NPM :20.3578
1
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Christian Albert Schwarz adalah salah satu tokoh yang mengemukakan bagaimana gereja
dapat bertumbuh dengan anugerah Allah. Allah turut berperan dan campur tangan dalam setiap
pertumbuhan gereja yang dikembangkan oleh tangan manusia.
Pemikiran Christian Albert Schwarz dalam bukunya Pertumbuhan Gereja yang Alamiah
menggarisbawahi bahwa pertumbuhan gereja yang sejati adalah buah dari campur tangan Allah,
dan gereja harus mengikuti prinsip-prinsip Alkitabiah dan bergantung pada Roh Kudus untuk
mencapai pertumbuhan yang sesungguhnya. Schwarz menginspirasi banyak pemimpin gereja
untuk merenungkan peran Allah dalam pertumbuhan gereja dan mengambil tindakan yang sesuai
dengan keyakinan ini.
Gereja banyak kali disebut seperti sebuah organisme yang hidup, bukan mati. Itu
sebabnya, jika sebuah gereja sehat, ia secara alami pasti mengalami pertumbuhan. Christian
Schwarz berkata, “Gereja punya potensi pertumbuhan dengan dirinya dan potensi ini adalah
pemberian dari Allah.” Sebagai organisme, gereja ibarat makhluk hidup yang mempunyai
kehidupan dan mempunyai kemampuan untuk pertumbuhan secara alamiah, bahkan
pertumbuhan alamiah ini bukan sesuatu upaya pertumbuhan yang dapat dilakukan oleh
kemampuan manusia. Rick Warren berkata, “Gereja adalah organisme yang hidup, dan semua
yang hidup secara alamiah bertumbuh. Tugas kita adalah menyingkirkan rintangan yang
menghalangi pertumbuhan. Gereja gereja yang sehat tidak memerlukan taktik untuk bertumbuh,
mereka bertumbuh secara wajar.”1
2
Pandangan Christian Albert Schwarz tentang pertumbuhan gereja adalah sesuatu yang
mencerminkan keberadaan anugerah Allah. Dalam pandangannya, Schwarz mengajarkan bahwa
pertumbuhan gereja yang alamiah adalah buah dari campur tangan ilahi dan ketergantungan pada
Roh Kudus. Baginya, pemimpinan manusiawi penting, tetapi hanya melalui keterbukaan dan
kerendahan hati pemimpin dalam mengijinkan Allah bekerja dalam gereja mereka, pertumbuhan
sejati dapat terjadi. Schwarz menekankan bahwa pemimpin gereja seharusnya menjadi sarana
yang disiapkan Allah untuk mengalirkan anugerah-Nya kepada gereja.
Metodologi penelitian yang bersumber dari kajian ilmiah berupa buku, jurnal, dan artikel
merupakan pendekatan yang memusatkan perhatian pada analisis literatur ilmiah yang relevan
dengan topik penelitian. Prosesnya dimulai dengan pencarian bahan pustaka yang terkait dengan
subjek yang diteliti. Setelah sumber-sumber tersebut terkumpul, peneliti melakukan evaluasi
mendalam terhadap isi buku, memeriksa metodologi yang digunakan, menilai relevansi dengan
pertanyaan penelitian, dan mengidentifikasi temuan-temuan utama yang relevan. Dengan
mengandalkan literatur ilmiah, metodologi ini memberikan landasan teoretis yang kuat bagi
penelitian, memungkinkan pemahaman mendalam tentang perkembangan pengetahuan. 2
1.5. Hipotesa
2
John W. Creswell, Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches, (New York: SAGE
Publications, 2023), 60
3
Dalam konteks Gereja HKBP yang menerapkan sistem kepemimpinan episkopal, Gereja
Alamiah yang bertumbuh akan mengalami pertumbuhan yang sejati ketika pemimpin gereja
mampu menggabungkan prinsip-prinsip Alkitabiah, kerja sama aktif dengan jemaat, dan
pemberdayaan individu dalam pelayanan gereja.
