Anda di halaman 1dari 10

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gingiva merupakan bagian dari mukosa mulut yang mudah mengalami luka.

Luka pada gingiva dapat disebabkan oleh trauma, pencabutan gigi, penyakit

periodontal, maupun tindakan bedah mulut lainnya (Novitasari et al., 2017).

Pencabutan gigi impaksi adalah salah satu prosedur yang paling umum dilakukan

di kedokteran gigi. Hal ini karena prevalensi impaksi yang relatif tinggi sekitar

90% orang memiliki gigi molar tiga. Lebih dari 57% pasien memiliki setidaknya

satu molar ketiga yang terkena impaksi gigi (Hassan et al., 2020). Prosedur

pencabutan gigi impkasi yang dapat menyebabkan perlukaan pada gingiva

biasanya dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya metode flap insisi.

Insisi adalah sayatan yang dihasilkan melalui pembedahan oleh instrumen tajam

yang menciptakan celah untuk memperlihatkan organ dan ruang dalam tubuh.

Insisi digunakan untuk mendapatkan keuntungan akses bedah ke jaringan yang

lebih dalam dengan bendungan kecil struktur vital sekitarnya. Struktur anatomical

sangat penting dalam perencanaan insis (Balaji, 2013). Beberapa tindakan insisi

biasanya diikuti oleh pembuatan desain flap. Flap merupakan pembukaan gingiva

atau mukosa yang dipisahkan dari jaringan di bawahnya untuk meluaskan bidang

pandang, akses menuju tulang dan permukaan akar (Miloro et al., 2004).

Prinsip metode flap insisi adalah menyediakan akses dengan

meminimalisirkan kerusakan jaringan lunak. Insisi harus dirancang sedemikian


rupa untuk memberikan suplai darah yang baik dan cukup, akses yang baik untuk

memungkinkan bidang pandang yang memadai, ruang untuk instrumentasi,

melindungi jaringan lunak, meminimalisir trauma yang terjadi dan

memungkinkan reposisi anatomis dari flap. Insisi harus memungkinkan elevasi

dan refleksi jaringan lunak tanpa merusak struktur yang berdekatan. Dilakukan

penutup flap dengan ketebalan penuh di gingiva, mukosa, submukosa, periosteum

(Bodh & Jain, 2015). Faktor pertimbangan dipilihnya metode flap insisi dalam

prosedur bedah mulut adalah mempunyai aksesibilitas yang baik, suplai darah

yang memadai, jarak pandang yang luas serta ruang flap yang tersedia untuk

instrumentasi cukup sehingga dapat mengurangi terjadinya trauma dan komplikasi

pasca pembedahan (Behera et al., 2019). Adapun faktor pertimbangan lainnya

adalah letak anatomi, akses yang dibutuhkan, jenis restorasi dilokasi pembedahan,

ketebalan tulang dan keterikatan otot (Balaji, 2013).

Pencabutan gigi impaksi adalah prosedur yang paling umum dimana metode

flap merupakan salah satu faktor penting dalam mengurangi keparahan

komplikasi. Berbagai metode flap dilakukan untuk keberhasilan prosedur

pencabutan gigi impaksi. Metode flap yang paling umum digunakan adalah flap

envelope dan flap triangular. Flap envelope adalah hasil dari insisi horizontal yang

diperpanjang sepanjang garis serviks gigi. Sayatan dibuat disulkus gingiva dan

meluas sepanjang empat atau lima gigi. Jaringan terhubung ke garis serviks gigi

dan papila interdental. Flap triangular adalah hasil dari insisi berbentuk L dengan

insisi horizontal yang dibuat sepanjang sulkus gingiva dan insisi vertikal atau

miring. Insisi vertikal dimulai kira-kira dilipatan vestibular dan meluas ke papilla

2
interdental gingiva. Flap triangular dilakukan dilabial atau bukal pada kedua

rahang (Fragiskos,2007). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui

dari flap envelope dan flap triangular yang memenuhi persyaratan flap ideal untuk

operasi molar tiga guna mengatasi komplikasi pasca operasi (Loganathan et al.,

2019). Pada penelitian Rabi et al., (2017) membandingkan flap envelope dan flap

triangular, dimana kedua flap yang berbeda telah dikembangkan dan

dibandingkan untuk mengurangi komplikasi atau meningkatkan pembedahan

akses. Penelitian lainnya juga membandingkan flap envelope dan flap triangular

yang dimodifikasi untuk melihat dehiscence, infeksi dan pembentukan dry soket

pasca prosedur pencabutan gigi molar tiga rahang bawah (Rahpeyma et al., 2015).

