Anda di halaman 1dari 9

UPEJ 9 (1) (2020)

Unnes Physics Education Journal


Terakreditasi SINTA 3

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/upej

Analisis Profil Pemahaman Konsep dan Model Mental Siswa di SMA Kesatrian 2
Semarang pada Materi Interferensi dan Difraksi Cahaya

Wafi Lutfia, Ngurah Made Darma Putra


Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang, Indonesia
Gedung D7 Lt. 2, Kampus Sekaran Gunungpati, Semarang 50229

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan profil pemahaman konsep, menganalisis profil
Diterima Januari 2020 miskonsepsi dan mengidentifikasi gambaran model mental siswa dalam menjelaskan fenomena
Disetujui Januari 2020 interferensi dan difraksi cahaya. Jenis penelitian ini yaitu kualitatif, sedangkan metode yang
Dipublikasikan April 2020 digunakan adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi
Keywords: dan tes diagnostik three tiers multiple choices serta wawancara semi terstruktur. Berdasarkan hasil
concepts understanding, mental penelitian menunjukan bahwa pemahaman konsep siswa kelas XI MIPA 2 di SMA Kesatrian 2
models, light interference and Semarang pada materi interferensi dan difraksi cahaya termasuk dalam kategori paham konsep
diffraction sebesar 30%, miskonsepsi 48% dan tidak paham konsep 22%. Profil model mental siswa
berdasarkan kategori tingkatan Ifenthaler dalam menjelaskan materi interferensi dan difraksi cahaya
termasuk pada tingkatan surface. Sedangkan tipe model mental berdasarkan tipe Sendur yaitu model
mental ilmiah yang dimiliki siswa hanya mencapai 2,38%. Sisanya sebanyak 97,62% tergolong
model mental alternative

Abstract
This study aimed to determine the profile of students’ understanding of concepts and misconceptions and to
identify the picture of students' mental models in explaining the phenomenon of light interference and diffraction.
The type research is qualitative, and the research method used descriptive qualitative. Data collection techniques
used observations and three tier multiple choices test and semi-structured interviews. The results showed that the
conceptual understanding of students grade XI MIPA 2 at SMA Kesatrian 2 Semarang in the light interference
and diffraction material was included in the conceptual understanding category of 30%, 48% misconception and
22% did not understand the concept. The profile of students' mental models based on Ifenthaler level category in
explaining the material of light interference and diffraction included at the level of the surface. While the type of
mental model is based on the type of Sendur is scientific mental model possessed by students only reached 2.38%.
The remaining 97.62% classified as alternative mental models.

©2020 Universitas Negeri Semarang



Alamat korespondensi: ISSN 2252-6935
E-mail: wafilutfia12@gmail.com
Wafi Lutfia/ Unnes Physics Education Journal 9 (1) (2020)

