Anda di halaman 1dari 11

KEPEMIMPINAN SAHABAT DALAM GEREJA MULA-MULA

DAN IMPLEMENTASINYA BAGI KEHIDUPAN GEREJA DI MASA


KINI: EKSEGESI TEKS KISAH PARA RASUL 2:42-47
Linda Tumimba
Institut Agama Kristen Negri Toraja (IAKNT)
lindatumimba973@gmail.com
Abstract: The context of the life of the early church began with various problems that
arose within the congregation, both external and internal problems. However, a later
change occurred in the life of the early church, when the apostles taught. Where many
people later became believers in Jesus and gave themselves to be baptized. In this article
the research method used is library research method with exegesis approach Acts 2:42-47.
This article on the leadership of friends in the early church, especially in the context of
Acts 2:42-47 aims to explain how the leadership was carried out by the apostles and the
way of life of the first church. In particular, how the solidarity that was built up in the
friendship of the apostles created fellowship in the life of the first church. In the leadership
of the apostles, the role model was Jesus himself. The success of the leadership of friends
in the early church found in Acts 2:42-47, then brought salvation to the first church and
also to every believer to this day.

Keywords: Leadership, Solidarity, Fellowship, Prayer, Jesus

Abstrak: Konteks kehidupan jemaat mula-mula diawali dengan berbagai persoalan yang
timbul di dalam jemaat baik persoalan dari luar maupun persoalan dari jemaat. Namun,
perubahan kemudian terjadi dalam kehidupan jemaat mula-mula, ketika para rasul
mengadakan pengajaran. Dimana banyak orang yang kemudian menjadi percaya kepada
Yesus dan memberikan diri mereka untuk dibaptis. Dalam artikel ini metode penelitian
yang dipakai adalah metode penelitian pustaka dengan pendekatan eksegesis Kisah Para
Rasul 2:42-47. Artikel kepemimpinan sahabat dalam gereja mula-mula ini, khusunya dalam
konteks Kisah Para Rasul 2:42-47 bertujuan untuk menjelaskan bagaimana kepemimpinan
yang dilakukan oleh para rasul dan cara hidup jemaat yang pertama. Khususnya bagaima
solidaritas yang tebangun dalam persahabatan para rasul yang mewujudkan persekutuan
dalam kehidupan jemaat yang pertama. Di dalam kepemimpinan para rasul ini yang
menjadi teladan adalah Yesus sendiri. Keberhasilan kepemimpinan sahabat dalam geraja
mula-mula yang terdapat dalam Kisah Para Rasul 2:42-47 , kemudain membawa
keselamatan kepada jemaat yang pertama dan juga kepada setiap orang percaya hingga
pada saat ini.

Kata Kunci: Kepemimpinan, Solidaritas, Persekutuan, Doa, Yesus

1. Pendahuluan
Kepemimpinan adalah suatu sikap atau tindakan yang tidak bisa terlepas dari
kehidupan manusia. Dipimpin maupun memimpin adalah dua hal yang menjadi bahagian
penting dalam kehidupan. Kepemimpinan adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan
positif. Tindakan yang dilakukan dapat berupa tindakan mengatur, mengarahkan, dan
memerintahkan seseorang untuk melakukan satu hal tertentu, untuk mencapai tujuan yang
dimaksudkan.1 Dalam konteks tertentu kepemimpinan memiliki arti yang lebih kontras,
seperti kepemimpinan Kristen atau kepemimpinan gereja. Kepemimpinan Kristen ini
1
Kurman Ngatan, “PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN GEREJA”, Pambelum:Jurnal Teologi, 2 no.01
(Maret 2010):8.
dilandasi dengan ilmu-ilmu teologi dan Alkitab yang adalah Firman Allah dijadikan
sebagai dasar atau sumber yang paling utama.2 Di dalam kepemimpinan Kristen ini tujuan
utama yang mau di lihat adalah bagaimana sikap kepemimpinan yang dimiliki oleh para
rasul dalam melakukan pengajaran dalam gereja mula-mula. Dan bagaiman perubahan
iman yang terjadi dalam gereja mula-mula yang diakibatkan oleh ajaran-ajaran yang
diajarkan oleh para rasul.
Dilihat dari etimologinya, kata “gereja” berasal dari kata Yunani dan berarti
eccresia. Kata "Ecclesia" terdiri dari dua kata, Ek dan Caleo. "Ek" berarti keluar dan
"Kaleo" berarti panggilan atau perintah. Sehingga, ekklesia dapat diartikan sebagai suatu
persekutuan. Jika, dilihat dari konteks Perjanjian Baru, maka kata ekklesia berarti
persekutuan atau perkumpulan orang-orang Kristiani yang terbangun dalam satu jemaat
yang memiliki satu tujuan yang sama, yaitu melakukan Persekutuan di dalam Yesus
Kristus.3 Sejak awal, gereja telah memiliki misi untuk menyebarluaskan Firman Tuhan di
dalam dunia. Dalam hal ini, gereja memberitakan kabar keselamatan di dalam Yesus
Kristus, yang dinyatakan melalui sikap dan perbuatan yang mencermikan sikap hidup
orang-orang percaya. Namun, di dalam melaksanakan misi tersebut, gereja tidak terlepas
dari berbagai tantangan dan pergumulan. Gereja harus mengalami banyak tantangan baik
itu dari dalam gereja itu sendiri maupun dari luar Gereja. Bahkan jika, dilihat pada konteks
kehidupan gereja masa kini, semakin banyak tantangan dan rintangan yang dialami oleh
gereja, hal ini terlihat dari perkembangan zaman yang semakin maju. Sehingga, salah satu
tantangan yang dialami oleh gereja masa kini dalam mewujudkan misi Allah di dunia
adalah, bagaimana membuat orang-orang memilki tanggapan atau respon yang baik atas
firman yang disampaikan.4
Kehidupan jemaat mula-mula juga tidak terlepas dari berbagai permasalahan-
permasalahan atau konflik. Masalah yang dihadapi oleh Kekristenan Awal pada saat itu
disebabkan dari dalam gereja itu sendiri dan dari luar gereja. ketika kita kembali melihat
konteks kehidupan orang-orang pada zaman gereja mula-mula maka akan jelas terlihat
tantangan yang dihadapi, yaitu gereja mula-mula mendapatkan tekanan dari orang-orang
yang menganut agama Yudaisme, juga terlihat dari keadaan sosial yang dialami, dimana
gereja mula-mula mengalami penindasan dibawah pemerintahan Romawi. Tantangan
tersebut membuat kehidupan jemaat mula-mula hidup dalam penderitaan. Namun, hal
tersebut tidak kemudian membuat jemaat mula-mula untuk menyerah dan berdiam diri,
tetapi justru tantangan-tantangan yang dialami membuat jemaat mula-mula semakin teguh
dan bersemangat dalam menyatakan iman mereka kepada Yesus Kristus.5
Seperti yang Yesus ajarkan, gereja mula-mula memberitakan Kerajaan Allah.
Kehidupan yang adil, damai, dan sukses dianggap sebagai kerajaan Allah. Mereka
mengutamakan keramahan dan simpati dengan mereka yang menderita, tertindas, atau
menghadapi diskriminasi. Para rasul pada awalnya menciptakan solidaritas hanya di dalam
lingkaran mereka sendiri. Seperti kelompok sosial dan agama, mereka tidak memiliki
struktur kepemimpinan. Mereka menyadari bahwa struktur memiliki potensi untuk

