Anda di halaman 1dari 10

PENGGUNAAN METODE DEMONSTRASI UNTUK MENINGKATKAN

KEBERSIHAN KUKU SISWA TUNAGRAHITA KELAS IV

OLEH :

Nama : Gunawan Syahdi Putra


NIM :

Prodi Pendidikan

Khusus Fakultas Ilmu

Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Mahakarya


Aceh
1. PENDAHULUAN
Anak kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan mengalami

kelainan atau penyimpangan dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya

dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusianya sangat berbeda sehingga

mempunyai kekhusukan dari segi kebutuhan dan layanan kesehatan, kebutuhan

pendidikan khusus, pendidikan layanan khusus, pendidikan inklusi kebutuhan akan

kesejahteraan sosial dan bantuan social (Wardani, 2013). World Report on

Disability (WHO, 2011) menyatakan bahwa 80% jumlah penyandang disabilitas di

dunia berada di kalangan negara-negara berkembang. Health Survey dan GLobal

Burden of Disease mencatat pada tahun 2004 terdapat 15,3 % populasi dunia

(sekitar 978 juta orang dari 6,4 milyar estimasi jumlah penduduk tahun 2004)

mengalami disabilitas sedang atau parah dan 2,9 % atau sekitar 185 juta mengalami

disabilitas parah. Pada populasi usia 0-14 tahun prevalensinya berturut-turut adalah

5,1% (93 juta orang) dan 0,7% (13 juta orang). Populasi usia lebih dari 15 tahun

yang mengalami disabilitas sebesar 19,4% (892 juta orang) dan 3,8 % (175 juta

orang).

Masalah yang ditemukan pada anak disabilitas dengan keterbatasan

intelektual, adanya ketidakmampuan dalam mengontrol emosional dan sosial,

reaksi yang lambat, rentang perhatian pendek, dan ketidakmampuan untuk 3

melakukan aktifitas sehari-harinya terutama pada hal merawat Personal Hygene

(Maria et al. 2013). Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SLB Musara Ate

tentang personal hygene pada siswa berkebutuhan khusus, sebagian besar masih

belum menyadari tentang menjaga kebersihan dirinya, terbukti masih banyak siswa
yang memiliki kuku yang panjang dan kotor, terlihat gigi kotor, selain itu siswa

juga tidak mencuci tangan sebelum makan/jajan. Akibat dari perilaku tidak

mencuci tangan tersebut dapat menimbulkan berbagai macam penyakit.


2. PEMBAHASAN
Anak kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan mengalami

kelainan atau penyimpangan dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya

dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusianya sangat berbeda sehingga

mempunyai kekhusukan dari segi kebutuhan dan layanan kesehatan, kebutuhan

pendidikan khusus, pendidikan layanan khusus, pendidikan inklusi kebutuhan akan

kesejahteraan sosial dan bantuan social (Wardani, 2013).

World Report on Disability (WHO, 2011) menyatakan bahwa 80% jumlah

penyandang disabilitas di dunia berada di kalangan negara-negara berkembang.

Health Survey dan GLobal Burden of Disease mencatat pada tahun 2004 terdapat

15,3 % populasi dunia (sekitar 978 juta orang dari 6,4 milyar estimasi jumlah

penduduk tahun 2004) mengalami disabilitas sedang atau parah dan 2,9 % atau

sekitar 185 juta mengalami disabilitas parah. Pada populasi usia 0-14 tahun

prevalensinya berturut-turut adalah 5,1% (93 juta orang) dan 0,7% (13 juta orang).

Populasi usia lebih dari 15 tahun yang mengalami disabilitas sebesar 19,4% (892

juta orang) dan 3,8 % (175 juta orang).

Masalah yang ditemukan pada anak disabilitas dengan keterbatasan

intelektual, adanya ketidakmampuan dalam mengontrol emosional dan sosial,

reaksi yang lambat, rentang perhatian pendek, dan ketidakmampuan untuk 3

melakukan aktifitas sehari-harinya terutama pada hal merawat Personal Hygene

(Maria et al. 2013). Penelitian yang dilakukan di negara berkembang oleh ( United

Nations Children’s Fund) UNICEF dan University of Wiconsin (2008) menunjukan

bahwa pemantauan kondisi kesehatan pada wanita dan anak-anak sebanyak 52,4%
anak usia 6-9 tahun yang berada di sekolah dan mengalami disability tidak mampu

melakukan aktifitas personal hygene secara mandiri, hal tersebut membuktikan

bahwa kemandirian anak disabilitas masih sangat bergantung pada orangtuanya.

