Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanah sebagai sumber daya alam telah mengalami berbagai tekanan


seiring dengan peningkatan jumlah manusia. Tekanan tersebut telah
menyebabkan penurunan mutu tanah yang berujung pada pengurangan
kemampuan tanah untuk berproduksi. Penurunan mutu tanah tersebut
disebabkan oleh proses pencucian hara dan proses erosi tanah terutama pada
lahan-lahan yang tidak memiliki penutupan vegetasi. Di Indonesia erosi yang
sering dijumpai adalah erosi yang disebabkan oleh air.

Erosi merupakan peristiwa hilangnya lapisan tanah atau bagian-bagian


tanah. Erosi menimbulkan kerusakan pada tanah tempat terjadi erosi dan pada
tujuan akhir tanah terangkut tersebut diendapkan. Secara deskriptif, Arsyad
(2000)  menyatakan erosi merupakan akibat interaksi dari faktor iklim, tanah,
topografi, vegetasi, dan aktifitas manusia terhadap sumber daya alam.

Erosi dapat menimbulkan kerusakan baik pada tanah tempat terjadi


erosi maupun pada tempat tujuan akhir tanah yang terangkut tersebut
diendapkan. Kerusakan pada tanah tempat erosi terjadi berupa penurunan
sifat-sifat kimia dan fisik tanah yang pada akhirnya menyebabkan
memburuknya pertumbuhan tanaman dan rendahnya produktivitas.
Sedangkan pada tempat tujuan akhir hasil erosi akan menyebabkan
pendangkalan sungai, aduk, situ/danau, dan saluran irigasi

1.2 Tujuan Penulisan


a. Mahasiswa dapat mengetahui pendugaan erosi
b. Dapat mengetahui perhitungan erosi dengan metode USLE
c. Dapat mengetahui perhitungan erosi dengan merode GUEST

BAB II

1
PEMBAHASAN

2.1 Pendugaan Erosi

Pendugaan besarnya erosi dari sebidang tanah/lahan sangat berguna


untuk menetapkan cara pencegahan erosi atau sistem pengelolaan tanah pada
lahan tersebut agar terjadi kerusakan tanah yang sekecil-kecilnya (Arsyad,
2010). Menurut Asdak (2010), besarnya erosi dilakukan pengukuran secara
kualitatif dilakukan dengan cara mengamati tanda-tanda di lapangan yang
dapat menunjukkan adanya erosi seperti terbukanya akar-akar pohon dan
semak, adanya jalur erosi, adanya real dan atau gully erosion, sedimen tanah
dalam saluran/parit.

Prediksi erosi adalah suatu pendugaan terjadinya terkikisnya tanah


(erosi) pada lahan yang disebabkan oleh faktor lingkungan, iklim dan
manusia. Metode-metode yang sering digunakan untuk mengukur tingkat laju
erosi dapat menggunakan metode USLE dan metode GUEST.

1. Metode USLE

Pendugaan besarnya erosi dengan menggunakan metode modifikasi


persamaan USLE yang dilakukan oleh Ruslan (1992) dengan menambah
perkalian 0,61. Selain itu, Baja (2012) mengemukakan bahwa erosi dapat di
analisis menggunakan USLE, namun memiliki beberapa kerterbatasan, yang
sering dipandang sebagai prasyarat yang ditetapkan dalam prosedur
pemodelan. Keterbatasan tersebut sebagai berikut:

a. Persamaannya menggunakan pendekatan empiris yang tidak mewakili


proses fisik yang sebenarnya dari erosi tanah,
b. Persamaannya digunakan untuk memprediksi kehilangan tanah rata-rata.
tahunan, dan tidak untuk kejadian hujan tunggal,
c. Hanya digunakan untuk perkiraan erosi lembar dan rill, dan
d. Tidak memperhitungkan deposisi sedimen.

