Anda di halaman 1dari 77

A.

Latar Belakang
Problem sosial merupakan suatu fenomena atau yang tak jarang kali
diartikan menjadi salah satu bentuk pola keadaan yang tidak terlalu
diinginkan oleh sebagian besar rakyat. Hal ini terjadi ditimbulkan karena
gejala tersebut sebagai syarat yg tidak sinkron dengan tata cara istiadat, nilai-
nilai, serta standarisasi sosial yang berlaku. Secara teoritis berdasarkan
pandangan psikoanalisis, seseorang yg terkena keliru satu berasal sekian poly
perseteruan sosial merupakan waktu seseorang itu tidak mampu membuatkan
ego pribadinya secara lumrah dalam mengatur impuls deviant (id).
Abnormalitas perilaku tidak hanya dinilai dan dievaluasi berdasarkan tindakan
itu sendiri, tetapi lebih pada ketidakseimbangan patologis yang terlihat pada
unsur-unsur kepribadian individu yang berkembang (id, ego, superego). Selain
itu, Dalam perspektif behavioristik, perilaku yang dianggap menyimpang
ditandai oleh norma atau kebiasaan yang tidak sesuai dengan standar, yang
mengarah pada adaptasi yang buruk dalam lingkungan.

Tidak ada persoalan sosial yang terjadi secara tiba-tiba tanpa adanya
penyebab atau faktor yang menjadi akar permasalahannya. Berdasarkan Agust
Comte pada konsep analogi human society menggunakan human body atau
system sosial menggunakan system organisme biologis yang mempunyai
kesamaan. Jika terdapat masalah atau kerusakan pada satu bagian, maka hal
itu dapat mempengaruhi bagian lainnya.Dari persamaan tersebut maka bisa
dikatakan bahwa problem atau persoalan sosial terjadi ketika satu individu
atau kelompok sosial menemukan satu ketidak berhasilan dalam pengaturan
serta penyesuaian menggunakan kecepatan perubahan yang terjadi, yang lalu
menghambat dan menghancurkan individu atapun kelompok tersebut secara
sosial.

Salah satu berasal dari sekian banyak problem atau dilema sosial ialah
anak jalanan atau pekerja anak. Anak jalanan, tekyan, arekkere, anak
gelandangan, atau kadang diklaim juga secara eufemistis sebagai anak
berdikari. Definisi Anak jalanan yang dikemukakan oleh UNICEF (1986)
merupakan children who work on the streets of urban urea, without reference
of the time they spend there or reasons for being there (anak yang bekerja
dijalanan kota, tanpa ingin tau perihal waktu eksistensi mereka disana serta
alasan tujuan disana). Menurut Rano Karno, saat menjabat sebagai Duta Besar
UNICEF, mengungkapkan bahwa anak-anak jalanan merupakan anak-anak
yang terpinggirkan dan terasingkan karena kurangnya kasih sayang yang
mereka terima sejak usia dini. Mereka seringkali terpaksa hidup di lingkungan
kota yang keras dan tidak bersahabat

Berdasarkan data dan informasi dari Kementerian Sosial Republik


Indonesia (Pusdatin Kemensos RI) di tahun 2012 menyatakan bahwa jumlah
anak jalanan disetiap provinsi di Indonesia adalah sebanyak 135.983 anak.
Kementrian Sosial menginfokan dari tahun ketahunnya selalu ada menurunnya
jumlah anak jalanan di Indonesia. Berkurangnya 33.400 anak jalanan saat
tahun 2015, banyaknya penurunan tersebut menjadi 20.719 anak-anak jalanan
saat tahun 2016. Lalu menurun kembali sebanyak 16.416 anak-anak jalanan
saat tahun 2017.

Sebenarnya Anak-anak jalanan tidak memerlukan simpati, melainkan


memerlukan perhatian dan diberi ketrampilan melalui tindakan memberi
kesadaran individu yang dapat membantu mereka. Penyadaran eksklusif
merujuk pada upaya membantu anak jalanan menemukan cara terbaik untuk
hidup dan berkembang tanpa memaksa mereka meninggalkan lingkungan
sosial yang sudah menjadi habitat mereka, meskipun lingkungan tersebut telah
berdampak negatif pada nilai agama, moral, etika, dan kesehatan mental
mereka.Sulit untuk mengajarkan nilai-nilai pertobatan, nilai luhur, atau tata
krama secara paksa pada mereka sebab umumnya justru akan menggunakan
kesadaran dalam menjalanakan suatu waktu mereka disat memerlukannya.

Anak-anak jalanan sangat membutuhkan bimbingan kejalan kebaikan.


Untuk mencapai sebuah rebahagiaan di dunia dan akhirat kelak. Jangan
sampai mereka dibiarkan menjadi anak-anak yang hidup di jalan dengan cara
ngamen jalanan dan mengemis kepada pengguna transportasi kendaraan yang
berhenti di lampu merah untuk makan dan memenuhi kebutuhan hidupnya.
Selain itu anak jalanan juga membutuhkan sentuhan tangan lembut penuh
kasih sayang dari orang tuanya, lingkungan, para pemangku kebijakan, tokoh
masyarakat maupun ulama. Mereka butuh bimbingan supaya kelak menjadi
manusia yang baik, bermanfaat untuk lingkungan, agama, dan bangsa.

Kata "mahabbah" berasal dari akar kata "ahabba-yuhibbu-mahabbatan


dalam bahasa Arab yang memiliki arti mencintai dengan sangat mendalam,
kecintaan terdalam, atau cinta yang sangat dalam. Menurut Jamil Shaliba
dalam bukunya Mu'jam al-Falsafi, mahabbah adalah kebalikan dari kata al-
baghd yang berarti benci. Dalam beberapa konteks, mahabbah juga dapat
diartikan sebagai al-wadud yang berarti sangat dikasihi atau penyayang.
Namun, istilah mahabbah lebih sering digunakan dalam ilmu tasawuf sebagai
sebuah konsep yang lebih menitikberatkan pada kecintaan terhadap Tuhan.
Dalam disiplin ilmu tasawuf, mahabbah diartikan sebagai sebuah bentuk
kecintaan rohani atau batin yang sangat mendalam kepada Illahi.

Mahabbah atau biasa dikenal dengan sebutan cinta adalah inti penting
yang berasal dari bahasa rasa. Cinta sangat diutamakan dan wajib diperankan
pada dunia terbaru. Karena, hampir seluruh orang membahas serta selalu
berkata cinta setiap hari. Esensi asal cinta itu sendiri bias didefinisikan
kesamaan di sesuatu yang menyenangkan. Hal ini berkaitan dari lima indera
manusia, dimana disetiap indera mencintai seluruh sesuatu yang menyamakan
dengan kesenangan. Maka mata mencintai rupa-rupa yang indah, indera
pendengaran menyayangi musik dan lain-lain. Ini merupakan semacam cinta
yang dimiliki jugaoleh hewan-hewan. tetapi, terdapat indera yg ditanamkan
dihati serta tak dimiliki oleh binatang-binatang. menggunakan begitu, manusia
menyadari pada indahnya serta unggulnya ruhani. Mahabbah sangatlah
diperlukan didalam kehidupan insan. Tanpa cinta, insan tidak akan merasakan
nikmatnya kehidupan, baik cinta pada sesama atau cinta kepada Allah. Tetapi,
cinta kepada Allah (pencipta) haruslah pada atas segala kecintaannya terhadap
sesama atau lainnya.

Konsep cinta atau cinta Imam Al-Ghazali adalah konsep cinta kepada
Tuhan Yang Maha Esa, dan merupakan maqam terakhir yang derajatnya
paling tinggi diantara semua maqam yang ada. Konsep cinta yang
diperkenalkan oleh Rabia Al-Adawiya mengutamakan cara mendekati Tuhan
Yang Maha Esa dan menjadikan Hanya Tuhan Yang Maha Esa yang pantas
untuk dicintai, sedangkan makhluk hidup lainnya tidak mempunyai hak untuk
dicintai seperti layaknya mencintai-Nya. Selain itu, menurut Harun Nasution
pada bukunya yang berjudul “Falsafah serta Mitisme pada Islam”, beliau
menjelaskan bahwa Mahabbah merupakan bentuk kasih sayang dan cinta yang
tulus pada Allah SWT, yang meliputi pengabdian dan ketaatan pada-Nya serta
menolak dan menghindari segala tindakan yang bertentangan dengan
kehendak-Nya. Selain itu, mahabbah juga mencakup penyerahan diri secara
total baik secara fisik maupun spiritual kepada-Nya, serta mengosongkan hati
dari segala hal kecuali cinta kepada Allah SWT sebagai sumber kehidupan dan
kebahagiaan.

Dalam pemahaman Imam Al-Ghazali, cinta tidak hanya berkaitan


dengan cinta spiritual, tetapi dalam kehidupan sosial pada umumnya juga
terdapat hakikat cinta. Merujuk pada salah satu karyanya yang sering dibahas
dalam bidang tasawuf di kalangan akademisi dan praktis, Ihya Alam ad-Din
menjelaskan bahwa cinta adalah ilmu yang mewujud dari kesadaran akan asal-
usul dan lapisan-lapisan diri. . . ego manusia Semakin banyak orang yang
mengetahui bahwa seseorang menggunakan suatu artikel, semakin besar
kemungkinan mereka menyukai artikel tersebut. Semakin besar kesenangan
dan kesenangan dari objek cintanya, semakin dia mencintai objek cintanya
yang dulu. Saat tiba waktunya hal tersebut membuat seseorang tenggelam
dalam lautan cinta,kalah cinta kepada sang ilahi. Rumi memandang bahwa
cinta manusia memiliki tahapan perkembangan yang terdiri dari beberapa
langkah. Tahap pertama adalah mengagumi segala hal, baik itu manusia,
perempuan, anak-anak, jabatan, tanah, uang, dan sebagainya. Tahap kedua
adalah mencapai tingkat berikutnya, yaitu mengagumi kekuatan yang lebih
tinggi. Kemudian, tahap ketiga adalah cinta mistis, di mana manusia tidak lagi
berbicara atau mengagumi Tuhan secara terang-terangan, melainkan
menyimpannya dalam hati. Di tahap ketiga ini, pengetahuan sang kuasa
(tuhan) tidak sinkron menggunakan define orang atheis yg penuh
pertentangan. Serta ahli fiqih memaknai yang kuasa yang berbeda, sebab
tuhan telah dirasakan serta dialami seutuhan Nya secara pribadi serta rohani.
Sedangkan menurut Imam Al-Ghazali, sebab-sebab yang dapat membawa
manusia kepada rasa cinta yang sesungguhnya antara lain: cinta diri,
keabadian, kesempurnaan, dan kelangsungan hidup. Orang yang suka berbuat
baik, meski niat baiknya tidak pernah terwujud. Itu terdiri dari semua
keindahan dan harmoni. Sebaliknya, tercipta hubungan timbal balik atau
ikatan antara orang dan mencintai orang lain. Meskipun, tidak semua orang
menggunakan potensi cintanya untuk sesuatu yang positif dan memberi
kembali kepada seseorang, tanpa memandang status profesional, ras,
komunitas, kepercayaan, organisasi, atau lainnya. Ini merupakan penerapan
konsep cinta dan kasih sayang, seolah-olah ada batasnya, hanya segelintir atau
beberapa orang saja yang bisa melakukannya.

Dengan ajaran mahabbah yang digagas oleh Imam al-Ghazali,


mendorong peneliti untuk terdorong agar termotivasi memperdalam kajiannya.
Ketertarikan peneliti didominasi karena mahabbah dapat diterapkan dalam
ranah kehidupan sosial. Oleh karena itu, tasawuf tidak hanya terbatas pada
spiritual dan siapa yang menerapkannya. Setiap individu memiliki kesempatan
yang sama untuk menjadi seorang muslim yang sejati dan memiliki
kepribadian yang baik apabila bersedia berusaha.

Selain itu, peneliti akan lebih mengkhususkan kajian ini terhadap nilai
pembelajaran anak jalanan yang implisit dalam ajaran mahabbah. Mengingat
urgensinya anak jalanan yang terkesan jelek dan dianggap tidak mempunyai
kepedulian, cinta, dan kasih sayang. Insan pada zaman ini juga banyak yang
tidak berprikemanusiaan, baik dalam wujud perilakunya terhadap sesama
insan, binatang, juga lingkungan lebih kurang. Pernyataan peneliti ini
didasarkan pada realita yang tengah terjadi. Anak jalanan mengalami
pertumbuhan dan perkembangan yang berlangsung di jalanan dan terbiasa
dengan kondisi ekonomi yang kurang baik, situasi yang mengancam seperti
kekerasan, pelecehan seksual, dan merasa kehilangan kasih sayang dari
keluarga, sehingga menyampaikan beban dan mental pada anak-anak dan
membuatnya berperilaku negatif mirip tertekan, putus harapan, bahkan sampai
dengan sikap kriminalitas. Kehidupan yang rentan pada jalanan harus dialami
sang anak-anak sebagai akibatnya dapat mempengaruhi perkembangan anak
jalanan dan berdampak pada penurunan nilai agama, moral, etika, dan
kesehatan mental individu tersebut.

Dengan penjelasan di atas, peneliti akan mengambil topik penelitian


skripsi dengan judul “Pendekatan Mahabbah dalam Proses Pembelajaran
Anak Jalanan (Studi Kasus Terhadap Komunitas Literasi Jalanan Kudus)”.

B. Fokus Penelitian
Penelitian ini memfokuskan pada keseluruhan situasisosial yang
diteliti meliputi aspek tempat (place), pelaku (akhtor), dan aktivitas (activity)
yang berkaitan secara sinergis.
Dari latar belakang diatas, ketiga aspek menjadi fokus penelitian ini.
Tempat untuk dilaksanakannya penelitian yaitu di lingkungan Komunitas
Literasi Jalanan Kudus. Pelaku yang diteliti yaitu anak-anak jalanan di
Komunitas Literasi Jalanan Kudus. Serta mengetahui penerapan nilai-nilai
mahabbah dalam kegiatan pembelajaran anak jalanan.

C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses kegiatan pembelajaran yang diterapkan pada komunitas
Literasi Jalanan Kudus?
2. Bagaimana relawan melakukan pendekatan mahabbah pada proses
pembelajaran di komunitas Literasi Jalanan Kudus?
3. Bagaimana hasil dari pendekatan mahabbah pada proses pembelajaran di
komunitas Literasi Jalanan Kudus?

D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui proses kegiatan pembelajaran yang diterapkan oleh
komunitas Literasi Jalanan Kudus.
2. Untuk mengetahui relawan melakukan pendekatan mahabbah pada proses
pembelajaran di komunitas Literasi Jalanan Kudus.
3. Untuk mengetahui hasil dari pendekatan mahabbah pada proses
pembelajaran di komunitas Literasi Jalanan Kudus.

E. Manfaat Penelitian
Selain memiliki tujuan penulisan, penelitian ini juga memiliki manfaat
secara garis besar ada dua bagian, diantaranya:
1. Manfaat Teoritis
a. Diharapkan bahwa hasil penelitian ini akan memberikan pemahaman
tentang pentingnya penerapan konsep mahabbah dalam kehidupan
sehari-hari.
b. Konsep mahabbah dapat digunakan sebagai sarana untuk memfasilitasi
pembelajaran dan pendidikan bagi anak jalanan.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini memberikan gambaran yang jelas tentang kondisi dan
masalah anak jalanan yang selalu diabaikan oleh masyarakat sekitar.
b. Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi baru dalam
memberikan perhatian dan pendidikan pada anak jalanan yang
terpinggirkan.