1.6. Sistematika
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Alasan Memilih Judul
Metodologi Penelitian
Hipotesa
Sistematika
Bab IV Analisis/Tafsiran
Bab VI Kesimpulan
2. Kerangka Teoritis
2.1. Etimologi dan Terminologi
2.1.1. Kepemimpinan
4
Dalam Perjanjian Lama
Nabi secara langsung menjadi seorang pemimpin sebab ia harus menyuarakan suara
Tuhan kepada umat Israel sekalius mengarahkan mereka seturut dengan perintah Tuhan. Setiap
nabi memiliki model kepemimpinan yang berbeda. Hal tersebut disebabkan oleh berbedanya
konteks yang dihadapi.
Selain nabi, kepemimpinan juga tampak dalam kepemimpinan raja-raja Israel, seperti
Daud, Saul, Salomo, Hizkia.3
Pribadi Yesus sebagai pemimpin hamba ditandai dengan kerendahan hati-Nya dalam
mengerjakan pekerjaan yang Tuhan berikan dengan tidak menonjolkan diri-Nya sendiri namun
senantiasa berserah penuh pada otoritas Tuhan (Mat. 26:39 ketika Ia menyerahkan kehendak-
Nya ke dalam kehendak Tuhan).4 Sikap ini menjadi salah satu kunci sikap yang utama dalam diri
seorang pemimpin hamba yakni dengan kerendahan hati menjadikan Tuhan sebagai sumber dari
segala kepemimpinan yang dijalani seperti yang Ia ajarkan kepada murid-muridnya dalam Yoh.
15:20 (seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya).5
3
Wendy Sepmady Hutahaean, Kepemimpinan dalam Perjanjian Lama, (Malang: Ahli Media Press, 2021), 5.
4
Philip Greenslade, Leadership, Greatness, and Servanthood (USA: Bethany House Publishers, 1986), 105.
5
Philip Greenslade, Leadership, Greatness…….105
5
pelayanan.6 Sebuah kepemimpinan mampu berjalan dengan harmonis karena semua oknum yang
terlibat, baik itu pemimpin maupun mereka yang dipimpin telah memahami visi dan tujuan
mereka dengan jelas.7
2.1.2. Episkopos
Menurut Rullmann, jabatan gerejawi dalam Perjanjian Baru ada dua jenis, yaitu jabatan
sementara dan jabatan tetap. Jabatan sementara adalah Rasul, Nabi, Penginjil dan Guru. , uskup)
dan diaken. 8
Bahasa Yunani "episkopos" (ἐπίσκοπος) adalah kata yang digunakan dalam Perjanjian
Baru untuk merujuk kepada jabatan uskup atau pemimpin gereja. Kata ini terdiri dari dua bagian
"epi," yang berarti "atas" atau "di atas," dan "skopos," yang berarti "pengawas," "pemantau," atau
"penjaga" Oleh karena itu, secara istilah "tua-tua" atau "penatua" memiliki dua makna yang
berbeda. "Tua-tua" merujuk pada seseorang yang sesuai dengan usianya, sementara "tua-tua"
atau "penatua" dalam konteks ini mengacu pada jabatan dalam pemerintahan gereja Pada
awalnya, orang-orang yang sesuai usia atau tua-tua dipilih menjadi penatua Hal ini karena
dianggap bahwa mereka memiliki pengalaman dan pengetahuan yang cukup untuk memerintah
dan memimpin gereja. Menurut Bolkestein, "Penatua-penatua" baru muncul dalam periode
kedua, ketika Petrus menyerahkan kepemimpinan gereja kepada anggota penatua. 9 Menurut
Rullmann, para penatua itu telah ada sejak Paulus dan Barnabas bersama-sama memberitakan
Injil, mereka menetapkan para penatua/ketua di setiap sidang jemaat. Dan ketua-ketua itu disebut
juga episkopos.10
Menurut Rullmann, peran utama dari para penatua adalah mengurus sidang gereja.
Tugas-tugas pengajaran dan pendidikan, pada awalnya, diberikan kepada rasul, nabi, dan guru-
guru karena mereka memiliki kharisma tertentu. Namun, seiring berjalannya waktu, tugas
pengajaran dan pendidikan tersebut kemudian menjadi tanggung jawab para presbiter yang
menggembalakan sidang. Perubahan ini dapat dilihat dalam 1 Timotius 3.2, di mana seorang
6
Kenneth O. Gangel, Leadership in the New Testament. (Winona Lake, IN : BMH Books, 1980). i
7
Munroe Myles, The Spirit of Leadership (Jakarta, Indonesia: Immanuel, 2002), 215.
