Anda di halaman 1dari 7

PROPOSAL SKRIPSI

PENGEMBANGAN TEST TTMC BERBASIS KONTEKSTUAL UNTUK MENGUKUR


KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI SISWA SMP

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Malang

sebagai Salah Satu Prasyarat untuk Mendapatkan

Gelar Sarjana Pendidikan Matematika

Oleh :

KURBIYATUL HASANAH

201810060311153

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2021

LEMBAR PERSETUJUAN

PROPOSAL SIDANG SKRIP


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada abad ke-21 siswa dituntut untuk memiliki kemampuan yang meliputi berpikir kritis,
kreativ, komunikasi dan kolaborasi yang mana kemampuan-kemampuan tersebut termasuk
kedalam kemampuan berfikir tingkat tinggi (Redhana, n.d.). Salah satu usaha untuk menghadapi
tuntutan pada abad ke-21 adalah usaha dalam mengembangkan kemampuan berpikir tingkat
tinggi seseorang dalam pembelajaran matematika (Dinni, 2018). Kemampuan berpikir tingkat
tinggi sangat penting dalam pembelajaran matematika karena dapat membantu peserta didik
dalam proses pemecahan masalah. Peserta didik dihadapkan dengan berbagai masalah
kontekstual yang menuntut kemampuan berpikir dan memecahkan masalah (Mustikasari &
Lestari, 2018). Kualitas sumber daya manusia pada suatu bangsa dapat ditentukan oleh tingkat
pendidikanya(Pemetaan, Pendidikan, Tengah, & Ppmp, 2019). Dalam dunia pendidikan saat ini,
matematika berperan sebagai satu mata pelajaran yang sangat penting, karena matematika
mampu melatih kita untuk dapat berfikir kritis, sistematis dan logis (Koneksi & Sdm, 2018).
Pentingnya untuk mempelajari matematika bukan hanya sekedar mengetahui akan tetapi juga
berusaha memahami dan mengaplikasikannya dalam persoaalan yang lain, oleh karena itu
dibutuhkan kemampuan berfikir tingkat tinggi pada peserta didik.
Hasil survei oleh Trend in International Mathematics and Science Study ( TIMSS)
tentang kemampuan berpikir kategori 8th tingkat sains. Indonesia berada pada urutan ke 40 dari
42 negara. Persentase kemam puan berpikir diatas rata-rata (advance) sebesar 0%, tingkat
tinggi (high,) sebesar 3% tingkat sedang (intermediet), sebesar 19%, dan tingkat rendah (low)
sebesar 54% (TIMSS 2019 Mathematics Framework, 2019) Berdasarkan data tersebut, ke
mampuan berpikir siswa Indonesia masih rendah sehingga perlu dikembangkan (Mustikasari &
Lestari, 2018). Survei yang dilakukan oleh TIMSS menunujukkan bahwa siswa di Indonesia
belum menunujukkan prestasi yang memuaskan. Hal tersebut dikarenakan rata-rata siswa di
Indonesia lebih cenderung menguasai soal mudah dan sedang, yang mana hanya menuntut siswa
untuk mempunyai kemampuan mengingat dan memahami saja (Keterampilan et al., 2020). Hal
ini sejalan dengan peneltian yang dilakukan oleh Agustin bahwasanya soal-soal yang digunakan
untuk mengukur standar hasil belajar di Indonesia masih berupa tes yang tidak pernah
menampakkan soal-soal yang mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Oleh karena
itu dibutuhkan sebuah tes yang dapat mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi pada siswa
(Nafi, Mustikasari, & Pratiwi, 2019).
Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan aspek yang sangat penting dimiliki oleh
peserta didik. Tujuan peserta didik dalam memiliki kemampuan berpikir tinggi yaitu untuk
memberikan peserta didik untuk lebih terampil dalam mengemukakan dan membuat suatu alasan
(Instrumen, Choice, Choice, Choice, & Kunci). Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan
proses berpikir peserta didik dalam level kognitif yang lebih tinggi yang dikembangkan dari
berbagai konsep dan metode kognitif dan taksonomi pembelajaran, pengajaran, dan
penelitian(Dinni, 2018). Budiarta menjelaskan bahwasanya kemampuan berpikir tingkat tinggi
merupakan kemampuan proses berpikir kompleks yang mencangkup mengurai materi,
mengkritisi serta menciptakan solusi pada pemecahan masalah. Berdasarkan hasil survei PISA
pada pelajaran matematika, Indonesia berada pada peringkat ke 62 dari 70 negara (OECD), hal
ini menjelaskan bahwasanya dalam menyelesaikan soal-soal yang menuntut kemampuan berpikir
tingkat tinggi masih sangat kurang (Megawati, Wardani, & Hartatiana, 2019). Kemampuan
berpikir tingkat tinggi siswa dapat dilatih dan ditingkatkan dengan kemampuan dalam menerima
suatu pembelajaran dan cara siswa dalam menyelesaikan masalah pada soal matematika yang
berbeda juga dapat membentuk mereka untuk memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi yang
berbeda(Saraswati & Agustika, 2020). Melalui kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa akan
mampu dalam memahami dan menyampaikan argument yang dimiliki dengan sangat baik,
menyelesaikan permasalahan dengan benar , dan dapat memahami hal kompleks menjadi suatu
hal yang lebih jelas(Fitriani & Sari, 2019).
Jenis tes yang sering digunakan oleh guru di sekolah adalah traditional assessment (tes
tulis) dalam bentuk pilihan ganda (multiple choice) (Rosyana, Ashadi, & Mulyani, 2019). Soal-
soal tes yang digunakan guru dalam sekolah masih sangat standart dan tidak menautkan
keterampilan berfikir tingkat tinggi pada siswa. Penggunanaan instrumen pilihan ganda biasa
hanya dapat menilai suatu konten pengetahuan tanpa memberikan alasan yang benar dan tepat
dibalik pilihan tersebut. Instrumen yang digunakan oleh guru pada umumnya adalah soal essay
dan sol pilihan ganda biasa, yang mana. Soal essay mempunyai kelemahan pada subjektifitas
sedangkan soal pilihan ganda biasa memilki kelemahan pada sulitnya mengukur kemampuan
komunikasi siswa yang berpotensi siswa asal menjawab. Melihat kelemahan dari kedua
instrumen tersebut maka dari itu perlu adanya pengembangan instrumen tes untuk mengukur
kemampuan berpikir tingkat tinggi (Komparasi & Hasil, 2018). Berdasarkan hasil wawancara
yang dilakukan dengan guru IPA di SMP, mengatakan bahwasanya soal pilihan ganda yang
sering dikembangkan pada materi suhu dan kalor belum termasuk dalam kemampuan berpikir
tingkat tinggi. Soal yang digunakan cenderung menguji kepada kemampuan mengingat dan
memahami konsep. (Nafi et al., 2019)

