Anda di halaman 1dari 22

Proses Terjadinya Masalah

A. Definisi

 Waham adalah keyakinan tentang suatu pikiran yang kokoh, kuat, tidak sesuai dengan
kenyataan, tidak cocok dengan intelegensia dan latar belakang budaya, selalu dikemukakan
berulang-ulang dan berlebihan biarpun telah dibuktikan kemustahilannya atau kesalahannya
atau tidak benar secara umum. (Tim Keperawatan PSIK FK UNSRI, 2005).
 Waham adalah keyakinan keliru yang sangat kuat yang tidak dapat dikurangi dengan
menggunakan logika (Ann Isaac, 2004)
 Waham adalah keyakinan tentang suatu isi pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataannya
atau tidak cocok dengan intelegensia dan latar belakang kebudayaannya, biarpun dibuktikan
kemustahilannya (Maramis,W.F,1995)
 Waham adalah keyakinan yang salah dan menetap dan tidak dapat dibuktikan dalam
kenyataan (Harold I, 1998).

Kesimpulan:
Waham adalah keyakinan yang salah dan menetap dan selalu dikemukakan berulang-ulang.

B. Etiologi

Waham merupakan salah satu gangguan orientasi realitas. Gangguan orientasi realitas
adalah ketidakmampuan klien menilai dan berespons pada realitas. Klien tidak dapat
membedakan rangsangan internal dan eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan
kenyataan. Klien tidak mampu memberi respons secara akurat, sehingga tampak perilaku yang
sukar dimengerti dan mungkin menakutkan.
Gangguan orientasi realitas disebabkan oleh fungsi otak yang terganggu yaitu fungsi
kognitif dan isi fikir; fungsi persepsi, fungsi emosi, fungsi motorik dan fungsi sosial. Gangguan
pada fungsi kognitif dan persepsi mengakibatkan kemampuan menilai dan menilik terganggu.
Gangguan fungsi emosi, motorik dan sosial mengakibatkan kemampuan berespons terganggu
yang tampak dari perilaku non verbal (ekspresi muka, gerakan tubuh) dan perilaku verbal
(penampilan hubungan sosial). Oleh karena gangguan orientasi realitas terkait dengan fungsi
otak maka gangguan atau respons yang timbul disebut pula respons neurobiologik.

Proses terjadinya Waham


a. Individu diancam oleh lingkungan, cemas dan merasa sesuatu yang tidak
menyenangkan.
b. Individu mengingkari ancaman dari persepsi diri atau objek realitas yang
menyalahartikan kesan terhadap kejadian
c. Individu memproyeksikan pikiran, perasaan dan keinginan negative atau tidak dapat
diterima menjadi bagian eksternal
d. Individu memberikan pembenarn atau interpretasi personal tentang realita pada diri
sendiri atau orang lain.

C. Faktor Penyebab Terjadinya Waham

1.   Faktor Predisposisi
  Faktor Biologis
a.    Gangguan perkembangan otak, frontal dan temporal
b.    Lesi pada korteks frontal, temporal dan limbik
c.    Gangguan tumbuh kembang
d.    Kembar monozigot, lebih beresiko dari kembar dua telur
  Faktor Genetik
Gangguan orientasi realita yang ditemukan pada klien dengan skizoprenia
  Faktor Psikologis
a.    Ibu pengasuh yang cemas/over protektif, dingin, tidak sensitif
b.    Hubungan dengan ayah tidak dekat/perhatian yang berlebihan
c.    Konflik perkawinan
d.    Komunikasi “double bind”
  Sosial budaya
a.    Kemiskinan
b.    Ketidakharmonisan sosial 
c.    Stress yang menumpuk
2.   Faktor Presipitasi
  Stressor sosial budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas keluarga, perpisahan
dengan orang yang paling penting, atau diasingkan dari kelompok.
  Faktor biokimia
Penelitian tentang pengaruh dopamine, inorefinefrin, lindolomin, zat halusinogen diduga
berkaitan dengan orientasi realita
  Faktor psikologi
Intensitas kecemasan yang ekstrim dan menunjang disertai terbatasnya kemampuan
mengatasi masalah memungkinkan berkurangnya orientasi realiata

D. Jenis-jenis Waham

Menurut  Mayer Gross, waham dibagi 2 macam :


a.    Waham Primer
Timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa dari luar. Misal seseorang
merasa istrinya sedang selingkuh sebab ia melihat seekor cicak berjalan dan berhenti dua
kali.
b.    Waham Sekunder
Biasanya logis kedengarannya, dapat diikuti dan merupakan cara bagi penderita untuk
menerangkan gejala-gejala skizofrenia lainnya.