8
J.A.C. Rullmann, Peraturan Geredja, trans, E.I. Sukarso (Jakarta: Taman Pustaka Kristen, 1956), 16-22
9
M.H.Bolkestein, Azas-Azas Hukum Gereja, trans. P.W. Situmeang dan A. Simanjuntak (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1966), 30
10
J.A.C. Rullmann, Peraturan Geredja……., 17
6
penilik jemaat diwajibkan untuk "cakap mengajar orang". Dengan demikian, terdapat dua jenis
penatua yang dibedakan, yaitu penatua yang melaksanakan tugas penatua konvensional, yaitu
memerintah dan memimpin gereja, dan penatua yang bertanggung jawab atas pemberitaan
firman dan pengajaran (pendeta). Oleh karena itu, jabatan pendeta sekarang ini sebenarnya
berasal dari peran penatua.11
Landasan biblis untuk Episkopos adalah terdapat dalam Kisah Para Rasul 20:28 yang
berisikan "Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang
ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperoleh-Nya
dengan darah Anak-Nya sendiri." Di sini, Paulus berbicara kepada para pemimpin gereja di
Efesus dan menyebut mereka sebagai "pengawas" atau "episkopos" yang memiliki tanggung
jawab menggembalakan jemaat Allah.12
Lalu ada dalam 1 Timotius 31-4 “Betul sekali pepatah ini: “ 1Orang yang menghendaki
jabatan penilik jemaat menginginkan pekerjaan yang indah.” 2Karena itu pemilik jemaat
haruslah orang yang tidak bercacat, suami dari satu isteri, dapat menahan diri, bijaksana, sopan,
suka memberi tumpangan, cakap mengajar orang, 3bukan peminum, bukan pemarah peramah,
pendamai, bukan hamba uang, 4seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh
anak-anaknya.” “Penilik" merujuk kepada seorang pemimpin gereja, dan kata "penilik" dalam
bahasa Yunani adalah "episkopos”. 13
7
3) Charles E. Keating: Kepemimpinan merupakan suatu proses dengan berbagai cara
mempengaruhi orang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama.16
4) Irham Fahmi: Kepemimpinan sebagai suatu ilmu yang mengkaji secara komprehensif
tentang bagaimana mengarahkan, mempengaruhi dan mengawasi orang lain untuk
mengerjakan tugas sesuai dengan perintah yang direncanakan.17
Episkopos
1) John Chrysostom (347-407): John Chrysostom adalah seorang Bapa Gereja awal yang
mengemukakan bahwa episkopos adalah pemimpin gereja yang bertanggung jawab atas
pengawasan dan pengelolaan gereja lokal Dia menekankan pentingnya moralitas dan
integritas dalam pelayanan episkopal.18
2) Karl Barth (1886-1968): Karl Barth adalah seorang teolog Protestan terkenal yang
menekankan bahwa episkopos harus dilihat sebagai pelayan gereja yang mengikuti Yesus
Kristus sebagai teladan. Baginya, kepemimpinan episkopal harus berpusat pada
pelayanan dan pengabdian, bukan otoritas hierarkis.19
3) Ignatius dari Antiokhia (skt. 35-107 M): Ignatius adalah salah satu tokoh awal dalam
perkembangan struktur gereja episkopal. Dia menulis surat-surat kepada berbagai gereja
dan menekankan otoritas episkopal sebagai pengawas spiritual dalam gereja.20
Konfessi HKBP Tahun 1996 Pasal 9 tentang Majelis Jemaat melihat bahwa :
Semua orang Kristen, laki-laki atau perempuan, terpanggil untuk menjadi saksi Kristus di
dunia ini, selaku kaum yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, kaum yang
dipimpin oleh Kristus untuk memberitakan pendamaian yang dilakukan Kristus yang memanggil
16
Charles J. Keating, Kepemimpinan : Teori dan pengembanngannya ( Yogyakarta: Kanisius,1986),9
17
Irham Fahmi, Manajemen Kepemimpinan : Teori dan Aplikasi (Bandung: Alfabeta, 2012), 15
18
Dikutip dari Aideen Hartney, John Chrysostom and the Transformation of the City, (London: Bloomsbury
Publishing, 2004), 90
19
Karl Barth, Church Dogmatics Vol. 4, (London: A&C Black, 2004), 36
20
Wilhelm Pratscher, The Apostolic Fathers: An Introduction (Texas: Baylor University Press, 2010), 105
8
Gereja dari kegelapan ke terang. Jabatan Gerejawi semua orang Kristen adalah jabatan
pelayanan.
1) Mengkhotbahkan Kabar Baik di tengah Gereja, di dunia ini dan kepada semua makhluk.
2) Memelihara dan melayani dua sakramen yaitu baptisan kudus dan perjamuan kudus.
3) Menggembalakan warga Gereja.
4) Mengawasi seluruh kegiatan Gereja.
5) Mengajarkan dan memelihara ajaran yang murni
6) Menjalankan hukum siasat gereja dan penggembalaan dan menentang ajaran sesat.
7) Menjalankan pelayanan kasih.
8) Membebaskan orang dari berbagai kemiskinan dan kebodohan.
9) Ikut serta melaksanakan pembangunan yang berdasarkan kebenaran dan keadilan, dan
menjunjung tinggi nilai manusia selaku citra Allah (Imago Dei).
Bagi pelayanan di Gereja mula-mula diangkatlah: Rasul, Nabi, Pemberita Injil, Gembala,
Pengajar, Diaken dan Diakones, Penetua, Episkopos (pengawas) untuk melayani Tubuh Kristus.
Walaupun pelayanan di tengah Gereja beraneka ragam, Tuhan yang empunya pelayanan
itu adalah satu (Ef. 4: 11; Kis. 6: 1-7; 14: 23; 15: 2; 20: 28; Pil. 1: 1; 1 Tim. 3: 1; Tit. 1: 7; 1 Tim.
3: 3; 4: 11; Mat. 23: 11; 1 Kor. 12: 5-7).
Dalam Gereja Reformasi, jabatan kependetaanlah yang mencakup semua jabatan yang
tersebut di atas. Karena itu kita menolak seseorang mela- yankan sakramen tanpa dia menerima
tahbisan kependetaan, demikian juga seseorang yang mencari dan memakai jabatan kependetaan
tanpa melalui proses yang benar (2 Kor. 13: 13; K. Rasul 8: 16).
Dengan ajaran ini kita menekankan, setiap orang harus merendahkan dirinya dalam
melaksanakan tugasnya di tengah Gereja, seperti Kristus, Gembala Agung itu yang adalah
teladan bagi semua pelayan di Gereja (1 Petr. 5: 3; 2: 25).
9
Mereka yang ditahbiskan harus berani menyatakan kebenaran Yesus Kristus di hadapan
sesama manusia dan penguasa.
Kita menolak sikap dan perilaku pelayan yang cinta akan harta emas karena pelayanan di
dalam Gereja adalah pengorbanan diri.21
3. Deskripsi Masalah
Gereja Alamiah, dalam konteks pemahaman Gereja yang Bertumbuh dalam
Kepemimpinan Episkopal di Gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan), menghadapi
tantangan yang signifikan dalam menjaga keseimbangan antara tradisi episkopal dengan
kebutuhan perkembangan gereja yang lebih dinamis. Salah satu masalah utama yang dihadapi
adalah ketidaksesuaian antara hierarki episkopal yang kuat dalam struktur gereja HKBP dengan
tantangan dari perkembangan gereja yang lebih inklusif dan partisipatif sesuai dengan
perkembangan zaman.
Kepemimpinan episkopal yang terpusat pada satu uskup dan dewan gereja regional
memiliki potensi untuk membatasi partisipasi anggota gereja dalam pengambilan keputusan dan
inisiatif pelayanan yang lebih luas. Sistem ini mungkin menghadirkan kendala terhadap
keinginan untuk melibatkan seluruh jemaat dalam proses pengambilan keputusan dan
penyelenggaraan pelayanan gereja. Kesempatan untuk merespons secara efektif terhadap
kebutuhan lokal dan aspirasi anggota gereja dapat terbatas, mengakibatkan perasaan bahwa
struktur gereja tidak lagi responsif terhadap dinamika serta keberagaman kebutuhan di dalam
komunitas gereja.
