Anda di halaman 1dari 15

Psikologi Siswa Berkebutuhan Khusus

Kesulitan Belajar Disgrafia

DOSEN PENGAMPU:

Fitri Lestari Issom, S.Pd., M.Si.

DISUSUN OLEH:

Betri Inggriani - 1801617033

Melita Anggreny Dalimunthe - 1801617274

Saniyyah Annanda - 180161707

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

FAKULTAS PENDIDIKAN PSIKOLOGI

PRODI PSIKOLOGI

2020
Disfungsi Minimal Otak

A. Pengertian Disfungsi Minimal Otak (DMO)

Disfungsi Minimal Otak (DMO) disebut juga dengan spesifik learning disability, yakni suatu
gejala pada anak yang menunjukkan adanya kesulitan belajar spesifik. Disebut spesifik karena
anak DMO hanya mengalami kesulitan pada hal tertentu saja, sedangkan secara umum anak
DMO termasuk memiliki inteligensi normal (cerdas). Kesulitan tersebut bukan disebabkan
karena gangguan penglihatan, pendengaran, emosional atau lingkungan yang tidak
menguntungkan.
Anak DMO ini mengalami kesulitan belajar spesifik disebabkan karena adanya suatu
kelainan pada fungsi dari sistem syarat sentral. Kesulitan belajar sepesifik dapat berbentuk
kombinasi dan kerusakan dalam pemahaman pembentukan konsep, bahasa, ingatan, perhatian,
fungsi motorik (Thulus Hidayat, dalam Sutratinah T). Salah satu contoh DMO adalah disgrafia.

Disgrafia

A. Pengertian Disgrafia
Abdurrahman (dalam Tatik Imadatus Sa’adati) menyampaikan bahwa anak disgrafia ditandai
dengan kesulitan dalam membuat huruf (menulis) dan simbol matematis. Sedangkan menurut
Yusuf dkk (dalam Tatik Imadatus Sa’adati), disgrafia ditandai dengan adanya gangguan atau
kesulitan dalam mengikuti satu atau lebih bentuk pengajaran menulis dan keterampilan yang
terkait dengan menulis, seperti mendengarkan, berbicara, dan membaca.
Santrock (dalam Tatik Imadatus Sa’adati) mendefinisikan disgrafia sebagai kesulitan belajar
yang ditandai dengan adanya kesulitan dalam mengungkapkan pemikiran dalam komposisi
tulisan. Pada umumnya, istilah disgrafia digunakan untuk mendiskripsikan tulisan tangan yang
sangat buruk. Anak-anak yang memiliki disgrafia mungkin menulis dengan sangat pelan , hasil
tulisan mereka bisa jadi sangat tidak terbaca, dan mereka mungkin melakukan banyak kesalahan
ejaan karena ketidakmampuan mereka untuk memadukan bunyi dan huruf.

B. Karakteristik Disgrafia
Gunadi (dalam Tatik Imadatus Sa’adati )menyebutkan beeberapa karateristik anak
dengan disgrafia sebagai berikut :
1. Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.
2. Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.
3. Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional
4. Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan, atau
pemahamannya lewat tulisan.
5. Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat tulis
seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.
6. Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan
tangan yang dipakai untuk menulis.
7. Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional.
8. Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah
ada.

