Anda di halaman 1dari 7

META-ANALISIS PARADIGMA ASPEK PERAN PENDIDIKAN

MULTIKULTURAL DI INDONESIA
Widian Rienanda Ali

Secara geografis, Indonesia merupakan negara tropis yang berada di antara benua
Australia dan Asia. Dalam hal sumber daya, itu adalah negara kaya, yang banyak sumber daya
alam di seluruh negeri seperti, pertambangan emas dan gas. Dalam hal populasi, itu adalah
negara terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Penduduknya 270
juta jiwa yang tersebar di 34 provinsi dan 3.500 pulau kecil berpenghuni (BPS, 2020).
Pernyataan ini menunjukkan keragaman masyarakat Indonesia.

Gambar 1. Hasil Sensus Penduduk 2020 (BPS, 2020)


Secara historis, sejak Indonesia bebas dari penjajahan Belanda dan Jepang, terjadi
peningkatan gerakan politik mulai dari rezim orde lama, rezim orde baru, dan fase reformasi
saat ini. Selama gerakan dan tahapan politik tersebut, terjadi gelombang gerakan pendidikan
multikultural dari asimilasi ke multikulturalisme.
Multikulturalisme telah dibangkitkan dalam konteks masyarakat Indonesia. Tren yang
berkembang ini mengarah pada penerimaan dan legitimasi pendidikan multikultural
(Irhandayaningsih, 2012). Indikatornya adalah bahwa pendidikan multikultural tertanam dalam
hukum, aturan, dan prinsip-prinsip dasar Indonesia.
Pendidikan multikultural merupakan sarana pendidikan untuk memberikan kesetaraan
bagi semua peserta didik. Secara khusus, pendidikan multikultural adalah “suatu pendekatan
reformasi pendidikan sekolah yang dirancang untuk mewujudkan kesetaraan pendidikan bagi
siswa dari kelompok ras, etnis, budaya, kelas sosial, dan bahasa yang beragam” (Banks, 2009).
Dari definisi Banks, jelas bahwa pendidikan multikultural menumbuhkan gagasan kesetaraan,
yang memberikan keadilan dan mengakomodasi keragaman dalam lingkungan pendidikan. Di
sisi lain, pendidikan multikultural memupuk prinsip keadilan sosial bagi semua, tanpa
memandang latar belakang identitas mereka.
Beberapa penulis terkemuka telah membahas definisi paradigma. Denzin dan Lincoln
(2008) memandang bahwa paradigma berkaitan dengan seperangkat nilai yang dikonstruksi
secara sosial. Secara filosofis, paradigma adalah kerangka konseptual, filosofis, termasuk
asumsi ontologis, epistemologis, dan metodologis untuk mengatur keyakinan yang
menginformasikan desain apa pun (Basit, 2010).
Untuk konteks Indonesia, kajian tentang pendidikan multikultural difokuskan pada
tema-tema yang terbatas. Wihardit (2010) telah mengajukan gagasan pendidikan multikultural
sebagai konsep, pendekatan, dan solusi. Juga, Napsiah (2012) menyelidiki strategi revitalisasi
pendidikan multikultural dalam pendidikan tinggi Islam. Dari kajian-kajian tersebut, tidak ada
satupun kajian yang menekankan pada paradigma atau prinsip-prinsip yang menjadi pedoman
pelaksanaan pendidikan multikultural dalam setting pendidikan. Akibatnya, minimnya
informasi dan publikasi yang terkait dengan paradigma pendidikan multikultural di Indonesia.
Oleh karena itu, makalah ini bertujuan untuk mengatasi keterbatasan tersebut. Secara khusus,
artikel ini mengeksplorasi paradigma pendidikan multikultural sebagai seperangkat nilai dan
prinsip yang mendasari yang memandu institusi untuk memelihara kesetaraan, keadilan sosial,
dan toleransi di dalam dan di luar konteks pendidikan.

