juga di kehidupan sehari-hari
dari audiens. Namun setiap bulannya postingan di fanpage tetap akan di selingi
dengan jenis-jenis konten yang juga informasional, announcement event,
edutainment, dan quotes. Guna adanya penyegaran dalam postingan agar tidak
terkesan monoton dan membahas mengenai isu-isu yang juga sedang menarik.
Pengemasan konten di akun Facebook fanpage @bandungfoodsmartcity
berupa foto, e-poster, video, dan motion agar postingan meragam dan tidak monoton,
serta tujuan dari facebook fanpage @bandungfoodsmartcity sebagai media
penyadaran dapat tersampaikan dengan baik.
c. Tiktok
Tiktok menawarkan layanan untuk dapat berbagi video dengan durasi penayangan
yang terbilang cukup pendek. Video tersebut akan menampilkan musik sebagai
background yang dapat diedit dengan menggunakan filter khusus. Tiktok juga tidak
hanya digunakan untuk membuat video yang sifatnya personal, namun juga dapat
berkolaborasi dengan teman untuk membuat konten yang menarik dan menghibur
(Adani, 2020).
Akun tiktok yang dimiliki bernama @bandungfoodsmartcity dengan jumlah
pengikut 1141. Akun tiktok ini bertujuan untuk mengkomunikasikan dan
menginformasikan ke audiens mengenai bahayanya food waste dan bagaimana cara
menanganinya. Di akun tiktok ini @bandungfoodsmartcity rutin memposting konten
sebanyak 3-5 konten setiap bulannya. Jenis konten yang diposting bervariasi dari
informasional, edutainment, tips, dan quotes. Akun tiktok @bandungfoodsmartcity
terhitung baru aktif pada tahun 2021 ini, konten dikemas dengan video dan motion
guna menarik minat audiens untuk melihat konten dan menyampaikan kampanye
yang dilakukan di akun tiktok @bandungfoodsmartcity. Berikut merupakan 3 konten
terbaik yang di posting sepanjang tahun 2021 di akun tiktok @bandungfoodsmartcity.
26
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
27
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
28
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
2. Lomba Blog
Bandung Food Smart City mengadakan salah satu lomba dengan memanfaatkan media
online yaitu Lomba blog yang ditujukan untuk para blogger di seluruh Indonesia dengan
berbagai latar belakang. Blog adalah aplikasi/platform yang dapat membuat pengguna
bebas untuk mengekspresikan segala hal dalam sebuah blog yang berisi curahan hati
maupun sebuah kritikan, review berdasarkan perspektif dari blogger (Adani, 2020).
Tujuan diadakannya lomba blog ini adalah tidak lain karena bentuk keprihatinan terhadap
lingkungan dan sampah makanan. Lingkungan merupakan salah satu isu yang sedang
banyak dibicarakan saat ini, termasuk persoalan sampah sisa makanan (Food waste).
Indonesia adalah negara yang menduduki peringkat kedua setelah Arab Saudi dalam hal
membuang-buang makanan. Setiap tahunnya terdapat 13 juta ton sisa makanan yang
terbuang di Indonesia atau setara dengan 500 kali berat monas dan jika di rata-ratakan
setiap orang di Indonesia membuang 300 kg sampah makanan setiap tahunnya. Padahal
masih banyak masyarakat ekonomi lemah yang justru sedang dilanda kelaparan dan
mengalami kekurangan makanan. Maka, dalam rangka meningkatkan kesadaran
masyarakat atas bahayanya sampah sisa makanan serta bagaimana cara
menanggulanginya dibuatlah lomba blog ini guna meningkatkan kesadaran masyarakat
lebih luas lagi karena latar belakang peserta dari seluruh Indonesia yang memiliki
berbagai perspektif karena datang dari latar belakang yang berbeda juga sehingga
memperkaya perspektif terhadap food waste dan penanggulanganya. Selain itu dengan
kekuatan media online konten mengenai food waste ini dapat muncul di search engine
dan memudahkan masyarakat luas juga jika ingin mengetahui lebih jauh tentang food
waste mendapatkan masukan dari berbagai pandangan karena dapat mencari informasi
mengenai food waste akan lebih banyak.
Dengan tema lomba blog “Gaya Hidup Minim Sampah Makanan” dengan
menggunakan beberapa kata kunci yaitu :
● Bebas sampah makanan
● Sampah makanan
● Gaya hidup minim sampah makanan
● Food waste
● Bandung Food Smart City
Harapan dari lomba ini agar dapat lebih menyebarluaskan lagi mengenai hal-hal
tersebut mengingat pemanfaatan blog memiliki masa eksis di media online lebih panjang
dari sosial media. Setiap postingan di blog dan dicari di search engine akan lebih mudah
ditemukan daripada di sosial media.
Target awal peserta yang mengikuti lomba blog adalah 100 peserta namun
ternyata total peserta yang masuk ada 151 peserta melebihi dari target peserta yang di
targetkan. Hal ini menandakan semakin banyak orang-orang yang sudah mulai sadar
tentang food waste dan bersiap menjadi agen untuk terus membantu menyebarkan
tentang bahayanya food waste.
29
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Dari total 151 peserta diambil beberapa kategori pemenang yaitu Juara 1,2,3,
Juara favorit, Juara Sosial Media dan 10 Pemenang Hiburan. Berikut merupakan daftar
pemenang dari lomba blog “Gaya Hidup Minim Sampah Makanan”.
No Nama Juara
1. Ika Riyanti Putri Juara 1
2. Thayyibah Nazlatul Ain Juara 2
3. Harsono Juara 3
4. Teguh Nugroho Juara Favorit
5. Myra Anastasia Kania Dewi Juara Sosmed
6. Jihan Mawaddah Pemenang Hiburan
7. Ulma Lisa Nur Hasana Pemenang Hiburan
8. Nurul Mutiara Risqi Amalia Pemenang Hiburan
9. Annasa Rivada Engkesari Pemenang Hiburan
10. Nur Laela Fitriyani Pemenang Hiburan
11. Yohanes Wele Hayon Pemenang Hiburan
12. Siti Mustiani Pemenang Hiburan
13. Aditya Nirwana Pemenang Hiburan
14. Rizky Kurnia Rahman, S.I.P Pemenang Hiburan
15. Rizky Chairani Pemenang Hiburan
Sampai detik terakhir penutupan lomba antusias peserta lomba blog masih tinggi
namun karena keterbatasan waktu harus kita tutup pendaftarannya. Hasil dari 151
peserta lomba blog ini Bandung Food Smart City mendapatkan banyak wawasan dan
dukungan serta memperkaya perspektif berdasarkan dari pengalaman serta latar
belakang dari pada blogger. Harapan dari lomba blog ini dengan lebih banyak orang yang
menyebarkan mengenai isu food waste ini semakin banyak juga orang yang sadar akan
bahayanya efek yang ditimbulkan dari food waste sehingga kasus food waste khususnya
di Indonesia dapat semakin berkurang.
Penutup
Sosial media adalah media daring (online) yang digunakan untuk proses interaksi,
komunikasi, kolaborasi, menyampaikan informasi tanpa Batasan ruang dan waktu yang
dapat menjangkau audiens di semua kalangan. Bandung Food Smart City memiliki tujuan
melalui sosial media yang dimiliki saat ini dan harapannya akan melebar ke platform-
platform lainnya nanti dapat terus melakukan gerakan penyadaran mengenal food waste,
food loss, bahayanya makanan berlebih serta gaya hidup minim sampah makanan dan
konten-konten lain yang tentunya memunculkan motivasi untuk bergabung bersama dalam
hal pengurangan limbah sisa makanan.
Dengan jangkauan media online yang luas harapannya dapat menjangkau audiens
30
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
yang luas dan dari berbagai kalangan. Serta harapan kedepannya Bandung Food Smart
City dapat terus menjalin kerja sama atau kolaborasi dengan berbagai pihak guna terus
menyebarkan gerakan anti food waste. Melalui kampanye #ambilmakanhabiskan juga
harapannya semakin meluas dan menjadi satu gerakan bersama agar bersama-sama bisa
menerapkan pola #ambilmakanhabiskan. Ambil makananmu secukupnya, Makan makanan
dihadapanmu dengan nikmat dan penuh rasa syukur, lalu Habiskan jangan tersisa. Because
we don't have planet B.
Daftar Pustaka
Adani, M. R. (2020, 11 19). Pengaruh Penggunaan Media Sosial dan Manfaat Untuk Bisnis.
Retrieved from Sekawanmedia.co.id: www.sekawanmedia.co.id
Lipinski, B., Hanson, C., Lomax, J., Kitinoja, L., Waite, R., & Tim Searchinger. (2013).
Reducing Food Loss and Food Waste. World Resources Institute.
31
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
32
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Masa remaja adalah masa pertumbuhan yang krusial bagi setiap orang. Menurut Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor 25 Tahun 2014, penduduk yang dikategorikan sebagai remaja
berada di rentang usia 10 hingga 18 tahun. Masa remaja juga bisa diartikan sebagai masa
peralihan individu dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa ini, penting bagi kita
untuk memperhatikan kondisi perkembangan dan pertumbuhannya. Setiap remaja
membutuhkan gizi dan nutrisi yang sesuai agar dapat menjadi remaja yang aktif dan sehat.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar, diketahui bahwa remaja Indonesia masih mengalami
kondisi obesitas, kurus atau sangat kurus, gizi rendah, dan anemia (Kementerian Kesehatan
RI, 2019). Masalah-masalah kesehatan tersebut bisa dikategorikan sebagai masalah
kesehatan yang muncul akibat kurangnya perhatian pada pola makan.
Maka dari itu, kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi sangat berpengaruh
pada pertumbuhan dan perkembangan remaja. Makanan sehat dan gizi yang seimbang
diperlukan untuk mendukung pertumbuhan remaja agar optimal. Gizi seimbang dapat
didefinisikan sebagai susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis
dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Karbohidrat, lemak, protein, serat, vitamin, dan mineral merupakan asupan zat gizi yang
perlu dikonsumsi oleh remaja untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan mereka.
Bagi remaja, gizi yang seimbang juga tentunya sangat penting untuk mendukung
pertumbuhan tulang, perubahan hormon, perkembangan organ tubuh, dan juga
perkembangan kognitif. Selain itu, dengan mengkonsumsi makanan sehat dapat
bermanfaat untuk mencegah masalah kesehatan yang disebabkan oleh makanan seperti
penyakit kardiovaskular, diabetes, osteoporosis, dan lain-lain (Widiarti, 2021).
Kantin Sehat sebagai Program yang Mendukung Pemenuhan Gizi bagi Pertumbuhan
Remaja
Daya pikir seseorang dan pertumbuhannya tidak bisa dilepaskan dari konsumsi nutrisi yang
dimilikinya. Kualitas makanan yang dikonsumsi turut berpengaruh terhadap kesehatan
seorang siswa. Sebagai upaya memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan
33
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
siswa maka kantin di sekolah memegang peranan penting karena menjadi salah satu
sarana untuk mendapatkan kebutuhan nutrisi yang memadai. Kualitas dan kebersihan
makanan di kantin juga turut punya kontribusi terhadap kesehatan siswa- siswa di sekolah
(Direktorat Sekolah Menengah Atas, 2020). Hal ini membuat kantin harus dijaga kualitas
makanan dan kebersihannya agar mampu menjadi sarana dari penyediaan kebutuhan
konsumsi nutrisi siswa.
Lebih lanjut, kantin bukan hanya menjadi tempat jual beli makanan melainkan juga
turut menjadi bagian dari sarana pendidikan seorang siswa dalam masa sekolahnya.
Budaya-budaya seperti antri, kejujuran dalam melakukan pembayaran dan interaksi yang
tercipta antara pedagang kantin dengan siswa sebagai pembeli turut memberikan pengaruh
terhadap perkembangan kepribadian seorang siswa. Hal tersebut membuat kantin harus
menjadi tempat yang layak dan harus mendapatkan pengawasan dari sekolah untuk
mampu berkontribusi terhadap pengembangan kepribadian seorang siswa. Sekolah harus
mampu untuk menggandeng kantin dan menjaga suasana kantin yang bermartabat agar
juga mampu memegang peranan yang layak sebagai tempat perkembangan pribadi
seorang siswa.
Peranan kantin dalam pertumbuhan seorang siswa tidak bisa hanya dilandaskan
sebagai penyedia konsumsi yang berkualitas melainkan juga harus ditekankan bahwa
peranannya krusial untuk mampu menjadi contoh yang baik terhadap perkembangan etika
seorang siswa (Direktorat Sekolah Menengah Atas, 2020). Kolaborasi sekolah dengan
kantin perlu terus menjadi perhatian agar kantin dapat menjadi bagian dari pembelajaran
dan pendidikan seorang siswa.
Didasarkan pada perhatian terhadap isu gizi yang baik bagi perkembangan dan
pertumbuhan usia remaja SMA serta peran penting kantin sekolah bagi siswa, Rikolto
Indonesia, sebuah organisasi non-pemerintah yang memiliki fokus terhadap isu pertanian
dan pangan yang berkelanjutan bekerja sama dengan tim dosen dan mahasiswa Fakultas
Ilmu Sosial dan Politik Universitas Katolik Parahyangan dalam penelitian pentingnya
makanan sehat bagi pertumbuhan remaja dan peran kantin sehat yang dirangkum dalam
program Good Food for School. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kondisi secara
umum kantin-kantin di sekolah pada waktu sebelum pandemi COVID-19 maupun nanti saat
dilaksanakannya kebiasaan baru dan upaya untuk memberikan kontribusi bagi
pengimplementasian kantin sehat dan pemenuhan gizi yang baik bagi peserta didik SMA.
Penelitian ini memiliki rangkaian kegiatan yang ditargetkan kepada lima SMA di Kota
Bandung yang memiliki berbagai karakteristik berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Lima SMA yang menjadi target penelitian dan penerima manfaat ini, diantaranya, SMAN 1
Bandung, SMA Cahaya Bangsa, SMA Santo Aloysius 1, SMAN 22 Bandung, dan SMAN 4
Bandung.
34
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Untuk memetakan kondisi umum peran kantin sekolah terhadap pemenuhan gizi bagi
peserta didik SMA, tim peneliti melakukan wawancara, kelompok diskusi terarah, dan
menyebarkan kuesioner sebagai data pendukung. Penyebaran kuesioner ini dilakukan
untuk mengukur pemahaman siswa-siswi SMA, orang tua, pihak sekolah, serta pihak kantin
terkait dengan makanan sehat, bergizi, dan bernutrisi yang disediakan oleh kantin sekolah
kepada peserta didik pada saat sebelum pandemi COVID-19 dan setelahnya. Pentingnya
mengetahui pemahaman ini adalah untuk melengkapi analisis penelitian yang didapatkan
dari diskusi kelompok terarah dan wawancara sebelumnya. Hasil analisis yang dimiliki akan
dijadikan dasar untuk memformulasikan kegiatan workshop tentang gizi sehat remaja usia
SMA, pentingnya peran kantin sehat, dan juga cara pengelolaan limbah makanan
sederhana untuk menyempurnakan rangkaian penelitian Good Food for School sebagai
upaya berkontribusi terhadap peningkatan mutu pangan serta gizi yang dikonsumsi oleh
para siswa dan siswi SMA Kota Bandung dan sekitarnya.
Workshop
Kegiatan workshop Good Food for School merupakan langkah lanjutan untuk berkontribusi
dalam mengedukasi terkait pengetahuan tentang pemenuhan gizi yang baik, pelaksanaan
kantin sehat, dan pengelolaan limbah makanan sederhana bagi peserta didik SMA, orang
tua, pihak sekolah, dan juga pihak kantin bagi lima SMA di Kota Bandung yang menjadi
target penelitian. Kegiatan workshop akan dibagi menjadi dua sesi yang berbeda agar setiap
kegiatan dapat menyesuaikan materi penyuluhan dan edukasi terhadap dua kelompok
sasaran partisipan yang berbeda, yaitu peserta didik SMA dengan orang tua dan pihak
sekolah bersama pihak kantin.
Sesi workshop yang pertama mengundang pembicara yang menguasai bidang gizi
pada remaja usia SMA serta ahli dalam bidang pengelolaan limbah makanan. Selanjutnya,
workshop kedua mengundang narasumber dari Dinas Kesehatan Kota Bandung dan
Perwakilan dari Yayasan Gita Pertiwi Solo untuk memberikan penyuluhan pelaksanaan
kantin sehat sesuai protokol dan aturan yang telah dianjurkan pada saat kebiasaan baru
nanti dan pembelajaran dari praktik terbaik pelaksanaan kantin sehat yang sudah terjadi di
Solo.
Metode Penelitian
Metode kualitatif dipilih untuk digunakan dalam melakukan penelitian ini. Metode ini
digunakan untuk mendapatkan pemahaman mengenai suatu fenomena yang terjadi.
Setelah itu, pemahaman tersebut dituangkan dalam analisis. Dalam hal ini, metode kualitatif
digunakan untuk mendapatkan pemahaman mengenai praktik kantin di lima Sekolah
Menengah Atas (SMA). Selain itu, penelitian ini berusaha menganalisis pemahaman
narasumber/responden mengenai makanan sehat. Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan proses FGD, wawancara, dan
35
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
studi literatur. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang
didapatkan langsung oleh peneliti. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif yang
berusaha untuk menjelaskan mengenai fenomena yang ada dalam hal ini memberikan
gambaran pengetahuan tentang makanan sehat dan kondisi umum kantin-kantin di lima
SMA yang ada di Kota Bandung dan sekitarnya.
36
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Sebelum membahas standar dan kriteria mengenai kantin sehat, penelitian ini akan
membahas pengertian dari kantin sehat dan empat pilar yang melandasinya. Sebuah Pusat
Regional Pangan dan Gizi yang berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia (SEAMEO RECFON) menyatakan bahwa kantin sehat merupakan
suatu unit kegiatan di sekolah yang memberi manfaat bagi kesehatan (Direktorat Menengah
Atas, 2020). Karena itu, kantin sehat harus dapat menyediakan makanan utama atau ringan
yang menyehatkan, yaitu bergizi, higienis, dan aman dikonsumsi untuk masyarakat sekolah.
Akan tetapi, untuk membentuk kantin sehat sekolah, diperlukan adanya kerja sama institusi
selain di bidang pendidikan, terutama bidang kesehatan dan pengawasan makanan, yaitu
Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Menurut SEAMEO RECFON, dalam pelaksanaan kantin sehat, terdapat empat pilar
yang harus dijadikan fondasi yang kokoh di setiap institusi terkait. Keempat pilar tersebut
merupakan komitmen dan manajemen, sarana dan prasarana, sumber daya manusia
(SDM), serta mutu pangan. Pilar komitmen dan manajemen menjadi pengikat dari ketiga
pilar lainnya dalam menciptakan kewenangan pihak sekolah yang kuat dalam mewujudkan
terbentuknya kantin sehat. Pilar kedua dan ketiga merupakan komponen penting yang
saling berkaitan, yaitu bagaimana sarana dan prasarana yang memadai dapat
dimanfaatkan oleh SDM yang mumpuni dan bertanggung jawab. Pilar terakhir, yaitu mutu
pangan merupakan luaran yang dihasilkan melalui pendirian pilar-pilar lainnya dengan
memproduksi makanan kantin yang bermutu, bergizi, higienis, dan aman dikonsumsi.
Berdasarkan pedoman pelaksanaan kantin sehat pada kebiasaan baru yang diterbitkan
oleh Direktorat Sekolah Menengah Atas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun
2020, kriteria dan standar pelaksanaan kantin sehat ditetapkan oleh dua institusi, yaitu
BPOM dan Kementerian Kesehatan. Dalam hal ini, Kementerian Kesehatan lebih berfokus
kepada aspek fisik yang harus dimiliki oleh kantin sehat, sedangkan BPOM lebih
menekankan kepada aspek non-fisik yang harus diperhatikan dalam kantin sehat. Dari
adanya dua standar aspek ini, diharapkan pelaksanaan kantin sehat menjadi lebih lengkap
dan memadai bagi pemenuhan gizi dan kesehatan tidak hanya siswa-siswi SMA, tetapi
seluruh warga sekolah.
37
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Implementasi kantin sehat di lima sekolah yang menjadi target penelitian masih sangat
beragam. Terdapat sekolah yang melakukan penerapan kantin sehat dengan sangat baik
sementara terdapat juga sekolah yang masih melaksanakan praktik kantin sehat dengan
kurang baik. Misalnya implementasi kantin sehat di SMA Cahaya Bangsa Bandung sudah
sangat baik dan dilengkapi dengan praktisi kesehatan, kegiatan monitoring dan evaluasi
yang baik, serta fasilitas kantin yang memadai. Namun, beberapa sekolah lainnya masih
mengalami kekurangan dalam hal fasilitas dan penerapan prinsip-prinsip kebersihan.
Salah satu masalah yang masih sering muncul di berbagai kantin sekolah adalah
keberadaan makanan maupun minuman tidak sehat. Beberapa kantin sekolah di Kota
Bandung masih menyediakan gorengan berminyak dan minuman berkarbonasi yang
sebenarnya tidak dianjurkan dikonsumsi oleh anak sekolah. Maka dari itu, diperlukan
kegiatan pengawasan yang lebih ketat secara berkala terhadap berbagai makanan maupun
minuman yang dijajakan di kantin-kantin sekolah.
Kemudian, salah satu hal yang patut dicontoh dari implementasi program kantin sehat
di Kota Bandung adalah eratnya komunikasi, koordinasi, dan kerja sama antar pihak
sekolah, pengelola kantin, dan pihak-pihak lain yang turut berperan dalam kegiatan kantin
sehat. Hubungan dua arah yang baik ini diperlukan untuk terus melakukan pengembangan
dan juga perbaikan terhadap kantin sehat di SMA masing-masing, baik secara fisik maupun
secara praktik. Keterlibatan orang tua murid dalam pelaksanaan kantin sehat juga bisa
meningkatkan kualitas implementasi kantin sehat di Kota Bandung.
38
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
2. Pihak Sekolah
Berdasarkan hasil wawancara, dapat dinyatakan bahwa pemahaman sekolah terkait
makanan sehat masih belum merata. Hal ini dikarenakan ada beberapa sekolah yang
sudah memahami terkait makanan sehat dan sudah memiliki standar operasional
untuk menjaga kualitas makanan, sedangkan masih ada sekolah yang belum
mengimplementasikan kepedulian tinggi terkait makanan sehat di kantinnya dan
belum mengatur operasional kantin dengan maksimal.
3. Pedagang Kantin
Berdasarkan wawancara yang dilakukan, dapat dinyatakan bahwa mayoritas
pedagang kantin belum memiliki pemahaman kuat terkait makanan sehat karena
masih cenderung mengutamakan penjualan yang disukai oleh para siswa tanpa
mengutamakan kualitas kandungan makanan yang sehat.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan 5 sekolah, dapat dinyatakan bahwa
gambaran umum tentang kantin sekolah sudah cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi para siswa. Walaupun masih ada beberapa makanan yang dijual belum memenuhi
standar kantin sehat. Hal tersebut dapat dilihat dengan variasi makanan yang dijual di
sekolah-sekolah tersebut. Makanan yang dijual bervariasi mulai dari makanan yang cukup
sehat, mengandung sayur dan gizi seimbang hingga berbagai makanan cemilan dan
minuman soda yang masih rendah nutrisi.
Sementara itu, terkait dengan sarana dan prasarana kantin di sekolah sudah cukup
baik dengan bangunan yang memadai untuk berjualan, tempat untuk menyediakan
makanan serta tempat pembuangan sampah. Namun penjagaan dan kebersihan fasilitas
bangunan kantin perlu menjadi perhatian. Fasilitas sanitasi untuk cuci tangan bagi para
siswa yang melakukan konsumsi di kantin juga sudah disediakan dan memadai hampir di
semua sekolah.
Dalam hal pengelolaan kantin, mayoritas sekolah melakukan penyewaan terhadap
pedagang luar di kantin sekolah. Namun, belum semua sekolah melakukan seleksi sebagai
39
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
uji kelayakan pedagang dan makanan apa saja yang bisa dijual di sekolah. Sekolah lebih
memastikan variasi makanan yang dijual oleh para pedagang tetapi ada juga sekolah yang
mengatur sendiri pengelolaan kantinnya dengan menyiapkan program menu makanan
sehat berkualitas oleh tim dokter sekolah, mulai dari penggunaan bahan baku hingga
penyajian makanan yang dikonsumsi oleh para siswa.
Selanjutnya, dalam pelaksanaan monitoring, peran sekolah dalam memantau kantin
sudah cukup baik. Adapun beberapa cara yang dilakukan dalam melakukan evaluasi,
diantaranya, memberikan kuesioner terhadap kantin untuk mendata makanan apa saja
yang dijual kantin, memiliki program makan siang yang menunya diatur oleh dokter nutrisi
sekolah, dan memberikan arahan kualitas makanan yang patut ditawarkan kepada siswa.
Untuk mendukung data yang didapatkan dari hasil wawancara dan diskusi kelompok
terarah, tim peneliti menyebarkan kuesioner secara daring ke lima sekolah di Bandung yang
menjadi subyek penelitian dengan total 145 responden. Penyebaran kuesioner dilakukan
kepada narasumber dari wawancara mendalam maupun FGD (Focus Group Discussion)
untuk kemudian disebarkan lagi kepada warga sekolah. Dari hasil kuesioner yang ada, tim
peneliti mendapat gambaran tentang bagaimana kelima SMA yang ada di Kota Bandung
memahami tentang peran kantin di sekolah sebagai penunjang gizi sehat serta seimbang
dalam kegiatan sehari-hari.
Adapun kuesioner dibagi menjadi empat bagian, yaitu: (1) Biodata Responden
Kuesioner; (2) Perilaku Konsumsi Masyarakat yang bertujuan untuk memahami pola
konsumsi masyarakat secara umum sebelum pandemi serta pemahaman masyarakat
mengenai kantin sehat; (3) Peranan Pemerintah dan Sekolah dalam Penerapan Kantin
Sehat yang ditujukan untuk menganalisis pandangan masyarakat sekolah terhadap peran
sekolah dalam penerapan kantin sehat; dan (4) Penerapan Kebiasaan Baru Pasca Pandemi
di Kantin Sehat untuk menganalisis daya tarik kantin selepas pandemi serta solusi yang bisa
ditempuh oleh kantin dalam beradaptasi dengan kebiasaan baru.
Berdasarkan penelitian yang kami lakukan dapat dinyatakan bahwa mayoritas para
responden yang mencakup siswa, orang tua, pedagang dan pihak sekolah sudah cukup
memahami pentingnya nutrisi yang baik bagi pertumbuhan siswa, bagaimana kantin sehat
yang seharusnya, konsumsi yang mendukung terciptanya kesehatan serta pengelolaan
kantin sehat. Berdasarkan penelitian yang kami lakukan, dapat dinyatakan bahwa
gambaran umum kantin sehat yang ada di SMA Kota Bandung belum secara merata dan
secara baik telah menerapkan arahan Operasional Kantin Sehat yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Khususnya apabila menganalisis secara mendalam, ada sekolah yang bahkan
sudah memiliki tim gizi sekolahnya sendiri, namun di satu sisi masih ada sekolah yang
bahkan masih belum mampu mengolah fasilitas kantin yang ada di sekolahnya. Tentunya
ada beberapa faktor utama seperti kurangnya pengawasan pemerintah dalam penerapan
operasional kantin sehat, kesenjangan sumber daya baik infrastruktur maupun manusia
dalam terciptanya kantin sehat serta kesadaran segenap pihak sekolah untuk
mengkonsumsi makanan sehat dan gizi seimbang yang didukung oleh penyelenggaraan
kantin sehat.
40
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Dalam upaya melakukan penelitian terdapat berbagai tantangan khususnya dalam berbagai
41
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
situasi akibat keterbatasan kondisi pandemi sehingga perlu diakui bahwa ada keterbatasan
dalam penelitian ini. Tantangan-tantangan yang dihadapi diantaranya:
1. Keterbatasan mobilitas
Hal ini menjadi salah satu tantangan utama dalam melakukan penelitian. Penelitian
yang berbasis pada observasi lapangan harus bertransformasi dengan
menggunakan metode daring secara virtual. Hal tersebut mengakibatkan akses
informasi yang didapatkan tidak menyeluruh baik dari narasumber maupun dari
kondisi fisik kantin sehat yang menjadi objek penelitian. Selain itu, dengan kondisi
virtual, tidak semua narasumber sudah piawai dalam menggunakan dan
mengakses platform daring yang digunakan sehingga menjadi salah satu
penyebab keterbatasan informasi yang didapat.
