Anda di halaman 1dari 7

PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH:

PEMAHAMAN, METODE PENERAPAN, DAN


PERANAN TIGA ELEMEN

Taufik
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Kartasura Surakarta
e-mail: taufik@ums.ac.id

Abstract: Character Education at School: Understanding, Application Method, and the Role of Vision-
mision, Staff Development, and Students’ Character. The aims of this study were to describe teachers’
understanding about character education, identify the application of methods of character education, and to
identify the role of three main elements in the implementation of character education (vision-mision, staff
development, and students’ character). This qualitative study employed structured interviews and open
questionnaire for data collection. The participants consist of twenty four teachers of PKn (Pancasila & Ke-
warganegaraan) and PAI (Pendidikan Agama Islam) from different backgrounds. The results of the study
indicate that most of the respondents confess that they understand the aims of character education, but they
do not know how to apply them. The implementation of character education is still focused on students
and the three main elements have no synergy in supporting the character education programs.

Keywords: character education, method application, three main elements

Abstrak: Pendidikan Karakter di Sekolah: Pemahaman, Metode Penerapan, dan Peranan Tiga El-
emen. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan pemahaman guru tentang maksud dan tujuan pen-
didikan karakter, mengidentifikasi metode-metode yang digunakan guru dalam menerapkan pendidikan
karakter, dan mengidentifikasi peranan tiga elemen utama (arah kebijakan sekolah, perkembangan staf,
dan karakter peserta didik) dalam mendukung pendidikan karakter. Pada penelitian ini menggunakan pen-
dekatan kualitatif, pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terarah dan kuesioner terbuka. Partisipan
terdiri atas 24 guru Pancasila & Kewarganegaraan (PKn) dan Pendidikan Agama Islam (PAI) Sekolah
Menengah Pertama yang berlatar belakang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipan telah
memahami maksud dan tujuan pelaksanaan pendidikan karakter, namun sebagian partisipan belum me-
ngerti bagaimana mengimplementasikannya. Penerapan pendidikan karakter dilakukan dengan tiga metode,
yaitu: pemahaman, pembiasaan, dan keteladanan. Tiga elemen utama belum bersinergi dalam mendukung
implementasi pendidikan karakter di sekolah.

Kata kunci: pendidikan karakter, metode penerapan, tiga elemen utama

Dalam sepuluh tahun terakhir pendidikan karakter kompetisi bukanlah bangsa yang memiliki kekayaan
tengah gencar didiskusikan di berbagai forum ilmiah alam melimpah, melainkan bangsa yang memiliki mo-
seperti seminar, simposium, lokakarya, workshop, dan dal sosial tinggi dengan karakteristik antara lain memi-
seterusnya. Latar belakang munculnya tema ini tidak liki rasa kebersamaan tinggi, tumbuhnya rasa saling
lepas dari fenomena dekadensi moral yang ditandai oleh percaya baik secara vertikal maupun horisontal, dan
pudarnya nilai-nilai kebersamaan antarelemen masya- rendahnya tingkat konflik. Lickona (2012) juga me-
rakat, meningkatnya aksi kekerasan dan kejahatan, dan maparkan hal serupa mengenai pembentukan kualitas
berbagai bentuk dekadensi moral lainnya yang meng- bangsa. Menurut Lickona, suatu bangsa akan bisa
himpit bangsa Indonesia. Keunggulan kekayaan alam mencapai taraf kemajuan dan tetap eksis dalam persa-
Indonesia tidak dapat mengatasi persoalan-persoalan ingan global apabila rakyatnya berkualitas. Kualitas
di segenap sektor kehidupan. Menurut Fukuyama (2011), rakyat sangat ditentukan oleh kualitas karakternya.
bangsa yang mampu bertahan atau memenangkan suatu Dengan kalimat lain, hal yang paling menentukan bagi

59
60 Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 20, Nomor 1, Juni 2014, hlm. 59-65

