Anda di halaman 1dari 5

Bangunan Masjid Jami Muntok ini berdiri sejak tahun 1879M, atas inisiatif Tumenggung Kartanegara II

(Abang M. Ali) sebagai wakil Kesultanan Palembang, dibantu tokoh dan masyarakat setempat termasuk
tokoh masyarakat Thionghoa kaya yang sudah masuk Islam dan Mayor Chung A Thiam. Masjid ini berdiri
di atas lahan wakaf dari dari Tumenggung Arifin dan H. Muhammad Nur seluas 7.500 M2. Dan lokasinya
persis bersebelahan dengan Kelenteng Kung Fuk Min. kedua bangunan bersejarah ini kini dirawat dan
masih menjalakan fungsinya dengan baik.

Alamat dan Lokasi Masjid Jami’ Muntok

Masjid Jami’ Muntok

Jl. Imam Bonjol No. 1 Kampung Tanjung,

Kecamatan Muntok, Kabupaten Bangka Barat

Propinsi Bangka-Belitung – Indonesia

Koordinat : 2°3'59"S 105°9'42"E

Lihat Masjid Jami’ Muntok di peta yang lebih besar

Masjid Jami Muntok dan Kelenteng Kung Fuk Min di Kampung Tanjung, Kecamatan Muntok ini lokasinya
tidakk seberapa jauh dari pelabuhan lama Kota Muntok. Kota Muntok sendiri dapat di capai dari kota
Palembang dengan kapal cepat dengan waktu tempuh sekitar 2 jam, melewati sungai musi lalu
menyeberangi selat Bangka. Atau 2 jam berkendaraan darat dari Kota pangkal Pinang, ibukota propinsi
Bangka-Blitung.

Sejarah Masjid Jami’ Muntok

Sekitar tahun 1724-1725 M, Sultan Mahmud Badaruddin I memerintahkan kepada istrinya Mas Ayu Ratu
dan para petinggi Kesultanan untuk berangkat dan melihat serta memastikan lokasi yang yang akan
dipilih untuk tempat tinggal keluarga dari Siantan. Setelah itu Sultan pun memerintahkan kepada Wan
Akub serta keluarga dari Siantan untuk mendirikan tempat tinggal di daerah tersebut.

simbol kerukunan bergama, masjid Jami’ Muntok bersebelahan dengan kelenteng (foto dari
kompas.com)

Pada perkembangan berikutnya, setelah terbentuk komunitas kecil di daerah itu, maka disebutlah
daerah itu dengan nama “Muntok” , sedangkan Tanjung yang pertama kali dilihat dan ditunjuk oleh Mas
Ayu Ratu diberi nama Tanjung Kelihatan yang selanjutnya lazim disebut “Tanjung Kelian”. Kemudian
diangkatlah Wan Akub sebagai Kepala Pemerintahan di daerah yang baru dibuka itu. Atas perintah
Sultan, maka untuk tahap pertama dibangun 7 (tujuh) Bubung Rumah di daerah tersebut (Muntok).
Setelah pembangunannya selesai, Wan Akub diangkat menjadi Kepala Urusan Penambangan Timah yang
berkedudukan di Muntok dengan gelar Datuk Rangga Setia Agama.

Setelah Sultan Mahmud Badaruddin I wafat (tahun 1756), maka Kesultanan Palembang digantikan oleh
Ahmad Najamuddin, sedangkan keadaan di Muntok pada saat itu juga sedang berkabung karena
Menteri Rangga dan Wan Muhammad juga wafat. Menyikapi keadaan yang demikian, maka Sultan
Palembang yang baru (Ahmad Najamuddin) mengangkat petugas kerajaan setingkat Tumenggung untuk
menjadi Kepala Pemerintahan di Muntok sekaligus menjadi kepala pemerintahan Pulau Bangka. Pada
waktu itu yang diangkat menjadi tumenggung adalah Abang Pahang yaitu salah seorang keturunan Wan
Abdul Hayat yang selanjutnya oleh Sultan Palembang diberi gelar Tumenggung Dita Menggala
(Tumenggung I Muntok).

tampak depan Masjid Jami' Muntok menjelang magrib tiba http://masjidjamimuntok.blogspot.com

Pada Masa Penjajahan Belanda untuk kepentingan sistem navigasi pelayaran yang memasuki perairan
Selat Bangka, pada tahun 1862 Belanda membangun sebuah mercusuar di Tanjung Kelian, dengan
mempekerjakan arsitek Inggris. Pada saat Belanda menduduki Muntok, maka perkembangan Muntok
sebagai Pusat kota tampak begitu jelas, terutama ditandai dengan berdirinya beberapa bangunan
penting.