Ada beberapa jenis waham :


  Waham Kejar
Klien mempunyai keyakinan ada orang atau komplotan yang sedang mengganggunya atau
mengatakan bahwa ia sedang ditipu, dimata-matai atau kejelekannya sedang dibicarakan
  Waham Somatik
Keyakinan tentang (sebagian) tubuhnya yang tidak mungkin benar, umpamanya bahwa
ususnya sudah busuk, otaknya sudah cair, ada seekor kuda didalam perutnya.
  Waham Kebesaran
Klien meyakini bahwa ia mempunyai kekuatan, pendidikan, kepandaian atau kekayaan yang
luar biasa, umpamanya ia adalah Ratu Kecantikan, dapat membaca pikiran orang lain,
mempunyai puluhan rumah atau mobil.
  Waham Agama
Keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkan secara berulang-ulang
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
  Waham Dosa
Keyakinan bahwa ia telah berbuat dosa atau kesalahan yang besar, yang tidak dapat diampuni
atau bahwa ia bertanggung jawab atas suatu kejadian yang tidak baik, misalnya kecelakaan
keluarga, karena pikirannya yang tidak baik
  Waham Pengaruh
Yakin bahwa pikirannya, emosi atau perbuatannya diawasi atau dipengaruhi oleh orang lain
atau suatu kekuatan yang aneh
  Waham Curiga
Klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusah merugikan
atau mencederai dirinya yang disampaikan secara berulang-ulang dan tidak sesuai dengan
kenyataan
  Waham Nihilistik
Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia atau meninggal yang dinyatakan secara
berulang-ulang dan tidak sesuai dengan kenyataan
  Delusion of reference
Pikiran yang salah bahwa tingkah laku seseorang ada hubunganya dengan dirinya

E. Karakteristik atau Kriteria Waham

1.    Klien percaya bahwa keyakinannya benar


2.    Bersifat egosentris
3.    Tidak sesuai dengan rasio atau logika
4.    Klien hidup menurut wahamnya

F. Tanda dan Gejala

1.    Kognitif :
  Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata
  Individu sangat percaya pada keyakinannya
  Sulit berfikir realita
  Tidak mampu mengambil keputusan
2.    Afektif
  Situasi tidak sesuai dengan kenyataan
  Afek tumpul
3.    Prilaku dan Hubungan Sosial
  Hipersensitif
  Hubungan interpersonal dengan orang lain dangkal
  Depresif
  Ragu-ragu
  Mengancam secara verbal
  Aktifitas tidak tepat
  Streotif
  Impulsive
  Curiga

4.    Fisik
  Higiene kurang
  Muka pucat
  Sering menguap
  BB menurun
  Nafsu makan berkurang dan sulit tidur

G.   Rentang Respon

      Respon Adaptif                                                      


Respon Maldaptif

1.  Pikiran logis                1.  Kadang-kadang proses pikir            1.Gangguan proses
         Terganggu.                                     pikir waham
2.  Persepsi akurat            2.  Ilusi                                  2.  Kesukaran proses
                                                                                       emosi
3.  Emosi konsisten dengan   3                                        . Emosi berlebihan atau kurang     3.
Perilaku tidak
                                                                                       terorganisir
4.  Perilaku cocok            4.  Perilaku tidak biasa             4.  Isolasi sosial
5.  Hubungan sosial harmonis     5. Menarik diri                                   
                                  

III.  Pohon Masalah dan Analisa Data


a.    Pohon Masalah

Kerusakan komunikasi verbal

 
Perubahan isi pikir : waham agama  ( Core Problem)
 

Gangguan  Konsep Diri : Harga Diri Rendah

b.   Analisa Data
Data Masalah
Data Objektif : Kerusakan komunikasi verbal
Klien bicara kacau                        
Binggung
Pembicaraan berbelit-belit