PENDAHULUAN siswa. Janson et al., (2009) menyatakan bahwa


dalam pengajaran sains guru membangun
Fisika merupakan bagian dari ilmu model mental melalui proses analisis dan
pengetahuan alam (IPA), yang pada sintesis terhadap model ilmuwan yang
hakikatnya adalah suatu ilmu yang disesuaikan dengan kebutuhan siswanya.
mengajarkan manusia untuk memahami dan Guru mengkomunikasikan model sains
mengetahui serta memaknai bagaimana kepada siswa dengan menggunakan model
proses hukum alam bekerja dengan segala tertentu, sehingga siswa memperoleh
keteraturannya, sehingga membentuk alam pengetahuan sains sebagai hasil pengalaman
semesta yang luar biasa. Menurut Listiana belajar yang telah didapatkannya selama
(2017) tujuan ilmu fisika dipelajari oleh siswa proses pembelajaran. Berdasarkan
adalah untuk memberikan penguasaan pengalaman tersebut siswa dapat
konsep- konsep fisika dan saling keterkaitan membangun model mentalnya melalui proses
antar konsep sehingga siswa dapat asimilisasi dan akomodasi, serta mengolah
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari- informasi baru dan menghubungkannya
hari. dengan pengetahuan yang sudah dimiliki
Pada kenyataannya proses belajar sebelumnya.
mengajar fisika di sekolah bersifat mekanis Hasil Ujian Tengah Semester mata
yaitu dengan siswa diminta untuk pelajaran fisika kelas XI di SMA Kesatrian 2
mengerjakan soal sesuai dengan rumus yang Semarang tahun pelajaran 2018/2019, nilai
tertulis dibuku paket, LKS atau berdasarkan rata-rata ketiga kelas adalah 64,00 dengan
rumus yang telah diberikan langsung oleh nilai rata-rata kelas XI MIPA 1 yaitu 63,75,
guru sehingga siswa tidak memahami kelas XI MIPA 2 yaitu 64,94 dan Kelas XI MIPA
penurunan rumus tersebut. Dengan kata lain 3 yaitu 63,32. Rendahnya hasil belajar yang
pemahaman konseptualnya diabaikan. dicapai siswa merupakan salah satu indikasi
Padahal dalam menyelesaikan soal diperlukan bahwa siswa mengalami kesulitan belajar.
pemahaman konseptual dan prosedural Salah satu penyebab dari rendahnya hasil
secara terpadu. belajar fisika adalah terjadinya kesalahan
Model mental merupakan represntasi konsep (miskonsepsi). Kesulitan belajar pada
intrinsik yang muncul selama berlangsungnya siswa yang muncul secara terus menerus
proses kognitif, dapat berupa objek, ide, atau dapat mengganggu pembentukan
gagasan untuk memberikan alasan, konsepsi ilmiah. Siswa yang mengalami
menggambarkan atau menjelaskan sebuah miskonsepsi memerlukan bantuan secara
fenomena (Wang, 2007). cepat dan tepat agar kesulitan yang dihadapi
Model mental dalam sains digunakan siswa dapat segera teratasi. Supaya bantuan
untuk menggambarkan sebuah sistem dan yang diberikan dapat berhasil dan efektif,
bagian-bagian komponennya sebagai sebuah maka terlebih dahulu guru harus memahami
keadaan untuk menjelaskan fenomena saat dimana letak kesulitan yang dihadapi oleh
terjadi perubahan dari suatu keadaan ke siswa.
keadaan yang lain (Janson et al., 2009). Berdasarkan hasil wawancara observasi
Keunikan dari penelitian yang dengan guru fisika kelas XI di SMA Kesatrian 2
mengungkapkan model mental adalah karena Semarang didapatkan kesimpulan bahwa
setiap siswa memiliki kerangka konsep atau selama ini guru belum pernah melakukan
gagasan yang berbeda-beda dalam diagnosa terhadap pemahaman konsep dan
menjelaskan suatu fenomena. model mental yang dialami oleh siswa dengan
Model mental perlu diketahui oleh guru cara tes diagnostik dan wawancara. Guru
maupun siswa. Hal ini dikarenakan model memperoleh informasi mengenai pemahaman
mental yang digunakan guru dalam proses konsep dan kesalahan jawaban yang dialami
pembelajaran berbeda dengan model mental siswa dari hasil ulangan harian, dan alat ukur
28
Wafi Lutfia/ Unnes Physics Education Journal 9 (1) (2020)

