A. Definisi
Waham adalah keyakinan tentang suatu pikiran yang kokoh, kuat, tidak sesuai dengan
kenyataan, tidak cocok dengan intelegensia dan latar belakang budaya, selalu dikemukakan
berulang-ulang dan berlebihan biarpun telah dibuktikan kemustahilannya atau kesalahannya
atau tidak benar secara umum. (Tim Keperawatan PSIK FK UNSRI, 2005).
Waham adalah keyakinan keliru yang sangat kuat yang tidak dapat dikurangi dengan
menggunakan logika (Ann Isaac, 2004)
Waham adalah keyakinan tentang suatu isi pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataannya
atau tidak cocok dengan intelegensia dan latar belakang kebudayaannya, biarpun dibuktikan
kemustahilannya (Maramis,W.F,1995)
Waham adalah keyakinan yang salah dan menetap dan tidak dapat dibuktikan dalam
kenyataan (Harold I, 1998).
Kesimpulan:
Waham adalah keyakinan yang salah dan menetap dan selalu dikemukakan berulang-ulang.
B. Etiologi
Waham merupakan salah satu gangguan orientasi realitas. Gangguan orientasi realitas
adalah ketidakmampuan klien menilai dan berespons pada realitas. Klien tidak dapat
membedakan rangsangan internal dan eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan
kenyataan. Klien tidak mampu memberi respons secara akurat, sehingga tampak perilaku yang
sukar dimengerti dan mungkin menakutkan.
Gangguan orientasi realitas disebabkan oleh fungsi otak yang terganggu yaitu fungsi
kognitif dan isi fikir; fungsi persepsi, fungsi emosi, fungsi motorik dan fungsi sosial. Gangguan
pada fungsi kognitif dan persepsi mengakibatkan kemampuan menilai dan menilik terganggu.
Gangguan fungsi emosi, motorik dan sosial mengakibatkan kemampuan berespons terganggu
yang tampak dari perilaku non verbal (ekspresi muka, gerakan tubuh) dan perilaku verbal
(penampilan hubungan sosial). Oleh karena gangguan orientasi realitas terkait dengan fungsi
otak maka gangguan atau respons yang timbul disebut pula respons neurobiologik.
1. Faktor Predisposisi
Faktor Biologis
a. Gangguan perkembangan otak, frontal dan temporal
b. Lesi pada korteks frontal, temporal dan limbik
c. Gangguan tumbuh kembang
d. Kembar monozigot, lebih beresiko dari kembar dua telur
Faktor Genetik
Gangguan orientasi realita yang ditemukan pada klien dengan skizoprenia
Faktor Psikologis
a. Ibu pengasuh yang cemas/over protektif, dingin, tidak sensitif
b. Hubungan dengan ayah tidak dekat/perhatian yang berlebihan
c. Konflik perkawinan
d. Komunikasi “double bind”
Sosial budaya
a. Kemiskinan
b. Ketidakharmonisan sosial
c. Stress yang menumpuk
2. Faktor Presipitasi
Stressor sosial budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas keluarga, perpisahan
dengan orang yang paling penting, atau diasingkan dari kelompok.
Faktor biokimia
Penelitian tentang pengaruh dopamine, inorefinefrin, lindolomin, zat halusinogen diduga