C. Jenis-jenis Disgrafia
Kendell dan Stefanyshyn (dalam Suhartono), menjelaskan jenis-jenis disgrafia menjadi 5,
yaitu:
1. disleksia dysgraphia – adalah bentuk disgrafia yang ditandai dengan tulisan tangan anak
tak terbaca, huruf, dan tanda baca yang dibuat anak salah.
2. motor dysgraphia – karena kekurangan keterampilan motorik halus, tidak tangkas, otot
kaku, sehingga gerakan tangannya tampak “kikuk”. Jika diminta untuk menulis memerlukan
tenaga ekstra, bentuk tulisan sering miring karena memegang objek penulisan salah, tetapi
pemahamannya tentang ejaan tidak terganggu.
3. dysgraphia spasial – Anak mengalami gangguan dalam pemahaman ruang . tulisan anak
terbaca, anak bisa menyalin, pemahaman ejaan normal, tetapi tulisannya sering berada di atas
garis atau di bawah garis, jarak antarkata juga tidak konsisten.
4. fonologi dysgraphia – anak mengalami gangguan fonologi, jenis ini umumnya di derita
pada anak yang berbahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa barat lainnya yang di
dalamnya terdapat perbedaan antara ejaan dan bunyi.
5. leksikal dysgraphia – sama dengan disgraphia fonologi, tetapi lebih terjadi pada kata-kata
yang tidak sama antara ejaan dan lafalnya, seperti pada bahasa Inggris dan Perancis
D. Gejala Disgrafia
Gejala yang sering muncul pada anak disgrafia berbeda-beda. Gejala tersebut bisa muncul
sebagian ataupun semuanya, apabila guru menemukan gejala-gejala berikut, guru harus segera
mengidentifikasi kesulitan-kesulitan yang muncul pada diri anak sehingga dapat menetapkan
strategi pembelajaran menulis yang sesuai. Gejala-gejala yang sering muncul pada anak-anak
disgrafia pada saat proses menulis oleh Julie Kendell dan Deanna Stefanyshyn (dalam
Suhartono), dibedakan menjadi 10, yaitu:

1. kemampuan verbal kuat tapi keterampilan menulis miskin


2. banyak kesalahan tanda baca atau malah tidak menggunakan tanda baca sama sekali.
3. banyak melakukan kesalahan ejaan atau bisa juga terjadi tulisan terbalik
4. terdapat inkonsistensi dalam penggunaan huruf besar dan huruf keci
5. ukuran huruf tidak teratur, bentuk berubah-ubah, besar kecil, tegak dan miring
6. terjadi unfinished (penghilangan huruf atau kata)
7. terjadi ketidakkonsistenan dalam penggunaan halaman, spasi (antara kata), antara huruf, dan
penggunaan margin.
8. ada kesalahan dalam memegang pensil
9. berbicara dengan diri sendiri saat menulis.
10. ketika menulis atau menyalin sangat lambat

Jika terdapat satu atau beberapa gejala di atas pada anak, maka guru harus segera curiga
“barangkali anak menderita disgrafia. Guru perlu mengidentifikasi secara cermat atas semua
gejala yang muncul pada anak. Dari identifikasi kegaja tersebut guru dapat mempelajari,
memilih, dan menetapkan strategi yang tepat untuk membantu anak dalam belajar menulis.
Penangan anak disgrafia secara dini akan lebih dapat anak belajar menulis dan anak menjadi
tidak frustasi.

E. Cara-Cara Khusus Untuk Membantu Mengatasi Kesulitan Akibat DMO (disgrafia)


Dalam mengatasi anak yang mengalami kesulitan dalam hal menulis atau disgrafia,
keterampilan menulis dapat di kembangkan dalam kesenian, menggambar, menyalin dan
aktivitas lain yang mengkehendaki koordinasi mata dan gerak tangan. Anak yang mengalami
disgrafia dapat di bantu dengan cara berikut ini :
a) Melatih anak melakukan gerakan-gerakan tangan yang halus dan berirama.

b) Melatih anak untuk melakukan latihan ketepatan menggunakan tangan.

c) Gerakan alat anggota tangan dan tubuh dilatih menggunakan senam untuk
menghaluskan gerakan otot-otot tangan.
d) Anak disuruh menyalin huruf-huruf atau kata-kata yang biasanya terbalik melalui
kertas transparan atau menulis huruf-huruf yang didiktekan.
e) Anak disuruh memotong-motong huruf atau bentuk, ini menolong anak dalam
membedakan huruf dan latihan koordinasi.
f) Menunjukan huruf-huruf yang harus dilengkapi secara sebagian-sebagian dan anak
disuruh melengkapi huruf tersebut. (poin d,e,f bisa digunakan untuk anak disleksia)

F. Program Pelayanan Untuk Anak DMO Secara Umum


Untuk memberikan layanan yang sesuai untuk anak-anak yang memiliki DMO (disfungsi
minimal otak) ada program yang diterapkan di sekolah yaitu:

a) Program remedial

Program ini memberikan pengajaran kembali kepada anak yang mengalami kesulitan
belajar pada mata pelajaran tertentu. Dalam pengajaran remedial terdapat dua
pendekatan yaitu :
 Model latihan kemampuan dasar
Bila kesulitan belajar anak disebabkan oleh kelemahan dalam berpikir tertentu yang
diperlukan untuk tugas tersebut. contoh : anak tida dapat membaca karena memiliki
kelainan dalam pemahaman visual.
 Model latihan keterampilan
Yaitu multi sensory approach mengunakan semua alat indera untuk menolong anak
mengatasi kesulitan. Model ini berprinsip bahwa ketidakmampuan anak merupakan
problemnya bukan kemampuan dasarnya yang menyebabkan anak.
G. Etiologi (Penyebab)
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab anak memiliki kesulitan dalam menulis,
atau memiliki tulisan tangan yang buruk. Rostami, dkk. (2014) menjelaskan beberapa faktor
yang menyebabkan anak memiliki tulisan tangan yang buruk sebagai berikut.
1. Terdapat kesalahan dalam penulisan ; menulis terlalu ke kiri atau ke kanan, terlalu
menekan alat tulis saat menulis atau tulisan terlalu tipis hingga pudar, menulis terlalu
miring, serta jarak antar huruf yang berlebihan atau terlalu berdempetan.
2. Faktor keluarga ; stimulus dari keluarga inti dalam mengajari anak menulis.
3. Faktor yang berhubungan dengan anak / murid ;
a. Disfungsi tangan dan jari akibat cedera ortopedi
- Kerusakan saraf tangan
- Gerak pada persendian pergelangan tangan, jari, siku, dan lengan mengalami
hambatan
- Dan gejala fisik lainnya yang diakibatkan oleh penyakit ataupun luka.
b. Faktor psikologis anak
Ketika anak menulis terlalu lama mungkin akan mengakibatkan keram otot. Selain
karena durasi, tulisan anak yang buruk dapat disebabkan oleh kecemasan pada anak
saat menulis, rentang konsentrasi yang pendek, dan hiperaktif.
c. Menulis dengan tangan kiri; sulit melihat huruf yang ditulis, sehingga penulisan dapat
tidak rapih.
d. Kondisi penglihatan yang buruk.

Selain beberapa faktor di atas, Suhartono (2016) juga menjelaskan bahwa kesulitan
belajar, khususnya pada disgrafia, disebabkan karena adanya gangguan pada otak bagian kiri
depan yang mengatur bahasa, kemampuan membaca dan menulis. Lerner (dalam Suhartono,
2016) menyatakan bahwa faktor-faktor yang menjadi penyebab munculnya kesulitan belajar
(disgrafia) yaitu: (a) gangguan motorik; (b) gangguan perilaku; (c) gangguan memori; (d)
gangguan persepsi; dan (e) gangguan saat memahami instruksi.

Dari berbagai faktor penyebab yang sudah dijelaskan di atas, tidak ada faktor skor IQ
atau tingkat kecerdasan anak yang mempengaruhi bagus atau tidaknya tulisan anak, dan lambat
atau tidaknya anak dalam menulis sesuatu. Tetapi lebih karena adanya gangguan neurologis,
kurangnya stimulus sejak dini, dan hendaya fisik.