F. Sistematika Penulisan
1. Bagian Awal
Pada bagian ini berisi tentang halaman judul, halaman pengesahan majelis
penguji ujian munaqosyah, halaman pernyataan keaslian skripsi, halaman
abstrak, halaman motto, halaman persembahan, halaman pedoman
transliterasi Arab-Latin, halaman kata pengantar, halaman daftar isi.
2. Bagian Isi
Bagian isi terdiri dari beberapa bab yaitu:
BAB I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, fokus
penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
sistematika penulisan.
BAB II Kajian pustaka, membahas mengenai teori yang terkait
dengan judul antara lain: mahabbah, proses pembelajaran, anak jalanan,
penelitian terdahulu, kerangka berfikir dan pertanyaan penelitian.
BAB III Metode penelitian, membahas tentang jenis penelitian,
setting penelitian, subyek penelitian, sumber data, teknikpengumpulan
data, pengujian keabsahan data dan teknis analisis data.
BAB IV Hasil penelitian dan Pembahasan, membahas tentang
gambaran obyek penelitian, deskripsi informan penelitian, deskripsi data
penelitian, dan analisis data penelitian.
BAB V Penutup, berisi simpulan dan saran kepada semua
pembaca.
A. Deskripsi Teori
1. Mahabbah
a. Pengertian Mahabbah
Cinta atau dalam Bahasa Arab disebut dengan Mahabbah yang
bersumber dari Ahabbah-Yuhibbu-Muhabbatan, yang berarti
mengasihi secara mendalam. Mu’jam Al-Falsafi, Jamil Shaliba
mengatakan mahabbah adalah lawan kata dari al-baghd, yakni cinta
lawan kata dari benci. Al-Mahabbah bisa juga berarti al-wadud yakni
yang sangat kasih atau penyayang. Dalam konteks yang sama, al-
Wadud dapat diartikan sebagai Dzat yang amat sangat penyayang dan
penuh kasih. Secara bahasa, istilah "cinta" dalam bahasa Indonesia
mengacu pada perasaan suka yang sangat kuat, rasa sayang yang
mendalam, serta kasih yang besar. Sedangkan dalam bahasa Inggris,
istilah "Love" merujuk pada makna cinta, asmara, jatuh cinta, serta
kasih sayang. Terdapat pula pendapat yg mengatakan mahabbah
berasal asal kata al-habab yg merupakan air luap waktu hujan deras
turun. Sehingga dari pendapat tersebut, mahabbah merupakan
ungkapan kecintaan seseorang yang merindukan belahan jiwanya. Di
dalam bahasa Latin, konsep cinta diungkapkan melalui kata-kata amor
dan caritas.
Dalam bahasa Yunani disebut philia, eros dan agape. Philia
menunjukkan cinta yang ditemukan dalam persahabatan. Amor dan
eros adalah cinta berdasarkan mimpi. Caritas dan agape adalah cinta
yang paling mulia dan tanpa pamrih. Cinta adalah bahasa universal
yang dapat diartikan dalam berbagai bahasa di dunia. Hampir semua
konsep makna cinta diartikan sebagai kasih sayang keluarga. Ini bukan
hanya simbol erotisme, tetapi cinta dari segi maknanya bisa diartikan
sangat luas.
Daniel Goleman menyatakan bahwa cinta adalah emosi yang
berbeda yang mencakup penerimaan, persahabatan, agama, kebaikan,
keintiman, kasih sayang, rasa hormat, dan keintiman. Sedangkan
berdasarkan Erich Fromm, Kesenangan diperlukan dalam sebuah
hubungan cinta pada kenyamanan, sebuah kemampuan buat menikmati
proses perjalanan menuju pencapaian tujuan, bukan bertindak,
memiliki, atau memanfaatkan. Lebih jauh Fromm mengatakan bahwa
cinta ialah kekuatan, kemandirian, integrasi diri yg dapat berdiri
sendiri dan menanggung kesunyian. Dalam hal ini, perkiraan dasar asal
cinta artinya kebebasan dan kesetaraan sebagai akibatnya cinta
merupakan sebuah tindakan impulsif serta spontanitas kemampuan
buat bertindak atas keinginannya sendiri. Jika kecemasan serta
kelemahan diri membuat tak mungkin berbuat terhadap individu
supaya berakar dari dirinya sendiri, dapat dikatakan bahwa ia tak bisa
mencintai. Lalu, Fromm mengatakan bahwa cinta artinya afirmasi
yang bergairah terhadap objeknya. Sehingga cinta ialah sebuah
pengejaran aktif menggunakan tujuan kebahagiaan, perkembangan,
dan kemerdekaan dari objeknya.
b. Klasifikasi Mahabbah
Erich Fromm adalah psikologi dan sosiolog asal Jerman,
Fromm membagi cinta menjadi 5 berdasarkan objeknya:
Pertama, brotherly love (cinta persaudaraan) yaitu cinta
universal yang merangkul seluruh umat manusia tanpa membeda-
bedakan golongan. Cinta ini menjadi dasar dari segala jenis cinta
lainnya. Cinta semacam ini mengandung nilai-nilai yang mencakup
seluruh aspek kehidupan, termasuk tanggung jawab, empati, kasih
sayang, penghargaan, dan semangat untuk memajukan kehidupan
bersama. Konsep cinta ini sebenarnya sesuai dengan hadis nabi Saw.,
“salah satu diantara kalian tidak beriman sebelum ia mencintai
saudaranya (atau beliau bersabda: tetangganya) seperti mencintai
diri sendiri.” (HR. Muslim)
Kedua, motherly love (kasih ibu) adalah cinta tak terbatas yang
dimiliki oleh seorang ibu pada anaknya merupakan cinta yang
terbentuk secara alami. Saat seorang ibu melahirkan seorang anak, ia
secara naluriah akan mengurus dan membesarkan anak dengan penuh
kasih sayang dan kesungguhan hati,kecuali jika ia kehilangan akal
sehat sehingga melakukan tindakan menyakiti anaknya seperti
membuang, mengabaikan, atau bahkan merenggut nyawa anak tidak
akan pernah dapat diimbangi oleh kasih sayang yang begitu besar dari
seorang ibu.Maka dari itu, dalam Islam, kedudukan seorang ibu
sangatlah tinggi, bahkan ada sebuah pepatah yang mengatakan bahwa
surga terletak di telapak kaki ibu.
Ketiga, erotic love (cinta erotis) adalah Cinta yang dimaksud
adalah Percintaan antara dua individu yang berbeda gender. Cinta ini
memiliki perbedaan dengan cinta persaudaraan yang lebih fokus pada
keseragaman,atau cinta seorang ibu yang tidak bersyarat. Cinta antara
dua individu yang berbeda jenis kelamin ini terjadi ketika mereka
bertemu, saling menatap, dan merasakan getaran emosi yang disebut
jatuh cinta. Jenis cinta ini seringkali membuat kemunculan situasi sulit
dan beragam kendala dalam kehidupan manusia. Namun, cinta ini
sangat penting dalam menjaga kelangsungan hidup manusia. Tanpa
cinta seperti ini, manusia tidak dapat bertahan hidup dan punah.
Keempat adalah self love atau cinta pada diri sendiri, yang
mengacu pada penghormatan dan menghargai diri sebagai pribadi yang
mempunyai karakteristik yang berbeda dengan yang lainnya.
Meskipun self love penting, hal ini tidak boleh diartikan sebagai
perilaku egois. Melalui mencintai dirinya sendiri, ia akan dapat
menghargai dirinya, memperkuat rasa yakin dan percaya pada
kemampuan diri sendiri,dan memenuhi kebutuhan fisik dan mentalnya
secara seimbang. Namun, terlalu mencintai diri sendiri dapat
mengakibatkan perilaku narsistik atau mengalami kasih sayang yang
berlebihan terhadap diri sendiri.
Kelima, love of Good (Cinta kepada Tuhan) yaitu Cinta
tersebut adalah cinta terhadap esensi agung yang berada di luar dirinya
dan memiliki kekuasaan yang besar. Cinta ini pada dasarnya
merupakan puncak dari proses perjalanan cinta seseorang, ketika
bentuk-bentuk cinta lainnya tidak lagi memberikan rasa nyaman dan
ketenangan di kehidupan. Oleh karena itu, cinta ini menjadi tujuan
akhir bagi manusia untuk mencari kedamaian dan ketenangan.
Selain pendapat dari Erich From terhadap klasifikasi cinta
menurut Jalaluddin Rumi. Menurutnya, cinta tidak hanya dimiliki oleh
manusia dan mahluk hidup lain, melainkan juga melingkupi seluruh
alam semesta. Konsep cinta yang menjadi sebuah landasan dari segala
eksistensi disebut sebagai 'cinta universal'. dan pertama kali muncul
ketika Tuhan mengungkapkan keindahan-Nya ke alam semesta yang
masih dalam ranah potensi. Dalam pandangan Rumi, kadang kala cinta
digambarkan sebagai “astrolabe rahasia-rahasia Tuhan” yang
Membimbing manusia dalam mencari pasangannya. Karena itu, cinta
membawa manusia mendekat pada Tuhan dan melindunginya dari
pengaruh buruk orang lain.
c. Mahabbah dalam Islam
Cinta dalam Islam pertama kali dijelaskan oleh Rabia al-
Adawiya, kekasih Tuhan yang paling terkenal pada masanya. Tuhan
disembah hanya untuknya. Ia benar-benar mensucikan dirinya dan
menjadi hamba Allah yang beribadah kepada Allah tanpa
mengharapkan imbalan apapun dan takut akan siksa neraka. Rabi'ah
tidak sama dengan indan lainnya dia memiliki perbedaan dengan
kebanyakan orang yang beribadah kepada Allah karena takut terhadap
neraka atau berharap untuk mendapatkan surga-Nya. Kepada orang-
orang seperti ini, hati Rabi’ah berbisik, “sekiranya Allah tak
menjadikan pahala dan siksa, masihkah diantara mereka akan
menyembah-Nya?”
Menurut Imam Ghazali, cinta adalah hasil dari ilmu. Cinta
kepada Allah akan muncul dari pengetahuan tentang-Nya. Karena
seseorang tidak akan jatuh cinta kecuali dia sudah mengetahui sesuatu,
cinta tidak akan ada tanpa pengetahuan dan pengertian.Pastinya, hanya
Allah saja yang dapat dicintai
Karena yang terlihat adalah cerminan dari kebenaran yang
sejati, Rumi yang pertama kali membahas cinta sebagai tema sentral
ajarannya melihat bahwa cinta sejati, atau cinta ilahi, hanya bisa
dicapai melalui perantara, yaitu selain Dia. Namun, ketika manusia
mencintai selain-Nya, pemujaan itu direncanakan untuk mewujudkan
asmara yang hakiki, khususnya cinta kepada Allah.
Ibn Al-Qayyim Al-Jauziyyah dalam kitabnya Thariq al-
Hijratain, mengenai para pecinta Allah: “Mereka adalah suatu kaum
yang hatinya telah dipenuhi oleh makrifat kepada Allah, dan
diramaikan oleh kecintaan, ketakutan, penghormatan, dan muraqabah.
Maka cintapun mengalir di seluruh bagian tubuh mereka, hingga tiak
tersisa ruang bagi keringat dan sela-sela sendi tulang. Dan cinta telah
membuat mereka lupa menyebut selain Allah. Kelupaan mereka telah
mengasingkan mereka dari Allah.”
Dalam bahasa Arab, mahabbah merupakan bentuk masdar, akar
kata h-b-b berasal dari kata kerja (Fi'il) Habba atau habba-yahubbu-
hubb atau mahabbah. Ketika ditambahkan hamzah di awalnya, maka
akan terbentuk kata ahabba-yahibbu-ahibb-mahabbah Terdapat 95 kali
penggunaan bentuk-bentuk kata ini yang ditemukan dalam Al-Qur'an
dalam berbagai variasi, termasuk penggunaannya sebanyak 12 kali
dengan arti "biji" atau yang berkaitan dengannya. Ibn Qayyim
mengemukakan bahwa kata mahabbah juga dapat berasal dari kata
hibbah atau habbah yang berarti biji atau benih.
Demikian juga menggunakan pemikiran Al-Hujwiri, mahabbah
berasal dari kata "hibbat" yang berarti biji-bijian yang jatuh di tengah
gurun dan tumbuh menjadi tanaman. Dalam kaitannya dengan
manusia, cinta juga bisa tumbuh dan berkembang di dalam hati
seseorang jika diberi perawatan dan pemeliharaan yang tepat. Cinta
kepada Allah adalah tali dan fondasi iman yang paling kuat, seperti
kebenaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. Selain itu,
Allah membangun jembatan cinta di antara orang-orang yang
beriman,serta Menghubungkan hati mereka dengan-Nya. Dimana
Allah mengungkapkan jembatan cinta ini pada pemikiran daerah di
dalam kitab-Nya yang mulia, seperti dalam firmanNya pada surat Al-
Hujurat: 10 dan Al-Anfal: 63
Seperti yang telah dijelaskan oleh Rasulullah S.A.W. Dalam
agama Allah, terdapat sebuah gagasan tentang konsep "jembatan
cinta". Rasulullah Saw. sendirilah yang membangun dan memperkuat
jembatan tersebut serta menyebarluaskan ajarannya kepada para
pengikutnya hingga akhir zaman. Konsep jembatan cinta ini
ditanamkan dalam hati para pengikutnya sebagai bentuk cinta dan
pengabdian kepada Allah. Dimana Imam Muslim meriwayatkan
hadistdari Abu Hurairah ra, bahwa Rasullulah Saw. bersabda:
“Hak muslim atas muslim lainnya ada enam” Beliau ditanya;
“Apakah enam hal itu, ya Rasullulah?” Beliau bersabda: “Bila kamu
bertemu dengannya ucapkanlah salam kepadanya, jika
mengundangmu responlah dia, bila meminta nasehat kepadamu
nasihatilah dia, jika bersin lalu membaca alhamdulillah doakanlah
dia, bila sakit jenguklah dia, dan jika meninggal antarkanlah
jenazahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Cinta pada Allah dan Rasul-Nya adalah kewajiban iman yg
primer, serta merupakan perbuatan dalam kepercayaan didasarkan
pada kaidah yang memiliki keutamaan. Amalan dalam beragama hanya
bisa berasal dari cinta yang terpuji,serta berasal cinta yang layak dipuji
adalah cinta kepada Allah, dan rasa cinta seorang hamba kepada Allah
dan Rasul-Nya merupakan ekspresi dari ketaatan. Hal ini merupakan
prinsip dasar dalam keimanan dan mengarahkan setiap tindakan ke
arah yang benar. Mereka menunjukkan kasih sayang mereka terhadap
Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya, mengutamakan ketaatan
kepada-Nya, dan berusaha mencari keridhaan-Nya. Sedangkan kasih
sayang Allah kepada hamba-Nya ditunjukkan dengan memuji mereka,
memberikan ampunan, pahala, kenikmatan, rahmat, perlindungan, dan
memberikan bantuan untuk tetap berada di jalan yang benar. Oleh
karena itu, apabila seseorang memiliki rasa cinta yang tinggi kepada
Allah, maka ia akan merasakan kelezatan iman.
2. Proses Pembelajaran
a. Pengertian Belajar Mengajar dan Pembelajaran
Ketika kita berbicara tentang pendidikan,belajar hadir di hampir
setiap aktivitas manusia. Penjelasan yang diberikan oleh psikolog
untuk kegiatan ini bervariasi. Akan tetapi,dapat dilihat dari beberapa
penelitian bahwa belajar yang berhasil selalu dibarengi dengan
kemajuan yang spesifik berdasarkan pola pikir dan tindakan.
Akibatnya, terlibat dalam kegiatan belajar memerlukan
memaksimalkan potensi seseorang. Motivasi, penguasaan
keterampilan dan pengetahuan, serta perkembangan psikologis
hanyalah sebagian kecil dari aspek kegiatan pembelajaran psikologis.
Dalam kehidupan, proses belajar selalu terjadi, baik dengan
sengaja atau tanpa disadari. Proses ini diperoleh suatu saat dan pada
umumnya disebut menjadi yang akan dilakukan adalah belajar. Akan
tetapi, proses pembelajaran harus dilakukan secara sadar dan sengaja,
serta tertata rapi, agar menghasilkan hasil yang terbaik. Oleh karena
itu, proses belajar memiliki makna, yaitu proses menginternalisasikan
sesuatu dalam diri siswa dan menggunakan panca inderanya secara
sadar dan aktif. Suryabrata memaparkan ciri-ciri yang dikategorikan
sebagai proses belajar dalam menjelaskan pengertiannya, yaitu:
“Belajar adalah aktifitas yang dihasilkan perubahan pada
individu yang belajar (dalam arti behavioral change) baik aktual
maupun potensial; perubahan itu pada pokoknya adalah diperolehnya
kemampuan baru, yang berlaku yang relatif lama; perubahan itu
terjadi karena usaha.”
Menurut Hilgard dalam Sadiman, learning as a process that
occurs through training procedures, whether in a laboratory or in a
natural environment, that leads to the origination or change of an
activity. This definition distinguishes changes that are a result of
training from changes that are caused by other factors.
Yang berarti: “belajar adalah suatu proses yang menghasilkan
suatu aktifitas baru atau yang mengubah aktifitas dengan perantara
latihan baik di dalam laboratorium maupun di lingkungan alam, yang
berbeda dengan perubahan-perubahan yang tidak disebutkan dalam
latihan.” In the Dictionary of Psychology, Chaplin menggunakan dua
formulasi berbeda untuk membatasi pembelajaran,bunyinya adalah
"acquisition of relatively permanent changes in behavior as a result of
perolehan perubahan perilaku yang relatif permanen sebagai hasil dari
praktik dan pengalaman). Lalu rumusan yang kedua "the process of
acquiring responses as a result of special practice" (proses memperoleh
tanggapan sebagai hasil dari praktek khusus).
Setiap orang menjalani proses belajar yang rumit yang
berlangsung seumur hidup—dari saat dia masih kecil hingga saat dia
meninggal. Perubahan perilaku merupakan salah satu indikator bahwa
seseorang telah belajar. Perubahan nilai dan perilaku, selain perubahan
pengetahuan dan keterampilan, membentuk pergeseran perilaku
tersebut.
Belajar dari pendapat Gagne ialah aktivitas yang komplek. yang
akan terjadi belajar berupa kapabilitas. selesainya belajar orang yg
mempunyai keterampilan, pengetahuan, perilaku serta nilai.
Timbulnya kapabilitas tersebut artinya dari:
1. Perangsangan yang diperoleh dari lingkungan
2. Proses mental yang dilakukan oleh seseorang yang sedang belajar..

