Anda di halaman 1dari 14

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Tanah gambut merupakan tanah yang sangat banyak tersebar di Indonesia namun
manfaat tanah ini belum bisa dikembangkan sebab tanah gambut termasuk tanah
kurang baik, oleh sebab itu, dalam beberapa tahun belakangan kajian dan
penelitian mengenai stabilisasi tanah gambut semakin berkembang. Penelitian
tersebut telah masuk dalam beberapa variasi yang membahas mengenai stabilisasi
tanah gambut menggunakan portland cement, gypsum sintetis, gula pasir, dan
abu sekam padi. Beberapa hasil kajian tersebut memberikan dampak yang sangat
positif untuk mengurangi sisi negatif dari tanah gambut, hingga memiliki daya
dukung besar untuk menjadikan tanah gambut sebagai tanah yang bisa
dimanfaatkan dalam pembangunan infrastruktur di wilayah Indonesia.

Adapun kajian-kajian telah dilakukan sebelumnya dengan metode penelitian serta


variasi aplikasi yang penulis gabungkan sebagai acunan nantinya, berikut:

2.1.1 Tanah Gambut

Widodo (2008) telah melakukan penelitian tentang stabilisasi tanah gambut


Rawa Pening dengan menggunakan campuran gypsum sintetis (0%, 7%, dan
14%) serta abu sekam padi (0%, 3%, dan 6%) terhadap masa curing 0 hari
hingga 7 hari. Dari hasil penelitiannya dapat diketahui bahwa penambahan
gypsum sintetis, abu sekam padi (RHA) dan masa pemeraman bisa
meningkatkan kenaikan 2 kali lipat dari nilai CBR tanah gambut asli dan
menurunkan nilai swelling.

5
6

Tommy (2008) Menerangkan bahwa dalam penelitian yang dilakukan olehnya


dengan penambahan bahan aditif semen portland tipe-V (10%, 20%, dan 30%)
terhadap tanah gambut Kalimantan untuk mengkaji kekuatan geser dan perubahan
struktur mikroskopiknya. dari hasil uji Triaxial CU dapat meningkatkan nilai
kohesi (c’). Namun untuk sudut geser dalam efektif (ϕ) tidak selalu turun
mengikuti penambahan kadar PC-V ataupun lamanya masa peram.

Susilo (2008) mengemukakan bahwa penelitian yang dapat dilakukan dalam


usaha stabilisasi tanah gambut Rawa Pening dengan mencampurkan gula pasir
(0%, 3%, dan 6%) dan gypsum sintetis (0%, 7%, dan 14%) dengan masa curing
0 hari dan 7 hari. Dari hasil penelitian laboratorium menunjukkan bahwa
penambahan gula pasir, gypsum sintetis, dan masa pemeraman dapat
meningkatkan nilai CBR. Nilai CBR yang dihasilkan mengalami kenaikan dua
kali lipat dari nilai CBR tanah gambut asli dan nilai pengembangan
(swelling) menjadi lebih kecil dari tanah gambut asli.

2.1.2 Bata Merah

Purnomosidi (2013) mencoba melakukan pengujian untuk perbaikan subgrade


dengan serbuk bata merah dan kapur (studi kasus tanah lempung tanon Sragen )
Penambahan 5% kapur dan 0% bubuk bata merah sampai dengan penambahan 5%
kapur dan 9% bubuk bata merah dapat memperbaiki sifat-sifat mekanis tanah,
yaitu menaikkan nilai berat volume kering maksimum dan menurunkan kadar air
optimum, serta meningkatkan nilai CBR unsoaked dan nilai CBR soaked,
walaupun peningkatan nilai CBR soaked tidak begitu besar.

Mengacu dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya maka kali ini
penulis akan mencoba mengkaji stabilisasi tanah gambut dengan menggunakan
campuran serbuk bata merah untuk stabilisasi tanah gambut secara kimiawi
dengan pengujian California Bearing Ratio (CBR). Penelitian ini diharapkan bisa
membantu melengkapi serta menambah kajian ilmiah dalam peningkatan
pemanfaat tanah untuk infrastruktur pembangunan.
7

2. 2 Landasan Teori

2. 2.1 Tanah Gambut

Tanah gambut merupakan tanah yang berasal dari pembusukan tumbuhan,


mengandung campuran zat organik. Tanah gambut diketahui memiliki angka
pori dan kadar air yang sangat tinggi sehingga daya dukungnya sangat
rendah dan kemampatannya sangat tinggi. maka penulis akan menguraikan
beberapa definisi tanah gambut di bawah ini.