H. Intervensi Untuk Anak dengan Disgrafia


Sebelum memberikan intervensi, guru, orang tua, maupun terapis perlu untuk mengetahui
sejauh mana kemampuan dasar dan kesiapan menulis pada anak (Suhartono, 2016). Strategi
yang dapat digunakan untuk melihat kemampuan dan kesiapan anak dalam menulis dapat
dilihat melalui koordinasi motorik / pengendalian otot (cara memegang pensil, dilatih dengan
menggunakan permainan motorik seperti menggunting, menggambar, dan mewarnai),
koordinasi mata dan tangan (dapat dilatih dengan menggambar bentuk geometri), dan
kemampuan diskriminasi visual (membedakan warna, bentuk, dan ukuran). Setelah
mengetahui kemampuan anak dan anak siap untuk berlatih menulis, berikut beberapa
intervensi yang dapat diberikan untuk anak dengan gangguan belajar disgrafia (Yusuf, dkk.,
dalam Suhartono, 2016).
1. Latihan pra menulis (Yusuf, dkk., dalam Suhartono, 2016)
Latihan ini dilakukan dengan mengajarkan anak cara memegang pensil dengan baik dan
benar, posisi duduk, posisi kertas, serta jarak pandang antara mata dan buku yang tepat.
2. Latihan menjiplak huruf
Latihan ini menggunakan buku khusus, anak dapat langsung menghubungkan titik-titik
pada buku latihan untuk berlatih menulis huruf.
3. Latihan menulis huruf balok
Yusuf, dkk. (dalam Suhartono, 2016) menjelaskan tahap latihan menulis huruf balok
yaitu, guru menunjukkan huruf kemudian menyebutkan nama sambil memperagakan cara
menulis. Lalu anak menelusuri huruf dengan pensil dan menyalin di kertas. Berikutnya
secara berangsur-anggsur huruf disajikan dengan tulisan tebal kemudian ketebalan secara
berangsur dikurangi.
4. Latihan menulis bersambung
Jika anak telah berhasil dalam latihan sebelumnya, anak dapat mulai masuk ke latihan
menulis bersambung. Ada beberapa tahap yang dapat ditempuh guru, orang tua, maupun
terapis pada latihan ini. Mula-mula, kata-kata ditulis dalam huruf balok, kemudian huruf
balok tersebut dihubungkan dengan garis putus dengan pensil warna, kemudian anak
menelusuri huruf balok dan garis penghubung. Begitu seterusnya sehingga anak dapat
mempraktekannya sendiri.

Selain ke-empat tahapan intervensi di atas, Rostami, dkk. (2014) menjelaskan bahwa
penting bagi anak untuk dilatih relaksasi. Misalnya, setelah 5 menit belajar menulis, selanjutnya
anak diberikan waktu bermain selama 10 menit, lalu kembali latihan menulis setelahnya. Hal ini
bertujuan agar anak tidak merasa stres dan cemas berada dalam kondisi tertekan karena sulit
menulis. Sa’adati (2015) juga menyarankan untuk memberikan senam otak pada anak, yang
bertujuan untuk meningkatkan kinerja otak. Contoh gerakan-gerakan dalam senam otak adalah
sebagai berikut (Sa’adati, 2015).

a. Brain Buttock (saklar otak)


Langkah-langkah : Sentuh pusar dengan tangan kiri, sementara tangan kanan memijat
dada tepat di lekukan tulang selangka kemudian langkah ini selama 20-30 detik kemudian
ganti dengan tangan kanan yang menyentuh pusar sementara tangan kiri memijat dada.
Bertujuan untuk mengaktifkan otak kanan dan kiri serta meningkatkan energi ke mata.

b. Cross crawl (gerakan silang)


Persiapan : ajak anak berdiri dengan posisi tegak
Langkah-langkah : melakukan gerakan saling silang yang dilakukan dengan
menggerakkan tangan kanan bersamaan dengan kaki kiri dan menggerakkan tangan kiri
dengan kaki kanan. Sebagai contoh , julurkan tangan kanan kekiri bersamaan dengan
menjulurkan kaki kiri ke samping kanan dan sebaliknya, atau gerakan tangan menyentuh
lutut kiri dan sebaliknya tangan kiri menyentuh tangan kanan. Semua gerakan kombinasi
bisa dilakukan dengan meggunakan prinsip silang ini. Gerakan ini bertujuan untuk
merangsang bagian otak yang menerima informasi (receptive) dan bagian yang
mengungkapkan informasi (expressive) sehingga proses mempelajari hal-hal baru
menjadi lebih mudah, meningkatkan daya ingat dan daya pikir, meningkatkan kesadaran
keberadaan tubuh, serta menghilangkan stress.

c. Arm Activation (mengaktifkan tangan)


Langkah-langakah :
a) Luruskan tangan kiri ke atas disamping kuping
b) Tangan kanan memegang siku tangan kiri
c) Buat gerakan mendorong kedepan, kebelakang, samping kanan dan samping kiri
dengan tangan kiri, sementara tangan kanan menhan dorongan tangan kiri tersebut.
d) Pada saat melakukan gerakan,embuskan napas pelan-pelan dalam hitungan delapan.
Ulangi beberapa kali.
e) Setelah menyelesaikan gerakan, putar atau gerakkan bahu untuk relaksasi.
f) Ulangi gerakan dengan tangan kanan yang diluruskan keatas.
Gerakan ini bertujuan untuk mempersiapkan kekuatan otot, kelenturan dan fleksibilitas
bagian lengan dan tangan. Sehingga anak mampu untuk menggunakan tangannya dengan
maksimal dalam latihan menulis.
Analisis Jurnal I

Judul : Rancang Bangun Aplikasi NULIS : Media Pembelajaran Siswa Disgrafia


Penulis: Peni Sriwahyu Natasari, Dwi Sunaryono, dan Rully Soelaiman

Tahun 2016

Terbitan : Jurnal Teknik ITS (Institut Teknologi Sepuluh November)

1. Latar belakang :

Dalam jurnal ini, penulis melakukan pengembangan aplikasi untuk membantu siswa yang
mengalami gangguan disgrafia, dan nama aplikasi tersebut adalah NULIS. Aplikasi tersebut
memiliki dua jenis muatan yaitu pada pelajaran bahasa Indonesia dan matematika yang dapat
dipersonalisasikan oleh pendidik terhadap kebutuhan siswanya.

2. Tujuan :

melihat dan menguji keefektifan aplikasi untuk membantu pendidik dan anak disgrafia
dalam pembelajaran sekolah.

3. Pembahasan dan hasil :

Aplikasi NULIS dalah aplikasi yang dapat berjalan di berbagai platform perangkat
bergerak yaitu android, windows phone dan iOS. Digunakan untuk pendidik dan siswa dalam
mengerjakan aktivitas belajar menulis. Pendidik dapat memberikan serangkaian aktivitas
yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan siswa lalu melakukan penilaian secara
subjektif dari pendidik. Dan nilai yang disimpan akan menjadi acuan dari informasi
perkembangan siswanya yang akan ditampilkan oleh system aplikasi. Penulis jurnal telah
melakukan pembelajaran dengan aplikasi ini terhadap 5 siswa di sekolah aditama Surabaya,
dan memperoleh hasil sebesar 65% parameter kemampuan menulis siswa tersebut mengalami
peningkatan. Berdasarkan hasil kuesioner dari 3 pendidik yang menjadi responden dapat
disimpulkan bahwa aplikasi NULIS dapat membantu pendidik mengajar anak disgrafia
dengan keleluasaan dapat merancang aktivitas sendiri.
4. Kesimpulan :

Secara keseluruhan aplikasi ini dapat memberikan inovasi baru pembelajaran dikelas.
Penggunaan aplikasi yang tida di batasi ruang dan waktu memberikan keuntungan bagi
pendidik dan siswa. Juga kemampuan dalam memberikan informasi mengenai perkembangan
siswa kepada pendidiknya juga merupakan hal yang penting.

Analisis jurnal II

Judul: PENERAPAN METODE GUIDE WRITING UNTUK MENINGKATKAN


KEMAMPUAN MENULIS POLA DASAR PADA ANAK DISGRAFIA

Penulis: Arisa Rahmawati Zakiyah dan Risma Alvina

Tahun: 2019

Jurnal: Happiness Vol. 3 No. 1 Juni 2019

1. Latar Belakang

Pada anak-anak sering ditemukan kesulitan belajar utamanya mereka yang memiliki
kebutuhan khusus. Salah satu tipe kesulitan belajar yang umum ditemukan adalah kesulitan
menulis (disgrafia). Berdasarkan wawancara dan observasi yang dilakukan umumnya anak
yang mengalami disgrafia terbiasa untuk menulis dengan menebali titik, sehingga tidak
terbiasa mengenal dasar-dasar membentuk huruf secara mandiri. Untuk memulai langkah
tersebut, maka perlu diajarkan pola-pola dasar untuk membentuk suatu huruf. Pola inilah
yang kemudian diaplikasikan menjadi bentuk yang padu dalam huruf abjad. Pengenalan pola
dasar ini dapat dilakukan dengan memberikan contoh visual sebagai stimulus untuk melatih
menulis pola dasar tersebut. Metode yang demikian dikenal dengan istilah guide writing.

2. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Hasil
penelitian berupa uraian secara deskripstif mengenai aspek-aspek yang diteliti. Untuk
mendapatkan data secara integratif, dilakukan serangkaian metode pengumpulan data melalui
observasi, wawancara, dokumentasi. Teknik analisis data dalam penelitian ini melalui
reduksi data dan verifikasi data. Teknik analisis data menggunakan instrumen sederhana
yang mencakup ketrampilan menulis pola dasar dan pengenalan huruf alphabet dengan
mengikuti tahapan metode guide writing yaitu; (1) pemodelan, (2) praktik terbimbing, (3)
praktik mandiri.

3. Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan analisis data yang dilakukan, diketahui bahwa subyek cenderung kesulitan
membentuk pola huruf tertentu misalnya L dan J karena bentuknya yang sedikit melengkung.
Kemampuan subyek untuk membuat garis lengkung maupun garis miring ke kiri dan ke
kanan baru muncul di pertemuan ke-3. Hal ini berarti bahwa dalam menuliskan pola dasar
itu, subyek belum mampu menuliskan secara mandiri maupun menyalin contoh pola yang
diberikan. Kemudian, tahapan yang dilalui anak disgrafia untuk meningkatkan ketrampilan
menulis pola dasar kemudian diteguhkan dengan mengulang pola huruf atau lambang grafik
yang belum dikuasai. Pada kasus ini, subyek X butuh tiga hingga empat pertemuan agar
mampu membuat pola dasar garis miring ke kiri dan ke kanan serta bentuk lengkung, seperti
contohnya huruf X, J atau L. Sedangkan huruf dengan pola tegak, subyek X hanya butuh satu
hingga dua kali pertemuan untuk dapat menulis huruf dengan pola tegak misal I atau H,
istilah ini dikenal dengan linier repetitive stage atau pengulangan linier.

4. Kesimpulan
1) Ada sejumlah kategori anak berkebutuhan khusus yang memiliki ciri saling tumpang
tindih satu dengan lainnya
(2) Anak disgrafia memiliki sejumlah ciri yang menunjukkan bahwa mereka mengalami
ketidakmampuan dalam mengorganisasikan kemampuannya menulis dengan isi pikiran
mereka sendiri.
(3) Tugas menulis menjadi hambatan yang cukup besar bagi anak disgrafia, sehingga
pendidik maupun orang tua perlu merancang model pembelajaran individual yang tepat.
Analisis Jurnal III

Penulis : Miftahur Rizka, Asep Ahmad Sopandi & Ardisal

Judul : Kemampuan Menulis Kalimat melalui Learning Contracts Method bagi Anak
Berkesulitan Belajar Menulis

Jurnal : Jurnal Pendidikan Kebutuhan Khusus. Volume III Nomor I, ISSN: Print 2598-
5183 – Online 2598-250

Tahun Terbit : 2019

Analisis :

1. Latar Belakang
Penelitian ini dilatar belakangi oleh permasalahan anak berkesulitan belajar X yang
belum dapat menulis kalimat berpola SPOK yang peneliti temukan di SD N 02 Cupak
Tangah.
2. Metode Penelitian
Peneliti melakukan penelitian eksperimen dengan bentuk Single Subject Research (SSR)
dan menggunakan metode SSR berupa Desain A-B-A. Subjek penelitian adalah anak
berinisial X kelas V SDN 02 Cupak Tangah yang mengalami kesulitan belajar menulis. X
tidak memiliki gangguan fisik, namun kesulitan pada pelajaran bahasa Indonesia ketika
diminta untuk menuliskan kalimat berpola SPOK. Kesulitan yang dialami X dikarenakan X
tidak memahami unsur pembentuk kalimat dan kesulitan merangkai kata-kata. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi dan tes. Dengan alat pengumpul data
pada penelitian ini adalah pedomanobservasi dan soal tes tertulis. Pedoman observasi
bertujuan untuk melihat dan mencatatat kejadian disetiap pertemuan dan pertemuan saat
proses belajar mengajar menggunakan learning contacats method dalam menulis kalimat
berpola SPOK. Sedangkan pada tes tertulis alat pengumpul datanya berupa soal tes
tertulis dengan pengukuran kemampuan menulis kalimat berpola SPOK melalui satuan
ukuran frekuensi dengan diberikanya tanda tally kepada setiap susunan kalimat SPOK
yang dituliskan dengan benar oleh anak.
3. Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti melakukan penelitian sebanyak 19 pertemuan dengan
rincian lima kali pertemuan untuk kondisi baseline (A1), sedangkan kondisi intervensi
(B) dilakukan sebanyak sembilan kali pertemuan, kemudian lima kali pertemuan untuk
kondisi baseline (A2). Hal ini menunjukkan semakin meningkatnya frekuensi kalimat
berpola SPOK yang ditulis dengan benar oleh anak berkesulitan belajar X setelah
diberikan perlakuan atau intervensi melalui learning contracts method terlihat dari
frekuensi kalimat berpola SPOK yang ditulis dengan benar semakin meningkat pada
kondisi intervensidan pada kondisi baseline A2 juga menunjukan frekuensi kalimat
berpola SPOK yang ditulis dengan benar yang meningkat konsisten dengan frekuensi
yang tinggi.

4. Kesimpulan
Intervensi dengan metode kontrak belajar rupanya efektif dalam membuat anak untuk
konsisten berlatih menulis. Kontrak belajar dilakukan secara transparan dan bersama antara
peneliti dan anak, sehingga isi kontrak pun sesuai dengan keinginan anak. Terlihat dari hasil
penelitian bahwa anak menmunjukkan konsistensi penulisan kalimat berpola SPOK yang benar
pada baseline kedua.
DAFTAR PUSTAKA

Rostami, A., Allahverdi, F., & Mousavi, F. (2014). Dysgraphia: The Causes and Solutions.
International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, 4(2).

Sa’adati, Tatik I. (2015). Intervensi Psikologis pada Siswa dengan Kesulitan Belajar (Disleksia,
Disgrafia, dan Diskalkulia). Jurnal Lentera, 20 (1).

Suhartono. (2016). Pembelajaran Menulis Untuk Anak Disgrafia di Sekolah Dasar.


Transformatika, 12 (1).

Sutratinah, T. (1995). Cara Mengatasi Kesulitan Belajar Akibat Disfungsi Minimal Otak
(DMO). No.1 hal. 103. Jurnal Cakrawala pendidikan

Anda mungkin juga menyukai