42
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Rekomendasi
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, penelitian ini bertujuan untuk memberikan
gambaran umum awal terkait kondisi kantin sehat yang ada pada SMA Kota Bandung
sehingga perlu diadakan penelitian dan berbagai upaya lanjutan dalam rangka membangun
dan meningkatkan kondisi kantin sehat di SMA Kota Bandung. Berikut adalah berbagai
rekomendasi yang dapat menjadi saran untuk lanjutan penelitian kedepannya:
43
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
program ini perlu dirasakan juga oleh otoritas sekolah untuk menjamin sisi
keberlanjutan dari program kantin sehat dan berjalan secara mandiri setelah program
dari tim berakhir. Untuk itu, dalam memasuki momentum adaptasi kebiasan baru dan
kelas kombinasi daring dan pembelajaran tatap muka, apabila rekomendasi pertama
dan kedua sudah terlaksana, maka selanjutnya dapat dilakukan pilot project untuk
membuat rencana aksi program kantin sehat yang didesain sesuai kebutuhan. Hal ini
dapat dilakukan dengan mengambil salah satu sekolah untuk menjadi model
percontohan kantin sehat di Kota Bandung dan melibatkan berbagai pemangku
kepentingan mulai dari pemerintah, pihak sekolah, dan pedagang kantin.
Daftar Pustaka
Direktorat Sekolah Menengah Atas, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini,
Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. “Kantin Sehat SMA Di Masa Kebiasaan Baru,” Jakarta, 2020.
———. “Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Tentang
Pedoman Gizi Seimbang,” Jakarta, 2014.
Widiarti, Yayuk. “Waspadai Dampak Kurang Gizi Saat Remaja.” Tempo. TEMPO.CO, April
30, 2021. https://gaya.tempo.co/read/1457836/waspadai-dampak-kurang-gizi-saat-
remaja.
44
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Lampiran
Seberapa sering anda berkunjung ke kantin sekolah sebelum pandemi?
145 responses
Sering
22.1% Kadang-kadang
11.7% Jarang
Tidak pernah
7.6%
58.6%
Jenis makanan seperti apa yang paling anda sering beli di kantin?
145 responses
Minuman 75 (51.7%)
0 25 50 75 100 125
45
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Komponen apa saja yang menurut Anda paling penting harus ada di sebuah kantin?
(Dapat memilih lebih dari 1 jawaban)
145 responses
0 25 50 75 100 125
Menurut Anda fasilitas apa saja yang diperlukan dalam mendukung kantin sehat?
145 responses
Menurut Anda bagaimana sekolah agar para pedagang kantin dapat berjualan dan tetap
melakukan penerapan protokoler kesehatan pasca pandemi?
149 responses
Penyuluhan Protokoler
128 (85.9%)
Kesehatan
0 50 100 150
Diagram 1.6 Hasil Opini Penerapan Kantin dalam Adaptasi Kebiasaan Baru
46
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
47
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
48
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Pendahuluan
Data dari Badan Pusat Statistik Kota Bandung (2021) menunjukkan bahwa jumlah
penduduk Kota Bandung pada tahun 2020 sudah mencapai 2.510.103 jiwa. Jumlah
penduduk Kota Bandung tersebut mengindikasikan kebutuhan akan bahan pangan yang
sangat banyak. Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh tim peneliti, ternyata kebutuhan
akan pasokan bahan pangan di Kota Bandung belum dapat diikuti dengan kemampuan dari
Kota Bandung untuk memasok sendiri bahan pangan tersebut. Dikutip dari siaran pers yang
dikeluarkan oleh Humas Kota Bandung pada 9 September 2021, Kepala Dinas Ketahanan
Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bandung, Bapak Gin Gin Ginanjar mengungkapkan
bahwa hampir 96 persen kebutuhan pangan di Kota Bandung berasal dari luar daerah Kota
Bandung sehingga ketergantungan pasokan pangan dari luar Kota Bandung perlu
diperhatikan. Berdasarkan paparan tersebut, tim peneliti merasa perlu untuk melakukan
penelitian lebih lanjut terkait alur rantai pasok pangan yang terjadi di Kota Bandung. Hal ini
dimaksudkan agar Pemerintah Kota Bandung, dalam hal ini diwakili oleh Dinas Ketahanan
Pangan dan Pertanian, dapat membuat kebijakan yang sesuai kondisi nyata yang terjadi di
Kota Bandung berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan oleh tim peneliti.
Stanton (2021) menyebutkan bahwa dalam melakukan manajemen rantai pasok, hal
utama yang perlu dilakukan adalah dengan memahami siapa pelanggan yang dituju dan
alasan pelanggan tersebut membeli produk atau layanan yang ada. Hal tersebut juga perlu
diterapkan dalam pendalaman terkait alur rantai pasok pangan yang terjadi di Kota
Bandung. Agar dapat memahami pola rantai pasok bahan pangan di Kota Bandung,
penelitian ini dimulai dengan tahap pemetaan perilaku masyarakat Kota Bandung dalam
memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga. Tahap pemetaan ini dilakukan dengan cara
menyebar kuesioner di 30 kecamatan yang ada di Kota Bandung.
Berdasarkan pengelompokan yang dilakukan oleh Badan Ketahanan Pangan
Kementerian Pertanian, pemenuhan konsumsi rumah tangga atau pengeluaran rumah
tangga dibagi menjadi dua kategori yaitu pengeluaran untuk produk konsumsi dan
pengeluaran untuk produk non konsumsi. Produk konsumsi terdiri dari produk makanan dan
non makanan. Produk makanan terbagi lagi menjadi 2 kategori yaitu produk makanan yang
berasal dari pihak lain dan produk makanan yang berasal dari hasil produksi sendiri.
49
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
50
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Rancangan Penelitian
Hasil dari penelitian ini adalah pemetaan karakteristik perilaku konsumsi pangan segar
rumah tangga di Kota Bandung dengan berdasarkan pada Zona PPDB (Penerimaan
Peserta Didik Baru). Zona PPDB yang digunakan berdasarkan zona PPDB yang membagi
Bandung menjadi 4 Zona yaitu Zona A (Utara) yang terdiri dari 8 kecamatan, Zona B (Timur)
yang terdiri dari 10 kecamatan, Zona C (Selatan) yang terdiri dari 5 kecamatan, dan terakhir
Zona D (Barat) yang terdiri dari 7 kecamatan. Pembagian zona ini dilakukan agar dapat
dilakukan analisis yang lebih mendalam dan detail sehingga hasilnya dapat menjadi lebih
akurat. Hal ini dikarenakan dalam penelitian berikutnya akan dilakukan analisis untuk tingkat
zona sehingga dengan 1 kali penelitian, data yang dimiliki dapat langsung digunakan
sebagai data awal untuk penelitian berikutnya. Pada pembahasan kali ini, akan dibahas
hasil pemetaan gabungan dari semua zona PPDB di Kota Bandung. Hasil pemetaan dari
masing masing zona ini akan dipaparkan dalam buku terpisah.
51
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
UTARA
A
TIMUR
D B
C
SELATAN
BARAT
Hasil daripada pemetaan ini akan digunakan sebagai acuan untuk jenis pangan yang
akan dibudidayakan oleh Urban Farming, Buruan Sae atau Ketapang-kita.id. Implementasi
lainnya yaitu menjadi acuan dalam menetapkan kebijakan pemerintah terkait Pola Pangan
Harapan (PPH) di Kota Bandung serta sebagai informasi dalam perencanaan menu Kantin
Sehat di sekolah-sekolah yang ada di Kota Bandung. Selain pemetaan karakteristik perilaku
konsumsi pangan segar rumah tangga di Kota Bandung, hasil lain dari penelitian ini adalah
pemetaan alur rantai pasok dan hasil analisis rantai pasok pangan segar berdasarkan
perilaku konsumsi rumah tangga di Kota Bandung. Kedua hasil ini diharapkan dapat menjadi
acuan dalam menetapkan kebijakan pemerintah terkait rantai pasok konsumsi pangan
rumah tangga di Kota Bandung, terutama kebijakan mengenai kerja sama dengan pihak
pemasok dan distributor.
Pemetaan karakteristik perilaku konsumsi pangan segar rumah tangga di Kota
Bandung disusun dari hasil kuesioner pola konsumsi pangan masyarakat di Kota Bandung.
Sedangkan untuk alur dan hasil analisis alur pasokan konsumsi pangan segar rumah tangga
52
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
di Kota Bandung disusun berdasarkan hasil kuesioner pola konsumsi pangan masyarakat di
Kota Bandung, hasil wawancara dengan pedagang pasar konvensional (pasar tradisional,
pedagang keliling, toko kelontong) dan hasil wawancara dengan pedagang pasar modern
dan online.
Pembahasan pada buku ini berfokus pada pemetaan karakteristik perilaku dan
analisis alur pasokan konsumsi pangan segar rumah tangga di Kota Bandung secara
keseluruhan. Hasil penelitian lainnya akan dibahas secara detail pada buku tersendiri.
Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni - Agustus 2021 dengan cara menyebarkan
kuesioner kepada masyarakat Kota Bandung yang berada di 30 kecamatan melalui media
sosial (WhatsApp dan Instagram). Secara umum ada 3 aspek utama yang menjadi
pertanyaan dalam kuesioner, yaitu: profil responden, perilaku masyarakat dalam berbelanja
bahan makanan (lokasi, frekuensi dan jenis komoditas yang dibeli atau diproduksi sendiri
jika melakukan Urban Farming di rumah) dan perilaku konsumsi (frekuensi dan jenis
komoditas yang dikonsumsi). Untuk melengkapi aspek utama tersebut, dalam kuesioner
telah disiapkan banyak pilihan jawaban yang didasarkan pada ketetapan dari pemerintah
untuk mempermudah responden dalam pengisian kuesioner tersebut. Namun, dalam
kuesioner tersebut tetap disediakan pilihan lain lain yang dapat diisi oleh responden.
Sampel yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 1.464 responden. Dari jumlah
tersebut, 376 responden berjenis kelamin pria, dan 1088 responden berjenis kelamin
wanita. Menimbang dari pertanyaan mengenai perilaku konsumsi termasuk perilaku
pembelian bahan pangan maka dapat dimaklumi ketika jumlah responden wanita lebih
banyak dibanding jumlah responden pria. Hal ini dikarenakan pada umumnya yang
mengurusi segala hal terkait makanan dan pembelanjaan di rumah tangga adalah wanita.
Jenis Kelamin
Wanita 1088
Pria 376
53
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia menyatakan bahwa usia produktif masyarakat
Indonesia berkisar antara 15 sampai 64 tahun. Rentang usia tersebut menjadi acuan bagi
penelitian ini dengan mempersempit rentang tersebut menjadi antara 20 sampai 60 tahun.
Mayoritas masyarakat yang mengisi kuesioner ini berada pada rentang usia 20-29 tahun
yaitu sebesar 654 orang.
Rentang Usia
< 20 Tahun 78
20 - 29 Tahun 654
30 - 39 Tahun 414
40 - 49 Tahun 238
50 - 59 Tahun 68
> 60 Tahun 12
0 100 200 300 400 500 600 700
Jumlah
Status Perkawinan
Kawin 862
Cerai Hidup 58
Cerai Mati 20
54
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Jenis Pekerjaan
Mengurus Rumah Tangga 531
Karyawan Swasta 327
Pelajar / Mahasiswa 245
Wiraswasta 146
Belum / Tidak Bekerja 117
Guru / Dosen 44
PNS 32
Tenaga Medis 7
Karyawan BUMN / BUMD 6
Pensiunan 6
Lainnya 2
TNI / Polri 1
0 100 200 300 400 500 600
Jumlah
Gambar 6. Jenis Pekerjaan Responden Berdasarkan Hasil Kuesioner
Berdasarkan Gambar 6, jenis pekerjaan yang paling banyak diisi masyarakat dalam
kuesioner adalah yang berprofesi sebagai pengurus rumah tangga, baik itu asisten rumah
tangga ataupun pemilik rumah tangga. Diikuti oleh karyawan swasta, pelajar/mahasiswa,
wiraswasta, belum/tidak bekerja, guru/dosen, dan PNS (Pegawai Negeri Sipil). Secara tidak
langsung dari Gambar 6 dapat disimpulkan bahwa responden daripada kuesioner ini sudah
sesuai karena mengarah pada pola konsumsi pangan segar di rumah tangga dan bukan
mengarah kepada pola konsumsi pangan segar untuk kegiatan usaha atau bisnis.
Tingkat Penghasilan
Dari hasil pengumpulan kuesioner, secara domisili atau tempat tinggal responden,
dapat disimpulkan kuesioner ini tersebar secara merata di semua Zona PPDB dengan
persentase jumlah responden sebesar 28,42% (416 orang) berdomisili di Zona A (Utara);
28,42% (416 orang) berdomisili di Zona B (Timur); 18,03% (264 orang) berdomisili di Zona C
(Selatan); dan 25,14% (368 orang) berdomisili di Zona D.
55
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
UTARA
A 28,42%
TIMUR
28,42%
D B
C
SELATAN
18,03%
BARAT
25,14%
56
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
57
58
Tabel 3. Lokasi Masyarakat Kota Bandung Berbelanja Bahan Makanan Berdasarkan Hasil Kuesioner
Tanggapan Pasar Pedagang Toko Pasar Toko Bercocok Tanam Beternak Lainnya
Responden Tradisional Keliling Kelontong Modern Online di Rumah di Rumah
yang Berkelanjutan
Persentase
Pasar Pedagang Toko Pasar Toko Bercocok Tanam Beternak Lainnya
Pemenuhan
Tradisional Keliling Kelontong Modern Online di Rumah di Rumah
Kebutuhan
Tidak Pernah 5,19% 16,26% 14,21% 13,8% 33,88% 65,37% 87,09% 77,66%
1 - 25% 24,8% 34,22% 37,77% 38,32% 37,64% 25% 7,79% 13,39%
26 - 50% 25,89% 25,82% 26,98% 29,85% 17,08% 5,87% 3,55% 5,46%
51 - 75% 27,19% 14,86% 14,75% 14,21% 8,33% 2,73% 1,09% 1,71%
76 - 100% 16,94% 8,74% 6,28% 3,83% 3,07% 1,02% 0,48% 1,78%
Total 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Berdasarkan hasil dari kuesioner, diketahui bahwa pasar tradisional menjadi pilihan
utama dari masyarakat Kota Bandung untuk berbelanja bahan makanan. Hasil kuesioner
menunjukkan ada 93 lokasi pasar tradisional yang biasa dikunjungi oleh masyarakat Kota
Bandung dan berikut daftar 10 pasar tradisional yang paling banyak dikunjungi (Tabel 5).
59
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Tabel 5 menunjukkan bahwa pasar yang paling banyak dikunjungi masyarakat di Kota
Bandung adalah Pasar Andir di posisi pertama, Pasar Cicadas pada posisi kedua, Pasar
Astana Anyar pada posisi ketiga, Pasar Kiara Condong pada posisi keempat, dan Pasar
Ciroyom Bermartabat pada posisi kelima. Apabila dilihat berdasarkan pembagian wilayah
Zona PPDB, maka sepuluh pasar teratas yang paling sering dikunjungi tersebar secara
menyeluruh di semua zona.
Hasil kuesioner menunjukkan ada 28 lokasi pasar modern yang biasa dikunjungi oleh
masyarakat Kota Bandung dan 5 pasar modern yang paling banyak dikunjungi adalah
Borma, Indomaret, Superindo, Yogya Group, dan Carrefour (Transmart). Lima pasar
modern tersebut kemudian dikunjungi dan perwakilannya diwawancarai agar didapatkan
informasi yang lebih spesifik terkait alur rantai pasokannya.
Masyarakat Kota Bandung juga mendapatkan sumber bahan makanan segar untuk
diolah dari toko online. Hasil kuesioner menunjukkan ada 35 jenis toko online yang dituju
oleh masyarakat Kota Bandung untuk membeli bahan makanan dan ada 3 (tiga) jenis toko
online yang menduduki peringkat teratas, yaitu Shopee, Lazada, dan Media Sosial
(Instagram, WhatsApp, Facebook). Penelitian lebih lanjut dilakukan dengan mencari toko
yang berjualan pada ketiga platform tersebut, lalu diwawancarai agar mendapatkan
informasi spesifik terkait alur rantai pasoknya.
Selain tujuh sumber bahan makanan yang ditentukan dalam penelitian, beberapa
masyarakat juga memperoleh bahan makanan segar dari sumber lainnya (tampak pada
Gambar 11).
0 20 40 60 80 100 120
Jumlah
Gambar 11. Sumber Lain yang Biasa Digunakan untuk Perolehan Bahan Makanan
oleh Masyarakat di Kota Bandung Berdasarkan Hasil Kuesioner
60
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Secara umum, pola rantai pasok pangan menurut Iakovou, Bochtis, Vlachos, & Aidonis
(2016) tampak pada Gambar 12, dimana konsumen pada umumnya membeli pangan
melalui retailer, tetapi ternyata berdasarkan hasil kuesioner didapatkan bahwa masyarakat
Kota Bandung ada yang langsung memutus rantai dengan cara membeli langsung ke pihak
yang memproduksi pangan (petani, peternak, Buruan Sae) atau bahkan menanam atau
berternak sendiri untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Dalam hal ini yang dimaksud
dengan retailer adalah pihak pihak yang langsung berhubungan dengan konsumen akhir
tapi bukan merupakan produsen. Retailer dapat berupa pasar tradisional, pasar modern,
toko online, toko kelontong, dan pedagang keliling.
61
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Product flows
Financial flows
Oleh karena itu berdasarkan hasil survei yang didapatkan dari hasil kuesioner dan
wawancara dengan pihak retail (pasar tradisional, pedagang keliling, toko kelontong, pasar
modern, dan pasar online) pada penelitian ini dihasilkan gambaran umum kondisi rantai
pasok pangan di Kota Bandung dari sisi konsumen dan dapat dilihat pada alur proses yang
ada pada Gambar 13.
Pasar
Tradisional
Pedagang Pasar
Keliling Konvensional
Toko Kelontong
Petani /
Distributor Pasar Modern Konsumen
Peternak
Pasar Online
Urban Farming
Lainnya
Gambar 13. Rantai Pasok Pangan di Kota Bandung Berdasarkan Hasil Survei
62
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Kesimpulan
Pihak yang mengatur pola konsumsi pangan segar masyarakat di Kota Bandung pada
tingkat rumah tangga didominasi oleh wanita yang berada dalam usia produktif. Oleh karena
itu pendekatan terkait kebijakan pangan sangat tepat jika diarahkan pada kelompok
tersebut, terutama dengan menggunakan pendekatan yang selaras dengan kearifan lokal
yang dimiliki oleh masyarakat Kota Bandung. Praktek baik dalam penyederhanaan rantai
pasok pangan di Kota Bandung sudah tampak dari adanya kegiatan Buruan Sae yang
dilakukan oleh masyarakat di Kota Bandung. Hal yang perlu ditingkatkan adalah
memperbanyak jenis pangan yang dapat diproduksi sendiri serta menambah jumlah rumah
tangga yang terlibat dalam kegiatan Buruan Sae agar ketergantungan terhadap pangan dari
luar Kota Bandung dapat diminimalkan. Tentunya jenis pangan tersebut harus diselaraskan
dengan kebutuhan konsumsi pangan masyarakat Kota Bandung. Pemerintah juga perlu
memberikan perhatian secara khusus kepada para pihak yang terlibat dalam rantai pasok
pangan di Kota Bandung agar terjalin hubungan yang baik antar setiap pihak tersebut guna
menjadikan Kota Bandung sebagai Kota Cerdas Pangan.
63
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Referensi
Abraham, S. (2021, Oktober 7). UMR Kota Bandung 2021 Mengalami Kenaikan 3,27%
Bersama Dengan UMK 16 Kota Kabupaten di Jawa Barat Lainnya. Retrieved from
DeskJabar.com: https://deskjabar.pikiran-rakyat.com/jabar/pr-1132748187/umr-
kota-bandung-2021-mengalami-kenaikan-327-bersama-dengan-um k-16-kota-
kabupaten-di-jawa-barat-lainnya
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Indonesia. (2015). Panduan Perhitungan
Pola Pangan Harapan (PPH).
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian. (2021). Direktori Perkembangan
Konsumsi Pangan. Indonesia.
Badan Pusat Statistik Indonesia. (n.d.). Istilah. Sumber dari Badan Pusat Statistik:
https://www.bps.go.id/istilah/index.html?Istilah_page=4
Badan Pusat Statistik Kota Bandung. (2021). Jumlah Penduduk (Jiwa), 2018 - 2020.
Sumber dari Badan Pusat Statistik Kota Bandung: https://bandungkota.bps.go.id/
indicator/12/32/1/jumlah-penduduk.html
Dinas Pangan dan Pertanian. (2020). Apakah itu Buruan Sae? . Sumber dari Buruan Sae -
Integrated Urban Farming: https://buruansae.bandung.go.id/index.php/tentang/
Dinas Pendidikan Kota Bandung. (2019). Penentuan Zona PPDB. Humas Kota Bandung.
(2021, September 9). Giatkan Konsep Ketahanan Pangan, Ratusan Buruan SAE
Hadir Secara Sukarela. Sumber dari HUMAS KOTA BANDUNG, Siaran Pers:
https://humas.bandung.go.id/layanan/giatkan-konsep-ketahanan-pangan-ratusan-
buruan-sae-hadir-secara-sukarela
Iakovou, E., Bochtis, D., Vlachos, D., & Aidonis, D. (2016). Supply Chain Management for
Sustainable Food Network. United Kingdom: John Wiley & Sons, Ltd.
Perpres Nomor 18 tahun 2020 . (2020). Perpres Nomor 18 tahun 2020 tentang RPJMN 2020
- 2024.
Rahmah, S. A. (2020). Implementasi Kearifan Lokal Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh, Silih
Wawangi dalam Membentuk Karakter Peserta Didik. Sosietas Jurnal Pendidikan
Sosiologi, 1, 791-800.
Stanton, D. (2021). Supply Chain Management for Dummies 2nd ed. New Jersey: John
Wiley & Sons, Inc.
64
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
65
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
66
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Jumlah penduduk di dunia selalu meningkat setiap tahunnya. Saat ini jumlah penduduk
dunia telah mencapai 7.1 miliar jiwa. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat hingga
mencapai 9 miliar jiwa pada tahun 2050. Proyeksi penduduk yang bertambah ini juga
meningkatkan kebutuhan dasar manusia terutama dalam memenuhi kebutuhan pangan.
Pangan adalah kebutuhan dasar manusia dan hak mendasar. Dalam Sustainable
Development Goals (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan), isu pangan berada dalam tajuk
tujuan ke-2 yakni “Tanpa Kelaparan”. Visi dari tujuan ke-2 ini adalah; “Menghilangkan
kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan gizi yang baik, serta meningkatkan pertanian
berkelanjutan”, yang ingin diwujudkan bersama oleh negara pada tahun 2030 (SDGs, 2015).
Adapun beberapa target kerja tujuan ini, antara lain;
● Target 2.1 Menghilangkan kelaparan dan menjamin akses terhadap semua orang,
termasuk orang miskin, rentan, balita agar mampu mendapat makanan aman yang
bergizi dan cukup sepanjang tahun;
● Target 2.3 menggandakan produktivitas pertanian dan pendapatan produsen skala
kecil, khususnya kaum rentan: perempuan, masyarakat penduduk asli, keluarga
petani, penggembala dan nelayanan, termasuk memberikan akses yang sama pada
lahan, sumber daya produktif, dan input lainnya, supporting pengetahuan jasa,
keuangan, pasar, peluang nilai tambah, pekerjaan non-pertanian;
● Target 2.4 menjamin sistem produksi pangan agar berkelanjutan dan menerapkan
praktek pertanian tangguh yang meningkatkan produksi dan produktivitas, menjaga
ekosistem, memperkuat kemampuan beradaptasi terhadap perubahan iklim, cuaca
ekstrim dan bencana lainnya, dan mampu memperbaiki kualitas tanah dan lahan.
Kendati demikian, dalam kenyataannya, tidak semua orang memiliki akses yang
sama terhadap pangan. Dalam bukunya Poverty and Famines tahun 1981, Amartya Sen
menekankan pentingnya dimensi akses. Dalam situasi meskipun pangan tersedia di seluruh
dunia, kelaparan tetap muncul (Clapp et. al, 2021), misalnya di wilayah-wilayah konflik. Di
wilayah yang tidak berkonflik, perbedaan tingkat pendapatan menentukan kualitas gizi yang
didapatkan setiap anggota rumah tangga.
67
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
(%)
60.000
50.000
40.000
30.000
20.000
10.000
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Makanan Non Makanan
68
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
100%
Impor 5,98% Impor 10,49%
90%
80%
Impor 54,79%
70%
Impor 68,46%
60%
30%
Produksi 45,21%
20%
Produksi 31,54%
10%
0%
Beras Kedelai Gula Gandum Jagung
69
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
excellent, pangan aman dan sehat. Program ini merupakan inovasi kebijakan berupa
kebijakan integratif yang mengombinasikan pendekatan komunikatif, finansial, dan legal
untuk mencapai ketahanan pangan komunitas masyarakat Kota Bandung (DKPP, 2021).
Penelitian ini berusaha mendeskripsikan manfaat pelaksanaan program Buruan Sae
terhadap komunitas masyarakat pelakunya yang berada di Kota Bandung. Penelitian ini
menjawab pertanyaan penelitian: “Bagaimana efektivitas program “Buruan Sae” (urban
farming) terhadap ketahanan pangan komunitas masyarakat Kota Bandung?”
Kerangka Konseptual
Food security pertama kali diperkenalkan dalam World Summit on Food Security tahun
1996. Menurut FAO, Food security adalah keadaan ketika setiap manusia memiliki akses
baik secara fisik, sosial, dan ekonomi pada bahan pangan yang aman, cukup, dan bernutrisi
yang dibutuhkan untuk beraktivitas (FAO, 1996).
Bersama dengan konsep food security muncul juga juga konsep self-sufficiency dan
food sovereignty. Self-sufficiency mengacu kepada kemampuan memenuhi kebutuhan
pangan pribadi. Sementara itu, Food sovereignty diartikan sebagai kemampuan suatu
negara untuk memenuhi kebutuhan domestik pangannya sendiri tanpa bergantung pada
negara lain. Pendekatan ini seringkali dikaitkan dengan kebijakan proteksi impor dan tidak
liberal (Pinstrup-Andersen, 2009). Ketiga pengertian ini juga diadaptasi ulang oleh
Pemerintah Indonesia dalam UU no. 18 tahun 2018 tentang Pangan. Setidaknya ada 4
(empat) pengertian menurut undang-undang, (Tabel 1).
Salah satu metode produksi pangan yang muncul baru-baru ini adalah pertanian
dilakukan oleh komunitas. Dalam beberapa literatur, pertanian komunitas menjadi tren
produksi pangan urban. Meskipun demikian, gerakan ini muncul sebagai suplemen
terhadap produksi pangan konvensional. Urban Farming atau Urban Agriculture cukup
banyak dibahas dalam literatur yang studi objeknya daerah Sub-Sahara Afrika dan Asia (De
Bon et. al, 2009) Aktivitas ini masih terkait dengan penghasilan tambahan bagi sebagian
masyarakat, terutama di daerah Asia dan Sub-Sahara Afrika. Sementara itu, di daerah
belahan bumi utara, kegiatan ini lebih bersifat leisure. Istilah lain untuk Urban agriculture di
Amerika Serikat disebut community gardening.
70
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan
Pangan yang menjamin hak atas Pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk
menentukan sistem Pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal
Kemandirian Pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi Pangan yang
beranekaragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan Pangan yang cukup
sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial,
ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat.
Ketahanan Pangan kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang
tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam,
bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya
masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Keamanan Pangan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah Pangan dari kemungkinan
cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan,dan
membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya
masyarakatsehingga aman untuk dikonsumsi.
71
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk melakukan eksplorasi terhadap efektivitas
Buruan Sae (Urban farming) khususnya terkait dengan efektivitasnya yang dilihat dari aspek
: Ekonomi, kesehatan, lingkungan hidup, pendidikan, sosial. Dari kelima aspek tersebut kita
akan mendapatkan informasi sampai sejauh mana efektivitas praktik Buruan Sae dapat
memberikan kontribusi bagi upaya untuk menopang sistem ketahanan pangan kota
Bandung.
Eksplorasi ini dilakukan melalui survey terhadap 15 sampel Buruan Sae yang ada di
kota Bandung. Survey dilakukan kepada 15 belas orang responden yang merupakan
perwakilan dari 15 Kelompok Buruan Sae. Adapun 15 Kelompok Buruan Sae yang dijadikan
sampel pada survey ini adalah sebagai berikut: 1. Buruan Sae Pajajaran; 2. Buruan Sae
Sabilulungan; 3. Buruan Sae Ratu; 4. Buruan Sae Promoter BaCip; 5. Buruan Sae Family
Dungus Cariang; 6. Buruan Sae Serasa Dama; 7. Buruan Sae Sauyunan 09; 8. Buruan Sae
Sauyunan 10; 9. Buruan Sae 04 Pacing; 10. Buruan Sae Sapujagat; 11. Buruan Sae Bestari;
12. Buruan Sae Ngorejat 03; 13. Buruan Sae Hegar; 14. Buruan Sae RJ; 15. Buruan Sae
Kurdi Asri.