Menurut (Mahatfi, 2015) bahwa pola asuh yang diberikan oleh orangtua berperan

penting dalam kemandirian anak. Hal ini sesuai dengan penelitian (Moh schohib,

2010) Pola asuh orangtua mempengaruhi Personal Hygene anak disabilitas dimana

anak tersebut memiliki kemandirian yang terbatas khususnya pada kemampuan

melakukan Personal Hygene sendiri. Mereka masih membutuhkan bantuan orang

lain dalam melakukan aktifitasnya. Dalam hal ini, Mundhenke et al.(2014)

menyebutkan bahwa perlunya dukungan dan peran dari orangtua, guru maupun

pihak terkait untuk mengoptimalkan kemampuan anak disabilitas dalam

kemandirian Personal Hygene

Kemenkes RI (2010), mendefenisikan Personal hygiene merupakan

perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan, baik

secara fisik maupun secara fisiologis. Pemenuhan perawatan diri dipengaruhi

berbagai faktor, diantaranya budaya, nilai sosial pada individu atau keluarga,

pemenuhan terhadap perawatan diri, serta persepsi terhadap perawatan diri upaya

yang dilakukan individu untuk menjaga kebersihan pribadinya agar terhindar dari

penyakit.

Hygiene perorangan merupakan upaya untuk menjaga kesehatan yang

dilakukan oleh individu maupun kelompok dengan cara menjaga hygiene

perorangan dan mengendalikan keadaan lingkungan sekitarnya. Hygiene

perorangan ini meliputi hygiene kulit, kuku, kaki dan tangan, rambut, mulut dan

gigi, mata, serta telinga dan hidung. Menjaga hygiene kuku, kaki, dan tangan
sangatlah penting dilakukan untuk menghindari segala penyakit. Kuman penyakit

dapat masuk ke dalam tubuh melalui kuku, kaki dan tangan yang tidak bersih. Kuku

yang panjang dan tidak terawat memudahkan telur cacing menempel di bawah kuku

yang dapat mengakibatkan kecacingan (Nursalam, 2013).

Personal hygiene yang tidak baik 4 akan mempermudah tubuh terserang

berbagai penyakit. Personal hygiene yang dimaksud mencakup perawatan

kebersihan kulit kepala dan rambut, mata, hidung, telinga, kuku kaki dan tangan,

kulit, dan perawatan tubuh secara keseluruhan (Tarwoto dan Wartonah, 2006).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Rahmawati, 2011) bahwa anak

disabilitas tingkat kemampuan personal hygene masih rendah sebanyak 61,6% dan

sisanya 38,4% telah melakukan personal hygene dengan baik. Penyebab personal

hygene yang rendah karena mereka belum memiliki kesadaran dan keterampilan

dalam hal kebersihan diri. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa personal

hygene yang kurang dapat mempengaruhi masalah kesehatanpada anak disabilitas.

Menurut Limeres, J., F. Martínez, J. F. Feijoo, I. Ramos, A. Liñares, and P. Diz

(2014) dampak dari personal hygene menimbulkan masalah kesehatan dan berbagai

macam penyakit seperti kerusakan gigi. Penelitian yang dilakukan oleh Mazecaite-

Vaitilaviciene, Laura, and Janine Owens, (2018) dengan metode retrospektif

disebutkan bahwa kesehatan gigi pada disabilitas di Lithuania sangat buruk yaitu

Sebagian besar disabilitas memiliki gigi yang rusak, kemudian penyakit kulit,

kerusakan rongga mulut, kelainan erupsi gigi dan trauma, penyakit tipus dan diare.