Pendugaan besarnya erosi dengan menggunakan rumus USLE (Wischmeier


dan Smith, 1978) yang bentuk persamaannya sebagai berikut:

2
A=RxKxLxSxCxP

Keterangan :

A = Jumlah tanah yang hilang (Ton/ha/th)

R = Faktot erosifitas hujan tahunan rata-rata (mj.cm/ha/jam/tth)

K = Faktor erodibilitas tanah (Ton,ha.jam/ha/mj.cm)

L = Faktor panjang lereng

S = Faktor kemiringan lereng

C = Faktor pengelolaan tanaman

P = Faktor konservasi tanah

Berdasarkan persamaan pendugaan erosi tersebut di atas, maka berikut


ini diuraikan setiap factor penentuan besarnya erosi:

A. Faktor Erosivitas Hujan (R)

Menurut Arsyad (2010) nilai R adalah daya erosi hujan pada


suatu tempat atau erosivitas hujan tahunan yang dapat dihitung melalui
persamaan Bols dengan rumus:

R = 6,119 (Rain)1,21 (Days)-0,47 (MaxP)0,53

Keterangan :

R : Faktor erosivitas hujan bulanan rata-rata (KJ/ha/tahun)

Rain : Curah hujan rata-rata bulanan (cm)

Days : Jumlah hari hujan rata-rata bulanan

MaxP : Curah hujan maksimum harian (cm)

B. Faktor Erodibilitas Tanah (K)

3
Arsyad (2010) menjelaskan bahwa erodibilitas tanah (K)
menunjukkan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi yaitu mudah tidaknya
tanah mengalami erosi, erodibilitas tanah dipengaruhi oleh tekstur (pasir
sangat halus, debu dan liat), struktur tanah, permeabilitas tanah dan
kandungan bahan organik tanah. Erodibilitas tanah dapat dihitung dengan
persamaan Wischmeier dan Smith (1978) yaitu ::

100K = 2,713 . 10-4 (12-a) M 1,14 + 3,25 (b-2) + (c-3)

Keterangan :

K : erodibilitas tanah

M : ukuran partikel (% debu + % pasir halus)

A : kandungan bahan organik, untuk kadar bahan organik >6 %


(tinggi-sangat tinggi), maka nilai 6 merupakan nilai maksimum
yang dipakai

B : kelas struktur tanah

C : kelas permeabilitas

Besarnya nilai faktor K ini ditentukan dgn menganalisis sifat fisik tanah:

a. tekstur,
b. struktur,
c. permeabilitas dan
d. kandungan bahan organik.

Hasil dr analisis sifak fisik tanah meliputi tekstur, struktur,


permeabilitas tanah dimasukan dengan angka pendekatan sebagaimana
dikemukakan oleh Dep. Kehutanan (1985)

a) Tekstur tanah

Tanah disusun dari butir-butir tanah dengan berbagai ukuran.

4
1) Bagian butir tanah yang berukuran lebih dari 2 mm disebut bahan
kasar tanah seperti kerikil, koral sampai batu.
2) Bagian butir tanah yang berukuran kurang dari 2 mm disebut bahan
halus tanah. Bahan halus tanah dibedakan menjadi:
 pasir, yaitu butir tanah yang berukuran antara 0,050 mm sampai
dengan 2 mm.
 debu, yaitu butir tanah yang berukuran antara 0,002 mm sampai
dengan 0,050 mm.
 liat, yaitu butir tanah yang berukuran kurang dari 0,002 m

Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah. Tekstur tanah


merupakan perbandingan antara butir-butir pasir,debu dan liat. Tekstur
tanah dikelompokkan dalam 12 klas tekstur dan dibedakan berdasarkan
prosentase kandungan (%) pasir, debu dan liat

Gambar 1. Kelas Tekstur tanah

5
Kelas tekstur tanah ada 12 kelas tekstur berdasarkan usda

1. Pasir
2. Pasir berlempung
3. Lempung berpasir
4. Lempung liat berpasir
5. Lempung berdebu
6. Lempung
7. Lempung liat berpasir
8. Liat liat berdebu
9. Lempung berliat
10. Liat berpasir
11. Liat berdebu
12. Liat

b) Struktur Tanah

Struktur tanah adalah susunan atau agregasi partikel-parikel


primer tanah (pasir, debu, liat) secara alami menjadi berbagai kelompok
partikel yang satu sama lain berbeda dalam ukuran dan bentuknya, dan
dibatasi oleh bidang-bidang. Struktur tanah yang baik adalah mengandung
udara dan air dalam jumlah cukup dan seimbang serta mantap.