berupa tes formatif berbentuk soal pilihan dengan kategori tinggi, sedang dan rendah
ganda biasa atau uraian sehingga tidak dapat yang diperoleh dari hasil tes diagnostik.
membedakan siswa yang paham konsep, Analisis pemahaman konsep siswa
miskonsepsi dan tidak tidak paham konsep. dilakukan dengan melihat hasil jawaban
Tujuan penelitian ini yaitu: (1) Untuk siswa, selanjutnya hasil tes tersebut
menentukan profil pemahaman konsep siswa dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu
pada materi interferensi dan difraksi cahaya; paham konsep, miskonsepsi dan tidak paham
(2) Untuk menganalisis profil miskonsepsi konsep. Analisis model mental siswa
siswa pada materi interferensi dan difraksi dilakukan melalui analisis deskriptif pada
cahaya; (3) Untuk mengidentifikasi gambaran jawaban siswa. Model mental siswa
model mental siswa dalam menjelaskan dikelompokkan berdasarkan kemiripan
fenomena interferensi dan difraksi cahaya jawaban siswa kedalam empat tipe yaitu;
tidak ada jawaban (No Response, NR),
METODE miskonsepsi khusus pada bagian tertentu
(Specific Misconceptions, SM), benar sebagian
Jenis penelitian ini adalah penelitian (Partially Correct, PC), dan benar secara ilmiah
kualitatif, sedangkan metode penelitian yang (Scientifically Correct, SC). Secara umum tiga
digunakan adalah penelitian deskriptif model mental pertama disebut sebagai model
kualitatif maka data yang didapatkan lebih mental alternatif, sedangkan model mental
lengkap, lebih mendalam, dan bermakna keempat disebut model mental ilmiah atau
sehingga tujuan dalam penelitian ini dapat model konseptual.
tercapai (Sugiyono, 2015). Dalam penelitian
ini, metode penelitian deskriptif ditujukan HASIL DAN PEMBAHASAN
untuk melihat profil pemahaman konsep,
miskonsepsi dan model mental siswa pada Pemahaman Konsep Siswa Secara
materi interferensi dan difraksi cahaya. Keseluruhan
Penelitian ini dilakukan di salah satu Berdasarkan hasil penelitian di kelas XI
sekolah menengah atas di kota semarang yaitu MIPA 2 SMA Kesatrian 2 Semarang dengan
SMA Kesatrian 2 Semarang. Subyek dari jumlah siswa sebanyak 37 siswa bahwa
penelitian ini adalah siswa kelas XI MIPA 2 pemahaman konsep fisika siswa pada materi
pada tahun ajaran 2018/2019 sebanyak 37 interferensi dan difraksi cahaya yaitu
orang. Teknik pengumpulan data pada sejumlah 11 siswa dengan persentase 30%
penelitian ini dilakukan dengan berbagai cara, paham konsep, sejumlah 18 siswa dengan
diantaranya teknik observasi, tes tertulis dan persentase 48% kategori miskonsepsi dan
teknik wawancara. Pengumpulan data pada sejumlah 8 siswa dengan persentase 22%
penelitian ini menggabungkan observasi dan kategori tidak paham konsep.
hasil tes yang diperkuat dengan wawancara Tingginya persentase siswa yang
sehingga teruji kreadibilitasnya. mengalami miskonsepsi disebabkan karena
Instrumen yang digunakan adalah tes siswa sendiri. Dimana siswa tidak mampu
diagnostik three tiers multiple choice, lembar mengabstraksikan konsep dengan tepat dan
validasi soal dan lembar wawancara. Tes sebagian besar siswa sudah melupakan materi
diagnostik didefinisikan sebagai tes yang yang sebelumnya mereka telah pelajari.
digunakan untuk mengetahui kelemahan- Selain itu miskonsepsi pada siswa juga
kelemahan siswa agar dapat diberikan disebabkan oleh kesalahan siswa dalam
perlakukan yang tepat (Arikunto, 2006). membangun konsep berdasarkan teori yang
Pemilihan responden wawancara sebanyak 12 diterimanya dari pengalaman dan
orang dipilih secara purposive sampling, interaksinya dengan lingkungan. Sehingga,
berdasarkan tingkat pemahaman siswa konsep yang dimiliki siswa tidak sesuai

29
Wafi Lutfia/ Unnes Physics Education Journal 9 (1) (2020)

dengan pengertian ilmiah/ pengertian para interferensi dalam kehidupan sehari- hari.
ahli. Pada soal nomor 11 mengenai konsep
persamaan matematis untuk difraksi
Pemahaman Konsep Pada Setiap Butir Soal minimum. Sedangkan miskonsepsi paling
Berdasarkan data yang diperoleh dari sedikit terdapat pada soal nomor 4 mengenai
hasil analisis jawaban siswa dapat diketahui perhitungan jarak kedua celah ganda pada
bahwa tingkat pemahaman yang dimiliki peristiwa interferensi sebesar 8%.
siswa pada masing- masing indikator soal Pada soal nomor 4 ini siswa yang paham
yang diberikan menunjukan hasil yang konsep cukup banyak sekitar 81% dari 37
berbeda-beda. Setelah dilakukan analisis siswa. Berikutnya mengenai miskonsepsi yang
persentase kategori paham konsep, kategori cukup tinggi juga ditemukan pada soal nomor
miskonsepsi dan kategori tidak paham 2 mengenai konsep syarat-syarat terjadinya
konsep pada 15 butir soal three tiers multiple peristiwa interferensi yaitu sekitar 11%
choices. siswa paham konsep, 65% siswa
Data yang diperolah dari hasil penelitian mengalami miskonsepsi dan 24% siswa yang
yaitu miskonsepsi yang paling banyak yaitu tidak paham konsep. Soal nomor 10 terdapat
78 % terdapat pada soal nomor 1 dan nomor 62% siswa yang miskonsepsi mengenai
11. Soal nomor 1 mengenai konsep peristiwa konsep penambahan jarak kedua celah.