Data Subjektif : Perubahan proses pikir : waham        


klien mengatakan hal-hal yang tidak sesuai
kenyataan
Klien mengatakan berulang kali  

Data Objektif :
Klien tampak binggung

Data Subjektif : Gangguan konsep diri berhubungan


Klien merasa malu berinteraksi dengan orang dengan harga diri rendah
lain
Data Objektif :
Ekspresi muka sedih dan murung

IV.  Masalah Keperawatan
1.    Kerusakan komunikasi verbal
2.    Perubahan isi pikir: waham kebesaran
3.    Gangguan konsep diri
V.   Diagnosa Keperawatan
1.    Kerusakan Komunikasi verbal b.d  waham kebesaran
2.    perubahan isi pikir: waham kebesaran b.d HDR

VI.  Rencana Tindakan Keperawatan


Kerusakan Komunikasi verbal b.d waham kebesaran
TUM     : Klien dapat mengontrol wahamnya sehingga komunikasi verbal dapat berjalan dengan baik
TUK 1   :            Klien dapat Membina Hubungan Saling Percaya
Intervensi :

1. Bina hubungan saling percaya:

  Salam terapetik, perkenalan diri,


  Jelaskan tujuan interaksi,
  Ciptakan lingkungan yang tenang,
  Buat kontrak yang jelas pada tiap pertemuan (topic, tempat dan waktu)

2. Jangan membantah dan mendukung klien

  Kata-kata perawat menerima keyakinan klien “saya menerima keyakinan anda” disertai
ekspresi  menerima
  Kata-kata perawat tidak mendukung disertai ”sukar bagi saya untuk mempercayainya” disertai
ekspresi ragu tapi empati
  Tidak membicarakan isi waham klien
3.    Yakinkan klien dalam keadaan aman dan terlindung
  Anda berada di tempat yang aman, kami akan menerima anda
  Gunakan keterbukaan dan kejujuran
  Jangan tinggalkan klien sendirian

TUK 2   : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki


Intervensi :

1. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistik


2. Diskusikan dengan klien tentang kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini
yang realistik, hati-hati terlibat dengan waham
3. Tanyakan apa yang bisa dilakukan (kaitkan dengan aktifitas sehari-hari) kemudian
anjurkan untuk melakukannya saat ini
4. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan waham tidak
ada.

      Perawat perlu memperlihatkan bahwa klien penting

TUK 3   : Klien dapat mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi


Intervensi
1.    Obsrvasi kebutuhan sehari-hari klien
2.    Diskusikan kebutuhan  klien yang tidak terpenuhi baik secara di rumah dan di RS (rasa takut,
ansietas, marah)
3.    Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dengan timbulnya waham
4.    Tingkat aktivitas  yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan waktu dan tenaga
(aktivitas dapat dipilih dan dibuat jadwal bersama dengan klien)
5.    Atur situai agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan wahamnya
TUK 4   : Klien dapat b.d realitas (realitas: diri, orang lain, tempat, waktu)
Intervensi :
1.    Berbicara dengan klien dalam konteks realitas
2.    Sertakan klien dalam TAK :TAK Orientasi Realita
3.    Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien

Perubahan isi pikir: waham kebesaran b.d HDR


TUM     : Klien dapat meningkatkan harga dirinya sehingga mampu mengendalikan wahamnya
TUK 1   :            Klien dapat Membina Hubungan Saling Percaya
Intervensi :
Bina hubungan saling percaya dengan :
1.    Salam terapetik, perkenalan diri,
2.    Jelaskan tujuan interaksi,
3.    Ciptakan lingkungan yang tenang,
4.    Buat kontrak yang jelas pada tiap pertemuan (topic, tempat dan waktu)

TUK 2   : Klien dapat mengenal perasaan yang menyebabkan harga diri rendah (HDR)
Intervensi :
1.    Kaji pengetahuan klien tentang HDR
2.    Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang penyebab HDR
3.    Diskusikan dengan klien  tentang HDR serta penyebab dan akibat yang mungkin muncul
4.    Beri penguatan positif pada kemampuan klien dalam mengungkapkan pendapatnya  tentang
HDR
5.    Bantu klien mengidentifikasi aspek positif tentang perasaannya