6
Tabel 2. Tipe struktur tanah

No Tipe struktur Nilai S

1. Granular sangat halus 1

2. Granular halus 2

3. Granular kasar 3

4. Gumpal, lempeng, pejal 4

c) Permeabilitas Tanah

Penilaian permeabilitas tanah dilakukan di Laboratorium


melalui sampel tanah yang diambil di lapangan berdasarkan setiap unit
lahan. Penilaian permeabilitas tanah disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Penilaian permeabilitas tanah

No Tipe permeabilitas cm / Jam Nilai P

1. Cepat > 12,7 1

2. Sedang sampai cepat 6,3 – 12,7 2

3. Sedang 2,0 – 6,3 3

4. Sedang sampai lambat 0,5 -2,0 4

5. Lambat 0,125 – 0,5 5

6. Sangat lambat < 0,125 6

Sumber : Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan (1985).

d) Bahan Organik

7
Tabel 4. Persentase kelas kandungan bahan organik

Kandungan bahan Tingkat


Kelas
organik erodibilitas
0 <1 Sangat rendah

1 >1–2 Rendah

2 > 2,1 – 3 Sedang

3 > 3,1 – 5 Tinggi

4 >5 Sangat tinggi

Sumber : Departemen Kehutanan (1985)

C. Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)

Nilai faktor panjang lereng (L) dan faktor kemiringan lereng (S)
diintegrasikan menjadi faktor LS dan dihitung dengan formula yang
dikemukakan oleh Asdak (1995) sebagai berikut :

S = (0,43 + 0,043 s2)/6,61

LS = L1/2 (0,0138 S2 + 0,00965 S + 0,00138)

Keterangan:

LS : Nilai faktor lereng dan kemiringan

S : Kemiringan lereng aktual (%)

S : Kemiringan lereng (%)

Jadi nilai indek panjang dan kemiringan lereng adalah hasil


perkalian antara nilai aktor panjang lereng (L) dengan nilai faktor
kemiringan lereng (S).

Faktor LS juga dapat dihitung dari data Digital Elevation Model


dengan menurunkan rumus Moore and Burch (1986) dimana perhitungan
menggunakan dua faktor utama yaitu flowaccumulation dan kecuraman

8
lereng. Flowaccumulation didapat dengan menggunkan watershed
delineation sedangkan kecuraman lereng dihitung dengan menggunakan
3D Analyst, adapun persamaan itu ialah sebagai berikut:

LS = (X * CZ / 22.13)0.4 * (sin θ / 0.0896)1.3

Keterangan:

LS = Faktor Lereng

X = Akumulasi Aliran CZ = Ukuran pixel

Θ = Kemiringan lereng (%)

Tabel 5. Penilaian kelas kelerengan (LS)

Kelas lereng Kemiringan lereng (%) Nilai LS

A 0-5 0.25

B 5 – 15 1.20

C 15 – 35 4.25

D 35 – 50 9.50

E > 50 12.00

Sumber : Petuntuk Pelaksanaan Penyusunan RTL-RLKT Jakarta (1986)

As-syakur (2008) menyatakan terdapat perbedaan mencolok


terhadap hasil prediksi erosi yang menggunakan faktor LS dari hasil
analisa SIG dengan penelitian yang menggunakan faktor LS hasil
perhitungan data-data lapangan. Perbedaan mencolok tersebut khususnya
pada tingkat bahaya erosi berat dan sangat berat, hal tersebut disebabkan
karena faktor LS dari hasil analisis SIG sangat memperhitungkan nilai LS
ditempat terjadinya akumulasi air sehingga jumlah erosi tanah akan
semakin tinggi di daerah-daerah tempat terjadinya akumulasi air.

9
D. Faktor Tanaman Penutup dan Manajemen Tanaman (C)

Faktor C menggambarkan nisbah antara besarnya erosi dari lahan


dengan tanaman dan manajemen tertentu terhadap besarnya erosi tanah
yang tidak ditanami dan tanpa pengolahan. Faktor ini mengukur kombinasi
pengaruh tanaman dan pengelolaannya. Tanpa mengurangi ketelitian
prediksi erosi yang hendak dicapai nilai C dapat merujuk pada publikasi
yang telah ada sesuai dengan kondisi Indonesia (Ridwansyah et.al, 2010).

