Anda di halaman 1dari 3

SATU:

Terlambat.

Adalah salah satu momok paling mengerikan bagi Salma. Mungkin bagi murid lain, terlambat sesuatu
yang biasa. Tapi berstatus murid pindahan yang baru bersekolah selama satu minggu kemudian dapat
masalah karena terlambat tentu bakal jadi masalah besar. Apalagi Salma termasuk tipe cewek yang
paling anti masuk ruang BK-lebih menjurus ke cewek nerd yang ingin dikenal karena prestasi oleh guru-
guru, karena sekali masuk BK, maka wajahnya akan dicap sebagai murid bermasalah sampai menjelang
kelulusan.

"Mampus deh guel" Cewek itu menepuk jidatnya saat melihat gerbang sekolah sudah ditutup, kakinya
ikut gemetaran. Kemudian diliriknya jam yang melingkar di pergelangan tangan. Sudah telat lima belas
menit, tangannya makin berkeringat begitu muncul dua guru paling sadis se-sekolahan yang mulai
berpatroli untuk menghukum siswa terlambat.

"Sssstttt..." Salma tersentak kaget mendengar desisan seseorang dan otomatis menoleh ke samping saat
mencium aroma rokok menyengat di dekatnya. Dia menarik tubuhnya dua langkah menjauh begitu
melihat seorang cowok berpenampilan urakan ada di sebelahnya. "Telat?" tanya cowok itu sambil
menyentil batang rokok yang sudah habis terhisap masuk ke gut dekat gerbang

"I-iya." Salma mengangguk takut, tangannya mulai dingin dan tes. Sebulir keringat menitik di alisnya.

Mata Salma memerhatikan cowok itu. Kemeja sekolahnya tidak dimasukkan ke dalam celana, tidak
memakai dasi, rambutnya sedikit melewati kerah dan dua kancing teratas seragamnya terbuka sehingga
kaos dalam putih yang dikenakkannya dapat terlihat. Tipikal siswa yang gemar melanggar aturan.

"Kamu telat juga?" tanya Salma terdengar gemetar.

"Menurut lo?" balasnya sengit. "Lo murid


baru?"

Salma mengangguk samar, "Iya. Gue murid

haru."

"Pantes. Nggak pernah gue liat mukanya di sini. Kayaknya lo belum kenal gue, ya?"

Mata Salma berpindah melihat dada kanan

cowok itu. Tidak ada name tag yang dijahit di

sana.

"Mau gue bantuin? Biasanya jam segini gerbang samping masih buka, guru-guru belum ada yang jaga di
sana." Kemudian mata cowok itu berpaling ke jam tangannya. "Tiga menit lagi. Bu Endang baru mulai
ngejaga. Berarti masih sempet.

"Hah?" Salma mengernyit.

"Gue bantuin lo masuk lewat gerbang samping."

Bingung, Salma menimbang-nimbang dan di sisi lain ketakutan, seumur hidupnya dia tidak pernah coba-
coba untuk menyelusup masuk. "E- enggak deh, di sini aja."
"Yakin?" Cowok itu mengangkat alis. "Soalnya kalo lo ketangkep di sini lebih bahaya lagi, lo tau apa
hukumannya kalo terlambat? Surat panggilan orang-tua ditambah lagi harus bersihin toilet. Lo tau
sendiri toilet kita tuh kayak gimana, kandang sapi aja kalah kali."

Terus kamu juga telat, kan?" balas Salma menatap cowok itu heran. "Ya udah kita sama- sama telat."

"Yah kalo gue sih udah puas kalo dikasih hukuman," sahutnya datar. "Terserah deh, gue cuman pengen
nolongin. Soalnya lo masih murid baru, kasian kalo baru sekolah beberapa hari, eh udah dapet hukuman
aja," balasnya dengan nada menyindir. "Oke deh, gue tinggal ya." Lalu sang cowok tak dikenal itu
berbalik, meninggalkan Salma sendirian. Ya, sendirian. Di balik tembok. Bersembunyi dengan jantung
berdebar.

Dengan penasaran, Salma kembali menarik kepalanya untuk mengintip, dan tepat di waktu bersamaan,
Bu Erna yang ada di depan gerbang meliriknya. "Mati gue," Salma melotot, langsung menarik lagi
kepalanya untuk bersembunyi. "Mampus deh, ketahuan," lirihnya. Dia lalu melihat punggung cowok
yang berjalan menjauh ke arah gerbang samping sekolah masih terlihat.

Salma dengan nekad berlari menyusul cowok itu, berusaha menyejajarkan posisinya dan menahan
lengan si cowok. "T-tunggu, g-gue ikut, deh," jawabnya dengan napas terengah-engah.

"Oke." Cowok itu kembali melirik jamnya. "Sebentar. Lo tunggu sini, biar gue cek gerbang sampingnya
dulu," katanya dengan nada seolah dirinya memang sudah terbiasa dengan aktivitas seperti ini.

Salma mengikuti gerakan cowok itu. dilihatnya sang cowok seperti berbicara pada seseorang dan
memberikan beberapa batang rokok sebagai sogokan. Tak lama dia kembali menatap Salma sambil
menggerakkan telunjuknya supaya Salma mendekat setelah berhasil melakukan negosiasi. "Bentar lagi
gurunya bakalan dateng, lo cepetan lari gabung ke barisan," katanya saat Salma sudah berjalan
mendekati gerbang samping yang ternyata barusan dibuka oleh penjaga kantin belakang

"Kamu nggak lari?"

Anda mungkin juga menyukai