kemajuan suatu bangsa adalah kualitas karakter ma- dikan karakter. Pertama, setiap orang perlu memiliki
syarakatnya, karena bangsa yang memiliki kualitas karakter mulia agar dapat berfungsi secara penuh seba-
karakter baik akan mampu menggerakkan seluruh area gai manusia yang memiliki martabat jauh lebih tinggi
aktivitas, di antaranya dapat meningkatkan semangat dibandingkan mahluk lainnya. Kedua, sekolah merupa-
bersaing, meningkatkan kualitas personal, meningkat- kan tempat yang kondusif dan lebih baik dibandingkan
kan kolaborasi antarpribadi, dan seterusnya sehingga tempat-tempat lainnya untuk proses belajar-mengajar
karakter yang baik akan membawa pada perubahan di (PBM). Ketiga, merupakan tugas utama guru untuk
seluruh aspek kehidupan. Karakter merupakan puncak mendahulukan membangun karakter dan moralitas anak
(kulminasi) dari sikap, perilaku, motivasi, dan skill didik dibandingkan meningkatkan pengetahuan dan
individu (Battistich, 2008). Oleh karena itu, pendidikan keahliannya. Namun, pada tataran praktis, pelaksanaan
karakter dipandang sebagai solusi terbaik untuk meng- pendidikan karakter di sekolah yang diharapkan men-
atasi problem-problem bangsa Indonesia (Elmubarok, jadi solusi ideal bagi permasalahan bangsa belum
2009). menunjukkan pengaruh secara signifikan. Tema ini
Pendidikan karakter bukanlah isu baru dalam du- lebih mudah untuk didiskusikan di dalam ruang-ruang
nia pendidikan (Agboola & Tsai, 2012). Kehadirannya seminar daripada menerapkannya secara langsung di
bersamaan dengan keberadaan pendidikan di sekolah ruang-ruang kelas. Meskipun pemerintah terus meng-
(Prestwich, 2004; Althof & Berkowitz, 2006). Berko- galakkan model pendidikan ini dan memberikan ang-
witz dan Hoppe (2009) menjelaskan, pendidikan ka- garan besar untuk mensukseskannya, pada kenyataan-
rakter disebut “konsep lama” karena pendidikan karak- nya para guru belum dapat menerjemahkan apa yang
ter memiliki sasaran yang sama yaitu ditujukan untuk seharusnya dilakukan. Data tersebut diperkuat oleh
meningkatkan kualitas sikap dan perilaku remaja. Na- Taufik (2012). Walaupun para guru Sekolah Dasar
mun, menurut mereka, pendidikan karakter juga me- sering diundang dalam pelatihan-pelatihan pendidikan
miliki sifat kebaruan dalam metode yang digunakan. karakter, mereka masih belum mengerti cara menerap-
Implementasi pendidikan karakter didasarkan pada kannya. Sebagian yang mengaku telah menerapkan juga
anggapan bahwa orang tua mengetahui secara lebih masih kebingungan bagaimana mengukur keberhasil-
baik kebutuhan anak-anaknya di masa depan (Clouse, annya. Biasanya guru melakukan pengukuran secara
2001), terutama untuk memersiapkan anak-anak dalam kualitatif dengan cara melihat perubahan perilaku seca-