2
Martinus Esong, "Praktek Damai Terhadap Pelaut di Gereja Toraja Klasis Makale Selatan",
KAMASEAN: JOURNAL OF CHRISTIAN THEOLOGY 2, no.2 (Desember, 2021): 2-3.
3
Ferderika Pertiwi Ndiy dan Susanto, "Prinsip-prinsip Pertumbuhan Gereja Awal Dilihat Dari Kisah
Para Rasul 2:41-47 Dan Penerapannya Pada Gereja Saat Ini", INTEGRITAS: Jurnal Teologi 1, no.2 (Desember,
2019): 102.
4
Joas Adiprasetya, GEREJA Menuju Visi Bersama (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019), 4.
5
Frans Paillin Rumbi, "Pembuatan Perdamaian DI GEREJA AWAL: INTERPRETASI ATAS RASUL 2:41-
47", Evangelical: Journal of Evangelical Theology and Community Development 3, no.1 (Januari, 2019): 20-
09.
membagi mereka. Mereka bahkan percaya pada saat itu bahwa sistem kepemimpinan dapat
mengarah pada dominasi partai yang berkuasa. Namun, ketika para rasul mengamati
penderitaan gereja mula-mula, perspektif mereka berubah. Setelah itu, mereka harus
memberitakan Injil bersama-sama. Mereka juga dapat melakukannya dengan cara ini.
Dalam kehidupan gereja mula-mula para rasul mengajarkan nilai-nilai solidaritas
yang didalamnya mengandung persekutuan antara jemaat. Menggunakan metode kualitatif
pendekatan eksegetis, ini menunjukkan bagaimana Kekristenan Awal hidup dalam
persekutuan dengan Yesus melalui baptisan, dan bagaimana mereka menanggung dan
memuji Tuhan bersama-sama. Sikap ini dilakukan mengatasi pola pikir materialistis,
misalnya, salah satunya karena dianggap membawa kesengsaraan dan perpecahan dalam
jemaat. Materialisme adalah cara hidup yang berpusat pada mengumpulkan dan
mengendalikan kekayaan sebanyak mungkin, di mana seseorang lebih mementingkan diri
sendiri dan kurang peduli pada orang yang membutuhkan bantuan. "Segala sesuatu yang
menjadi milik bersama mereka," (ayat 44). Teks itu menunjukkan bagaimana gereja baru
tumbuh dalam kesatuan. Secara bersamaan, mereka berusaha melawan materialisme dan
keserakahan. Dalam hal ini sikap persahabatan yang dibangun oleh para rasul terlihat jelas
yang mampu membawa jemaat pada kehidupan persekutuan dengan Yesus melalui doa dan
makan bersama.6
2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dipakai dalam penulisan karya ilmiah yang berjudul
“Kepemimpinan Sahabat Dalam Kekristenan Mula-Mula: Tafsiran kitab Kisah Para Rasul
2:42-47” ini adalah metode pustaka dimana menggunakan literature (kepustakaan), berupa
kajian yang terdapat dalam buku, dan jurnal. Studi kepustakaan pendekatan pengumpulan
data yang melibatkan tindakan tinjauan buku, literature, catatan, dan laporan yang
berkaitan dengan subjek yang ada. Pendekatan kualitatif, eksegesis teks Alkitab dari Kisah
Para Rasul 2:4247, digunakan untuk lebih memahami teks yang sedang dipelajari. Pada
pendekatan eksegesis informasi data diterima melalui hasil penafsiran dari Alkitab.
Eksegesis berasal dari bahasa Yunani dan berarti “menarik atau membawa”. Bisa juga
diartikan sebagai usaha untuk memaknai sesuatu.7 Yang penting adalah hasil interpretasi
mengungkapkan makna teks. Dalam pendekatan eksegesis ini, kita akan melihat
bagaimana kepemimpinan gereja mula-mula mempengaruhi ortografi modern.
Melihat sejarah sebelumnya dari kehidupan berkarunia, memanfaatkan gereja mula-
mula yang menyimpang dari konflik, maka melalui metodologi subjektif dengan teknik
eksposisi terhadap isi cetak dalam Kisah Para Rasul 2:42-47, pencipta akan menyelidiki
bagaimana otoritas dilakukan oleh misionaris, cara gereja mula-mula muncul, dan cara
administrasi para utusan di gereja mula-mula memengaruhi kehadiran jemaat hari ini.