Jadi, belajar adalah suatu proses mental yang terdiri dari berbagai
tahapan yang mengubah cara kita merespons lingkungan sekitar
melalui pengolahan informasi sehingga kita memperoleh kemampuan
baru. Gagne, dalam Dimyati dan Mudjiono, mengemukakan bahwa
terdapat tiga elemen utama dalam belajar, yaitu lingkungan eksternal,
kondisi internal individu, dan pencapaian hasil belajar. Menurut
Walker dikatakan bahwa “belajar adalah perubahan perbuatan sebagai
akibat dari pengalaman” Pengertian ini didukung dan ditegaskan oleh
Joni yang mengemukakan bahwa “belajar adalah perubahan tingkah
laku yang disebabkan oleh proses menjadi matangnya seseorang atau
perubahan insingtif atau yang bersifat temporer”.
Sunaryo mengatakan bahwa: "pengertian mengajar dapat
ditelusuri dari peranan guru dalam proses belajar mengajar. Apa yang
diperbuat oleh guru dalam proses belajar mengajar adalah mengajar.
Pada awal perkembangan proses belajar mengajar, peranan seorang
guru terutama sebagai penyebar informasi. Guru berceramah kepada
peserta didik, memelihara disiplin di kelas dan mengevaluasi tiap-tiap
peserta didik secara hati-hati dengan tanya jawab".
Kata "proses" berasal dari bahasa Latin "processus" yang berarti
"berjalan ke depan". Istilah ini mengimplikasikan urutan langkah atau
kemajuan yang mengarah ke suatu tujuan atau hasil tertentu. Dalam
konteks psikologi belajar, proses merujuk pada cara atau langkah
spesifik yang menghasilkan perubahan tertentu hingga mencapai hasil
yang diinginkan.
Menurut Sadiman dkk, mengatakan “bahwa proses belajar
mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi”, proses
komunikasi melibatkan pengiriman pesan yang disampaikan dari
sumber melalui media tertentu. kepada penerima pesan. Komponen-
komponen yang terlibat dalam proses ini mencakup pesan itu sendiri,
sumber pesan, media yang digunakan, dan penerima pesan. Dalam
konteks kurikulum, pesan yang dikomunikasikan adalah isi ajaran atau
nilai-nilai yang diinginkan untuk disampaikan.
b. Langkah-Langkah dalam Proses Pembelajaran
1) Menurut Bruner
Kegiatan belajar adalah sebuah proses, niscaya akan ada
perubahan bertahap. Perubahan tersebut terjadi secara bertahap
yang secara fungsional dan berurutan saling terkait satu sama lain.
Dalam kegiatan pembelajaran siswa menempuh 3 termin yaitu:
a) Tahap penerimaan materi (tahap di mana informasi diterima).
b) Tahap pengubahan materi (tahap di mana informasi diubah atau
diolah).
c) Tahap penilaian materi (tahap di mana informasi dinilai atau
dievaluasi).
Tahap pertama adalah ketika seorang siswa mempelajari
sejumlah fakta tentang mata pelajaran yang mereka pelajari.
Beberapa informasi yang diperoleh bersifat baru dan mandiri,
sementara yang lain menambah, menyempurnakan, dan
memperdalam pengetahuan yang belum dimiliki sebelumnya.
Tahap berikutnya adalah transformasi konseptual, di mana
informasi yang tersedia dianalisis, dimodifikasi atau diubah
menjadi bentuk amorf atau konseptual sehingga dapat digunakan
dalam isu yang lebih luas..
Sesudah memasuki tahap dua termin tadi, siswa memasuki
tahap yg terakhir yaitu tahap penilaian, dimana seseorang peserta
didik menilai sendiri sejauh mana info yg telah ditransformasikan
tersebut dapat dimanfaatkan buat memahami gejala atau
memecahkan persoalan yg dihadapi.
2) Menurut Witting
Witting, dalam bukunya "Psychology of Learning",
menyatakan bahwa setiap proses pembelajaran selalu terjadi dalam
tiga tahap, yaitu:
1) Perolehan informasi (tahap di mana informasi didapat)
2) Penyimpanan informasi (tahap di mana informasi disimpan)
3) Pemulihan informasi (tahap di mana informasi diambil
kembali)
Perolehan informasi merupakan tahapan, dimana seorang
siswa mulai menerima pembelajaran dasar dan menjadi stimulus
serta melakukan respons terhadap stimulus yang diterima, sehingga
menyebabkan terbentuknya pemahaman dan perilaku baru dalam
perilaku keseluruhan. Tahap ini merupakan tahap dasar dalam
proses belajar. Jika tahap ini gagal, maka tahap-tahap berikutnya
juga akan gagal.
Setelah terjadi proses penerimaan informasi, langkah
selanjutnya adalah penyimpanan informasi atau tahap storage, di
mana peserta didik akan menyimpan pemahaman dan sikap baru
yang didapat selama proses acquisition secara otomatis.
Setelahnya, terjadi proses yang disebut dengan tingkat
retrieval, di mana peserta didik akan mengaktifkan kembali fungsi-
fungsi sistem memori mereka. contohnya saat beliau menjawab
pertanyaan atau memecahkan problem. Proses retrieval pada
dasarnya adalah suatu proses mental yang dilakukan untuk
mengingat dan menghasilkan kembali informasi yang disimpan di
dalam memori, termasuk dalam bentuk berita, simbol, pemahaman,
dan perilaku tertentu sebagai respons terhadap stimulus yang
diterima.
c. Faktor-Faktor yang Berperan dalam mempengaruhi proses
pembelajaran.
Tentu saja, semua aktivitas memiliki berbagai faktor yang
dapat menunjukkan apakah itu terhambat. Proses pembelajaran
memiliki faktor-faktor yang mempengaruhinya. Secara umum faktor-
faktor yang mempengaruhi proses belajar dapat dibagi menjadi dua
bagian utama, yaitu:
 Faktor Internal
 Faktor Eksternal
Faktor internal dalam proses belajar meliputi faktor-faktor yang
berasal dari dalam diri individu yang belajar, seperti faktor fisiologis
dan faktor psikologis. Sementara itu, faktor eksternal meliputi segala
faktor yang berasal dari luar individu yang belajar, seperti faktor
lingkungan belajar dan faktor sistem instruksional.

1) Faktor Internal
a) Faktor Fisiologis
Faktor fisiologis meliputi penglihatan, pendengaran dan
kondisi fisik. Jika penglihatan dan pendengaran kurang baik,
hal ini akan mempengaruhi materi pembelajaran. Gangguan
tersebut antara lain mencari atau mencari soal, mencari catatan
atau buku, membuat catatan ketika observasi.
Berfungsinya panca indera dengan baik memungkinkan
untuk menggunakan kondisi belajar dengan benar. Dalam
sistem persekolahan saat ini, mata dan pendengaran memiliki
peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran
sebagai salah satu dari lima indera manusia. Karena sudah
menjadi tanggung jawab setiap guru untuk memastikan bahwa
panca indera siswa berfungsi dengan baik, baik melalui
perawatan kesehatan preventif misalnya pemeriksaan fisik
secara teratur atau dengan menyediakan alat dan perlengkapan
pendidikan yang memenuhi persyaratan siswa dan staf.
Sebagian besar. di kelas (di sekolah) dan sebagainya.
Kondisi fisik yang termasuk ke dalam faktor psikologis
yang memengaruhi proses belajar mengajar meliputi kondisi
kesehatan tubuh, kelelahan, kurang gizi, dan kurang tidur. Hal-
hal tersebut dapat memengaruhi kualitas pendengaran dan
penglihatan serta proses belajar. Oleh karena itu, syarat
fisiologis juga sangat penting dalam proses belajar.
Kondisi tonus atau tegangan otot tubuh dapat berpengaruh
pada aktivitas belajar, dimana kondisi fisik yang segar dapat
memberikan dampak yang berbeda dengan kondisi fisik yang
kurang segar. Nutrisi yang cukup juga penting karena
kekurangan asupan makanan dapat mengakibatkan penurunan
tonus otot dan menyebabkan gejala seperti kelesuan,
mengantuk, dan kelelahan. Beberapa penyakit kronis seperti
pilek, flu, sakit gigi, batuk dan sejenisnya dapat sangat
mengganggu aktivitas belajar, dan meskipun sering diabaikan,
sebenarnya perlu mendapat perhatian dan pengobatan karena
dapat sangat mengganggu proses belajar.
b) Faktor Psikologis
Suryabrata berkata bahwa hal-hal yang mendorong
seorang untuk belajar adalah:
a) Dalam pembelajaran, terdapat keinginan untuk memahami
dan mengeksplorasi hal yang lebih luas secara global.
b) Selain itu, manusia memiliki sifat kreatif dan harapan untuk
terus maju.
c) Ada keinginan untuk mendapatkan dukungan dari orang
tua, guru, dan teman dalam bentuk simpati.
d) Ada cita-cita untuk memperbaiki kegagalan melalui upaya
baru, baik melalui kerjasama atau persaingan.
e) Terdapat juga keinginan untuk merasa aman dan nyaman
dalam menguasai pelajaran.
f) Akhir dari proses belajar adalah adanya penerimaan
ganjaran atau penghargaanpenghargaan.
Beberapa faktor psikologis dapat mempengaruhi proses
belajar-mengajar, seperti tingkat kecerdasan, sikap
siswa,talenta siswa, minat siswa,motifasi siswa.
2) Faktor Eksternal dan sebagainya.
a) Faktor Lingkungan Belajar
Lingkungan belajar di dalam sekolah dapat terdiri dari berbagai
faktor, seperti kondisi fisik ruang kelas, peralatan dan bahan
ajar yang tersedia, kualitas guru dan tenaga pendidik,
kurikulum, dan kebijakan-kebijakan yang berlaku di sekolah
tersebut. Beberapa lingkungannya terdiri asal:
1. Lingkungan alam
Perilaku lingkungan, seperti suhu, sirkulasi udara,
pencahayaan, serta tumbuhan yang terdapat di lingkungan
sekolah.
2. Lingkungan fisik
Hal-hal seperti gedung bangunan, sistem pendukung,
struktur, dan fasilitas serta pengaturan yang digunakan
untuk kegiatan belajar.
3. Lingkungan sosial
Sebagai lingkungan hubungan mutualisme antara semua
elemen yang terlibat dalam aktivitas pendidikan.
Lingkungan sosial sekolah dalam hubungannya dengan
guru, pengurus, dan teman sebaya dapat mempengaruhi
semangat belajar siswa. Menciptakan lingkungan sekolah
yang alami dan menyenangkan dapat meningkatkan
ketekunan dan semangat belajar siswa.

b) Faktor sistem intruksional


1) Kurikulum
Siswa akan mengalami dampak buruk jika kurikulum
berubah secara drastis dan terlalu sering dalam jangka
waktu yang singkat.
2) Bahan ajar
Dalam menentukan bahan ajar yang tepat, perlu
memperhatikan beberapa faktor seperti tingkat kesulitan
materi, aspek yang ingin dikembangkan, jenis materi, serta
jumlah dan luas materi yang akan dipelajari oleh peserta
didik..
3) Metode penyampaian
Jika metode penyampaian tidak sesuai dengan tujuan
pengajaran, materi yang disajikan, dan tingkat
perkembangan siswa, maka siswa akan mengalami
kesulitan dalam belajar.
3. Anak Jalanan
a. Pengertian Anak Jalanan
Konferensi internasional telah menyatakan bahwa anak jalanan
adalah anak-anak yang paling sering hidup di jalanan. Mereka berjalan
di jalanan berkelompok, mengemis, mengemis atau bernyanyi dengan
cara yang baik. Beberapa orang mencari nafkah atau menjadi kaya
dengan mencuri, memeras, dan mendistribusikan obat-obatan
terlarang.
Berdasarkan Departemen Sosial RI, Anak jalanan adalah anak
yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalan dan
berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari, baik mencari nafkah maupun
di jalanan dan tempat umum lainnya. Anak jalanan dicirikan dengan
usia antara 5 sampai 18 tahun, aktif atau berkeliaran di jalanan,
seringkali dengan penampilan yang suram dan pakaian yang tidak
mendukung, serta sangat aktif dalam pergerakannya.
Anak jalanan adalah anak-anak yang berusia antara 6 sampai
21 tahun yang berkembang terutama di jalan atau di tempat-tempat
umum dimana mereka melakukan kegiatan seperti pedagang, sopir
bus, payung taksi, pembersih mobil, dll. Kegiatan yang dilakukan
dapat membahayakan dirinya atau merugikan kepentingan umum.
Anak jalanan merujuk pada anak yang mencuri dan menyembunyikan
aktivitasnya saat masih sekolah, kebanyakan dari keluarga miskin.
Definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa anak jalanan
adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalan atau
di tempat umum lainnya, baik untuk mencari nafkah maupun untuk
menonton. Untuk mencari nafkah, ada anak yang rela mengandalkan
hati nuraninya untuk melakukan kegiatan pasar untuk mencari nafkah,
namun banyak juga anak yang terpaksa bekerja di jalanan (mengemis,
mengamen, menyemir sepatu, dll). Bernyanyi untuk kurang lebih
orang, baik orang tua maupun anggota keluarga lainnya, karena alasan
keuangan keluarga. Anak jalanan dicirikan oleh anak-anak yang
berusia antara 6 sampai 21 tahun yang berkeliaran di jalan selama lebih
dari 4 jam sehari, melakukan kegiatan atau aktivitas di jalan, umumnya
berpenampilan tidak rapi, memakai pakaian yang tidak mendukung,
dan memiliki gerakan yang kuat.
Marginal, rentan dan pendayagunaan adalah kata-Istilah yang
sesuai untuk menggambarkan situasi dan kehidupan anak-anak yang
tinggal di jalanan. Orang-orang yang bekerja dalam jenis pekerjaan
yang tidak jelas jenjang karirnya, kurang dihargai, dan tidak
menawarkan prospek masa depan dianggap sebagai golongan
marginal. Dalam hal ini, terdapat risiko yang harus ditanggung karena
jam kerja yang sangat panjang, baik dari segi kesehatan maupun sosial
yang sangat rentan. Selain itu, pekerjaan ini dianggap eksploitatif
karena umumnya pekerja tidak memiliki posisi tawar menawar yang
kuat dan cenderung menjadi objek perlakuan yang sewenang-wenang
dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

b. Ciri-ciri Anak Jalanan


Sesuai intensitasnya di jalanan, anak jalanan bisa dikelompokkan
menjadi tiga ciri utama yaitu:
1) Chidren of the street
Anak yang hayati/tinggal di jalanan dan tidak terdapat
korelasi dengan keluarganya. grup ini umumnya tinggal di
terminal, stasiun kereta barah, emperan toko serta kolong
jembatan.
2) Children on the street
Anak jalanan biasanya adalah anak-anak yang bekerja di
jalanan. Mayoritas dari mereka adalah anak-anak yang tidak
melanjutkan pendidikan, meskipun masih mempertahankan
hubungan dengan keluarga mereka, namun seringkali tidak teratur
dan kembali ke rumah secara periodik.
3) Vulberable children to be street children
Anak-anak berisiko memungkinkan menjadi anak jalanan.
Mereka umumnya tetap bersekolah dan putus sekolah dan masih
memelihara hubungan (tempat tinggal) yang normal dengan orang
tua mereka. Jenis pekerjaan anak jalanan yang hilang terbagi dalam
empat kategori, yaitu:
a) Bisnis kecil yang melibatkan pedagang keliling, penjual koran,
majalah, serta penjual sapu atau lap kaca mobil
b) Usaha pada Bidang jasa yang meliputi tugas-tugas seperti
membersihkan bus, mengelap kaca kendaraan roda empat,
mengatur lalu lintas, membantu membawa barang di pasar,
menyediakan jasa ojek, menggosok sepatu, dan menangani
tugas kenek.
c) Pengamen. Dalam hal ini, melibatkan berbagai jenis alat musik
seperti gitar, kecrekan, suling bambu, gendang, radio karaoke,
dan lain-lain, untuk menyanyikan lagu.
d) Kerja serabutan yaitu anak jalanan yang tidak memiliki
pekerjaan tetap dan dapat mengubah pekerjaannya sesuai
dengan harapan mereka.

Adapun berdasarkan akibat kajian pada lapangan, Secara


umum, anak jalanan dapat dikelompokkan menjadi tiga
kelompok ,yaitu:

1. Children On The Street


Anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi menjadi pekerja
anak pada jalan, namun masih memiliki hubungan yg kuat dengan
orang tua mereka. Sebagian penghasilan mereka pada jalanan pada
kategori ini merupakan buat membantu memperkuat penyangga
ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang
mesti di tanggung tidak dapat di selesaikan sendiri sang kedua
orang tuanya.
2. Children Of The Street
Anak-anak yg berpartisipasi penuh pada jalanan, baik secara sosial
juga ekonomi. Beberapa pada antara mereka masih mempunyai
hubungan menggunakan orang tuanya, namun frekuensi pertemuan
mereka tidak menentu. poly di antara mereka ialah anak-anak yang
sebab suatu karena. umumnya lari atau pulang dari tempat tinggal .
aneka macam penelitian membagikan bahwa anak-anak pada
kategori ini sangat rawan terhadap perlakuan galat dan
menyimpang baik secara sosial, emosional, fisik maupun seksual.
3. Children From Families Of The Street
Anak-anak yg berasal berasal famili yg hidup pada jalanan.
Meskipun anak-anak ini memiliki korelasi kekeluargaan yg cukup
bertenaga, tetapi hidup mereka terombang-ambing asal satu
kawasan ke daerah yg lain dengan segala resikonya. keliru satu
cirri krusial berasal kategori ini artinya pemampangan kehidupan
jalanan semenjak anak masih bayi, bahkan sejak masih dalam
kandungan. pada Indonesia kategori ini menggunakan mudah pada
temui di banyak sekali bagian bawah jembatan, tempat tinggal -
tempat tinggal liar anak jalanan ditemukan di sepanjang rel kereta
api dan pinggiran sungai meskipun jumlahnya belum diketahui
dengan pasti secara akurat.

Menurut penelitian Departemen Sosial dan UNDP di Jakarta dan


Surabaya anak jalanan di kelompokkan dalam empat kategori:
1. Anak jalanan yang hidup di jalanan
Anak dalam kategori ini menghabiskan sebagian besar
waktunya di jalanan dan tidak memiliki tempat tinggal yang tetap
untuk pulang dan beristirahat, sehingga mereka tidur dan
beristirahat di mana saja yang dianggap layak.
Karakteristik anak dalam kategori ini, yaitu :
a) Terputus hubungannya atau tidak berhubungan dengan orang
tua.
b) Menghabiskan 8-10 jam di jalanan untuk mengamen,
mengemis, atau memulung, dan sisa waktu menggelandang dan
tidur di jalanan.
c) Tidak lagi bersekolah.
d) Umumnya berusia di bawah 14 tahun
2. Anak jalanan yang bekerja di jalanan
Anak ini adalah seorang pekerja jalanan yang mencari nafkah
untuk bertahan hidup dan lebih kreatif daripada anak dalam
kategori sebelumnya. Anak ini memiliki sifat yang lebih mandiri
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya di jalanan.
Anak dalam kategori ini juga memiliki karakteristiknya yaitu,
antara lain:
a. Berhubungan dengan orang tua secara tidak teratur atau tidak
terhubung sama sekali.
b. Berada di jalanan selama 8-16 jam sehari.
c. Mengontrak kamar mandi sendiri, tinggal bersama teman atau
keluarga di daerah kumuh.
d. Tidak lagi bersekolah.
e. Bekerja sebagai penjual koran, pedagang asongan, pencuci bus,
pemulung, penyemir sepatu, dll.
f. Rata-rata usianya di bawah 16 tahun.
3. Anak Yang Rentan Menjadi Anak Jalanan
Anak dalam kategori ini rentan terjerumus menjadi anak
jalanan karena sering bergaul dengan teman-temannya yang hidup
di jalanan.
Beberapa kriteria anak jalanan dalam kategori ini antara lain
sebagai berikut:
a. Kelompok anak jalanan ini memiliki hubungan yang teratur
dengan keluarga dan tinggal serta tidur bersama keluarganya
setiap hari.
b. Mereka hanya menghabiskan waktu sekitar 4-5 jam di jalanan
untuk bekerja.
c. Masih bersekolah dan pekerjaan mereka antara lain menjadi
penjual koran, penyemir, pengamen, dan sejenisnya.
d. Rata-rata usia kelompok ini di bawah 14 tahun.
4. Anak Jalanan Berusia Di Atas 16 Tahun
Anak jalanan dalam kategori ini adalah anak yang sudah
memasuki masa dewasa dan telah menemukan identitasnya, baik
itu positif maupun negatif. Mereka memiliki beberapa kriteria
sebagai berikut:
a. Anak jalanan yang tidak memiliki hubungan yang baik dengan
orang tua atau hubungan tidak teratur dengan orang tua.
b. Mereka menghabiskan waktu 8-24 jam setiap harinya di
jalanan dan tidur di jalan atau rumah orang tua.
c. Mereka sudah menyelesaikan pendidikan dasar atau menengah
pertama, tetapi tidak melanjutkan pendidikan lebih lanjut.
d. Pekerjaannya meliputi menjadi calo, pencuci bus, dan
menyemir barang.