TUK 3   : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimilikinya
Intervensi :
1.    Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
2.    Hindarkan pemikiran penilaian negative, utamakan memeberikan pujian realistis

TUK 4   : Klien dapat menerapkan dan merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya
Intervensi :
1.    Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai dengan
kemampuannya
2.    Tingkatkan kegiatan sesuai dengan kondisi klien
3.    Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh dilakukan klien

TUK 5   :  Keluarga dapat membantu klien untuk berperilaku adaptif  terhadap lingkungan
Intervensi :
1.    Diskusikan dengan keluarga tentang bentuk dukungan yang perlu diberikan pada klien dengan
HDR
2.    Diskusikan dengan keluarga tentang cara merawat dan menghadapi klien dengan HDR

Rabu, 02 November 2011

ASKEP RESIKO BUNUH DIRI

ASKEP RESIKO BUNUH DIRI

A.    Pengertian

Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk menyakiti diri sendiri
atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam sumber lain dikatakan bahwa bunuh
diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada
kematian. Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah
kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan. (Stuart dan Sundeen, 1995.
Dikutip Fitria, Nita, 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program
S - 1 Keperawatan).

Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (Gail
w. Stuart, 2007. Dikutip Dez, Delicious, 2009. DEZ’S blok just another place to
share. http://dezlicious blogspot.com)

Bunuh diri adalah pikiran untuk menghilangkan nyawa sendiri (Ann Isaacs, 2004. Dikutip Dez,
Delicious, 2009. DEZ’S blok just another place to share. http://dezliciousblogspot.com)

Bunuh diri adalah ide, isyarat dan usaha bunuh diri, yang sering menyertai gangguan depresif
dan sering terjadi pada remaja (Harold Kaplan,1997. Dez, Delicious, 2009. DEZ’S blok just another place
to share. http://dezlicious blogspot.com)

B.     Etiologi

Menurut Fitria, Nita, 2009. Dalam buku Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S - 1 Keperawatan), etiologi dari resiko bunuh diri adalah :

a.       Faktor Predisposisi

Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif-diri sepanjang siklus
kehidupan adalah sebagai berikut :

1.      Diagnosis Psikiatrik

Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri mempunyai riwayat
gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan
bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.

2.      Sifat Kepribadian

Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri adalah antipati,
impulsif, dan depresi.

3.      Lingkungan Psikososial

Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah pengalaman kehilangan,
kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan, atau
bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social sangat penting dalam menciptakan intervensi yang
terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam
menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.

4.      Riwayat Keluarga

Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor penting yang dapat
menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
5.      Faktor Biokimia

Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi peningkatan zat-zat kimia yang
terdapat di dalam otak sepeti serotonin, adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat
dilihat melalui ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).

b.      Faktor Presipitasi

Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami oleh individu.
Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor lain yang dapat menjadi
pencetus adalah melihat atau membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri
ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.

c.       Perilaku Koping

Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat melakukan
perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri.
Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social maupun budaya. Struktur
social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku
bunuh diri. Isolasi social dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk
melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu menoleransi stress
dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang
melakukan tindakan bunuh diri.

d.      Mekanisme Koping

Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang berhubungan
dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization, regression,dan magical
thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping
alternatif.

Respon adaptif Respon maladaptif

Peningkatan diri Beresiko destruktif Destruktif diri tidak Pencederaan diri Bunuh diri
langsung

Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri mungkin
menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh
diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada diri seseorang.

C.    

Rentang Respons, YoseP, Iyus (2009)


a.       Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar terhadap
situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh seseorang mempertahankan diri dari
pendapatnya yang berbeda mengenai  loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerjanya.

b.      Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami perilaku destruktif
atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti
seseorang merasa patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan
padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.

c.       Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptif) terhadap
situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya, karena pandangan pimpinan
terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja
seenaknya dan tidak optimal.

d.      Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat hilangnya
harapan terhadap situasi yang ada.

e.       Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya hilang.

Perilaku bunuh diri menurut (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009) dibagi menjadi tiga
kategori yang sebagai berikut.