6
Ibid, 14.
7
Iwan Setiawan Tarigan, “Eksegesis Dan Penelitian Teologis”, Jurnal Teologi Cultivation 5, no.2
(Desember, 2021): 87.
3. Hasil dan pembahasan
Teks Kisah Para RAsul 2:42-47
42
Mereka bertekun dalam pengajaean rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka
selalu berkumpul utnuk memecahkan roti dan berdoa. 43Maka bertekunlah mereka semua,
sedang rasul-rasul itu mengadakan banyak mujizat dan tanda. 44Dan semua orang telah
menjadi percaya dan tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan
bersama, 45dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-
bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing. 46Dengan
bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. mereka
memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama
dengan gembira dan dengan tulus hati, 47sambil memuji Allah. dan mereka disukai semua
orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang
diselamatkan.8

Eksegesis Kisah Para Rasul 2:42-47


Penafsiran kata “Gereja” berasal dari bahasa Yunani “eksegesis” yang berarti
“mengarahkan atau membawa keluar”. Ini berhubungan dengan istilah, "eksegesis" dalam
metode penjelasan eksposisi, dan interpretasi Alkitab. Dengan menggunakan definisi,
pendekatan jangka waktu “penafsiran” untuk memberikan penjelasan atas suatu frasa,
kalimat, paragraf, atau keseluruhan buku melalui jalan utama keluar yang tepat yang berarti
(seperti yang dimaksudkan penulis) sebuah teks. Dalam ayat tersebut penulis menelusuri
sejarah asli dari gereja mula-mula atau jemaat di hari-harinya yang paling berkesan,
sementara sekitar saat itu jemaat ternyata kecil, dan di negaranya yang paling sempurna.
Dari bait-bait tersebut kita menelusuri firman Tuhan sebagai cara untuk memulai dan
melanjutkan pekerjaan paling keren tanpa usaha di hati banyak orang, mengingat fakta
bahwa Roh Tuhan bekerja bersama mereka. dalam pengulangan ini terlihat bahwa gereja
mula-mula memelihara resolusi suci secara akurat, dan memberikan semua contoh
pengabdian dan cinta yang berkembang biak, karena kekristenan. Bagian 41 dan 47 juga
menyampaikan gagasan serupa, terutama peningkatan semangat penyembah atau individu
yang diselamatkan. Sejujurnya, Kisah Para Rasul 2:42 secara rutin dipandang sebagai
sindiran pada "empat penanda gereja".9
Catatan Stefanus tahun 1550, Textus Receptus menulis dalam Kisah Para Rasul
2:42: Dan mereka umumnya berkumpul untuk makan dan berdoa. Ini menyiratkan bahwa
Kekristenan Awal tunduk kepada kepala para saksi dan dapat dipercaya hidup dengan
pelajaran dari para misionaris. Mereka benar-benar gigih dan mengidentifikasi secara
mendalam pelajaran dari para utusan dan orang-orang yang mereka instruksikan. Mereka
adalah penyembah baru yang datang dari berbagai yayasan namun disatukan oleh
Kristus.10 Mereka saling mencintai, tetapi juga sangat akrab satu sama lain. Mereka sering
bersama.
Dalam ayat. 43 terlihat bahwa mereka atau gereja mula-mula takut akan saksi-saksi,
dan memandang mereka. Artinya, orang-orang yang melihat tanda-tanda dan keajaiban-
keajaiban yang dilakukan oleh para saksi. Dari sini sangat jelas terlihat bahwa meskipun
8
Terjemahan Baru dari Alkitab (LAI).
9
Tom Wright, KISAH PARA RASUL untuk SEMUA ORANG (Jakarta: Literatur Perkasa, 2011), 79
10
Sonny Eli Zaluchu, “Analysis of Acts 2:42-47 Untuk Merumuskan Ciri-ciri Kehidupan Spiritual
Gereja Perdana di Yerusalem, EPIGRAPHE (Journal of Christian Theology and Ministry) 2, no.2 (November
2018): 72-82
mereka (para utusan) tidak memiliki kecantikan lahiriah untuk membuat orang
menghormati mereka seolah-olah, mereka memiliki kekayaan karunia yang sangat besar
yang benar-benar baik, yang menggerakkan orang untuk jauh di lubuk hati menghormati
mereka. Allah mengenali mereka dan memberi mereka petunjuk tentang kehadiran-Nya
bersama mereka. Tuhan tidak hanya memungkinkan mereka untuk melakukan keajaiban.
Itu bukan hal utama yang Tuhan capai baginya. Tetapi mereka juga mengucapkan selamat
atas upaya mereka untuk meningkatkan jumlah orang percaya.11
Komunitas ini menerima komunitas ini tanpa pandang bulu. Kekuatan komunitas
dijelaskan dalam ayat 44-45, yaitu untuk “Semua orang".12 Mereka berkumpul, dengan
demikian mengekspresikan dan memperkuat cinta mereka satu sama lain. Mereka makan
bersama, jadi lebih sedikit orang yang makan banyak dan menghindari godaan untuk
makan banyak. Di sini Anda dapat melihat bahwa mereka sangat puas dengan apa yang
mereka miliki dan sangat liberal. Perasaan solidaritas ini membuat mereka sangat bebas
terhadap keluarga mereka yang tidak beruntung dan mendukung mereka di yayasan
mereka.13
Klarifikasi yang lebih lengkap tentang konsekuensi kemitraan dapat ditemukan
dalam refrein 46. Kata di bagian 46 digunakan untuk menggambarkan cinta suaka dan
kegigihan makan bersama. Sekitar saat itu, permohonan dan fungsi ketat Yahudi dicintai
secara eksklusif di tempat-tempat suci. Di sini Anda dapat melihat bahwa terlepas dari
latihan dunia lain (menghormati dan memperhatikan pelajaran) di tempat kudus, orang-
orang Kristen mula-mula juga berkumpul dari satu rumah ke rumah lain dan makan di
setiap pertemuan ini.14
Bagian atau ayat 47 melanjutkan dari pengulangan 46 dan menyatakan bahwa
demonstrasi persekutuan tidak hanya selesai dengan kepuasan dan sifat yang baik, tetapi
juga dengan memuji Tuhan. Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan untuk bekerja
sama, menawarkan, dan makan bersama berasal dari niat untuk memuji Tuhan. Gereja
mula-mula ini terkenal dengan individu-individunya. Secara keseluruhan, kehadiran
wilayah lokal ini umumnya disambut oleh berbagai penghuni Yerusalem, yang sebagian
besar adalah orang Yahudi. Dia hidup sebagai pengamat dan dikenal sebagai anugerah.
Sehingga kerjasama ini akibatnya bertambah banyak (jumlah) dengan penganut baru dan
berkembang pesat.15 Ayat 47 menunjukkan bahwa pujian Allah harus disertakan dalam
semua doa dan tidak boleh dikecualikan. Bagi mereka yang telah menerima karunia Roh
Kudus, kami akan sangat memuji Tuhan.16

Kepemimpinan Para Rasul


Ada banyak perspektif yang terkait dengan manajemen. Menurut para ahli,
manajemen adalah suatu bentuk dominasi yang disengaja atau ditemukan dengan bantuan
penggunaan bakat non-publik yang dapat menginspirasi atau mengundang orang lain untuk
melakukan sesuatu terutama berdasarkan reputasi dengan bantuan penggunaan institusi.

11
Matthew Hendry, Matthew Henry's Commentary THE BOOK OF CERITA OF THE RASLES
(Surabaya: Momentum, 2014), 92-93.
12
Ibid.
13
Matthew Hendry, Matthew Henry's Commentary THE BOOK OF CERITA OF THE RASLES
(Surabaya: Momentum, 2014), 92-93.
14
Ibid.
15
Ibid.
16
Matthew Hendry, Matthew Henry's Commentary THE BOOK OF CERITA OF THE RASLES
(Surabaya: Momentum, 2014), 92-93.
dan menampilkan pemahaman yang unik sebagaimana mestinya untuk situasi yang unik.17
Kualitas kepemimpinan para rasul dalam Kekristenan Awal adalah kepemimpinan yang
bergengsi di dalam Yesus. Dengan kata lain, kepemimpinan yang dijalankan oleh para
rasul adalah kepemimpinan Kristen. Diamana mendorong orang untuk percaya kepada
Tuhan sebagai Juruselamat yang mati dan dibangkitkan dari kematian.
Ketika Paulus mengilhami kesombongan dan memberinya visi dan misi yang
membuatnya dihormati dan dipercaya, pengaruh Paulus terhadap murid-muridnya menjadi
jelas. Cara hidup para rasul mengikuti cara hidup Yesus dan menjadikan para rasul
melayani para pemimpin mereka. Kisah Para Rasul 2: 4142 menunjukkan bahwa ajaran
mereka didengar oleh otoritas para rasul dan bahwa mereka menerima dan
melaksanakannya melalui kesabaran. Ini juga menunjukkan betapa orang-orang Kristen
awal menghargai dan menghormati para rasul. Mereka semua memberikan contoh
kehidupan para rasul sebagai pemimpin gereja, terbukti dari cara mereka hidup dan
mengajar. Kepemimpinan para rasul tidak dapat dipisahkan dari kehidupan Paulus.
Kehidupan Paulus setelah Yesus dimulai ketika ia bertemu Yesus di Damaskus. Damaskus
setia menaati Tuhan sampai akhir. Model Paulus diikuti atau ditiru oleh para
pendukungnya di Asia Kecil.18
Strategi para rasul untuk memajukan kemajuan rohani Gereja dilakukan melalui
pengajaran, persekutuan, ibadat, dan dorongan dari Saksi-Saksi Gereja. Gerakan ini secara
efektif dikoordinasikan oleh para utusan dan perintis gereja mula-mula untuk
pengembangan individu, membangun keduniawian perkumpulan, dan membantu majelis
dengan menjadi pengamat dan pemberkahan bagi semua orang di sekitar mereka. Juga,
seperti yang tertulis dalam Kisah Para Rasul 2:47, kehidupan gereja membawa banyak
orang kepada Tuhan, jadi strategi ini tampaknya sangat efektif. Kesediaan gereja untuk
terlibat dalam berbagai kegiatan pelayanan dan penginjilan, karena secara rohani
dipersiapkan oleh ajaran-ajaran yang telah diberikan para rasul kepada gereja.19