Gambut adalah bahan organis setengah lapuk berserat atau suatu tanah yang
mengandung bahan organis berserat dalam jumlah besar. Tanah gambut
mempunyai angka pori yang sangat tinggi dan kompresibel (Dunn dkk, 1980).

Berdasarkan ASTM D4427-92 (2002) tanah gambut adalah tanah yang memiliki
kandungan organik tinggi karena proses pembusukan (dekomposisi) tumbuhan,
diklasifikasikan berdasarkan serat, kandungan abu (ASTM D2974), tingkat
absorsi (ASTM D2980) dan tingkat keasaman (ASTM D2976).

Klasifikasi menurut ASTM D 4427 (1997) tanah gambut dibagi berdasarkan:


kadar abu, kadar serat, dan daya serap air. Penelitian yang dilakukan oleh Yunan
(2002) dijelaskan bahwa nilai daya serap air didapatkan dari pengujian kadar air
tanah asli dan untuk pembahasan klasifikasi lebih lengkap disajikan dalam Tabel
2.1 berikut.

Tabel 2.1. Klasifikasi tanah gambut menurut ASTM D 4427 (1997)

NO KLASIFIKASI BATASAN
A Kadar Abu
1. Low Ash < 5%
2. Medium Ash 5% - 15%
3. High Ash > 15 %
8

Lanjutan Tabel 2.1. Klasifikasi tanah gambut menurut ASTM D 4427 (1997)

NO KLASIFIKASI BATASAN

B Daya serap terhadap air


1. Kecil < 300%
2. Moderat (sedang) 300 – 800%
3. Tinggi 800-1500%
4 Ekstrim >1500%

Karakteristik tanah gambut menurut Fahmuddin Agus, dalam buku pengukuran


cadangan karbon tanah gambut memilik aspek sebagai berikut:
1. Kandungan Corg (karbon organik)
Tanah gambut memiliki kandungan Corg berkisar di antara 18-60%.
2. Struktur
Tanah gambut tidak berstruktur dan tidak membentuk bongkahan.
3. Sebaran karbon di dalam profil.
4. Tanah gambut memiliki sebaran karbon di dalam profil berkisar 0.03
g/cm3 dan dalam keadaan ekstrem bisa di antara < 0.01 dan > 0.4 g/cm3.
5. Mudah Terbakar
Tanah gambut merupakan tanah yang mudah terbakar.
6. Penetapan cadangan karbon
Tanah gambut memiliki kandungan Corg dan berat isi perlapisan dari
permukaan sampai lapisan dasar gambut.

2. 2.2 Stabilisasi tanah

Stabilisasi tanah adalah usaha untuk meningkatkan kapasitas daya dukung tanah.
Apabila tanah terdapat di lapangan bersifat sangat lepas dan sangat mudah
tertekan, atau mempunyai indeks konsistensi tidak sesuai, permeabilitas terlalu
tinggi, atau sifat lain yang tidak diinginkan sehingga tidak sesuai untuk proyek
pembangunan, maka tanah tersebut harus distabilisasikan (Bowles, 1984).
9

Stabilisasi tanah adalah kombinasi dan manipulasi tanah, dengan atau tanpa bahan
tambahan untuk menghasilkan bentuk masa yang mampu mendukung lalu lintas
pada segala cuaca (Wright dan Paquett, 1979).

Stabilisasi tanah berarti meningkatkan shear strength tanah sehingga memenuhi


syarat, dan tidak terpengaruh oleh kondisi cuaca maupun pergerakan lalu lintas
(Kezdi, 1979).

Adapun tujuan dari stabilisasi tanah sebagai berikut:

1. Meningkatkan kerapatan tanah


2. Menambah material yang tidak aktif sehingga meningkatkan kohesi atau
tahanan gesek yang timbul.
3. Menambah bahan untuk menyebabkan perubahan-perubahan kimiawi atau
fisis pada tanah.
4. Menurunkan muka air tanah (drainase tanah).
5. Mengganti tanah yang buruk.

Sejauh ini stabilisasi tanah bertujuan untuk mendapatkan tanah dasar stabil pada
kondisi semua musim dalam umur rencana yang telah ditetapkan dalam sebuah
perencanaan . Metode stabilisasi yang biasa digunakan yaitu:

1. Stabilisasi secara mekanis


Stabilisasi mekanis adalah metode mengatur gradasi tanah dengan maksud
menambah kekuatan atau daya dukung tanah. Usaha ini biasanya menggunakan
sistem pemadatan dengan berbagai jenis peralatan mekanis seperti mesin gilas
(roller), benda serat yang dijatuhkan, ledakan, tekanan statis (Bowles, 1991).