instrumen yang dipakai di sekolah lebih banyak mencakup ranah kognitif C2, C2, dan
C3 atau masuk dalam kategori LOTS yang termuat dalam Taksonomi Bloom, ini menerangkan
bahwa masih kurangnya pemakaian soal tes untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi
siswa dan dibutuhkannya pengembangan soal tes yang bisa digunakan guru untuk mengukur
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa melalui penilaian dan evaluasi yang lebih terperinci
(Laksono, 2019). Instrumen penilaian yang dibuat dengan baik dan sesuai dengan tingkatan
kemampuan berpikir dapat meningkatkan daya pikir siswa, khususnya dalam berpikir tingkat
tinggi (Amalia & Susilaningsih). Tes yang mengarah pada kemampuan berpikir kritis dan
berguna untuk mendorong siswa memiliki keterampilan ini adalah tes TTMC.

David Treagust (Frp et al., n.d.) pertama kali mengembangkan instrument test two tier
multiple choice yang merupakan bentuk pertanyaan yang lebih rumit dibandingkan bentuk tes
pilihan ganda pada umumnya. Two tier multiple choice merupakan tes obyektif yang tediri dari
dua tingkat, tingkat yang pertama berupa pilihan ganda pada umumnya, tingkat kedua berupa
alasan dari pemilihan jawaban yang pertama. Salah satu tes yang bisa mengasah keterampilah
siswa dalam meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi yaitu Instrumen TTMC.
Instrumen TTMC mempunyai keunggulan dari tes Instrumen yang lain dikarenakan Instrumen
merupakan instrumen tes yang lebih efektif dalam mengujikan tingkat berpikir siswa untuk bisa
menjadi lebih tinggi dari pada uji pilihan ganda biasa dan penilaian dari Instrumen Two-tier

Untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi pada siswa dalam menyelesaikan
persoalan matematika, dibutuhkan soal yang mampu mendorong siswa untuk meningkatkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi salah satunya yaitu dengan mengerjakan tes soal yang
berbasis masalah kontekstual. penggunaan tes soal berbasis kontekstual membuat soal lebih
menarik dan membuat siswa semakin termotivasi dalam mengerjakan soal maupun mempelajari
materi matematika (Saputra, Widodo, & Nurfahrudianto, 2018). Pembelajaran matematika tidak
hanya berfokus pada kemampuan siswa daam menyelesaikan soal yang berupa angka, tetapi juga
berfokus kepada peningkatan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah secara kontekstual
(Angriani & Fuadah, 2018). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Saraswati dkk (2020)
terhadap adanya kendala siswa dalam menyelesaikan soal Hots dikarenakan siswa kebanyakan
mengalami kesulitan dalam membuat kalimat matematika. Hal yang lain yang menjadi kendala
siswa dalam mengerjakan soal kontekstual dalam bentuk soal cerita, akibatnya siswa belum bisa
menemukan langkah-langkah yang tepat dalam menyelesaikan soal. Pokok dari soal berbentuk
uraian adalah tujuan soal dibuat untuk mendorong siswa menyusun jawabannya sendiri dan
mendorong siswa untuk berpikir kritis. Hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa dengan
mengerjakan soal berbasis masalah kontekstual kemampuan berpikir kritis siwa dapat diukur.