menghadapi berbagai persoalan hidup dan kemajemuk- ra umum atau melihat “persentase” keburukan antara
an (pluralitas) masyarakat (Guidry, 2008). Pendidikan sebelum dan sesudah diterapkannya pendidikan ka-
karakter membantu siswa untuk mengenal kebaikan, rakter. Cara pengukuran seperti ini sangat lemah aku-
menyukai kebaikan, dan melakukan perbuatan baik rasinya karena tergantung dari subjektivitas observer
(Sewell & Hall, 2003). Berkowitz & Hoppe (2009) dan suasana batin observer dalam memersepsi feno-
dan Richardson dkk (2009) menyatakan bahwa pen- mena yang diamatinya.
didikan karakter menekankan pembentukan karak- Berbagai kendala di atas ditengarai karena lemah-
ter-karakter positif, kemampuan sosial (social skills), nya rumusan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-
dan emosi-emosi individu. Individu yang memiliki undang Sisdiknas yang mengandung filosofi pendi-
karakter baik memiliki ciri-ciri antara lain memiliki dikan sebagai educare. Secara filosofi, educare diar-
pemahaman yang baik, kualitas hubungan sosial yang tikan secara “perifer” dengan mengajar dan melatih
baik, dan memiliki sikap dan perilaku yang baik (Kati- peserta didik dengan pengetahuan dan keterampilan.
lmis dkk, 2011). Taufik (2012) menyimpulkan bahwa Pengertian tersebut mengandung arti bahwa educare
pendidikan karakter merupakan usaha-usaha yang lebih ditekankan pada penambahan pengetahuan me-
dilakukan secara sistematis dan simultan oleh para pen- lalui materi-materi yang diajarkan yang disertai sistem
didik untuk meningkatkan kualitas nilai-nilai karak- penilaian yang baku dan kaku sebagai tolok ukur ke-
ter anak didik melalui penanaman nilai-nilai karakter berhasilannya (Elmubarok, 2009). Seorang siswa di-
yang positif. Alasan strategis mengapa pendidkan ka- katakan telah berhasil apabila dia telah menunjukkan
rakter ditanamkan kepada siswa di sekolah, karena kemampuan memeroleh skor tinggi pada mata pela-
melalui pendidikan formal nilai-nilai dapat ditanam- jaran tertentu. Sebaliknya, siswa yang tidak mampu
kan dalam materi-materi pelajaran yang disampaikan. menunjukkan skor tinggi dinyatakan gagal, meskipun
Metode ini cukup efektif karena siswa tanpa sadar secara akhlaq dia lebih baik. Sebagai ilustrasi, terdapat
telah melakukan dua kegiatan sekaligus yaitu mengua- dua siswa dengan karakter berbeda. Siswa A dapat
sai materi tentu dan juga meningkatkan kualitas ka- memeroleh skor tinggi pada suatu mata pelajaran,
rakternya. skor itu ia peroleh dengan cara mencontek pekerjaan
Menurut Lickona (2012) setidaknya ada tiga alasan temannya atau membuka buku yang telah ia persiap-
mengapa sekolah harus mendorong penerapan pendi- kan sebelumnya. Sementara siswa B memeroleh skor
Taufik, Pendidikan Karakter di Sekolah: … 61