Penelitian lainnya juga meneliti perbedaan yang secara klinis mengenai persepsi

nyeri dan trismus pada flap envelope dan flap triangular (Glera-Suárez et al.,

2020). Flap envelope dan flap triangular juga diteliti durasi operasi dan desain

flapnya pada pencabutan molar ketiga bawah untuk dilihat apakah mempengaruhi

gejala dan tanda komplikasi pasca operasi (Mobilio et al., 2017).

Dari macam-macam penelitian flap insisi di atas, terdapat beberapa efek yang

dikeluhkan pasien pasca prosedur yang perawatannya melibatkan metode flap

insisi. Salah satunya komplikasi pasca pencabutan, komplikasi yang sering

ditemui pada pencabutan gigi antara lain perdarahan, pembengkakan, nyeri, dry

socket, fraktur, dan dislokasi mandibula dengan data prevalensi menunjukkan

komplikasi akibat dilakukannya pencabutan gigi sebesar yaitu fraktur 31,82%,

perdarahan 4,54%, dan pembengkakan 2,27% (Lande et al., 2015). Salah satu

faktor penting yang mempengaruhi beratnya komplikasi ini adalah penggunaan

3
metode flap insisi. Hal ini penting untuk memungkinkan visibilitas dan akses yang

optimal serta untuk penyembuhan lanjutan dari cacat yang dibuat dengan

pembedahan. Oleh karena itu, flap menjadi komponen penting untuk

dipertimbangkan perioperatif dan pasca operasi pencabutan. Insisi ditempatkan

untuk mendapatkan akses ke lokasi bedah untuk aksesibilitas yang memadai dan

visibilitas yang tepat dari bidang bedah (Rabi et al., 2017). Flap insisi sering

digunakan dalam prosedur operasi gigi molar tiga, dimana prosedur tersebut dapat

menyebabkan komplikasi serius pada pasien, seperti perdarahan, nyeri dan

pembengkakan yang terus-menerus, infeksi, soket kering (osteitis alveolar),

fraktur dentoalveolar, paresthesia saraf alveolar inferior dan saraf lingual, cedera

sendi temporomandibular dan bahkan fraktur mandibula (Deliverska & Petkova,

2016). Menurut penelitian Mobilio et al., (2017) flap envelope intra sulkular

sederhana tanpa insisi lepas dan flap triangular dengan insisi lepas dibandingkan,

dimana flap triangular umumnya menghasilkan hasil flap yang lebih baik dan area

pandang lebih lebar selama operasi, tetapi karena sayatan lepas, dinyatakan

menghasilkan lebih banyak edema inflamasi dan oleh karena itu lebih banyak

tanda komplikasi pasca operasi. Pernyataan yang sama juga disebutkan bahwa

flap triangular memiliki tingkat edema yang lebih tinggi dengan visibilitas operasi

yang lebih baik (Blanco et al., 2017). Penelitian lainnya menyatakan bahwa flap

triangular menghasilkan skor nyeri yang lebih tinggi pada 12 jam pasca operasi,

tetapi pada hari ke 6 flap triangular menunjukan nilai nyeri yang lebih rendah

dibanding flap envelope. Hari berikutnya tidak ada perbedaan signifikan yang

ditemukan antara flap triangular dan flap envelope, ditemukannya pembukaan

4
mulut yang secara signifikan lebih besar pada hari ke 7 pasca operasi pada

kelompok flap envelope daripada pada kelompok flap triangular (Glera-Suárez et

al., 2020). Salah satu penelitian lainnya menyatakan nilai persepsi nyeri lebih

tinggi pada kelompok flap triangular selama 2 hari pertama pasca operasi dan

pada 3 ketiga setelah operasi nilai persepsi nyeri yang lebih tinggi dicatat pada

kelompok flap envelope (Korkmaz et al., 2015). Penelitian lainnya flap triangular

dengan modifikasi adalah metode yang lebih konservatif daripada flap lainnya dan

menyebabkan lebih sedikit reaksi jaringan, menyebabkan luka mudah tertutup dan

jahitan bebas dari tegangan. Dry socket pada kelompok flap triangular dengan

modifikasi lebih rendah dibandingkan pada kelompok flap envelope. Pada

penelitian ini menyatakan bahwa flap envelope menyebabkan kerusakan ligament

periodontal selama insisi sulkular di sekitar gigi, aktivitas osteoklastik meningkat