Diantaranya adalah; Eks Kantor Penambangan Timah Bangka di Muntok Pada Masa Penjajahan Belanda
BTW (Banka Tin Winning) yang dibangun pada tahun 1915, Eks Rumah Residen Belanda Untuk Pulau
Bangka Di Muntok Yang Dibangun Pada Tahun 1850 an, Seiring dengan makin ramainya aktivitas di
pelabuhan Muntok dengan arus pendatang yang hilir mudik atau pulang pergi, maka pada tahun 1860
Belanda mendirikan satu fasilitas lagi berupa dermaga atau jembatan panjang ke arah laut yang disebut
Ujung Brug. Layaknya sebuah dermaga pada umumnya, jembatan Ujung Brug pun dimaksudkan untuk
menaikkan dan menurunkan penumpang di Muntok sekaligus juga dimaksudkan agar memudahkan
kapal-kapal besar Belanda untuk merapat di Muntok.

Masjid Jami Muntok dari arah klenteng-

Kuang Fuk miay (visitbangkabelitung)

Serta dibangunnya Masjid Jami’ Muntok pada tahun 1879M (19 Muharam 1300H) yang kini menjadi
kebanggaan ummat Islam pada masa itu hingga masa sekarang. Masjid Jami’ itu merupakan masjid
tertua di Pulau Bangka. Pembangunan masjid tersebut dilakukan pada masa pemerintahan H. Abang
Muhammad Ali dengan Gelar Tumenggung Karta Negara II dengan dibantu oleh tokoh masyarakat
Muntok pada saat itu yaitu H. Nuh dan H. Yakub termasuk orang-orang Cina Kaya yang sebagian telah
masuk Islam dan Mayor Chung A Thiam.

Masjid Jami’ Muntok ini dibangun disebelah kelengteng Kuang Fuk Miay yang sudah berdiri 83 tahun
lebih dulu sebelum Masjid dibangun, Kelenteng Kuang Fuk Miay dibangun oleh orang-orang Cina dari
suku Kuantang dan Fu kien yan telah lama menetap di Muntok sejak 1820. Kelenteng ini merupakan
kelenteng Cina pertama di mentok dari Mayor A Tiom. Kompleks Kelenteng terdiri dari 3 buah bangunan
dengan bangunan utama berada di tengah. Bangunan utama memiliki atap berbentuk pelana
(saddleback-roof). Komponen lain dari bangunan adalah gapura utama, pagar keliling, halaman, pagoda
dan arca Singa. Kelenteng ini pernah direnovasi pada Februari 1977.

lampion lampion menghias kelenteng Kuang Fuk Miay disebelah Masjid Jami Muntok (foto dari
kfk.kompas.com)

Dalam buku Sejarah Masjid Jamik Muntok yang ditulis Raden Affan, tokoh masyarakat di Muntok,
disebutkan, masjid yang usianya lebih dari satu abad itu dibangun secara bergotong royong. Demi
mendirikan masjid, penduduk Muntok dan sekitarnya bekerja sukarela tanpa diupah. Dana untuk
membangun masjid dikumpulkan bersama. Para hartawan di Muntok menyumbang uang atau bahan
bangunan untuk keperluan masjid. Mereka mendatangkan ahli bangunan dari berbagai daerah di
Bangka dan Belitung, juga memesan bahan baku berkualitas dari Jakarta, seperti genteng, batu bata,
batu marmer, dan batu pualam.
Pendirian rumah ibadah pada masa itu tidak hanya melibatkan masyarakat Melayu yang beragama
Islam. Zhong A Tiam, seorang mayor China yang bertugas mengurus warga China perantauan di Muntok,
ikut memperkokoh bangunan masjid. Dengan harta pribadinya, sang mayor menyumbang empat tiang
utama penyokong bangunan masjid. Tiang itu terbuat dari kayu bulin yang konon lebih kuat daripada
kayu jati. Meski A Tiam beragama Konghucu, ia ikut membantu lancarnya pelaksanaan ibadah di masjid.
Untuk keperluan beribadah pada malam hari, sang mayor menyuruh orang untuk mengantarkan minyak
kelapa sawit sebagai bahan bakar penerangan di masjid yang selesai dibangun dalam kurun waktu dua
tahun itu, yaitu pada tahun 1887.