rendah, kondisinya sama dengan siswa A ia tidak PKn paling memungkinkan untuk dilaksanakannya
mengetahui bagaimana cara menjawab soal yang dibe- pendidikan karakter di sekolah.
rikan, hanya saja ia tidak mau berbuat curang dengan Langkah-langkah pengambilan responden dila-
melirik jawaban teman atau membuka buku catatan. kukan dengan urutan sebagai berikut. Pertama, mela-
Dari kedua fenomena itu, manakah yang disebut siswa kukan identifikasi terhadap jenis-jenis Sekolah Mene-
berprestasi? Apakah siswa A yang memeroleh nilai ngah Pertama di kota Solo. Kedua, menglasifikasikan
dengan cara yang curang ataukah siswa B yang tetap jenis-jenis sekolah ke dalam tiga kelompok, yaitu SMP
menjaga kejujuran dalam berbagai kondisi? Negeri, SMP Swasta Islam, dan SMP Swasta Umum.
Fenomena di atas menunjukkan bahwa, meskipun Ketiga, menetapkan tiga jenis sekolah yang didasarkan
pemerintah telah mencanangkan pendidikan karakter pada aspek kerepresentatifan, ketersediaan responden
sebagai pilar utama pendidikan, hal itu tampaknya ma- (dua guru PAI dan PKN di tiap sekolah), dan “klaim”
sih sebatas retorika belaka. Praktik penyelenggaraan penerapan pendidikan karakter. Keempat, pengam-
pendidikan masih berorientasi kepada hasil akhir dari- bilan data di sekolah-sekolah yang terseleksi.
pada proses, lebih mengutamakan skor tinggi daripada Metode pengumpulan data menggunakan kue-
pemahaman terhadap prinsip dan nilai-nilai. Siswa sioner terbuka (open questionnaire) dan wawancara
yang memiliki capaian skor tinggi pada suatu mata terarah (structured interview) yang bertujuan untuk
pelajaran lebih memiliki tempat di hati guru meskipun menggali informasi spesifik melalui serangkaian per-
ia memerolehnya dengan cara yang kurang tepat. Seba- tanyaan yang disampaikan oleh peneliti kepada respon-
liknya, siswa-siswa yang tetap konsisten dengan nilai- den (Breakwell dkk., 2006). Wawancara dikembang-
nilai yang diyakininya (seperti kejujuran, keberanian, kan dari komponen-komponen pendidikan karakter
dan kemandirian) namun kurang memiliki nilai akade- yang meliputi deskripsi konsep pendidikan karakter
mik tinggi tidak memiliki tempat di mata guru. di sekolah; nilai-nilai karakter yang dikembangkan
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan metode-metode pendekatan yang dilakukan para
pemahaman guru tentang pendidikan karakter dan im-
guru dalam menerapkan nilai-nilai karakter tersebut;
plementasinya di Sekolah Menengah Pertama; meng-
dan sinergisitas peranan ketiga elemen (arah kebijakan,
indentifikasi prioritas nilai-nilai yang ditanamkan dan
perkembangan staf, karakter peserta didik) dalam pe-
metode implementasi pendidikan karakter; dan meng-
ngembangan dan implementasi pendidikan karakter.
identifikasi peranan tiga elemen utama dalam mendu-
Teknik analisis data yang digunakan adalah re-
kung pendidikan karakter.
duksi data yang bertujuan untuk mengarahkan, meng-
golongkan, lalu menajamkan, membuang yang tidak
METODE perlu, dan mengorganisasikan data sehingga kesim-
Berdasarkan jenis data yang digunakan dan tuju- pulan akhir dapat diperoleh (Miles dkk., 2014).
an yang hendak dicapai, penelitian ini dikategorikan
sebagai penelitian dengan pendekatan kualitatif yang HASIL DAN PEMBAHASAN
bertujuan untuk memelajari makna yang disampaikan
para responden tentang masalah-masalah atau isu-isu Hasil
penelitian (Creswell, 2009; Willig, 2008). Responden
penelitian berjumlah 24 orang yang dipilih secara pur- Berdasarkan hasil analisis data yang telah dikum-
posif. Peneliti memfokuskan analisis pada guru dua pulkan sebelumnya melalui kuesioner terbuka dan
mata pelajaran yaitu Pendidikan Kewarganegaraan wawancara terarah, hasil penelitian dapat diikhtisarkan
(PKn) dan Pendidikan Agama Islam (PAI). Mereka ke dalam tiga hal, yaitu pemahaman guru tentang pen-
yaitu para guru yang berasal dari Sekolah Menengah didikan karakter, prioritas nilai-nilai karakter dan me-
Pertama (SMP) berlatar belakang berbeda, yaitu SMP tode yang digunakan untuk penerapan nilai-nilai karak-
Negeri (guru PAI 4 orang dan guru PKn 4 orang), ter, dan peranan tiga elemen utama dalam mendukung
SMP Swasta Islam (guru PAI 4 orang dan guru PKn pendidikan karakter.
4 orang), dan SMP Swasta Umum (guru PAI 4 orang Berdasarkan skala ukur yang digunakan, terdapat
dan guru PKn 4 orang). Perbedaan latar belakang seko- lima item yang digunakan untuk mengungkap pema-
lah diharapkan menghasilkan data beragam, sehingga haman responden terhadap pendidikan karakter, meli-
peneliti memeroleh gambaran mengenai implemen- puti pemahaman tentang pendidikan karakter dan tujuan-
tasi pendidikan karakter pada semua jenis sekolah. tujuannya, peranan guru dalam mengimplementasikan
Analisis yang difokuskan pada kedua mata pelajaran pendidikan karakter, praktik penyelenggaraan pendidikan
dengan asumsi kedua mata pelajaran yaitu PAI dan karakter di sekolah, dan tahapan-tahapan yang dilaku-
62 Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 20, Nomor 1, Juni 2014, hlm. 59-65

kan sebelum pelaksanaan di kelas dan di lingkungan “umum” juga menambahkan nilai-nilai keislaman,
sekolah. antara lain keimanan, ketaqwaan, kejujuran, keyakinan.
Dari data yang berhasil dikumpulkan seluruh Metode yang digunakan untuk menanamkan
responden mengaku memahami pengertian dan tujuan nilai-nilai karakter dilakukan oleh guru melalui tiga cara,
pendidikan karakter. Sebagian besar responden me- yaitu memberikan pemahaman kepada siswa tentang
nyampaikan bahwa pendidikan karakter merupakan nilai-nilai yang ditanamkan, melakukan pengulangan
pendidikan budi pekerti yang bertujuan untuk mem- atau pembiasaan terhadap nilai-nilai yang dipahami,
bentuk karakter-karakter siswa yang unggul dan pres- dan guru berperan aktif sebagai model yang mem-
tatif. Responden juga menyatakan bahwa mereka telah berikan keteladanan atas nilai-nilai yang diajarkan
mengimplementasikan prinsip-prinsip pendidikan ka- (artinya, guru tidak hanya sekadar pandai menasihati
rakter pada kelas-kelas yang mereka ampu; hanya saja, tetapi juga memraktikkan nilai-nilai yang diajarkan).
pemahaman sebagian responden masih menyamakan Pemahaman atas nilai-nilai karakter dilakukan dengan
pendidikan karakter dengan nasihat-nasihat. Pelaksana- cara meminta siswa menggali nilai-nilai positif pada
an pendidikan karakter di sekolah memang telah di- materi yang diajarkan atau meminta siswa mendiskusi-
integrasikan ke dalam proses pembelajaran di kelas, kan tema-tema karakter tertentu dan mencari contoh-
tetapi pengertian terintegrasi yang dimaksud baru seba- contoh nyata dalam perilaku sehari-hari. Nilai-nilai
tas menyisipkan cerita-cerita dan nasihat-nasihat terse- yang telah dipahami oleh siswa diterapkan dalam ke-
but dalam Proses Belajar-Mengajar (PBM) di kelas. giatan pembelajaran di kelas, antara lain siswa masuk
Pemahaman bahwa pendidikan karakter itu identik dan keluar kelas tepat waktu (nilai kedisiplinan), siswa
dengan nasihat-nasihat mengakibatkan para guru mera- mengerjakan soal secara mandiri (nilai kejujuran), sis-
sa tidak perlu melakukan persiapan-persiapan khusus. wa memberikan bantuan kepada siswa lain yang meng-
Para guru melakukannya secara “mengalir” saja, ka- alami musibah (nilai kesetiakawanan, keikhlasan), dan
rena nasihat-nasihat yang diberikan diilhami oleh seterusnya. Untuk memerkuat kedua hal di atas, guru
kasus-kasus yang terjadi di kelas. Latar belakang res- pun memberikan keteladanan, di antaranya guru ma-
ponden yang berbeda tidak mengakibatkan perbedaan suk dan keluar kelas tepat waktu, guru menunjukkan
dalam merespon kelima komponen tersebut. Selain sikap ramah kepada siswa, guru ikut menjaga keber-
itu, sebagian guru menyatakan setelah diimplemen- sihan sekolah, guru rajin mengerjakan ibadah, dan
tasikan nilai-nilai karakter perilaku siswa dirasakan seterusnya.
lebih positif, di antaranya semangat belajar lebih Peranan tiga elemen utama (yaitu arah kebijakan
tinggi, meningkatkan kualitas hubungan antara murid institusi, staf akademik dan non-akademik, dan pe-
dengan guru yang ditandai oleh meningkatnya rasa serta didik) dalam mengimplementasikan pendidikan
hormat murid kepada guru, dan suasana kelas lebih karakter sangatlah penting. Hasil penelitian menun-
kondusif. Meskipun penilaian ini baru bersifat kualita- jukkan bahwa secara institusional sekolah telah men-
tif, setidaknya para guru memiliki kepercayaan bahwa canangkan pendidikan karakter sebagai bagian yang
nilai-nilai yang ditanamkan membawa pengaruh positif tak terpisahkan dari PBM, hanya saja canangan itu
bagi perkembangan anak didiknya. masih cenderung sebagai jargon. Pimpinan sekolah
Selanjutnya, dalam menggali metode yang digu- belum mengoptimalkan peran kontrol dan evaluasi
nakan oleh guru untuk mengimplementasikan pen- sehingga realisasi pendidikan karakter sepenuhnya
didikan karakter, wawancara difokuskan pada dua dilaksanakan oleh para guru. Selain itu, pendidikan
komponen, yaitu prioritas nilai-nilai karakter yang karakter masih cenderung bagi anak didik, di dukung
ditanamkan dan metode yang digunakan untuk me- oleh sebagian guru yang menerapkan pendidikan ka-
nanamkan nilai-nilai karakter. rakter pada mata pelajaran yang diampunya. Sementara
Prioritas nilai-nilai karakter yang ditanamkan guru-guru yang belum memahami cara mengimple-
antarresponden dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu mentasikan pendidikan karakter masih menganggap
responden dari SMP Negeri, responden yang berasal bahwa penerapan pendidikan karakter itu hanya diwa-
dari SMP Islam, dan responden dari SMP swasta jibkan untuk siswa, bahkan masih ada keraguan dari
umum. Berdasarkan data yang terkumpul, prioritas sebagian guru mengenai manfaat pelaksanaan pendi-
nilai sangat dipengaruhi oleh latar belakang sekolah. dikan karakter.
Para responden yang mengajar di SMP Negeri dan
swasta umum lebih memprioritaskan untuk menanam- Pembahasan
kan nilai-nilai seperti kejujuran, kemandirian, toleransi,
kedisiplinan, ketekunan, kegigihan, dan kreativitas; Para guru mengaku telah memahami maksud
sementara responden yang berasal dari sekolah Islam dan tujuan pendidikan karakter. Mereka memahami
(SMP Islam) selain memrioritaskan nilai-nilai yang bahwa tujuan pendidikan karakter selain membentuk
Taufik, Pendidikan Karakter di Sekolah: … 63

pribadi yang unggul, juga untuk meningkatkan kedisi- Behaviour dari Ajzen (1991). Menurut teori ini, latar
plinan dan prestasi belajar siswa. Pemahaman tersebut belakang individu memengaruhi sikap dan perilaku-
sejalan dengan pendapat para ahli yang di antaranya nya. Dalam menanamkan nilai-nilai karakter, respon-
menyatakan bahwa ada korelasi positif antara pena- den yang berasal dari sekolah negeri dan swasta umum
naman nilai-nilai positif dengan kedisiplinan (Osher lebih memrioritaskan nilai-nilai yang general, sedang-
dkk, 2010), juga dapat meningkatkan jumlah kehadiran kan guru yang berasal dari sekolah swasta Islam lebih
siswa di sekolah (Taylor dkk., 1999). Beberapa res- memrioritaskan nilai-nilai yang bersumber dari Islam.
ponden dalam penelitian ini secara kualitatif mengaku Mereka menambahkan nilai-nilai seperti keimanan, ke-
merasakan perbedaan antara sebelum dan setelah di- taqwaan, dan keikhlasan.
beri program pendidikan karakter seperti anak lebih Metode yang digunakan oleh para guru dalam
antusias dalam mengikuti pelajaran, memiliki sikap menanamkan nilai-nilai karakter meliputi tiga macam.
hormat kepada guru, dan hal itu dapat membawa pe- Pertama, pemahaman. Siswa diajarkan untuk mema-
rubahan pada suasana kelas yang lebih nyaman. Pen- hami maksud dan tujuan dari nilai-nilai yang sedang
didikan karakter yang ditanamkan secara benar dengan dipelajari. Pemahaman merupakan fondasi awal bagi
metode yang tepat dapat membangun nilai-nilai ka- perubahan perilaku, karena tanpa memahami makna
rakter dan moral yang tinggi. Hal ini ditegaskan oleh suatu nilai karakter individu tidak dapat mencapai tu-
Cooley (2008) bahwa nilai-nilai karakter dapat dipe- juan dari nilai-nilai yang diajarkan. Metode penanaman
lajari dan diajarkan melalui pedagogi yang tepat. nilai-nilai dengan pendekatan pemahaman sejalan de-
Lebih jauh, Pike (2010) dan Skaggs & Bodenhorn ngan teori belajar kognitif, yaitu belajar disertai dengan
(2006) menguraikan bahwa efek dari penanaman nilai- pemahaman seperti yang dikemukakan oleh Wolfgang
nilai karakter dapat meningkatkan kualitas personal Kohler (Swann, 2013). Menurut Kohler, belajar adalah
seperti menjadi pribadi terpercaya, memiliki integritas, serangkaian proses kognitif untuk mencapai pemaham-
bersemangat tinggi, tangguh, gigih, saling menghor- an (insight). Yang dimaksud insight adalah pemaham-
mati, bersikap adil, dan bertanggung jawab. an koneksitas antara satu bagian dengan bagian lainnya
Para responden masih memahami penyampaian dalam suatu rangkaian problem. Teori belajar kognitif
pendidikan karakter seperti model pengajaran Pendi- yang merupakan bagian dari teori Gestalt merupakan
dikan Moral Pancasila (PMP) yang diajarkan oleh guru kritik terhadap aliran pendahulunya, yaitu behavior-
pada era 1980-an, yaitu penanaman karakter dilakukan isme yang berpendapat bahwa perilaku manusia itu
dengan cara menempatkannya sebagai prolog dalam bersifat mekanistis mengikuti hukum sebab-akibat.
kegiatan pembelajaran, di akhir pertemuan sebagai Kohler berpendapat bahwa inti dasar dari perubahan
pesan-pesan guru kepada siswa, dengan cara menyi- perilaku adalah pemahaman. Menurutnya, mustahil
sipkan di tengah-tengah pembelajaran, atau didasarkan individu akan berubah perilakunya bila ia tidak me-
pada kasus-kasus yang muncul baik di dalam sekolah mahami maksud dan tujuan dari yang dipelajarinya.
maupun di luar lingkungan sekolah. Menurut Chapman Misalnya, ketika siswa memelajari makna kejujuran,
(2011), penanaman karakter dengan cara tersebut ku- maka siswa harus paham definisi kejujuran dan tujuan
rang dapat mencapai sasaran karena masih ada dikotomi berperilaku jujur, serta manfaat dan dampaknya bagi
antara pelajaran dan nilai-nilai yang ditanamkan. La- individu dan dalam interaksi dengan orang lain.
poran penelitian yang dilakukan oleh Colgan (2003) Kedua, pengulangan atau pembiasaan. Guru
dengan responden 144 siswa SMU menunjukkan bah- membiasakan siswa untuk menerapkan nilai-nilai ter-
wa 60% siswa menyatakan program pendidikan karak- tentu berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat. Misal-
ter yang dilakukan secara dikotomis (formal program) nya, guru bersama siswa dalam satu minggu menerapkan
tidak akan memberikan manfaat bagi peningkatan “senyum, sapa, salam”, minggu berikutnya menerapkan
karakter, karena program yang direncanakan secara kedisiplinan dan kebersihan, dan seterusnya. Metode
sengaja justru akan membuat siswa enggan untuk yang diterapkan ini sesuai dengan teori perubahan peri-
terlibat dan berubah. Program akan efektif bila terinte- laku classical conditioning yang diusung oleh tokoh
grasi ke dalam kurikulum. Siswa tidak perlu mengi- aliran behaviorisme yaitu Ivan Pavlov dan Edward Lee
kuti pembelajaran dan pendidikan karakter secara Thorndike (Baccus dkk., 2004). Prinsip dari classical
terpisah tetapi secara bersamaan; ketika siswa belajar conditioning adalah reflek baru dapat dibentuk dengan
suatu mata pelajaran, pada saat itu siswa juga sedang cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya reflek
ditanamkan nilai-nilai karakter. itu (Furze & Bennet, 2011). Dalam penelitian ini, guru
Perbedaan latar belakang guru membuat mereka menyampaikan program yang telah disepakati. Setelah
berbeda pula dalam memrioritaskan nilai-nilai karakter program dilaksanakan, guru memberikan “imbalan”
yang ditanamkan. Hasil ini sesuai dengan teori Planned atau reward (baik berupa pujian maupun hadiah-hadiah
64 Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 20, Nomor 1, Juni 2014, hlm. 59-65

lainnya). Reward yang diberikan oleh guru menim- teri-materi pelajaran. Selain diimplementasikan di ling-
bulkan semangat bagi siswa untuk terus menerapkan kungan sekolah, orangtua seharusnya telah merealisa-
nilai-nilai yang telah disepakati tersebut. sikan nilai-nilai karakter di rumah bahkan jauh sebelum
Ketiga, keteladanan. Model yang ketiga yaitu guru mengajarkannya di sekolah (Cordy & Wilson,
penanaman nilai-nilai karakter melalui keteladanan 2004). Menurut mereka, orang tua merupakan the first
(modeling). Berdasarkan data yang diperoleh, guru teacher dalam kehidupan putra-putrinya. Oleh karena
tidak hanya meminta kepada siswa untuk memrak- itu, tugas orang tua yang utama mendidik karakter
tikkan nilai-nilai karakter positif, tetapi guru juga harus anak-anaknya sebelum anak-anak terjun ke lingkungan
memraktikannya. Keteladanan yang ditunjukkan guru sosial. Orangtua tidak bisa begitu saja menyerahkan
berdampak positif bagi penguatan penanaman nilai- pendidikan karakter putra-putrinya kepada guru di seko-
nilai positif pada siswa. Keteladanan menimbulkan ke- lah, karena sebelum anak-anak bersekolah tugas utama
percayaan siswa kepada guru, dan kepercayaan meru- orangtua adalah membentuk karakter anak-anaknya
pakan fondasi awal bagi siswa untuk menerima materi- (See & Arthur, 2011). Perilaku mendidik tersebut akan
materi yang diajarkan oleh guru. Temuan ini meru- dirasakan oleh anak, selanjutnya terekam kuat dalam
pakan bukti keefektifan teori social learning” yang ingatan yang kelak pada gilirannya sang anak akan
dirintis oleh Albert Bandura (Smith & Berge, 2009; mengimitasi perilaku orangtua tersebut dalam men-
Heyes, 2011). Menurut Smith & Berge (2009), guru didik putra-putrinya (Benninga dkk., 2006).
memiliki peranan yang penting dalam membangun
karakter anak didik. Perilaku-perilaku guru merupakan SIMPULAN
bagian dari pembelajaran; siswa tidak hanya melihat
dan mendengarkan materi yang disampaikan oleh gu- Secara umum para guru telah memahami maksud
ru, melainkan juga merekam seluruh gerak-gerik guru. dan tujuan pendidikan karakter, namun sebagian dari
Guru yang tampil dengan karakter positif (seperti ra- mereka masih menyamakan pendidikan karakter de-
mah, empatik, pemaaf, dan sabar) keberadaannya akan ngan pendidikan budi pekerti yang penerapannya di-
mudah diterima oleh anak didik, dan penerimaan ini lakukan secara alami tanpa didukung metode yang
berdampak kepada keefektifan pembelajaran dan pe- tepat. Meskipun implementasi pendidikan karakter be-
nanaman nilai-nilai karakter. lum sesuai dengan yang diarahkan oleh pemerintah,
Dari ketiga model tersebut dapat disimpulkan yaitu penanaman nilai-nilai karakter secara terintegrasi
bahwa, dalam penerapan nilai-nilai karakter di sekolah, di dalam kurikulum, beberapa metode yang diterapkan
ketiga metode saling menguatkan satu sama lain. Fon- dianggap efektif meningkatkan kualitas karakter anak
dasi bagi pembelajaran adalah pemahaman terhadap didik, yaitu metode pemahaman (insight), pembiasa-
materi yang dipelajari, selanjutnya materi yang telah an (conditioning), dan keteladanan (modeling).
dipahami itu dipraktikkan secara berulang-ulang. Da- Perbedaan latar belakang sekolah (SMPN, SMP
lam penerapannya guru memberikan reward atas peri- Swasta Islam, dan SMP Swasta Umum) tidak ber-
laku yang prestatif, dan reward yang diberikan akan pengaruh terhadap pemahaman maksud dan tujuan
menjadi penguat perilaku tersebut (reinforcement). pendidikan karakter, serta metode yang digunakan
Selanjutnya, penerapan nilai-nilai tersebut harus didu- dalam menerapkannya. Perbedaan latar belakang ber-
kung oleh lingkungan, di antaranya didukung oleh guru pengaruh pada prioritas nilai-nilai yang ditanamkan.
dan orangtua dalam bentuk keteladanan perilaku. Sekolah yang berbasis agama Islam lebih mengede-
Sinergi antarelemen sangat penting bagi imple- pankan nilai-nilai Islami, seperti nilai-nilai ketauhidan,
mentasi pendidikan karakter di sekolah. Pendidikan ketaqwaan, keimanan, kejujuran, keadilan, dan seterus-
karakter tidak hanya diterapkan kepada para anak nya. Para guru yang berasal dari latar belakang sekolah
didik saja, melainkan juga harus ditanamkan kepada negeri atau umum lebih memrioritaskan nilai-nilai uni-
seluruh komponen sivitas akademika di sekolah, se- versal, seperti motivasi, kedisiplinan, ketaatan, keman-
perti kepala sekolah, guru, karyawan, hingga petugas dirian, tanggung jawab, kesetiakawanan, toleransi, dan
kebersihan bahkan harus masuk ke dalam visi-misi sebagainya.
sekolah yang selanjutnya akan dijabarkan dalam ma-

DAFTAR RUJUKAN
Agboola, A. & Tsai, K.C. 2012. Bring Character Educa- Ajzen, I. 1991. The Theory of Planned Behavior. Organ-
tion into Classroom. European Journal of Educa- izational Behavior and Human Decision Proc-
tional Research, 1 (2): 163-170. esses, 50 (2): 179–211.
Taufik, Pendidikan Karakter di Sekolah: … 65

Althof, W. & Berkowitz, M.W. 2006. Moral Education gram. Educational Science: Theory and Practice,
and Character Education: Their Relationship and 11 (2): 854-859.
Roles in Citizenship Education. Journal of Moral Lickona, T. 2012. Educating for Character, Mendidik un-
Education, 35 (4): 495-518. tuk Membentuk Karakter. Jakarta: PT. Bumi Ak-
Baccus, J.R., Baldwin, M.W., & Packer, D.J. 2004. In- sara.
creasing Implicit Self-Esteem through Classical Miles, M.B., Huberman, A.M., & Saldana, J. 2014. Quali-
Conditioning. Psychological Science, 15 (7): 498- tative Data Analysis: A Methods Sourcebook.
502. London: Sage Publication, Inc.
Battistich, V. 2008. Character Education, Prevention, and Osher, D., Bear, G.G., Sprague, J.R., & Doyle, W. 2010.
Positive Youth Development. Journal of Research How Can We Improve School Discipline? Educa-
in Character Education, 6 (2): 81-90. tional Research, 39 (1): 48-58.
Benninga, J.S., Berkowitz, M.W., Kuehn, P., & Smith, K. Pike, M.A. 2010. Christianity and Character Education:
2006. Character and Academics: What Good Faith in Core Values? Journal of Beliefs and Val-
School Do. Phi Delta Kappan, 87 (6): 448-452. ues: Studies in Religion Educati, 31 (3): 311-312.
Berkowitz, M.W. & Hoppe, M.A. 2009. Character Educa- Prestwich, D.L. 2004. Character Education in America’s
tion and Gifted Children. High Ability Studies, 20 School. School Community Journal, 14: 139-250.
(2): 131-142. Richardson, R.C., Tolson, H., Huang, T.Y., & Lee, Y.H.
Breakwell, G.M., Hammond, S., & Fife-Schaw, C. 2006. 2009. Character Education: Lessons for Teaching
Research Methods in Psychology. London: Sage Social and Emotional Competence. Children &
Publication, Ltd. Schools, 31: 71-78.
Chapman, A.M. 2011. Implementing Character Education See, B.H. & Arthur, J. 2011. The Potential Role of
into School Curriculum. ESSAI, 9: 13-16. Schools and Teachers in Character Development
Clouse, B. 2001. Character Education: Borrowing from of Young People in England: Perspective from
the Past to Advance the Future. Contemporary Pupils and Teachers. Evaluation & Research in
Education, 72 (1): 23-28. Education, 24 (2): 143-157.
Colgan, C. 2003. Making Character Education Work. Sewell, D.T. & Hall, H.C. 2003. Teacher’s Attitude to-
American School Board Journal, 190 (11): 34-35. ward Character Education and Inclusion in Family
Cooley, A. 2008. Legislating Character: Moral Education and Consumer Sciences Education Curriculum.
in North Carolina’s Public Schools. Educational Journal of Family and Consumer Sciences Educa-
Studies, 43 (3): 188-205. tion, 21 (1): 11-17.
Cordy, S. & Wilson, J.D. 2004. Parents as First Teacher. Skaggs, G. & Bodenhorn, N. 2006. Relationships between
Education, 125 (1): 56-62. Implementing Character Education, Student Be-
Creswell, J.W. 2009. Research Design: Qualitative, Quan- havior, and Student Achievement. Journal of Ad-
titative, and Mixed Method Approaches. Los An- vanced Academics, 18 (1): 82-114.
geles: Sage Publications, Inc. Smith, M. & Berge, Z.L. 2009. Social Learning Theory in
Elmubarok, Z. 2009. Membumikan Pendidikan Nilai. Ban- Second Life. MERLOT Journal of Online Learn-
dung: Alfabeta ing and Teaching, 5 (2): 439-445.
Fukuyama, F. 2011. The Origins of Political Order: From Swann, W. 2013. The Impact of Applied Cognitive Learn-
Prehuman Times to French Revolution. New York: ing Theory on Engagement with Learning Cour-
D&M Publishers Inc. seware. Journal of Learning Design, 6 (1): 61–74.
Furze, T.A. & Bennet, B. 2011. Using the Principles of Taufik. 2012. Pengembangan Model Pendidikan Karakter
Classical Conditioning to Learn Event Sequences. Berbasis Psikologi Positif pada Sekolah Dasar
AISB 2011: Computational Models Of Cognitive dengan Latar Belakang Berbeda. Laporan Peneli-
Development, 40-47. tian tidak diterbitkan. Surakarta: Universitas Mu-
Guidry, A.O. 2008. Character Education through a Reflec- hammadiyah Surakarta.
tive Moral Inquiry: A Revised Model that Answer Taylor, A.S., LoSciuoto, L., Fox, M., Hilbert, S.M., &
Old Questions. Journal of Curriculum and In- Sonkowsky, M. 1999. The Mentoring Factor:
struction, 2: 21-37. Evaluation of the Across Age Intergenerational
Heyes, C. 2011. What’s Social about Social Learning. Approach to Drug Abuse Prevention. Child and
Journal of Comparative Psychology, DOI: 10.1037/ Youth Service, 20 (1-2): 77-99.
a0025180. Willig, C. 2008. Introducing Qualitative Research in Psy-
Katilmis, A., Eksi, H., & Ozturk, C. 2011. Efficiency of chology. Glasgow: Bell and Bain, Ltd.
Social Studies Integrated Character Education Pro-

Anda mungkin juga menyukai