Tabel 6. Perkiraan Nilai Faktor C Berbagai Jenis Penggugaan Lahan

N Pengelolaan tanaman Nilai C


O

1 Ubi kayu + kedelai 0,181

2 Ubi kayu + kacang tanah 0.195

3 Padi + sorgum 0,345

4 Padi + kedelai 0,417

5 Kacang tanah+ gude 0,495

6 Kacang tanah + mulsa jerami 4 ton/ ha 0,049

7 Kacang tanah +kacang tunggak 0,571

8 Padi + mulsa jerami 4 ton/ha 0,096

9 Kacang tanah + mulsa jagung 3  ton/ha 0,120

10 Kacang tanah+mulsa crotalaria 3 ton/ha 0.136

11 Kacang tanah+mulsa kacang tanah 0,259

12 Kacang tanah + mulsa jerami 0,377

13 Padi + mulsa crotalaria 3 ton / ha 0.387

14 Pola tanam numpang gilir 1 ] +  mulsa 0,079


jerami 6 ton /ha

10
15 Pola tanam berurutan 2 ]+ mulsa sisa 0,347
tanam

16 Pola berurutan 0,498

17 Pola tanaman tumpang gilir + mulsa sisa 0.357


tanaman

18 Pola tanam tumpang gilir 0,588

Sumber : Abdukrahman, dkk. (1981) di dalam Hardjoamidjojo, S. dan


Sukartaatmadja S. (1992)
E. Faktor Tindakan Konservasi Tanah (P)

Nilai faktor tindakan manusia dalam konservasi tanah adalah


nisbah antara besarnya erosi dari lahan dengan suatu tindakan konservasi
tertentu terhadap besarnya erosi pada lahan tanpa tindakan konservasi.
Termasuk dalam tindakan konservasi tanah adalah penanaman dalam strip,
pengolahan tanah menurut kontur, guludan dan teras. Nilai dasar P adalah
satu yang diberikan untuk lahan tanpa tindakan konservasi (Ridwansyah
et.al, 2010).

Tunas (2005) menyatakan khusus untuk parameter CP, nilainya


sangat tergantung pada kebiasaan pola tanam masyarakat selama satu
tahun dan relatif sulit menetapkan nilai parameter yang sesuai untuk
kondisi yang sedang berlangsung pada setiap bulannya. Nilai parameter
CP juga bisa ditetapkan terpisah untuk C dan P dan dapat juga ditetapkan
satu nilai untuk dua parameter (CP). Hal ini dilakukan pada lahan-lahan
alami yang belum dieksploitasi/dimanfaatkan atau lahan-lahan yang belum
berubah secara alamiah.

Tabel 7. Perkiraan Nilai Faktor Berbagai Jenis Penggunaan Lahan

No Teknik Konservasi Tanah Nilai p

11
.

1 Teras bangku
a.       Sempurna 0.04
b.      Sedang 0.15
c.       Jeleh 0.35

2 Teras tradisional 0.40

3 Padang rumput (permant grass field)


a. bagus 0,04
b. jelek 0,40

4 Hill side ditch atau field pits 0,3

5 Countur croping
a.       kemiringan 0-8% 0,5
b.      kemiringan 9-20% 0,75
c.       kemiringan 20% 0,9

6 Limbah jerami yang digunakan


a.       6 ton/ha/tahun 0,3
b.      3 ton/ha/tahun 0,5
c.       1 ton/ha/tahun 0,8

7 Tanaman perkebunan
a.       Penutupan tanah rapat 0,1
b.      Penutupan tanah sedang 0,5

8 Reboisasi dengan penutupan pada tahun awal 0,3

9 Strip cropping jagung- kacang tanah,sisa 0.5


tanaman dijadikan mulsa

10 Jagung-kedelai, sisa tanaman dijadikan mulsa 0,087

11 Jagung- mulsa jerami padi 0,008

12 Padi gogo-kedelai. Mulsa jerami padi 0,193

13 Kacang tanah-kacang hijau 0,730

12
Sumber : Abdukrahman, dkk. (1981) di dalam Hardjoamidjojo, S. dan
Sukartaatmadja S. (1992)

2. Metode GUEST

Model erosi Rose (GUEST) merupakan model berdasarkan pendekatan


proses erosi yang mempengaruhinya, yaitu daya pelepasan partikel tanah oleh
butir-butir hujan dan aliran permukaan sebagai agen utama penyebab erosi
tanah. Dalam model ini, erosi terjadi karena adanya tiga proses yang berperan,
yaitu pelepasan (detachment) oleh butir-butir hujan, pengangkutan
(transportation) sedimen, dan pengendapan (deposition) sedimen (Rose
et.al., 1983).

Persamaan model tersebut setelah disederhanakan adalah sebagai berikut:

SL = 2700 λ S (Cr ) (Q)

Keterangan :

SL: total  tanah  yang   hilang  (kg.m-3); 

 λ : efisiensi pengangkutan; S adalah kemiringan lahan (%);

C :persentase penutupan lahan;

Q : volume aliran permukaan (m3).