72
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Berdasarkan hasil survey, diperoleh informasi terkait jangka waktu pengelolaan Buruan
Sae. Dari 15 sampel Buruan Sae, yang telah dikelola selama 1 Tahun berjumlah 5 kelompok
(33.3%), yang telah dikelola selama 1.5 Tahun berjumlah 5 kelompok (33.3%), yang telah
dikelola selama >2 Tahun berjumlah 4 kelompok (26.7%), dan yang telah dikelola selama 6
Bulan berjumlah 1 kelompok (6.7%). Dari data tersebut menunjukkan bahwa buruan sae ini
tergolong relatif masih muda, namun sudah memberi dampak yang sangat positif dari sisi
kemanfaatan sebagaimana yang akan dijelaskan pada bagian berikutnya.
Sementara itu, terkait luas lahan yang dikelola, berdasarkan hasil survey diketahui
ada sejumlah 3 kelompok (20%) mengelola lahan seluas <10 meter persegi, 7 kelompok
(46.7%) mengelola lahan seluas 10-50 meter persegi, 5 kelompok (33.3%) mengelola lahan
seluas 50-100 meter persegi. Dari hasil pengamatan dan informasi yang diperoleh informasi
bahwa kebanyakan buruan sae dikelola dalam lahan-lahan yang relatif sempit mengingat
lahan-lahan di wilayah perkotaan memang sangat terbatas. Lahan-lahan tersebut sebagian
besar dimiliki oleh pemerintah sedangkan lainnya merupakan lahan milik pribadi maupun
komunitas.
Dari hasil survey menunjukkan bahwa buruan sae yang dilakukan oleh warga
masyarakat sebagian besar didanai oleh pemerintah , namun ada juga yang didanai secara
pribadi atau dana komunitas. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah kota Bandung
mempunyai komitmen yang sangat besar dalam mendukung dan memajukan program
Buruan Sae. Metode penanaman yang dilakukan, menggunakan metode Tabulampot
(Tanam Buah Dalam Pot), Hidroponik dan menggunakan metode Vertikultur. Mereka pada
umumnya menanam sayuran, tanaman herbal, serta umbi-umbian. Selain melakukan
penanaman mereka ada juga yang memelihara ternak dan juga perikanan. Buruan Sae ini
pada dasarnya juga melakukan aktivitas mulai dari pembibitan, penanaman, pemupukan,
peternakan/perikanan, serta ada juga yg melakukan pengelolaan sampah.
73
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Pada bagian ini akan dipaparkan hasil survey terkait manfaat Buruan Sae yang didapatkan
kelompok Buruan Sae dalam pengelolaan Buruan Sae. Adapun manfaat-manfaat yang
ditanyakan terbagi menjadi lima aspek, yaitu antara lain: 1. Manfaat Ekonomi; 2. Manfaat
Lingkungan; 3. Manfaat Kesehatan; 4. Manfaat Sosial; 5. Manfaat Pendidikan
Manfaat Ekonomi
Terkait dengan manfaat ekonomi, hasil pengelolaan Buruan Sae dapat bermanfaat secara
ekonomi dan meningkatkan pendapatan kelompok Buruan Sae melalui penjualan hasil
panennya.
Dijual 12 (80%)
Berdasarkan hasil survey terlihat bahwa sejumlah 12 kelompok (80%) menjual hasil
pengelolaan Buruan Sae-nya dan sejumlah 11 kelompok (73.3%) menggunakan hasil
Buruan Sae untuk konsumsi pribadi. Terlihat bahwa mayoritas kelompok walaupun
perbedaanya sedikit, telah menjual hasil pengelolaan Buruan Saenya, dan tidak hanya
untuk konsumsi pribadi. Hal ini menunjukkan hal yang baik sebab buruan sae memberikan
manfaat secara ekonomi bagi kelompok pengelola Buruan Sae.
Kelompok Buruan Sae yang tidak menjual hasil panennya, mengemukakan beberapa
hal terkait mengapa hasil panen tersebut tidak dijual dan alasan yang paling banyak dipilih
adalah 'Produk Cukup Dikonsumsi Sendiri' (53.3%), 'Kualifikasi Produk Belum Sesuai
Dengan Tuntutan Pasar' (46.7%), 'Tidak Punya Pasar' (13.3%), dan 'Tidak Tahu
Memasarkan' (6.7%). Hal ini tentunya menjadi perhatian bersama dalam pengelolaan
Buruan Sae di Kota Bandung kedepannya agar bagaimana hasil panen dapat
diperjualbelikan dan mengatasi segala kesulitan yang muncul agar kemudian pengelolaan
Buruan Sae memberikan dampak/manfaat ekonomi bagi kelompok-kelompok Buruan Sae.
0 2 4 6 8
Perusahaan 0 (0%)
Tetangga 15 (100%)
Pengepul 0 (0%)
0 5 10 15
Rp 0 - 500.000
Rp 500.000 - 1.000.000
Rp 1.000.000 - 1.500.000
Rp 1.5000.000
86,7%
Jika ditinjau dari penghasilan yang didapatkan dari hasil penjualan hasil panen
Buruan Sae, dapat terlihat dalam Diagram 4 bahwa penghasilan yang didapatkan belum
cukup besar. Mayoritas kelompok Buruan Sae (13 kelompok) mendapatkan 0-500.000
(86.7%) dari hasil menjual hasil panennya. Sejumlah 1 kelompok mendapatkan penghasilan
500.000 - 1.000.000 (6.7%) dan 1 kelompok lain mendapatkan penghasilan 1.500.000
(6.7%) dari menjual hasil panennya.
75
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Buruan Sae sendiri saat ini bukanlah menjadi sumber penghasilan utama dari
kelompok-kelompok pengelola Buruan Sae yang menjadi responden. Sejumlah 12
kelompok (80%) mengemukakan bahwa Buruan Sae bukan merupakan sumber
penghasilan utama dan sejumlah 3 kelompok (20%) mengemukakan Buruan Sae
merupakan sumber penghasilan utama. Berdasarkan hasil survey, didapatkan informasi jika
memang Buruan Sae merupakan sumber penghasilan tambahan. Sejumlah 12 kelompok
(80%) mengemukakan bahwa Buruan Sae merupakan penghasilan tambahan dan
sejumlah 3 kelompok (20%) mengemukakan bahwa Buruan Sae merupakan penghasilan
utama. Tentu saja Buruan Sae juga membutuhkan biaya pengelolaan yang tidak sedikit
untuk menjamin keberlanjutannya.
Manfaat Lingkungan
Manfaat lingkungan yang dihasilkan melalui pengelolaan urban farming adalah dapat
mengurangi polusi lingkungan baik di tanah, air maupun udara (Lasat, 2000).
1. Apakah terdapat perubahan yang nampak pada media tanam/tanah dengan kegiatan Buruan Sae?
(misal: tanah menjadi lebih subur, dsb.)
15 responses
Ya
Tidak
93,3%
Selain perubahan pada media tanam/tanah, kegiatan Buruan Sae juga memberikan
perubahan pada kondisi udara. Berdasarkan hasil survey, mayoritas kelompok (100%)
mengemukakan bahwa adanya perubahan kondisi udara dampak dari kegiatan Buruan Sae
yang mereka lakukan.
Berdasarkan hasil survey, terkait dengan lingkungan khususnya media tanam/tanah
diperoleh informasi bahwa terdapat perubahan yang nampak dari media tanam/tanah
(tanah menjadi lebih subur) dengan kegiatan Buruan Sae. Sebanyak 14 kelompok (93.3%)
mengemukakan bahwa terjadi perubahan tersebut dan sejumlah 1 kelompok (6.7%)
mengemukakan bahwa tidak terjadi perubahan pada media tanam.
Selain perubahan media tanam/tanah dan perubahan kondisi udara, dalam tinjauan
manfaat lingkungan juga terkait dengan pemanfaatan bahan-bahan alami sebagai pupuk
alami dalam mengelola Buruan Sae. Berdasarkan hasil survey, 14 kelompok Buruan Sae
(93.3%) mengemukakan bahwa kelompok mereka memanfaatkan/mengolah sampah
rumah tangga menjadi pupuk kompos/eco-enzyme untuk tanaman Buruan Sae dan 1
76
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Ya
Tidak
93,3%
Dalam hal pengolahan/pemanfaatan bahan alami lain seperti kotoran ternak menjadi
pupuk kandang, 10 kelompok (66.7%) mengemukakan bahwa kelompok mereka
memanfaatkan/mengolah kotoran ternak menjadi pupuk kandang untuk tanaman Buruan
Sae dan 5 kelompok (33.3%) mengemukakan bahwa mereka tidak
memanfaatkan/mengolah kotoran ternak menjadi pupuk kandang untuk tanaman Buruan
Sae. Data ini menunjukkan bahwa mayoritas kelompok Buruan Sae sudah
mengolah/memanfaatkan bahan-bahan alami dalam pengelolaan Buruan Sae-nya dan
tentunya hal ini memberikan dampak yang baik bagi lingkungan.
Selain pemanfaatan bahan-bahan alami sebagai pupuk, terkait manfaat lingkungan
juga ditinjau terkait pemanfaatan barang-barang bekas rumah tangga dalam pengelolaan
Buruan Sae. Berdasarkan hasil survey, 14 kelompok (93.3%) mengemukakan bahwa
kelompok mereka memanfaatkan barang-barang bekas rumah tangga dalam pengelolaan
Buruan Sae-nya dan sejumlah 1 kelompok (6.7%) mengemukakan bahwa mereka tidak
memanfaatkan barang-barang bekas rumah tangga yang masih bisa terpakai dalam
pengelolaan Buruan Sae-nya. Mayoritas kelompok Buruan Sae sudah memanfaatkan
barang-barang bekas rumah tangga yang masih bisa terpakai dalam pengelolaan Buruan
Sae-nya dalam pengelolaan Buruan Sae-nya dan tentunya hal ini memberikan dampak
yang baik bagi lingkungan, sebab barang-barang bekas yang masih bisa terpakai tersebut
tidak menjadi sampah dan dapat dimanfaatkan kembali.
Manfaat Kesehatan
Pengelolaan Buruan Sae dan hasilnya diharapkan dapat memberikan manfaat kesehatan
bagi kelompok-kelompok pengelola Buruan Sae. Hasil panen Buruan Sae diharapkan dapat
memberikan sumber makanan sehat bagi kelompok pengelolanya.
77
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Ya
Tidak
100%
Manfaat Sosial
Manfaat Sosial berkaitan dengan apakah dalam pengelolaan Buruan Sae, kelompok Buruan
Sae mendapatkan dampak/manfaat sosial dalam mengelola Buruan Sae-nya.
Ya
20%
Tidak
80%
78
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Manfaat Pendidikan
Manfaat Pendidikan berkaitan dengan apakah dalam pengelolaan Buruan Sae, kelompok
Buruan Sae mendapatkan dampak/manfaat pendidikan dalam mengelola Buruan Sae-nya.
Berdasarkan hasil survey, mayoritas kelompok Buruan Sae (60%) atau sejumlah 9
kelompok mengemukakan bahwa sebelum memulai bercocok tanam, mereka telah
mengetahui teknik bertani di lahan sempit dan sejumlah 6 kelompok (40%) mengemukakan
bahwa sebelum bercocok tanam mereka tidak mengetahui teknik bertani di lahan sempit.
Hal ini menunjukkan bahwa sebelum memulai aktivitas Buruan Sae-nya, beberapa
79
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
kelompok telah terlebih dahulu memiliki pengetahuan terkait teknik-teknik bertani di lahan
sempit, yang merupakan pengetahuan yang sangat baik untuk dipraktekkan dalam
pengelolaan Buruan Sae yang merupakan jenis pertanian yang dilakukan di lahan
terbatas/sempit.
2. Dari manakah Anda mempelajari teknik bertani di lahan sempit (Buruan Sae)?
15 responses
Youtube
80% Buku
Blog
20%
Sumber lainnya
Salah satu aspek penting dalam pengelolaan Buruan Sae adalah aspek keberlanjutan
(sustainability). Urban Farming (Buruan Sae) sendiri dapat menjadi solusi alternatif dalam
sistem pangan perkotaan. Aspek keberlanjutan pada survey ini berfokus kepada 3 hal, yaitu
Kelembagaan Pengelolaan Buruan Sae, Dukungan Finansial, dan Jejaring/Kerja sama
Berdasarkan hasil survey, terkait dengan kelembagaan pengelolaan Buruan Sae,
menunjukkan bahwa sebagian besar (73.3%) mengemukakan bahwa ada
lembaga/kelompok yang mengelola Buruan Sae, sedangkan sisanya (26.7%)
mengemukakan tidak ada lembaga yang mengelolanya. Hal ini tentu saja menjadi catatan
penting ketika Buruan Sae ingin dikembangkan dan dijaga keberlanjutannya yang menuntut
keberadaan dan fungsi lembaga/organisasi pengelolanya. Kepengurusan
lembaga/organisasi pengelola Buruan Sae biasanya dilakukan antara 5 - 8 orang pengurus.
Kepengurusan ini dilakukan secara sukarela. Dalam arti bahwa mereka sewaktu-waktu
dapat berhenti atau mengundurkan diri. Hal ini tentu saja perlu dijadikan catatan bahwa
komitmen yang kuat sangat dibutuhkan untuk menjamin kemajuan dan keberlanjutan
Buruan Sae.
Selanjutnya, dalam hal dukungan finansial, diketahui bahwa mayoritas kelompok
(60%) Buruan Sae tidak mendapatkan dukungan finansial/bantuan keuangan dari suatu
80
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
81
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
DOKUMENTASI
Tampak lokasi salah satu kelompok Selain tanah, lahan yang dimanfaatkan
Buruan Sae di Kec. Astana Anyar juga bisa berbentuk vertikal berupa
(Sumber: BS Kurdi Asri) hidroponik seperti di Kec. Bandung Kidul
(Sumber: BS Ngorejad)
Secara umum, pelaku kegiatan Buruan Sae didominasi oleh kaum perempuan.
(Sumber: BS Sabilulungan dan BS Family)
82
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Sumber
Badan Pusat Statistik. (2018). Hasil Survei Pertanian antar Sensus (SUTAS) 2018 (05230.
1901; p. 206). Badan Pusat Statistik. https://www.bps.go.id/publication/2019/10/31/
9567dfb39bd984aa45124b40/hasil-survei-pertanian-antar-sensus--sutas--2018-
seri-a2.html.
Davies, J., Hannah, C., Guido, Z., Zimmer, A., McCann, L., Battersby, J., & Evans, T. (2021).
Barriers to urban agriculture in Sub-Saharan Africa. Food Policy, 103, 101999.
https://doi.org/10.1016/j.foodpol.2020.101999
De Bon, H., Parrot, L., & Moustier, P. (2010). Sustainable urban agriculture in developing
countries. A review. Agronomy for Sustainable Development, 30(1), 21–32.
https://doi.org/10.1051/agro:2008062
Deelstra, T., Girardet, H., Bakker, N., Dubbeling, M., Gündel, S., Sabel-Koschella, U., &
Zeeuw, H. D. (2000). Urban agriculture and sustainable cities. Undefined.
https://www.semanticscholar.org/paper/Urban-agriculture-and-sustainable-cities.-
Deelstra-Girardet/58d24a07b0fe867ce720e5e5271ad5bb55ff81c2
FAO. (1996). Rome Declaration on World Food Security. Food and Agriculture Organization.
https://www.fao.org/3/w3613e/w3613e00.htm
Langemeyer, J., Madrid-Lopez, C., Mendoza Beltran, A., & Villalba Mendez, G. (2021).
Urban agriculture—A necessary pathway towards urban resilience and global
sustainability? Landscape and Urban Planning, 210, 104055.
https://doi.org/10.1016/j.landurbplan.2021.104055
Moragues-Faus, A., & Battersby, J. (2021). Urban food policies for a sustainable and just
future: Concepts and tools for a renewed agenda. Food Policy, 103, 102124.
https://doi.org/10.1016/j.foodpol.2021.102124
Nurhemi, Shinta R.I. Soekro, & Guruh Suryani R. (2014, Desember). Kajian Pemetaan
Ketahanan Pangan di Indonesia: Pendekatan TFP dan Indeks Ketahanan Pangan.
83
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Russell, B. (2019). Beyond the Local Trap: New Municipalism and the Rise of the Fearless
Cities. Antipode, 51(3), 989–1010. https://doi.org/10.1111/anti.12520
Smit, J., Nasr, J., & Ratta, A. (2001). Urban Agriculture Food, Jobs and Sustainable Cities.
https://doi.org/10.5860/choice.34-6355
Sri. (2021, September 10). Wawancara UNPAR dengan Dinas Ketahanan Pangan dan
Pertanian [Personal communication].
Tapia, C., Randall, L., Wang, S., & Aguiar Borges, L. (2021). Monitoring the contribution of
urban agriculture to urban sustainability: An indicator-based framework. Sustainable
Cities and Society, 74, 103130. https://doi.org/10.1016/j.scs.2021.103130
Veenhuizen, R. van (Ed.). (2006). Cities Farming for the Future. International Institute of
Rural Reconstruction and ETC Urban Agriculture. https://www.idrc.ca/sites/default/
files/openebooks/216-3/index.html#page_1
84
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
85
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
86
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Istilah green product, produk organik, dan ekolabel adalah istilah yang sering digunakan
pada hal-hal yang terkait dengan lingkungan hidup. Ketiga istilah ini memiliki kaitan yang
erat namun memiliki makna yang berbeda. Green Produk atau yang seringkali disebut
sebagai produk ramah lingkungan adalah produk-produk yang tidak menggunakan bahan-
bahan yang mengandung bahan kimia yang berbahaya, dan pada umumnya dapat didaur
ulang kembali dan serta tidak mencemari tanah, air dan ekosistem. Menurut Gupta, M. and
Syed, A.A. (2021), green product didefinisikan sebagai produk yang dapat didaur ulang,
membutuhkan lebih sedikit sumber daya alam, dan tidak menghasilkan polusi bagi bumi
serta memiliki kemasan yang ramah lingkungan.
Sedangkan Product organik adalah produk yang sudah dapat dipastikan bahwa
produk tersebut diproduksi secara konvensional tanpa pestisida, bahan kimia buatan,
hormon, antibiotik, atau organisme hasil rekayasa genetika (Kemenkes, 2018) Maka dapat
dikatakan bahwa green product belum tentu merupakan produk organik, namun produk
organik termasuk dalam kategori green product. Produk organik biasanya digunakan
mengacu kepada produk yang berkaitan dengan makanan dan kosmetika.
Sedangkan ekolabel adalah sebuah pernyataan, lambang/simbol, atau grafis pada
suatu produk, kemasan atau dalam iklan publikasi yang berkaitan dengan isu lingkungan
dalam upaya untuk terjaminnya pembangunan yang berkelanjutan (sustainable) (Komite
Akreditasi Nasional, 2004). Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menerbitkan Peraturan
Menteri No 2 Tahun 2014 tentang Logo ekolabel sebagai berikut: “ekolabel adalah sarana
penyampaian informasi yang akurat, verifiabel, dan tidak menyesatkan kepada konsumen
mengenai aspek lingkungan dari suatu produk atau jasa,”
Dengan adanya ekolabel dalam sebuah produk, maka hal ini dapat memberikan
informasi, perlindungan/konservasi maupun jaminan bahwa produk yang dihasilkan sudah
sesuai dengan standar pelestarian lingkungan. ekolabel sering digunakan dalam produk-
produk yang berbentuk berbahan baku organik dan pengolahannya yang ramah lingkungan.
Menurut Elkington et al dalam Rath (2013), indikator green product dibagi menjadi 4, yaitu:
1. Produk yang tidak berbahaya bagi manusia dan lingkungan.
2. Kemasan produk yang tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar
87
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
3. Material bahan baku yang tidak berbahaya untuk manusia dan lingkungan.
4. Memiliki Sertifikat ekolabel/sertifikat ramah lingkungan.
Global warming merupakan sebuah issue wicked problem yang menjadi permasalah yang
dihadapi negara maju maupun negara berkembang. Global Warming memberikan dampak
penurunan kualitas bumi yang mengakibatkan terjadinya penipisan lapisan ozon,
pencemaran udara, air, dan tanah. Isu tentang lingkungan hidup menjadi perhatian
masyarakat dunia karena banyaknya kerusakan alam yang secara nyata mempengaruhi
kehidupan masyarakat dunia, antara lain isu limbah buangan dari pabrik, sampah dari
kemasan produk konsumen yang sulit didaur ulang serta eksploitasi sumber daya alam
karena kebutuhan energi dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu inisiatif lahirnya produk-
produk yang ramah lingkungan merupakan respon terhadap kerusakan lingkungan yang
semakin parah. Untuk memberikan daya pembeda antara produk-produk yang menerapkan
konsep yang ramah lingkungan dan tidak ramah lingkungan, maka lahirnya konsep
ekolabel. ekolabel diwujudkan dengan pemberian sertifikasi produk yang akan menjadi
jaminan bahwa produk tersebut sudah sesuai dengan standar pelestarian lingkungan.
Penerapan ekolabel diharapkan dapat menjadi salah satu upaya secara tidak
langsung untuk dapat mengurangi permasalahan global warming dengan mengajak pelaku
usaha dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam memproduksi maupun menggunakan
produk yang ramah lingkungan.
Ekolabel semakin sering digunakan oleh pemasar dalam mengidentifikasikan green product
(D'Souza et al., 2006). Rex dan Baumann (2007) mendefinisikan ekolabel sebagai tools
yang dapat membantu konsumen dalam mengambil keputusan untuk memilih green product
serta menginformasikan mereka bagaimana produk tersebut dibuat. ekolabel juga dapat
memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk memasuki pasar dan memperoleh market
share.
Green product tentunya mempunyai segmen pasar khusus yaitu dikenal dengan istilah
green consumer. Pembelian sebuah green product salah satunya dipengaruhi oleh
pengetahuan dan wawasan konsumen. Dari segi pengetahuan dan wawasan terkait
ekolabel, pengetahuan konsumen akan ekolabel di negara maju sangat tinggi. Penelitian
Dinu, Schileru dan Atanase (2012: 22) mengatakan bahwa konsumen Roma memiliki
pendidikan, pengetahuan serta kepedulian sosial yang tinggi terkait dengan ekolabel. Di
negara maju lainnya seperti Swedia, konsumen umumnya memiliki kepedulian tentang
88
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
masalah kesehatan dan lingkungan dan hal tersebut adalah alasan utama seseorang
memilih produk yang memiliki ekolabel. Pengetahuan tentang lingkungan dan green product
disebutkan dapat membuat niat beli konsumen meningkat dan semakin memiliki sikap
positif terhadap lingkungan.
Dalam penelitian Adil (2015) mengungkapkan bahwa pengetahuan tentang
lingkungan berpengaruh signifikan terhadap niat pembelian green product di Indonesia.
Dengan bertambahnya pengetahuan konsumen di Indonesia terhadap green product maka
diprediksikan niat beli konsumen akan green product juga akan bertambah. Walaupun saat
ini jumlah green consumer di Indonesia masih rendah jumlahnya namun trendnya akan
meningkat karena diperkirakan tingkat pendidikan dan penghasilan masyarakat Indonesia
akan terus bertambah (Gunawan & Ferdhian, 2020).
Di Indonesia, munculnya berbagai permasalahan lingkungan dalam hal sampah,
kerusakan hutan, rusaknya biota laut menjadi suatu fenomena yang mendorong
meningkatnya kesadaran akan pentingnya green product dan penerapan ekolabel.
Di Indonesia menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
menyebutkan bahwa jumlah sampah mencapai 17,2 juta ton pertahun (Pikiran rakyat,
2018). Hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat ketika sampah sulit untuk didaur
ulang. Jika dilihat dari perspektif konsumen, terdapat konsumen yang pintar dalam
menentukan pilihan pembeliannya yaitu dengan pertimbangan jangka panjang, dan lebih
sadar kesehatan serta sadar lingkungan. Hal ini dapat dijadikan peluang bagi produsen
untuk dapat memenuhi keinginan konsumen serta menghasilkan produk yang ramah
lingkungan atau green product.
Program ekolabel di Indonesia lebih difokuskan sebagai salah satu upaya pemerintah
dalam penanggulangan kerusakan lingkungan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup,
dengan menerapkan standar di bidang lingkungan. Penerapan program ekolabel sebagai
persyaratan dalam perdagangan, sebetulnya bukanlah sebagai hambatan, tetapi dapat
merupakan tantangan dan sekaligus menjadi peluang bagi pelaku usaha untuk
meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan. Dalam program ekolabel terdapat 3 (tiga)
pendekatan ekolabel yaitu ekolabel Tipe I, Tipe II, dan Tipe III. Masing-masing tipe ekolabel
mempunyai kekurangan dan kelebihan. Negara-negara anggota GEN pada umumnya
menerapkan program ekolabel Tipe I yaitu pemberian sertifikat ekolabel oleh pihak ketiga
kepada produk yang memenuhi seperangkat persyaratan yang telah ditentukan pada
kategori produk tertentu.
89
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Keputusan pembelian oleh konsumen akan produk organik (green product dikaitkan dengan
ekolabel) berbeda pada tiap negara. Bram (2013: 131) menyatakan bahwa ekolabel hanya
dapat berjalan sukses di negara maju, belahan Eropa. Konsumen yang telah memiliki
pengetahuan dan kesadaran tentang produk ramah lingkungan akan cenderung
mempertimbangkan aspek tersebut dalam suatu produk sebelum memutuskan untuk
membeli.
Dalam penelitian Sumarsono dan Giyatno (2012) yang dilakukan di Indonesia,
ditemukan bahwa tidak terdapat pengaruh positif dari informasi lingkungan yang terdapat
pada kemasan produk terhadap keputusan pembelian. Untuk itu diperlukan peningkatan
upaya pemerintah dalam hal program sosialisasi dan pembinaan terkait penerapan
ekolabel, perumusan standar kriteria ekolabel, serta perbaikan skema akreditasi dan
sertifikasi ekolabel.
Mekanisme prosedur
dan kebijakan dikaitkan Cenderung lebih mudah Rumit
dengan produk
Dukungan pemerintah Optimal Masih kurang
Pengaruh ekolabel
terhadap daya beli dan Tinggi Rendah
keputusan pembelian
Sumber : referensi beberapa sumber jurnal
Kotler (2016) mengutip beberapa hasil penelitian besar di banyak negara yang melibatkan
perusahaan-perusahaan besar, dimana hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya
ketertarikan konsumen untuk membeli produk ramah lingkungan dari perusahaan
terpercaya dan bersedia membayar lebih untuk produk tersebut. Sejumlah ahli
menyebutkan bahwa generasi muda tertarik dengan konsep produk ramah lingkungan,
sementara ahli lainnya berpendapat bahwa orang tua mengambil bagian lebih serius dalam
tanggung jawab lingkungan. Para ahli juga memperingatkan akan fenomena
“greenwashing” dimana perusahaan tidak murni mengadopsi konsep ramah lingkungan
seperti yang diinformasikan dan “green marketing myopia” dimana konsumen tidak
mengetahui apa manfaat yang diperoleh dengan membeli produk ekolabel.
90
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Penelitian yang dilakukan oleh Nguyen & Le (2020) membahas mengenai efek
pengetahuan akan ekolabel, kepercayaan konsumen, persepsi nilai, kepedulian lingkungan
terhadap minat pembelian menemukan bahwa supplier dari produk pertanian harus
memberikan perhatian lebih untuk memperkuat citra dan meningkatkan manfaat produk
agar dapat meningkatkan persepsi nilai dan serta perlunya peningkatan penggunaan
“pesan” terkait lingkungan ke dalam strategi pemasaran.
Dari perbincangan awal dengan pihak DKPP Kota Bandung diketahui bahwa sertifikasi
organik adalah suatu hal yang benar-benar baru, sehingga pada tanggal 2 September 2021
dilaksanakan sebuah mini webinar untuk memperoleh wawasan awal dengan mengangkat
tema Sertifikasi Organik: Penyadaran dan Apresiasi Pangan Sehat. Pada mini webinar ini
hadir sebagai pembicara Bapak Sukmi Alkautsar yang merupakan Koordinator Program
Aliansi Organis Indonesia, Ibu Ermariah yang merupakan Kepala Bidang Keamanan
Pangan DKPP Kota Bandung dan Ibu Elsje Mansula, seorang praktisi sertifikasi produk
organik yang telah berhasil menjual produk organik sampai ke mancanegara. Dari webinar
ini diperoleh beberapa wawasan umum mengenai produk organik sebagai berikut:
1. Istilah kata organik mengacu kepada bagaimana proses yang dilalui oleh suatu
produk termasuk salah satunya adalah syarat keadaan tanah pada saat penanaman.
Produk organik harus menggunakan media tanam berupa tanah (soil based) baik itu
langsung atau menggunakan polybag. Sehingga tanaman hidroponik tidak bisa
disertifikasi organik.