selama pengangkatan flap mukoperiosteal yang menyebabkan lebih banyak

pengeroposan tulang, dan risiko lebih tinggi pecahnya luka selama periode pasca

operasi, tetapi flap envelope membuat ahli bedah memiliki akses yang lebih baik

ke lokasi operasi (Mohajerani et al., 2018). Flap envelope memiliki kekurangan

seperti kerusakan ligamen periodontal saat pembuatan insisi sulkular di sekitar

gigi, kerusakan ini akan meningkatkan aktivitas osteoklas saat membuka flap dan

meningkatkan risiko dehiscence atau terbukanya tulang alveolar. Adapun

keuntungan dari flap envelope adalah mampu memberikan ruang pandang yang

cukup pada sisi pembedahan dan memungkinkan perpanjangan insisi ke anterior

jika diperlukan, baik untuk suplai darah dan memudahkan penjahitan saat operasi,

sedangkan flap triangular cenderung menyebabkan pembengkakan dibandingkan

5
dengan flap envelope, serta dapat menimbulkan edema saat proses inflamasi.

Edema yang terjadi merupakan proses inflamasi untuk penyembuhan dan

mencapai puncaknya pada 24 sampai 48 jam dan akan berkurang dan hilang pada

hari ke-3 dan ke-4 setelah operasi. Keuntungan dari flap triangular adalah dapat

mencegah trauma pada jaringan. Flap triangular juga menghasilkan bidang

pandang yang lebih baik dan lebih lebar daripada flap envelope, karena insisi

pelepasan vertikalnya tetapi dapat menyebabkan pembengkakan dan tanda-tanda

komplikasi pasca operasi lainnya (Arindra & Indrapradana, 2018).

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda dalam hadits Abu

Hurairah radiallahu’anhu:

َ َ‫صلَّى هللاَّ ُ َعلَ ْی ِھ َو َسلَّ َم ق‬


‫ال َما‬ ِ ‫َع ْن أَبِي ھُ َری َْرةَ َر‬
َ ‫ض َي هللاَّ ُ َع ْنھُ َع ْن النَّبِ ِّي‬

)‫أَ ْن َز َل هللاَّ ُ َدا ًء إِالَّ أَ ْن َز َل لَھُ ِشفَا ًء (رواه البخارى‬

Artinya :

Dari Abu Hurairah Ra. dari Nabi Saw. bersabda: “Allah tidak menurunkan

penyakit kecuali Dia juga menurunkan obatnya.” (H.R. Al-Bukhari).

Berdasarkan ayat dan hadits di atas, apabila tubuh mengalami luka, tubuh

akan merespon dan melakukan proses penyembuhan yang merupakan upaya tubuh

untuk mengembalikan serta memperbaiki struktur dan fungsi jaringan setelah

terjadinya suatu luka.

6
Penyembuhan luka akan terjadi ketika suatu jejas atau luka mengenai

lapisan epitel, maka akan terjadinya penyembuhan primer yaitu regenerasi epitel,

salah satu contohnya yaitu penyembuhan luka flap insisi yang menyebabkan

diskontinyuitas membrane basal epitel lokal, kematian sejumlah kecil sel epitel

dan jaringan ikat di gingiva. Dalam proses penyembuhan luka khususnya pada

mukosa rongga mulut terdapat 4 fase yaitu fase hemostasis (proses koagulasi),

fase inflamasi, proliferasi dan remodeling (Ningsih, 2018). Selama tahap awal

inflamasi, rangsangan seperti cidera atau infeksi akan memicu pelepasan

leukotrien, prostaglandin, dan histamine sebagai mediator inflamasi (Damayanti

& Yuniarti, 2016). Penyembuhan luka normal yang tampak sangat kompleks,

dengan melibatkan sel radang dan faktor-faktor pertumbuhan yang saling

mempengaruhi pada setiap fasenya. (Budi et al., 2017). Gingiva biasanya akan

sembuh secara klinis dalam kurung waktu beberapa minggu pasca dilakukannya

pembedahan, tetapi penyembuhan sempurna serta pembentukan serabut gingiva

memerlukan waktu yang lebih lama. Proses penyembuhan gingiva dapat dilihat

dari berbagai parameter yang mempengaruhi yaitu epitelisasi, bertambahnya

jumlah sel fibroblas, kepadatan serabut kolagen serta jumlah sel yang meningkat

pada fase inflamasi berlangsung (Kartiningtyas et al., 2015). Pengetahuan tentang

tahap-tahap dalam kesembuhan luka mempunyai arti penting bagi para praktisi

dokter dan dokter gigi, sehingga luka yang terjadi pada pasien dapat diatasi secara

tepat dan efektif (Lostapa et al., 2016).