90
80
Persentase Kategori (%)

70
60
50
40
30
20
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nomor Soal

Paham Konsep Miskonsepsi Tidak Paham Konsep

Gambar 1. Persentase pemahaman konsep, mikonsepsi dan tidak paham konsep setiap butir soal

Pemahaman Konsep Berdasarkan ini digunakan sebagai acuan dalam melakukan


Indikator Pemahaman proses pembelajaran artinya seorang siswa
Indikator pembelajaran dalam materi diharapkan mampu mencapai tujuan
interferensi dan difraksi cahaya terbagi pembelajaran yang sudah ditetapkan dalam
kedalam 7 indikator. Indikator pembelajaran indikator pembelajaran.

30
Wafi Lutfia/ Unnes Physics Education Journal 9 (1) (2020)

80
70
Persentase Kategori (%) 60
50
40
30
20
10
0
1 2 3 4 5 6 7
Nomor Indikator

Paham Konsep Miskonsepsi Tidak Paham Konsep

Gambar 2. Persentase pemahaman konsep siswa pada setiap indikator

Indikator Menjelaskan Konsep Peristiwa mengalami kesulitan dalam memahami materi


Interferensi interferensi atau salah dalam memahami
Secara keseluruhan persentase jumlah konsep yang sebenarnya. Penyebab lainnya
siswa yang paham konsep, miskonsepsi dan yaitu dikarenakan siswa hanya menghafal
tidak paham konsep pada indikator syarat terjadinya intereferensi
menjelaskan konsep peristiwa interferensi tanpa memahami sebab- sebab dari terjadinya
yaitu sebesar 29,7 % siswa paham konsep; interferensi maksimum. Sehingga, apabila soal
50,3% siswa mengalami miskonsepsi dan divariasikan siswa menjadi kesulitan dalam
20% siswa tidak paham konsep. memahaminya.
Tingginya persentase siswa yang
mengalami miskonsepsi disebabkan karena B. Indikator Menjelaskan Interferensi Dua
siswa masih kesulitan dalam menjelaskan Celah Sempit
konsep peristiwa interferensi. Selain itu, Secara keseluruhan, persentase jumlah
pengetahuan yang siswa miliki tentang materi siswa yang paham konsep, miskonsepsi dan
sebelumnya terkait konsep gelombang masih tidak paham konsep pada indikator
rendah, sehingga siswa belum dapat menjelaskan interferensi dua celah sempit
menguasai konsep interferensi secara (percobaan Young) berturut-turut 69%, 21%
seutuhnya. dan 9,5%. Hasil tersebut menunjukan bahwa
pemahaman konsep siswa sudah cukup bagus
A. Indikator Menjelaskan Syarat Terjadinya yaitu di atas 60%, meskipun ada beberapa
Interferensi siswa yang masih mengalami miskonsepsi dan
Secara keseluruhan persentase jumlah tidak paham konsep.
siswa yang paham konsep, miskonsep dan Siswa yang mengalami miskonsepi
tidak paham konsep pada indikator dikarenakan salah menjawab pada bagian
menjelaskan syarat terjadinya interferensi alasan, hal in disebabkan oleh siswa yang
secara berturut- turut sebesar 11 %, 65% dan kurang cermat dalam memahami soal
24%. Berdasarkan hasil tersebut dapat sehingga siswa tidak tahu orde interferensi
diketahui bahwa persentase siswa yang keberapa yang tebentuk.
mengalami miskonsepsi menunjukan
persentase paling tinggi yaitu sebesar 65%. C. Indikator Menjelaskan Terjadinya
Miskonsepsi terjadi dikarenakan sebagian Interferensi Pada Lapisan Tipis
besar siswa masih memiliki kendala dalam Secara keseluruhan, persentase jumlah
pelaksanaan proses pembelajaran yang ada siswa yang paham konsep, miskonsepsi dan
dan pembacaan buku teks, sehingga siswa
31
Wafi Lutfia/ Unnes Physics Education Journal 9 (1) (2020)

tidak paham konsep pada indikator yang paham konsep memiliki selisih yang
menjelaskan terjadinya interferensi pada tidak terlalu jauh.
lapisan tipis berturut- turut sebesar 67%, 14% Hal ini dikarenakan sebagian siswa yang
dan 19%. Hasil tersebut menunjukkan salah dalam menentukan nilai orde
bahwa pemahaman konsep siswa sudah interferensi, hal tersebut menunjukan bahwa
cukup bagus yaitu di atas 60%, meskipun ada siswa belum memahami makna dari soal yang
beberapa yang masih mengalami miskonsepsi ditanyakan, dan juga siswa tidak menentukan
dan tidak paham konsep. lebar celah sebelum menentukan jarak antar
Siswa yang mengalami miskonsepsi garis terang kedua sehingga siswa tidak bisa
dikarenakan ketidaktepatan siswa dalam menemukan jawaban yang tepat.
memilih jawaban pada bagian inti dan alasan
namun siswa yakin dengan jawaban yang F. Indikator Menjelaskan Interferensi dan
dipilihnya. Kesalahan yang dialami oleh siswa Difraksi Secara Bersamaan
antara lain siswa kesulitan dalam menentukan Secara keseluruhan, persentase siswa
orde interferensi dan besarnya sudut. Hal ini yang paham konsep, miskonsepsi dan tidak
dikarenakana pada soal tidak dituliskan paham konsep pada indikator menjelaskan
dengan angka. interferensi dan difraksi secara bersamaan
berturut-turut sebesar 54%, 16% dan 30%.
D. Indikator Menjelaskan Pengertian Berdasarkan analisis jawaban siswa diperoleh
Difraksi Cahaya kesimpulan bahwa pemahaman konsep siswa
Secara keseluruhan, persentase jumlah sudah cukup bagus, yaitu 54%, namun
siswa yang paham konsep, miskonsepsi dan terdapat beberapa siswa yang mengalami
tidak paham konsep pada indikator miskonsepsi dan tidak paham konsep.
menjelaskan pengertian difraksi berturut- Miskonsepsi yang terjadi dikarenakan
turut sebesar 27%, 58,7% dan 14%. siswa kesulitan dalam memahami soal
Persentase siswa yang mengalami interferensi dan difraksi cahaya yang terjadi
miskonsepsi menunjukan persentase yang secara bersamaan, dan juga siswa tidak
paling tinggi yaitu sebesar 57%. mengatahui rumus perbandingan antara
Miskonsepsi yang dialami siswa ini peristiwa interferensi dan difraksi cahaya. Hal
disebabkan karena siswa intuisi dalam ini mengakibatkan siswa tidak dapat
kehidupan sehari-hari, namun ada juga yang menjawab soal pada bagian inti dan bagian
disebabkan karena siswa masih bingung alasan yang padahal saling berhubungan atau
dalam membedakan peristiwa interferensi keduanya saling terkait.
dan difraksi cahaya . Hal ini disebabkan siswa
hanya mengahafal pengertian dari difraksi Model Mental
cahaya, namun pada saat pelaksanaan tes Profil model mental siswa pada materi
siswa lupa, sehingga keliru dalam memilih interferensi dan difraksi cahaya ini
jawaban. mendeskripsikan bagaimana gambaran
umum hasil penelitian berupa pemahaman
E. Indikator Menjekaskan Difraksi Pada konsep yang dimiliki siswa. Berdasarkan hasil
Celah Sempit analisis data diperoleh model mental siswa
Secara keseluruhan, persentase jumlah hanya 2,38% tergolong model mental
siswa yang paham konsep, miskonsepsi dan konseptual, serta sisanya sebanyak 4,76%
tidak paham konsep pada indikator tidak memberikan respon; 41,67% mengalami
menjelaskan difraksi pada celah sempit miskonsepsi khusus dan 51,19% benar
berturut-turut sebesar 37%, 42% dan 21%. sebagian. Data tersebut menunjukan model
Berdasarkan hasil tersebut persentase siswa mental siswa kelas XI MIPA 2 pada materi
yang mengalami miskonsepsi dengan siswa interferensi dan difraksi cahaya sebagian
besar dalam bentuk model mental alternatif.
32
Wafi Lutfia/ Unnes Physics Education Journal 9 (1) (2020)

menganlisis pengaruh penambahan panjang


60
Persentase Kategori (%)

gelombang pada percobaan difraksi.