Persamaan (1) diturunkan berdasarkan konsep konservasi masa


sedimen dalam beberapa bagian elemen dari aliran permukaan yang
dikombinasikan dengan teori konsentrasi sedimen dan hidrologi. Secara
matematis persamaan tersebut ditulis dalam bentuk, dimana qsi = q ci, yaitu
fluk (flux) sedimen pada arah aliran (x), q adalah fluk sedimen (debit
spesifik), ci= konsentrasi sedimen, h = tebal aliran permukaan, ei = pelepasan
(detachment) oleh butir-butir hujan, ri = pengangkutan (entrainment)
sedimen, dan di = pengendapan (deposition) sedimen.

13
Sejalan dengan perkembangan ilmu komputer, model GUEST
disempurnakan menjadi event-based proses model untuk erosi lembar (sheet
erosion). Namun demikian model tersebut dapat juga diaplikasikan untuk
erosi alur (rill erosion). Model ini dapat pula dianggap sebagai semi-
static model, karena erosi dapat diprediksi per kejadian hujan (event by
event) (Schmitz dan Tameling, 2000).

GUEST mulanya didokumentasikan oleh Misra dan Rose pada tahun


1990 dan telah mengalami beberapa pengembangan selama Proyek ACIAR
(Australian Centre for International Agricultural Research) (Rose et al.,
1997a). Untuk daerah tropis (Philippina, Malaysia, Thailand dan Australia),
GUEST telah divalidasi pada skala plot (72-1.000m2) dan menunjukkan hasil
yang baik (Rose et al., 1997a; Schmitz dan Tameling, 2000; ICRAF, 2000).

GUEST merupakan model persamaan fisik (physical equation) yang


perhitungannya didasarkan pada konsentrasi sedimen yang tersuspensi di
dalam aliran permukaan, dikembangkan oleh Rose dan Hairsine (1988). Besar
konsentrasi sedimen pada keadaan bera menggunakan persamaan sebagai
berikut:

Keterangan: Ct adalah konsentrasi sedimen dalam aliran permukaan; F adalah


fraksi tenaga aliran yang digunakan untuk mengerosikan tanah; σ
adalah berat jenis sedimen; ρ adalah berat jenis air; φ adalah rata-rata
kecepatan pengendapan sedimen; S adalah kemiringan lahan; dan V adalah
kecepatan aliran permukaan. Kecepatan aliran permukaan pada persamaan
3 menggunakan rumus Manning’s yang disajikan dalam persamaan 4, yaitu:

Keterangan: n adalah koefisien kekasaran Manning’s; R adalah jari-jari


hidraulik; dan S adalah kemiringan lahan. Jika debit aliran permukaan
mengikuti persamaan 5, kemudian disubsitusikan kedalam persamaan 3,
maka persamaan kecepatan aliran permukaan dapat dijabarkan menjadi
persamaan 6.

Q = VA

14
Keterangan :

Q adalah debit aliran permukaan per unit dan A adalah luas


penampang permukaan. Bila persamaan 6 disubsitusikan dalam persamaan 3,
maka persamaan konsentrasi sedimen dapat dijabarkan mengikuti persamaan
7, yaitu:

Selanjutnya persamaan 7 disederhanakan menjadi persamaan 8, yaitu


Rose et al. (1997a) dan Yu et al. (1997) mengungkapkan perlu dilakukan
upaya untuk memperoleh aliran permukaan yang stabil dengan mencari debit
aliran permukaan effektif (Q eff ) dengan perubahan persamaan menjadi
persamaan 9.

Dengan nilai Qeff seperti persamaan 10 di bawah ini. Untuk


mendapatkan kondisi aktual di lapangan, maka faktor erodibilitas tanah dan
faktor penutupan lahan atau vegetasi harus ditambahkan. Erodibilitas tanah
didefinisikan sebagai ketahanan tanah terhadap gerakan aliran air permukaan.
Istilah ini disebut juga sebagai kohesi tanah atau ketahanan agregat tanah.
Kohesi tanah mempunyai hubungan yang negatif dengan jarak antar partikel,
tetapi mempunyai hubungan yang positif dengan luas permukaan spesifik
partikel tanah. Hubungan erodibilitas tanah dengan konsentrasi sedimen
pada aliran permukaan disajikan dalam persamaan 11.