Kehidupan Gereja Mula-Mula


Perkembangan Kekristenan Awal dimulai dengan dipenuhinya penyembah oleh
Roh Kudus. Ketika hari Pentakosta tiba, semua umat berkumpul dan Roh Kudus turun ke
atas mereka. Juga, mereka mengungkapkan semuanya, seperti yang diberikan Roh Kudus
kepada mereka. Tuhanlah yang menindaklanjuti kedatangan Pentakosta. Selanjutnya,
seperti halnya jemaat dilahirkan ke dunia karena diciptakan oleh Roh Kudus untuk
membujuk orang-orang untuk berpikir di dalam Kristus, jemaat digunakan sebagai alat
Roh Kudus untuk menuntun orang-orang kepada Kristus. Orang-orang yang bergantung
pada Roh Kudus memiliki satu hati dan dapat melakukannya tanpa berdebat atau berdebat,
namun mereka saling membantu untuk melayani dan memuji Tuhan. Atribut orang yang
dibebani Roh Kudus adalah tunduk kepada Roh Kudus, hidup dalam Roh Kudus,
memelihara firman, mengajarkan Injil, melakukan kehendak Tuhan dengan kuat, dan
melahirkan hasil Roh Kudus.

17
Wendi Sepmady Hutahaena, KEPEMIMPINAN RASULULAT (Malang: Expertmedia Press, 2020): 1.
18
Eli Wilson Ipaq dan Hengki Wijaya, “Kepemimpinan Para Rasul dan Relevansinya Bagi Pemimpin
Gereja di Era Revolusi Industri 4.0”, INTEGRITAS: Jurnal Teologi 1, no.2 (Desember 2019): 112-122.
19
Rustam Siagian, "Pemeriksaan PERTUMBUHAN GEREJA AWAL DALAM KISAH RASUL DAN
RELEVANNYA UNTUK GEREJA HARI INI", Journal of Scripta Theology and Contextual Ministry 2, no.3 (April,
2018): 127-128.
Perkembangan Kekristenan Awal terjadi ketika para saksi mengajarkan ekspresi
Tuhan. Kisah Para Rasul 2 diskusi tentang pewartaan Sabda oleh Gereja. Petrus
menyampaikan pesannya berdasarkan Alkitab dan menegaskan bahwa Yesus Kristus
dieksekusi dan dipulihkan. Ketika Firman Tuhan diajarkan, orang-orang yang
mendengarnya menebus, mengakui Yesus Kristus sebagai Tuhan, dan ditenggelamkan
sebagai tanda penyesalan. Jadi jumlah penyembah bertambah.20 Paulus menggunakan
istilah “Ekklesia” atau "gereja" tanpa definisi yang jelas dari istilah tersebut. Dalam Lukas
dan Kisah Para Rasul, istilah ini digunakan tanpa penjelasan atau penjelasan khusus.
Namun dari latar belakang dan makna istilah ini dapat dipahami oleh sekelompok orang
beriman. Dalam Kisah Para Rasul 2, istilah yang digunakan untuk kelompok persekutuan
milik Allah adalah "Kristen".21
Kisah Para Rasul memberikan banyak wawasan tentang kehidupan Kekristenan
Awal, terutama dalam pernyataan singkat Kisah Para Rasul 2: 4247. Dari kesaksian ini,
kita dapat belajar tentang baptisan, penyembahan, pentingnya persekutuan, misi dan
mukjizat Tuhan, dan banyak lagi.22 Kapel-kapel awal umumnya disiapkan untuk
mengajarkan realitas Firman Tuhan. Orang-orang yang dipanggil Tuhan untuk bekerja di
segala bidang juga dipanggil untuk mengajarkan Injil. Ada satu hal yang ditekankan dalam
ayat 42, yaitu berpegang pada ajaran para rasul. Doktrin yang dimaksud adalah doktrin
yang diajarkan Yesus kepada para murid-Nya, yang disaksikan langsung oleh para murid-
Nya dari kehidupan Yesus sendiri. Dalam Kisah Para Rasul 2:47, perluasan penganut
berhubungan dengan keselamatan umat manusia. Artinya pertambahan yang terjadi tidak
jelas namun dalam arti yang mendalam, jumlah pertambahan tersebut ditentukan dari
orang-orang yang mengalami keselamatan di dalam Kristus.23

Gereja yang Bersekutu

Sejak awal, gereja telah mengabdikan diri untuk mewartakan Injil keselamatan di
dalam Kristus dalam perkataan dan perbuatan. Upaya tersebut terkadang ditolak dan
terkadang kendala harus dihadapi. Ujian bagi Gereja adalah untuk menyiarkan kabar baik
Kristus dengan cara yang mengundang tanggapan dalam berbagai latar, dialek, dan
masyarakat dari orang-orang yang mendengarnya. Terlepas dari hambatan dan kesulitan
yang dihadapi, khotbah Injil telah membuahkan hasil. Berdasarkan kepercayaan dan
literatur lokal, khotbah Paulus tentang Kristus di Konferensi Areopagus di Athena
menunjukkan orang Kristen generasi pertama merangkul pendekatan budaya, mengubah
warisan audiens, dan kesejahteraan komunitas tempat mereka tinggal.
24
mempromosikannya.
Dalam bahasa Yunani, kata koinonia berarti komunitas. Cara berperilaku Gereja
digambarkan dengan kerja sama. Mereka menuntut pelajaran dan asosiasi para saksi.
Mereka umumnya berkumpul dan bersekutu dan memohon (Kisah Para Rasul 2:42). Di
komunitas ini, kita bisa saling menerima tanpa membeda-bedakan. Aliansi yang sangat

20
Ferderika Pertiwi Ndiy dan Susanto, "Standar Pertumbuhan Gereja Awal Dilihat Dari Kisah Para
Rasul 2:41-47 Dan Penerapannya Pada Gereja Saat Ini", INTEGRITAS: Jurnal Teologi 1, no.2 (Desember,
2019): 104-105.
21
David L. Bartlett, Ministry in the New Testament (Jakarta: Gunung Mulia, 2007): 184-192.
22
Derek J. Tidball, THEOLOGI SHADLING (PENGANTAR) (Yogyakarta: Gudang Mas), 66.
23
Rustam Siagian, "Pemeriksaan PERTUMBUHAN GEREJA AWAL DALAM CERITA RASUL DAN
RELEVANNYA UNTUK GEREJA HARI INI", Journal of Scripta Theology and Contextual Ministry 2, no.3 (April,
2018): 179.
24
Joas Adiprasetya, GEREJA Menuju Visi Bersama (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019), 4-5.
kuat menyatukan mereka menjadi satu. Dalam pengertian kesatuan ini, mereka saling
menjaga, terutama kebutuhan fisik mereka.25 Ajaran para rasul, komunitas orang percaya,
adalah contoh Kekristenan Awal sebagai cara hidup. Koeksistensi ini telah berkembang
pesat ke arah tertentu yang sama menariknya dengan kontroversialnya. Orang Kristen
mula-mula hidup sebagai sebuah keluarga.26 Pengembangan kualitas ditunjukkan dalam
keberadaan para penyembah awal sebagai perubahan perilaku dan karakter ketika mereka
hidup dalam ketakutan (refrain 43), solidaritas (pantun 44), dan cinta (pasal 45).27
Kisah Para Rasul 2: 44-45 mencerminkan kehidupan komunitas orang percaya yang
sadar akan kekerabatan, terbukti dengan tindakan menjual properti untuk memenuhi
kebutuhan komunitas (ayat 25). Kecenderungan ini adalah produk dari Koinonia asli.
Coinonia sendiri adalah sebuah pelatihan yang bisa eksis dengan kerjasama Roh Kudus
karena apa yang terjadi sekitar saat itu, jatuhnya Roh Kudus pada dirinya (Mahuze, 2016).
Itu bisa terjadi dengan alasan bahwa mereka menerima. Jadi kehidupan Kristen awal
menunjukkan wilayah lokal yang sangat dekat, dan mereka berbagi kehidupan mereka dan
bergabung dengan jemaat, yang bergantung pada bantuan kasih sayang yang disengaja..28

Gereja yang Berdoa

Kamus Besar Bahasa Indonesia mencirikan petisi sebagai ajakan kepada Tuhan
(harapan, permohonan, dan permintaan). Berdoa berarti berdoa (mendaki) kepada Tuhan.
Artinya, doa adalah permintaan kepada Tuhan, termasuk pujian, harapan, dan
permintaan.29 Kisah Para Rasul 2: 42-47 menjelaskan bahwa salah satu cara hidup dalam
Kekristenan Awal adalah berdoa. Tempat mereka berkumpul dan memohon bersama. Salah
satu ciri gereja yang kokoh adalah ia berkembang secara subjektif, kuantitatif, dan alami.
Kisah Para Rasul 2:42-47 masuk akal bahwa Gereja Perdana mengalami perkembangan
subjektif baik dalam hubungannya dengan Tuhan (vertikal) maupun hubungannya dengan
sesama. Ada ketekunan dalam mendidik, bergaul, berdoa, dan cinta umum para utusan
(bait 42, 47).30 menjadikan jemaat mula-mula hidup lebih dekat dengan Tuhan.
Ketekunan dalam doa dan persekutuan adalah salah satu cara hidup yang mendalam
yang diilustrasikan oleh Kekristenan Awal secara umum. Kekristenan Awal mengakui
bahwa doa membuat kita sadar akan keberadaan dan ketergantungan Tuhan pada Tuhan.
Seperti yang Morley katakan, doa adalah kesempatan untuk bersekutu dengan Bapa
Surgawi kita. Adanya jalan antara manusia dan Tuhan akan membantu orang-orang yang
lemah mendapatkan kekuasaan di wilayah yang tidak mereka kuasai.31

25
Ferderika Pertiwi Ndiy dan Susanto, "Prinsip-Prinsip Pertumbuhan Gereja Awal Dilihat Dari Kisah
Para Rasul 2:41-47 Dan Penerapannya Pada Gereja Saat Ini", INTEGRITAS: Jurnal Teologi 1, no.2 (Desember,
2019): 106.
26
Tom Wright, KISAH RASUL UNTUK SEMUA ORANG (Jakarta: Sastra Perkasa, 2011), 80-81.
27
Gundari Ginting, "Pertumbuhan Gereja Menurut Perspektif Alkitab", Jurnal Gereja yang Sehat 1,
no.1 (2021): 275-276.
28
Gde Ngurah Reza Rizaldy, Kayla Nathania Thayeb and Davin G. Sitompul, "CHRISTIAN
PHLANTROPHY: RESPON TUBUH KRISTUS DALAM MENGATASI KEMISKINAN SELAMA PANDEMI COVID-19
BERDASARKAN KISAH RASUL 2:44-45", Vox Dei : Jurnal Teologi dan Pastoral 2, no.1 (Juni 2021): 24-25.
29
Sherly Mudak, “MAKNA DOA BAGI ORANG PERCAYA”, Missio Ecclesiae 6, no.1 (April, 2017): 97.
30
Gundari Ginting, "Pertumbuhan Gereja Menurut Perspektif Alkitab", Jurnal Gereja yang Sehat 1,
no.1 (2021): 275-277.
31
Sonny Eli Zaluchu, “Eksegesis Kisah Para Rasul 2:42-47 Untuk Merumuskan Ciri Krhidupan Rohani
Jemaat Mula-Mula Di Yerusalem, EPIGRAPHE (Jurnal Teologi dan Pelayanan Kristiani) 2, no.2 (November
2018): 80.
Implementasi Kepemimpinan dalam Gereja Mula-Mula Bagi Gereja Masa Kini
Dengan semakin berkembangnya masa-masa sulit, banyak gereja yang sangat
senang membaca majalah rohani yang tersedia baik melalui media massa maupun
elektronik. Apalagi soal waktu sangat berpengaruh, karena orang sekarang lebih memilih
apa yang tersedia daripada pergi ke gereja untuk menghadiri PA (Studi Alkitab) dan
pelatihan spiritual lainnya. Hal ini jelas berdampak kuat pada gaya hidup masyarakat.
Sebagai pengajar atau pengkhotbah Firman Tuhan, apa yang diajarkan perlu difokuskan
hanya kepada Yesus Kristus, ajaran yang diberikan perlu dijelaskan sebanyak mungkin,
dan segala sesuatu yang mereka anggap sulit. Harus didiskusikan atau dibagikan agar dapat
diterima, dapat diselesaikan dengan tepat dan mereka akan memperoleh pemahaman.
Barang bagus. Ini bukan hanya pekerjaan pendeta, tetapi juga membutuhkan peran semua
orang percaya dalam menerima dan memahami pentingnya pemberitaan Firman Tuhan.32
Pada pertengahan abad ke-20, situasi gereja-gereja di Indonesia mulai berubah.
Banyak gereja telah mengalami kebangunan rohani yang ekstensif dan banyak anggota
baru telah bergabung dengan gereja. Sejak tahun 1970-an, kaum awam dan gerakan doa di
komunitasnya masing-masing telah menjadi alat untuk mengajarkan umat Kristiani tentang
makna misi mereka dan membuka wawasan mereka ke luar negeri. Sampai saat ini, gereja
Tionghoa tidak pernah lepas dari tradisi pemberitaan Injil.33 Namun, terlepas dari semua
itu, kepemimpinan gereja saat ini cenderung lemah, karena para pemimpin gereja belum
sepenuhnya meningkatkan fungsi pelayanan mereka di level ini. Juga, ketika hamba-hamba
Tuhan terkesan oleh para gembala, mereka tidak bekerja dengan sebaik-baiknya.34
Panggilan utama seorang mukmin adalah menyampaikan kabar baik dimanapun
tempatnya, dan dalam segala amal kebaikan yang dipercayakan kepadanya. Jadi gereja hari
ini benar-benar perlu mengetahui Firman dan melakukan segala sesuatu di dalam Firman
Tuhan. Dengan mengajarkan Firman Tuhan, orang dapat mengetahui siapa Tuhan itu, apa
rencana dan kehendak Tuhan, dan bagaimana hidup sebagai anak Tuhan. Mempelajari
Firman Tuhan adalah makanan rohani yang mendorong pertumbuhan rohani seseorang.
Gereja yang berdasarkan Firman Tuhan adalah gereja yang benar-benar mempercayakan
segala pergumulannya kepada Tuhan dan sepenuhnya percaya kepada Tuhan. Pada
mulanya segala sesuatu diciptakan karena perkataan dan perkataan itu adalah Allah sendiri
(Yohanes 1:1). Dalam komunitas, anggota gereja saling memberi dan perhatian dilakukan
untuk memastikan bahwa yang membutuhkan tidak kekurangan pasokan. Dalam
komunitas, mereka saling menyemangati dan menghibur satu sama lain. Dalam ummat
mukmin itu bukan sekedar silaturahmi, tapi dalam perkumpulan ibadah, semua saling
menasihati, menguatkan, menghibur, dan saling mendoakan.35

4. Kesimpulan
Berbicara tentang manajemen, hal ini tidak lepas dari gaya hidup setiap manusia.
Kepemimpinan adalah pola pikir yang menghasilkan undangan kepada orang lain.