Klasifikasi anak jalanan dapat disesuaikan dengan situasi anak


jalanan di tiap kota. Umumnya, klasifikasi anak jalanan adalah sebagai
berikut:
1. Anak jalanan yang tinggal dan menghabiskan waktunya di jalanan.,
Dengan cirinya Sebagai Berikut:
a. Tidak memiliki hubungan atau sudah lama tidak bertemu
dengan orang tua minimal selama setahun yang lalu.
b. Menghabiskan seluruh hari di jalanan untuk bekerja dan
mengemis.
c. Tidak memiliki tempat tinggal tetap dan sering tidur di lokasi
yang tidak layak seperti di bawah jembatan, di taman, di
terminal, atau di stasiun.
d. Tidak lagi bersekolah.
2. Anak Jalanan Yang Bekerja Di Jalanan, Cirinya Adalah:
a. Anak yang memiliki hubungan yang tidak teratur dengan orang
tuanya, seringkali pulang ke rumah secara tidak terjadwal
seperti seminggu sekali atau sebulan sekali. Mereka biasanya
berasal dari luar kota dan bekerja di jalanan.
b. Mereka menghabiskan waktu sekitar 8-12 jam, bahkan ada
yang sampai 16 jam untuk bekerja di jalanan.
c. Untuk tempat tinggal, mereka biasanya mengontrak sendiri
atau bersama teman, dengan keluarga atau saudara, atau bahkan
di tempat kerja mereka di jalanan.
d. Anak-anak ini sudah tidak lagi bersekolah.
3. Anak yang berisiko menjadi anak jalanan memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
a. Setiap hari memiliki pertemuan teratur dengan orang tua.
b. Menghabiskan waktu sekitar 4-6 jam setiap harinya untuk
bekerja di jalanan.
c. Tinggal dan tidur bersama orang tua atau wali.
d. Masih aktif bersekolah.

Lebih jelasnya lagi kategori dan karakteristik anak jalanan di


bedakan menjadi 4 macam:
1. Kelompok Anak yang menghabiskan waktu di jalanan, hidup
sendiri atau dalam kelompok kecil,karakteristiknya sebagai
berikut:
a. Menghabiskan seluruh waktunya dijalanan.
b. Hidup dalam kelompok kecil atau perorangan.
c. Mereka biasanya tidur di tempat-tempat terbuka seperti
terminal, emper toko, kolong jembatan, atau pertokoan.
d. Biasanya mereka sudah putus hubungan dengan orang tua
e. Tidak melanjutkan sekolah.
f. Mereka bekerja sebagai pemulung, pengamen, pengemis, semir
sepatu, atau kuli angkut barang.
g. Mereka sering berpindah-pindah tempat.

2. Kelompok anak jalanan yang bekerja di jalanan dan masih


memiliki hubungan dengan orang tua mereka pulang ke rumah
setiap hari
Karakteristiknya:
a. Meskipun masih memiliki hubungan dengan kedua orang tua,
namun hubungan tersebut tidak harmonis.
b. Mayoritas dari mereka telah berhenti sekolah dan ada yang
berisiko untuk tidak melanjutkan pendidikan.
c. Rata-rata mereka hanya pulang ke rumah setiap hari atau
seminggu sekali.
d. Mereka mencari nafkah dengan bekerja sebagai pengemis,
pengamen di perempatan, kernet, pedagang koran keliling, dan
ojek payung.

3. Kelompok anak jalanan yang bekerja di jalanan dan hanya pulang


ke desa antara 1 hingga 2 bulan sekali memiliki karakteristik
sebagai berikut:
a. Melakukan pekerjaan di jalanan seperti menjual barang
dagangan kecil, menjajakan makanan, atau bekerja sebagai kuli
angkut.
b. Menempati tempat tinggal yang dikontrak bersama dengan
teman-teman sekelompok atau menumpang di tempat-tempat
umum atau tempat ibadah seperti masjid.
c. Kembali ke kampung halaman hanya setiap 1 hingga 3 bulan
sekali.
d. Turut membantu membiayai kebutuhan keluarga di desa.
e. Tidak melanjutkan pendidikannya.

4. Anak remaja jalanan bermasalah (ABG)


Karakteristiknya:
a. Sering berada di jalan.
b. Sudah ada yang tidak lagi bersekolah.
c. Ada yang terjerumus dalam penggunaan narkotika dan obat-
obatan lainnya.
d. Beberapa di antaranya terlibat dalam pergaulan seks bebas dan
beberapa anak perempuan di antaranya mengalami kehamilan
yang meningkatkan risiko mereka terlibat dalam prostitusi.
e. Banyak dari mereka berasal dari keluarga yang tidak harmonis.

Lebih rinci dalam buku “intervensi psikososial” bahwa ciri-ciri


fisik dan psikologis anak jalanan direpresentasikan dalam sebuah tabel
atau matriks sebagai berikut:

CIRI FISIK CIRI PSIKIS


Kulit tampak pucat Sering berpindah tempat
Rambut berwarna merah Tidak peduli
kemerahan Selalu curiga
Kondisi fisiknya sebagian besar Sangat responsif
kurus Memiliki sifat tegas
Pakaian yang dikenakan terlihat Kreatif
kurang terawat Bersemangat tinggi dalam hidup
Berani mengambil risiko
Mandiri
Lebih lanjut di jelaskan dalam buku tersebut, indikator anak
jalanan adalah sebagai berikut:
1. Usia berkisar antara 6 sampai dengan 18 tahun.
2. Seberapa sering atau kuat hubungan anak jalanan dengan
keluarganya, termasuk seberapa sering mereka bertemu atau
berkomunikasi dengan keluarga mereka.
3. Anak jalanan menghabiskan waktu lebih dari 4 jam setiap harinya
di jalanan.
a. Masih memiliki interaksi sosial secara teratur, minimal bertemu
satu kali setiap hari.
b. Jarang sekali berkomunikasi dengan keluarga..
c. Tidak ada komunikasi sama sekali dengan keluarga.
4. Tempat tinggal:
a. Menetap bersama orang tua.
b. Berada dalam sebuah kelompok bersama dengan teman-
temannya untuk tinggal.
5. Anak jalanan sering ditemukan berada di pasar, terminal bus,
stasiun kereta api, taman kota, daerah lokalisasi WTS, perempatan
jalan atau jalan raya, pusat perbelanjaan atau mal, kendaraan umum
(pengamen), dan tempat pembuangan sampah..
6. Anak jalanan terlibat dalam berbagai jenis pekerjaan seperti
menyemir sepatu, mengemis, menjadi calo, menjual
Koran/majalah, membersihkan mobil, mencuci kendaraan,
mengumpulkan barang bekas, menjadi pengamen, menjadi kuli
angkut, ojek payung, bertindak sebagai penghubung atau menjual
jasa.
7. Dalam melakukan kegiatan di jalanan, sumber pendapatan anak
jalanan dapat berasal dari berbagai jenis pekerjaan seperti
menyemir sepatu, mengasong, menjadi calo, menjual
Koran/majalah, membersihkan mobil, mencuci kendaraan, menjadi
pemulung, mengamen, menjadi kuli angkut, menyewakan payung,
serta menjadi penghubung atau penjual jasa
8. Problem : Anak jalanan memiliki risiko tinggi menjadi korban
eksploitasi seksual, mengalami kecelakaan di jalan, ditangkap oleh
petugas, terlibat konflik dengan sesama anak jalanan, terlibat
dalam tindakan kejahatan, serta seringkali mengalami penolakan
oleh masyarakat di sekitar tempat tinggalnya.
9. Kebutuh ; Anak jalanan membutuhkan hal-hal seperti rasa aman
dalam keluarga, kasih sayang, dukungan untuk memulai usaha,
pendidikan, pelatihan keterampilan, asupan gizi dan perawatan
kesehatan, serta hubungan yang harmonis dengan orang tua,
keluarga, dan masyarakat.

Mengenai model kerja anak jalanan, strategi bertahan hidup dapat


dibagi menjadi tiga jenis: kompleks, sedang dan sederhana. Sebagian
besar anak jalanan memiliki strategi koping yang kompleks dan sedang
untuk jenis pekerjaan utama jalanan sebagai pengamen. Hal tersebut
dilandasi oleh:
a. Kondisi ekonomi keluarga
Keterlibatan anak-anak di jalanan berkaitan dengan
kemiskinan keluarga, di mana keluarga tidak memiliki kemampuan
untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan
tempat tinggal bagi seluruh anggota keluarga. Akibatnya, anak-
anak merasa terpaksa atau secara ikhlas harus mencari sumber
penghasilan di jalanan untuk membantu orang tua.
b. Perselisihan dengan/antar orangtua
Disamping alasan ekonomi, masalah konflik antara orangtua
atau di antara orangtua (ketidakharmonisan keluarga) juga menjadi
faktor yang menyebabkan anak-anak menjadi terjerumus ke jalanan
dan akhirnya hidup sebagai anak jalanan
c. Mencari pengalaman
Anak-anak seringkali melakukan aktivitas di jalanan dengan
tujuan untuk memperoleh pengalaman dan penghasilan sendiri.
Banyak dari mereka berasal dari luar kota Jakarta yang datang ke
kota tersebut untuk mencari pengalaman dan kehidupan yang lebih
baik, dan kebanyakan dari mereka tidak datang bersama orangtua,
melainkan bersama saudara atau teman sebaya. Motivasi ini
berhubungan erat dengan niat untuk bekerja. Suhartini menyatakan
bahwa karakteristik anak jalanan dapat diketahui dengan
memperhatikan beberapa faktor, antara lain usia, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, jenis pekerjaan yang dilakukan, dan alasan
yang mendorong anak tersebut turun ke jalan. Anak jalanan berusia
antara 13 dan 18 tahun. Sebagian besar anak jalanan adalah laki-
laki dan bekerja sebagai pengamen jalanan. Alasan mengapa anak-
anak turun ke jalan sangat beragam, dari kesulitan ekonomi hingga
uang saku dan hiburan. Sebagian besar anak jalanan hanya tamat
sekolah dasar (SD) dan menengah (SMP) dan sebagian tidak
menyelesaikan studinya. Dalam kategori mencari uang, sebagian
besar anak jalanan adalah pengamen jalanan.
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak. Keluarga adalah unit
terkecil dalam masyarakat dan terdiri dari suami, istri dan anak
atau bapak dan anak atau ibu dan anak. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa lingkungan keluarga sangat terkait dengan
anak-anak yang keluar ke jalanan. Di antara anak jalanan, salah
satu masalah yang mereka hadapi adalah transformasi peran
keluarga, seperti peran pendukung ayah, yang digunakan oleh
anak-anak mereka. Orang tua memiliki dampak besar pada
keputusan mata pencaharian yang dibuat oleh anak-anak mereka.
Dukungan ini dapat berbentuk dukungan langsung maupun tidak
langsung. Pendampingan ini menggambarkan perilaku orang tua
yang meminta simpanan kepada anak jalanan. Situasi sosial
ekonomi keluarga yang kurang menguntungkan mendorong anak
jalanan untuk mencari nafkah lebih banyak. Situasi sosial ekonomi
keluarga dapat dilihat melalui mata pencaharian orang tua.
Suhartini dalam penelitiannya yang menunjukkan bahwa tingkat
ekonomi keluarga dapat menjadi indikator dalam mengidentifikasi
anak jalanan, dengan memperhatikan jumlah pendapatan orang tua
mereka. Selain itu, penelitian tersebut juga mengkategorikan
berbagai bentuk tindakan kekerasan yang dialami oleh anak jalanan
ke dalam empat jenis,yaitu:
a. Kekerasan ekonomi
Kekerasan ekonomi sering dilakukan oleh anak jalanan
yang lebih tua dan/atau aparat keamanan. Secara tidak
langsung, orang tuanya juga melakukan kekerasan finansial.
Kekerasan ekonomi yang dilakukan orang tua mereka dapat
berupa memaksa anak-anak mereka yang masih kecil untuk
berkontribusi secara finansial kepada keluarga. Pelecehan
orang tua sering termasuk memarahi anak-anak saat mereka
bermain atau menabrak mobil di lampu merah untuk
mendapatkan lebih banyak uang. Aparat keamanan juga
melakukan kekerasan ekonomi, seringkali dengan sasaran anak
jalanan. Tindakan ini dilakukan oleh petugas keamanan seperti
Polisi Kotamadya (maksud Satpol PP) dan Hansip.
Penangkapan yang dilakukan oleh petugas sebagai wujud
pemerintah kota untuk menjaga ketertiban dan salah satu solusi
yang dapat menyelesaikan permasalahan kota besar, sebaliknya
justru dianggap sebagai tindak kekerasan ekonomi dan psikis
bagi anak jalanan karena jika mereka sampai tertangkap, anak
jalanan akan dimintai uang. Jika tidak diberi uang, anak jalanan
tersebut diancam akan dimasukkan ke tempat penampungan-
penampungan yang ada di daerah tersebut.
b. Kekerasan psikis
Kekerasan jenis ini berupa ancaman untuk tidak
bekerja/ngamen jalanan/mengemis di tempat tertentu, mulai
dari umpatan hingga ancaman penggunaan senjata tajam.
Kekerasan psikis yang dilakukan oleh anak jalanan lainnya atau
oleh aparat seringkali sangat menyakitkan.
c. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik mudah terlihat dari akibatnya, seperti
tamparan, tendangan, gigitan, benturan dengan benda keras,
dan luka-luka akibat senjata tajam yang sering terjadi pada
korban.
d. Kekerasan seksual
Dalam kehidupan anak jalanan, kekerasan seksual
seringkali menjadi bentuk pelecehan seksual yang mereka
alami, mulai dari tindakan yang sederhana seperti pencolekan
pada pantat atau pegangan pada payudara hingga ajakan untuk
melakukan hubungan seksual di tempat-tempat seperti losmen
atau hotel kecil. Anak jalanan perempuan di Surabaya lebih
rentan mengalami kekerasan seksual, terutama yang telah
memasuki usia remaja (12 tahun ke atas). Hal tersebut dapat
dikategorikan ke dalam dua kategori yaitu kekerasan fisik dan
kekerasan non-fisik. Emotional abuse dan verbal ebuse dapat
dikategorikan sebagai kekerasan non-fisik yang dapat berakibat
pada psikis anak, sehingga dapat menghambat pertumbuhan
anak. Sedangkan physical abuse dan sexual abuse dapat
dikategorikan sebagai kekerasa fisik yang berakibat pada
jasmani anak. Tingkat kekerasan yang dialami anak jalanan
dalam penelitiannya tegolong dalam kategori rendah. Bentuk
kekerasan yang dialami anak jalanan antara lain diejek teman,
dimarahi teman karena melewati batas wilayah, dipaksa teman
untuk menuruti kata-katanya, dipukul orang tua karena tidak
memberi uang, digebukin teman karena melanggar wilayah
kerja, dihajar preman karena tidak membayar uang keamanan
dan pelecehan seksual.
1. Kategori Anak Jalanan
Tiga kategori anak jalanan yang ditetapkan oleh Departemen
Sosial Republik Indonesia didasarkan pada berbagai strategi untuk
mengatasi masalah kesejahteraan sosial pada anak-anak yang hidup di
jalanan. Terdapat tiga kategori anak jalanan;
a. Anak-anak yang hidup di jalanan dan tidak memiliki tempat
tinggal tetap (children of the street),
b. Anak-anak yang mencari nafkah di jalanan dan melakukan
pekerjaan (children on the street),
c. Anak-anak yang rentan untuk menjadi anak jalanan, atau berisiko
menjadi anak jalanan (Vulberable children to be street children).
Pertama anak jalanan yang hidup di jalanan (children of the
street) yaituAnak jalanan adalah anak yang sebagian besar waktunya
dihabiskan di jalanan dan tidak memiliki tempat tinggal tetap untuk
kembali dan istirahat. Mereka tidur dan istirahat di mana saja yang
dianggap layak oleh mereka. Anak-anak jalanan ini memiliki
hubungan yang sangat rendah bahkan putus hubungan dengan orang
tua mereka. Mereka menghabiskan waktu delapan hingga 16 jam
sehari di jalanan untuk mencari nafkah dengan cara mengamen,
mengemis, atau menggelandang dari satu tempat ke tempat lain.
Mereka juga telah putus hubungan dengan sekolah (drop-out).
Kedua, anak jalanan yang bekerja di jalanan (children on the
street) yaitu Seorang anak yang setiap hari bepergian di jalan mencari
nafkah, tetapi anak ini pasti lebih kreatif daripada tipe pertama karena
anak ini cenderung lebih mandiri. Orang-orang yang termasuk dalam
kelompok ini memiliki ketegangan yang tidak teratur dengan orang tua
mereka, menghabiskan enam hingga delapan jam sehari mencari uang
di jalan, tinggal di ghetto (ghetto), menandatangani kontrak dengan
anak lain, gagal sekolah (putus sekolah), mereka mendapatkan uang
dengan menjual koran, makanan dan minuman (penjaja), mencuci
mobil, mengumpulkan barang bekas (pemulung) dan menyemir sepatu.
Ketiga adalah anak rentan menjadi anak jalanan (Vulberable
children to be street children) yaitu Anak yang sering bergaul dengan
teman yang tinggal di jalanan, maka anak ini juga lebih cenderung
hidup di jalanan. Pemeringkatan ini mengacu pada anak-anak yang
secara teratur memenuhi kriteria kesusahan yang ada bersama orang
tuanya, karena mereka masih tinggal bersama keluarga (orang tua),
memiliki antara empat hingga enam jam kerja di jalan, rata-rata terus
bersekolah di rumah dan mereka berpartisipasi dalam berbagai
kegiatan untuk mendapatkan uang.. Dia bermain di jalan, menjual
koran dan menyemir sepatu.
Anak jalanan melakukan beberapa aktivitas yang mencoba
bertahan hidup di jalanan. Beberapa kegiatan yang dilakukan anak
jalanan antara lain membangun solidaritas, berpartisipasi dalam
kegiatan ekonomi, menggunakan barang bekas atau bekas, melakukan
kejahatan, dan berpartisipasi dalam kegiatan yang berkontribusi
terhadap pelecehan dan eksploitasi seksual.