Untuk mengatasi tantangan ini, Gereja Alamiah perlu merenungkan kembali pola
kepemimpinan episkopalnya dan mencari cara untuk menggabungkan tradisi episkopal dengan
semangat partisipatif yang lebih luas. Pemikiran kreatif dalam pengembangan struktur
kepemimpinan, dengan memperhatikan kebutuhan akan keterlibatan jemaat yang lebih besar,
dapat menjadi langkah positif menuju gereja yang lebih responsif dan inklusif.Analisis/Tafsiran
21
Percetakan HKBP, Pengakuan Iman HKBP Konfessie 1951 & 1996, (Siantar: Percetakan HKBP, 2000), 138-140
10
mengawasi dan membimbing jemaat. Sistem episkopal dalam gereja ini menekankan hierarki
dan otoritas pemimpin gereja, seperti uskup, yang memiliki pengaruh yang signifikan dalam
mengambil keputusan gereja dan pengelolaan sumber daya.22
Namun, apa yang dinyatakan oleh Schwarz adalah penting untuk dipahami oleh
pemimpin gereja dalam sistem ini. Pertumbuhan gereja tidak hanya tergantung pada pemimpin
gereja atau struktur hierarkisnya. Allah memiliki peran penting dalam pertumbuhan gereja, tetapi
pemimpin gereja juga memiliki tanggung jawab untuk memanfaatkan potensi alamiah yang telah
Allah berikan kepada jemaat. Potensi ini dapat berupa bakat, keterampilan, visi, dan semangat
dari anggota jemaat yang dapat digunakan untuk melayani gereja dan mendorong pertumbuhan.
Para pemimpin gereja yang efektif menyadari bahwa pemberdayaan mereka sebagai
pemimpin sejalan dengan kemampuan mereka untuk memberdayakan orang lain. Mereka
memahami prinsip penting bahwa pertumbuhan dalam konteks gereja seringkali terjadi secara
alami ketika individu-individu dalam jemaat diberdayakan dan diberi kesempatan untuk
berkembang. Sebagai respons terhadap pemahaman ini, pemimpin gereja tidak hanya berfokus
pada menangani semua tanggung jawab gereja secara sendirian, tetapi mereka secara bijak
menginvestasikan sebagian besar waktu mereka dalam pemuridan, pendelegasian tugas, dan
pelipatgandaan.
Dengan fokus pada pemuridan, pemimpin gereja mengarahkan upaya mereka untuk
membantu anggota jemaat tumbuh dalam iman dan kematangan rohani. Mereka tidak hanya
memberikan petunjuk, tetapi juga memberikan peluang kepada orang lain untuk
mengembangkan bakat dan pelayanan mereka. Dengan melakukan ini, pemimpin gereja
menciptakan lingkungan di mana setiap individu merasa diberdayakan dan dihargai, yang pada
gilirannya mendukung pertumbuhan dan perkembangan gereja secara keseluruhan.
22
Christian A. Schwarz, Pertumbuhan Gereja yang Alamiah; Delapan Kualitas Esensial bagi Sebuah Gereja yang
Sehat, (Jakarta: Metanoia, 2009), 10
11
Pendelegasian tanggung jawab juga memungkinkan pemimpin untuk fokus pada aspek-aspek
strategis dan pengembangan visi gereja, sementara pelipatgandaan memungkinkan ide-ide dan
pelayanan yang efektif untuk berkembang melalui partisipasi aktif banyak anggota jemaat.
Dengan demikian, pemberdayaan adalah pondasi yang kuat untuk pertumbuhan dan
keberlanjutan gereja.23
4. Rencana Aksi
1) Langkah pertama dalam rencana aksi ini adalah meningkatkan partisipasi anggota gereja
dalam pengambilan keputusan dan pelayanan gereja. Gereja HKBP harus secara aktif
mendorong dan memfasilitasi forum-forum partisipatif yang melibatkan seluruh jemaat
dalam proses pengambilan keputusan gereja. Ini dapat mencakup penyelenggaraan
pertemuan-pertemuan jemaat rutin, lokakarya pemahaman gereja, dan diskusi terbuka
tentang visi dan arah gereja. Pemimpin gereja episkopal perlu menjadi pendukung aktif
partisipasi anggota gereja ini dan mendengarkan aspirasi mereka. Selain itu, perlu
dibentuk komite-komite atau kelompok kerja yang melibatkan berbagai lapisan anggota
gereja dalam proyek-proyek dan pelayanan gereja. Ini akan memberikan kesempatan bagi
anggota gereja untuk merasa memiliki dan terlibat secara aktif dalam kehidupan gereja.
23
Christian A. Schwarz, Pertumbuhan Gereja…..22-23
12
3) Selanjutnya, gereja HKBP perlu menyusun rencana strategis yang jelas yang
mencerminkan visi pertumbuhan gereja yang inklusif dan partisipatif. Rencana ini harus
mencakup langkah-langkah konkret untuk meningkatkan partisipasi anggota gereja,
memanfaatkan potensi alamiah mereka, dan mengintegrasikan perubahan dalam sistem
kepemimpinan episkopal yang ada. Selain itu, perlu dilakukan evaluasi berkala untuk
memantau kemajuan dan efektivitas dari rencana ini. Evaluasi ini harus melibatkan
umpan balik dari anggota gereja dan harus digunakan sebagai dasar untuk membuat
perubahan dan penyesuaian yang diperlukan dalam perjalanan menuju gereja yang lebih
alamiah dan berkelanjutan.
Selain itu, pemimpin gereja juga harus menetapkan visi pertumbuhan gereja yang jelas
dan mengkomunikasikannya dengan baik kepada jemaat. Dalam hal ini, visi gereja harus
mencerminkan semangat inklusif dan partisipatif, menekankan pentingnya memanfaatkan
potensi alamiah jemaat untuk mencapai pertumbuhan gereja yang sehat dan berkelanjutan.
Dengan begitu, gereja akan tumbuh dan berkembang dengan lebih baik, karena setiap anggota
jemaat merasa terlibat dalam mewujudkan visi tersebut.
13
Pendekatan kolaboratif seperti ini memungkinkan pemimpin gereja dan anggota jemaat
untuk bekerja bersama-sama sebagai satu kesatuan dalam mencapai pertumbuhan gereja yang
lebih alamiah. Ini bukan hanya tanggung jawab pemimpin gereja, tetapi juga hasil dari upaya
bersama dalam menjalankan panggilan dan pelayanan gereja sesuai dengan potensi alamiah yang
telah diberikan oleh Allah kepada setiap individu dalam jemaat.
5. Kesimpulan
14
DAFTAR PUSTAKA
Bolkestein, M.H. Azas-Azas Hukum Gereja, trans. P.W. Situmeang dan A. Simanjuntak. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1966.
Creswell, John W. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches.
New York: SAGE Publications, 2023.
15
DuBrin, Andew J. The Complete Ideal’s Guide Leadership. Jakarta: Prenada Media Group,
2009.
Fahmi, Irham. Manajemen Kepemimpinan: Teori dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta, 2012.
Fee, Gordon D. Commentary on the Pastoral Epistle. St. Peabody: Hendrickson Publisher, 1988.
Gangel, Kenneth O. Leadership in the New Testament. Winona Lake, IN: BMH Books, 1980.
Greenslade, Philip. Leadership, Greatness, and Servanthood. USA: Bethany House Publishers,
1986.
Hartney, Aideen. John Chrysostom and the Transformation of the City. London: Bloomsbury
Publishing, 2004.
Henry, Matthew. Tafsiran Matthew Henry: Kisah Para Rasul. Surabaya: Momentum, 2014.
Hutahaean, Wendy Sepmady. Kepemimpinan dalam Perjanjian Lama. Malang: Ahli Media
Press, 2021.
Maxwell, John. Semua Orang Bisa Memimpin. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2014.
Percetakan HKBP. Pengakuan Iman HKBP Konfessie 1951 & 1996. Siantar: Percetakan
HKBP, 2000.
Pratscher, Wilhelm. The Apostolic Fathers: An Introduction. Texas: Baylor University Press,
2010.
Rullmann, J.A.C. Peraturan Geredja, trans, E.I. Sukarso. Jakarta: Taman Pustaka Kristen, 1956.
Schwarz, Christian A. Pertumbuhan Gereja yang Alamiah; Delapan Kualitas Esensial bagi
Sebuah Gereja yang Sehat. Jakarta: Metanoia, 2009.
Warren, Rick. Pertumbuhan Gereja Masa Kini: Gereja yang mempunyai Visi-Tujuan. Malang:
Gandum Mas, 2000.
16