Anda di halaman 1dari 2

Di zaman sekarang pastinya sudah tidak asing mendengar banyak berbagai macam

website yang menjual aplikasi streaming. Yang sangat mempermudah para masyarakat umum
menonton berbagai film yang ada bahkan film luar negeri pun tersedia tanpa harus ke bioskop
dulu. Bahkan sekarang banyak film, series yang lebih menarik di aplikasi di banding tv. Yang
semua kalangan umur bisa menikmatinnya bahkan tanpa iklan.
TV Analog adalah teknologi televisi yang memanfaatkan sinyal analog untuk mentransmisikan
video dan audio. Dalam siaran TV analog, video ditransmisikan menggunakan amplitudo
modulation (AM) dan suara ditransmisi via frequency modulation (FM). Sedangkan tv digital
adalah perangkat televisi yang mampu menangkap siaran sinyal digital dalam bentuk bit data
informasi, yang lebih jernih dan tidak ada gangguan 'semut'. TV digital menggunakan modulasi
digital dan sistem kompresi untuk menyiarkan sinyal gambar, suara, dan data. TV digital berbeda
dengan TV analog yang hanya memiliki satu program dalam satu frekuensi.TV digital juga
berbeda bentuk dan berat dengan TV tabung. TV digital memiliki fitur siaran digital atau DTV.
Migrasi televisi analog menuju digital merupakan salah satu wujud transformasi digital dalam
ruang lingkup tata kelola penyiaran di Indonesia. Direktur Operasi Sumber Daya Kementerian
Komunikasi dan Informasi Dwi Handoko menyebut migrasi televisi analog menuju digital
menjadi sebuah keniscayaan.  Presiden Joko Widodo pun telah mencanangkan percepatan
transformasi digital Indonesia yang ditegaskan dengan payung hukum terkait transformasi digital
tertuang dalam Undang-Undang Cipta Kerja pasal 60A1.  "Dasar hukum transformasi digital
dibangun atas dasar kondisi penyiaran di Indonesia. Dari segi infrastruktur penyiaran, Indonesia
sangat tertinggal dalam proses digitalisasi penyiaran secara global. Padahal berbagai negara telah
mematikan TV analog," ungkap Dwi dalam webinar Kualitas Siaran di Era Siaran TV Digital. 
Pasal 72 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah menambahkan norma
baru dalam regulasi penyiaran. Yaitu penyelenggaraan penyiaran dilaksanakan dengan mengikuti
perkembangan teknologi, termasuk migrasi penyiaran dari teknologi analog ke teknologi digital.
Ini merupakan dasar hukum dimulainya proses migrasi pemancaran siaran khususnya televisi
dari modulasi analog menjadi modulasi digital. 
Dwi menyebut International Telecommunication Union (ITU) dalam konferensi ITU 2006, telah
memutuskan bahwa 119 negara ITU Region-1 telah menuntaskan ASO paling lambat 2015.
Demikian pula pada konferensi ITU 2007 dan 2012, pita spektrum frekuensi radio UHF (700
MHz) semula untuk televisi terestrial ditetapkan menjadi layanan mobile broadband. Sedangkan
di tingkat regional terdapat Deklarasi Asean untuk menuntaskan ASO di 2020. 
UU Ciptaker pasa 60A berbunyi;
(1) Penyelenggaraan penyiaran dilaksanakan dengan mengikuti perkembangan teknologi
termasuk migrasi penyiaran dari teknologi analog ke teknologi digital;
(2) Migrasi penyiaran televisi terestrial dari teknologi analog ke teknologi digital sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan penghentian siaran analog (analog switch off) diselesaikan paling
lambat 2 (dua) tahun sejak mulai berlakunya Undang-Undang ini yakni 14 November 2022;
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai migrasi penyiaran dari teknologi analog ke teknologi
digital sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah
siaran yang memadai dari aspek teknologi. 
Dalam penyiaran digital, frekuensi akan digunakan oleh 5 sampai 13 stasiun TV secara bersama-
sama melalui sistem siaran multipleksing. Lembaga penyiaran tidak perlu lagi melakukan
investasi untuk membangun infrastruktur pemancar. Sebab, hal tersebut akan dilakukan oleh
penyelenggara multipleksing. Lembaga penyiaran dapat fokus pada proses produksi konten
siaran, yang proses pemancarannya akan dilakukan melalui sewa saluran multipleksing.
Dengan mekanisme seperti itu, biaya investasi (capex) infrastruktur penyiaran akan semakin
murah karena pada dasarnya ditanggung secara bersama-sama oleh beberapa lembaga penyiaran.
Diharapkan pembangunan infrastruktur penyiaran akan semakin masif dan dapat menjangkau
daerah yang selama ini belum dapat menerima siaran televisi tidak berbayar (free to air/FTA).
Beberapa kelebihan siaran televisi digital, menurut Oktariza dkk (2015), adalah: 1) Kualitas
siaran yang lebih stabil dan tahan terhadap gangguan (interferensi, suara dan/atau gambar rusak,
berbayang, dsb). 2) Memungkinkan siaran dengan resolusi HDTV secara lebih efisien. 3)
Kemampuan penyiaran multichannel dan multiprogram dengan pemakaian kanal frekuensi yang
lebih efisien. 4) Kemampuan transmisi audio, video, serta data sekaligus.
Meski siaran televisi digital menjanjikan berbagai kemanfaatan, dibutuhkan perencanaan yang
meliputi berbagai aspek agar dapat membawa kemanfaatan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Jika siaran televisi digital hanya dipahami sebagai proses menambahkan STB pada perangkat
televisi, hal tersebut dapat dilakukan dengan mudah di wilayah-wilayah yang selama ini telah
menerima siaran televisi analog dengan baik. Bagaimana dengan wilayah yang hingga saat ini
belum dapat menerima sama sekali siaran televisi FTA? Bagaimana dengan kelompok
masyarakat kurang mampu yang tidak dapat membeli STB?
Selain sosialisasi teknis penyiaran digital, pemerintah perlu memublikasikan secara transparan
berbagai rancangan regulasi, tahapan perencanaan, maupun kemajuan implementasi di berbagai
wilayah. Bahkan, pemerintah perlu membentuk tim kerja atau gugus tugas agar dapat merespons
dengan cepat berbagai masukan dari masyarakat. Dalam proses transisi sistem penyiaran, Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai perwujudan peran serta masyarakat dalam bidang penyiaran
perlu memberikan pemahaman yang komprehensif agar masyarakat dapat memahami
kemanfaatan maupun tantangan siaran televisi digital.
Masyarakat harus didorong untuk berpartisipasi. Mulai proses perencanaan, mengawasi setiap
tahapan pelaksanaan, hingga memberikan masukan kepada pemerintah. KPI pusat maupun
daerah perlu berkolaborasi dengan berbagai pihak dan menjadi ruang publik (public sphere) di
mana seluruh pemangku kepentingan dapat menyampaikan masukan terkait proses digitalisasi
penyiaran.
Efisiensi pengelolaan infrastruktur dan berbagai kemanfaatan penyiaran digital harus disertai
dengan kebijakan yang memungkinkan industri penyiaran tumbuh dan berkembang di seluruh
wilayah Indonesia. Dengan begitu, semua masyarakat dari Sabang sampai Merauke dapat
menikmati informasi dan hiburan yang berkualitas melalui siaran televisi secara gratis.

Anda mungkin juga menyukai