50
Miskonsepsi khusus paling tinggi sebesar
40 67% yaitu pada indikator 4 menjelaskan
30 terjadinya interferensi cahaya pada lapisan
20 tipis. Siswa memprediksi warna-warna pada
gelembung air sabun yang apabila terkena
10
sinar matahari disebabkan karena peristiwa
0
polarisasi cahaya sehingga terlihat berwana-
Tipe NR Tipe SM Tipe PC Tipe SC
warna seperti pelangi. Penjelasan lainnya
Gambar 3. Persentase profil model mental yaitu dikemukakan oleh siswa peristiwa
siswa tersebut merupakan peristiwa dispersi cahaya
dan karena memiliki panjang gelombang yang
Distribusi model konseptual siswa berbeda-beda maka akan terlihat berwarna-
tertinggi (17%) model mental tipe warni seperti pelangi. Berdasarkan analisis
Scientifically Corret (SC) 33% Tipe Partially jawaban hasil wawancara dengan siswa,
Correct (PC) dan 50% tipe Specific bahwa siswa masih bingung dengan
Misconceptions (SM). Beberapa konsep pengertian interferensi, difraksi, polarisasi
berkaitan dengan mendefinisikan peristiwa dan dispersi cahaya.
difraksi cahaya. Tingginya persentase yang Distribusi tipe model mental tertinggi
didapatkan siswa pada indikator tersebut berkaitan dengan tidak ada jawaban sebesar
dikarenakan pada saat proses pembelajaran (NR) 17%, memiliki model mental tipe Specific
siswa melakukan praktikum. Sehingga, siswa Misconceptions (SM) 42% dan 42% tipe
mempunyai pengalaman dan mampu Partially Correct (PC) terjadi pada indikator 1
menghubungkan konsep awal yang telah berkaitan dengan menjelaskan peristiwa
dimiliki siswa dengan pengalaman tersebut. interferensi cahaya. Kondisi ini terjadi karena
Namun, masih ada beberapa siswa yang siswa tidak mampu memberikan penjelasan
mengalami benar sebagian. Hal ini bagaimana peristiwa interferensi cahaya,
dikarenakan siswa yang belum paham utuh penjelasan dari siswa yang lainnya yaitu siswa
mengenai konsep peristiwa interferensi dan lupa mengenai syarat-syarat terjadinya
tidak mampu menghubungan dengan teori interferensi cahaya. Ketidakmampuan siswa
yang ada pada materi sebelumnya. dalam menjelaskan peristiwa interferensi
Sebagian besar materi fisika dalam disebabkan oleh kurangnya kemampuan
bentuk model mental benar sebagian, Model siswa dalam melakukan penalaran dan tidak
mental benar sebagian paling tinggi 75% tipe mampu menerapkan pengetahuan yang
Partially Correct (PC) dan 25% model mental dimiliki siswa berdasarkan pengetahuan
tipe Specific Misconceptions (SM). Konsep yang awalnya.
digunakan berkaitan dengan menganalisis
pengaruh penambahan panjang gelombang SIMPULAN
pada percobaan difraksi celah tunggal.
Tingginya persentase model mental benar Berdasarkan temuan hasil penelitian dan
sebagian dikarenakan kecenderungan siswa pembahasan, maka peneliti dapat menarik
hanya menghafal konsep, apabila soal kesimpulan sebagai berikut : (1) Pemahaman
divariasakan siswa menjadi kesulitan. konsep siswa kelas XI MIPA 2 SMA Kesatrian 2
Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa Semarang pada materi interferensi dan
secara garis besar siswa tidak memiliki difraksi cahaya termasuk dalam kategori
pemahaman konsep secara utuh dalam paham konsep sebesar 30%, miskonsepsi
48% dan tidak paham konsep 22 %; (2)