2. Faktor-faktor Penyebab Munculnya Anak Jalanan


Di Indonesia, peningkatan jumlah anak jalanan disebabkan oleh
krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998. Saat itu, masyarakat tidak
hanya mengalami perubahan ekonomi, tetapi juga memasuki masa
transisi pemerintahan yang menimbulkan banyak masalah sosial.
Dampak krisis ekonomi secara langsung berkaitan dengan peningkatan
jumlah anak jalanan di berbagai kota besar di Indonesia. Hal tersebut
pada akhirnya mendistorsi lingkungan sosial anak untuk
mengeksploitasi mereka secara ekonomi, salah satunya dengan
melakukan kegiatan di jalanan.
Faktor-faktor yang mendukung seorang anak memasuki dunia
jalanan adalah sebagai berikut :
a. Faktor pembangunan, Urbanisasi terjadi karena masyarakat
pedesaan mengalami kelemahan dalam keterampilan sehingga
mereka kesulitan bersaing di sektor formal dan harus bekerja keras
untuk bertahan hidup .
b. Faktor kemiskinan, Faktor utama yang dianggap paling berperan
dalam munculnya Anak Jalanan.
c. Faktor kekerasan keluarga, Ketika anak mengalami kekerasan baik
secara fisik, mental, atau seksual, kemungkinan besar mereka akan
menjadi anak jalanan.
d. Faktor perpisahan orang tua (broken home), Anak sering
mengalami shock dan tekanan saat orang tua bercerai dan menikah
lagi. Hal ini membuat mereka sulit untuk mengikuti salah satu
orang tua. Faktor ini menjadi salah satu pemicu anak untuk
melarikan diri dari rumah dan hidup di jalanan.
e. Faktor ikut-ikutan teman,Anak-anak yang sudah terjerumus ke
dunia jalanan seringkali membagikan pengalaman mereka kepada
teman-teman sebayanya. Hal ini dapat mempengaruhi nilai-nilai
yang diterima oleh anak-anak tersebut, seperti kebebasan dan
kemudahan dalam memperoleh uang, sehingga dapat mendorong
anak-anak lain untuk mengikuti jejak mereka.
f. Faktor budaya, beberapa daerah memiliki budaya yang mendorong
anak laki-laki untuk mencari rejeki di daerah lain.
Dalam konteks ini, keluarga harus menjadi titik utama untuk
melindungi anak dari eksploitasi ekonomi. Namun kenyataannya
berbeda: anak-anak dijadikan “alat” untuk membantu keluarga mencari
makan. Para orang tua sengaja membiarkan anaknya turun ke jalan
untuk mengemis, mengamen, berjualan, dll. Hal ini dilakukan agar
mereka mendapatkan keuntungan yang dapat digunakan untuk
kebutuhan sehari-hari. Situasi kasta keluarga memaksa anak jalanan
untuk “bertahan hidup” di jalanan. Dapat dikatakan bahwa mereka
hidup di jalanan bukanlah kehendak mereka, melainkan lingkungan
dan faktor lingkungan eksternal, termasuk aturan keluarga dari anak
yang menjadi anak jalanan.
Beberapa pakar telah mengidentifikasi beberapa faktor yang kuat
mempengaruhi anak-anak untuk turun ke jalan. Selain faktor internal,
faktor eksternal juga diduga kuat memainkan peran dalam munculnya
dan penyebaran fenomena tersebut. Surjana dalam Andriyani Mustika
menyebutkan tiga tingkat faktor yang sangat mempengaruhi anak-anak
untuk turun ke jalan,yaitu:
1. Tingkat Mikro (Immediate Causes). Faktor yang berhubungan
dengan anak dan keluarga. Sebab-sebab yang bisa diidentifikasi
dari anak jalanan lari dari rumah (sebagai contoh, anak yang selalu
hidup dengan orang tua yang terbiasa dengan menggunakan
kekerasan: sering memukul, menampar, menganiaya karena
kesalahan kecil), jika sudah melampaui batas toleransi anak, maka
anak cenderung keluar dari rumah dan memilih hidup di jalanan,
disuruh bekerja dengan kondisi masih sekolah, dalam rangka
bertualang, bermain-main dan diajak teman. Sebab-sebab yang
berasal dari keluarga adalah: terlantar, ketidakmampuan orangtua
menyediakan kebutuhan dasar, kondisi psikologis karena ditolak
orangtua, salah perawatan dari orangtua sehingga mengalami
kekerasan di rumah (child abuse).
2. Tingkat Meso (Underlying cause). Yaitu faktor agama dan faktor
masyarakat memiliki hubungan yang erat. Terdapat sejumlah
faktor yang dapat diidentifikasi, di mana pada komunitas
masyarakat miskin, anak-anak dianggap sebagai aset untuk
meningkatkan ekonomi keluarga sehingga diajarkan untuk bekerja.
Pada masyarakat yang berbeda, mereka cenderung meninggalkan
desa dan pergi ke kota untuk bekerja.
3. Tingkat Makro (Basic Cause). Yaitu Faktor yang terkait dengan
struktur masyarakat dianggap memiliki peran penting dalam hal
ini, karena keadaan ini dianggap memiliki hubungan sebab-akibat
yang sangat menentukan. Misalnya, banyaknya waktu yang
dihabiskan di jalanan akan mengakibatkan banyak uang.

Tetapi demikian, banyaknya anak jalanan yang menempati


fasilitas-fasilitas umum pada kota-kota, bukan hanya ditimbulkan sang
faktor penarik asal kota itu sendiri. Sebaliknya ada juga faktor-faktor
pendorong yang mengakibatkan anak-anak memilih hayati pada jalan.
Kehidupan rumah tangga dari anak-anak tadi merupakan keliru satu faktor
pendorong krusial. Pola anak jalanan asal berasal famili yg diwarnai
dengan ketidakharmonisan, baik itu perceraian, percekcokan, hadirnya
ayah atau mak tiri, absennya orang tua, baik sebab meninggal global juga
tidak bisa menjalankan manfaatnya. Hal ini kadang semakin diperparah
oleh hadirnya kekerasan fisik atau emosional terhadap anak. pada keadaan
seperti ini, sangatlah praktis bagi anak buat terjerumus ke jalan. Sebagian
warga Indonesia pula menganggap hal ini menjadi hal yg masuk akal,
sebagai akibatnya lebih poly melupakan kebutuhan yg harus diperhatikan
buat seseorang anak.
Dari perkembangannya, eksistensi anak jalanan di beberapa kota
besar di Indonesia bukan hanya asal asal luar kota, namun hampir 80%
merupakan anak-anak berasal kota itu sendiri. merupakan sebagian besar
anak jalanan tidak dapat dikategorikan pada kelompok anak yg mengalami
masa “pelarian” berasal tempat tinggal serta lingkungan sosialnya. Secara
sadar anak jalanan melakukan kegiatan di jalanan, tanpa takut jika
aktivitasnya diketahui oleh orang tua atau temantemannya. Sebagian anak
jalanan cenderung mendapatkan dukungan asal orang tuanya buat
beraktivitas di jalanan. Anak jalanan dilihat dari sebab serta intensitas
mereka di jalanan memang tidak bisa disamaratakan. Ini yg menjadi
dilema utama sulitnya melakukan penanganan terhadap anak jalanan buat
keluar asal praktik pendayagunaan ekonomi, baik yang dilakukan oleh
orang tuanya maupun pihak lain pada kurang lebih lingkungan sosialnya.
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan peneliti ini bukanlah penelitian yang
pertama kali, terdapat beberapa penelitian terdahulu yg sudah di temukan
peneliti dan masih satu tema dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis.
Di penelitian terdahulu penulis pula menemukan relevansi penulisan yang
nantinya dapat dipergunakan menjadi penunjang pustaka kajian teoritik di
penelitian ini. Beberapa penelitian tadi mempunyai beberapa kecenderungan,
namun jua memiliki beberapa perbedaan.
Pertama, artikel yang berjudul “Pendekatan Ma’rifah Dan Mahabbah
Dalam Proses Pembelajaran Aqidah Akhlak Madrasah Ibtidaiyah (MI)” yang
ditulis oleh Herman dalam Journal of Islamic Studies and Social Sciences
Volume 01 nomor 02 pada tahun 2019. Pada artikel tersebut membahas terkait
pendekatan ma’rifah dan mahabbah dalam proses pembelajaran aqidah akhlak
merupakan suatu pendekatan yang mengedepankan nilai-nilai ma’rifah dan
mahabbah dalam mengkontruksikan pemikiran, perasaan, dan pengetahuan
kepada peserta didik yang betul-betul dapat mengembangkan dan membentuk
karakter sikap dan perilaku peserta didik yang mampu mengaplokasikan
cahaya ma’rifah kepada-Nya, dan rasa cinta (mahabbah) yang mendalam
sampai masuknya sifat-sifatyang dicintai-Nya ke dalam diri yang dicintai.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Herman tersebut, memiliki
perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penilis. Jika pada penelitian
tersebut berfokus kepada murid Madrasah Ibtidaiyah (MI), sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh penulis berfokus kepada anak jalanan yang
berada dalam naungan Literasi Anak Jalanan Kudus.
Kedua, artikel yang berjudul “Pola Pembinaan Keagamaan Anak
Jalanan Dalam Membentuk Kepribadian” yang ditulis oleh Sari Famularsih
dalam jurnal kajian pendidikan islam volume 06 nomor 01 pada tahun 2014.
Paa artikel tersebut membahas terkait pentingnya pembinaan keagamaan
untuk membentuk kepribadian anak jalanan yang identitasnya sebagai muslim.
Data yang dikumpulkan berupa gambar terhadap kondisi atau keadaan anak
jalanan yang sedang diberikan pemahaman mengenai pembinaan keagamaan
untuk membentuk kepribadian yang lebih baik. Data tersebut dikumpulkan
melalui wawancara serta observasi terhadap narasumber. Hasil dari artikel ini
adalah kegiatan pembinaan agama akan membentuk kepribadian anak menjadi
lebih baik lagi.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Sari Famularsih tersebut, memiliki
perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Jika pada penelitian
tersebut berfokus kepada pembentukan kepribaian yang lebih baik pada anak
jalanan, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis berfokus kepada
pendekatan mahabbah yang ditujukan kepada anak jalanan.
ketiga, skripsi yang berjudul “Pendidikan Karakter Religius Bagi Anak
Jalanan Di Pondok Pesantren Roudlotun Ni’mah Semarang” yang ditulis oleh
M. Kholikul Huda mahasiswa jurusan Ilmu Pendidikan Agama Islam fakultas
Tarbiyah Universitas Islam Negri Walisongo Semarang pada tahun 2021.
Dalam skripsi tersebut peneliti melakukan penelitian terhadap pendidikan
karakter religius bagi anak jalanan. Penelitian yang digunakan adalah jenis
penelitian deskriptif kualitatif dimana peneliti mengumpulkan data berupa
kata-kata atau gambar dan tidak terdapat penekanan pada angka. Jenis
pendekatan yang digunakan peneliti adalah sebagai instrument kunci,
pengambilan sampel sumber data yang dilakukan secara purposive dan
snowbaal. Hasil dari penelitian ini, bentuk pendidikan karakter religius pada
anak jalanan di Pondok pesantren Roudhotun Ni’mah dengan cara pembiasaan
dan kedisiplinan yang bersifat pendidikan non-kekerasan dan pendidikan
penuh kasih sayang.
Dari penelitian yang dilakukan oleh M. Kholik Huda tersebut,
memiliki perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Jika pada
penelitian tersebut membahas mengenai pendidikan karakter religius anak
jalanan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis membahas
mengenai pendekatan mahabbah dalam proses pembelajaran anak jalanan.
Keempat, skripsi yang berjudul “Bimbingan Spiritual Melalui Program
Mobil Hijrah Pada Komunitas Punk Muslim Pulogadung Jakarta Timur” yang
ditulis oleh Achmad Dzikri Fanshabi jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
Islam fakultas Ilmu Dakwah Dan Komunikasi Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tahun 2018. Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel
yang digunakan. Penelitian ini mengangkat permasalahan mengenai anak
punk, yang dimana Anak jalanan itu adalah maindset orang-orang adalah anak
yang liar atau bias disebut marjinal. Penelitian menggunakan pendekatan
kualitatif, kemudian dalam menunjang data yang diperoleh peneliti melakukan
observasi dan wawancara terbuka.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Achmad Dzikri Fanshabi tersebut,
memiliki perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Jika pada
penelitian tersebut melakukan bantuan secara langsung kepada para anak punk
dengan beroperasi keliling menggunakan mobil guna untuk memberikan
penyuluhan mengenai akhlak yang baik dan membantu mengapus tato pada
para anak punk yang ingin dihilangkan. Sedangkan pada penelitian yang
dilakukan oleh penulis yaitu berfokus pada pendekatan mahabbah dalam
proses pembelajaran anak jalanan.

C. Kerangka Berfikir
Kerangka berpikir merupakan kerangka atau pemikiran yg berupa
petunjuk-petunjuk untuk perkara yang dipelajari, kerangka kerja penelitian ini
dapat diilustrasikan pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

Komunitas Literasi
Jalanan Kudus
D. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian diatas maka pertanyaan penelitian ini adalah
bagaimana pendekatan mahabbah dalam proses pembelajaran anak jalanan.
Karena anak jalanan terkenal dengan kenakalannya atau hal-hal yang negatif.
A. Jenis dan Pendekatan

Penulis melakukan penelitian dengan menggunakan bentuk studi lapangan


(field research), yaitu melaporkan dan menjelaskan kondisi dan fenomena
yang lebih jelas tentang skenario yang terjadi. Penelitian lapangan digunakan
apabila sumber data primer berupa rumusan masalah yang ditemukan di
lapangan.

Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif. Penelitian


kualitatif adalah studi yang mencoba memahami fenomena dalam setting dan
keadaan alamiahnya; artinya, peneliti tidak berusaha memalsukan kejadian
yang diamati. Menurut Johny Saldana, penelitian kualitatif merupakan
kerangka kerja untuk memahami kehidupan sosial yang mencakup berbagai
pendekatan penelitian naturalistik. Teks dari wawancara, dokumen, catatan
lapangan, materi visual seperti artefak, gambar, film, data internet, dan
pengalaman hidup manusia dikumpulkan. diperiksa secara mendalam.
Penelitian ini menggunakan metode fenomenologis, yang berfokus pada
bagaimana individu mempersepsikan pengalaman tertentu. Teknik
fenomenologis digunakan dalam setting alami, sehingga tidak ada batasan
dalam menginterpretasikan fenomena yang diselidiki, dan peneliti bebas untuk
memeriksa data yang diperoleh. Metode fenomenologis mencari dan
menemukan makna mendasar atau mendasar dari peristiwa kehidupan.

Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian kualitatif dengan pendekatan


fenomenologi tepat dilakukan karena sesuai dengan tujuan penelitian yaitu
gambaran penerapan nilai mahabbah dalam proses pembelajaran anak jalanan
di Kudus.

Setting Penelitian

Lokasi penelitian dapat dipandang sebagai lokasi di mana penelitian


dilakukan. Lokasi penelitian yang dipilih peneliti adalah kediaman saudara
Muhammad Choirul Hidayat yang beralamatkan di desa Pasuruan Kidul, RT
01 RW 04, Kec. Jati, Kota Kudus Jawa Tengah. Penulis memilih kediaman
saudara Muhammad Choirul Hidayat karena sebagian para anggota anak
jalanan setiap minggunya sering berkumpul di kediaman Muhammad Choirul
Hidayat.

Subjek Penelitian

Topik penelitian adalah batasan dalam penelitian terhadap objek, benda,


atau manusia ketika datanya melekat pada variabel penelitian dan menjadi
masalah. Subyek penelitian juga memainkan peran strategis yang penting
dalam sebuah penelitian karena merupakan data mengenai variabel yang
diselidiki oleh peneliti. Informan merupakan jenis subjek penelitian kualitatif.
Informan ini akan memberikan peneliti data-data yang berkaitan dengan
penelitian yang sedang dilakukan.

Para pendiri komunitas Literasi Jalan Kudus, serta anggota kelompok


Literasi Jalan Kudus lainnya, menjadi topik penelitian penulisan ini.

Sumber Data

Sumber data adalah informasi tentang kualitas unik yang diperoleh dari
fakta observasional. Menurut Silalahi, data adalah hasil pengamatan dan
pengukuran aktual yang mengungkap kebenaran ciri-ciri penyakit tertentu.
Data dari penelitian kualitatif bersifat deskriptif bukan numerik. Data yang
terkumpul dapat berupa indikasi, kejadian, dan kejadian, yang kemudian
dikategorikan dan dievaluasi. Data yang dihasilkan oleh penelitian kualitatif
tidak dapat diukur atau dihitung secara andal, dan biasanya direpresentasikan
dalam istilah non-numerik. Sarwono J membagi sumber data menjadi dua
jenis yaitu data utama dan data sekunder.

Data Primer

Data primer adalah informasi yang dikumpulkan langsung oleh


peneliti. Data primer berisi informasi yang berasal dari data yang
terkumpul selama proses pengumpulan data melalui wawancara,
khususnya informasi yang berkaitan dengan penerapan prinsip mahabbah
dalam pendidikan anak jalanan.

Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari sumber yang


ada, seperti laporan, penelitian, jurnal, atau data yang disediakan oleh
orang atau lembaga lain. Data sekunder digambarkan sebagai informasi
yang dikumpulkan oleh pihak lain untuk tujuan tertentu dan kemudian
digunakan oleh peneliti untuk penelitian mereka sendiri. Data sekunder
dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, antara lain akademik,
jurnal, dan penelitian lainnya. Sumber sekunder yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain tesis, buku, jurnal, artikel, dan karya lain yang
relevan dengan masalah yang digali.