Berdasarkan penjelasan berbagai penelitian diatas, dimana kedua metode

flap envelope dan flap triangular mempunyai perbedaan serta kelebihan dan

7
kekurangannya masing masing, disini penulis ingin membandingkan secara

literature review bagaimana perbandingan pengaruh dari kedua metode flap insisi

tersebut terhadap proses penyembuhan luka pada gingiva pasca operasi bedah

mulut di kedokteran gigi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,

didapatkan sebuah rumusan permasalahan yaitu : Bagaimana pengaruh metode

flap insisi envelope dan triangular terhadap proses penyembuhan gingiva yang

dikaji dari komplikasi pasca dilakukannya operasi bedah mulut.

C. Keaslian Penelitian

1. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Arinda et al., (2018) dengan judul

“Comparison of three flap designs on postoperative complication after third

molar surgery”. Penelitian yang dilakukan secara langsung ini menggunakan

metode flap envelope konvesional, flap triangular dan flap triangular

modifikasi terbaik dengan metode desain penelitian menggunakan uji klinis

acak tersamar tunggal. Didapatkan hasil penelitian menunjukkan bahwa desain

flap triangular cenderung menyebabkan pembengkakan jika dibandingkan

dengan flap lainnya. Kesimpulan dari penelitain adalah flap triangular

modifikasi terbalik dapat mengurangi komplikasi molar ketiga pasca operasi.

2. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Glera-Suárez et al., (2020) dengan

judul “Patient morbidity after impacted third molar extraction with different

flap designs”. Penelitian berupa sistematis review ini menggunakan intervensi

8
yaitu metode flap envelope, flap szmyd, insisi berbentuk koma dengan

pembanding flap triangular. Menggunakan metode pencarian elektronik dari

data base utama dan literatur review dari berbagai sumber seperti PubMed,

EMBASE, web of science dan opergrey. Hasil dari penelitian menunjukan flap

triangular menghasilkan nilai persepsi nyeri yang lebih rendah dibandingkan

dengan flap envelope. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak ada

perbedaan yang relevan secara klinis yang ditemukan mengenai persepsi nyeri

dan trismus saat membandingkan flap triangular dan envelope.

3. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Mohajerani et al., ( 2018 ) dengan judul

“Comparison of Envelope and Modified Triangular Flaps on Incidence of Dry

Socket after Surgical Removal of Impacted Mandibular Third Molars”.

Penelitian yang dilakukan secara langsung ini menggunakan metode flap

triangular modifikasi dan flap envelope dengan metode uji klinis acak tersamar

ganda. Didapatkan hasil bahwa flap triangular dengan modifikasi

menyebabkan presentase insiden dry socket pasca operasi lebih rendah

dibanding flap envelope. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa flap

triangular modifikasi menyebabkan penurunan insiden dry socket dan

penurunan periode penyembuhan setelah operasi impaksi molar mandibula.

Perbedaan penelitian yang akan dilakukan penulis dengan ketiga

penelitian diatas adalah penelitian sebelumnya membandingkan flap envelope

dan flap triangular dengan melihat faktor komplikasi dan persepsi nyeri yang

terjadi pasca prosedur, sedangkan pada penelitian ini penulis akan

membandingkan flap envelope dan flap triangular dengan melihat pengaruh

9
tiap metode flap insisi pada saat proses penyembuhan luka gingiva

berlangsung.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui dan membandingkan

pengaruh metode flap insisi envelope dan triangular dalam proses penyembuhan

gingiva pasca dilakukannya operasi bedah mulut di kedokteran gigi.

E. Manfaat Penelitian

Diharapkan manfaat dari tulisan ini :

1. Bagi Peneliti

Memberikan pengetahuan mengenai pengaruh tiap metode flap insisi

terhadap proses penyembuhan luka pada gingiva.

2. Bagi Klinis

Memberikan gambaran bagi operator untuk memilih metode flap insisi

yang dianggap paling efektif untuk digunakan pada prosedur perawatan.

3. Bagi Pendidikan

Memberikan informasi dan menambah wawasan pembaca mengenai

metode flap insisi dalam bidang kedokteran gigi.

10

Anda mungkin juga menyukai