1.         Upaya bunuh diri (scucide attempt) yaitu sengaja kegiatan itu sampai tuntas akan menyebabkan
kematian. Kondisi ini terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan. Orang yang hanya
berniat melakukan upaya bunuh diri dan tidak benar-benar ingin mati mungkin akan mati jika tanda-
tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.

2.         Isyarat bunuh diri (suicide gesture) yaitu bunuh diri yang direncanakan untuk usaha mempengaruhi
perilaku orang lain.

3.                  Ancaman bunuh diri (suicide threat) yaitu suatu peringatan baik secara langsung verbal atau
nonverbal bahwa seseorang sedang mengupayakan bunuh diri. Orang tersebut mungkin
menunjukkan  secara verbal bahwa dia tidak akan ada di sekitar kita lagi atau juga mengungkapkan
secara nonverbal berupa pemberian hadiah, wasiat, dan sebagainya. Kurangnya respon positif dari
orang sekitar dapat dipersepsikan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
D.    Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009)

a.       Mempunyai ide untuk bunuh diri.

b.      Mengungkapkan keinginan untuk mati.

c.       Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.

d.      Impulsif.

e.       Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).

f.       Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.

g.      Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis mematikan).

h.      Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan mengasingkan diri).

i.        Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis dan
menyalahgunakan alcohol).

j.        Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).

k.      Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan dalam karier).

l.        Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.

m.    Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).

n.      Pekerjaan.

o.      Konflik interpersonal.

p.      Latar belakang keluarga.

q.      Orientasi seksual.

r.        Sumber-sumber personal.

s.       Sumber-sumber social.

t.        Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

E.     Terapi Aktivitas Kelompok, Riyadi, Surojo dan Purwanto Teguh (2009)

Model interpersonal
Tingkah laku (pikiran, perasaan dan tindakan) digambarkan melalui hubungan interpersonal dalam
kelompok. Pada model ini juga menggambarkan sebab akibat tingkah laku anggota, merupakan akibat
dari tingkah laku anggota yang lain. Terapist bekerja dengan individu dan kelompok, anggota belajar dari
interaksi antar anggota dan terapist. Melalui proses ini, tingkah laku atau kesalahan dapat dikoreksi dan
dipelajari.

F.     Data Fokus, Fitria, Nita (2009)

Masalah Keperawatan Data Fokus

Resiko bunuh diri Subjektif :

        Mengungkapkan keinginan bunuh diri.

        Mengungkapkan keinginan untuk mati.

        Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.

        Ada
riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya
dari keluarga.

        Berbicara
tentang kematian, menanyakan tentang dosis
obat yang mematikan.

        Mengungkapkan adanya konflik interpersonal.

        Mengungkapkan telah menjadi korban perilaku kekeasan


saat kecil.

Objektif :

        Impulsif.

        Menunujukkan
perilaku yang mencurigakan (biasanya
menjadi sangat patuh).

        Ada
riwayat panyakit mental (depesi, psikosis, dan
penyalahgunaan alcohol).

        Ada
riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau penyakit
terminal).

        Pengangguran
(tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau
kegagalan dalam karier).

        Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun.


       Status perkawinan yang tidak harmonis.

 Pengertian

Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya. Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2000),
bunuh diri memiliki 4 pengertian, antara lain:
1)         Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional

2)         Bunuh diri dilakukan dengan intensi

3)         Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri

4)         Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif), misalnya dengan tidak
meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau secara sengaja berada di rel kereta api.

Tanda dan gejala

1)         Sedih

2)         Marah

3)         Putus asa

4)         Tidak berdaya

5)         Memeberikan isyarat verbal maupun non verbal

2.      Penyebab

Penyebab terjadinya resiko bunuh diri salah satunya adalah karena gangguan konsep diri: harga
diri rendah

Menurut Schult & Videbeck (2003) gangguan harga diri rendah adalah penilaian negatif seseorang
terhadap diri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung.

Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri,
termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan. (Keliat, 2004).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa harga diri rendah adalah perasaan negatif terhadap diri sendiri
termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan yang diekspresikan
secara langsung maupun tidak langsung.