Teknik Pengumpulan Data

Karena pengukuran tidak digunakan dalam penelitian kualitatif, peneliti


adalah instrumennya. Sebagai “instrumen manusia”, fungsi peneliti kualitatif
adalah mengidentifikasi tujuan penelitian, memilih informan sebagai sumber
data, memeriksa kualitas data, menganalisis data, dan mengembangkan
kesimpulan berdasarkan temuan mereka.

Prosedur pengumpulan data merupakan langkah kunci dalam sebuah


penelitian untuk mendapatkan data yang diperlukan. Beberapa pendekatan
pengumpulan data digunakan dalam investigasi ini, yaitu:

Observasi

Menurut Nasution, observasi adalah dasar dari semua pengetahuan.


Dimana data atau pengetahuan tentang dunia yang diperoleh melalui
pengamatan akan digunakan oleh ilmuwan untuk bekerja. Pengamatan
merupakan proses yang sulit karena merupakan tahapan yang mencakup
semua proses psikologis dan biologis. Dimungkinkan juga untuk
memperoleh data dalam studi observasional dengan memantau dan
menafsirkan perilaku secara konkret.

Para penulis menggunakan observasi partisipatif dalam


penyelidikan mereka. Dalam observasi partisipatif, peneliti akan terlibat
dalam kegiatan sehari-hari di tempat yg sedang diteliti. Menggunakan dan
memakai observasi data yang diperoleh akan lebih lengkap serta tajam.
Penjelasan dari Susan Stainback, di observasi partisipasif peneliti akan
mengamati apa yang dikerjakan sang orang lain, mendengarkan apa yg
orang lain ucapkan, dan berpartisipasi waktu aktivitas mereka. Pada
penelitian ini, peneliti akan memakai golongan observasi partisipasi pasif
dimana peneliti akan datang ketempat aktivitas tersebut dilakukan serta
diamati, namun tidak ikut terlibat kedalam kegiatan tersebut. Di penelitian
ini, peneliti mengamati apa yang dilakukan sang subjek, mendengarkan
apa yang mereka katakana, tetapi tidak ikut berpartisipasi langsung
menggunakan kegitan proses pembelajran anak jalanan.

Wawancara

Wawancara adalah pendekatan pengumpulan data langsung yang


dapat digunakan untuk memperoleh data dan mengumpulkan data selama
penyelidikan. Penulis mengajukan berbagai pertanyaan kepada informan
tentang hal yang diteliti.

Sebuah wawancara semi-terstruktur dilakukan dalam penyelidikan


ini. Wawancara semi-terstruktur mencakup pertanyaan-pertanyaan yang
terorganisir dan tidak terstruktur. Sebelum melakukan wawancara,
pewawancara menyiapkan tema dan daftar pertanyaan untuk mengarahkan
wawancara. Wawancara ini tidak sama dengan wawancara yang sulit
diatur atau wawancara tidak terstruktur yang tidak ada aturannya, daftar
topik dan pertanyaan penuntun umumnya digunakan untuk memulai
wawancara. Pewawancara harus mampu mendalami suatu topik
berdasarkan tanggapan yang diberikan oleh narasumber atau partisipan.
Bergantung pada bagaimana hasil wawancara, pertanyaan dan percakapan
tidak harus mengikuti standar yang ditetapkan.

Dokumentasi

Teknik dokumentasi ialah aktivitas pengumpulan data meliputi informasi


yang diperoleh dari rekaman penting yang dimiliki institusi, organisasi,
dan individu. Dalam penggunaan metode dokumentasi penelitian ini
bertujuan untuk melengkapi informasi-informasi. Dokumen yang
diperoleh meliputi dokumentasi wawancara pengurus dan anggota Literasi
jalanan Kudus.

Pengujian Keabsahan Data

Tindakan akhir dalam penelitian kualitatif adalah menguji keabsahan


data, namun hal ini tidak menutup kemungkinan peneliti untuk kembali ke
lapangan. Jika peneliti membutuhkan lebih banyak data untuk
menyempurnakan penelitian, ia mungkin kembali ke lapangan untuk
mengumpulkannya. Validitas data diuji untuk memverifikasi bahwa temuan
analisis dan interpretasi data dapat dianggap. Intinya adalah keabsahan data
bersifat lugas, dimana peneliti dapat mengembangkan individu yang percaya
atau akan dianggap memanfaatkan hasil penelitian tersebut. Jika data
penelitian kuantitatif dianggap tidak valid. Jika tidak dapat dipercaya, maka
data dalam penelitian kualitatif tidak dapat ditransfer jika tidak kredibel, dan
tidak akan kredibel jika tidak dapat memenuhi dependensi. Peneliti
menggunakan uji validitas data dalam penelitian ini.

Triangulasi

Dalam menilai kepercayaan, triangulasi mengacu pada studi bukti


dari banyak sumber dengan berbagai cara dan pada berbagai periode.
Peneliti secara eksklusif menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi
teknologi untuk mengukur kredibilitas dalam penelitian ini..

Triangulasi sumber
Triangulasi sumber digunakan untuk menilai keabsahan data dengan
membandingkannya dengan informasi yang dikumpulkan dari berbagai
sumber, termasuk berbagai informan dari kelompok literasi jalanan
Kudus.

Triangulasi Teknik

Peneliti mengumpulkan data dengan menggunakan berbagai metode,


antara lain observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data yang
dikumpulkan melalui observasi, misalnya, kemudian dicek ulang
melalui wawancara dan dicek ulang dengan prosedur dokumentasi
untuk memastikan temuan observasi konsisten dengan hasil
wawancara.

Teknik Analisis Data

Menurut Sugiyono, prosedur analisis data adalah pendekatan penelitian


yang secara metodis mencari dan menyusun data sebagai konsekuensi dari
pengumpulan data, khususnya observasi, wawancara, dan dokumentasi, agar
lebih mudah ditangkap. Ada berbagai langkah analisis data, yaitu sebagai
berikut:

Pengumpulan data (Data Collection)

Pengumpulan data meliputi data yang diperoleh dari temuan pra


penelitian yang diperoleh dari internet maupun data yang diperoleh
melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi.

Reduksi data (Data Reduction)

Reduksi data adalah proses meringkas fakta-fakta penting seperti


menentukan dan memusatkan perhatian pada hal-hal penting sambil
membuang yang tidak penting. Reduksi data ini akan memberikan
gambaran yang lebih jelas, sehingga memudahkan peneliti untuk
mengumpulkan data.
Penyajian data (Data Display)

Frasa ketiga adalah penyajian data, yang terbentuk dari


pengembangan dan penyajian data sesuai dengan topik kajian. Fase ini
kemudian membuat temuan dan mengambil tindakan selanjutnya. Data ini
dapat disajikan dalam beberapa cara, antara lain rangkuman singkat,
infografis, flowchart, dan lain-lain.

Penarikan konklusi (Conclusion Verification)

Tahap terakhir adalah menarik kesimpulan berdasarkan analisis


data kajian. Fase ini dirancang untuk memulihkan catatan lapangan
objektif yang didukung oleh bukti yang valid dan konsisten untuk
memberikan data yang dapat diandalkan. Kesimpulan dapat dicapai
dengan mensintesis materi yang dikumpulkan di lapangan dan tujuan
penelitian, sehingga menjelaskan aspek-aspek yang tidak jelas sebelumnya
untuk penyelidikan.
A. Gambaran Umum Komunitas Literasi Jalanan Kudus
1. Sejarah Komunitas Literasi Jalanan Kudus
Komunitas Literasi Jalanan Kudus adalah suatu komunitas
yang berdiri di tengah-tengah masyarakat Kudus pada bulan Juli 2020
yang didirikan oleh MCH. Komunitas ini berdiri untuk menunjang
dunia pendidikan yang ada di Kabupaten Kudus. Karena dunia
pendidikan di Kabupaten Kudus khususnya kaum anak jalanan sudah
banyak tersebar di sudut kota. Oleh sebab itulah komunitasini didirkan
agar bisa menjadi suatu penompang dalam pembelajaran bagi anak
jalanan.

Waktu pertama kali komunitas ini berdiri hanya beranggotakan


dua orang, na mun setelah berjalannya waktu dari pendiri komunitas
mencari anggota baru melalui seleksi. Seleksi pertama dilakukan
melalui media sosial instagram dan facebook yang dilakukan kedua
anggota tersebut. Dengan jangkauan waktu 1 bulan bertambah 4
anggota.

Sebelum seleksi kedua dilakukan, dari pendiri melakukan


diskusi terkait anggota baru untuk segera dimasukkan ke pengurusan
harian. Selepas dalam diskusi akhirnya dari ke 4 anggota dijadikan
sebagai koordinator disetiap divisi yang sudah diterapkan sejak awal
dari pendiri. Setelah selesai dalam penentuan divisi, dari pihak
pengurus harian baru akhirnya membuka seleksi kedua untuk
menambah anggota di dalam Komunitas Literasi Jalanan Kudus
supaya lebih banyak relawan yang mau membantu terlaksananya
tujuan dalam pendirian komunitas.

Dalam jangka dua bulan, akhirnya dari pengurus harian


mendapatkan sepuluh calon seleksi yang mendaftar sebagai relawan di
komunitas Literasi Jalanan Kudus. Seleksi yang dilakukan oleh
kepengurusan tidak sulit, karena hanya menanyai terkait tujuan dan
harapan untuk Komunitas Literasi Jalanan Kudus. Akhirnya selesai
seleksi, hanya sembilan yang diterima sebagai anggota baru. Karena
yang satu mengudurkan diri dari seleksi.

Seiring berjalanannya waktu, komunitas Literasi Jalanan Kudus


mendirikan tempat bascame di kediaman Irul, yang mendirikan
sekaligus menjabat ketua. Karena jika tidak ada tempat tinggal untuk
suatu komunitas, seperti ada yag kurang dalam pembelajaran yang
ingin dimulai. Tempatnya di Desa Pasuruhan Kidul, Kecamatan Jati,
Kabupaten Kudus yang lebih tepatnya di Warong Ibu Idah. Disitu
terdapat fasilitas-fasilitas yang sangat memadai, seperti buku-buku,
koran, alat tulis, dan meja untuk mensuport dalam belajar relawan dan
anggota lainnya.

Awal perkembangan Komunitas Literasi jalanan Kudus ini


berjalan secara pasif. Hal tersebut dikarenakan adanya tantangan yang
harus dihadapi oleh pendiri dan teman relawan lainnya. Mulai dari
permasalahan anggota yang sulit diajak komunikasi sampai mendapat
cobaan dari anak jalanan yang kurang cocok dalam sistem
pembelajaran. Namun semua itu terpecahkan karena ketua menerapkan
pembelajaran menggunakan metode mahabbah.

Mahabbah yang diterapkan di komunitas Literasi Jalanan


Kudus adalah yang diajarkan Allah SWT. di dalam firmannya surah al-
Balad ayat 17

ِ‫الص ِ و َت و اص و ا بِ الْ م ر مَح ة‬ ِ َ ‫ان ِم ن الَّ ِذ ين آم نُ وا و َت و‬


َ َْ ْ َ َ َ ‫اص ْو ا ب َّ رْب‬ َ َ َ َ َ َ ‫مُثَّ َك‬

Artinya : “Dan dia (tidak pula) termasuk orang-orang yang beriman


dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk
berkasih sayang.” (Q.S. Al-Balad : 17)

Menurut ayat di atas, kerja keras berarti beriman dan saling


menasihati untuk bersabar dan berbuat baik di antara sesama manusia.
Dalam skenario ini, kesabaran adalah kemampuan manusia untuk
menahan diri, tetap teguh dalam menghadapi tantangan, dan selalu
berusaha mengatasi kesulitan tersebut. Sulit juga untuk mencintai satu
sama lain untuk manusia lain, seperti diri sendiri dan keluarga. Seperti
yang diperintahkan Nabi: “Orang yang penyanyang akan disayang
oleh Yang Maha Penyayang. Sayangilah orang yang ada di bumi,
maka yang ada di langit akan menyayangi kalian.” (Riwayat at-
Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad dari Abdullah bin ‘Amr)

Peneliti mempelajari berbagai hal dari dua tafsir dalam ayat dan
hadits di atas yang dapat diterapkan pada penelitian ini. Bahwasannya
mahabbah merupakan suatu hal yang jika iman seseorang tidak kuat
akan sulit untuk dijadikan sebagai pedoman hidup, akan tetapi jika
iman seseorang dan kehidupan seseorang sudah mulai siap untuk
saling mencintai akan mendapatkan keberkahan dalam menggunakan
pedomana mahabbah.

Kegiatan belajar yang dilakukan tetapi tanpa adanya proses


pembelajaran akan berakibat tidak berlangsungnya pembelajaran. Dan
belajar tanpa cinta dan kasih sayang tidak ada gunanya, apalagi bagi
anak jalanan. Khususnya, anak-anak muda yang terisolasi dari
lingkungan besar dan kecilnya. Dengan cara ini, potensi dan
kemampuan mereka terus berubah. Misalnya, mari kita mulai
mengenal objek, memahaminya, dan membuat keputusan dengan objek
di sekitarnya. Oleh karena itu, keberadaan konsep Mahabbah, baik
secara sadar maupun tidak sadar digunakan oleh para relawan
komunitas Literasi Jalanan Kudus, memberikan dampak yang
signifikan bagi anak jalanan, jika hanya berupa kontribusi intelektual
mereka yang hanya bersifat praktis yang sangat mendasar.
pengetahuan Namun dari sinilah minat mereka bisa tumbuh dan minat
untuk belajar lebih banyak selalu muncul. Dan karena para relawan
komunitas Rubel Sahaja telah mendapatkan rasa cinta dan kasih
sayang, mereka akan terus menyambut apa yang dibutuhkan anak
jalanan.

2. Struktur, Visi dan Misi

Untuk struktural kepengurusan Komunitas Literasi Jalanan


Kudus ada delapan posisi yang mana ada beberapa pengurus yang
mengkoordinatori di dua bidang. Dan berikut tugas dan tanggung
jawabnya:

Pendiri memiliki tanggung jawab dalam mengelola komunitas yang dari


awal berdiri sampai regenerasi selanjutnya yang akan datang

Ketua, memiliki tanggung jawab atas terselenggaranya kegiatan yang


sudah direncanakan oleh anggota sampai dengan mengontrol keaktifan dan
keakraban pengurus harian dan anggota lainnya.

Sekertaris, memiliki tanggung jawab membantu ketua untuk


menyelenggarakan dan mengontrol kegiatan dan agenda yang sudah
direncanakan oleh Komunitas Literasi Jalanan Kudus.

Bendahara, memiliki tanggung jawab mengelola keuangan di Komunitas


Literasi Jalanan Kudus dalam setiap pertemuan dan kebutuhan agenda
yang akan datang.

Divisi Kajian dan Sosial bertugas untuk memberikan kajian yang sedang
populer baik di dunia maya ataupun di dunia nyata. Divisi ini mencari
berbagai macam informasi dari segala bidang baik bidang ekonomi,
pendidikan, kesehatan dan lainnya. Selain itu, divisi ini memiliki tugas
untuk mempersiapkan tema diskusi dalam setiap pertemuan yang telah
diagendakan.

Divisi Sumber Daya Manusia memiliki tugas untuk merangkul setiap


anggota komunitas dan masyarakat agar memiliki rasa kepedulian dan rasa
kasih sayang.
Divisi Media Sosial merupakan divisi yang ditugaskan untuk mengatur
jalannya aktivitas kehidupan di dunia maya. Aktivitas yang dijalankan
bersifat pemahaman terhadap masyarakat sekitar terkait rasa kasih sayang
terhadap lingkungan sekitar dan motivasi masyarakat terkait berita hoax.
Selain itu, Cabang ini juga bertanggung jawab untuk menyebarluaskan
informasi dan keahlian kepada masyarakat umum. Informasi dan
pengetahuan tersebut adalah hasil penelusuran dari Divisi Kajian dan
Sosial serta diskusi anggota komunitas.

Divisi Hubungan Masyarakat (Humas) bertugas untuk menjalin hubungan


dengan berbagai kalangan baik itu masyarakat umum maupun komunitas
lainnya.

Divisi Administrasi bertugas untuk mengatur jalannya keuangan, surat


menyurat, dan sebagai bantuan dalam kehidupan bermasyarakat di
komunitas.

Sementara untuk anggota yang tidak tercantum namanya di


dalam struktur dinamakan dengan relawan. Ada juga mentor yang
dikhususkan untuk para relawan baru agar mudah beradaptasi dan
tidak terlalu berlebihan dalam melakukan interaksi dengan anak-anak
jalanan. Karena apa yang ada di lapangan tidak selalu sama dengan apa
yang diprediksikan sebelumnya, ditambah dengan karakteristik anak
jalanan yang seara umumm hanya lebih dominan mempercayai orang-
orang yang menurutnya memang lebih dekat dengan mereka.

Visi: Menumbuhkan semangat belajar dimanapun, kapanpun, dan


dengan siapapun

Misi:

Membiasakan untuk hidup sehat

Memberikan pendidikan yang layak


Memfasilitasi anak-anak untuk mendapatkan tempat lingkungan yang
lebih baik lagi dalam melakukan pembelajaran.

3. Deskripsi Informan Penelitian

Penelitian ini merupakan hasil dari wawancara kepada anggota


Komunitas Literasi Jalanan Kudus, yang ana data-data dari informan
terjamin kerahasiaannya. Sehingga penelitian ini menggunakan nama
inisial dari informan untuk lebih mudah mendiskripsikannya. Diantaranya
berikut ini adalah informan penelitian:

Tabel 1. Informan Penelitian

N Inisial Kota Usia Jenis Lama di Kegiatan


O Asal Kelamin Komunitas Saat Ini

1 MCH Kudus 26 tahun L 2 tahun Mahasiswa

2 I Kudus 20 tahun L 2 tahun Mahasiswa

3 MFH Kudus 17 tahun L 2 tahun Pelajar

4 AN Kudus 17 tahun L 1 tahun Pelajar

5 KAN Kudus 21 tahun P 2 tahun Mahasiswa

6 KF Kudus 18 tahun P 1 tahun Pekerja

7 LP Kudus 22 tahun P 2 tahun Pekerja

Informan pada penelitian ini terdiri dari 1 pendiri 6 anggota dari


Komunitas Literasi Jalanan Kudus, diantaranya ada 4 laki-laki dan 3
Perepuan. Dari ke tujuh informan mempunyai latar belakang yang
berbeda-beda, ada yang masih sebagai pelajar, mahasiswa, dan sampai
pekerja. Mereka juga bergabung di dalam komunitas ada yang bergabung
dari awal berdiri komunitas dan ada juga yang baru berjalan 1 tahun. Dan
motivasi mereka mengikuti komunitas ini berbeda-beda, ada yang
mengikuti karena sistem pembelajarannya yang menarik dan ada yang juga
mengikuti untuk mengisi waktu luang.

Informan yang pertama yaitu MCH yang berasal dari kota Kudus
dan saat ini sudah menginjak umur 26 tahun dengan berjenis kelamin laki-
laki. Saat ini informan masih duduk di bangku perkuliahan dan aktif
diberbagai organisasi serta di dalam Komunitas sudah bergabung sejak
berdirinya komunitas sampai saat ini.

Informan kedua adalah MFH yang saat ini masih duduk dibangku
pelajar dan tinggal di kota Kudus. Berjenis kelamin laki-laki berusia 16
tahun dan aktif di komunitas sejak berdirinya komunitas sampai saat ini.
Dengan bertujuan untuk menambah wawasan keilmuan dunia
pembelajaran di luar sekolah. Karena menurutnya ilmu dicari dan digali
untuk meningkatkan skil dikemudian hari.

Informan selanjutnya adalah I, dia berusia 20 tahun sebagai


mahasiswa. Meskipun mahasiswa, dia mampu bertahan sampai 2 tahun
dalam mengabdi di komunitas Literasi Jalanan Kudus. Rintangan yang
dialami dari management waktu hingga menjunjung kemandirian mereka
lakukan.

Informan ketiga AN yang saat ini masih duduk dibangku pelajar


dan bergabung dengan komunitas Literasi Jalanan Kudus sudah 1 tahun
berjalan. Tempat tinggalnya saat ini masih bersama keluarganya di Kota
Kudus dan mempunyai 2 saudara. Tujuan dalam mengikuti komunitas ini
adalah untuk mencari pengalaman dan mencari ilmu yang lebih banyak.
Karena ilmu pada dasarnya tidak hanya dicari di sekolahan saja, melainkan
di luar sekolahan ada ilmu yang perlu digali lebih dalam.
Informan yang keempat KAN yang berusia 21 tahun sebagai
mahasiswa disalah satu universitas di Semarang. Beliau mengabdi di
komunitas karena memiliki tujuan penting dalam mempelajari di dalam
mata kuliahnya. Sejak berdirinya komunitas KAN selalu berpartisipasi
dalam menyumbangkan pemikirannya, dari memecahkan masalah kecil
sampai mencari solusi masalah besar. Saat ini KAN tinggal bersama
keluarganya di Kabupaten Kudus dan memiliki 2 saudara.

Informan yang kelima KF yang saat ini beraktivitas bekerja di


salah satu perusahaan ternama di Kabupaten Kudus. Beliau memiliki tekad
dalam mencari ilmu meskipun dilakukan sambil bekerja, dan saat ini
umurnya menginjak 18 tahun. Tujuan mengikuti komunitas ini adalah
untuk menambah ilmu di dalam dunia literasi dan mencari teman relasi
untuk bertukar pikiran. Bergabungnya di komunitas sudah menginjak 1
tahun bersamaan dengan AN.

Informan yang keenam adalah LP, seorang perempuan yang saat


ini mempunyai kesibukan bekerja. Meskipun bekerja tapi mempunyai
tekad dalam mengikuti kegiatan di Komunitas Literasi Jalanan Kudus.
Bergabungnya sejak awal berdirinya komunitas sampai saat ini, yaitu
berjalan 2 tahun. Dia adalah anggota paling tua di dalam komunitas, akan
tetapi tidak menyurutkan dalam mencari ilmu dimana pun dan kapanpun.
Tujuan mengikutinya hampir sama dengan teman-teman lain, yaitu
memperbanyak relasi teman dan perbanyak ilmu mumpung masih muda.

B. Deskripsi Data Penelitian

1. Deskripsi tentang Proses Pembelajaran Komunitas


Literasi Jalanan Kudus

Komunitas Jalanan Kudus merupakan suatu kelompok anak


remaja yang mana mereka mengabdikan dirinya untuk mendidik anak
jalanan yang kekurangan dalam menuntut ilmu di sekolahan. Dan dari
hasil penelusuran peneliti ketika menjumpai relawan Komunitas
Literasi Jalanan Kudus, ada beberapa wawancara yang perlu
dilakukan. Diantanya terkait dengan sistem pembelajaraan yang
dilakukan oleh relawan kepada anak-anak jalanan. Ada enam orang
yang sudah peneliti temui dan mewawancarai dari pendiri, ketua,
sekertaris, bendahara, koordinator, dan relawan lainnya.

Berdasarkan informasi dari MCH selaku pendiri yang


menyarankan untuk bertanya kepada pengurus harian, yaitu dari tiga
laki-laki dan tiga perempuan lainnya. Keenam informan tersebut
merupakan penggerakn komunitas Literasi Jalanan Kudus sejak jatuh
sampai dengan bangkitnya komunitas. Dan dari wawancara dengan
pendiri masuk ke dalam kriteria yang peneliti mencari informasi terkait
komunitas Literasi Jalanan Kudus.

Pada pertemuan peneliti dengan narasumber terkait mereka


bergabung dengan komunitas, banyak yang terjadi perubahan dalam
kehidupannya. Seperti narasumber yang pertama, beliau memiliki
tujuan di dalam mengikuti kegiatan di komunitas Literasi Jalanan
Kudus adalah supaya mendaptkan ilmu yang tidak dipelajari di dunia
pendidikan. Tidak hanya itu juga, beliau juga ingin menambah relasi
dunia pendidikan yang jarang diajarkan oleh guru-gurunya. Karena di
dunia pendidikan hanya diajarkan cara dan teori, namun jarang
diajarkan prakteknya.

Narasumber pada saat di wawancarai terkait pembelajaran yang


dilakukan di dalam komunitas Literasi Jalanan Kudus dengan tegasnya
menjawab. “Komunitas Literasi Jalanan Kudus memang komunitas
yang mengandalkan pembelajaran menggunakan pendekatan
mahabbah. Dengan pendekatan mahabbah, akan terciptanya saling
mencintai dan menghargai satu sama lain. Mencitai dan menghargai
pengurus dan anggota serta terhadap anak jalanan yang memang
perlu untuk dilakukan pendekatan tersebut”.
Pada narasumber kedua waktu diwawancarai terkait tujuan
bergabung di dalam komunitas hampir sama dengan narasumber yang
kedua. Namun yang membedakan dari narasumber kedua adalah ketika
dia pertama kali bergabung bertujuan untuk mengisi waktu luang yang
bermanfaat, pada saat berjalanannya waktu lebih nyaman dengan
lingkungan komunitasnya. Dengan alasan sistem pembelajarannya
yang asik dan anggota lain menerapkan pembelajaran dengan
pendekatan mahabbah yang diajarkan oleh Nabi SAW.

Narasumber kedua ketika diwawancarai terkait sistem


pembelajaran yang dilakukan oleh Komunitas Literasi Jalanan Kudus
dengan jelasnya menjelaskan dengan seksama. “Komunitas Literasi
Jalanan Kudus yang didirakan oleh pemuda di Kabupaten Kudus ini
sangat menarik, karena mereka menerapkan pendekatan yang
mungkin tidak semua komunitas lakukan. Yaitu dia melakukan
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan mahabbah, suatu
kasih sayang yang perlu dilakukan oleh semua orang dan tanpa
terkecuali”.

Wawancara narasumber yang ketiga ini berbeda lagi dari


narasumber yang sebelumnya, karena penampilan yang begitu
sederhana. Penampilan yang sederhana menjadi daya tarik peneliti
untuk mengetahui terkait tujuan bergabung di komunitas. Pada saat
diwawancarai, beliau menjawab untuk menambah pengalaman dan
supaya dapat tambah ilmu. Karena narasumber yang ketiga ini sekolah
sampai jenjang SD (Sekolah Dasar), untuk itu dia mengikuti kegiatan
di komunitas supaya ilmunya tambah. Dan juga pengajarannya
merangkul melalui pendekatan mahabbah.

Ketika diwawancari terkait sistem pembelajaran yang


dilakukan oleh Komunitas Literasi Jalanan Kudus, narasumber ketiga
menjawab dengan seksama. “Komunitas Literasi Jalanan Kudus
memang asing ditelinga masyarakat Kabupaten Kudus, akan tetapi
tidak dengan anak-anak jalanan yang ada di Kudus. Mereka
mengenalnya ketika sedang didekati segerombolan anak-anak jalanan
yang seharusnya belajar akan tetapi malah lebih suka bermain di
jalanan. Akhirnya relawan Komunitas Literasi Jalanan Kudus
melakukan pendekatan dengan metode mahabbah yang secara tidak
langsung mereka tertarik untuk selalu mengikutinya”.

Naraasumber yang keempat ini merupakan anggota yang baru


sekaligus sebagai pekerja dan mahasiswa, jadi mereka hanya beberapa
yang peneliti tanyai terkait dengan tujuan dan pendapat dari
narasumber terkait dengan Komunitas Literasi Jalanan Kudus. Karena
pada waktu wawancarai bersama-sama, mereka lebih dahulu pulang
ada acara yang mendadak.

Narasumber yang keempat sangat menarik ketika peneliti


temui, meskipun dia bekerja tapi semangatnya mengikuti kegiatan di
komunitas sangat kuat. Karena dia suka dengan pembelajarannya yang
menggunakan pendekatan mahabbah, “meskipun saya bekerja
berhubung ada komunitas ini saya mengikuti dengan sungguh-
sungguh. Apalagi anggotanya asik-asik”.

Pada saat mewawancarai narasumber yang kelima menanyai


terkait tujuan bergabung di komunitas sangat singkat. “Saya mengikuti
kegiatan di komunitas Literasi Jalanan Kudus supaya hidup saya bisa
bermanfaat bagi saudara, teman, dan lingkungan sekitar. Meskipun
saya pekerja tapi saya ingin mendalami ilmu saya ketika duduk di
bangku sekolahan”.

Wawancara terakhir dari narasumber ini sehari-harinya saat ini


bekerja, dan dia bergabung di dalam komunitas sebelum mendapatkan
kerjaan. Dalam wawancaranya terkait komunitas Literasi Jalanan
Kudus adalah “Saya kagum banget dengan komunitas Literasi
Jalanan Kudus, pembelajaran yang jarang ditemui di sekolahan dan
kampus manapun. Mereka merangkul semua kalangan untuk berfikir
bersama dan seimbang dengan yang lainnya”.

2. Deskripsi tentang Pendekatan Mahabbah dalam Komunitas


Literasi Jalanan Kudus

Pendekatan mahabbah yang digunakan di dalam komunitas


Literasi Jalanan Kudus pada saat pembelajaran adalah dengan
menggunakan teorika keilmuan yang didapatkan oleh pembimbing
dalam komunitas tersebut. Terdapat juga pembelajaran yang dilakukan
oleh anggota komunitas Literasi Jalanan Kudus, mereka melakukannya
dengan penuh kesabaran dan kedermawanan terhadap anggota lain.

Seperti yang terjadi pada wawancara dengan pendiri komunitas


Literasi Jalanan Kudus terkait pendekatan mereka dalam perilaku
ketika sedang melakukan pembelajaran. Dari wawancarai kepada
pendiri tersebut “anggota sering sekali melakukan pendekatan
mahabbah selama masa pembelajaran, karena mahabbah merupakan
suatu konsep dalam pembelajaran yang sangat menyenangkan dan
mudah dilakukan oleh banyak orang”. Dengan menjalankan
pembelajaran melalui pendekatan mahabbah, setiap kali pertemuan
selalu terasa lebih nyaman.

Awal mula adanya pendekatan mahabbah ketika ada problem


terhadap anggota lain ketika waktu seleksi relawan baru. Diantara
mereka merasa adanya kesalah fahaman terhadap pendapat yang
dilontarkannya pada waktu rapat perdana. Pada saat itu pendiri berkata
“coba seleksi dengan seksama dan teliti, supaya nantinya komunitas
ini berjalan dengan baik”. Pada saat itu salah satu dari mereka hanya
menyeleksi dengan menggunakan candaan dan yang satunya
menyeleksi dengan serius.

Dari kejadian tersebut, pendiri berinisiatif untuk mencoba


menerapkan pembelajaran menggunakan pendekatan mahabbah.
“Saya mencoba untuk menerapkan pembelajaran dengan penuh kasih
sayang dan cinta terhadap anggota serta anak jalanan. Seperti yang
diajarkan oleh Nabi SAW. dan para sahabatnya dahulu”.

Ternyata dengan menggunakan pembelajaran melalui


pendekatan mahabah, mereka yang dulunya pernah mempunyai
masalah, akhirnya berteman baik kembali. Dan dari hal tersbut pendiri
melakukan pembelajaran menggunakan pendekatan mahabbah supaya
tidak terjadi hal yang sudah terlewatkan pada saat itu. “Sangat sulit
penerapannya, karena mereka semua tidak hanya dari golongan
pelajar saja. Tetapi saya berusaha yang terbaik untuk mencintai
mereka yang sudah mau bergabung dan mengikuti kegiatan di Literasi
Jalanan Kudus”.

3. Deskripsi Hasil dari Pendekatan Pembelajaran dalam Mahabbah

Hasil dari pendekatan pembelajaran dalam Mahabbah adalah


adanya indikator perubahan dari relawaan sampai anak-anak jalanan
yang dihasilkan dari proses pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai
mahabbah, ditambah dengan pandangan beberapa masyarakat Kudus
yang mengetahui keadaan Komunitas Literasi Jalanan Kudus dalam
berkegiatan setiap bulannya. Diantara hasil dari wawancara ketiga
peneliti:

Kedisiplinan

Dalam hal beberapa hal tampaknya berubahan menjadi


lebih baik dalam kehidupan anak-anak jalanan. sekalipun tidak
semuanya, namun bisa dikatakan sebagian besar anak-anak jalanan
ini sudah bisa dikataka semakun disiplin dalam beribadah dan
pakaian. Hal tersebut dapat dilihat dari ketepatan waktu mereka
datang disaat pertemuan bersama dengan komunitas Literasi
Jalanan Kudus. Seperti yang diutarakan oleh salah satu relawan
bahwasanya mereka memiliki ketangguhan untuk berubah dalam
kedisiplinan dari segi pakaian dan kesehariannya.

Pemahaman Keagamaan

Anak-anak jalanan sebelum bergabung dengan komunitas


Literasi Jalanan Kudus hanya beberapa yang diketahui terkait
tentang beribadah. Mereka hanya mengetahui gerakan dan bacaan
yang pernah diajarkan di waktu mereka masih duduk dibangku
kelas. Tetepi tidak banyak yang mengetahui tentang agama, lebih
dominannya belum sepenuhnya paham. Namun setelah bergabung
dengan komunitas Literasi Jalanan Kudus, mereka sering
melakukan ibadah meskipun tidak tepat waktu. Dan faham cara
gerakan, bacaan, dan sunnah-sunnah yang sudah diajarkan oleh
relawan komunitas Literasi Jalanan Kudus.

Pegembangan Calistung

Hasil dari wawancara yang dengan salah satu anggota yang


dilakukan oleh peneliti Literasi Jalanan Kudus, dari beberapa anak-
anak jalanan banyak yang belum bisa membaca dan menulis. Akan
tetapi pada saat berjalannya waktu ikut aktif di dalam komunitas,
mereka bisa berkembang dengan menyesuaikan keadaan sekitar.

Dari hasil tersebut sampai saat ini relawan Komunitas Literasi


Jalanan Kudus bertambah banyak, dan juga pengikutnya (anak jalanan)
banyak yang mengikuti kegiatan-kegiatan mereka. Yang mana
basecame komunitas Literasi Jalanan Kudus di rumahan, tetapi sistem
mereka belajar dimanapun, kapanpunn, dan dengan siapapun yang
penting nyaman.

C. Analisis Data Penelitian

1. Analisis Data tentang Proses Pembelajaran di


Komunitas Literasi Jalan Kudus
Pendidikan bagi anak-anak sangat diperlukan, karena
kehidupan anak-anak setiap harinya akan berkembang dalam
menajalani kehidupan kelak di masa depan. Banyak ahli psikologi
menyatakan bahwa belajar yang diikuti dengan kemajuan tertentu yang
dikembangkan sebagai hasil dari pola berpikir dan berbuat merupakan
kunci keberhasilan belajar. Aspek psikologi terkait yang perlu
dilakukan dalam belajar tidak hanya membaca buku, melainkan
dengan memotifasi diri sendiri, pungasaan dalam keterampilan, ilmu
pengetahuan dasar, dan pengembangan jiwa.

Menurut Hilgard buku yang berjudul Sadirman Belajar


mengatakan “Belajar adalah suatu proses yang menghasilkan suatu
kegiatan baru atau perubahan suatu kegiatan melalui latihan, baik di
laboratorium maupun di lingkungan alam, yang terpisah dari
perubahan yang tidak disebutkan dalam praktek.” Chaplin (dalam
Kamus Psikologi) membatasi belajar dalam dua cara. Formula pertama
adalah “setiap perolehan perubahan perilaku yang relatif permanen
melalui praktik dan pengalaman” (belajar merupakan perolehan
perubahan perilaku yang relatif permanen melalui praktik dan
pengalaman). Rumusan lainnya adalah “proses mendapatkan jawaban
sebagai hasil latihan khusus” (belajar adalah proses mendapatkan
jawaban sebagai hasil latihan khusus).

Pendapat Hilgard tersebut sudah dijalankan penuh oleh


Komunitas Literasi Jalanan Kudus. Terlihat dari kegiatan mereka
setiap mengadakan kegiatan, sampai merangkul anak-anak yang ada di
jalanan. Meskipun proses yang mereka jalani selama di dalam
komunitas, anggota selalu semangat mengabdi bersama dengan anak-
anak jalanan. Karena konsep yang mereka gunakan menarik banyak
orang, terkhusus anak-anak jalanan yang ada di Kabupaten Kudus.

