Anda di halaman 1dari 2

Cerpen

DISIPLIN
Oleh : Emha Langit mendung dan guruh menderam-deram ketika ia melangkah memasuki pekarangan sekolah. Tak ada siswa di luar. Semuanya sudah berada di kelas. Dia tahu, dua buah pelajaran telah berlalu sejak jam pertama tadi. Kini tentu masuk pelajaran yang ketiga. Dia melangkah ke ujung. Dimana kelas berada. Dari balik pintu-pintu yang tertutup, ia mendengar suara ibu atau pak guru sedang memberi pelajaran. Ilmu Bumi, ilmu Pasti, Bahasa Inggeris, Bahasa Indonesia. Ada kelas yang tak terdengar suaranya. Hanya suara goresan pada papan. Dan suara tekanan tekanan agak keras. Pastilah di dalamnya pak guru sedang menuliskan sesuatu dipapan tulis. Dan kini ia sampai di depan kelasnya. Dia berhenti. Dari dalam terdengar suara pak guru sedang menerangkan pelajaran. Masukkah dia sekarang? Nanti saja ketika pertukaran jam pelajaran? Dia menarik napas. Ah sekarang saja, pikirnya. Tangannya yang kurus terangkat. Buku-buku jarinya mengetuk pintu. Suara pak guru masih terus bicara. Dia membuka pintu itu, meski tak ada suara yang menyilahkannya masuk. Pak guru menoleh padanya begitu dia melangkahi ambang pintu. Tutup pintu dan tetap berdiri di sana sampai saya selesai.... suara pak guru terdengar tegas. Dia tertegun. Mulutnya terbuka, ingin bicara. Namun suara pak guru kembali membuatnya terdiam. Tutup pintu dan tetap berdiri di sana. Jam pelajaran saya hampir habis. Sehabis jam pelajaran saya, saudara boleh duduk. Dan pak guru itu kembali melanjutkan penjelasan pelajarannya. Dia jadi berpeluh. Dia tahu semua mata teman-temannya menatap pada dirinya. Lambat-lambat ia dia menutupkan pintu di belakangnya. Kemudian dia tegak di sana dengan diam dan kepala tunduk. Matanya menatap pada kaki celananya yang lusuh. Pada sepatu tuanya yang sudah kehilangan warna. Di luar gemuruh masih berderam-deram. Dua hari tak datang kesekolah tanpa surat. Sekarang terlambat lagi tiga mata pelajaran. Ini sudah keterlaluan... tiba-tiba dia dengar pak guru bicara. Nampaknya pak guru sudah selesai dengan pelajarannya. Dan kini beralih pada dirinya yang terlambat. Dia ingin bicara, tapi pak guru memotong dengan cepat: Tak usah mencari-cari alasan. Kami para majelis guru menegakkan disiplin di sekolah ini bukan untuk keuntungan kami. Bagi kami, datang atu tak datang ke sekolah, kami tetap menerima gaji, sebenarnya menguntungkan kami kalau kalian tak datang. Kami bisa istirahat. Tak memakan kapur seperti ini. Tapi kami tak memikirkan keuntungan buat kami. Kami memikirkan kalian, tanpa disiplin, kalian akan menjadi orangorang yang semeraut. Apalagi bila terjun ke masyarakat kelak...

Guru itu berhenti sebentar. Menatap pada dengan tatapan yng tajam. Dan dia tahu, semua teman-temannya juga menatap padanya. Dia ingin bicara, tapi tatap pak guru, tatapan teman-temannya membuat dirinya terasa kecil. Akhirnya dia menunduk makin dalam. Nah... pak guru menyambung lain kali, kalau tak datang, kirim surat, jangan terlambat datang. Ini bukan hal baru bagi kalian bukan? Disiplin begini sudah sejak dulu-dulu di terapkan... Pak guru menanda tangani absen. Mengambil buku-bukunya. Kemudian berjalan ke pintu. Di dekatnya pak guru lalu berhenti. Lalu berkta : Duduklah... dan pak guru membuka pintu. Lalu keluar. Dia masih tegak di tempatnya. Lambat-lambat ia mengangkat kepala. Menatap pada teman-teman sekelasnya. Duduklah. Nanti ibu guru yang mengajar Bahasa Inggeris akan masuk... suara ketua kelas terdengar memperingatkan. Namun ia masih tegak di sana. Duduklah. Atau kalau anda tak mau mengikuti pelajaran hari ini, silahkan keluar. Jangan menganggu kami dengan terus berdiri disana...suara ketua kelas itu bergema lagi. Dia manatap ketua kelasnya. Menatap teman-teman sekelasnya. Kemudian tanpa menggeser tegaknya mesti setapak, dia bicara : Maaf saya menganggu teman-teman. Saya memang tak akan mengikuti pelajaran hari ini... dia tertunduk dan hari-hari berikutnya...katanya perlahan. Dua hari saya tak datang, tanpa surat. Saya menunggui ibu saya yang sakit keras. Dan hari ini saya datang terlambat karena.....karena pagi tadi ibu saya meninggal...suaranya serak dan bergetar. Teman-temannya dalam kelas itu tertegun. Dan suaranya kembali terdengar perlahan : Pagi ini saya datang kemari untuk meminta bantuan. Kalau-kalau ada diantara teman-teman yang bersedia membantu saya menggali pusara. Sayang pak guru tadi tak memberi saya kesempatan untuk menerangkan....tapi...tak apalah. Saya tahu teman-teman akan akan belajar....Mulai hari ini saya berhenti sekolah. Tak ada lagi yang membiayai saya. Dan saya harus menghidupi adik-adik saya yang empat orang. Bangku sekolah sepertinya memang bukan untuk anak seperti saya....Maafkan saya datang mengganggu. Selamat belajar kawan-kawan... Dan perlahan dia memutar tubuh. Membuka pintu. Dan berjalan keluar. Semua teman-temannya masih tertegun di tempat mereka masing-masing. Dan suasana haru tiba-tiba menggantung rendah dalam kelas itu. Ketua kelas yang tadi meminta dia duduk tiba-tiba bangkit. Memburunya keluar. Tapi di luar, dia tak kelihatan lagi. Yang kelihatan hanya gerimis yang mulai turun. Ketua kelas itu masuk lagi. Membenahi buku-bukunya. Dan bergegas keluar. Tapi di pintu ia berhenti, menoleh pada teman-temannya dan bicara : kalau bu guru datang, katakan saya ke rumah Firdaus. Saya akan membantu menggali pusara... kami ikut...! hampir serenatak isi kelas itu bicara dan bangkit.

Anda mungkin juga menyukai