dilindungi Undang undang, Masjid Jami Muntok kini masuk dalam daftar bangunan cagar budaya yang
harus dilindungi (foto dari cmcbangkabelitung.blogspot.com)

Keberadaan Masjid Jami ini juga sangat berperan dalam masa perjuangan kemerdekaan Indonesia lebih-
lebih dalam periode mempertahankan kemerdekaan Inodonesia. Versi cerita sesepuh masjid banyak
terdapat bekas senjata yang dipakai oleh pejuang untuk melawan penjajah. Para pejuangan
kemerdekaan seperti Bung Karno dan Bung Hatta sering datang ke Masjid Jami Muntok yang sejak dulu
dikenal sebagai bangunan termegah di Muntok dan membaur dengan masyarakat Muntok.

Arsitektural Masjid Jami Muntok

Masjid Jami Muntok dibangun menyerupai masjid Sultan di Palembang, karena memang Pulau Bangka
dan Belitung kala itu masuk dalam wilayah kekuasaan kesultanan Palembang. Di era kemerdekaan pun
dua pulau penghasil timah ini masuk ke dalam wilayah propinsi Sumatera Selatan yang berpusat di kota
Palembang, sebelum kemudian menjadi propinsi mandiri terpisah dari propinsi Sumatera Selatan.

Mimbar dan Mihrab di Masjid Jami Muntok

(foto dari isriyanto-ku.blogspot.com)

Masjid dengan atap limas ganda seperti kebanyakan masjid masjid tanah air lainnya. Pembeda utama
bentuk atap masjid tradisional Jawa dengan masjid tradisional Palembang dapat di lihat pada bentuk
ujung atapnya yang tidak rata. Masjid masjid dengan sentuhan Palembang dibuat sedikit melengkung
dan di bagian ujung atapnya ditambahkan ornamen ornamen kecil yang di adopsi dari bentuk ujung atap
bangunan kelenteng. Masjid Jami’ Muntok yang dibangun disebelah kelenteng ini akan benar benar
tampak seperti bagian dari Kelenteng disebelahnya seandainya saja warna yang digunakan juga warna
merah seperti kelenteng disebelahnya.

Pengaruh budaya eropa terlihat pada penggunaan pilar pilar beton bundar pada masjid ini. ada 6 buah
pilar beton bundar di bagian depan masjid terlihat langsung dari luar. Dan 4 pilar beton bundar lainnya
berada di dalam masjid. Masjid Jami’ Muntok dilengkapi dengan 5 pintu masuk berukuran 76x220cm
kesemuanya dibuat dari kayu bulian (kayu ulin) serta jendela jendela besar sebanyak 17 buah 120 x 220
cm. Sama seperti masjid sultan di Palembang, masjid Jami’ Muntok inipun lantainya dibangun jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan permukaan tanah disekitarnya. Dan sederet anak tangga dibangun di sisi kiri
dan kanan serambi depannya.

Interior Masjid Jami' Muntok - Bangka Barat, Babel

(foto dari isriyanto-ku.blogspot.com)

Angka angka jumlah dari pilar, pintu dan jendela masjid ini memilki makna masing masing masing. Enam
pilar beton di serambi masjid menyimbolkan enam rukun iman, sementara 4 sokoguru di dalam masjid
melambangkan empat khulafaur rasyidin, sahabat utama Rosulullah dan empat mazhab Islam : Mazhab
Syafi’I, Hanafi, Hambali dan Maliki. Lima pintu masjid melambangkan lima rukun Islam sedangkan 17
jendela melambangkan 17 rekaat waktu sholat wajib sehari semalam.

Anda mungkin juga menyukai