Ada pembelajaran berdasarkan hasil belajar yang dilakukan


oleh peneliti melalui observasi, wawancara dan pencatatan yang
berguna bagi anak jalanan dari pembelajaran yang dilakukan di dalam
komunitas Literasi Jalanan Kudus, yaitu sebagai berikut:

a. Pembelajaran Dimana Saja

Proses pembelajaran yang dilakukan oleh komunitas


Litterasi Jalanan Kudus adalah belajar dimana saja. Proses ini
berpengaruh besar bagi setiap manusia, terkhusus bagi teman-
teman yang ada di jalanan. Karena belajar tidak hanya terjadi di
dunia pendidikan formal, akan tetapi belajar dapat dilakukan
dengan dunai informal.

Pembelajaran di dunia formal seperti contohnya belajar di


ruang lingkup sekolahan, perkuliahan, dan acara seminar lainnya.
Hal ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang khusus saja, seperti
murid, mahasiswa, dan anak yang ekonominya tinggi. Dan sistem
pembelajaran forman yang didapat adalah ilmu tentang teori dari
para ahli dan peneliti-peneliti terdahulu.

Pembelajaran di dunia informal adalah belajar yang


dilakukan di luar dari sekolahan, kampus, dan acara seminar
lainnya. Pembelajaraan ini sangat dibutuhkan bagi semua kalangan,
baik dari kalangan pejabat ataupun orang bawahan. Proses belajar
ini dapat dijumpai di komunitas Literasi Jalanan Kudus, dimana dia
menerapkan prinsip belajar dimana saja untuk menumbuhkan
semangat bagi orang yang tidak memiliki pendidikan.

Tujuan yang diharapkan pendiri komunitas Literasi Jalanan


Kudus adalah supaya anggota dan pengikutnya bisa belajar dengan
bersuka ria dan tidak memandang kasta. Meskipun anggotanya
mereka kebanyakan dari kalangan mahasiswa, pekerja, dan pelajar
tetapi tidak ada yang memandang rendah satu sama lain.

Prinsip tersebut merupakan jalan yang terbaik terhadap


semua orang, yang mana mereka selalu dimanusiakan. Dalam
hadist “Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: Allah Azza wa
Jalla berfirman: “ Tiga golongan yang Aku akan menjadi musuh
mereka di hari Kiamat; pertama: seorang yang bersumpah atas
nama-Ku lalu ia tidak menepatinya, kedua: seseorang yang
menjual manusia merdeka dan memakan hasil penjualannya, dan
ketiga: seseorang yang menyewa tenaga seorang pekerja yang
telah menyelesaikan pekerjaan itu akan tetapi dia tidak membayar
upahnya”. (H.R. Al-Bukhori)

Dari hadist di atas, peneliti mengutik dari kisah Nabi Yusuf


A.S. apa yang keluar dari sumur tersebut kemudian dijual kepada
Raja al-Aziz seperti yang disebutkan dalam firman Allah SWT:
“Kemudian datanglah kelompok orang-orang musafir, lalu mereka
menyuruh seorang pengambil air, Maka dia, menurunkan
timbanya, dia berkata:.“Oh; kabar gembira, Ini seorang anak
muda!” Kemudian mereka menyembunyikan dia sebagai barang
dagangan. dan Allah Maha mengetahui apa yang mereka
kerjakan. (19). Dan mereka menjual Yūsuf dengan harga yang
murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak
tertarik hatinya kepada Yūsuf (20). (Q.S. Yusuf; 19-20)

Kisah yang dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Yusuf


tersebut bisa dijadikan pembelajaran bahwa seorang Nabi kekasih
Allah masih dipermainkan oleh mereka untuk diperjual belikan.
Dengan ijin Allah, Nabi Yususf akhirnya diselamatkan oleh orang
Mesir untuk dijadikan sebagai anaknya. “Dan demikian pulalah
kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yūsuf di muka
bumi (Mesir), dan agar kami ajarkan kepadanya ta’bir mimpi. dan
Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia
tiada mengetahuinya”. (Q.S. Yususf: 21)
Kisah Nabi Yusuf diakhiri dengan gambaran tentang Allah
yang memandang semua manusia sama mulianya, tanpa ada yang
lebih tinggi dari yang lain. Keagungan manusia di sisi Tuhan tidak
ditentukan oleh kekuatannya, sehingga yang kuat akan
mengalahkan yang lemah kekayaannya sehingga yang kaya akan
menguasai yang tidak memiliki, atau status sosialnya sehingga para
bangsawan dapat menindas orang-orang miskin dan sebagainya.

Prinsip ini menyatakan bahwa semua manusia dianggap


sama dan setara dalam kedudukan. Perbedaan di antara mereka
hanya terletak pada tingkat kebaikan yang dimilikinya, seperti yang
disampaikan Allah SWT: “Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal”. (Q.S. Al-Hujurat: 13)

b. Pembelajaran Kapan Saja

Belajar di mana saja, kapan saja, tanpa memandang usia.


Juga, waktu dari buaian ke kuburan tidak terbatas. Tujuannya
adalah untuk meningkatkan kualitas diri sendiri, memperkaya visi
dan pengetahuan.

Ilmu itu sangat luas, sehingga tidak berhenti di tengah


kehidupan. Anda yang haus akan ilmu biasanya belajar tanpa rasa
bosan di lembaga pendidikan baik formal maupun informal. Ada
banyak media di sekitar yang bisa Anda gunakan, misalnya buku,
youtube dan lain-lain. Buku adalah jendela dunia yang mendukung
dan memfasilitasi pembelajaran Anda.
Dikemas dengan informasi yang menambah wawasan,
terutama jika Anda tertarik untuk membaca. Itulah mengapa
penting bagi Anda untuk memupuk kegemaran membaca. Media
pembelajaran lain yang lebih praktis adalah internet. Jika Anda
tidak memiliki komputer, Anda dapat dengan mudah dan cepat
menggunakan ponsel cerdas Anda untuk berbagai informasi.

Belajar di mana saja, kapan saja, tidak selalu harus


menggunakan buku, juga bisa menggunakan jejaring sosial, situs
web, aplikasi, dan di ruangan terbuka. Tujuannya adalah supaya
belajarnya bisa fleksibel dan tenang. Jika hanya belajar dilakukan
di dalam ruangan secara terus menerus mengakibatkan sulit untuk
dapat memahami ilmu yang diterapkan.

Seperti yang sudah diterapkan di dalam komunitas Literasi


Jalanan Kudus, dimana anggotanya merangkul anak-anak jalanan
untuk ikut serta dalam belajar. Meskipun penampilan dan keadaan
mereka belum bisa dikategorikan sebagai pelajar, setidaknya
mereka punya bekal dalam belajar. Sehingga dari bekal yang
diajarkan di dalam komunitas bisa diterapkan ketika dewasa nanti.

2. Analisis Data tentang Mahabbah di dalam Komunitas


Literasi Kudus

Menurut Rabi'ah, bahasa mahabbah terbagi menjadi dua


bagian: "Hubb al hawa dan hubb ahl lahu." Hubb al hawa adalah rasa
cinta yang bersumber dari nikmat Allah, terutama nikmat finansial,
bukan nikmat ruhani, maka hubba disini adalah hubba indrawi, padahal
hubb al hawa yang dikemukakan Rabi'ah tidak mengubah, tidak
berubah. Untuk menggantikan tumbuh daripada menyusut karena
meningkatkan atau mengurangi kenikmatan. Hal ini karena Rabi'ah
menganggap sesuatu yang ditekankan daripada pelayanan itu sendiri.
Sedangkan hubb ahl lahu adalah cinta yang dipimpin oleh
substansi yang mereka puja bukan oleh sensasi. Cinta kedua ini adalah
cinta yang tertinggi dan terdalam, dan itu adalah sensasi melihat
keindahan Tuhan. Jenis cinta ini tidak mengharapkan imbalan apa pun.
Rabi'ah sendiri memenuhi tanggung jawabnya yang muncul dari
kecintaan terhadap subjek yang dicintainya.

Bahasa mahabbah tidak jarang dilakukan oleh beberapa


manusia, bahkan komunitas Literasi Jalanan Kudus menggunakan
Bahasa cinta dengan alasan supaya anggota bisa menikmati di dalam
kehidupan di komunitas tersebut. Pada dasarnya Bahasa cinta yang
dilakukan di dalam komunitas ini didasari kesadaran hidup manusia
yang banyak mengarahkan arti cinta yang begitu-begitu saja. Sehingga
kaum muda sekarang banyak yang mengartikannya dengan sebatas
kecintaan yang dilihat dari sudut pandang mata saja. Akan tetapi jika
dilihat dari sudut pandang hati, Bahasa cinta akan hidup di dalam
kehidupan yang manusia jalani setiap waktu.

Mahabbah dalam pemahaman keilmuan tasawuf adalah suatu


hal yang menekankan pada perasaan cinta hamba kepada Tuhannya.
Dan ajaran tersebut biasa disebut dengan maqamat mahabbah yang
berarti kedudukannya sejajar dengan ma’rifat, fana baqa, dan ittihad.
Paham ini terkadang disebut sebagai maqam di atas tingkatan taubat,
bertapa, sabar, beriman, dan ridh. Mekipun kebanyakan dari anggota
komunitas Literasi Jalanan Kudus tidak memahami hal tersebut, tapi
mereka sudah menerapkan.

Secara tidak sadar para anggota dari komunitas Literasi Jalanan


Kudus merupakan orang yang berperilaku di jalan ketasawufan.
Karena mereka menerapkan apa yang sudah diajarkan oleh tokoh-
tokoh sufi terdahulu terkait tentang pembelajaran dengan metode cinta.
Oleh karena itu mahabbah sebagai suatu makanan utama bagi hati,
sebagai hidangan istimewa bagi ruh, dan penyejuk bagi mata.
Cinta di satu sisi sebagai anugerah dan di sisi lain bisa menjadi
ujian dan cobaan, karena perasaan ini ternyata sangat dekat dengan
hawa nafsu dan nafsu orang yang menguasainya sangat bergantung
pada iman. Jika iman tidak menjaga cinta, perzinahan dan pelanggaran
merajalela demi kemanusiaan.

Cinta sesama manusia juga sebenarnya suatu wujud rasa cinta


kepada Allah Swt. karena pada dalil-dalil yang menerangkan terkait
cinta yang menjelaskan bahwa siapapun yang mencintai manusia sama
halnya mencintai penciptanya. Sebab manusia adalah makhluk yang
mendapatkan kemuliaaan khusus dari Allah Swt. yang mana para
malaikat sujud kepadanya.

Hal tersebut dicontohkan juga di dalam komunitas Literasi


Jalanan Kudus, mereka saling menghargai satu sama lain. Tidak
membedakan satu sama lain dan semuaanya sama derajatnya. Dengan
adanya pembelajaran sistem tersebut mengakibatkan anak-anak jalanan
menjadi lebih senang datang tepat waktu dengan perasaan senang.
Karena anak jalanan jika komunitas Literasi Jalanan Kudus tidak ada
kegiatan, mereka semua gelisah dan rasanya setiap hari ingin
berkumpul dengan kakak-kakak komunitas.

Komunitas Literasi Jalanan Kudus adalah suatu wadah yang


menurut peneliti sangat cocok untuk dijadikan sebagai wadah
pembelajaran bagi anak-anak yang kurang menaungi ilmu
pengetahuan. Karena di dalam komunitas ini tidak membandinkan satu
sama lain dan semuanya dirangkul dengan kasih sayang yang sama.
Dengan adanya komunitas Literasi Jalanan Kudus bisa mengurangi
kebodohan terhadap anak-anak jalanan yang kurang adanya ilmu
pengetahuan.

3. Analisis Hasil dari Pendekatan Pembelajaran dalam Mahabbah


Hasil dari pendekatan mahabbah yang digunakan anggota
komunitas Literasi Jalalan Kudus diantaranya adalah

a. Kedisiplinan

Menurut Flippo dalam Atmodirjo (2000), disiplin adalah upaya


mengatur perilaku seseorang di masa depan dengan menggunakan
peraturan dan penghargaan. Penjelasan di atas merupakan usaha
untuk memfokuskan seseorang dalam menata perilaku dan
kebiasaan yang sebaagaimaana mestinya dapat dirangsang dengan
hukuman dan ganjaran.

Penjelasan di atas tidak semua manusia menjalankan dalam


mengingatkan seseorang kedalam dunia kedispilinan. Tetapi dalam
lingkup keluarga komunitas Literasi Jalanan Kudus menerapkan
hal tersebut yang ditujukan kepada anak jalanan. Meskipun secara
teori mereka sulit untuk diatur untuk selalu bersikap disiplin,
namun dari komunitas Literasi Jalanan Kudus memberikan
semangat kepada anak jalanan untuk bersikap disiplin disegala hal.
Dari disiplin keilmuan, kerapihan, ketakwaan, dan kehidupan yang
mereka jalanan selama masa hidupnya.

b. Pemahaman Keagamaan

Maksud dari pemahaman keagamaan adalah senantiasa beribadah


dengan peraturan-peraturan yang terdapat di dalam ajaran yang
sudah ditentukan. Pemahaman keagamaan sangat dibutuhkan oleh
anak-anak jalanan, karena Allah Swt. senantiasa menganjurkan
umat manusia untuk memahami agama secara terang-terangan.
Anjuran tersebut merupakan bagian dari kunci untuk sukses dunia
dan akhirat.

Apa yang dilakukan tim komunitas Literasi Jalanan Kudus


merupakan yang tidak semua orang jalankan. Mereka senantiasa
bersikap tulus dan ikhlas dalam mendidik anak jalanan supaya
dapat memahami ilmu-ilmu yang mereka belum ketahui atau hanya
mengetahui sebatas tau. Sikap yang diambil mereka sangat berarti
untuk anak jalanan, sehingga anak jalanan mampu untuk merubah
kehidupannya yang lebih baik lagi dari segi keagamaan.

c. Calistung

Calistung (membaca, menulis, berhitung) adalah tonnggak penting


dalam dunia pembelajaran. Definisi umum kemampuan membaca
dikuasai anak saat berusia empat sampai lima tahun, menulis dan
berhitung dapat dikuasai anak ketika umur enam hingga sembilan
tahun. Hal tersebut memberikan suatu dorongan terhadap anggota
komunitas Literasi Jalanan Kudus yang berkaitan dengan calistung.
Mereka memberikan pembelajaran tersebut bertujuan untuk
mengingat kembali memori yang pernah mereka pelajari disaat
masih berpendidikan. Dengan adanya calistung dalam
pembelajaran di komunitas dapat mendorong anak jalanan untuk
selalu teliti dalam segala keadaan ketika berada di jalanan.

Dengan adanya permasalahan di dunia anak jalanan, seluruh


anggota komunitas Literasi Jalanan Kudus melakukan dengan tulus hati.
Jiwa ketulusan yang anggota komunitas Jalanan Kudus tidak semua
manusia menjalankannya. Meskipun cobaan yang mereka hadapi tersebut
berat, mereka melakukan dengan ketabaahan, kesabaran dan tulus untuk
merangkul anak-anak jalanan supaya kembali ke dalam hal yang bersifat
positif di lingkungan yang mereka tinggali.

A. Kesimpulan

Proses pembelajaran yang dilakukan oleh komunitas Literasi Jalanan


Kudus menggunakan terapan pendekatan mahabbah. Dari pendekatan
mahabbah yang diberikan oleh komunitas Literasi Jalanan Kudus mampu
menumbuhkan semangat kepada anak jalanan yang hidupnya kurang dari
kasih sayang lingkungan sekitar. Hal tersebut yang menjadi kendala bagi
anak jalanan dalam menjalani hidup serba kurang dan sulit untuk
berkembang menjadi terbaik dari orang pada umumnya. Dengan adanya
proses pembelajaran di komunitas Literasi Jalanan Kudus memberikan
dorongan besar untuk mencapai target yang lebih tinggi dari sebelumnya.

Pendekatan yang diberikan anggota komunitas Literasi Jalanan Kudus


melalui pendekatan mahabbah. Mahabbah merupakan bahasa arab yang
diartikan sebagai cinta. Para anggota memberikan pendekatan mahabbah
dengan tujuan dapat merubah kehidupan anak jalanan supaya menjadi
anak yang tangguh dan mampu untuk bersikap tauladan ketika sudah
mempunyai kehidupan yang baru. Ruang lingkup yang besar tidak
memungkinkan seseorang mendekati anak jalanan dengan kekerasan,
karena mereka akan merasakan ketakutan dan sulit untuk diajak kedalam
kebaikan. Berbeda dengan anggota komunitas Literasi Jalanan Kudus,
mereka melakukan dengan rasa cinta dan perhatian besar untuk merubah
anak jalanan melalui pembelajaran yang didasari rasa cinta terlebih
dahulu.

Hasil yang diberikan dari pendekatan mahabbah adalah mampu dalam


penerapan yang sudah diajarkan oleh anggota komunitas Literasi Jalanan
Kudus. Seperti kedisiplinan, beribadah, dan calistung (membaca, menulis
dan berhitung) mereka menguasainya setelah aktif dalam kegiatan
komunitas. Keaktifan tersebut dapat merubah kehidupan yang dahulunya
sudah lupa dalam belajar, menjadi bisa aktif dalam belajar kembali.

B. Saran
Berbicara tentang anak jalanan dan kepedulian terhadap fenomena sosial
masih menjadi sorotan yang cukup menyedihkan bagi peneliti. Penting
bahwa ada masalah yang perlu diselidiki lebih lanjut dalam menemukan
perawatan lainnya untuk memecahkan masalah yang tidak hanya
dimasukakan dalam kategori masalah tingkat daerah atau nasional, tetapi
juga secara international. Ditambah lagi dengan adanya aktor
permasalahan dari anak-anak atau remaja yang semestinya memperolah
hak-hak dalam hidup sesuai dengan undang-undang terkait HAM dan
peraturan-peraturan lainnya. sehingga penting untuk dikaji kembali
berkaitan dengan bagaimana cara untuk membantu menjaga agar jumlah
anak jalanan di Indonesia tidak meningkat.
C. Penutup

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat


dan hidayah-Nya kepada para peneliti sehingga dapat menyelesaikan tugas
akhir kuliahnya. Tidak lupa peneliti mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini. Anggota Komunitas
Literasi Jalanan Kudus khususnya sebagai nara sumber yang telah
membantu pekerjaan dan meluangkan waktu untuk diwawancarai. Semoga
hasil studi akhir peneliti ini membawa manfaat yang luar biasa baik bagi
akademisi maupun pembaca pada umumnya.

Anda mungkin juga menyukai