Tanda dan gejala
Menurut Carpenito dan Keliat tanda dan gejalanya adalah:

a.          Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap penyakit. Misalnya : malu
dan sedih karena rambut jadi botak setelah mendapat terapi sinar pada kanker

b.         Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi jika saya segera ke rumah sakit,
menyalahkan/ mengejek dan mengkritik diri sendiri.

c.          Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya orang bodoh dan tidak tahu apa-
apa

d.         Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu dengan orang lain, lebih suka
sendiri.

e.          Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang memilih alternatif tindakan.

f.          Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien ingin mengakhiri
kehidupan

3.      Akibat

Klien dengan resiko bunuh diri dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya atau mencederai
dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang lain, memecahkan perabot,
membakar rumah, dll.

Tanda dan gejala:

a.       Memperlihatkan permusuhan.

b.      Keras dan menuntut.

c.       Mendekati orang lain dengan ancaman.

d.      Memberi kata-kata ancaman.

e.       Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan.

f.       Rencana melukai diri sendiri dan orang lain

 
 
C.    POHON MASALAH

Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Resiko bunuh diri

Harga diri rendah

D.    MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1.            Masalah keperawatan

1)         Gangguan konsep diri : harga diri rendah

2)         Resiko bunuh diri

3)         Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

2.            Data yang perlu dikaji

1)         Resiko bunuh diri

DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup.

DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuhdiri.

2)         Gangguan konsep diri : harga diri rendah

a.    Data subjektif

a)            Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya

b)            Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli


c)            Mengungkapkan tidak bisa apa-apa

d)           Mengungkapkan dirinya tidak berguna

e)            Mengkritik diri sendiri

b.   Data objektif

a)            Merusak diri sendiri

b)            Merusak orang lain

c)            Menarik diri dari hubungan sosial

d)           Tampak mudah tersinggung

e)            Tidak mau makan dan tidak tidur

3)         Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

a. Data subyektif

Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, ingin membakar atau
mengacak-acak lingkungannya.

b. Data obyektif

Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan kekerasan pada orang-
orang disekitarnya.

E.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko bunuh diri
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah (HDR)

F.     RENCANA TINDAKAN KEPERAWTAN


Diagnosa 1 : Resiko bunuh diri

Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri

Tujuan khusus :

1)         Klien dapat membina hubungan saling percaya


        Tindakan:

a.          Perkenalkan diri dengan klien

b.         Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.

c.          Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.

d.         Bersifat hangat dan bersahabat.

e.          Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.

2)         Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri

Tindakan :

a.          Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain
lain).

b.         Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.

c.          Awasi klien secara ketat setiap saat.

3)         Klien dapat mengekspresikan perasaannya

Tindakan:

a.          Dengarkan keluhan yang dirasakan.

b.         Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan.

c.          Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapannya.

d.         Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian, dan lain lain.

e.          Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk hidup.

4)         Klien dapat meningkatkan harga diri

Tindakan:

a.          Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.

b.         Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.

c.          Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan antar sesama,    keyakinan, hal hal
untuk diselesaikan).

5)         Klien dapat menggunakan koping yang adaptif


Tindakan:

a.          Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang menyenangkan setiap hari (misal :
berjalan-jalan, membaca buku favorit, menulis surat dll.)

b.         Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan pentingnya terhadap kehidupan
orang lain, mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan.

c.          Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai suatu masalah dan atau
penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut
dengan koping yang efektif

Diagnosa 2 : Gangguan konsep diri : harga diri rendah

Tujuan umum :

meningkatkan kepercayaan diri pasien

Tujuan khusus :

1.   Klien dapat membina hubungan saling percaya.

     Tindakan:

1.1.      Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan
interaksi.

1.2.      Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.

1.3.      Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

2.   Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.

Tindakan:

2.1        Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

2.2        Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien

2.3        Utamakan pemberian pujian yang realitas

3.   Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri dan keluarga

Tindakan:

3.1        Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

3.2        Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah


4.   Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan yang dimiliki

Tindakan :

4.1.      Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.

4.2.      Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.

4.3.      Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien

5.   Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan

Tindakan :

5.1.      Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan

5.2.      Beri pujian atas keberhasilan klien

5.3.      Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

6.   Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada

Tindakan :

6.1        Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien

6.2        Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat

6.3        Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah

6.4        Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan Jiwa.

Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC

Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC

Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta : Momedia

Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah Keperawatan. Jakarta
: CV Sagung Seto

Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC

Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006. Jakarta : Prima Medika.

Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.

Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.

Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan Psikiatri edisi 3.
Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai