Anda di halaman 1dari 4

Gangguan belajar "Disgrafia"

1. PENGERTIAN DISGRAFIA
Disgrafia adalah kesulitan khusus dimana anak-anak tidak bisa
menuliskan atau mengekspresikan pikirannya kedalam bentuk
tulisan,karena mereka tidak bisa menyuruh atau menyusun kata dengan
baik dan mengkoordinasikan motorik halusnya (tangan) untuk menulis.
Pada anak-anak, umumnya kesulitan ini terjadi pada saat anak mulai
belajar menulis. Kesulitan ini tidak tergantung kemampuan lainnya.
Seseorang bisa sangat fasih dalam berbicara dan keterampilan motorik
lainnya, tapi mempunyai kesulitan menulis.Kesulitan dalam menulis
biasanya menjadi problem utama dalam rangkaian gangguan belajar,
terutama pada anak yang berada di tingkat SD.
Kesulitan dalam menulis seringkali juga disalahpersepsikan sebagai
kebodohan oleh orang tua dan guru. Akibatnya, anak yang bersangkutan
frustrasi karena pada dasarnya ia ingin sekali mengekspresikan dan
mentransfer pikiran dan pengetahuan yang sudah didapat ke dalam
bentuk tulisan. Hanya saja ia memiliki hambatan. Sebagai langkah awal
dalam menghadapinya, orang tua harus paham bahwa disgrafia bukan
disebabkan tingkat intelegensi yang rendah, kemalasan, asal-asalan
menulis, dan tidak mau belajar.
Gangguan ini juga bukan akibat kurangnya perhatian orang tua dan
guru terhadap si anak, ataupun keterlambatan proses visual
motoriknya. Dysgraphia / Disgrafia adalah learning disorder dengan ciri
perifernya berupa ketidakmampuan menulis, terlepas dari kemampuan
anak dalam membaca maupun tingkat intelegensianya.Disgrafia
diidentifikasi sebagai keterampilan menulis yang secara terus-menerus
berada di bawah ekspektasi jika dibandingkan usia anak dan tingkat
intelegensianya.
2. PENYEBAB DISGRAFIA
Secara spesifik penyebab disgrafia tidak diketahui secara pasti,
namun apabila disgrafia terjadi secara tiba-tiba pada anak maupun orang
yang telah dewasa maka diduga disgrafia disebabkan oleh trauma kepala
entah karena kecelakaan, penyakit, dan seterusnya. Disamping itu para
ahli juga menemukan bahwa anak dengan gejala disgrafia terkadang
mempunyai anggota keluarga yang memiliki gejala serupa. Demikian ada
kemungkinan faktor herediter ikut berperan dalam disgrafia.
Seperti halnya disleksia, disgrafia juga disebabkan faktor neurologis,
yakni adanya gangguan pada otak bagian kiri depan yang berhubungan
dengan kemampuan membaca dan menulis. Anak mengalami kesuitan
dalam harmonisasi secara otomatis antara kemampuan mengingat dan
menguasai gerakan otot menulis huruf dan angka. Kesulitan ini tak terkait
dengan masalah kemampuan intelektual, kemalasan, asal-asalan menulis,
dan tidak mau belajar.
3. CIRI-CIRI DISGRAFIA
Ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan ini. Di antaranya
adalah:
1. Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.
2. Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih
tercampur.
3. Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.
4. Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu
ide, pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan.
5. Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya
memegang alat tulis
seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.
6. Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah
terlalu memperhatikan
tangan yang dipakai untuk menulis.
7. Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat
dan proporsional.
8. Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin
contoh tulisan yang sudah ada.
4. CARA MEMBANTU ANAK DISGRAFIA
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu
anak dengan gangguan ini. Di antaranya:
1. Pahami keadaan anak
Sebaiknya pihak orang tua, guru, atau pendamping memahami
kesulitan dan keterbatasan yang dimiliki anak disgrafia. Berusahalah
untuk tidak membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak
lainnya. Sikap itu hanya akan membuat kedua belah pihak, baik orang
tua/guru maupun anak merasa frustrasi dan stres. Jika memungkinkan,
berikan tugas-tugas menulis yang singkat saja setiap hari. Atau bisa
juga orang tua dari si anak meminta kebijakan dari pihak sekolah untuk
memberikan tes kepada anak dengan gangguan ini secara lisan, bukan
tulisan.
2. Menyajikan tulisan cetak
Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk
belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan
komputer atau mesin tik. Ajari dia untuk menggunakan alat-alat agar
dapat mengatasi hambatannya. Dengan menggunakan komputer, anak
bisa memanfaatkan sarana korektor ejaan agar ia mengetahui
kesalahannya.
3. Membangun rasa percaya diri anak
Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak. Jangan
sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu akan
membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kesabaran orang tua
dan guru akan membuat anak tenang dan sabar terhadap dirinya dan
terhadap usaha yang sedang dilakukannya.

4. Latih anak untuk terus menulis


Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan
tingkat kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis. Berikan tugas
yang menarik dan memang diminatinya, seperti menulis surat untuk
teman, menulis pada selembar kartu pos, menulis pesan untuk orang
tua, dan sebagainya. Hal ini akan meningkatkan kemampuan menulis
anak disgrafia dan membantunya menuangkan konsep abstrak tentang
huruf dan kata dalam bentuk tulisan konkret.

Adapun penanganan secara terstruktur dapat dilakukan melalui beberapa


hal berikut:
1. Faktor kesiapan menulis
Menulis membutuhkan kontrol maskular, koordinasi mata-tangan,
dan diskriminasi visual. Aktivitas yang mendukung kontrol muskular
antara lain: menggunting, mewarnai gambar, finger painting, dan tracing.
Kegiatan koordinasi mata-tangan antara lain: membuat lingkaran dan
menyalin bentuk geometri. Sementara itu, pengembangan diskriminasi
visual dapat dilakukan dengan kegiatan membedakan bentuk, ukuran, dan
detailnya, sehingga anak menyadari bagaimana cara menulis suatu huruf.
2. Aktivitas lain yang mendukung

Kegiatan yang memberikan kerja aktif dari pergerakan otot bahu,


lengan atas serta bawah, dan jari.
Menelusuri bentuk geometri dan barisan titik.
Menyambungkan titik.
Membuat garis horizontal dari kiri ke kanan.
Membuat garis vertikal dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas.
Membuat bentuk-bentuk lingkaran dan kurva.
Membuat garis miring secara vertikal.
Menyalin bentuk-bentuk sederhana.
Membedakan bentuk huruf yang mirip bentuknya dan huruf yang
hampir sama bunyinya.
3. Menulis huruf lepas/cetak
Perlihatkan sebuah huruf yang akan ditulis.
Ucapkan dengan jelas nama huruf dan arah garis untuk membuat
huruf itu.
Anak menelusuri huruf itu dengan jarinya sambil mengucapkan
dengan jelas arah garis untuk membuat huruf itu.
Anak menelusuri garis tersebut dengan pensilnya.
Anak menyalin contoh huruf itu di kertas/bukunya.

Jika cara ini sudah dikuasai, mintalah anak menyambungkan titik yang
dibentuk menjadi huruf tertentu, sampai akhirnya anak mampu membuat
huruf dengan baik tanpa dibantu. Tahap selanjutnya adalah menulis kata
dan kalimat.
4. Menulis huruf transisi
Huruf transisi adalah huruf yang digunakan untuk melatih siswa sebelum
menguasai huruf sambung. Adapun langkah-langkah pengajarannya
sebagai berikut:
Kata atau huruf ditulis dalam bentuk lepas atau cetak.
Huruf yang satu dan yang lain disambungkan dengan titik-titik
dengan meggunakan warna yang berbeda.
Anak menelusuri huruf dan sambungannya sehingga menjadi
bentuk huruf sambung.
5. Menulis huruf sambung
Mengajarkan huruf sambung dapat menggunakan langkah-langkah
huruf lepas dan transisi.
Kami sertakan tabel cara melatih anak disgrafia agar dapat menulis
dengan baik dan benar.

Anda mungkin juga menyukai