2. Stabilisasi secara kimiawi


Metode stabilisasi dengan cara menambahkan bahan kimia agar dapat mengubah
sifat-sifat yang kurang menguntungkan dari tanah dan biasa digunakan untuk
stabilisasi tanah berbutir halus. Bahan tambah yang biasa digunakan yaitu: abu
sekam padi (HRA), gula, Portland cement (PC), sodium, aspal emulsi, sekam
tebu, dan lain-lain.
10

Adapun penelitian dilakukan penulis kali ini merupakan penelitian Stabilisasi


secara kimiawi dengan pemanfaatan tanah gambut Rawa Pening dengan bahan
campuran serbuk bata merah yang akan diuji dengan pengujian California
Bearing Ratio (CBR).

2.2.3 Bata merah

Batu bata merah merupakan batu bata yang terbuat dari lempung atau tanah liat
dengan atau tanpa campuran bahan lain melalui suatu proses pengeringan dan
pembakaran dengan temperatur tinggi sekitar 300 - 400°C hingga tidak hancur
bila direndam dalam air.

Bata merah tergolong baik digunakan terdiri dari pasir (silika) dan tanah liat
(almunia) yang dicampur dengan perbandingan tertentu dan ditambahkan sedikit
air untuk mendapatkan sifat plastis, di mana sifat plastis ini berfungsi agar tanah
mudah untuk dicetak, dikeringkan tanpa mengalami penyusutan, retak maupun
melengkung

Bahan dasar dari bata merah adalah tanah liat, termasuk hidrosilikat alumina dan
dalam keadaan murni mempunyai rumus Al2O3, 2SiO2, 2H2O dengan
perbandingan berat dari unsur-unsurnya: 47%, 39% dan 14%.

Adapun sifat-sifat dan kandungan tanah liat:

1. Sifat liat (plastis)


Tanah liat harus dapat dibentuk dengan mudah, keberadaan zat organik,
ukuran butir mineral, sisa-sisa binatang kecil, zat-zat yang telah membusuk
serta bakteri yang ada dalam tanah liat tersebut akan sangat mempengaruhi
sifat plastisnya.
2. Sifat porous
Tanah liat mengandung partikel halus hingga kasar. Perbandingan antara
keduanya akan menentukan sifat porous tanah liat.
3. Sifat menggelas
Tanah liat juga mengandung mineral-mineral lain yang dapat bertindak
sebagai bahan gelas (padat, kuat dan keras) waktu dibakar.
11

4. Sifat pada pembakaran


Tanah liat mengandung senyawa besi yang memberikan sifat warna merah
setelah dibakar.

Serbuk bata merah dalam penelitian ini, didapatkan dari bata merah yang
dihaluskan serta disaring dengan menggunakan saringan nomor 200.

2.2.4 Pengujian proctor (Modified Proctor)

Pengujian proctor dilakukan dengan cara modified proctor. Pengujian ini untuk
mengetahui nilai air tambah yang akan digunakan untuk benda uji dalam
pengujian CBR. Uji proctor merupakan upaya pemadatan tanah untuk
mengeluarkan pori udara yang terdapat dalam tanah, dengan tujuan mekanisnya:

1. Meningkatkan kekuatan tanah.


2. Mengurangi pengaruh air pada tanah.
3. Memperkecil Compressibility dan daya rembes tanah.

Tujuan dari pengujian proctor itu sendiri untuk mengetahui kadar air optimum
(woptimum) dan berat isi kering maksimum (γd). Hasil dari perngujian ini berupa
grafik hubungan kadar air dan berat isi kering tanah, sehingga diperoleh kadar air
optimum dan berat isi kering maksimum.

Perhitungan pemadatan dilakukan dengan menetukan suatu nilai berat isi kering
(γd maks) dengan kadar air tertentu (woptimum). Nilai ini didapatkan dengan kurva uji
pemadatan suatu sampel tanah dengan variasi nilai kadar air (w) dengan rumus:
12

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑚𝑜𝑢𝑙𝑑


𝛾= (𝑁/𝐶𝑀³) (2.1)
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑜𝑢𝑙𝑑
𝛾
𝛾= (𝑐/𝑐𝑚³)
1+𝑤

Gambar 2.1 Hasil uji pemadatan proctor (Desiana Vidayanti)

Penambahan air mengakibatkan nilai γd menjadi meningkat hingga mencapai


puncak, kemudian turun kembali saat kepadatan maksimum tanah tersebut
tercapai pada nilai kadar air sebesar woptimum . Proses tersebut bisa dilihat pada
gambar 2.1
Uji pemadatan tanah laboratorium dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1. Standard proctor test.
2. Modified proctor test.
Pemadatan tanah proctor test. memiliki banyak perbedaan. Perbedaan tersebut
berpengaruh terhadap besar energi pemadatan yang bisa dilihat pada Tabel 2.2
dan Gambar 2.2.
13