2. Produk tidak boleh menggunakan label organik jika tidak ada penjaminan mutu dari
lembaga yang berwenang. Untuk proses penerbitan sertifikasi organik, petani kecil
terkendala di masalah biaya. Untuk itu disarankan menggunakan jaminan kualitas
dari lembaga PAMOR (Penjaminan Mutu Organik) yang sudah diakui dalam skala
nasional dan biaya yang lebih terjangkau. Penjaminan mutu dengan PAMOR dapat
dilakukan dalam satu kelompok petani kecil yang terorganisir. Jika pasar sudah besar
maka dapat dilakukan proses penjaminan mutu dari Lembaga Sertifikasi Organik
(LSO). Hal ini juga didukung oleh penjelasan dari Ibu Elsje selaku praktisi produk
organik, beliau mengatakan bahwa penyediaan produk organik di pasar perlu kerja
sama mulai dari petani, pengemasan hingga distribusi.
3. Ibu Ermariah dari DKPP mengatakan bahwa konsep produk organik memang hal
yang sangat baru, terutama bagi petani di kota Bandung. Tetapi jika memang
tanggapan pasar akan produk positif dan memang ada peluang yang bagus, maka
akan dipertimbangkan untuk melakukan proses penjaminan mutu organik bagi
komunitas petani kecil atau Buruan Sae dengan menggunakan PAMOR.
91
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Dari mini webinar tersebut dapat mengindikasikan adanya minat dari pihak DKPP
Kota Bandung untuk menjajaki kemungkinan menggunakan label organik untuk produk
yang dihasilkan oleh urban farming dan komunitas petani kecil Kota Bandung. Hal ini
tentunya merupakan respon yang positif sehingga langkah selanjutnya adalah mengetahui
bagaimana persepsi masyarakat Kota Bandung mengenai Ekolabel, minat beli dan
kampanye terkait produk ekolabel.
Beberapa perusahaan besar di Indonesia mulai mengadopsi tema ramah lingkungan atau
dikenal sebagai green marketing, menjadi bagian dari strategi pemasaran untuk mengambil
hati dari segmentasi pasar yang mulai peduli dengan kelestarian lingkungan dan makanan
sehat. Untuk mengetahui seberapa jauh suatu produk diterima di sebuah pasar adalah
dengan mengukur kesadaran masyarakat akan produk tersebut, karena proses pembelian
dimulai dari menyadari akan adanya masalah dan menyadari ketersediaan produk di pasar.
Bagaimana dengan kesadaran masyarakat di Kota Bandung terhadap produk
ekolabel? Apakah masyarakat Kota Bandung telah siap menerima produk ekolabel sebagai
bagian dari gaya hidup sehari-hari? Tim Bandung Food Smart City telah mengumpulkan
data dari 109 responden melalui kuesioner yang disebarkan. Responden berasal dari
berbagai kelas sosial dan usia untuk mengetahui tentang kesadaran masyarakat Indonesia
khususnya di Kota Bandung terhadap produk ekolabel. Kuesioner disebarkan dengan
menggunakan media sosial Instagram dan Whatsapp kemudian diolah secara kuantitatif
untuk memperoleh gambaran tentang kondisi kesadaran masyarakat Kota Bandung akan
produk ekolabel.
Untuk mengukur kesadaran masyarakat Bandung, penelitian ini mengacu kepada 5
tingkatan kondisi kesadaran konsumen oleh Eugene Schwartz yang membagi kesadaran
konsumen ke dalam 5 tingkatan yaitu:
1. Tidak memiliki kesadaran. Pada tingkatan ini orang tidak peduli dengan proses
produksi produk yang dikonsumsi dapat merusak lingkungan dan tubuh atau tidak
tahu/menyadari adanya pilihan produk dengan konsep ekolabel yang lebih
bersahabat bagi lingkungan dan lebih baik bagi kesehatan tubuh.
2. Menyadari permasalahan. Pada tahapan ini orang yang sudah mengetahui terdapat
masalah dalam proses produksi terhadap lingkungan dan kesehatan, tetapi tidak
merasakan langsung keadaan tersebut dan tidak mengetahui bahwa ada pilihan
produk atau solusi yang lebih baik.
3. Menyadari solusi. Pada tahapan ini orang yang sudah mengetahui solusi dari
masalah yang terjadi, tetapi belum mengetahui keberadaan ekolabel, yang dimaksud
ekolabel, dan di mana membeli produk ekolabel.
4. Produk aware. Pada tahapan ini orang yang mengetahui, dapat mengenali
keberadaan produk ekolabel di tempat bisa berbelanja, tetapi belum pernah
membelinya.
92
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
5. Most aware. Pada tingkatan ini orang antusias terhadap produk ekolabel. Pada
tahapan ini orang peduli akan permasalahan dirinya dan lingkungan, serta merasa
bahwa produk ekolabel adalah pilihan terbaik untuk mengatasi permasalahan
tersebut.
Dalam kaitannya dengan kesadaran produk ekolabel di kota Bandung, maka kelima kondisi
kesadaran konsumen akan mencakup aspek-aspek yang mungkin dapat menjadi
pendorong seseorang untuk memiliki keinginan membeli sebuah produk, yaitu:
1. Awareness
93
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
2. Minat Beli
Mengacu kepada Kotler (2016), minat pembelian muncul karena ada dorongan baik dari
dalam diri seseorang maupun dari luar, dimana secara umum dorongan tersebut bersifat
rasional maupun emosional. Minat beli muncul ketika seseorang memiliki dorongan,
kemampuan, dan kesempatan untuk membeli. Jadi seseorang akan mengevaluasi detail
produk untuk memperoleh pengetahuan akan produk tersebut. Evaluasi mengenai produk
dapat diperoleh dari pengalaman mengkonsumsi produk tersebut baik pengalaman pribadi
maupun pengalaman orang lain. Informasi mengenai suatu produk bisa didapatkan melalui
iklan dan artikel.
Kotler (2016) juga mengatakan bahwa salah satu perilaku konsumen adalah
perhatian selektif, yaitu kecenderungan seseorang untuk mencari informasi atau
memperhatikan informasi tentang produk yang sedang dibutuhkan atau diinginkan. Jadi
minat mencari informasi dapat menunjukkan suatu perilaku tertentu ketika seseorang ingin
membeli suatu produk.
Produk yang ada di pasaran dengan karakteristik yang hampir sama dapat
menyulitkan konsumen untuk mengevaluasi satu merek dengan yang lain, sehingga
seringkali yang dilakukan adalah membeli berdasarkan kebiasaan. Untuk itu, para pelaku
pasar memberikan nilai tambah sebagai pembeda dari merek yang lain, misalnya, produk
jus yang mengandung kalsium dan vitamin, atau produk sereal yang menginformasikan
manfaat mengkonsumsi sereal untuk kesehatan jantung. Dalam pandangan konsumen,
merek adalah janji yang menunjukkan identitas sebagai merek yang dapat dipercaya. Oleh
karena itu, penelitian dilakukan untuk mengetahui apakah konsumen merasa perlu adanya
sertifikasi sebagai jaminan kualitas dari produk ekolabel.
Sebagai produk bersertifikasi, produk ekolabel harus melalui serangkaian proses dan
pengujian secara berkala. Hal ini tentunya akan berdampak kepada harga produk tersebut.
Oleh karena itu, kesediaan untuk membayar lebih akan produk ekolabel juga akan menjadi
salah satu indikator minat beli pada penelitian ini.
Ketika konsumen memiliki kesadaran akan suatu produk ekolabel baik, maka menarik
untuk mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana minat beli konsumen. Dalam penelitian, ini
minat seseorang akan produk tersebut akan diukur dengan perilaku sebagai berikut:
a. Minat memperoleh informasi tentang produk ekolabel
b. Tertarik dengan produk ekolabel yang ada di tempat biasa berbelanja
c. Merasa perlu adanya jaminan produk ekolabel dengan sertifikasi
d. Bersedia membayar lebih mahal untuk produk ekolabel
94
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
3. Kampanye ekolabel
Karena keinginan membeli muncul setelah seseorang melakukan evaluasi akan suatu
merek tertentu, maka konsumen perlu memiliki detail informasi agar dapat melakukan
evaluasi secara benar. Di sisi konsumen, perlu digali dari segi kelengkapan, kejelasan, daya
tarik, dan frekuensi pesan dengan pertanyaan seperti berikut:
a. Bagaimana frekuensi iklan/informasi terkait dengan ekolabel saat ini di Indonesia?
b. Bagaimana daya tarik dari campaign/informasi terkait ekolabel di Indonesia?
c. Bagaimana kejelasan informasi dari campaign ekolabel di Indonesia?
d. Bagaimana kelengkapan informasi (apa itu ekolabel, manfaatnya, dan dampaknya)
dari campaign ekolabel di Indonesia?
Teknik Sampling
Karena jumlah populasi yang tidak diketahui, dan keinginan untuk memperoleh
konsumen dengan profil yang beragam, maka sampling dilakukan dengan metode
convenience sampling dengan memanfaatkan media sosial Instagram dan Whatsapp.
Profil Responden
Dari gambar 2 dapat dilihat bahwa domisili responden telah mewakili 27 kecamatan di kota
bandung. Pada gambar 3 dapat dilihat bahwa 34 orang responden adalah pria, dan 76
responden adalah wanita, gambar 4 menunjukkan status perkawinan, 52 responden belum
menikah, 56 responden telah menikah, dan 2 responden cerai mati.
95
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
96
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Gambar 9. Tempat Biasa Membeli Gambar 10. Produk dengan Konsep Eco-Labelling
Bahan Makanan / Makan Yang Pernah Dibeli
3 Supermarket 5
Sayuran
15 Tukang Sayur 20
15 Buah
25
Toko Online (Grab Mart, 76 Daging
80 Telur
33 Shopee, Tokopedia, dll) 27
Beras
Pre-Order (WA group)
27 Produk perkebunan (madu, kopi, vanila, dll)
Pasar Tradisional / Warung 51 Susu
75
35 30
Tidak pernah membeli sama sekali
Lain-lain Lain-lain
Gambar 9 dapat dilihat bahwa mayoritas responden biasa berbelanja makanan dan
bahan makanan di Supermarket (80 orang), Tukang sayur (75) dan Toko Online (15 orang).
Produk ekolabel sangat mungkin ditemukan di supermarket dibandingkan di tukang sayur.
Sedangkan di toko online masih mungkin ditemukan di beberapa toko khusus. Gambar 10
menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengalaman membeli produk
ekolabel. Dapat dilihat jenis produk ekolabel yang pernah dibeli sebagian besar adalah
sayuran (75 orang) dan buah (51 orang), selanjutnya telur (35 orang), daging (30 orang)
produk perkebunan (27 orang), beras (27 orang) dan susu (25 orang).
Dalam mengisi kuesioner, responden diminta untuk memberikan pendapat dalam
skala 1 sampai dengan 5. Hasil total skor kemudian dihitung dan dirata-rata yang kemudian
akan dianalisa dalam rentang sebagai berikut: 1 - 1,8 = sangat rendah; 1,8 - 2,6 = rendah; 2,6
- 3,4 = sedang; 3,4 - 4,2 = baik; 4,2 - 5,00 = sangat baik
97
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
No Pernyataan Rata-rata
Jumlah 3.354
No Pernyataan Rata-rata
Jumlah 4.065
98
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
No Pernyataan Rata-rata
Ketika membeli produk, saya mempertimbangkan dampak
1 3.618
dari produk tersebut bagi lingkungan
Jumlah 4.006
No Pernyataan Rata-rata
Produk ekolabel adalah produk yang dapat
1 3.954
meningkatkan kesejahteraan hidup petani
Jumlah 3.795
99
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
No Pernyataan Rata-rata
Saya tertarik untuk memperoleh informasi mengenai
1 4.054
produk dengan ekolabel
Jumlah 3.778
Hasil survei menunjukkan bahwa secara keseluruhan minat beli berada dalam
rentang baik. Aspek tertinggi adalah ketertarikan untuk memperoleh informasi mengenai
produk ekolabel dan sertifikasi produk ekolabel, sedangkan terendah ada pada aspek
kesediaan membeli produk ekolabel dengan harga yang lebih mahal.
Jumlah 2.959
100
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Mengenai hal-hal terkait kampanye produk ekolabel secara keseluruhan berada pada
pada rentang sedang. Aspek tertinggi adalah penyajian kampanye yang menarik yang
berada pada rentang baik, sedangkan aspek frekuensi informasi, kejelasan informasi dan
kelengkapan informasi berada pada rentang sedang.
Kesimpulan
1. Hasil survei menunjukkan bahwa secara umum kesadaran akan produk ekolabel
belum sampai pada tahapan most aware. Hal menarik yang dapat dilihat adalah skor
tinggi pada kesadaran dari segi kesehatan dan keberlangsungan lingkungan
sedangkan permasalahan tentang kesejahteraan petani lokal memiliki skor yang
lebih rendah dan skor terendah adalah kesadaran akan produk ekolabel itu sendiri.
Survei juga menunjukkan persepsi mengenai harga yang mahal untuk produk
ekolabel dan ada keengganan untuk membayar lebih mahal untuk produk tersebut.
Survei juga menunjukkan skor tinggi untuk kebutuhan sertifikasi produk ekolabel dan
skor rendah untuk frekuensi kampanye.
2. Hasil tersebut mengindikasikan adanya green myopia, dimana masyarakat tidak
memiliki informasi yang cukup untuk menilai manfaat yang sebenarnya dari produk
ekolabel, dan membutuhkan sertifikasi untuk menjamin kualitas produk agar tidak
terjadi kerugian akan harga yang lebih mahal untuk produk tersebut.
Rekomendasi
1. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa masih ada ruang yang luas untuk
mengedukasi masyarakat mengenai produk ekolabel dengan mengedepankan
manfaat yang lebih populer dalam hal ini adalah masalah kesehatan dan lingkungan,
juga mengedukasi aspek lain yaitu masalah kesejahteraan petani lokal yang
sebenarnya dapat menjadi motivasi untuk melakukan pembelian.
2. Untuk penelitian selanjutnya disarankan agar melakukan penelitian kepada
restaurant/catering/kantin yang menyediakan menu makanan sehat, untuk
memperoleh gambaran apakah pelaku bisnis sudah memiliki wawasan yang baik
mengenai produk ekolabel. Jika belum, maka dapat melakukan edukasi kepada
restaurant/catering/kantin sehat sekaligus menggandeng para pelaku bisnis untuk
ikut mengedukasi para pelanggannya. Dengan melakukan hal ini akan ada 2 hal yang
diharapkan dapat dilakukan yaitu : menimbulkan kesadaran bahwa produk ekolabel
dapat menciptakan nilai tambah untuk memenangkan persaingan bisnis, sekaligus
mempersiapkan pasar untuk menyerap produk organik dari komunitas petani kecil di
kota Bandung.
101
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
Daftar Pustaka
Adil, A. (2015). Pengaruh Pengetahuan Tentang Lingkungan, Sikap pada Lingkungan, dan
Norma Subjektif Terhadap Niat Pembelian Green Product. Jurnal Ekonomi dan
Kewirausahaan,103, hal. 122-128
Bram D. (2013). Produk Ekolabel Sebagai Informasi Perlindungan Konsumen dan
Lingkungan dalam Rezim Perdagangan Internasional. Law Review, 15(2), hal. 119-
133.
D'Souza, C., Taghian, M. & Lamb, P. (2006). An empirical study on the influence of
environmental labels on consumers. Corporate Communications: An International
Journal, 11(2), 162-73.
D'Souza, C., Taghian, M., Lamb, P. &Peretiatkos, R. (2006). Green products and corporate
strategy: an empirical investigation. Society and Business Review, 1 (2), 144-57.
Dinu, V., Schileru, I., & Atanase, A. (2012). Attitude of Romanian Consumers Related to
Products' Ecological Labelling. Amfiteatru Economics, 14(31), hal. 8-24.
Gunawan, T & Ferdhian, A. (2020). Green Strategy Perusahaan Plastik Dalam Menghadapi
Tantangan Lingkungan Dan Pemerintah. Jurnal Administrasi Bisnis, 16 (1), 57-69.
Gupta, M. and Syed, A.A. (2021), "Impact of online social media activities on marketing of
green products", International Journal of Organizational Analysis, Vol. ahead-of-print
No. ahead-of-print
Ha Thu Nguyen and Hieu Trung Lea (2020). The effect of agricultural product eco-labelling
on green purchase intention, Management Science Letters 10, 2813–2820
ISO. (2010). Focus. International Organization for Standardization. vol.1 no.5 (may).
Strategies on consumer purchasing patterns in Mauritius. World Journal of
Entrepreneurship, Management and Sustainable Development, 8 (1), 36-59.
Kemenkes (2018). Menelisik Makna Makanan Berlabel Organik dan Natural. Diakses pada
bulan Januari 2022 dari https://promkes.kemkes.go.id/content/?p=8438
Leire, C. & Thidell, Å. (2005). Product-related environmental information to guide purchases
- a review and analysis of research on perceptions, understanding and use among
Nordic consumers. Journal of Cleaner Production, 13, 1061-1070.
Kotler, P and K.K. Keller. Marketing Management Pearson Education 2016
Rashid, N. R. N. A. (2009). Awareness of ecolabel in Malaysia's Green Marketing Initiative.
International Journal of Business and Management, 4( 8), 132-141.
Rath, Ramesh dan Chandra. (2013). An impact of Green marketing on practices of supply
chain management in Asia Emerging Economic opportunities and challenges.
International journal of supply chain management, Vol : 2.
Rex, E. & Baumman, H. (2007). Beyond ecolabels: what green marketing can learn from
conventional marketing.Journal of Cleaner Production, 15, 567-576 .
Sumarsono & Giyatno, Y. (2012). Analisis Sikap dan Pengetahuan Konsumen terhadap
Ecolabelling serta Pengaruhnya pada Keputusan Pembelian Produk Ramah
Lingkungan, Performance, 15(1),hal. 70–85.
102
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
103
BANDUNG KOTA CERDAS PANGAN
Membangun Sistem Ketahanan Pangan Kota
yang Berkelanjutan
104
Bandung Food Smart City
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Author :
Theresia Gunawan, Pius Sugeng Prasetyo, Tini Martini Tapran,
Siti Fatimatul Wafiroh, Beby Nurtesha Putri, Vrameswari Omega Wati,
Renaldi Stevanus, Shofaa Fairuuz Salsabila Respati, Jessica Anqeligue,
M. Gulam Faridz, Ruben Hisar Eriyono Manik, Febriani Yusnikana,
Lely Ayukusuma Bakti, Ruth Latreia Theo Saphira, Zulaekha Amalia,
Salsabila Dwi Putri Perbatas, Yosefa, Hansen William, Nadya Alyssa,
Jeremia G.P. Simanjuntak, Yuliana Maria Mediatrix,
Fransiska Anita Subari, Jeany Nataly Giaviany
Editor :
Hansen William, Harris Kristanto
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
TABLE OF CONTENTS
i
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
FOREWORD
PARAHYANGAN CATHOLIC UNIVERSITY
The step to build Bandung as a Food Smart City shows that the government and society have
a very strong commitment to making it happen. The programs and movements carried out by
the government and the people of Bandung City support the global agreement contained in
the Sustainable Development Goals – SDGs, especially number (2) Zero Hunger, and (12)
Responsible consumption and production. Meanwhile, nationally, this step is to support
policies in the food sector which are also contained in the 2020-2024 National Mid-Term
Development Plan. The Central Government has also stepped forward by building national
food centers or food estates located in several locations such as in Central Kalimantan
(Central Kalimantan), South Sumatra (Sumsel), North Sumatra (North Sumatra), and East
Nusa Tenggara (NTT). This step should be supported by various parties, including local
governments, non-governmental organizations, the business sector, community groups,
and the world of education.
Bandung City, which still has a very high food dependence, where approximately 95%
comes from the area around Bandung, is continuously taking part in efforts to realize the
city's food security. Various programs and activities are carried out in a sustainable manner
such as "Buruan Sae" (Urban Farming), training on organic waste management including
food waste, various awareness steps through various media such as websites, Facebook,
Instagram, bloggers, etc. Likewise, the introduction of healthy canteens in schools, as well as
the development of a food sharing application that aims to build solidarity among citizens in
terms of facilitating food access. Studies or research related to food issues is also carried out
such as the Effectiveness of Urban Farming, Food Value Chain, and Eco Labeling. All of
these activities are placed in an integrated manner in the context of actualizing Bandung as a
Food Smart City.
This sustainable program is carried out in a collaborative format that involves various
stakeholders, both from the Bandung City government, especially with the Food and
Agriculture Security Service (DKPP), the Bandung City Cooperation Section, as well as non-
government parties such as Rikolto – Belgium, Indonesia representatives, Gerakan Selalu
Semangat Ikhlas - GSSI Bandung, Parahyangan Catholic University Bandung, hotel and
restaurant circles, as well as communities in society, as well as mass media, especially
digital media.
This book of Bandung Food Smart City, which takes the sub-theme of Building a
Sustainable City Food Security System, is a compilation of reports on activities carried out by
the study team conducted during 2021 which are integrated into a single unit to support the
city's food security system. The sustainability of this program is also supported institutionally
with the formation of the Bandung Food Smart City Team which was confirmed through the
Decree of the Mayor of Bandung City No. 521/Kep. 888-DKP 2021. Membership and active
involvement of Bandung City in the Milan Urban Food Policy Pact, as well as its membership
ii
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
as the MUFPP Steering Committee for the Asia Pacific region also strengthens Bandung
City towards the realization of being a Food Smart City.
This program, which focuses on urban food issues, will support the city's food security.
Even on a certain scale, the practice of Buruan Sae (urban farming) in Bandung City, which is
increasing in number from time to time, can become a city food estate. Currently, there are
303 locations of Buruan Sae scattered throughout the urban villages in Bandung City. Based
on the data obtained, shows that the various activities carried out by the Bandung Food
Smart City Team have involved many women. It can even be said that most of the participants
involved are women, for example, the women who are members of the Family Welfare
Program community from urban villages in the city of Bandung. In addition, this activity also
tries to reach young people, such as the “guardian of the earth” group. This step becomes
very important when internalizing and raising awareness of the importance of smart behavior
in consuming food and also paying attention to environmental sustainability.
I take this opportunity to thank you all those who keep on collaborating. In particular,
this book is dedicated to the former mayor of Bandung, the late Mr. H. Oded M Danial, who
became a pioneer and gave a lot of support and gave real inspiration through the practices of
Buruan Sae in Bandung City and even practiced it at his official residence so that it could be a
place of learning for many parties. I also thank you the Head of the Food Security and
Agriculture Service – DKPP Mr. Gin Gin Ginanjar and colleagues at DKPP, Mrs. Nonie Kaban
from Rikolto Indonesia, as well as colleagues from the Bandung Food Smart City Team
Theresia Gunawan, Tini Martini Tapran, Yosefa, Beby Nurtesha Putri, Vrameswari Omega
Wati, Jeremia Gom Gom PS, Yuliana M. Mediatrix, Hansen William, Fransiska Anita Subari,
Jeany Natali Giaviany, Nadya Alyssa, and college students who helped in the activities during
2021.
Hopefully, this book will become a useful source of inspiration for anyone who reads it
so that it can encourage various parties to take part in increasing awareness of food issues
and realizing a food smart city through a variety of sustainable activities. May God always
bless our steps together. Thank you. Stay Healthy.
iii
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
The COVID-19 pandemic, which has caused massive social and economic dislocation, has
raised little doubt about the fragility of food systems around the world. In recent years,
development experts have driven global consensus on the need for fundamental changes in
our food systems to promote sustainability and equity. In recent years, Rikolto Indonesia in
collaboration with partners has moved rapidly from a focus on agricultural value chains to a
broader food systems approach. We want to inspire various parties to work together to
overcome the interrelated challenges of food insecurity, climate change, and economic
inequality.
The Food Smart City Program in Bandung is an example of the multi-stakeholder
collaboration that we have built with UNPAR and Bandung City to support food security,
reduce the impact of climate change, and address economic inequality.
This third edition of the book Bandung Food Smart City presents various activities that
have been carried out in the city of Bandung to support the activities above. For example, 1)
urban farming activities for children, women's groups, and the creation of the "Tiwi and Kunci
Kulina" module aimed at children, 2) the results of various forms of awareness campaigns on
food issues through social media that have been used and implemented by the team, 3)
research results on healthy canteens in schools that explain the important role of canteens
as an educational facility, 4) analysis of the fresh food supply chain in Bandung City which
states that traditional markets are still a favorite destination for the people in Bandung to buy
food ingredients, 5) the results of the team's research on the effectiveness of the practice of
Buruan Sae in supporting food security in the city of Bandung, 6) as well as research under
the theme of Eco-Labelling which gives inspiration for the production movement that still
concern about environmental sustainability.
Various activities carried out in Bandung have also been distributed to various
international events, for example at the MUFPP global forum in 2021, as well as the
involvement as a resource person and as a participant in the COP-26 forum, as well as the
role as a member of the MUFPP Steering Committee for the Asia-Pacific region.
Rikolto Indonesia appreciates the cooperation and efforts that have been made by UNPAR
so that the Food Smart City program in Bandung City is implemented. We also thank the late
mayor of Bandung, Mr. Oded M Danial and the Head of the Bandung City Food and
Agriculture Security Service, Mr. Gin Gin Ginanjar who has supported the Food Smart City
program until the formation of the Food Smart City Team for the period 2021-2023.
iv
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
We hope that through this book, various parties can use information, lessons, and
examples of implementing food security activities in Bandung City, therefore, the wider
community can access healthy, nutritious, and nutritious food.
Nonie Kaban
v
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
FOREWORD
MILAN URBAN FOOD POLICY
This book is the opportunity to discover and deepen the journey of the city of Bandung in the
definition of its food policy developed in strong cooperation with Parahyangan Catholic
University and Rikolto.
In Indonesia and throughout the entire Asia Pacific region, Bandung is increasingly
emerging as a city able to act at the local level to develop an integrated set of actions to fix its
food system through urban farming, food waste prevention, promotion of healthy good food
in schools and, at the same time, sharing this knowledge at the international level, thus
contributing to improving the global food system.
In 2020, Bandung joined the Milan Urban Food Policy Pact (MUFPP), the first and
foremost network of over 220 cities active in the exchange, co-creation, and advocacy
toward more inclusive and sustainable food systems. Within this network, Bandung sits on
the MUFPP Steering Committee - together with 12 other global cities - and has been
enhancing the Pact's objectives in Indonesia and the rest of the region.
A pioneer for Indonesian cities, Bandung spurred other mayors to sign the MUFPP
and develop urban food policies. Semarang, Surakarta, and Pekanbaru City are now part of
the community that is being enriched by the contribution of the Indonesian cities, their
challenges, and priorities.
This leading role in promoting sustainable food policies by making Bandung's
expertise available to other cities has been consolidating in the wider Asia Pacific region
through the participation in the MUFPP Global Forum, international webinars, and the
MUFPP Asia Pacific Food Policy Training.
For Bandung, the Milan Pact represents a platform to support the scale-up of its local
and international initiatives, while for the Milan Pact it represents a key ally in achieving its
objectives in the Asia Pacific. The next steps? To build together funded cooperation projects
between cities and regional stakeholders such as the ASEAN, to organize regional events
aimed at advancing together towards sustainable food systems, taking advantage of the
spotlight of the Indonesia G20 Presidency.
In just/barely two years the roots of this cooperation have been laid and we have just
started to reap the benefits. “Bandung Food Smart City: Developing a Sustainable Urban
Food Security System” will inspire other cities to do their best to improve food systems for the
future of our people and Planet. We have no choice but to succeed.
www.milanurbanfoodpolicypact.org
vi
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Congratulations to the Parahyangan Catholic University (UNPAR) team for the publication of
this important book. It is important not only that the information is very rich but also able to
describe what should be done in the future regarding the Bandung consensus towards a food
smart city (Food Smart City). The benefits are certainly not only for UNPAR itself but also for
the Bandung City Government , the Urban Farming community, and the people especially in
Bandung City as the main food consumers.
The Government to University (G to U) collaboration between the Bandung City
Government and UNPAR has been carried out since 2018. The collaboration continues by
expanding technical cooperation with the Regional Apparatus Organization of the Food and
Agriculture Security Service (OPD DKPP). One of the collaborative actions that have been
fostered to date is in guarding Bandung City as a member and Steering Committee of the
Milan Urban Food Policy Pact (MUFPP) that is also known as the Milan Pact/Milan Pact.
Bandung City, which has been incorporated as one of the 215 cities in the world that
signed the Milan Pact since August 6, 2020, was elected to the MUFPP Steering Committee
for the period of 2021-2023 along with 12 cities from several other continents. MUFPP is an
international agreement between cities that is committed to developing sustainable,
inclusive, resilient, safe, and climate-friendly urban food systems, which provide healthy and
affordable food for all.
By cooperating with Rikolto Internasional, the UNPAR-OPD DKPP collaboration is
embracing wider. This includes research work for several types of research in the food and
agricultural sectors. The book you are reading now is the result of several studies conducted
recently. This book contains six important topics, including the publication of food smart
cities, healthy canteens, food supply chains, and the effectiveness of Buruan SAE up to
ecolabelling.
The food we consume produces waste that is often called food waste. More or less,
the City of Bandung has become a supporting entity on an Indonesian scale that produces
the second largest food waste in the world. With the characteristics of a densely populated
city, educating city residents to reduce food waste is very important. Therefore providing the
correct information about food loss, especially on the storage and distribution process and
reducing food waste when consumed (in markets, restaurants, or homes) in Bandung City
area, is necessary to continue to strive consistently.