berkaitan dengan orientasi realita
Faktor psikologi
Intensitas kecemasan yang ekstrim dan menunjang disertai terbatasnya kemampuan
mengatasi masalah memungkinkan berkurangnya orientasi realiata
D. Jenis-jenis Waham
1. Kognitif :
Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata
Individu sangat percaya pada keyakinannya
Sulit berfikir realita
Tidak mampu mengambil keputusan
2. Afektif
Situasi tidak sesuai dengan kenyataan
Afek tumpul
3. Prilaku dan Hubungan Sosial
Hipersensitif
Hubungan interpersonal dengan orang lain dangkal
Depresif
Ragu-ragu
Mengancam secara verbal
Aktifitas tidak tepat
Streotif
Impulsive
Curiga
4. Fisik
Higiene kurang
Muka pucat
Sering menguap
BB menurun
Nafsu makan berkurang dan sulit tidur
G. Rentang Respon
1. Pikiran logis 1. Kadang-kadang proses pikir 1.Gangguan proses
Terganggu. pikir waham
2. Persepsi akurat 2. Ilusi 2. Kesukaran proses
emosi
3. Emosi konsisten dengan 3 . Emosi berlebihan atau kurang 3.
Perilaku tidak
terorganisir
4. Perilaku cocok 4. Perilaku tidak biasa 4. Isolasi sosial
5. Hubungan sosial harmonis 5. Menarik diri
Perubahan isi pikir : waham agama ( Core Problem)
b. Analisa Data
Data Masalah
Data Objektif : Kerusakan komunikasi verbal
Klien bicara kacau
Binggung
Pembicaraan berbelit-belit
Data Objektif :
Klien tampak binggung
IV. Masalah Keperawatan
1. Kerusakan komunikasi verbal
2. Perubahan isi pikir: waham kebesaran
3. Gangguan konsep diri
V. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan Komunikasi verbal b.d waham kebesaran
2. perubahan isi pikir: waham kebesaran b.d HDR
Kata-kata perawat menerima keyakinan klien “saya menerima keyakinan anda” disertai
ekspresi menerima
Kata-kata perawat tidak mendukung disertai ”sukar bagi saya untuk mempercayainya” disertai
ekspresi ragu tapi empati
Tidak membicarakan isi waham klien
3. Yakinkan klien dalam keadaan aman dan terlindung
Anda berada di tempat yang aman, kami akan menerima anda
Gunakan keterbukaan dan kejujuran
Jangan tinggalkan klien sendirian
TUK 2 : Klien dapat mengenal perasaan yang menyebabkan harga diri rendah (HDR)
Intervensi :
1. Kaji pengetahuan klien tentang HDR
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang penyebab HDR
3. Diskusikan dengan klien tentang HDR serta penyebab dan akibat yang mungkin muncul
4. Beri penguatan positif pada kemampuan klien dalam mengungkapkan pendapatnya tentang
HDR
5. Bantu klien mengidentifikasi aspek positif tentang perasaannya
TUK 3 : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimilikinya
Intervensi :
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
2. Hindarkan pemikiran penilaian negative, utamakan memeberikan pujian realistis
TUK 4 : Klien dapat menerapkan dan merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya
Intervensi :
1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai dengan
kemampuannya
2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan kondisi klien
3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh dilakukan klien
TUK 5 : Keluarga dapat membantu klien untuk berperilaku adaptif terhadap lingkungan
Intervensi :
1. Diskusikan dengan keluarga tentang bentuk dukungan yang perlu diberikan pada klien dengan
HDR
2. Diskusikan dengan keluarga tentang cara merawat dan menghadapi klien dengan HDR
A. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk menyakiti diri sendiri
atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam sumber lain dikatakan bahwa bunuh
diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada
kematian. Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah
kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan. (Stuart dan Sundeen, 1995.
Dikutip Fitria, Nita, 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program
S - 1 Keperawatan).
Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (Gail
w. Stuart, 2007. Dikutip Dez, Delicious, 2009. DEZ’S blok just another place to
share. http://dezlicious blogspot.com)
Bunuh diri adalah pikiran untuk menghilangkan nyawa sendiri (Ann Isaacs, 2004. Dikutip Dez,
Delicious, 2009. DEZ’S blok just another place to share. http://dezliciousblogspot.com)
Bunuh diri adalah ide, isyarat dan usaha bunuh diri, yang sering menyertai gangguan depresif
dan sering terjadi pada remaja (Harold Kaplan,1997. Dez, Delicious, 2009. DEZ’S blok just another place
to share. http://dezlicious blogspot.com)
B. Etiologi
Menurut Fitria, Nita, 2009. Dalam buku Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S - 1 Keperawatan), etiologi dari resiko bunuh diri adalah :
a. Faktor Predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif-diri sepanjang siklus
kehidupan adalah sebagai berikut :
1. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri mempunyai riwayat
gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan
bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri adalah antipati,
impulsif, dan depresi.
3. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah pengalaman kehilangan,
kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan, atau
bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social sangat penting dalam menciptakan intervensi yang
terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam
menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.
4. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor penting yang dapat
menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
5. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi peningkatan zat-zat kimia yang
terdapat di dalam otak sepeti serotonin, adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat
dilihat melalui ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).
b. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami oleh individu.
Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor lain yang dapat menjadi
pencetus adalah melihat atau membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri
ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.
c. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat melakukan
perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri.
Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social maupun budaya. Struktur
social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku
bunuh diri. Isolasi social dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk
melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu menoleransi stress
dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang
melakukan tindakan bunuh diri.
d. Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang berhubungan
dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization, regression,dan magical
thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping
alternatif.
Peningkatan diri Beresiko destruktif Destruktif diri tidak Pencederaan diri Bunuh diri
langsung
Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri mungkin
menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh
diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada diri seseorang.
C.
b. Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami perilaku destruktif
atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti
seseorang merasa patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan
padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptif) terhadap
situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya, karena pandangan pimpinan
terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja
seenaknya dan tidak optimal.
d. Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat hilangnya
harapan terhadap situasi yang ada.
e. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya hilang.
Perilaku bunuh diri menurut (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009) dibagi menjadi tiga
kategori yang sebagai berikut.
1. Upaya bunuh diri (scucide attempt) yaitu sengaja kegiatan itu sampai tuntas akan menyebabkan
kematian. Kondisi ini terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan. Orang yang hanya
berniat melakukan upaya bunuh diri dan tidak benar-benar ingin mati mungkin akan mati jika tanda-
tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.