Tabel. 2.2 Pemadatan standard proctor dan modiefied proctor

Standard proctor test Modified proctor test


 Diameter mould + 10 cm  Diameter mould + 15 cm
 3 lapis pemadatan  5 lapis pemadatan
 25 pukulan per lapisan  56 pukulan per lapisan
 Berat palu pemukul 2.7 kg  Berat palu pemukul 4.9 kg
 Jatuh bebas palu 300 mm  Jatuh bebas palu 450 mm

Kurva pemadatan bisa di lihat pada Gambar.2.2 yang menunjukkan perbandingan


antara water content dengan dry density.

Gambar 2.2 Kurva pemadatan (Holtz Dan Kovecs,1981)

Penelitian ini menggunakan modified proctor karena akan menghasilkan


pemadatan yang optimal. Energi yang dihasilkan saat pemadatan modified proctor
lebih besar dari standard proctor yang mengakibatkan pori lebih kecil karena
adanya perbedaan energi dari masing-masing proctor test.

2.2.5 Penggujian california bearing ratio (CBR)

Metode CBR ini awalnya oleh diciptakan O.J Poter lalu dikaji ulang California
State Highway Departement. Kemudian dikembangkan dan dimodifikasi oleh
Corps insinyur-isinyur tentara Amerika Serikat (U.S Army Corps of Engineers)
14

Prinsip pengujian ini adalah pengujian penetrasi dengan menusukkan benda ke


dalam benda uji, maka didapat nilai kekuatan tanah dasarnya.

CBR merupakan suatu perbandingan antara beban percobaan (test load) dengan
beban Standar (Standard Load) yang dinyatakan dalam persentase. Dengan
rumus nantinya akan membentuk sebuah pola yang menunjukkan persentase
perbedaan antara tanah asli dan tanah setelah dilakukan penambahan zat lain.
Hasil percobaan tersebut dapat digambarkan dalam suatu grafik untuk
mendapatkan tebal perkerasan dari suatu nilai CBR. Percobaan CBR mempunyai
dasar teoritis dan grafik tabel perkerasan terhadap nilai CBR. Harga CBR yang
dicari yaitu harga CBR laboratorium. Pengujian CBR laboratorium ini
menggunakan standar ASTM D-1883-94.

Nilai CBR adalah perbandingan dalam persen (%) antara tekanan yang diperlukan
untuk menembus tanah dengan piston berpenampang bulat seluas 3 inch2, dengan
kecepatan 0.05 inch/menit. Tujuan dilakukan pengujian CBR ini adalah untuk
mengetahui nilai CBR pada variasi kadar air pemadatan. Pengujian CBR
merupakan cara untuk memperoleh nilai, kemudian dipakai dalam menentukan
tebal perkerasan yang diperlukan (Wesley,1977).

Adapun Jenis-Jenis CBR sebagai berikut:

1. CBR lapangan (CBR inplace atau field)

CBR lapangan digunakan untuk memperoleh nilai CBR asli di lapangan sesuai
dengan kondisi tanah pada saat itu. Umumnya digunakan untuk perencanaan tebal
perkerasan yang lapisan tanah dasarnya tidak akan dipadatkan lagi. Pemeriksaan
ini dilakukan dalam kondisi kadar air tanah tinggi (musim penghujan), atau dalam
kondisi terburuk yang mungkin terjadi.
15

2. CBR lapangan terendam (field soaked CBR)

CBR lapangan terendam dimanfaatkan untuk mendapatkan besarnya nilai CBR


asli di lapangan pada keadaan jenuh air dan tanah mengalami pengembangan
(swelling) yang maksimum.

Hal ini sering digunakan untuk menentukan daya dukung tanah di daerah yang
lapisan tanah dasarnya tidak akan dipadatkan lagi, biasanya terletak pada daerah
yang sering terendam air saat musim penghujan dan kering ketika musim
kemarau. Pemeriksaan harus dilakukan pada musim kemarau. Pemeriksaan
dilakukan dengan mengambil contoh tanah dalam tabung (mould) yang ditekan
masuk hingga tanah mencapai kedalaman yang diinginkan. Tabung berisi contoh
tanah dikeluarkan dan direndam dalam air selama beberapa hari sambil diukur
pengembangannya. Setelah pengembangan tidak terjadi lagi, barulah dilakukan
pemeriksaan besarnya CBR.