Keterangan:

β adalah parameter erodibilitas; C adalah konsentrasi sedimen dalam


aliran permukaan. Faktor penutupan lahan sangat signifikan mengurangi
kerusakan tanah yang diakibatkan pukulan butiran air hujan, dan dapat
menurunkan laju aliran permukaan. Penutupan lahan mempunyai hubungan
eksponensial dengan permukaan kontak dan erosi yang dihasilkan serta
mempunyai nilai yang bervariasi tergantung pada tipe penggunaan lahannya
(Rose et al. 1997b).

Selain itu permukaan kontak mempunyai hubungan eksponensial


dengan konstanta permukaan kontak yaitu k s . Nilai ini diperoleh dari

15
hubungan tanah yang tererosi dengan tanaman penutup dan tanpa tanaman
(bera) dengan permukaan kontak seperti tersaji dalam persamaan 12.

Keterangan:

C = erosi tanah pada tanaman tertentu;

Cb= erosi tanah pada kondisi bera;

Cs = fraksi dari permukaan kontak penutupan; dan

Ks = konstanta permukaan kontak.

Akhirnya, dengan menambahkan persamaan 11, 12, dan total


aliran permukaan (∑Q) pada persamaan 9, maka jumlah keseluruhan masa
tanah yang hilang pada setiap kejadian erosi (M) disajikan pada persamaan
13. Prosedur perhitungan erosi dengan metode Rose pada prinsipnya adalah
mengakomodasikan besaran aliran permukaan dan konsentrasi sedimen dalam
aliran permukaan pada setiap kejadian hujan.

Tabel 8. Perbedaan Metode USLE dan Metode GUEST


Karakteristik USLE GUEST

Temporality Statis     (simulasi    erosi    pada  r Semi-statis (simulasi erosi


ata-rata tahunan) dapat dilakukan per kejadia)

Persamaan Empiris,   berdasarkan   data statisti Physically based (meskipun


k   dari penelitian pengukuran erosi beberapa hubungan empirik
digunakan)

Proses Implisit (tidak dapat mengisolasi Explicit (memungkinkan


atau memisahkan pengaruh dari untuk mengisolasi atau
given viable) memisahkan pengaruh dari
suatu given viable)

Kompleksitas Simple (sederhana) Lebih komplesk

Kebutuhan Input perameter sedikit Parameter  tidak terlalu


banyak

Skala Plot size (ukuran plot) Plot dan small catchments bila
di opresikan dengan program

16
geostatistik yang dinamik

Aplikasi Croplamd (lahan pertanaman), Croplamd (lahan pertanaman),


range land (lahan range land (lahan
penggembalaan),dan hutan penggembalaan),dan hutan

Keterbatasan Ketidakakuratan untuk area-area Hubungan empiris


tanpa kalibrasi lapangan tidak dimasukkan untuk
digunakan pada keadaan gully menyederhanakan persamaan
(ephemeral gully), masalah untuk
multiple land uses pada suatu
kemiringan lahan, kadang-kadang
overestimasi, tidak bias digunakan
untuk prediksi sedimentasi
deposition, tidak untuk menghitung
distribudi spasial sedimen pada
lerenng bukit (hill slope)

Keuntungan Sederhana, diterima dan digunakan Divalidasi untuk Negara-


secara luas negara di daerah tropis,
menggunakan run off untuk
menghitung erosi

Fasilitas Ya atau tidak Ya


computer

Out put Rata-rata  erosi  jangka  panjang   Konsentrasi sedimen per


per  unit area kejadian hujan

Sumber: disarikan dari ICRAF, 2001

2.2 Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi (TBE)

Perkiraan erosi dan kedalaman tanah dipertimbangkan untuk


memprediksi Tingkat Bahaya Erosi (TBE) untuk setiap satuan lahan.  Kelas
Tingkat Bahaya Erosi diberikan pada tiap satuan lahan dengan  matriks yang
mengguanakan informasi solum tanah dan perkiraan erosi  menurut Rumus
USLE.