Dissemination of information to educate the urban people today needs to consider
advances in information technology. The utilization of various types of media, as a result of
advances in information technology, is certainly intended not only to be able to reach a broad
audience but also to target various groups without exception. Educating to be good at
identifying leftover materials that are (always) considered as waste and used for other more
useful things is one example of content that deserves to be shared on various forms of social
media.
vii
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
The matter of food that is served at school canteens in cities is an equally interesting
discussion in this book. Moreover, the school-age is an important human resource input for
the future of the city. It is very important to pay attention to the healthy foods that city residents
will consume at school age which are sold in canteens at schools. Collaborative steps are
required to promote a healthy canteen program starting with pilots in schools that are
relatively ready in terms of infrastructure and social engineering.
As the Head of DKPP, I was very helpful with the findings of the UNPAR team's
research on the food and agriculture sector above. These findings can not only add
complexion to the authority of DKPP as assigned by regional heads but also illustrate further
that food affairs in Bandung City have a very broad spectrum. Therefore, giving more
attention to the agricultural sector as a food producer in urban areas is increasingly important
and should be realized by all parties.
In carrying out the authority to administer food, agriculture, and fishery affairs, we
developed the Buruan SAE as an integrated urban farming program. I truly believe in the
benefits of the program that brings together eight agricultural and fisheries sector activities
that are integrated with each other in one location of activities. And in its journey, where the
practice of Buruan SAE is organized to be adapted by many urban communities, I am often
excited to show that the benefits of this program can be quantified. As the founder of Buruan
SAE, therefore, I'm not too surprised if researchers can find a series of numbers that describe
the various tangible and intangible benefits. Other important research findings contained in
this book can at least reduce my disgruntle because in it readers can find answers to the
immensity and magnitude of the benefits of Buruan SAE in the view of the researchers who
study it. In this book, readers can observe the benefits of Buruan SAE from five aspects,
namely: 1. Economic Benefits; 2. Environmental Benefits; 3. Health Benefits; 4. Social
Benefits; and 5. Educational Benefits.
Finally, as mentioned previously, I once again express my highest appreciation to
UNPAR for the completion of this comprehensive book. Of course, this book can contribute
both to the development of Bandung into a food-smart city, as well as an alternative for
readers who are thirsty for information on food management in urban areas. Thank you.
viii
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
ix
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
x
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Background
1
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
The concept of urban farming on Ketapang-kita.id is in line with the 2030 SDGs,
especially on (1) No Poverty, (2) No Hunger, (3) Healthy and Prosperous Life, (8) Decent
Work and Economic Growth, (9) Industry, Innovation and Infrastructure, (10) Reducing
Inequality, (11) Sustainable Cities and Settlements, (12) Responsible Consumption and
Production, (13) Addressing Climate Change, and (15) Land Ecosystems. While the
emphasis of this program lies on the circular economy, which is in line with SDGs point 12
namely responsible consumption and production, is also in line with the Bandung city
program, namely Buruan Sae.
FAO (Food and Agriculture Organization) noted that Indonesia is a country with the
second largest food loss and food waste in the world. Referring to the Food Security Agency
of the Ministry of Agriculture, the total waste and food loss of Indonesians in one year is up to
1.3 million tons. So on average, one person generates waste and loses 300 kilograms of food
per year (www.mediaindonesia.com, 2020). Food loss and food waste occur from
agricultural production, supply management systems, and logistics to household kitchens
and dining tables, restaurants, and hotels as well as retail (FAO, 2011).
The people of Bandung City have contributed a large amount of waste during their
daily lives. On average, the people of Bandung City produce about 1,500 tons of waste in one
day, which is equivalent to a football field (Muhaemin, 2018). For this reason, ketapang-
kita.id integrates urban farming with organic waste management as additional material for
planting media and prevents organic material from reaching the landfill.
Activities
Ketapang-kita.id Urban Farming has also participated in achieving the goals of SDGs 2030 at
point 12 related to responsible consumption and production by performing various activities
as follows:
Bandung City has declared itself as a Food Smart City, which later became a member of the
Milan Pact (Milan Pact). As a follow-up, the community and the government of Bandung City
continue to carry out various programs/activities aimed at growing awareness of all citizens
of Bandung City on issues related to food problems, as well as to increase mutual awareness
in reducing food waste. The movement also aimed to foster a sense of solidarity among
residents in meeting food needs among residents (food sharing), as well as a movement to
encourage residents to build urban agriculture (urban farming) so that it can support urban
food security on Ketapang-kita.id.
Coupled with the never-ending problem of waste, almost 1,500 tons of waste in
Bandung City is collected every day and most of the waste comes from households. At
present, the Sari Mukti Landfill, where the residents of Bandung pile up their waste, has
already been full, even overloaded. This means that it can no longer accommodate garbage.
2
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
With this condition of the landfill, a massive movement is needed to prevent Bandung City
from being a sea of garbage again, as happened in 2005.
To solve this problem, the Government of Bandung City has introduced the Kang
"Pisman" (Reduce, Separate, Utilize) program. Starting from reducing, sorting, and utilizing
household-scale waste, it will be a massive and inexpensive solution that involves all parties
from family members of all ages. Thus, the education of Kang Pisman becomes important to
be delivered to the whole community, starting from PAUD (education for children at an early
age), elementary, junior high, to adults and the elderly. It is also a character building for early
childhood. The role of educators is very necessary for building the character of caring for the
environment among children.
However, the reality of school activities, teachers, and students has not been entirely
directed to such a goal. Many obstacles are encountered so this competency is rarely
achieved. Among the obstacles are a lack of understanding how to do it and the limitations of
tools and facilities. For this reason, Ketapang-kita.id cooperates with KOMED. The Learning
Media Community (KOMED) is a forum for teachers throughout Indonesia to develop their
professional competence through workshops, seminars, and training. The learning media
community tries to facilitate teachers who are always eager to learn and progress as well as
to take part in a dynamic civilization, by producing work as a proof of understanding and
seriousness in learning. One of the missions of KOMED is to meet the needs for knowledge
of the community members, in this case, the teachers. Therefore, KOMED seeks to provide
training materials that are in line with the needs of today's educators.
Ketapang-kita.id in collaboration with KOMED held an organic cycle educational
webinar to support the TOT Urban Farming Activity for school children. Due to the high level
of complexity in educating children about the issue of food waste, it requires a special
strategy to introduce to the children about the long process of getting food to their plate/table
which causes a lot of food to be wasted during the process. The purpose of this activity is to
introduce children to food waste issues such as problems and their impact on the earth, to
invite children to play an active role in managing food waste through daily activities so that
children can see the results of their efforts and get appreciation. In addition to reducing and
managing food waste, the children are invited to start simply growing their food.
The workshop on organic cycle education for children was carried out through
workshops for teachers in Bandung City which were held on 14, 28, August 2021, and 11, 25
September 2021 through a Zoom meeting from 09.00 a.m. – 12.00 p.m. (Jakarta time) with a
target of 40 teachers involved. As a follow-up to the workshop, the participants were asked to
create learning media for children using the organic cycle education module. From this
workshop, 20 learning media were collected, one of which was Learning Organic Cycles
Through Stories (https://youtu.be/fyx0jwZ9xu4 and https://youtu.be/lG-aZm3DEdo).
3
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
In addition to the teachers, TOT Urban Farming also directly approaches the children.
An activity was held in RW 02 Jamaras, Jatihandap Village, the participants involved in this
activity were 18 children from RW 02 Jamaras. The Children who are members of
BACILUNG (Children love the environment) carried out planting activities. In this activity, the
children got an explanation about the respiratory system in plants and humans therefore they
understand that humans also depend on plants for their life. There is a mutual symbiosis
between plants and humans, so we must be able to take care of the existence of plants
around us. Children are invited to start planting, starting from processing organic waste as
one of the planting media.
4
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Tiwi snakes and ladders is a kind of snakes and ladders board game, but with several
differences. This snake and ladder board game has a much larger size than the usual board
of snakes and ladders game. There are no pawns here because the pawns are the players
themselves who will later be on the game board. This game is played by 3-4 people and
guided by one person, this guide is in charge of overseeing the course of the game and giving
the cards needed by each player. The player who can reach the finish first is the winner. The
segmentation of the Tiwi Snakes and Ladders Board Game is 9-11 years old or equivalent to
5
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
3-5 grades of elementary school. The purpose of this game is to educate children about the
environment. With this game, it is expected that the environmental education process for
children will be more effective and more fun.
This game was launched by the Mayor of Bandung, Mrs. Siti Mumtamah S.AP on the
Cibunut Waste Free Area which was fostered by Mrs. Tini (2015-2020), at the same time
there was a trial on the children of BOCIL (name of a community of children who love the
environment) Cibunut. The whole event can be seen at https://youtu.be/5RJOW35KnA
Figure 4. Launching the board game Tiwi Snakes and Ladders in Cibunut
Being concerned about the climate crisis that is getting worse day by day, and
considering that humans are the cause of the destruction of nature but on the other hand,
humans can also be the healing factor, an effective way to heal the earth is to change the
human system to be in harmony with nature from a liner to a cyclical form. This activity is
aimed to increase children's awareness of the natural destruction due to human activities,
understand which system is harmonious with nature and which one is not incompatible with
nature, as well as to invite their contribution to the sustainability of nature in the future. The
Earth Guard Boot camp was attended by 24 children, most of them were finalists for the
Reading Ambassador competition. The 8th Reading Ambassador Competition was
organized by the Bandung City Library and Archives Service collaborated with Rikolto,
ketapang-kita.id, and the Bandung City Literacy Working Group. The earth guard youth boot
camp activity was carried out offline by conducting strict health protocols, at the Eco Camp
Learning Center on 27-28 November 2021. These Children Reading Ambassadors have
gone through 5 stages to become reading ambassadors as follows:
1. In the first stage, the children were equipped with the ability to observe and analyze
environmental problems that become their focus of concern to find the solutions.
2. The children were provided with Kang Pisman knowledge by Mrs. Riri from DLHK and
6
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Buruan Sae topics by Mr. Willy from DKPP, as well as how to implement both in the
real life by Mrs. Tini Martini Tapran from Ketapang-kita.id.
3. Because at the next stage the children would be asked to find solutions that must be
presented, thus after the children got the material and analyze the results of their
observations, at this stage (stage 3), the children had an opportunity to ask as many
questions as possible to the presenters to be more optimal in presenting the results
of their observations later.
4. At stage 4, the children submitted their observations and 23 finalists were selected to
be entitled to present their ideas in front of 5 judges.
5. At the last stage, 6 children were selected as winners
Because some of the finalists for reading ambassadors were not permitted by their
parents to attend the event, some children from other environmental literacy communities
joined. The earth guard boot camp activity lasted for 2 days one night with materials provided
by Ecocamp and Ketapang-kita.id. The material provided was the basic material of how
humans interact with real nature. This event was ended with a procession of the inauguration
of the youth earth guardians, taking commitments, and at last the distribution of pearl grass
plants as a symbol of their commitment to protecting the earth by taking care of the plants
given. It is expected that they can share their enthusiasm with their friends because they are
agents of change for better earth in the future. They were also given homework to put their
ideas into a simple proposal so that we could see the potential for collaboration, both
between themselves as well as with various parties. From this boot camp event the Youth
Earth Guardian Community was established, even though they have their projects, they will
7
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
support each other and will share both online and offline starting with a sharing by Fidelia
about Eco Enzyme via Zoom (https://youtu.be/GfmdxZjV7jg) and one of the projects that are
quite proud of was made by SMPN 45 students, namely Thara and Myeisya who took part in a
prestigious competition at an international event and won a gold medal.
(https://www.instagram.com/pemudapenjagabumi.id).
Book Composition
When it comes to food in Indonesia, food waste is closely related. On the one hand,
Indonesia is the second largest producer of food waste in the world. On the other hand, the
level of hunger in Indonesia is classified as severe, with 19.4 million people experiencing
malnutrition. This is tantamount to letting our fellow citizens starve while we are wasting food.
There are 2 parts to Food waste, namely Food Loss and Food Waste. Food loss is all
food that is lost before it reaches the consumer - usually at the stages of production, storage
and distribution. Meanwhile, food waste is food that is in good condition and ready to eat but
is not consumed. Food waste generally occurs at the sales and consumption stages (e.g. in
markets, restaurants, or at home).
Tiwi and Kunci Kulina is an educational module package for educating children about
food waste at elementary school age (8-12 years old). Educating children on the issue of
waste certainly requires a focused and special strategy. The preparation of the book Tiwi and
Kunci Kulina is intended to create a module that focuses on two strategies, namely:
Introducing the issue of food waste that is close to the world of children in their daily life and
equipping children with useful insights, experiences, and skills to solve food waste problems
on a local or simple scale. With the aim of raising awareness on the issue of food waste to
elementary school children in a fun way and encouraging the implementation of food waste
solutions at the school level through the participation of educators and students.
8
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Figure 7. The Layout of Module Book and Storybook of Tiwi & Kunci Kulina
The Tiwi and Kunci Kulina module package can be used both offline and online at schools,
activity studios, reading houses, PKBM, other learning communities and even can be carried
out as a family activity at home.
This module uses the method:
1. Child-centered (put the children as the center of activity)
2. Experiential learning (learn through sensory experience and reflection)
3. Facilitation (adults accompany and learn with children)
Figure 8. Four stages of learning using Tiwi & Kunci Kulina Module
9
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Solving the waste problem in the city of Bandung requires community participation. From
the observations, it turns out that the reduction in waste and the number of households
that separate waste is not significant thus it is still necessary to find ways to educate the
public to separate waste from the source (household).
On the other hand, there are difficulties for people who have started to separate
their waste but in their home environment, there is no separate garbage collection service
available, making people reluctant to separate their waste because they do not have the
skills to process waste, especially organic waste.
Mrs. Tini's experience in fostering KBS RW 07 Cibunut Kebon Pisang Village
revealed that educating the community requires local environmental cadres who can
educate the community continuously and it also needs role models. As the result of
discussions (FGD) with the community in a hamlet (RW) and its administrators, a school
of life was established which began in RW 06 in September 2020 with 24 mothers as its
students. Like a usual school, the school of life also chose its principal, class leader and
there are certainly teachers/tutors. Complete curriculums were also compiled with
homework and exams. School of Life RW 06 Cikutra also partnered with SITH ITB. The
competencies expected of life school students are:
1. Understand waste problems holistically so that they can understand environmental
problems globally.
2. Can separate at least 2 types of waste. Organic waste should not be mixed with
other waste because it is organic waste that causes smelly, disgusting, and dirty
garbage
3. Be able to process organic waste with simple composting techniques according to
the ability and availability of space
4. Obtain skills to make Eco Enzyme and MOL
5. Plant vegetables using compost as a medium
6. Be able to deliver the material obtained at the school of life to the community both
spoken and in simple writing
10
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
During 2020-2021 the School of Life has been delivered at the following places:
● RW (Hamlet) 06 Cikutra Village group 1 (20 people) - offline
● RW (Hamlet) 06 Cikutra Village group 2 (17 people) - offline
● RW (Hamlet) 01 and 02 Jamaras group 1 (20 people) - offline
● Kebon Pisang village 1 group (20 people) - offline
● TP-PKK of Bandung City and RKI of West Java (60 people) - online
● KOMED ( Learning Media Community) (40 people) - online
The common obstacle of urban farming is the difficulty of obtaining planting media.
This problem can be solved by managing organic waste from home through a composting
system. From this activity the community gets two added values; they can solve the problem
of organic waste and get their planting media at the same time. Composting activities are
carried out as an effort to use organic waste as a planting medium and to reduce waste sent
to landfills. Ketapang-kita.id held composting activities through organic waste management
workshops, both household and communal, online as well as offline.
One of the needs in composting is how to speed up the composting process and
reduce odors. Eco Enzyme and MOL are among the ways to process food waste before
composting. They are also needed in the composting process and solve composting
problems, especially by reducing odors and speeding up the composting process.
Urban Farming Ketapang-kita.id has conducted workshops on composting and
making Local Micro Organisms (MOL) & Eco Enzymes in collaboration with:
1. The Indonesian Women Entrepreneurs Association (IWAPI) Bandung,
2. Bandung City Chamber of Commerce and Industry (KADIN),
3. TP PKK Bandung City,
4. The Learning Media Community (KOMED) Bandung City,
5. Hijaber's mom (women wearing a veil) Community in Bandung
6. Indonesian Family House (RKI) West Java.
7. The Youth Earth Guardian
8. School of life community participants
11
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
This activity is carried out online through the zoom meeting and offline directly on the
spot. The purpose of holding this activity is an effort to utilize organic materials that are the
potential to become waste so that they are not wasted out in the landfill. After the workshop,
ketapang-kita.id assisted the WA Group for three months after the workshop. The training
was held from August to November, the communities that received assistance for three
months were TP PKK Bandung City, RKI West Java, and the KOMED Learning Media
Community in Bandung City. The participants involved in this activity were as follows:
Figure 10. Graph of the number of participants, activities, and stakeholders involved
12
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Lesson learn
The graduates from the school of life have created agents of change in every region,
although not all graduates are sufficient to create a spirit of change in society. This is
reinforced by the spirit of togetherness and the Bandung city program, namely Kang Pisman
and Buruan Sae. The material that can be obtained in the school of life is material that is very
easy to apply in everyday life and is very close to their lives so that people begin to move and
make changes in their territory. The required competency standards are being able to
separate and process waste that will be used for planting media so that people can directly
practice it at their respective houses, either independently or communally. We have also
facilitated some tools and materials for practice.
It is expected that more mothers will be educated so that more organic waste is
processed and more plants are planted to encourage urban food security. To be duplicated in
a wider range of communities, It is required to provide modules and curricula that can be
applied by other communities because apparently from the alumni of this school of life
emerged agents of change and some of them could become new resource persons in the
next groups. Intense habituation and mentoring can make mothers enthusiastic and make
real changes in their environment therefore the goals of reducing waste and food security
can be achieved slowly but surely.
Ketapang-kita.id is trying to provide more teaching materials to the module book as an
educational tool in the Tiwi series so that it can be a learning tool for mothers to become
educators in their environment targeting children. Knowing the organic cycle is one of the first
steps so that children get to know their surroundings and know-how and why to preserve the
environment. However, how should this learning process be carried out? What adults need to
do to help children learn these ideas without overburdening children but feeling happy and
being involved in the learning process. The book "Tiwi & the vortex of life" can be the answer.
The story is about Tiwi and her friends who "saved the vortex of life that was crowded by
humans" This book provides a guide that makes it easier for facilitators to educate children
about organic cycles, both offline and online. There are currently 3 Tiwi series:
1. Tiwi and the Vortex of Life (Organic Cycle Educational Modules and Booklets for
Children)
2. Tiwi Snakes and Ladders (environmental educational board game)
3. Tiwi and Kunci Kulina (educational modules and storybooks for reducing food waste)
From various ages and partners participating in the online workshops, Teachers could
directly apply this module, perhaps because teachers get very used to teaching and learning
activities, and it was proven that several people were inspired by this book when teaching in
class. The groups of PKK and RKI women have not been able to optimally use this book,
even though before the workshop this module book had been sent and asked to be read first.
For this group, face-to-face workshops are needed as well as hands-on practice on how to
deliver this module. But for the direct practice of reducing, separating, and processing waste,
13
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
especially cooking oil waste, those who were enthusiastic to post activities and the results
were PKK and RKI women. This group could transfer knowledge and practice directly to
other groups of mothers and can add economic and social value by showing and selling it
on various occasions. Of the group of teachers, only very few post the practice of
reducing, separating, and utilizing their waste directly in their respective houses.
The face-to-face school of life makes it easier to transfer knowledge and monitor
the results. It was revealed from the 4 classes that had been run previously that the more
localized the participants were, the easier it was to see the changes. By being localized in
one RT (neighborhood association) /RW (hamlet), the changes will be more visible, both
in terms of reducing waste and changing the environment. As seen in RW 02 Jamaras,
Jatihandap sub-district. Independently, the women who are members of the Gelis KSM
have started educating and transporting their organic waste regularly and using it for
planting media so that the number of plants has been increasing as the waste they
transport and process increases, for example in the November 22 – December 20, 2021,
the waste transported and processed was at 769.7 Kg. All organic waste is processed in
the area and will be used as planting media. This movement of mothers has raised
empathy from the fathers and finally, the fathers are moved to help
24-Nov
27-Nov
26-Nov
28-Nov
29-Nov
1-Dec
4-Dec
6-Dec
8-Dec
11-Dec
15-Dec
18-Dec
18-Dec
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
More effort is required to create a public space as a place for people to interact
more so that they can create a positive atmosphere and build mutual trust. This public
space can be a place for sparking ideas, building collaboration, mutual cooperation, and
strong bonds between them. So the first thing that needs to be developed is a public
space, the place doesn't need to be good but it must be a comfortable place for people to
gather.
The existence of urban farming at the Ketapang (Ciskul) site was expected to be a
place where women in Cisaranten Kulon could do communal activities and education. But
it turned out that the people of Cisaranten preferred solving their waste problem first
rather than planting. We had done several FGDs with the community and K3
management to reach an agreement on the waste management system. However, it
14
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
turned out that this resulted in the lack of maintenance of the Ketapang garden, thus
sometimes our gardens were late for harvesting because the mothers only came to water the
plants.
The condition of the upper middle class community in the residential area showed less
interaction between neighbors and it was worsening by the pandemic therefore activities that
usually involved the community were stopped, such as posyandu (Integrated Healthcare
Center), posbindu (Integrated Developing Center), and joint gymnastics. Lack of good
communication between RW, RT management, and the community also hindered the
progress of a movement in the environment. It seemed that the Cisaranten Kulon community
depended on a figurehead, thus the community lacked initiative. The problem of finding a
person in charge of our urban farming garden was also one of the challenges to obtaining
optimal garden production thus in the future we need to choose a person in charge of this
garden so that our garden is well maintained and the garden produce can be optimal and can
be sold. The important lesson is that we need people who have a passion for planting.
What is certain is that the most valuable lesson learned from interacting with the
community in developing and realizing creative ideas for the community and students “We
are puzzle pieces that will form a beautiful picture together.”
15
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
16
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Introduction
Along with current technological developments, the media are among the tools that are
widely used as communication tools to convey information (Kompas.com, 2021). Media has
various characteristics therefore it is adaptable to the needs. Media have various
characteristics so that they can be adapted to their needs. According to Nasrullah (Nasrullah,
2015), social media is a medium on the internet that allows users to represent themselves as
well as interact, cooperate, share and communicate with other users to build virtual social
bonds. In addition, social media is also meant as a medium of recognition (cognition),
communication media (communicate), and as a medium of cooperation (cooperation).
Social media is an online media that is used for long-distance communication needs, the
process of interaction between users with one another, as well as getting information through
special application devices using the internet network (Adani, 2020). In addition, social
media is also meant as a medium of recognition (cognition), communication media
(communicate), and as a medium of cooperation (cooperation). Social media is an online
media that is used for long-distance communication needs, the process of interaction
between users with one another, as well as getting information through special application
devices using the internet network (Adani, 2020). Many things can be done through social
media, Bandung Food Smart City utilizes social media as a tool for disseminating
information. This activity aims to build public awareness of the dangers of food waste and
how to reuse materials that are considered waste so that they can be useful and other
matters related to food waste, environmental issues, and publications shared by the
Bandung Food Smart City social media account.
Food waste is any food of a good quality that can be consumed by humans but for
some reason is not consumed and is not utilized (Lipinski, et al., 2013). Community
awareness is built not only through content created on the Bandung Food Smart City social
media account but also related to events carried out in other online media, one of which was a
blogger contest with the theme “Lifestyle with a minimum food waste" that was held in 2021.
This event was attended by more than 100 participants who came from various backgrounds
and regions in Indonesia.
Based on the objectives that have been explained, social media as a medium for
conveying information and publications are effective tools for communicating these things.
Almost all circles currently use social media to find information so the use of social media is
considered as media that can reach all people in a wide area. The use of social media is
expected to be able to raise public awareness about the dangers of food waste and how to
overcome it.
17
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
There were 2 activities carried out in the Online Media and Publication division throughout
2021. Routine activities that always be carried out were building awareness through content
on social media which is routinely carried out and a blog competition which was also held
virtually.
1. Social Media
Bandung Food Smart City has several very active social media accounts and has a
#ambilmakanhabiskan campaign that continues to be disseminated. And also regularly
post content to raise awareness to the public and also as a publication media for other
activities held by Bandung Food Smart City. Each social media has different
characteristics, segments, and targets, so it is necessary to use various types of social
media. In addition, achievements on social media cannot be identical every month or
compared with other social media because the algorithm system of social media is also
always changing thus it cannot always be equalized. Here are some social media owned
by Bandung Food Smart City.
a. Instagram
The Instagram account of Bandung Food Smart City is @bandungfoodsmartcity with
752 followers. Every month @bandungfoodsmartcity regularly shares 20-25 content
on Instagram social media by utilizing all the features on Instagram from posting
photos, videos, instastory, and reels. The types of content shared on Instagram social
media accounts vary every month according to developing issues and adapted
materials. The types of content from the Instagram @bandungfoodsmartcity social
media account are informative content, edutainment (education and entertainment,
announcements, greetings, and quotes). These types of content are delivered in the
form of photos and videos that are posted on the @bandungfoodsmartcity Instagram
account in various features that have been provided by Instagram. The following are
the 3 best contents that have been posted on @bandungfoodsmartcity Instagram
account throughout 2021. These contents are divided into 2 types of features on
Instagram, namely feed posts and reels.
18
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Likes : 64
Comments : 5
Shares : 5
Saved : 2
Reach: 1162
Impressions : 1310
Informational Content-Type
Source: (@bandungfoodsmartcity, 2021)
19
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
From the 3 types of content that obtained the highest number of likes, reach and
impressions, we can see that even though it is just an announcement of the activity,
the enthusiasm of the community is also quite large. Then followed by quotes that also
motivate the audience to always live a minimal food waste life. In addition, the
informational content on food waste and food loss information, tips and tricks, and so
on also attracts the interest of the audience to see and explore the information.
Thus the diversity of content types that is adjusted to the schedule and circulating
i ssues becomes the main focus of the @bandungfoodsmartcity Instagram account.
The latest feature that has also been presented by Instagram is Reels and
@bandungfoodsmartcity also posts information on reels by delivering it in motion or
video with different types of content. The reach of reel contents is wider because it
reaches not only the followers from the @bandungfoodsmartcity Instagram account
but also other audiences who also have the same interests/passions It is also potential
to appear in exploration from followers of the @bandungfoodsmartcity Instagram
account. The following are the 3 best from @bandungfoodsmartcity's reel posts.
Likes : 60
Comments : 0
Shares : 18
Saved : 45
Reach : 5411
Plays : 5391
20
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Likes : 69
Comments : 9
Shares : 8
Saved : 25
Reach : 4251
Plays : 4172
Likes : 26
Comments : 0
Shares : 2
Saved : 2
Reach : 1661
Plays: 1647
21
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
b. Facebook
Facebook is one type of social media that has existed for quite a long time. Although it
is classified as a social media that has existed for a long time, Facebook is the most
widely used social media network site in all corners of the world. In 2017 the number of
Facebook users reached 2,047,000,000 or more than two billion forty-seven million
users (Adani, 2020).
On Facebook, there is a feature called Fanpage. Fanpage is a business
account that represents an organization or person with unique features in it (Perdana,
2021). One feature is widely used by organizations both profit and non-profit
organizations because there are so many features that can be utilized from this
fanpage, one of which is the advertising feature using the Facebook manager which is
one of the features found on fan pages. This Facebook fanpage is intended to make
users be able to manage Facebook accounts better with various features that are not
found on Facebook accounts in general (Perdana, 2021).
The fanpage account of Bandung Food Smart City is @bandungfoodsmartcity
with a total of 368 fanpage likes. This fanpage account @bandungfoodsmartcity
regularly posts 20-25 content each month aimed to raise Facebook audience
awareness through these contents about the dangers of food waste, food loss, and
how to overcome them.
With this large number of Facebook users at various age groups,
@bandungfoodsmartcity regularly distributes content to spread awareness among
Facebook users. The content on Facebook has various algorithm results that are
inconsistent every month because it depends on the algorithm system from Facebook
which also changes frequently. The format and types of content posted on the
@bandungfoodsmartcity fanpage also vary. Here are the 3 best contents throughout
2021 posted on the @bandungfoodsmartcity fanpage.
22
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Edutainment-interaction
Type Content
Total of Interaction : 34
Reach : 958
Post Clicks : 32
Total of Interaction : 23
Reach : 441
Post clicks : 10
Based on the three contents that have the highest total interaction, reach, and
clicks on posts on the @bandungfoodsmartcity fanpage account, it can be seen that
the audience on Facebook prefers edutainment content that is close to the audience's
daily life and is applicable in the audience's daily life. However, every month posts on
the fanpage will still be interspersed with other types of content that are also
informational, event announcements, edutainment, and quotes. To the post fresh and
not monotonous, this fanpage account also discusses issues following current
interests.