33
Wafi Lutfia/ Unnes Physics Education Journal 9 (1) (2020)

Miskonsepsi yang paling banyak yaitu 78% tingkatan surface. Tipe model mental yang
terdapat pada soal nomor 1 dan nomor 11. mengindisikan profil pemahaman konsep
Soal nomor 1 berkaitan dengan konsep berdasarkan kategori Sendur yaitu model
persitiwa interferensi dalam kehidupan mental ilmiah (Scientifically Correct, SC) yang
sehari-hari dan soal nomor 11 mengenai dimiliki siswa hanya mencapai 2,38%. Sisanya
konsep persamaan matematis untuk difraksi sebanyak 97,62% tergolong model mental
minimum. (3) Profil model mental siswa kelas alternatif. Terdiri atas 4,76% model mental
XI MIPA 2 di SMA Kesatrian 2 Semarang pada tipe NR (No Response), 41,67% model mental
materi interferensi dan difraksi cahaya tipe SM (Specific Misconceptions), dan 51,19%
berdasarkan tahapan metode SMD ( Surface, model mental tipe PC (Partially Correct).
Matching, and Deep Structure) termasuk pada

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2006). Dasar- Dasar Evaluasi Rahayu, S. (2013). Identifikasi Model Mental Siswa
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Kelas X SMAN 5 Yogyakarta Pada Materi
Hukum Newton Tentang Gerak.
Ifenthaler, D., Pirnay-Dummer, P., & Spector, J. M. Skripsi.Yogyakarta: Universitas Islam
(2008). Understanding Models for Kalijaga.
Learning and Instruction. New York:
Springer Science & Business Media, LLC. Rian, P. (2018). Kajian Literatur: Model Mental dan
Metode Evaluasinya. Jurnal pendidikan
Jansoon, N. Coll, R.k., & Somsook, E. Sains (JPS): Pascasarjana Universitas
(2009).“Understanding Mental Models Negeri Malang.
of Dilution in Thai Students”.
International Journal of Environmental & Saputri, D. R. (2017). Pengembangan Instrumen
Science Education. 4(2), 147-168. Penilaian Kemampuan Berpikir Kritis
Menggunakan Multi Representasi pada
Lin, J.W and Chiu, M.H . (2007). Exploring the Materi Gelombang. Skripsi. Jurusan
characteristics and Diverse Source of Fisika: Fakultas Matematika dan Ilmu
Students Mental models of Acid and Pengetahuan.
Based. International Journal Of
Science Education 25 (2) 771-803. Sendur, G., Toprak, M., & Pekmez, E. (4 Februari
https://www.tandfonline.com/doi/abs 2019). Analyzing of students’
/10.1080/09500690600855559. misconceptions about chemical
equilibrium. Makalah disajikan pada
Listiana, D. (2017). Analisis Pemahaman Diagram International Conference on New
Dan Grafik Materi Fisika Pada Siswa Trends in Education and Their
SMA. Skripsi. Semarang: UNNES. Implications, Antalya (Turkey).

Liu, Z., & Stasko, J. (2010). Mental Models,Visual Sudjana. (2011). Penilaian Hasil Proses Belajar
Reasoning, and Interaction in Mengajar. Bandung: Remaja
Information Visualization: A Top-Down Rosdakarya.
Perspective. IEEE Transactions on
Visualization and Computer Graphics. Suwarna. (2013). Analisis Miskonsepsi Siswa SMA
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed Kelas X pada Mata Pelajaran Fisika
/20975137 melalui CRI (Certainty of Response
Index) Termodifikasi. Jurnal Laporan
Nersessian, N. J. (2007). Mental Modeling in Lemlit Analisis Miskonsepsi Dosen
Conceptual Change Nancy J. Pendidikan Fisika FITK UIN Syarif
Hidayatullah. 5(2): 221.
Nersessian College of Computing Georgia Institute
of Technology.

34
Wafi Lutfia/ Unnes Physics Education Journal 9 (1) (2020)

Suwarto. (2013). Pengembangan Tes Diagnostik


Dalam Pembelajaran. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan


Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta.

Wang, C.Y. (2007). The Role of Mental- Modelling


Ability, Content Knowledge, and mental
models in general, chemistry students
Understanding about molecular polarity.
Disertasi. University of missouri-
Columbia.

Widiyanto, A., Eko. S., & Suci, P. (2018). Analisis


pemahaman konsep peserta didik
dengan instrumen four tier diagnostic
test pada materi gelombang mekanik.
Skripsi. Jurusan Fisika: Universitas K.H.
A. Wahab Hasbullah.

Yudani, N.W. (2018). Identifikasi Model Mental


Siswa Pada Materi Perpindahan Kalor di
SMA Negeri 5 Palu. Skripsi. Pendidikan
Fisika: Universitas Tadulako.

35

Anda mungkin juga menyukai