17
Tabel 9. Kelas tingkat bahaya erosi

Kelas erosi

Solum I II III IV V
tanah (cm)
Erosi (ton/ha/thn)

<15 15-60 60-180 180-480 >480

Dalam SR R S B SB

>90 0 I II III IV

Sedang R S B SB SB

60-90 I II III IV IV

Dangkal S B SB SB SB

30-60 II III IV IV IV

Sangat B SB SB SB SB
dangkal
III IV IV IV IV
<30

Sumber : Departemen Kehutanan. Direktorat Jendral Reboisasi dan


Rehabilitasi (1998)

Keterangan :

0 – SR = Sangat Ringan; I – R = Ringan; II – S = Sedang; III – B = Berat; IV


– SB = Sangat Berat

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Pendugaan besarnya erosi dari sebidang tanah/lahan sangat berguna


untuk menetapkan cara pencegahan erosi atau sistem pengelolaan tanah pada

18
lahan tersebut agar terjadi kerusakan tanah yang sekecil-kecilnya (Arsyad,
2010). Menurut Asdak (2010), besarnya erosi dilakukan pengukuran secara
kualitatif dilakukan dengan cara mengamati tanda-tanda di lapangan yang
dapat menunjukkan adanya erosi seperti terbukanya akar-akar pohon dan
semak, adanya jalur erosi, adanya real dan atau gully erosion, sedimen tanah
dalam saluran/parit

Prediksi terjadinya suatu erosi dapat dihitung menggunakan metode


USLE berdasarkan dari erosivitas hujan, erodibitas, erodibilitas, panjang dan
kemiringan lereng, pengolahan tanah dan jenis tanaman serta dengan
perhitungan metode GUEST.

3.2 Saran

Suatu perhitungan prediksi erosi perlu ketelitian dan pemilihan


metode yang tepat dalam menganalisa besarnya laju erosi pada suatu lahan
berdasarkan bentuk lahan tersebut dan faktor-faktor pendukungnya

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Pembrit. IPB/IPB Pros. Cetakan ke
tiga. Dargama, Bogor.

19
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Cetakan
Pertama. Gadjah Mada University Press, Bulaksumur, Yogyakarta.

As-syakur, Abdul Rahman. 2008. Prediksi Erosi dengan Menggunakan Metode


USLE dan Sistem Informasi Geografis (SIG) Berbasis Pixel di Daerah
Tangkapan Air Danau Buyan. Bandung: Jurnal PIT MAPIN XVII.

Baja,S. 2012a. Tata guna lahan dan pengembangan wilayah. Pendekatan spasial
dan aplikasinya. Andi Yogyakarta.

Franti, T. G., Peter, C. J., Tierney, D. P., Fawcett, R. S., and Myers, S. A. (1998).
Reducing herbicide losses from tile-outlet terraces. Journal of Soil and
Water Conservation. 53 (1): 25-31.

Indarto. 2010. Hidrologi Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi.
Bumi Aksara. Jakarta.

Direktorat Jendral Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. 1998. Pedoman Penyusunan


Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah
Daerah Aliran Sungai. Departemen Kehutanan RI. Jakarta.

Haerdjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Akademika Presindo. Jakarta.

ICRAF (International Center for Research AgroForestry). 2001. Modelling


Erosion at Differrent Scales, Case Study in The Sumber Jaya
Watershed, Lampung, Indonesia. Internal Report (Unpublished). Bogor.
84p.

Jacob, J., Disnar, J., Arnaud, F., Gauthier, E., Billaud, Y., Chapron, E., and
Bardoux,

G. (2009). Impacts of New Agricultural Practices on Soil Erosion During the


Bronze Age in the French Prealps. The Holocene. 19 (2): 241-249.
doi:http://dx.doi.org/10.1177/0959683608100568.

20
Kadir,S. 2002. Pengelolaan DAS Terpadu di Kawasan Lindung Riam Kanan
Provinsi Kalimantan Selatan, Jurnal Tropika. Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Malang 10 (1): 87-99.

Kementrian Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia


Nomor: P.32/Menhut-II/2009 Tentang Tata Cara Rencana Teknik
Rehabilitasi Hutan dan Daerah Aliran Sungai (RTkRHL – DAS). Jakarta

Kartasapoetra,G., Kartasapoetra, A.G., dan Sutedjo, M.M. 2000. Teknologi


Konservasi Tanah dan Air. P.T PT. Rineka Cipta Cetakan kempat, Jakarta.

Kementrian Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia


Nomor: P.32/Menhut-II/2009 Tentang Tata Cara Rencana Teknik
Rehabilitasi Hutan dan Daerah Aliran Sungai (RTkRHL – DAS). Jakarta

21

Anda mungkin juga menyukai