Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Anemia

2.1.1 Definisi Anemia

Kurang darah didefinisikan sebagai terjadinya keadaan kadar haemoglobin

didalam darah kurang dari batas normal. Kurang darah merupakan sesuatu kondisi

dimana jumlah sel darah merah atau konsentrasi mengangkut oksigen dalam darah

tidak tercukupi untuk kebutuhan fisiologis tubuh. WHO (World Health

Organization), (2014)

Kurang darah yaitu kondisi yng ditemukan adanya kekurangan HB di badan kita.

HB merupakan suatu metaloprotein, adalah protein yng mengandung zat besi yang

terdapat dalam sel darah merah, yng fungsinya untuk mengangkut oksigenn melalalui

paru-paru dan disebar ke semua bagian organ tubuh (Averrous, 2018)

Kurang darah merupakan salah satu konflik kesehatan dunia yang banyak di

jumpai dan mempengaruhi 56 juta perempuan disemua dunia, dan dua sepertiga yaitu

terdapat di Asia (Soh et al, 2015).

(Ngastiyah, 2012:328) mengatakan, Kurang darah yaitu kurangnya jumlah

eritrosit dan jumlah HB didalam satu mm darah atau kurangnya tingkat sel yng

dihasilkan dalam 100ml darah. Ini terjadi ketika terdapatnya suatu masalah pada

kesetimbangan terhadap pengolahan darah ketika masa embrio beberapa minggu

setelahnya.

6
7

2.1.2 Klasifikasi Anemia

Klasifikasi Anemia berdasarkan penyebabnya yaitu : (Sharma,J.B, 2010)

1. Penurunan produksi sel darah merah :

a. Nutrisional

1) Anemia Defisinesi Besi

2) Anemia megaloblastik : Defisiensi asam folat dan defisiensi vitamin B12

b. Non nutrisional

1) Penyakit Kronis : HIV, TB, Gagal ginjal

2) Gangguan sumsung tulang : Anemia aplastik dan infiltrasi sumsum tulang

belakang

c. Fisiologis

1) Selama kehamilan

2. Perdarahan

a. Akut : APH (Antepartum Haemorragic) dan PPH (Post Partum Haemorragic)

b. Kronis : Hemoroid dan Cacingan

3. Peningkatan penghancuran eritrosit (Hemolitik)

a. Genetik

1) Hemoglobin : Gangguan sintesis (Thalasemia), struktural (Sickle

cell/anemia sel sabit)

b. Dapatan : Malaria dan gagal ginjal kronis


8

2.1.3 Etiologi Anemia

1. Faktor Penyebab Anemia

Untuk sekarang ini ada empat penyebab gizi remaja yng pertama di Indonesia

adalah Kurangnya Energi Protein (KEP), Anemia Gizi Besi (AGB), terganggu

Akibat Kekurangan Yodium (GAKI), dan kurangnya vitamin A (KVA). Dari

empat masalah gizi di atas. Yaitu AGB pada wanita remaja yang sering terjadi

saati ini (Alamtsier, 2010).

Kurang darah mampu mengakibatkan penyebab yang tidak baik untuk orang

dewasa, kebutuhan protein tidak mencukupi, dan terdapat penyebab inhibitor

penyerapan mineral zat besi tanin dan oksalat (Arisman, 2010)

Penelitian Febrianti, dkk (2013), di dapatkan masalah yng saling berkaitan,

yaitu lama haid dengan terjadinya anemia pada wanita remaja. Wanita remaja

lama haid <6 hari dalam 1 siklus memiliki resiko anemia lebih rendah di

bandingkan dengn wanita remaja yng mengalami haid >6 dari hari.

Penelitian Kalsum dan Halim (2016), mengatakan kepatuhan sarapan dipagi

hari merupakan suatu penyebab anemia, sebab sarapan pagi meningkatkan energi

remaja untuk melakukan aktivitas dengan maksimal di pagi hari menjelang siang

sehingga menimalisir terjadinya anemia pada remaja.

Martini (2015), status gizi merupakan salah satu penyebab terjadinya anemia

dan tinggi pendidikan orangtua. Status gizi dalam rentan kurus memiliki resiko

3,1 kali menderita anemis di bandingkan pada remaja yang status gizinya normal

dan orangtua yang memiliki pendidikan rendah, kurang mengontrol makanan yng

di konsumsi anaknya dan minim mengontrol pemenuhan gizi seimbang. Untuk


9

keluarga dengan pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima informasi

kesehatan dan bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Terjadinya anemia dapat mengakibatkan menurunya kesehatan reproduce,

berkembangnya motorik, mental, terhambatnya kecerdasan, prestasi belajar

menurun, kebugaran menurun, dan tinggi badan tidak tercapai secara maksimal

sesuai usia (Andriani M. dan Wirjatmadi B, 2013).

Populasi nasional anemia di Indonesia menurut data (Riskesdes, 2013), yaitu

berjumlah 21,7%. Perbandingan terjadinya anemia diIndonesia dengan

karakteristik jenis kelamin, wanita lebih banyak di bandingkan laki-laki, hasil

pada wanita yaitu 23,9% dan laki-laki 18,4%. Serta menurut kelompok usia 15-21

tahun, usia 5-14 tahun 26,4% kejadian anemia dan umur 15-21 tahun 18,4%

menderita kurang darah (Kemenkes RI, 2013).

Anemia defisiensi besi terdapat tiga penyebab 1) Darah hilang secara kronis.

2) Penyerapan dan asupan zst besi tidak adekuat. 3) Meningkatkan pemenuhan

asupan zat besi untuk pembentukan sel darah merah pada waktu pubertas. Kurang

darah dapat di akibatkan dengan faktor lain yaitu lama haid, kebiasaan sarapan

pagi, status gizi, pendidikan orangtua, asupan zat besi.

2.1.4 Patofisiologi Anemia

Anemia di sebabkan oleh cepatnya produksi sel darah merah lebih rendah dari

destruksinya. Akibat menurunya produksi sel darah merah (Oeahadin A, 2012):

a. Kurangnya nutrisi: B12, Fe, atau folat di sebabkan karena kurangnya diet,

malaborpsi (anemis pernisosa, sprue) atau kehilangan darah (defisiensi fe)


10

b. Terdapat kelainan sumsum tulang (anemia aplastik, pure red cell aplasia,

mielodisplasia, infiltrasi tumor)

c. Supresi sumsum tulang (obat, kemoterapi, radiasi)

d. Kurangnya trophic hormone untuk stimulasi produksi sel darah merah

(eritropoetin pada gagal ginjal, hormon tiroid dan androgen)

e. Kurang darah penyakit kronis inflamasi, yaitu anemis melalui karakteristik

kurangnya fe yng efektif bagi eritropoesis, karena kurangnya absorpsi fe

dari traktus gastrointestinal dan menurunnya pelepasan fe dari makrofag,

menurunya jumlah ritropoetin dan sedikit mengurangi jumlah hidup

eritrosit.

Anemia hemolitik adalah di sebabkan akibat menurunnya masa hidup sel

eritrosit (kurang dari 100 hari). Dalam kondisi normal, usia sel eritrosit 110 - 120

hari. Anemia hemolitik terjadinya ketika sumsum tulang tidak mampu mengatasi

kebutuhan untuk menggganti lebih dari 5% sel eritrosit perhari yg berkaitan

terhadap masa hidup sel eritrosit yaitu 20 hari (Oehadin A, 2012).

Pencetus anemia bisa diklasifi kasikan dengan jumlah sel darah merah

dengan apusan darah tepi dan parameter automatic cell counter. Eritrosit normal

memiliki vo-lume 80 - 96 femtoliter (1 fL = 10 – 15 L) dengan diameter 7 - 8

micron, sama dengan inti limfosit kecil. Eritrosit yang ukurannya lebih besar dari

inti limfosit kecil pada apus darah tepi disebut makrositik. Eritrosit yang

ukurannya lebih kecil dari inti limfosit kecil disebut mikrositik. Automatic cell

counter memperkirakan volume eritrosit menggunakan sampel jutaan sel erritrosit


11

dengan mengeluarkan angka mean corpuscular volume (MCV) dan angka dispersi

mean tersebut. Angka dispersi tersebut merupakan koefi sien variasi volume sel

darah merah atau RBC distribution width (RDW). RDW normal yaitu antara 11,5-

14,5%. Peningkatan RDW memperjelas berbagai ukuran sel (Nofi, 2012)


12

Defisiensi B12 Kegagalan Destruksi SDM Pendarahan


Asam folat, besi produksi SDM oleh berlebih /hemofilia
sumsum tulang

SDM Menurun

Berkurangnya HB

Anemia

Suplai O2 dan Nutrisi


ke jaringan

Gastrointestinal Hipoksia SSP Gangguan perfusi

Menurunnya kerja GI
Mekanisme Reaksi antar
anaerob Saraf berkurang

Paristatik Menurunnya
ATP berkurang Pusing Resiko Cedera
menurun kerja lambung

Sulit Kelelahan Energi untuk membentuk


mencerna Asam lambung antibodi berkurang
makanan tinggi

Intoleransi
Aktivitas Resiko Infeksi
Konstipasi Anoreksia

Defisit
Nutrisi kurang dari perawatan diri
kebutuhan tubuh

Bagan 2.1 Pathway Anemia


2.1.5 Komplikasi

Anemia pada pasien PGK di definisikan sebagai kadar hemoglobin/Hb <12

g/dl (hematokrit <37%) pada wanita premenopause dan anak pre-pubertas

(umur <14 tahun). Anemia dapat menyebabkan peningkatan mobirditas dan

mortalitas pasien PGK. Penderita anemia memiliki gejala berupa pucat, rasa

lelah, kekurangan energi untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari, gangguan

tidur, gangguan konsentrasi berfikir, kepala terasa pusing, sesak nafas, depresi,

akumulasi sampah metabolik, nafsu makan hilang, inaktivitas fisik, durasi

dialisis dan anemia (Randy, 2017)

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang

Menurut Oehadin A, (2012) Pemeriksaan LAB:

a. Hitung darah lengkap

Hitung darah lengkap yaitu pemeriksaan HB, hematokrit, jumlah

eritrosit, ukuran eritrosit dan hitung jumlah leukosit. Pada beberapa

laboratorium, pemeriksaan trombosit, hitung jenis dan retikulosit wajib

di tambahkan di dalam permintaan pemeriksaan (tidak selalu di

periksa).

b. Pemeriksaan morfologi apusan darah tepi

Apusan dasrah tepi harus di evaluasi dengan baik. Penghitung darah

otomatid tidak dapat mendeteksi beberapa kelainan darah.

c. Sel darah merah berinti (normoblas)

Pada keadaann normal, normoblas tidak di temukan dalam sirkulasi.

Normoblas dapat di temukan pada penderita dengan kelainan

13
14

hematologis (penyakit sickle cell, talasemia, anemia hemolitik lain)

atau merupakan bagian dari gambaran lekoeritoblastik pada penderita

dengan bone marrow replacement. Pada penderita tanpa kelainan

hematologis sebelumnya, adanya penyakit yang mengancam jiwa,

seperti sepsis atau gagal jantung berat.

d. Hipersegmentasi neutrofil

Hipersegmentasi neutrofil merupakan abnormalitas yang di tandai

dengan lebioh dari 59% neutrofil berlobus ≥5 dan 1 atau lebih neutrofil

berlobus ≥6. Adanya hipersegmentasi neutrofil dengan gambaran

makrositik berhubungan dengan gangguan sintesis DNA (defisiensi

vitamin B12 dan asam folat.

e. Hitung retikulosit

Retikulosit adalah sel darah merah imatur. Hitung retikulosit dapat

berupa persentasi dari sel darah merah, hitung retikulosit, atau

reticulocyte production index.

2.1.7 Penatalaksanaan Medis

Menangani dengan tepat menjadi hal yang sangat penting agar mencegah

terjadinya anemis dari awal atau mengurangi pendarahan yang serius.


15

Menangani anemia secara efektif harus di lakukan. Ibu hamil berhak memiliki

kadar hemoglobin normal selama kehamilan dan mendapatkan pengobatan yg

aman dan efektik. Pengobatan yg aman dan efektif akan memastikan ibu hamil

mempunyai kadar hemoglobin yg normal dan mencegah terlaksananya

tindakan transfusi darah. Peningkatan oksigen dengan transfusi darah telah di

tentang selama 10 tahun terakhir. Selain itu, melakukan transfusi beresiko

menimbulkan masalah penyakit lain, seperti berkembangnya virus dan bakteri

(Pratami, 2016). Mengkonsumsi suplemen zat besi setiap hari berhubungan erat

dengan peningkatan kadar hemoglobin ibu sebelum dan sesudah kelahiran.

Tindakan tersebut juga dapat meminimalisir resiko terjadinya anemia yg

berkepanjangan.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian adalah kunci pertama dalam proses keperawatan. Dengan

pengkajian ini, segala data-data klien bisa dikumpulkan agar dapat ditentukan

suatu masalah yng akan dapat muncul terhadap kasus penyakit anemia pada

masyarakat dengan kekurangan kadar hemoglobin dalam darah, yang

merupakan masalah kesehatan utama yang banyak ditemukan

(Mokodompit,dkk, 2014), meliputi sebagai berikut :

1. Identitas Pasien

Pengkajian meliputi nama pasien, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan,

suku/bangsa, agama, status pernikahan, alamat, diagnosis medis, tanggal

masuk rumah sakit, ruang rawat dan nomor RM.


16

2. Identitas Penanggung Jawab

Yaitu mencakup nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, agama, alamat,

hubungan dengan pasien.

3. Aktivitas/istirahat

Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek karena kerja,

kesulitan tidur pada malam hari

Tanda : Takikardia, Napas cepat : Dipsnea pada saat beraktivitas atau

istirahat

4. Integritas Ego

Gejala : Terdapat faktor stress lama dan perasaan tak berdaya

Tanda : Depresi

5. Makanan/cairan

Gejala : Nafsu makan hilang, mual, muntah, berat badan menurun

Tanda : Turgor kulit tampak buruk, kehilangan lemak subcutan

6. Pernapasan

Gejala : Nafas pendek saat istirahat dan saat aktivitas

Tanda : Takipnea, dispnea dan ortopnea


17

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Adalah tindakan kedua dari proses keperawatan yg menggambarkan

penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, kelompok maupun

masyarakat tentang masalah kesehatan (Ade Sulistya Lubis 2019).

1. Bersihan jalan nafas tidak efektip b/d peningkatan sputum

Tabel 2.1 Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b/d Peningkatan Sputum

Intervensi Rasional

1. Tidak mengalami aspirsi 1. Penurunan bunyi nafas, dapat


menunjukan atelektasis
2. Mengeluarkan secret secara epektif 2. Pengeluaran sulit jika secret sangat
tebal (mis efek terjadi infeksi
dan/tidak adekuat hidrasi)
3. Mmempunyai jalan napas yg paten 3. Posisi memaksimalkan ekspansi
paru dan menurunkan upaya
pernafasan
4. Irama dan frekuensi pernapasan 4. Mencegah obstruksi/aspirasi.
dalam batas normal. Penyedotan di lakukan jika klien
tidak dapat mengeluarkan secret
5. Suara napas jernih 5. Masuknya cairan yang banyak
membantu mencairkan secret
18

2. Intoleransi Aktivitas b/d Kelemahan Fisik

Tabel 2.2 Intoleransi Aktivitas b/d Kelemahan Fisik

Intervensi Rasional

1. Kaji kemampuan klien untuk 1. Mempengaruhi pilihan


melakukan tugas/AKS normal
2. Kaji kehilangan/gangguan 2. Menunjukan perubahan neurologi
keseimbangan gaya jalan, kelemahan karena defesiensi vit B12 memengaruhi
otot keamanan klien

3. Awasi TD, nadi, RR sebelum dan 3. Manifestasi kardio pulmonal dari


setelah melakukan aktivitas upaya jantung dan paru untuk
membawa jumlah oksigen yang adekuat
ke jaringan.

4. Berikan lingkungan yang tenang 4. Meningkatkan istirahat yg cukup


dan nyaman agar menurunkan kebutuhan oksigen
tubuh dan paru

5. Ubah posisi klien dengan perlahan 5. Hipotensi postrual/hipoksia serebral


dan pantau terjadinya pusing bisa mengakibatkan pusing dan resiko
cidera meningkat

6. Anjurkan klien agar menghentikan 6. Regangan kardio pulmonal,


aktivitas jika palpitasi berlebihan menyebabkan kegagalan

Anda mungkin juga menyukai