Gambar 2. Prosedur Meta-Analisis (Dokumentasi Penulis, 2022)


Prosedur meta-analisis (Gambar 2) diawali dengan identifikasi dokumen kunci
(undang-undang dan aturan dasar) kemudian dilanjutkan dengan pencarian ketersediaan
dokumen. Setelah ini, peneliti mengidentifikasi lokasi dokumen dan mencari melalui google
menggunakan kata kunci untuk mendapatkan hasil. Akhirnya, semua sumber terkait untuk
penelitian ini dikumpulkan dan diekstraksi untuk menetapkan tema multikultural.
Beberapa tema paradigma pendidikan multikultural muncul dalam penelitian ini. UUD
1945 berfokus pada paradigma budaya; Prinsip Dasar Pancasila berkaitan dengan paradigma
keadilan sosial dan kesetaraan; UU Bendera, Bahasa, Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan
dan UU Perguruan Tinggi berkaitan dengan paradigma Bhinneka Tunggal Ika, dan sampel dari
Perguruan Tinggi Negeri berfokus pada paradigma interaksi sosial.

Gambar 3. Sketsa Multikultural di Indonesia (Kompasiana.com, 2021)


Inti dari paradigma pelestarian budaya adalah terpeliharanya nilai-nilai budaya dan
identitas budaya. Berkenaan dengan nilai-nilai budaya, sangat penting untuk memastikan
bahwa setiap warga negara memelihara nilai-nilai unik dan mengembangkan nilai-nilai unik
untuk berinteraksi dengan orang lain secara harmonis dan dinamis. Pemeliharaan nilai-nilai
setiap orang dilakukan secara sukarela, dan didasarkan pada norma-norma yang ada dalam
kehidupan masyarakat Indonesia. Pengembangan nilai-nilai masyarakat merupakan bagian dari
pelestarian kaidah-kaidah dalam kebudayaan nasional. Hal itu tertuang dengan jelas dalam
dokumen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 di bawah ini:
‘Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai bagian dari kekayaan budaya
nasional.’
Pasal 32 UUD NKRI 1945
Dari Pancasila Sila ke-2 dan ke-5 kita bisa melihat implikasi paradigma keadilan sosial
dalam pendidikan dapat dilihat dari berbagai perspektif: kurikulum pendidikan yang
mengedepankan sistem keadilan (Tonbuloglu et al., 2016), pendidik yang memahami dan
memandang keadilan sosial sebagai bagian dari praktik pendidikan mereka (Kincheloe, 2015),
dan sistem pendidikan yang mempromosikan komunitas minoritas dan disabilitas setara
dengan komunitas mayoritas (Anastasiou et al., 2014). Lebih penting lagi, lembaga pendidikan
mempromosikan keadilan sosial melalui lensa dan wajah yang berbeda seperti kelompok sosial
dan keadilan, unit untuk keadilan sosial, dan komunitas sekolah untuk keadilan sosial dan
masyarakat yang peduli.Akibatnya, pendidikan multikultural merupakan bagian dari
perubahan sosial dan politik di masyarakat dan menumbuhkan keadilan sosial bagi semua
kelompok minoritas tanpa memandang ras, agama, latar belakang budaya, usia, jenis kelamin,
dan bahasa, dan identitas linguistik. Dengan demikian, dukungan keadilan sosial dalam
pendidikan multikultural adalah bentuk-bentuk keadilan dan kesetaraan dalam kehidupan.
Prinsip kesetaraan diwujudkan dalam masyarakat dan pendidikan. Salah satu contohnya
adalah lembaga pendidikan memodifikasi kurikulum dan semua bahan ajar untuk memenuhi
dan menyesuaikan siswa dari budaya, etnis, ras, agama, dan latar belakang geografis yang
berbeda (Banks, 2009). Oleh karena itu, setiap individu memiliki hak yang sama untuk belajar
dan tumbuh untuk mencapai hasil yang optimal. Promosi persamaan hak mengacu juga pada
kesempatan yang sama untuk bersaing secara global melintasi batas negara (Sleeter, 2018).
Untuk memastikan penerapan kesetaraan dalam konteks pendidikan, beberapa langkah penting
dipertimbangkan: a) menggunakan bahan ajar yang meningkatkan prestasi akademik siswa; b)
menyediakan ruang untuk mendengar suara yang berbeda; dan c) mempromosikan gagasan
kesetaraan yang mencakup semua tingkatan siswa (Tonbuloglu et al., 2016). Oleh karena itu,
Pemajuan persamaan hak membawa kesempatan yang sama bagi semua warga negara untuk
merangkul nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari mereka.

BPI : Pancasila FLNSNA & NES : Bendera, Bahasa, Lambang Negara dan Lagu

Kebangsaan, PU : UU Perguruan Tinggi Negeri BCI : UUD 1945

Gambar 4. Diagram Paradigma Pendidikan Multikultural di Indonesia (Dokumentasi


Penulis,2022)
Menumbuhkan toleransi juga tergambar dalam misi universitas publik. Misi perguruan
tinggi negeri adalah “…bermoral, beretika, berintegritas keilmuan, memahami toleransi dan
sikap aspiratif” (PU, 2019). Oleh karena itu, memelihara toleransi berkaitan dengan
memberikan kesempatan kepada seluruh warga negara untuk memperoleh interaksi yang
berkualitas tanpa memandang latar belakang sosial budaya, ekonomi, dan geografis.
Toleransi dalam penelitian ini mencerminkan situasi hubungan sosial manusia. Banks
and Banks (2010) mengemukakan bahwa hubungan sosial manusia dapat dilihat dari
kemampuan sebuah lembaga pendidikan untuk menghadirkan interaksi yang harmonis dan
toleransi antar masyarakat. Siswa, guru, dan orang tua memiliki rasa persatuan dan penerimaan
terhadap perbedaan satu sama lain. Sikap-sikap ini mencerminkan pemeliharaan toleransi.
Penting juga bahwa pengajaran toleransi di luar koeksistensi pasif, tetapi lebih pada penerapan
penerimaan untuk mencapai kehidupan berkelanjutan masyarakat multikultural yang saling
memahami dan menghormati (UNESCO, 2006). Akibatnya, toleransi dapat mempromosikan
harmoni sosial kehidupan dalam komunitas mosaik.
Menarik untuk dicatat bahwa pendidikan berbasis masyarakat merupakan salah satu
contoh multikultural yang ada di masyarakat Indonesia. Ini adalah sarana untuk
mempromosikan nilai-nilai dan prinsip-prinsip multikultural di antara masyarakat itu sendiri.
Pendidikan berbasis masyarakat bertujuan untuk membudayakan dan memberdayakan
peserta didik menjadi warga negara yang baik. Selain itu, pendidikan berbasis masyarakat ini
dilaksanakan untuk memberikan manfaat bagi masyarakat. Pendidikan berbasis masyarakat
dapat mempromosikan nilai-nilai keragaman yang mewakili budaya mosaik negara
(Tonbuloglu et al., 2016). Prinsip nilai-nilai kebhinekaan melalui pendidikan berbasis
masyarakat juga dapat memfasilitasi pembelajaran nilai-nilai persatuan bagi komunitas
minoritas terutama bagi mereka yang kurang beruntung dari pendidikan formal. Pendidikan
berbasis masyarakat dapat menjadi pusat penyebaran nilai-nilai multikultural, dan praktik
paradigma Bhinneka Tunggal Ika.
Tampaknya tema pendidikan multikultural telah tertanam dalam akar masyarakat
Indonesia. Paradigma pendidikan multikultural meliputi paradigma pelestarian budaya,
paradigma keadilan sosial, paradigma kesetaraan, paradigma Bhinneka Tunggal Ika, dan
paradigma interaksi sosial. Semakin banyak masyarakat Indonesia yang mempromosikan dan
menerapkan nilai-nilai ini dalam kehidupan masyarakatnya, semakin baik dan semakin cepat
masyarakat tersebut dapat mencapai kehidupan yang damai dan harmonis.
DAFTAR PUSTAKA
Abduh, A., Rosmaladewi, R., 2019. Language policy, identity, and bilingual education in
Indonesia: a historical overview. XLinguae 12 (1), 219–227. Retrieved from. http://x
linguae.eu/2019_12_01_17.html.
Anastasiou, D., Kauffman, J.M., Michail, D., 2014. Disability in multicultural theory:
conceptual and social justice issues. J. Disabil. Pol. Stud. 27 (1), 3–12.
Azis, M., Abduh, A., 2019. Qualitative meta-analysis of academic culture in higher education
research. Adv. Soc. Sci. Educ. Human. Res. 335 (1), 322–326.
Banks, J.A., 2009. The Routledge International Companion to Multicultural Education.
Routledge Taylor & Francis Group, New York and London.
Banks, J.A., Banks, C.A.M., 2010. Multicultural Education: Issues and Perspectives. John
Wiley & Sons, New Jersey.
Basit, T., 2010. Conducting Research in Educational Contexts. Bloomsbury Publishing,
Manchester.
Central Bureau Statistics, 2019. Indonesian Population Projection. Central Bureau
Statistics, Jakarta. Retrieved from. https://www.bps.go.id/.
Dardjowidjojo, S., 1998. Strategies for a successful national language policy: the
Indonesian case. Int. J. Sociol. Lang. 130 (1), 35–48.
Denzin, N., Lincoln, Y., 2008. The Landscape of Qualitative Research. SAGE Publications,
Inc, California.
Grant, C.A., Portera, A., 2011. Intercultural and Multicultural Education: Enhancing
Global Interconnectedness. Routledge Taylor & Francis Group, New York.
Irhandayaningsih, A., 2012. Kajian filosofis terhadap multikulturalisme di Indonesia
[Philosophical analysis on multiculturalism in Indonesia]. Humanika 15 (9), 1–8.
Kincheloe, J.L., 2015. In: Hayes, K., Steinberg, S.R., Tobin, K. (Eds.), Key-works in Critical
Pedagogy, 53. Sense Publishers, Rotterdam. Dk.
Manning, M.L., Baruth, L.G., Lee, G.L., 2017. Multicultural Education of Children and
Adolescents. Routledge Taylor & Francis Group, London and New York.
Napsiah, N., 2012. Revitalisasi pendidikan multikultural di perguruan tinggi Islam
[Revitalization of multicultural education in Islamic higher education]. TAPIs J. 8
(2), 120–139.
Nieto, S., 2017. Re-imagining multicultural education: new visions, new possibilities.
Multicult. Educ. Rev. 9 (1), 1–10. Public University Strategic Planning, 2019.
University Strategic Planning. UNM Press, Makassar.
Sleeter, C., 2018. Multicultural education past, present, and future: struggles for dialog
and power-sharing. Int. J. Multicult. Educ. 20 (1), 5–20.
Timulak, L., 2009. Meta-analysis of qualitative studies: a tool for reviewing qualitative
research findings in psychotherapy. Psychother. Res. 19 (4–5), 591–600.
Tonbuloglu, B., Aslan, D., Aydin, H., 2016. Teachers’ awareness of multicultural
education and diversity in school settings. Egitim Arastirmalari - Eur. J. Educ. Res.
64, 1–28.
Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia, 1945. [Basic Constitution of
Indonesia]. MPR, Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia, 2012. No 12, Tentang Pendidikan Tinggi [Law of the
Republic of Indonesia, Number 24, about higher education]. Ministry of Law and
Human Rights, Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia, 2003. No 20, Tentang Sistem Pendidikan Nasional
[Law of the Republic of Indonesia, Number 24, about national educational system].
Ministry of Law and Human Rights, Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia, 2009. No 24: Bendera Bahasa, Dan Lambang
Negara, Serta Lagu Kebangsaan [Law of the Republic of Indonesia, Number 24, about
Flag, Language, National Symbol, and National Anthem]. Ministry of Law and Human
Rights, Jakarta.
UNESCO, 2006. UNESCO Guideliens on Intercultural Education. Education. UNESCO, Paris.
Wihardit, K., 2010. Pendidikan multikultural: suatu konsep, pendekatan dan solusi
[multicultural education: concept, approach and solution]. J. Pendidik. 11 (2), 96–105.

Anda mungkin juga menyukai