2. Isyarat bunuh diri (suicide gesture) yaitu bunuh diri yang direncanakan untuk usaha mempengaruhi
perilaku orang lain.
3. Ancaman bunuh diri (suicide threat) yaitu suatu peringatan baik secara langsung verbal atau
nonverbal bahwa seseorang sedang mengupayakan bunuh diri. Orang tersebut mungkin
menunjukkan secara verbal bahwa dia tidak akan ada di sekitar kita lagi atau juga mengungkapkan
secara nonverbal berupa pemberian hadiah, wasiat, dan sebagainya. Kurangnya respon positif dari
orang sekitar dapat dipersepsikan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
D. Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009)
d. Impulsif.
g. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis mematikan).
h. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan mengasingkan diri).
i. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis dan
menyalahgunakan alcohol).
j. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
k. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan dalam karier).
n. Pekerjaan.
o. Konflik interpersonal.
q. Orientasi seksual.
r. Sumber-sumber personal.
s. Sumber-sumber social.
Model interpersonal
Tingkah laku (pikiran, perasaan dan tindakan) digambarkan melalui hubungan interpersonal dalam
kelompok. Pada model ini juga menggambarkan sebab akibat tingkah laku anggota, merupakan akibat
dari tingkah laku anggota yang lain. Terapist bekerja dengan individu dan kelompok, anggota belajar dari
interaksi antar anggota dan terapist. Melalui proses ini, tingkah laku atau kesalahan dapat dikoreksi dan
dipelajari.
Ada
riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya
dari keluarga.
Berbicara
tentang kematian, menanyakan tentang dosis
obat yang mematikan.
Objektif :
Impulsif.
Menunujukkan
perilaku yang mencurigakan (biasanya
menjadi sangat patuh).
Ada
riwayat panyakit mental (depesi, psikosis, dan
penyalahgunaan alcohol).
Ada
riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau penyakit
terminal).
Pengangguran
(tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau
kegagalan dalam karier).
Pengertian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya. Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2000),
bunuh diri memiliki 4 pengertian, antara lain:
1) Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
4) Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif), misalnya dengan tidak
meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau secara sengaja berada di rel kereta api.
1) Sedih
2) Marah
3) Putus asa
4) Tidak berdaya
2. Penyebab
Penyebab terjadinya resiko bunuh diri salah satunya adalah karena gangguan konsep diri: harga
diri rendah
Menurut Schult & Videbeck (2003) gangguan harga diri rendah adalah penilaian negatif seseorang
terhadap diri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung.
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri,
termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan. (Keliat, 2004).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa harga diri rendah adalah perasaan negatif terhadap diri sendiri
termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan yang diekspresikan
secara langsung maupun tidak langsung.
Tanda dan gejala
Menurut Carpenito dan Keliat tanda dan gejalanya adalah:
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap penyakit. Misalnya : malu
dan sedih karena rambut jadi botak setelah mendapat terapi sinar pada kanker
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi jika saya segera ke rumah sakit,
menyalahkan/ mengejek dan mengkritik diri sendiri.
c. Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya orang bodoh dan tidak tahu apa-
apa
d. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu dengan orang lain, lebih suka
sendiri.
e. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang memilih alternatif tindakan.
f. Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien ingin mengakhiri
kehidupan
3. Akibat
Klien dengan resiko bunuh diri dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya atau mencederai
dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang lain, memecahkan perabot,
membakar rumah, dll.
a. Memperlihatkan permusuhan.
C. POHON MASALAH
DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup.
DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuhdiri.
a. Data subjektif
e) Mengkritik diri sendiri
b. Data objektif
a. Data subyektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, ingin membakar atau
mengacak-acak lingkungannya.
b. Data obyektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan kekerasan pada orang-
orang disekitarnya.
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko bunuh diri
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah (HDR)
Tujuan khusus :
Tindakan :
a. Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain
lain).
b. Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
Tindakan:
d. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian, dan lain lain.
e. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk hidup.
Tindakan:
c. Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan antar sesama, keyakinan, hal hal
untuk diselesaikan).
a. Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang menyenangkan setiap hari (misal :
berjalan-jalan, membaca buku favorit, menulis surat dll.)
b. Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan pentingnya terhadap kehidupan
orang lain, mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan.
c. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai suatu masalah dan atau
penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut
dengan koping yang efektif
Tujuan umum :
Tujuan khusus :
Tindakan:
1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan
interaksi.
Tindakan:
3. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri dan keluarga
Tindakan:
Tindakan :
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.
Tindakan :
Tindakan :
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta : Momedia
Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah Keperawatan. Jakarta
: CV Sagung Seto
Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006. Jakarta : Prima Medika.
Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan Psikiatri edisi 3.
Jakarta. EGC