23
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
c. Tiktok
Tiktok offers a service where people can share videos with a fairly short viewing
duration. The video will display music as a background which can be edited using
special filters. Tiktok is also not only used to make videos that are personal but also
can collaborate with friends to create interesting and entertaining content (Adani,
2020).
The Tiktok account is @bandungfoodsmartcity with 1141 followers. This Tiktok
account aims to communicate and inform the audience about the dangers of food
waste and how to handle it. On this Tiktok account, @bandungfoodsmartcity regularly
posts 3-5 content every month. The type of content posted varies from informational,
edutainment, tips, and quotes. The Tiktok account @bandungfoodsmartcity has been
activated since in 2021, contents are packaged in the form of videos and motions to
attract audience interest to view the contents and deliver campaigns on the
@bandungfoodsmartcity Tiktok account. Here are the 3 best contents posted
throughout 2021 on the @bandungfoodsmartcity Tiktok account.
Likes : 7492
Comments : 90
Shares : 1806
Plays : 214600
24
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Likes : 163
Comment : 1
Share : 11
Play: 4583
Likes : 114
Comment : 10
Share : 10
Play: 3667
25
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Based on the 3 best Tiktok content throughout 2021, it can be seen that
edutainment tips content is in great demand by the audience on Tiktok
because the audience can apply it directly in their daily lives. Even though the
3 best content is occupied by edutainment and tips content, other types of
Tiktok content are still interspersed to balance the information shared and
therefore the content is not monotonous.
The three Tiktok contents have got different numbers of views/plays and
even different likes, so they cannot be averaged every month for insight from
each content and cannot be compared because it is related to the Tiktok
algorithm. The Tiktok algorithm can sometimes deliver content that has a lot of
views or only standard views. So based on this, all content insights cannot be
averaged. The contents on Tiktok are delivered in the form of motion and videos with
different types of content to avoid being monotonous.
2. Blog Competition
Bandung Food Smart City held a competition by utilizing online media, namely a
blog competition. This competition targeted bloggers throughout Indonesia with various
backgrounds. A blog is an application/platform that provides a medium for users free to
express everything in a blog such as an outpouring of their heart as well as a critique, a
review based on the perspective of the blogger (Adani, 2020). This blog competition is
held as a form of concern for the environment and food waste. The environment is one of
the issues that is currently being discussed by many people, including the issue of food
waste. Indonesia is a country that ranks second after Saudi Arabia in terms of wasting
food. Every year there are 13 million tons of food waste in Indonesia. It is equivalent to 500
times the weight of the Monas Monument and on average every person in Indonesia
throws away 300 kg of food waste every year. On the other hand, there are still many
people who are poor economically and even being hit by hunger and experiencing food
shortages. Thus to increase public awareness of the dangers of food waste and how to
deal with it, this blog competition was made to increase public awareness more broadly.
With the different backgrounds of participants from all over Indonesia, it was expected
that they would deliver various perspectives because they come from different
backgrounds, thus enriching the perspective on food waste and its management. In
addition, with the power of online media, content about food waste can appear on search
engines, therefore it can be easier for the wider community if they want to know more
about food waste to get input from various views because they can find more information
about food waste.
26
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
With the theme of the blog competition "Lifestyle of Minimal Food Waste", the
information about this competition can be searched using several keywords, namely:
● Food waste Free
● Food waste
● A Lifestyle of minimal food waste
● Food waste
● Bandung Food Smart City
No Name Winner
1. Ika Riyanti Putri First
2. Thayyibah Nazlatul Ain Second
3. Harsono Third
4. Teguh Nugroho Favorite
5. Myra Anastasia Kania Dewi Social Media Category
6. Jihan Mawaddah Encouragement Prize
7. Ulma Lisa Nur Hasana Encouragement Prize
8. Nurul Mutiara Risqi Amalia Encouragement Prize
9. Annasa Rivada Engkesari Encouragement Prize
10. Nur Laela Fitriyani Encouragement Prize
11. Yohanes Wele Hayon Encouragement Prize
12. Siti Mustiani Encouragement Prize
13. Aditya Nirwana Encouragement Prize
14. Rizky Kurnia Rahman, S.I.P Encouragement Prize
15. Rizky Chairani Encouragement Prize
27
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Until the last second of the closing of the contest, the enthusiasm of the blog
contest participants was still high, but due to time constraints, we had to close the
registration. The 151 participants in this blog competition have resulted in a lot of insight
and support to Bandung Food Smart CIty as well as enriched perspectives based on the
experience and background of the blogger.
It is expected that this blog competition can make more people spread the word
about the issue of food waste, more people are getting aware of the dangerous effects of
food waste, thus the food waste cases, especially in Indonesia, can be reduced.
Closing
Social media is an online media that is used for the process of interaction, communication,
collaboration, and conveying information without limitations of space and time that can reach
audiences in all circles. Bandung Food Smart City has particular purposes through social
media that it currently has and it is expected that it will expand to other platforms in the future
to be able to continuously carry out awareness movements regarding food waste, food loss,
the dangers of excess food and a lifestyle that is minimal in food waste and other contents.
This movement will certainly raise the motivation to reduce food waste together.
With the wide reach of online media, it is expected that it can reach a wide audience
from various circles. It is also expected that in the future Bandung Food Smart City can
continue to cooperate or collaborate with various parties to continuously spread the anti food
waste movement. Through the campaign of #ambilmakanhabiskan (take, eat and finish your
meal), it is also hoped that it will expand and become a joint movement so that together we
can apply the #ambilmakanhabiskan habits. Take your food as you need, eat the food on
your plate with pleasure and gratitude, then finish it, don't waste it. Because we don't have
planet B.
28
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Bibliography
Adani, M. R. (2020, 11 19). Pengaruh Penggunaan Media Sosial dan Manfaat Untuk Bisnis.
Retrieved from Sekawanmedia.co.id: www.sekawanmedia.co.id
Lipinski, B., Hanson, C., Lomax, J., Kitinoja, L., Waite, R., & Tim Searchinger. (2013).
Reducing Food Loss and Food Waste. World Resources Institute.
29
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
30
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Adolescence is a crucial period of growth for everyone. According to the Regulation of the
Minister of Health of the Republic of Indonesia Number 25 of 2014, the population
categorized as teenagers is within the range of 10 to 18 years old. Adolescence can also be
interpreted as a period of individual transition from childhood to adulthood. We need to pay
attention to the conditions of teenagers' development and growth. Every teenager needs
proper nutrition to be active and healthy. Based on Basic Health Research, it is known that
the common problems of Indonesian adolescents are obesity, thin or very thin, low nutrition,
and anemia (Ministry of Health, 2019). These health issues can be categorized as health
problems that arise due to a lack of attention to diet.
Therefore, the quantity and quality of food consumed are very influential on the growth
and development of adolescents. Healthy food and balanced nutrition are needed to support
adolescent growth to be optimal. Balanced nutrition can be defined as the composition of
daily food containing nutrients in the type and amount according to the body's needs
(Ministry of Health, 2014). Carbohydrates, fats, proteins, fiber, vitamins, and minerals are
nutritional intakes that are required by adolescents to support their growth and development.
For teenagers, balanced nutrition is certainly very important to support bone growth,
hormonal changes, organ development, and also cognitive development. In addition,
consuming healthy foods can be useful for preventing health problems caused by food such
as cardiovascular disease, diabetes, osteoporosis, and others (Widiarti, 2021).
The growth and development of a person's thinking power cannot be separated from the
consumption of nutrients. The quality of the food consumed also affects the health of a
student. To meet the growth and development needs of students, the school canteens play
an important role because they can also facilitate the student to obtain adequate nutritional
needs. The quality and hygiene of food at the canteen also contribute to the health of
students at schools (Directorate of High Schools, 2020). Thus, the school canteens must
31
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
maintain food quality and hygiene to be able to become a means of providing the nutritional
consumption needs of students.
Furthermore, a school canteen is not only a place to buy and sell food but also a part of
students' educational facilities during their school time. Cultures such as queuing, honesty in
payments, and interactions created between sellers at a canteen and students as buyers
also influence the personality development of the students. Thus the canteen must be a
proper place and receive supervision from the school thus the canteen can contribute to the
development of a student's personality. Schools must be able to cooperate with canteens
and maintain a dignified canteen atmosphere so that they are also able to play a proper role
as a place for a student's personal development.
Starting from a concern on the proper nutrition issues for the development and growth of high
school youth and the important role of school canteens for students, Rikolto Indonesia, a
non-governmental organization that focuses on sustainable agriculture and food issues,
collaborates with a team of lecturers and students of the Faculty of Social and Political
Sciences Parahyangan Catholic University researched the importance of healthy food for
adolescent growth and the role of a healthy canteen which is summarized in the Good Food
for School program.
This study was conducted to determine the general condition of the school canteens
before the COVID-19 pandemic and later when new habits were implemented as well as
efforts to contribute to the implementation of healthy canteens and the fulfillment of good
nutrition for high school students. This study has a series of activities targeted at five high
schools in Bandung City which have different characteristics from one another. The five high
schools that were involved in this research and also the beneficiaries are: SMAN 1 Bandung,
SMA Cahaya Bangsa, SMA Santo Aloysius 1, SMAN 22 Bandung, and SMAN 4 Bandung.
To map the general condition of the school canteen's role in fulfilling the nutritional
needs of high school students, the research team conducted interviews, focus groups, and
distributed questionnaires as supporting data. The distribution of this questionnaire was
carried out to measure the understanding of high school students, parents, the school, and
the canteen regarding healthy and nutritious food provided by the school canteen for
students before and after the COVID-19 pandemic. Knowing this understanding is important
to complement the research analysis obtained from the focus group discussions and
previous interviews. The results of the analysis will be used as the basis for formulating
workshop activities on healthy nutrition for high school age adolescents, the important role of
a healthy canteen, as well as simple ways of managing food waste to improve the series of
Good Food for School research as an effort to contribute to improving the quality of food and
nutrition consumed by adolescence either high school students in Bandung City and its
surroundings.
32
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Workshop
The workshop about Good Food for School is a further step that contributes to educating and
improving knowledge about the fulfillment of good nutrition, implementation of a healthy
canteen, and simple food waste management for high school students, parents, school
authorities, and also the canteen at the five high schools in Bandung city which became the
research target. The workshop was divided into two different sessions therefore the activity
of each session can be adjusted to the counseling and educational materials for two different
target groups of participants, namely high school students with their parents and the school
with the canteen.
The first workshop session invited speakers who have excellent knowledge for
nutrition for high school age teenagers as well as experts in the field of food waste
management. The second workshop invited speakers from the Health Office of Bandung
City and representatives of the Gita Pertiwi Solo Foundation to provide counseling on the
implementation of a healthy canteen according to the protocols and rules that have been
recommended during the new habits period and lessons learned from the best practices for
implementing healthy canteens that have been conducted in Solo.
Research Method
Qualitative methods were chosen in this research. This method is used to obtain an
understanding of a phenomenon that occurs. Then, this understanding is included in the
analysis. In this case, a qualitative method was used to gain an understanding of canteen
practices in the five senior high schools (SMA) in Bandung City. In addition, this study
attempts to analyze the understanding of the informants/respondents regarding healthy
food. The data collection technique used in this research is by conducting focus group
discussions (FGD), interviews, and literature studies. The data collected in this study are
primary data obtained directly by the researcher. This research is a type of descriptive
research that seeks to explain the phenomena that exist, in this case providing an overview
of knowledge about healthy food and the general condition of the canteens in the five high
schools in Bandung City and its surroundings.
33
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Before discussing the standards and criteria regarding a healthy canteen, this study will
discuss the definition of a healthy canteen and the four pillars that underlie it. A Regional
Center for Food and Nutrition under the Ministry of Education and Culture of the Republic of
Indonesia (SEAMEO RECFON) states that a healthy canteen is an activity unit at schools
that provides health benefits (Directorate of Senior High School, 2020). Therefore, a healthy
canteen must be able to provide healthy main or light meals, which are nutritious, hygienic,
and safe for being consumed by the school community. However, to establish a healthy
school canteen, it is necessary to collaborate with other institutions in addition to the
educational institutions, especially parties related to the field of health and food supervision,
such as the Ministry of Health as well as the Food and Drug Supervisory Agency (BPOM).
According to SEAMEO RECFON (South East Asian Ministers of Education
Organization), there are four pillars in implementing a healthy canteen that must be used as a
solid foundation in every related institution. The four pillars are commitment and
management, facilities and infrastructure, human resources (HR), and food quality. The
pillars of commitment and management become the binder of the other three pillars in
creating a powerful school authority in realizing the formation of a healthy canteen. The
second and third pillars are important interrelated components, especially on how adequate
facilities and infrastructure can be utilized by qualified and responsible human resources.
34
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
The last pillar, namely food quality is the output produced through the establishment of other
pillars by producing quality, nutritious, hygienic, and safe canteen food for consumption.
Healthy Canteen Criteria according to the Food and Drug Supervisory Agency (Badan
Pengawas Obat dan Makanan/BPOM) and the Ministry of Health
Based on the guidelines for operating healthy canteens in the new normal adaptation issued
by the Directorate of High Schools of the Ministry of Education and Culture in 2020, the
criteria and standards for operating healthy canteens are set by two institutions, namely
BPOM and the Ministry of Health. In this case, the Ministry of Health focuses more on the
physical aspects that must be provided by a healthy canteen, while BPOM places more
emphasis on non-physical aspects that must be noticed in a healthy canteen. From these two
aspects of the standard, it is expected that the implementation of a healthy canteen will be
more complete and adequate for meeting the needs of nutrition and health not only for high
school students but for all school residents.
The product sold must have a label that provides clear information Availability of handwashing facilities
Educating children to read the nutritional information on product labels with clean running water;
The implementation of healthy canteens in the five schools that participated in this research
is still very diverse. Some schools implement healthy canteens very well while there are also
schools that implement healthy canteen practices not so well. For example, the
implementation of a healthy canteen at Cahaya Bangsa Bandung High School has been very
good and is equipped with health practitioners, good monitoring and evaluation activities,
and adequate canteen facilities. However, several other schools are still lacking in terms of
facilities and implementation of hygiene principles.
35
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
One of the problems that still often appears in various school canteens is the presence
of unhealthy food and drinks. Some school canteens in Bandung City still provide oily deep
fried foods and carbonated drinks which are not recommended for consumption by school
students. Therefore, it is necessary to carry out more stringent monitoring activities regularly
on the various foods and beverages sold in the school canteens.
Then, one thing that should be exemplified from the implementation of the healthy
canteen program in Bandung City is the close communication, coordination, and
cooperation between schools, canteen managers, and other parties who play a role in
healthy canteen activities. This good two-way relationship is needed to continue the
development and also improve the healthy canteen in each high school, both physically and
practically. The involvement of parents in the implementation of a healthy canteen can also
improve the quality of a healthy canteen in Bandung City.
General Description of Healthy Food Knowledge and Canteen Conditions at the Five
High Schools in Bandung
2. The Schools
The interviews with the school authorities reveal that schools' insight on healthy food
is still not evenly distributed. Several schools already have good insight about healthy
food and already have operational standards to maintain food quality, while there are
still schools that have not implemented high awareness regarding healthy food at their
canteens and have not optimally managed the canteen operations.
3. Canteen Sellers
The interviews that have been conducted with the canteen sellers reveal that most of
them have not had a deep insight into healthy food because they still tend to prioritize
sales that are preferred by students without prioritizing the quality of healthy food
content.
The research that has been conducted with the 5 high schools, found that the general
description of the school canteen is sufficient to meet the nutritional needs of students.
Although there are still some foods sold that do not meet the standards of a healthy canteen.
36
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
It can be seen from the variety of food sold in these schools. The food sold varies from food
that is quite healthy, containing vegetables and balanced nutrition to various snacks and
carbonated drinks that are still low in nutrients.
Meanwhile, the canteen facilities and infrastructure at the schools, are quite good with
adequate buildings for selling, a place to provide food and a place for garbage disposal.
However, the maintenance and hygiene of the canteen building facilities need to be a
concern. Sanitation facilities for handwashing for students who consume their meals at the
canteen have also been provided and are adequate in almost all schools.
In terms of canteen management, most of the schools rent the canteen space to
sellers from outside the schools. However, not all schools have conducted a selection as a
feasibility test for the sellers and what foods can be sold in schools. Those schools only
ensure the variety of food sold by tenants, but some schools manage their canteen by
preparing a qualified healthy food menu program by a team of school doctors, starting from
the use of raw materials to serving the food consumed by students.
Furthermore, in the implementation of monitoring, the school's role in monitoring the
canteen is quite good. There are several ways to do the evaluation, including giving a
questionnaire to the canteen to record the kinds of food the canteen sells, having a lunch
program where the school nutrition doctor is involved in arranging the menu, and providing
guidance on the quality of food that should be offered to students.
To support the data obtained from the interviews and focus group discussions, the
research team distributed online questionnaires to the five schools in Bandung which were
the research subjects with a total of 145 respondents. Questionnaires were distributed to
respondents who participated in in-depth interviews and FGDs and then distributed to school
communitiess. From the results of the questionnaires, the research team could figure out
how the five high schools in the city of Bandung understood the role of the school canteen as
supporting healthy and balanced nutrition in daily activities.
The questionnaire is divided into four parts, namely: (1) the respondent biodata; (2)
Community Consumption Behavior which aims to understand the general consumption
pattern of the community before the pandemic and the public's insight on healthy canteens;
(3) The Role of Government and Schools in the Implementation of Healthy Canteens aimed
at analyzing the opinion of the school community on the role of schools in implementing
healthy canteens; and (4) Implementing New Post-Pandemic Habits at Healthy Canteens to
analyze the attractiveness of the canteen after the pandemic and the solutions that canteens
can take in adapting to new habits.
Based on the research that has been conducted, It can generally describe that healthy
canteens in Bandung City High School have not been evenly distributed and have properly
implemented the Healthy Canteen Operational directions that have been set by the
government. Especially when going into in depth analysis, some schools even have their
school nutrition team but on the other hand, there are still schools that have not even been
able to manage well the canteen facilities at their schools. Of course, there are several main
factors such as the lack of government supervision in the implementation of healthy canteen
37
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
operations, the gap in both infrastructure and human resources in providing healthy
canteens, and the awareness of all school communities to consume healthy food and
balanced nutrition supported by the implementation of a healthy canteen.
The results of the questionnaire to support the interviews and focus group discussions
showed some information that could provide an overview of the knowledge and perceptions
of respondents from the five high schools in Bandung about healthy canteens. Respondents
themselves are divided into two categories, namely the age of more than 35 years and less
than 35 years. There are 71% of the total respondents are less than 35 years old and the
remaining 29% of the total respondents are more than 35 years old. A total of 145
respondents are students, teachers, parents, canteen owners, schools, and others.
The second part of the questionnaire attempts to explore the insights of the school
communities about healthy canteens. The respondents were asked to answer questions
about their opinion on a healthy canteen, visiting habits, and the attractiveness of the
canteen before the pandemic. Before the pandemic, more than 50% of respondents often
visited the school canteen, especially to buy snacks, heavy meals, and drinks. The
interesting findings from the second part of the questionnaire are that 75.2% of respondents
agreed that the factors that encourage them to buy food in the canteen are because of the
taste of the food compared to the hygiene of the food (40%) and almost 80% of the
respondents agreed that sanitation facilities and food serving become an important
component in the implementation of a healthy canteen (see Diagram 1.1, 1.2, 1.3, 1.4).
In addition, in terms of knowledge about healthy canteens, about 35% of the total
respondents did not know about the role of healthy canteens. It shows that the dissemination
of the functions and benefits of a healthy canteen is still not comprehensive. Talking about
healthy canteen facilities, more than 90% of the respondents agreed that the hygiene of the
place and cooking utensils, as well as the quality of food, are important in supporting the
operation of the canteen (see Diagram 1.5). Meanwhile, most of the respondents also
agreed that monitoring the quality and quality of canteen food is the responsibility of schools
and canteen sellers. Another finding in terms of achieving healthy canteen standards, more
than 70% of respondents agreed that the quality of food and health protocols and
infrastructure can be the indicators in assessing a healthy canteen.
Under the conditions of adaptation to new habits, the result of the questionnaire
showed that almost 70% of respondents would continue to consume food at the canteen
provided that there are supporting facilities such as food quality and hygiene, health
protocols, and physical facilities and infrastructure that support a healthy canteen.
In addition, in a pandemic situation, considering the important role of food sellers,
more than 75% of respondents think that it is also necessary to carry out socialization and
counseling regarding health protocols for canteen owners/traders, establishing rules
regarding food quality, as well as monitoring and evaluating healthy canteen regularly (see
Diagram 1.6)
38
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Challenges in Research
During conducting the research, there were various challenges, especially in various
situations due to the limitations of the pandemic condition, so it must be acknowledged that
there are limitations in this research. The challenges faced include:
1. Mobility limitations
This is one of the main challenges in conducting research. Research that should be
based on direct observation must be transformed using virtual or online methods. This
resulted in access to information obtained was not comprehensive, both from the
source and from the physical condition of the healthy canteen which was the object of
research. In addition, with virtual conditions, not all resource persons are fluent in
using and accessing the online platforms used, which is one of the causes of the
limited information obtained.
3. Stakeholders Analysis
In conducting research, especially by positioning that SMA in Bandung is the object of
research, synergistic cooperation is needed between various parties, whether from
the research team, schools, or the government. One of the limitations of this research
is that there was no mapping of the actors involved in the implementation of healthy
canteens and the analysis of relevant stakeholders, especially government actors. So
top-down support can be obtained if this activity continues.
39
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Recommendations
As previously described, this study aims to provide an initial general description of the
condition of healthy canteens at High Schools in Bandung City, so it is necessary to conduct
further research and various efforts to build and improve healthy canteen conditions at
Senior High Schools in Bandung City. The following are various recommendations for further
research in the future:
40
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
independently after the team's program ends. Therefore, in entering the momentum
for adopting new habits and combining online classes and face-to-face learning, if the
first and second recommendations have been implemented, then a pilot project can
then be carried out to create an action plan for the healthy canteen program that is
designed as needed. This can be done by taking one of the schools to be a pilot for a
healthy canteen in Bandung City and involving various stakeholders from the
government, schools, and canteen sellers.
Bibliography
Direktorat Sekolah Menengah Atas, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini,
Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. “Kantin Sehat SMA Di Masa Kebiasaan Baru,” Jakarta, 2020.
———. “Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Tentang
Pedoman Gizi Seimbang,” Jakarta, 2014.
Widiarti, Yayuk. “Waspadai Dampak Kurang Gizi Saat Remaja.” Tempo. TEMPO.CO, April
30, 2021. https://gaya.tempo.co/read/1457836/waspadai-dampak-kurang-gizi-saat-
remaja.
41
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Appendix
How often do you visit the school’s canteen before the pandemic happened?
145 responses
Often
22.1% Sometimes
11.7% Rarely
Never
7.6%
58.6%
Beverages 75 (51.7%)
Fruits 6 (4.1%)
Nothing 1 (0.7%)
0 25 50 75 100 125
Diagram 1.2 The Most Favorite Type of Food at Canteen
42
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
What components do you think are important and should be provided in a canteen?
(Multiple answers are allowed)
145 responses
0 25 50 75 100 125
Diagram 1.4 Opinion The Most Facilities in Canteen
According to you, what is the role of school to make the food seller remain to sell
regularly and to carry out the health protocols in the new normal?
149 responses
0 50 100 150
Diagram 1.6 Opinion Regarding the Implementation the New Normal Era
43
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
44
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Introduction
Data from the Central Statistics Agency for the City of Bandung (2021) shows that the
population of Bandung City in 2020 was 2,510,103 people. The population of the city of
Bandung indicates the need for a bulk amount of food. Based on the information gathered by
the research team, it turns out that the need for food supplies in Bandung City cannot be kept
up with the ability of Bandung City to supply the food by itself. Quoted from a press release
issued by Bandung City Public Relations on September 9, 2021, the Head of Bandung City
Food and Agriculture Security Service (DKPP), Mr. Gin Gin Ginanjar revealed that almost 96
percent of food needs in Bandung City are supplied from outside the Bandung City area, so
that the dependence on food supplies from outside the city of Bandung needs to be
considered. Based on this explanation, the research team felt the need to conduct further
research related to the flow of the food supply chain that occurred in the Bandung City. It is
intended that the Bandung City Government, in this case, represented by the Food Security
and Agriculture Service, can make policies that are in accordance with the real conditions
that occur in the City of Bandung based on the results of research that has been carried out
by the research team.
Stanton (2021) states that in carrying out supply chain management, the main thing
that needs to be done is to understand who the targeted customers are and the reasons for
these customers buying existing products or services. This also needs to be applied in
gaining a deep understanding of the food supply chain flow that occurs in the city of Bandung.
To understand the pattern of the food supply chain in Bandung City, this research begins with
the stage of mapping the behavior of the people in Bandung City in meeting their household
consumption needs. This mapping stage was carried out by distributing questionnaires in 30
sub-districts in Bandung City.
Based on the grouping carried out by the Food Security Agency of the Ministry of
Agriculture, the fulfillment of household consumption or household expenditure is divided
into two categories, namely expenditure on consumption products and expenditure on non-
consumption products. Consumption products consist of food and non-food products. Food
products are further divided into 2 categories, namely food products originating from other
parties and food products originating from their production.
45
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Food Sources
Figure 1. The Sources of Ready to Eat Food Sources of People in Bandung City
Based on Questionnaire result
The results of the questionnaire in Figure 1 show that the majority of the people in
Bandung City consume ready-to-eat food which is prepared by themselves from their
respective homes. Therefore, this research is focused on household food sources in
Bandung City. In this case, the discussion focuses on fresh food based on commodity groups
that have been determined by the Food Security Agency of the Indonesian Ministry of
Agriculture.
The Food Security Agency of the Indonesian Ministry of Agriculture has determined 9
commodity groups in the Expected Food Pattern that support the implementation of supply
increases in the availability, access, and quality of food consumption projected based on
Presidential Regulation Number 18 of 2020 concerning the 2020-2024 National Medium-
Term Development Plan. The commodity groups are divided by type, namely: grains, tubers,
Animals Protein, oils and fats, oily fruit/seeds, nuts, sugar, vegetables and fruit, and others.
In this study, to get a more detailed picture, each food group is divided into several
commodities based on the elaboration of the Calculation Guide of Expected Food Patterns
(PPH) compiled by the Ministry of Food Security Agency. The distribution of the types of
commodities used in this study can be seen in the following table (Food Security Agency of
the Indonesian Ministry of Agriculture, 2015).
46
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Research Design
The result of this research is the mapping of the behavioral characteristics of fresh food
consumption at households in Bandung City based on the PPDB (Penerimaan Peserta Didik
Baru) Zone - a system of school students acceptance based on their domicile. According to
the PPDB zone, Bandung is divided into 4 zones, namely Zone A (North) which consists of 8
sub-districts, Zone B (East) which consists of 10 sub-districts, Zone C (South) which consists
of 5 sub-districts, and the last is Zone D (West) which consists of 7 districts. This zone
division is carried out so that more in-depth and detailed analysis can be carried out therefore
the results can be more accurate. This is because in the next study analysis will be carried out
for the zone level thus the data owned in this research can be directly used as initial data for
subsequent research. In this discussion, we will discuss the combined mapping results of all
PPDB zones in Bandung City. The results the mapping of each zone will be presented in a
separate book.
47
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
NORTH
A
EAST
D B
C
SOUTH
WEST
The results of this mapping will be used as a reference for the types of food to be
cultivated by Urban Farming, Buruan Sae, or Ketapang-kita.id. Another implementation is to
become a reference in setting government policies related to the Expected Food Pattern
(Pola Pangan Harapan/PPH) in the city of Bandung and as information in planning the
healthy canteen menu in schools in the city of Bandung. In addition to mapping, the
characteristics of household fresh food consumption behavior in Bandung City, another
result of this research is supply chain flow mapping and fresh food supply chain analysis
results based on household consumption behavior in Bandung City. These two results are
expected to be a reference in setting government policies related to the household food
consumption supply chain in Bandung City, especially policies regarding cooperation with
suppliers and distributors.
The mapping of the behavioral characteristics of household fresh food consumption in
Bandung City was compiled from the results of the questionnaire on the food consumption
pattern of the people in Bandung City. As for the flow and results of the analysis of the supply
48
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
flow of household fresh food consumption in Bandung City, it was compiled based on the
results of the questionnaire on the food consumption pattern of the people in Bandung City,
the interviews with conventional market traders (traditional markets, street hawkers, grocery
stores) and the interviews with market traders. modern and online.
The discussion in this book focuses on mapping the behavioral characteristics and
analyzing the supply flow of household fresh food consumption in Bandung in general. The
other results related to this research will be discussed in detail in a separate book.
Data collection was carried out from June to August 2021 by distributing questionnaires to
the people of Bandung City in 30 sub-districts through social media (WhatsApp and
Instagram). In general, 3 main aspects become questions in the questionnaire, namely:
respondent profile, people's behavior in shopping for groceries (location, frequency, and type
of commodity purchased or produced by themselves if they do Urban Farming at home), and
consumption behavior (frequency and type of commodity consumed). To complete the main
aspects, the questionnaire has provided many answer choices based on the provisions of
the government to make it easier for respondents to fill out the questionnaire. However, the
questionnaire also provides another option that can be filled out by the respondent.
The sample used in this study was 1,464 respondents. Of these, 376 respondents were
male, and 1088 respondents were female. Considering the question regarding consumption
behavior, including the behavior of buying food, it is understandable that the number of
female respondents was greater than the number of male respondents. It is because women
commonly handle all things related to household spending on food.
Gender
Female 1088
Male 376
49
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
The Indonesia Central Statistics Agency (BPS) states that the productive age
of Indonesian people ranges from 15 to 64 years. This range became a reference for
this study by narrowing the range to between 20 and 60 years old. The majority of
people who filled out this questionnaire were in the age range of 20-29 years at 654
people.
Age Range
< 20 Year 78
20 - 29 Year 654
30 - 39 Year 414
40 - 49 Year 238
50 - 59 Year 68
> 60 Year 12
0 100 200 300 400 500 600 700
Amount
Figure 4. Respondents' Age Range Based on Questionnaire Results
Based on marital status, most of the respondents were married (862 people).
This is in line with the majority of the respondents' occupations that are taking care of
the household (531 people). Most of the respondents' income level (952 people)
was below the UMR (Regional Minimum Wages) of Bandung City, whereas for
Bandung City as of January 1, 2021, was Rp. 3,7742,276.48 (Abraham, 2021).
Marital Status
Married 862
Unmarried 524
Divorced 58
Death Divorced 20
50
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Occupation
Taking Care of Household 531
Employee 327
Student 245
Self Employee 146
Unemployed 117
Teacher / Lecturer 44
PNS 32
Medical Staff 7
Government Employee 6
Retired 6
Other 2
Army / Police 1
0 100 200 300 400 500 600
Amount
Figure 6. Respondent's Occupation Based on The Questionnaire results
Income
51
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
NORTH
A 28,42%
EAST
28,42%
D B
C
SOUTH
18,03%
NORTH
25,14%
Figure 8. Distribution of Respondents' Domicile Based on Questionnaire Results
Of the total respondents, 603 respondents spend 25-49% of their monthly income on
groceries every month. Followed by 444 respondents who spend 50-74% of their monthly
income on the purchase of groceries.
52
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Based on Figure 1, it can be seen that the majority of sources of obtaining ready-to-eat
food in Bandung City come from the self-processing of food ingredients at home, with
sources of obtaining food for self-processing coming from traditional markets, vegetables
hawker, grocery stores, modern markets, online markets, own garden, own livestock, and
others.
Referring to Table 2, sources of food supply can be categorized into 3, namely based
on the location of purchase, the percentage of needs fulfillment, and the average percentage
of needs fulfillment (Likert scale). Based on the location of purchase, it means that the
location is where the people of Bandung City buy their foodstuff. In this case, as shown in
Table 3, traditional markets are ranked first, followed by modern markets, grocery stores,
hawkers, online shops, own gardens, others, and own livestock. It indicates that the people
of Bandung City are very aware of the presence of traditional markets but are inverse to
online shops, farming, and other sources.
Based on the percentage of needs fulfillment (Table 4), traditional markets remained
consistent as the main location chosen, followed by traveling traders, grocery stores,
modern markets, online shops, others, farming and livestock products. It indicates that the
people of Bandung City are more likely to shop for groceries at traditional markets, hawkers,
and grocery stores compared to modern markets, online stores, and others.
Based on the average percentage of needs fulfillment in a Likert scale (1 = Never, 2 =
1-25%, 3 = 26-50%, 4= 51-75%, 5 = 76-100%) in Figure 10, the traditional market is a favorite
location for the people of Bandung City to buy foodstuff, followed by hawkers, grocery stores,
modern markets, online shops, own garden, others, own livestock. It appears that there is a
change in the order between farming and others when compared to the order of percentage
of needs fulfillment.
53
54
Table 3. Location of People in Bandung City to Shop for Food Ingredients Based on Questionnaire Result
Percentage
Traditional Grocery Modern Online Own Own Others
of Needs Hawkers
Market Stores Market Shop Garden Livestock
Fulfillment
Tidak Pernah 5,19% 16,26% 14,21% 13,8% 33,88% 65,37% 87,09% 77,66%
1 - 25% 24,8% 34,22% 37,77% 38,32% 37,64% 25% 7,79% 13,39%
26 - 50% 25,89% 25,82% 26,98% 29,85% 17,08% 5,87% 3,55% 5,46%
51 - 75% 27,19% 14,86% 14,75% 14,21% 8,33% 2,73% 1,09% 1,71%
76 - 100% 16,94% 8,74% 6,28% 3,83% 3,07% 1,02% 0,48% 1,78%
Total 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
The questionnaire result has revealed that traditional markets are the main choice for
the people in Bandung City to shop for groceries. The questionnaire result shows that 93
traditional market locations are commonly visited by the people in Bandung City and the
following is a list of the 10 most visited traditional markets (Table 5).
Table 5 shows that the markets most visited by people in Bandung City are Andir
Market in the first position, Cicadas Market in the second position, Astana Anyar Market in
the third position, Kiara Condong Market in the fourth position, and Ciroyom Bermartabat
Market in the fifth position. Based on the regional distribution of PPDB Zones, it can be seen
that the top ten most frequently visited markets are spread throughout all zones in Bandung
City.
55
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
The results of the questionnaire show that 28 modern market locations are commonly
visited by the people of Bandung City and the 5 most visited modern markets are Borma,
Indomaret, Superindo, Yogya Group, and Carrefour (Transmart). The five modern markets
were then visited to make interviews with their representatives to obtain more specific
information regarding the supply chain flow.
The people in Bandung City also get sources of fresh food ingredients to cook from
online stores. The results of the questionnaire show that there are 35 types of online stores
where the people of Bandung City usually buy groceries. The top 3 (three) types are Shopee,
Lazada, and Social Media (Instagram, WhatsApp, Facebook). Further research was
conducted by looking for shops selling on the three platforms, then being interviewed to get
specific information related to the supply chain flow.
In addition to the 7 (seven) food sources specified in the study, some communities also
obtain fresh food ingredients from other sources (shown in Figure 11).
0 20 40 60 80 100 120
Amount
Figure 11. Other Sources Where The People in Bandung City
Usually Obtain Food Ingredients Based on Questionnaire Result
Figure 11 shows that most of the people in Bandung City also get food from gifts,
whether it is a gift from friends, relatives, family, or neighbors. It indicates that people in
Bandung still have the habit of giving to each other. This condition can occur because the
people of Bandung City are Sundanese who still maintain their local wisdom. Rahmah (2020)
mentions that local wisdom which is the way of life of the Sundanese people is silih asah
(educating each other, broadening each other's insights, inner and outer experiences), silih
asih (loving each other by giving sincere affection), silih asuh (guiding each other, nurturing
each other, fostering, maintaining, directing carefully to be safe and sound) and silih
wawangi (connecting positive things to each other).
Besides getting from others giving, it turns out that there are people in Bandung City
who buy directly from farmers, and ranchers including Buruan Sae farmers in Bandung.
Quoted from the official website of Buruan Sae created by the Department of Food Security
and Agriculture of the City of Bandung (2020), it is stated that Buruan Sae is an integrated
Urban Farming program designed by the Department of Food Security and Agriculture of
56
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Bandung City to overcome the inequality food problems in the City of Bandung by making
their garden using the available yard or land to meet food needs. The questionnaire result
shows that the positive impact of Buruan Sae has been accepted by the people of Bandung
City, which is providing the food needed at the household level.
In general, the pattern of the food supply chain according to Iakovou, Bochtis, Vlachos, &
Aidonis (2016) is shown in Figure 12, where consumers generally buy food through retailers,
but it turns out that based on the results of the questionnaire it was found that there are
people in Bandung who directly break the chain by buying directly from food producers
(farmers, ranchers, Buruan Sae) or even grow or raise their livestock to meet their food
needs. In this case, a retailer is a party that is directly related to the final consumer but is not a
producer. Retailers can be in the form of traditional markets, modern markets, online stores,
grocery stores, and hawkers.
Product flows
Financial flows
Therefore, based on the survey results obtained from questionnaires and interviews
with retailers (traditional markets, hawkers, grocery stores, modern markets, and online
markets) in this study, a general description of the condition of the food supply chain in
Bandung City from the consumer and can be seen in the process flow on Figure 13.
57
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Traditional
Market
Conventional
Peddler
Market
Convenience
Store
Farmer/
Distributor Modern Market Customer
Breeder
Online Shop
Urban Farming
Others
Figure 13. Food Supply Chain in Bandung City Based on Survey Results
Household consumers have several choices in providing their fresh food needs.
Based on the survey results that have been conducted, suppliers of household fresh food
needs (in this case the household is referred to as consumers) consist of conventional
markets, modern markets, online markets, Urban Farming, and others. The conventional
market itself is divided into 3, namely traditional markets, hawkers, and grocery stores.
Traditional markets obtain fresh food supplies from distributors and also farmers or
ranchers. Hawkers get fresh food supplies from traditional markets, distributors, and farmers
or ranchers. Grocery stores get fresh food supplies from traditional markets and distributors.
Modern markets get fresh food supplies from traditional markets, distributors, and farmers or
ranchers. The online market obtains fresh food supplies from traditional markets,
distributors, and farmers or breeders. Meanwhile, Urban Farming acts as a producer by
growing fresh food or raising livestock. Urban Farming in this case can be categorized as
consumers who grow their crops or do joint farming activities at the neighborhood
association or hamlets level. In addition to the sources that have been explained, the survey
shows that there are other sources, namely gifts from other people (family, relatives, friends,
and neighbors), the results of collecting independently in the forest or lake, and social
assistance from the government and the private party.
Conclusion
In Bandung City, women at productive ages dominate the role of regulating matters relating
to the consumption pattern of fresh food in the city of Bandung at the household level.
Therefore, an approach related to food policy is very appropriate if it is directed at this group,
58
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
especially because it is in line with the local wisdom of the people of Bandung City. Good
practice in simplifying the food supply chain in the city of Bandung has been seen in the
Buruan Sae activities carried out by the people in Bandung City. Things that need to be
improved are increasing the types of food that can be produced by themselves and
increasing the number of households involved in Buruan Sae activities so that dependence
on food from outside Bandung City can be minimized. This type of food certainly must be in
line with the food consumption needs of the people of Bandung City. The government also
needs to pay special attention to the parties involved in the food supply chain in Bandung City
to establish a good relationship between each of these parties to make Bandung a food
smart city.
59
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
References
Abraham, S. (2021, Oktober 7). UMR Kota Bandung 2021 Mengalami Kenaikan 3,27%
Bersama Dengan UMK 16 Kota Kabupaten di Jawa Barat Lainnya. Retrieved from
DeskJabar.com: https://deskjabar.pikiran-rakyat.com/jabar/pr-1132748187/umr-
kota-bandung-2021-mengalami-kenaikan-327-bersama-dengan-um k-16-kota-
kabupaten-di-jawa-barat-lainnya
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Indonesia. (2015). Panduan Perhitungan
Pola Pangan Harapan (PPH).
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian. (2021). Direktori Perkembangan
Konsumsi Pangan. Indonesia.
Badan Pusat Statistik Indonesia. (n.d.). Istilah. Sumber dari Badan Pusat Statistik:
https://www.bps.go.id/istilah/index.html?Istilah_page=4
Badan Pusat Statistik Kota Bandung. (2021). Jumlah Penduduk (Jiwa), 2018 - 2020.
Sumber dari Badan Pusat Statistik Kota Bandung: https://bandungkota.
bps.go.id/indicator/12/32/1/jumlah-penduduk.html
Dinas Pangan dan Pertanian. (2020). Apakah itu Buruan Sae? . Sumber dari Buruan Sae -
Integrated Urban Farming: https://buruansae.bandung.go.id/index.php/tentang/
Dinas Pendidikan Kota Bandung. (2019). Penentuan Zona PPDB. Humas Kota Bandung.
(2021, September 9). Giatkan Konsep Ketahanan Pangan, Ratusan Buruan Sae
Hadir Secara Sukarela. Sumber dari HUMAS KOTA BANDUNG, Siaran Pers: https://
humas.bandung.go.id/layanan/giatkan-konsep-ketahanan-pangan-ratusan-buruan-
sae-hadir-secara-sukarela
Iakovou, E., Bochtis, D., Vlachos, D., & Aidonis, D. (2016). Supply Chain Management for
Sustainable Food Network. United Kingdom: John Wiley & Sons, Ltd.
Perpres Nomor 18 tahun 2020 . (2020). Perpres Nomor 18 tahun 2020 tentang RPJMN 2020
- 2024.
Rahmah, S. A. (2020). Implementasi Kearifan Lokal Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh, Silih
Wawangi dalam Membentuk Karakter Peserta Didik. Sosietas Jurnal Pendidikan
Sosiologi, 1, 791-800.
Stanton, D. (2021). Supply Chain Management for Dummies 2nd ed. New Jersey: John
Wiley & Sons, Inc.
60
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
61
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
62
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
The world's population is increasing every year. Currently, the world's population has
reached 7.1 billion people. This number is estimated to be continuously increased up to 9
billion people in 2050. This projected population increase also raises basic human needs,
especially in meeting food needs.
Food is a basic human need and a fundamental right. In the Sustainable Development
Goals (Sustainable Development Goals), the issue of food is in the header of the 2nd goal,
namely "No Hunger". The vision of this 2nd goal is; “Eliminating hunger, achieving food
security and good nutrition, and promoting sustainable agriculture”, which countries want to
jointly actualize by 2030 (SDGs, 2015). There are several work targets for this goal, among
others are;
● Target 2.1 Eliminate hunger and ensure access for all people, including the poor,
vulnerable, under-five children to be able to obtain safe and nutritious food all year
round;
● Target 2.3 double agricultural productivity and incomes of small-scale producers,
especially the vulnerable: women, indigenous peoples, farming families, ranchers,
and fishermen, including providing equal access to land, productive resources and
other inputs, supporting knowledge, services, finance, markets, value added
opportunities, non-farm employment;
● Target 2.4 ensures sustainable food production systems and adopts resilient
agricultural practices that increase production and productivity, protect ecosystems,
strengthen the ability to adapt to climate change, extreme weather, and other
disasters, and improve soil and land quality.
However, in reality, not everyone has the same access to food. In his 1981 book
Poverty and Famines, Amartya Sen emphasized the importance of the access dimension.
Even in situations where food is available worldwide, hunger persists (Clapp et. al, 2021), for
example in conflict areas. In non-conflict areas, differences in income levels determine the
nutritional quality of each household member.
Indonesia is one of the most densely populated countries in the world. The implication
is that the consumption level of the Indonesian people is also high. With the current level of
welfare, the percentage of Indonesian people's spending on food items tends to be higher
than other needs, although this trend is decreasing from year to year (Graph 1). Meanwhile,
63
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
with a high level of public consumption, not all of Indonesia's food needs are met
domestically. Some materials, such as wheat and soybeans, are obtained with high import
rates (graph 2). This has implications at the level of Indonesian food dependence on
availability from abroad. As a result, food prices are unstable. For example, every time before
the holiday, the price of certain foodstuffs always rises. It also changes aspects of the
nutritional availability of the vulnerable; the lower the income level of a household, the less
the household has a choice of nutritional diversity.
(%)
60.000
50.000
40.000
30.000
20.000
10.000
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Makanan Non Makanan
Food supply also faces several significant issues due to changes in the demographic
structure of society. The agricultural sector is a major sector that contributes to Indonesia's
GDP, but 50.84% of the farming profession is dominated by poor households (BPS, 2020).
Changes in the geographical landscape with the expansion of urban areas and the
narrowing of villages also support the shift of people's work from agriculture to non-
agriculture. On a smaller scale, the role of women in household food production is
increasingly marginal, because women cannot make decisions in the social system.
100%
Impor 5,98% Impor 10,49%
90%
80%
Impor 54,79%
70%
Impor 68,46%
60%
30%
Produksi 45,21%
20%
Produksi 31,54%
10%
0%
Beras Kedelai Gula Gandum Jagung
64
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Conceptual Framework
Food security was first introduced at the World Summit on Food Security in 1996. According
to FAO, food security is a condition when every human being has physical, social, and
economic access to safe, sufficient, and nutritious food that is needed for activities
(FAO,1996). Along with the concept of food security, the concepts of self-sufficiency and food
sovereignty also emerged. Self-sufficiency refers to the ability to meet personal food needs.
Meanwhile, food sovereignty is defined as the ability of a country to meet its own domestic
food needs without depending on other countries. This approach is often associated with
65
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
import protection policies and is not liberal (Pinstrup-Andersen, 2009). These three
definitions were also re-adapted by the Government of Indonesia in Law no. 18 of 2018
concerning Food. There are at least 4 (four) definitions according to the law (Table 1).
One method of food production that has emerged recently is community farming. In
some literature, community farming has become a trend of urban food production.
Nonetheless, this movement emerged as a supplement to conventional food production.
Urban Farming or Urban Agriculture has been widely discussed in the literature whose object
studies are Sub-Saharan Africa and Asia (De Bon et. al, 2009). This activity is still associated
with additional income for some people, especially in Asia and Sub-Saharan Africa.
Meanwhile, in the northern hemisphere, this activity is more of a leisure nature. Another term
for urban agriculture in the United States is called community gardening.
Table 1: The Concept of 'Food Security' according to the Law no. 12 year 2018
Law no. 12 year 2018 on Food Management
Food Sovereignty is the right of the state and nation to independently determine food policies that
guarantee the right to food for the people and which give the community the right to determine a food
system that is in accordance with the potential of local resources.
Food independence is the ability of the state and nation to produce diverse food from within the country
which can ensure the fulfillment of sufficient food needs at the individual level by utilizing the potential of
natural, human, social, economic, and local wisdom resources with dignity.
Food Security is the condition of fulfilling Food for the state to individuals, which is reflected in the
availability of sufficient food, both in quantity and quality, safe, diverse, nutritious, evenly distributed, and
affordable, and does not conflict with the religion, belief, and culture of the community to live a healthy
life, active, and productive in a sustainable manner
Food safety is a condition and effort needed to prevent food from being contaminated by biological,
chemical, and other objects that can interfere, harm, and endanger human health and do not conflict with
religion, belief, and community culture so that it is safe for consumption.
Source: Law No. 12 Year 2018
Activities in urban agriculture include cultivating plants and livestock for food and other
needs in the city (Van Veenhuizen, 2006). The current global push with disruption in various
fields, climate change, and the COVID-19 pandemic has made urban agriculture a concern
for food security in cities, and whether self-sufficiency can be achieved with urban agriculture
(Langemeyer et. al., 2021).
From previous experiences in the field, the contribution of urban agriculture to
households varies, both in terms of the degree of self-consumption and as a source of
income (De Bon, 2009). This contribution also varies in each region, for example, the use of
urban agriculture in the United States and Africa. In developing countries, urban agriculture
plays a role in supporting household consumption needs and fulfilling nutrition.
There is a link between urban agriculture and sustainable cities (Deelstra and
Girardet, 2000; Smit et. al, 1996). Cities are vulnerable to climate change threats and social
problems, while urban planning that is not based on social and ecological insights leads to
high social inequality, food shortages, and is impacted by COVID-19 and climate change
(Langemeyer et. al., 2021).
66
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
In terms of the ability to provide food, modern cities currently cannot process their
nutritional potential/biological elements, so city activities damage the ecological cycle
(Langemeyer et. al., 2021). It is interesting to see the role the city plays in its renewability. The
main role of the city is to provide food to its people.
The city government needs to encourage policies and activities that support the
provision of food for the community. For example, there are several obstacles in carrying out
urban agriculture activities, including; lack of space/difficulties with land provision, time
constraints, limited resources, and problems with ownership rights or use rights (Davies et.
al, 2021).
These areas require government intervention to harmonize so that urban agriculture
activities can take place. Moreover, there are major reasons such as structural changes with
COVID-19 and climate change (Kingsley et. al, 2021; Langemeyer et al., 2021) in
implementing Urban agriculture, as well as for land preservation and benefits of social
inclusion (Langenmeyer et al. al, 2021, Tapia et al, 2021).
For this reason, government support in encouraging food improvement, fulfilling
population adequacy, and at the same time restoring the environment can take the form of; a)
integration in urban planning; b) financial support; c) sustainable and commercial
agribusiness; d) marketing and labeling (De Bon, et. al, 2009). The role of the city
government is important because the city is an engine of growth, its role in the current era of
economic globalization. Cities are interconnected and can be more adaptive to change.
Cities also play a role in encouraging sustainable food security and in analyzing the
challenges of modern food security. It is also close to the central government. In terms of
infrastructure readiness, cities have physical and social infrastructure that is the most
responsive to crises (Moragues-Faus and Ana, 2019). It also supports municipalism; namely,
the city as a strategic place for transformative policies (Russel 2019), by broadening policy
horizons with equitable ecological and social insights (Langemeyer et. al., 2021).
This research aims to explore the effectiveness of Buruan Sae (Urban farming), especially in
terms of its effectiveness in aspects of Economy, health, environment, education, and
societyl. From these five aspects, we will get information to what extent the effectiveness of
the practice of Buruan Sae can contribute to efforts in supporting the food security system of
the city of Bandung.
This exploration was carried out through a survey of 15 samples of Buruan Sae in the
city of Bandung. The survey was conducted on 15 respondents who were representatives of
15 Buruan Sae Groups. The 15 Buruan Sae Groups sampled in this survey are as follows:1.
Buruan Sae Pajajaran; 2. Buruan Sae Sabilulungan; 3. Buruan Sae Ratu; 4. Buruan Sae
Promoter BaCip; 5. Buruan Sae Family Dungus Cariang; 6. Buruan Sae Serasa Dama; 7.
Buruan Sae Sauyunan 09; 8. Buruan Sae Sauyunan 10; 9. Buruan Sae 04 Pacing; 10.
Buruan Sae Sapujagat; 11. Buruan Sae Bestari; 12. Buruan Sae Ngorejat 03; 13. Buruan
67
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Sae Hegar; 14. Buruan Sae RJ; 15. Buruan Sae Kurdi Asri.
The number of respondents by gender shows that male respondents are 40% and female
respondents are 60%. This data shows that the Buruan Sae movement involves more
women than men. The observations showed that the involvement of women comes from the
community of mothers from the Family Welfare Program at the levels of Neighborhood
Association/Hamlet/Village. Thus this movement has succeeded in providing an affirmation
of a gender perspective, especially involving women. The composition of their age is >35
years at 73.3% and ≤35 years at 26.7%.
Based on the survey results, information regarding the management period of Buruan Sae
was obtained. Of 15 samples of Buruan Sae, 5 groups (33.3%) have been managed for 1.5
years, 5 groups (33.3%) have been managed for >2 years, 4 groups (26.7%) have been
managed for >2 years and 1 group (6.7%) has been managed for 6 months. The data shows
that this Buruan sae is relatively young, but has had a very positive impact in terms of
benefits, as will be explained in the next section.
Meanwhile, regarding the area of land managed, based on the survey results, it is
known that there are 3 groups (20%) managing <10 square meters of land, 7 groups (46.7%)
managing 10-50 square meters of land, 5 groups (33.3%) manage a land area of 50-100
square meters. The results of observations and information obtained reveal that most of the
Buruan sae is managed in relatively narrow lands considering that land in urban areas is
indeed very limited. Most of these lands are owned by the government while others are
private or community owned lands.
The survey results show that most of the Buruan Sae done by community members
are funded by the government, but some are funded privately or by the communities. It
shows that the Bandung city government has a very big commitment to supporting and
advancing the Buruan Sae program. The planting method used is the Tabulampot method
(Planting Fruits in Pots), Hydroponics, and Verticulture method. They generally grow
vegetables, herbs, and tubers. In addition to growing plants, some raise livestock and
fisheries. Buruan Sae also carries out activities ranging from nurseries, planting, fertilization,
animal husbandry/fishing, and some are doing waste management.
In this section, the results of the survey related to the benefits of Buruan Sae obtained by the
Buruan Sae group will be presented in the management of Buruan Sae. The benefits in
question are divided into five aspects, namely: 1. Economic Benefits; 2. Environmental
68
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Economic Benefit
In terms of economic benefits, the results of managing the Buruan Sae can be economically
beneficial and increase the income of the Buruan Sae group through the sale of their harvest.
Results of the survey show that 12 groups (80%) sold their produce from managing
their Buruan Sae and 11 groups (73.3%) used the harvest of their Buruan Sae for personal
consumption. It can be seen that the majority of the groups, although the differences are
slight, have sold the harvest of managing their Buruan Sae, and not only for personal
consumption. It shows a good thing because the Buruan Sae group provides economic
benefits for the groups that manage the Buruan Sae.
Dijual 12 (80%)
The Groups of Buruan Sae, which did not sell their harvests, stated several reasons
why the crops were not sold and the most chosen reason was 'Products are Enough for Self
Consumption' (53.3%), 'Products Qualifications Are Not In Accordance With Market
Demands' (46.7%), 'No Market' (13.3%) and 'Don't Know How to Market' (6.7%). It is
certainly a common concern in the management of Buruan Sae in Bandung in the future thus
the harvest can be traded and overcome any difficulties that arise therefore the management
of Buruan Sae will then have an economic impact/benefit for the Buruan Sae groups.
0 2 4 6 8
69
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Meanwhile, the groups that trade their harvests, as shown in Diagram 3, mostly still
trade their harvests on a small scale, by selling their harvests to neighbors (100%). Most of
the Buruan Sae group market them by informing/offering directly to potential buyers (100%)
and another marketing technique used is to market their harvests using social media
(13.3%).
3. Jika dijual, pada siapa hasil panen Buruan Sae dijual?
15 responses
Perusahaan 0 (0%)
Tetangga 15 (100%)
Pengepul 0 (0%)
0 5 10 15
It can be seen that in terms of marketing, they still use “traditional” marketing
techniques by offering directly. In the future, it is necessary to implement other marketing
techniques that can reach more buyers of Buruan Sae's harvest to provide greater economic
impact/benefit.
Rp 0 - 500.000
Rp 500.000 - 1.000.000
Rp 1.000.000 - 1.500.000
Rp 1.5000.000
86,7%
It can be seen in Diagram 4 that the income earned is not large enough. The majority of
the Buruan Sae group (13 groups) earn 0-500,000 (86.7%) from selling their harvests. 1
group earns 500,000 - 1,000,000 (6.7%) and another group earns 1,500,000 (6.7%) from
selling their harvests.
Currently, Buruan Sae itself is not the main source of income, especially for groups
that manage Buruan Sae that became the respondents. A total of 12 groups (80%) stated
that Buruan Sae was not the main source of income and a number of 3 groups (20%) stated
that Buruan Sae was the main source of income. Based on the survey results, information
was obtained if Buruan Sae was indeed a source of additional income. Managing Buruan
Sae certainly requires a lot of costs to ensure its sustainability.
70
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
The environmental benefits generated through the management of urban farming are that it
can reduce environmental pollution in soil, water, and air (Lasat, 2000).
1. Apakah terdapat perubahan yang nampak pada media tanam/tanah dengan kegiatan Buruan Sae?
(misal: tanah menjadi lebih subur, dsb.)
15 responses
Ya
Tidak
93,3%
In addition to changes in planting media/soil, Buruan Sae's activities also change air
conditions. Based on the survey results, the majority of the groups (100%) stated that there
was a change in air conditions as a result of their Buruan Sae activities.
The information obtained from the survey results related to the environment,
especially about the planting media/soil, shows that there were visible changes in the
planting media/soil that was used for the activities of Buruan Sae (the soil became more
fertile). 14 groups (93.3%) stated that there was a change and 1 group (6.7%) stated that
there was no change in the growing media.
In addition to changes in planting media/soil and changes in air conditions, the
environmental benefit review is also related to the use of natural materials as fertilizers in
managing Buruan Sae. Based on the survey results, 14 Buruan Sae groups (93.3%) stated
that their group used/processed household waste into compost/eco-enzyme for the Buruan
Sae plant and 1 group (6.7%) did not use/process household waste into compost/eco-
enzyme for Hunting Sae.
Ya
Tidak
93,3%
71
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Health Benefits
The management of Buruan Sae and its harvests are expected to contribute health benefits
to the groups of Buruan Sae themselves. The harvest of Buruan Sae is expected to be a
healthy food resource for the group members
Ya
Tidak
100%
Diagram 7. The Harvests of Buruan Sae Improves the Healthy Food Menu
Based on the survey results, all of the respondents (100%) stated that the harvest from
the management of Buruan Sae can improve the healthy diet. This shows that the harvest
from Buruan Sae has a positive impact on health because it is managed by utilizing natural
ingredients. This is expected to make Buruan Sae's harvest a healthier food source because
it does not use chemical fertilizers.
In addition to improving the healthy food menu, in terms of health benefits, it is also
reviewed related to the cultivation and processing of medicinal plants which are expected to
provide alternative home remedies for the members of Buruan Sae Group. Based on the
72
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
survey results, most of the Buruan Sae groups plant medicinal plants such as ginger,
turmeric, basil, lemongrass, binahong (heartleaf maderavine madevine), galangal, mint
leaves, roselle, cumin, butterfly pea, turmeric, gotu kola, Sand Ginger (aromatic ginger).
Furthermore, among them, there were 8 groups (53.3%) growing and processing medicinal
plants into herbal medicines and a total of 7 groups (46.7%) not processing medicinal plants
into herbal medicines. This of course becomes the creativity and innovation of the crops from
Buruan Sae.
Social Benefit
Ya
20%
Tidak
80%
Based on the survey, it is known that 12 groups (80%) stated that communities/groups
have been formed by managing the Buruan Sae. It can be seen that there are new social
interactions in managing Buruan Sae which later on became the formation of new
communities/groups. Meanwhile, 3 groups (20%) stated that the activity of Buruan Sae did
not lead to the formation of new communities/groups.
Socially, the management of Buruan Sae encourages social relations between
residents. All stated that the management of Buruan Sae made social relations between
residents closer. It certainly shows a good thing because good social relations between
residents through Buruan Sae activities can have a positive impact and minimize the
possibility of social conflicts that often occur in the social environment of the community.
Buruan Sae management activities can also increase social awareness among
residents. All respondents stated that Buruan Sae's activities increase social awareness
among residents. Based on the survey, in addition to improving social relations, Buruan
Sae's activities have a positive impact by increasing social awareness among residents. This
certainly shows a very good thing, because during the current pandemic, through Buruan
Sae activities, people can still care for one another.
Another thing that is reviewed in the social context is women's engagement because
73
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
this is a very notable issue at this time when women's engagement is important in various
aspects. Based on the survey results, the women's engagement in the management of
Buruan Sae has been quite good. 6 groups (40%) stated that their Buruan Sae management
had involved women in the range of 75-100%, 4 groups (26.7%) stated that their Buruan Sae
Management has involved women in the range of 50-75%, 3 groups (20%) stated that the
involvement of women in their Buruan Sae management was in the range of 0-25% and 2
groups (13.3%) stated that the involvement of women in the management of their Buruan
Sae was in the range of 25-50%. This data confirms that the Buruan Sae movement has
engaged many women's groups which in many ways are supported by women of the Family
Wealth Program.
Educational Benefits
Educational Benefits relate to whether in the management of Buruan Sae, the Buruan Sae
group gets educational impact/benefits in managing their Buruan Sae. Based on the survey
results, the majority of the Buruan Sae group (60%) or 9 groups stated that before starting
farming, they had already known farming techniques on a narrow land and 6 groups (40%)
stated that before planting they did not know farming techniques in narrow fields. This shows
that before starting their Buruan Sae activity, some groups had already gained knowledge
related to farming techniques on narrow land, which is very good knowledge to be practiced
in the management of Buruan Sae which is a type of agriculture activities carried out on
limited/narrow land.
2. Dari manakah Anda mempelajari teknik bertani di lahan sempit (Buruan Sae)?
15 responses
Youtube
80% Buku
Blog
20%
Sumber lainnya
Regarding the learning media used, a total of 12 groups (80%) stated that they used
other learning media/other sources in learning related to farming techniques or the
management of Buruan Sae, while 3 groups (20%) used Youtube media in their studies.
related to farming techniques or the management of Buruan Sae. In this case, the
government also provides various training to increase productivity through training on the
cultivation of Buruan Sae.
74
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
One of the important aspects of the management of Buruan Sae is the aspect of
sustainability. Urban Farming (Buruan Sae) itself can be an alternative solution to the urban
food system. The sustainability aspect of this survey focuses on 3 things, namely Institutional
Management of Buruan Sae, Financial Support, and Networks/Cooperation
Based on the results of the survey, related to the institutional management of Buruan
Sae showed that most (73.3%) stated that there was an institution/group that managed
Buruan Sae, while the rest (26.7%) stated that there was no institution that managed it. This
is certainly an important note when Buruan Sae wants to be developed and maintained for its
sustainability which requires the existence and function of the institution/organization that
manages it. The management of the institution/organization that manages Buruan Sae is
usually carried out by about 5 - 8 administrators. This management is done voluntarily. In the
sense that they can quit or resign at any time. Of course, it should be noted that a strong
commitment is needed to ensure the progress and sustainability of Buruan Sae.
Furthermore, in terms of financial support, it was found that the majority of the Buruan
Sae Groups (60%) did not receive financial support/financial assistance from a particular
institution while (40%) stated that they received financial support/financial assistance from a
particular institution. From the information obtained, it is known that the Bandung City
government through DKPP provided a lot of support for the development of Buruan Sae. It is
undeniable that the financial/financial aspect is very important in supporting the future
management of Buruan Sae. Without a healthy and strong financial condition, it will be very
difficult to manage Buruan Sae sustainably. So the challenge in the future is how to form a
good financial system in the management of Buruan Sae, it means that the management of
Buruan Sae can take advantage of various sources of income, whether receiving financial
assistance from a particular institution as well as from income from the management of
Buruan Sae itself.
Meanwhile, in terms of networking/cooperation, based on the survey results, It is
known that currently, the majority of the Buruan Sae group are cooperating with the
Government (86.7%). In addition to the Government, the Buruan Sae groups also
collaborate with companies (20%), collaborate with universities (13.3%), and Non-
Governmental Organizations (13.3%). Cooperation with other parties in the management of
Buruan Sae is also important because these external supports can form a sustainable
management system, whether in terms of developing, marketing, and selling the harvests of
Buruan Sae. Extensive networking and collaboration can make this possible.
Meanwhile, in terms of networking/cooperation, based on the survey results, it is
understood that currently, the majority of the Buruan Sae group are cooperating with the
Government (86.7%). In addition to the Government, the Buruan Sae groups also
collaborate with companies (20%), universities (13.3%), and Non-Governmental
Organizations (13.3%). Cooperation with other parties in the management of Buruan Sae is
also important because these external supports can form a sustainable management
75
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
system, whether, in terms of developing, marketing, and selling Buruan Sae, extensive
networking and collaboration can make it possible. This network is owned by all of Buruan
Sae groups who were involved as the respondents. This is certainly a very good capital to
support the sustainability of Buruan Sae.
76
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
DOCUMENTATION
77
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Bibliography
Badan Pusat Statistik. (2018). Hasil Survei Pertanian antar Sensus (SUTAS) 2018
(05230.1901; p. 206). Badan Pusat Statistik. https://www.bps.go.id/publication/
2019/10/31/9567dfb39bd984aa45124b40/hasil-survei-pertanian-antar-sensus--
sutas--2018-seri-a2.html.
Davies, J., Hannah, C., Guido, Z., Zimmer, A., McCann, L., Battersby, J., & Evans, T. (2021).
Barriers to urban agriculture in Sub-Saharan Africa. Food Policy, 103, 101999.
https://doi.org/10.1016/j.foodpol.2020.101999
De Bon, H., Parrot, L., & Moustier, P. (2010). Sustainable urban agriculture in developing
countries. A review. Agronomy for Sustainable Development, 30(1), 21–32.
https://doi.org/10.1051/agro:2008062
Deelstra, T., Girardet, H., Bakker, N., Dubbeling, M., Gündel, S., Sabel-Koschella, U., &
Zeeuw, H. D. (2000). Urban agriculture and sustainable cities. Undefined.
https://www.semanticscholar.org/paper/Urban-agriculture-and-sustainable-cities.-
Deelstra-Girardet/58d24a07b0fe867ce720e5e5271ad5bb55ff81c2
FAO. (1996). Rome Declaration on World Food Security. Food and Agriculture Organization.
https://www.fao.org/3/w3613e/w3613e00.htm
Langemeyer, J., Madrid-Lopez, C., Mendoza Beltran, A., & Villalba Mendez, G. (2021).
Urban agriculture—A necessary pathway towards urban resilience and global
sustainability? Landscape and Urban Planning, 210, 104055. https://doi.org/
10.1016/j.landurbplan.2021.104055
Moragues-Faus, A., & Battersby, J. (2021). Urban food policies for a sustainable and just
future: Concepts and tools for a renewed agenda. Food Policy, 103, 102124.
https://doi.org/10.1016/j.foodpol.2021.102124
Nurhemi, Shinta R.I. Soekro, & Guruh Suryani R. (2014, Desember). Kajian Pemetaan
Ketahanan Pangan di Indonesia: Pendekatan TFP dan Indeks Ketahanan Pangan.
78
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Russell, B. (2019). Beyond the Local Trap: New Municipalism and the Rise of the Fearless
Cities. Antipode, 51(3), 989–1010. https://doi.org/10.1111/anti.12520
Smit, J., Nasr, J., & Ratta, A. (2001). Urban Agriculture Food, Jobs and Sustainable Cities.
https://doi.org/10.5860/choice.34-6355
Sri. (2021, September 10). Wawancara UNPAR dengan Dinas Ketahanan Pangan dan
Pertanian [Personal communication].
Tapia, C., Randall, L., Wang, S., & Aguiar Borges, L. (2021). Monitoring the contribution of
urban agriculture to urban sustainability: An indicator-based framework. Sustainable
Cities and Society, 74, 103130. https://doi.org/10.1016/j.scs.2021.103130
Veenhuizen, R. van (Ed.). (2006). Cities Farming for the Future. International Institute of
Rural Reconstruction and ETC Urban Agriculture. https://www.idrc.ca/sites/
default/files/openebooks/216-3/index.html#page_1
79
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
80
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
CONSUMER PERCEPTION OF
ECOLABEL PRODUCTS, BUYING INTENTION,
AND ECOLABEL CAMPAIGN IN INDONESIA
Theresia Gunawan*, Fransiska Anita Subari* Jeany Nataly Giaviany
(*Parahyangan Catholic University)
The terms of green products, organic products, and ecolabel products are often used in
matters related to the environment. These three terms are closely related but have different
meanings. Green Products or what is often referred to as environmentally friendly products
are products that do not use materials that contain hazardous chemicals, and in general can
be recycled and do not pollute the soil, water, and ecosystems. According to Gupta, M. and
Syed, A.A. (2021), green products are defined as products that can be recycled, require
fewer natural resources, do not pollute the earth, and have environmentally friendly
packaging.
Meanwhile, organic products are products that have been confirmed that the product
is produced conventionally without pesticides, artificial chemicals, hormones, antibiotics, or
genetically modified organisms (Indonesia Ministry of Health, 2018). Therefore, green
products are not always organic, but organic is included in the green product category.
Organic products are usually used to refer to products related to food and cosmetics.
Meanwhile, ecolabel is a statement, symbol/symbol, or graphic on a product,
packaging, or in an advertisement publication related to environmental issues to ensure
sustainable development (National Accreditation Committee, 2004). The Ministry of
Environment (KLH) issued Ministerial Regulation No. 2 of 2014 concerning the Ecolabel
Logo as follows: "Ecolabelling is a means of delivering accurate, verifiable and not
misleading information to consumers regarding the environmental aspects of a product or
service".
By attaching ecolabel to a product, this can provide information,
protection/conservation, and guarantee that the product produced is in accordance with
environmental conservation standards. Ecolabels are often used in products made from
organic raw materials and their processing is environmentally friendly.
According to Elkington et al in Rath (2013), green product indicators are divided into 4,
namely:
1. Products are harmless to humans and the environment.
2. Product packaging that is harmless to the surrounding environment
81
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Global warming is a wicked issue that is faced by both developed and developing countries.
Global Warming has the impact of decreasing the quality of the earth which results in the
depletion of the ozone layer, air, water, and soil pollution. The issue of the environment is of
concern to the world community because of the large number of natural damages that
significantly affect the lives of the people in the whole world, including the issue of waste from
factories, from the packaging of consumer products that are difficult to recycle and
exploitation of natural resources due to a large amount of energy needed. Therefore, the
initiative to produce environmentally friendly products is a response to the increasingly
severe environmental damage. To provide a differentiating power between products that
apply environmentally friendly and non-environmentally friendly concepts, the ecolabelling
concept was born. Ecolabeling is manifested by providing product certification which will
guarantee that the product is in accordance with environmental conservation standards.
The application of ecolabelling is expected to be an indirect effort to reduce global
warming problems by inviting business actors and the public to participate in producing and
using environmentally friendly products.
Ecolabels are increasingly being used by marketers in identifying green products (D'Souza
et al., 2006). Rex and Baumann (2007) define ecolabel as a tool that can assist consumers in
making decisions to choose green products and inform them how the product is made.
Ecolabels can also provide opportunities for companies to enter the market and gain market
share.
Green products certainly have a special market segment which is known as green
consumers. Purchasing green products is influenced by consumer knowledge and insight. In
terms of knowledge and insight related to ecolabels, consumer knowledge of ecolabels in
developed countries is very high. Research by Dinu, Schileru and Atanase (2012: 22) says
that consumers in Rome have high education, knowledge, and social awareness related to
ecolabels. In other developed countries such as Sweden, consumers generally have
concerns about health and environmental issues and these are the main reasons someone
chooses ecolabel products. Knowledge of the environment and green products is said to
increase consumers' purchase intentions and have a more positive attitude toward the
environment.
82
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Adil (2015) in his research revealed that knowledge about the environment had a
significant effect on purchase intentions of green products in Indonesia. With the increase in
Indonesian consumer knowledge about green products, it is predicted that consumer buying
intentions for green products will also increase. Although currently there are still a small
number of green consumers in Indonesia, the trend will increase because it is estimated that
the level of education and income of the Indonesian people is increasing (Gunawan &
Ferdhian, 2020).
In Indonesia, the emergence of various environmental problems in terms of waste,
forest damage, and damage to marine life has become a phenomenon that encourages
increased awareness of the importance of green products and the application of
ecolabelling.
In Indonesia, according to data from the Ministry of Environment and Forestry, the
amount of waste reaches 17.2 million tons per year (Pikiran Rakyat, 2018). This raises
concern for the community when waste is difficult to recycle. From the consumer's
perspective, some consumers are smart in determining their purchase choices, those who
decide with long-term considerations and have more health and environmental awareness.
This can be used as an opportunity for producers to be able to fulfill consumer desires and
produce environmentally friendly products or green products.
The ecolabelling program in Indonesia is more focused on one of the government's
efforts in overcoming environmental damage and preserving environmental functions, by
applying environmental standards. The application of the ecolabelling program as a
requirement in trade is not an obstacle but can be a challenge as well as an opportunity for
business actors to increase the competitiveness of the products they produce. In the
ecolabelling program there are 3 (three) ecolabel guarantees, namely Type I, Type II, and
Type III ecolabelling. Each type of ecolabelling has its advantages and disadvantages. GEN
member countries generally carry out a Type I ecolabelling program, where the ecolabel
certificate is issued by a third party to products that meet a set of requirements that have
been determined in a particular product category.
83
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Consumer purchasing decisions for organic products (green products associated with
ecolabel products) differ in each country. Bram (2013: 131) states that ecolabelling can only
be successful in developed countries, parts of Europe. Consumers who already have
knowledge and awareness about environmentally friendly products will tend to consider
these aspects in a product before deciding to buy.
From the research conducted by Sumarsono and Giyatno (2012) conducted, it was
found that there is no positive influence of environmental information on product packaging
towards purchasing decisions of Indonesian consumers. Therefore, it is necessary to
increase the government's efforts in terms of socialization and guidance programs related to
the application of ecolabelling, formulation of ecolabelling criteria standards, as well as
improvement of accreditation and ecolabel certification schemes.
Mandatory
Nature (for certain products in Europe) Voluntary
Kotler (2016) cites several major research results in many countries involving large
companies, where the results of these studies indicate that consumers are interested in
buying environmentally friendly products from trusted companies and are willing to pay more
for these products. Some experts say that the younger generation is attracted to the concept
of environmentally friendly products, while other experts argue that older people take a more
serious part in environmental responsibility. Experts also warn of the phenomenon of
"greenwashing" where companies do not purely adopt environmentally friendly concepts as
informed and "green marketing myopia" where consumers do not know what benefits are
obtained by buying ecolabel products.
Research conducted by Nguyen & Le (2020) discussing the effects of knowledge on
ecolabels, consumer trust, perceived value, and environmental concern on purchase
intention found that suppliers of agricultural products should pay more attention to
strengthening the image and increasing product benefits in order to increase perceived
84
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
value. and the need to increase the use of environmental messages into marketing
strategies.
From the initial discussion with the Food and Agriculture Security Service of Bandung City, it
was known that organic certification was something completely new so on September 2,
2021, a mini webinar was held to gain initial insight with the theme Organic Certification:
Awareness and Appreciation of Healthy Food. In this mini webinar attended as speakers, Mr.
Sukmi Alkautsar, who is the Program Coordinator of the Indonesian Organic Alliance, Ms.
Ermariah, who is the Head of the Food Safety Division of the Bandung City Agricultural Food
Security Service, and Ms. Elsje Mansula, an organic product certification practitioner who
has successfully sold organic products abroad. From this webinar, some general insights
about organic products were obtained as follows:
1. The term organic refers to the process of which a product goes through, including the
condition of the soil at the time of planting. Organic products must use soil as planting
media (soil based), either directly or using poly bags. So that hydroponic plants cannot
be certified organic.
2. Products may not use organic labels if there is no quality assurance from the
competent authority. For the process of issuing organic certification, small farmers are
constrained by the cost problem. For this reason, it is recommended to use quality
assurance from the PAMOR (Penjaminan Mutu Organik/Organic Quality Assurance)
institution which has been recognized on a national scale and at a more affordable
cost. Quality assurance with PAMOR can be carried out in an organized group of small
farmers. If the market is large, then the quality assurance process from the Organic
Certification Institute (Lembaga Sertifikasi Organik/LSO) can be carried out. This is
also supported by an explanation from Mrs. Elsje as an organic product practitioner,
she said that the supply of organic products in the market needs cooperation from
farmers, packaging to distribution.
3. Mrs. Ermariah from the Food and Agriculture Security Service of Bandung City said
that the concept of organic products is indeed a very new thing, especially for farmers
in Bandung City. However, if the market response to the product is positive and there is
a good opportunity, then it will be considered to carry out an organic quality assurance
process for small farming communities or Buruan Sae using PAMOR.
85
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
The mini webinar results indicate an interest from the Food and Agriculture Security
Service of Bandung City to explore the possibility of using organic labels for products
produced by urban farming and small farmer communities in Bandung. This is certainly a
positive response, so the next step is to find out how the awareness of people in Bandung
City on ecolabels, buying interest, and campaigns related to ecolabel products.
86
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
4. Product aware. At this stage, people can recognize the existence of ecolabel products
at places where they usually shop but have never bought them.
5. Most aware. At this level, people are enthusiastic about ecolabel products. At this
stage, people care about their problems and the environment and feel that ecolabel
products are the best choice to solve these problems.
In relation to the awareness of ecolabel products in Bandung City, the five conditions
of consumer awareness will include aspects that might be a driving force for someone to
have a desire to buy a product, namely:
1. Awareness
87
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
2. Buying Intention
Referring to Kotler (2016), buying interest arises because there is encouragement both from
within a person and from outside, where in general the drive is either rational or emotional.
Buying interest arises when someone has the drive, ability, and opportunity to buy. So
someone will evaluate product details to gain knowledge of the product. Evaluation of the
product can be obtained from the experience of consuming the product, either personal
experience or the experience of others. Information about a product can be obtained through
advertisements and articles.
Kotler (2016) also said that one of the consumer behaviors is selective attention,
namely the tendency of a person to seek information or pay attention to information about the
product that is being needed or desired. So the interest in seeking information can indicate a
particular behavior when someone wants to buy a product.
Products on the market with almost the same characteristics can make it difficult for
consumers to evaluate one brand over another, thus consumers often buy based on habits.
For this reason, market players provide added value to differentiate their brand from the
others, for example, juice products containing calcium and vitamins, or cereal products that
inform the benefits of consuming cereal for heart health. From the consumer's point of view, a
brand is a promise that shows identity as a trustworthy brand. Therefore, this study also
intended to find out whether consumers feel the need for certification as a guarantee of the
quality of ecolabel products.
As certified products, ecolabel products must go through a series of processes and
periodic tests. This of course will have an impact on the price of the product. Therefore, the
willingness to pay more for ecolabel products will also be an indicator of buying interest in this
study.
When consumers have a good awareness of ecolabel products, it is interesting to find
out more about how the consumers buying interest is. In this study, a person's interest in the
ecolabel product will be measured by the following behavior:
a. Interest in finding information about ecolabel products
b. Interested in ecolabel products at places to shop
c. Feeling the need for a guarantee of ecolabel products with certification
d. Willing to pay more for ecolabel products
e. Interested in buying ecolabel products on the next shopping
f. Recommend others to buy ecolabel products
3. Ecolabel Campaign
Because the desire to buy arises after someone evaluates a particular brand, consumers
need to have detailed information to evaluate appropriately. On the consumer side, it is
necessary to explore terms of completeness, clarity, attractiveness, and frequency of
messages with questions such as the following:
88
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Distributing Questionnaires
Due to the unknown population size, and the desire to obtain consumers with diverse
profiles and the questionnaires were distributed by utilizing social media Instagram and
WhatsApp.
Respondents' Profile
From Figure 2 it can be seen that the respondent's domicile has represented 27 sub-districts
in the city of Bandung. In Figure 3 it can be seen that 34 respondents are male, and 76
respondents are female. Figure 4 shows marital status, where 52 respondents are single, 56
respondents are married, and 2 respondents are divorced by death.
89
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Figure 5 shows the respondents' age, where 41 respondents are 20-29 years old, 20
respondents are 50-59 years old, 19 respondents are 40-49 years old, 16 respondents are
30-39 years old, 8 respondents are less than 20 years old, and the rest 6 respondents are
over 60 years old. Figure 6 shows the respondents by occupation, where 31 respondents are
students, 28 respondents are private employees, 16 respondents take care of the
household, 15 respondents are entrepreneurs, 10 respondents are teachers or lecturers,
and the rest have other professions.
90
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Figure 9. Place Where Respondents Figure 10. Ecolabelled Products that had been Bought
Usually Buy Food / Groceries
3 Supermarket 5 Vegetables
Fruits
15 Green Groceries 20
15 Meat
25
Online Shop (Grab Mart, 76 Egg
80 Rice
33 Shopee, Tokopedia, etc) 27
Plantation Product
Pre-Order (WA group)
27 (Honey, Coffee, Vanilla, etc)
Traditional Market/ 51 Milk
75
Roadside Stall 35 30
Never Bought
etc Etc
In filling out the questionnaire, respondents were asked to give opinions on a scale of 1 to 5.
The total score was then calculated and averaged which would then be analyzed in the
following ranges: 1 - 1.8 = very low; 1.8 - 2.6 = low; 2,6 - 3,4 = moderate; 3,4 - 4.2 = good; 4.2 -
5.00 = very good
91
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
The survey results regarding awareness of health problems (table 3) as a whole are in
the high range. The aspects of considering the impact of the purchased product on the health
of the body and that ecolabel certification guarantee the product quality is in the very good
range, while the awareness aspect that ecolabel products are healthier, safer, and is the best
choice are in the good range. In this dimension, the lowest aspect is the awareness that
ecolabel products are the best choice for respondents and their families.
For the dimension of awareness of environmental problems (table 4), the overall result
is in a good range. The survey results show that three indicators of this dimension are within
good range, those indicators are: respondents have considered the impact of these products
on the environment, awareness that ecolabel products are environmentally friendly
products, have goals concerning aspects related to environmental elements and awareness
that ecolabel products are the best products for the environment. In this dimension, the
lowest aspect is considering the impact of the purchased product on the environment.
92
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
On aspects relating to awareness of farmers' welfare (table 5), the survey results show
that they are at a good level. It indicates that the respondents have good awareness that
ecolabel products can improve the welfare of farmers' lives and they have also considered
the impact of purchased products on the farmers' welfare.
The survey results (table 6) show that overall buying interest indicators are in a good
range. The highest aspect is interesting in obtaining information about ecolabel products and
certification of ecolabel products, while the lowest is in the aspect of willingness to buy
ecolabel products at a higher price.
93
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Regarding matters related to ecolabelled product campaigns (table 7), the overall
average is within the moderate range. The highest aspect is the presentation of an attractive
campaign that is within the good range, while the aspects of frequency of information, clarity
of information, and information comprehensiveness are in the moderate range.
Conclusion
1. The survey results show that in general awareness of ecolabel products has not yet
reached the most aware stage. It is interesting to note that the high score on
awareness in terms of health and environmental sustainability, while the issue of local
farmers' welfare has a lower score and the lowest in the awareness of the ecolabel
products itself. The survey also shows perceptions of high prices for ecolabel
products and a reluctance to pay more for these products. The survey also shows a
high score for the need for ecolabelled product certification and a low score for
campaign frequency.
2. These results indicate the existence of green myopia, where the public does not have
sufficient information to assess the true benefits of ecolabel products and requires
certification to ensure product quality therefore the higher prices are worth it.
Recommendation
1. From the results of the study, it can be seen that there is still room for educating the
public about ecolabel products by emphasizing the benefits that are more popular in
this case are health and environmental issues, as well as educating another aspect
namely the issue of local farmers' welfare which can be a motivation for making a
purchase.
2. For further research, it is recommended to conduct research on
restaurants/catering/canteens that provide healthy food menus, to get an idea of
94
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
whether business people already have good insights about ecolabel products. If not,
then the next step is to educate healthy restaurants/catering/canteens as well as
cooperate with business people to participate in educating their customers. By doing
this there will be 2 things that are expected to be done, namely: raising awareness that
ecolabel products can create added value to win the business competition, as well as
preparing the market to absorb organic products from small farmer communities in the
city of Bandung.
Bibliography
Adil, A. (2015). Pengaruh Pengetahuan Tentang Lingkungan, Sikap pada Lingkungan, dan
Norma Subjektif Terhadap Niat Pembelian Green Product. Jurnal Ekonomi dan
Kewirausahaan,103, p. 122-128
Bram D. (2013). Produk Ekolabel Sebagai Informasi Perlindungan Konsumen dan
Lingkungan dalam Rezim Perdagangan Internasional. Law Review, 15(2), p. 119-
133.
D'Souza, C., Taghian, M. & Lamb, P. (2006). An empirical study on the influence of
environmental labels on consumers. Corporate Communications: An International
Journal, 11(2), 162-73.
D'Souza, C., Taghian, M., Lamb, P. &Peretiatkos, R. (2006). Green products and corporate
strategy: an empirical investigation. Society and Business Review, 1 (2), 144-57.
Dinu, V., Schileru, I., & Atanase, A. (2012). Attitude of Romanian Consumers Related to
Products' Ecological Labelling. Amfiteatru Economics, 14(31), p. 8-24.
Gunawan, T & Ferdhian, A. (2020). Green Strategy Perusahaan Plastik Dalam Menghadapi
Tantangan Lingkungan Dan Pemerintah. Jurnal Administrasi Bisnis, 16 (1), 57-69.
Gupta, M. and Syed, A.A. (2021), "Impact of online social media activities on marketing of
green products", International Journal of Organizational Analysis, Vol. ahead-of-print
No. ahead-of-print
Ha Thu Nguyen and Hieu Trung Lea (2020). The effect of agricultural product eco-labelling
on green purchase intention, Management Science Letters 10, 2813–2820
ISO. (2010). Focus. International Organization for Standardization. vol.1 no.5 (may).
Strategies on consumer purchasing patterns in Mauritius. World Journal of
Entrepreneurship, Management, and Sustainable Development, 8 (1), 36-59.
Kemenkes (2018). Menelisik Makna Makanan Berlabel Organik dan Natural. Retreieved
from https://promkes.kemkes.go.id/content/?p=8438 in January 2022
Leire, C. & Thidell, Å. (2005). Product-related environmental information to guide purchases
- a review and analysis of research on perceptions, understanding, and use among
Nordic consumers. Journal of Cleaner Production, 13, 1061-1070.
Kotler, P and K.K. Keller. Marketing Management Pearson Education 2016
Rashid, N. R. N. A. (2009). Awareness of ecolabel in Malaysia's Green Marketing Initiative.
International Journal of Business and Management, 4( 8), 132-141.
95
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
Rath, Ramesh dan Chandra. (2013). An impact of Green marketing on practices of supply
chain management in Asia Emerging Economic opportunities and challenges.
International journal of supply chain management, Vol: 2.
Rex, E. & Baumman, H. (2007). Beyond ecolabels: what green marketing can learn from
conventional marketing.Journal of Cleaner Production, 15, 567-576.
Sumarsono & Giyatno, Y. (2012). Analisis Sikap dan Pengetahuan Konsumen terhadap
Ecolabelling serta Pengaruhnya pada Keputusan Pembelian Produk Ramah
Lingkungan, Performance, 15(1),p. 70–85.
Schwartz, Eugene (2016). Breakthrough Advertising, Midwest Journal Press
96
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
97
BANDUNG FOOD SMART CITY
Developing a Sustainable
Urban Food Security System
98