3. CBR laboratorium

Tanah dasar (Subgrade) pada konstruksi dapat berupa tanah asli, tanah timbunan
atau tanah galian yang telah dipadatkan sampai mencapai kepadatan 95%
kepadatan maksimum. Dengan demikian daya dukung tanah dasar tersebut
merupakan nilai kemampuan lapisan tanah untuk memikul beban setelah tanah
dipadatkan. CBR ini disebut CBR laboratorium, karena disiapkan di laboratorium.
CBR laboratorium dibedakan atas 2 macam, yaitu CBR laboratorium terendam
(soaked) dan CBR laboratorium tidak terendam (unsoaked):
a. CBR laboratorium terendam (soaked) dilakukan perendaman selama 4 hari,
perendaman ini bertujuan untuk membuat tanah menjadi jenuh air.
b. CBR laboratorium tidak terendam (unsoaked) dilakukan langsung setelah
tanah dipadatkan untuk pengujian.
16

Nilai CBR diperoleh dengan cara:

1. Menyusun tabel dan grafik hasil pengujian. Grafik hasil perbandingan antara
beban dan penurunan pada benda uji, bisa dilihat pada Gambar 2.1.

1.00
Force (kN)

0.50

0.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Penetration (mm)

Gambar 2.3 Grafik CBR

2. Melakukan perhitungan hasil uji dengan menggunakan rumus. Menurut


Soedarmo G.D Dan Purnomo S.J.E (1997) mekanika tanah 2.

Ada dua macam pengukuran CBR dengan rumus yaitu:


a. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada 2.5 mm (0.1 inchi) terhadap
penetrasi standar besarnya 13.50 kg/cm2
Nilai CBR = (P1/13.50) X 100 % (P1 dalam kg/cm2 ) (2.2)
b. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada penetrasi 5 mm (0.2”)
terhadap penetrasi standar yang besarnya 20.00 kg/cm2
Nilai CBR =P2/20.00) X 100 % ( P2 dalam kg/cm2 ) (2.3)

atau dengan Rumus:


P (beban) = LDR X LRC X 0.00445 (2.4)

dengan: LDR = Load Dial Reading


LRC = Load Ring Constanta
17

P1 = Gaya yang diperlukan untuk penetrasi 0.1”


P2 = Gaya yang diperlukan untuk penetrasi 0.2”

P1
Harga CBR 0.1” = X 100 % (2.5)
13.50

P2
Harga CBR 0.2” = X 100 % (2.6)
20.00

Nilai terbesar dari perbandingan antara dua parameter tersebut yang nantinya akan
digunakan untuk pengolahan data.

Percobaan di laboratorium mengacu dengan standar:

1. Bina Marga: PB – 0113 – 76


2. ASTM: D – 1883 – 73
3. AASHTO: T - 193 – 81
4. Guide to highways Maintenance (2000)

Adapun nilai CBR untuk Subgrade kekuatan jalan bisa dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Nilai CBR untuk Subgrade kekuatan jalan

Nilai CBR Kekuatan Subgrade Keterangan

< 3% Jelek Pemadatan diperlukan

Perlu tidaknya pemadatan


3% - 5% Normal tergantung dengan kategori jalan

Pemadatan secara normal tidak

5%-15% Bagus diperlukan kecuali untuk lalu


lintas berat
18

Desain CBR biasanya memiliki derajat kepadatan yang bisa dilihat pada Tabel
2.4, angka tersebut didapatkan dengan rumus:
γd lapangan
D= × 100% (2.7)
γd laboratorium
dengan: D = derajat kepadatan (harus ≥ 95%)

γd lapangan = dry density lapangan

γd laboratorium = dry density laboratorium

Tabel 2.4 . Kualitatif derajat kepadatan

No Derajat Kepadatan Deskripsi

1. 0 – 15 Sangat Lepas

2. 16 – 50 Lepas

3. 51 – 70 Medium

4. 71 – 85 Padat

5. 86 – 100 Sangat Padat

Tujuan percobaan CBR untuk menentukan nilai daya dukung tanah dalam
kepadatan maksimum. CBR laboratorium dapat dibedakan atas 2 macam yaitu:

1. CBR laboratorium terendam (soaked).

2. CBR laboratorium tidak terendam (unsoaked).

Pengujian CBR laboratorium terendam pelaksanaannya lebih sulit karena


membutuhkan waktu dan biaya relatif lebih besar dibandingkan CBR
laboratorium tidak terendam. Pengujian CBR laboratorium tidak terendam
biasanya selalu menghasilkan daya dukung tanah lebih besar dibandingkan
dengan CBR laboratorium terendam.

Anda mungkin juga menyukai