Masalah kontekstual adalah suatu masalah dimana keadaan masalah tersebut meruapakan
pengalaman nyata bagi siswa yang berkaitan dengan kehidupan sehari hari (Loli et al., n.d.). Hal
lain juga di sampaikan oleh Wardhani , dalam suatu jurnal yang mengatakan bahwa
permasalahan kontekstual merupakan masalah yang berisi materi tentang kehidupan sehari-
hari,baik actual maupun yang tidak actual, namun dapat dibayangkan oleh siswa karena pernah
dialami olehnya (Ilmiah et al., 2017). Matematikaberperan penting bagi kehidupan manusia
dalam mengantisipasi, merencanakan, memutuskan, dan menyelesaikan masalah dalam
kehidupan sehari-hari. Menteri pendidikan Menteri Pendidikan Muhajir Effendy telah mendesain
ujian nasional berbasis kemampuan berpikir tingkat tinggi yang mengharuskan siswa memahami
permasalahan matematika dalam konteks kehidupan sehari-hari (Hairun dan Tonra, 2020).
Menurut Pinkan (2017), materi aljabar merupakan ilmu matematika yang sangat luas oleh karena
itu materi aljabar dapat disajikan dalam bentuk permasalahan kontekstual (Ilmiah et al., 2017).
Menteri pendidikan Menteri Pendidikan Muhajir Effendy telah mendesain ujian nasional
berbasis kemampuan berpikir tingkat tinggi yang mengharuskan siswa memahami permasalahan
matematika dalam konteks kehidupan sehari-hari (Hairun dan Tonra, 2020)
Pentingnya penguasaan keterampilan berpikir tingkat tinggi terdapat dalam beberapa poin
Standar Kompetensi Lulusan Sekolah Menengah. Poin yang diharapkan yaitu siswa dapat
membangun dan menerapkan informasi atau pengetahuan secara logis, kritis, kreatif, dan
inovatif; dalam pengambilan keputusan; serta menunjukkan kemampuan menganalisis dan
memecahkan masalah kompleks (Zubaidah & Malang, 2017). Berdasarkan hasil wawancara
yang dilakukan oleh penelitian tedahulu bahwasanya beberapa sekolah belum menggunakan test
Two-tier multiple choice untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi pada siswa dan
beberapa pendidik juga belum mengenal jenis test tersebut (Di & Sma, 2019). Keterampilan
berpikir tingkat tinggi akan membuat siswa akan terbiasa dalam menghadapi masalah yang sulit.
Siswa yang memiliki kemampuan tingkat tinggi akan mampu bersaing di dunia global saat ini.
Penelitian yang mengangkat topik mengenai pengembangan Instrumen TTMC telah
banyak dilakukan sebelumnya, seperti penelitian yang berjudul Pengembangan Instrumen Two-
Tier Multiple Choice (TTMC) Untuk Mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi (Ttmc,
Order, Skills, Order, & Skills, n.d.). Pengembangan Instrumen tes TTMC untuk mengukur
kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik SMP dengan hasil yang valid dan realiabel
(Nafi et al., 2019). Instrumen tes TTMC untuk mengukur kemampuan kognitif siswa (Rachman,
2018). Penelitian yang relevan yang membahas tentang Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
dalam menyelesaikan soal HOTS mata pelajaran Matematika (Saraswati & Agustika, 2020).
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa SMP dalam Menyelesaikan Soal Matematika Model
PISA (Megawati et al., 2019). Analisis Kemampuan berpikir Tingkat Tinggi mahasiswa dalam
pemecahan masalah Kombinatorika Dasar (Katolik & Mandira, 2019).penelitian yang
mengangkat topic tentang masalah kontekstual seperti Pengembangan Instrumen Keterampilan
Berpikir Tingkat Tinggi Berbasis Kontekstual (Saputra et al., 2018). Bahan ajar matematika
berbasis kontekstual pada materi fungsi untuk meningkatkan kemampaun pemecahan masalah
matematis (Program & Pendidikan, 2020).
Berdasarkan uraian diatas hal yang menjadi pembeda dari peneltian sebelumnya adalah
pada peneltian ini peneliti berfokus pada Pengembangan Instrumen TTMC untuk mengukur
kemampuan berikir tingkat tinggi siswa menggunakan soal berbasis masalah kontekstual.
Sehingga penelitian yang akan dilakukan peneliti belum pernah dilakukan sebelumnya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yangdiuraikan diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini
yaitu:
1. Bagaimanakah pengembangan Instrumen TTMC berbasis kontekstual yang valid dan
reliable untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa?
2. Bagaimanakah Konstruksi soal dari tes TTMC
3. Bagaimanakah kemampuan berpikir Tingkat Tinggi siswa melalui pengerjaan soal
berbasis kontekstual menggunakan Instrumen TTMC
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui Validitas dan Reliabelitas Tes TTMC berbasis Kontekstual untuk mengukur
kemampuan berpikir tinggi siswa
2. Mengetahi Konstruksi soal dari tes TTMC
3. Mengetahui kemampuan berpikir Tingkat Tinggi siswa melalui pengerjaan soal berbasis
kontekstual menggunakan Instrumen TTMC

Anda mungkin juga menyukai