32
Ferderika Pertiwi Ndiy dan Susanto, "Prinsip-prinsip Pertumbuhan Gereja Awal Dilihat Dari Kisah
Para Rasul 2:41-47 Dan Penerapannya Pada Gereja Saat Ini", INTEGRITAS: Jurnal Teologi 1, no.2 (Desember,
2019): 105.
33
Veronica J. Elbers, Gereja Misionaris (Malang: Sastra SAAT, 2015): 19-23.
34
Eli Wilson Ipaq dan Hengki Wijaya, “Kepemimpinan Para Rasul dan Relevansinya Bagi Pemimpin
Gereja di Era Revolusi Industri 4.0”, INTEGRITAS: Jurnal Teologi 1, no.2 (Desember 2019): 112-122.
35
Ferderika Pertiwi Ndiy dan Susanto, "Standar Pertumbuhan Gereja Awal Dilihat Dari Kisah Para
Rasul 2:41-47 dan Penerapannya pada Gereja Saat Ini", INTEGRITAS: Jurnal Teologi 1, no.2 (Desember,
2019): 107-109.
Kepemimpinan juga dapat dipahami sebagai suatu sistem yang dicapai melalui satu atau
lebih manusia untuk mengatur, mengarahkan, dan memberikan dampak pada manusia yang
berbeda untuk suatu kegiatan, dengan maksud untuk mencapai tujuan tertentu. Manajemen
yang dilakukan melalui para rasul dalam Kisah Para Rasul adalah manajemen otoritatif
pada Firman Tuhan atau dapat disebut sebagai manajemen Kristen, di mana para rasul
mengajak gereja mula-mula untuk tinggal dan percaya kepada Tuhan. Pengelolaan para
Rasul menjadi sempurna sesuai dengan pengelolaan yang dicapai melalui Yesus.
Dalam melonggarkan pembinaan para rasul, kini menjadi tidak mulus lagi untuk
menerapkannya, karena gaya hidup gereja mula-mula banyak mengalami konflik, baik dari
dalam gereja itu sendiri maupun dari luar. Namun karena semangat yang dimiliki oleh para
rasul, dimana mereka bertahan untuk menjalin persahabatan, dalam jangka panjang
pengelolaan yang dilakukan melalui para rasul tersebut kemudian membawa dampak yang
luar biasa, yang semakin dipercaya oleh manusia.
Melihat gaya hidup gereja saat ini, yang hidup dalam teknologi globalisasi,
mungkin ada banyak situasi dan batasan yang menuntut untuk tetap dihadapi. Namun,
menguasai gaya hidup jemaat awal, gereja dewasa ini juga harus mampu membangun gaya
hidup persekutuan dan memelihara doa. Sehingga gaya hidup yang membangun,
memfasilitasi dan membantu setiap perbedaan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
gaya hidup berjamaah dan sosial.

Daftar Pustaka
Adiprasetya, Joas. GEREJA Menuju Visi Bersama. (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2019).
Barclay, William. Pelajaran Alkitab Sehari-hari: Kitab Kisah Para Rasul. (Jakarta:
Gunung Mulia, 2007)
Bartlett, David L. Service dalam Perjanjian Baru. (Jakarta: Gunung Mulia, 2007).
Benar, Tom. CERITA DARI RASUL UNTUK SEMUA ORANG. (Jakarta:
Perkasa Sastra, 2011).
Derek J. Tidball. TEOLOGI BAYANGAN (PENGANTAR). (Yogyakarta: Gudang
Mas, 2010).
Elbers, Veronica J. Gereja Misionaris. (Malang: Sastra SAAT, 2015).
Esong, Martin. "Latihan Damai Terhadap Pelaut di Gereja Toraja Klasik Makale
Selatan". KAMASEAN: JURNAL TEOLOGI KRISTEN 2, no.2 (Desember, 2021).
Ginting, Gundari. "Pembangunan Gereja Menurut Perspektif Alkitab". Buku Harian
Gereja yang Sehat 1, no.1 (2021).
Henry, Matius. Komentar Matthew Henry THE BOOK OF THE APOSTLES.
(Surabaya: Momentum, 2014).
Hutahaena, Wendi Sepmady. KEPEMIMPINAN APOSTOLAT. (Malang:
Expertmedia Press, 2020).
Ipaq, Eli Wilson dan Hengki Wijaya. “Administrasi Para Rasul dan Relevansinya
bagi Pemimpin Gereja di Era Revolusi Industri 4.0”. Kehormatan: Jurnal Teologi 1, no.2
(Desember 2019).
Mudak, Sherry. "Pentingnya DOA BAGI ORANG BERIMAN". Missio Ecclesiae
6, no.1 (April, 2017).
Ndiy, Ferderika Pertiwi dan Susanto. "Prinsip-Prinsip Pertumbuhan Gereja Awal
Dilihat Dari Kisah Para Rasul 2:41-47 Dan Penerapannya Pada Gereja Saat Ini".
Kehormatan: Jurnal Teologi 1, no.2 (Desember, 2019).
Ngatang, Kurman. "PEMIMPINAN DAN KEPEMIMPINAN GEREJA".
Pambelum: Jurnal Teologi, 2 no.01 (Maret, 2010).
Rizaldy, Gde Ngurah Reza, Kayla Nathania Thayeb dan Davin G. Sitompul.
"FILANTROFI KRISTEN: RESPON TUBUH KRISTUS DALAM MENGATASI
KEMISKINAN DI SAAT PANDEMI COVID-19 BERDASARKAN CERITA RASUL
2:44-45". Vox Dei: Jurnal Teologi dan Pastoral 2, no.1 (Juni 2021).
Rumbi, Frans Paillin. "Wasit DI GEREJA AWAL: INTERPRETASI ATAS
RASUL 2:41-47". Penjangkauan: Jurnal Teologi Injili dan Pengembangan Masyarakat 3,
no.1 (Januari, 2019).
Siagian, Rustam. "Pemeriksaan PERTUMBUHAN GEREJA AWAL DALAM
CERITA RASUL DAN RELEVANNYA UNTUK GEREJA TIME". Diary of Scripta
Theology and Contextual Ministry 2, no.3 (April, 2018).
Soesilo, Yushak. "Pentakostalisme dan Aksi Sosial: Analisis Struktural Kisah Para
Rasul 2:41-47". Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 2, no.2 (April 2018).
Tarigan, Iwan Setiawan. "Eksposisi Dan Penelitian Teologi". Buku Harian Teologi
Budidaya 5, no.2 (Desember 2021).
Terjemahan Baru dari Alkitab (LAI).
Zaluchu, Sonny Eli. Eksegesis Kisah Para Rasul 2:42-47 Untuk Menentukan
Karakteristik Kehidupan Rohani Gereja Perdana di Yerusalem. EPIGRAPHE (Journal of
Christian Theology and Ministry) 2, no.2 (November 2018).

Anda mungkin juga menyukai