Kemampuan peserta didik dalam merawat kebersihan diri terutama di

bagian kebersihan kuku sangat lah rendah, dimna peserta didik belum mengetahui

bagaimana Langkah-langkah atau tata cara dalam membersihkan dan merawat kuku
mereka dengan baik dan benar, dengan adanya metode pembelajaran dengan

menggunakan metode Demostrasi atau metode secara langsung mengajarkan ke

peseta didik, sehingga peserta didik lebih memahami tata cara dalam

membersihkan kuku dengan baik dan benar.

3. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SLB Musara Ate tentang

personal hygene pada siswa berkebutuhan khusus, sebagian besar masih belum

menyadari tentang menjaga kebersihan dirinya, terbukti masih banyak siswa

yang memiliki kuku yang panjang dan kotor, terlihat gigi kotor, selain itu siswa

juga tidak mencuci tangan sebelum dan setelah makan/jajan. Akibat dari

perilaku tidak mencuci tangan tersebut dapat menimbulkan berbagai macam

penyakit. Anak disabilitas pada umumnya sangat rentan terhadap penyakit

maka perlu adanya proses belajar mengajar yang menggunakan metode

Demostrasi bertujuan agar peserta didik dapat memperagakan bagaimana tata

cara dalam membersihkan kuku mereka secara mandiri.

1. Manfaat Bagi Siswa


Sebagai bahan pembelajaran yang bermanfaat untuk meningkatkan
kemampuan siswa tunagrahita untuk dapat memahami dan memperagakan
bagaimana cara membersihkan kuku dengan baik dan benar secara
mandiri.
2. Manfaat Bagi Guru
Sebagai media pembelajaran dan sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan
pengalaman dalam memberikan pendidikan kesehatan menggunakan
metode demostrasi
3. Manfaat bagi sekolah
Diharapkan sekolah dapat menerapkan metode pembelajran sesuai dengan
kebutuhan peserta didik dalam meningkatkan komunikasi yang baik
sehingga terjalin hubungan yang baik antar sesama teman tunagrahita. Dan
meningkatkan kualitas pembelajaran yang lebih optimal
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI. (2018). Potret Sehat Indonesia dari Riskesdas 2018. Jakarta. Diakses
dari http://www.depkes.go.id/article/view/18110200003/potret-sehat-indonesia-
dari-riskesdas-2018.html pada 27 Oktober 2022, Jam : 11.00 WIB.

Limeres, J., F. Martínez, J. F. Feijoo, I. Ramos, A. Liñares, and P. Diz. (2014). A New
Indicator of the Oral Hygiene Habits of Disabled Persons: Relevance of the
Carer’s Personal Appearance and Interest in Oral Health. International Journal
of Dental Hygiene 12 (2): 121–26. https://doi.org/10.1111/idh.12033.

Mahatfi, A. D. (2015). Korelasi Antara Pola Asuh Orangtua Dengan Kecerdasan


Emosi Siswa Seolah Dasar Kelas V Segugus 1 Kecamatan Panjaitan Kabupaten
Kulon Progo. Skripsi. Yogyakarta : Faultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Yogyakarta.

Maria, C., Pereira, G., Maria De, S., & Faria, M .(2013). Emotional Development in
Children with Intellectual Disability — A Comparative Approach with "Normal"
Children. Journal of Modern Education Review, 3(2), 2155–7993.

Mazecaite-Vaitilaviciene, Laura, and Janine Owens. (2018). Children with Disabilities


at Risk of Poor Oral Health in the Republic of Lithuania: A Retrospective
Descriptive Service Evaluation. World Medical and Health Policy 10 (3): 246–
58. https://doi.org/10.1002/wmh3.275.

Mundhenke, Lotta, Liselotte Hermansson, Qvist Na, and Birgitta Sjo.


(2014).Experiences of Swedish Children with Disabilities: Activities and Social
Support in Daily Life. Scandinavian Journal of Occupational Therapy, 17, 130-
139.no. June 2009.

Nursalam.. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis.


Jakarta: Salemba Medika.

Ramawati. (2011). Faktor-faktor yang behubungan dengan kemampuan perwatan diri


anak tuna grahita di kabupaten Banyumas Jawa Tengah. (Unpublished Tesis),
Univesitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai