Anda di halaman 1dari 7

1.

Latar Belakang Teori Vladimir Propp dalam Analisis Sastra Lisan


Dalam sejarah kajian sastra lisan, baik teori Vladimir Propp maupun A.J. Greimas
keduanya memiliki kedudukan yang sangat kuat karena sering dimanfaatkan untuk
melakukan kajian terhadap teks-teks naratif. Sejalan dengan pertumbuhan pendekatan
strukturalisme dalam ilmu bahasa dan ilmu sastra, studi sastra lisan juga mulai
mengembangkan pendekatan analisis struktur cerita rakyat. Perintis usaha ini adalah
Vladimir Propp (1895-1970), salah seorang tokoh aliran Formalis Rusia yang melakukan
analisis yang cermat tentang struktur cerita rakyat (folktale). Penelitian Propp adalah
usaha untuk menemukan pola umum alur dongeng pada umumnya.
Vladimir Propp lahir di St. Petersburg tanggal 17 April 1895 dari sebuah imigran
Jerman. Dia kuliah di Universitas St. Petersburg (1913-1918) dalam bidang studi filsafat
Rusia dan Jerman. Pada tahun 1932, Popp menjadi staf pengajar Universitas Leningrad
(yang sebelumnya bernama Universitas St. Petersburg) dan menjabat sebagai Ketua
Jurusan Folklor.
Propp adalah tokoh strukturalis pertama yang melakukan kajian secara serius
terhadap struktur naratif, sekaligus memberikan makna baru terhadap dikotomi fabula
dan sjuzhet. Pada tahun 1928, Propp melakukan penelitian terhadap seratus dongeng
Rusia. Propp (1987: 93-98) menyimpulkan bahwa semua cerita yang diselidiki memiliki
struktur yang sama. Artinya, dalam sebuah cerita para pelaku dan sifat-sifatnya dapat
berubah, tetapi perbuatan dan peran-perannya sama, tidak berubah. Menurutnya, dalam
struktur naratif yang penting bukanlah tokoh-tokoh, melainkan aksi tokoh-tokoh yang
selanjutnya disebut fungsi. Unsur yang dianalisis adalah motif (elemen), yang merupakan
satuan unit terkecil yang membentuk tema.
Propp berpendapat bahwa motif merupakan unsur yang penting sebab motiflah yang
membentuk tema. Sjuzhet atau cerita dengan demikian hanyalah produk dari serangkaian
motif. Motif dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: pelaku, perbuatan, dan penderita.
Ketiga motif ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu perbuatan sebagai unsur yang stabil,
yang tidak tergantung dari siapa yang melakukan dan unsur yang tidak stabil dan bisa
berubah-ubah, yaitu pelaku dan penderita. Menurutnya, yang terpenting adalah unsur
yang tetap (perbuatan) yaitu fungsi itu sendiri. Misalahnya, dalam konstruksi “raksasa
menculik seorang gadis,” dapat dianalisis bahwa pelakunya adalah raksasa,
perbuatannya adalah menculik, dan penderitanya adalah seorang gadis. Unsur perbuatan
menculik adalah unsur yang paling penting karena tindakan itu dapat membentuk suatu
fungsi tertentu dalam cerita.
Hasil penelitian Propp dibukukan dengan judul The Morphology of the Folktales,
pertama kali ditulis dalam bahasa Rusia tahun 1928. Buku ini sangat berpengaruh di
bidang folklore dan morfologi serta mempengaruhi tokoh-tokoh strukturalis seperti A.J.
Greimas, Claude Levi-Strauss dan Roland Barthes. Klasifikasinya terhadap jenis-jenis
tokoh digunakan dalam media pendidikan dan dapat diaplikasikan hampir dalam semua
cerita, seperti sastra, teater, dan serial televisi.
Analisis dan tipologi struktural itu bukan tujuan utama dan terakhir. Dia ingin
memanfaatkan hasil tipologi struktural itu untuk penelitian historis juga, seperti pada
Mazhab Finlandia. Berdasarkan analisis struktur itu, dia berharap dapat menemukan
bentuk purba cerita rakyat itu, yang kemudian berkembang ke berbagai wilayah dengan
tokoh dan peristiwa yang berbeda-beda lewat sejumlah transformasi, tetapi tetap
mempertahankan kerangka struktur fungsi yang sama. Dengan demikian, Propp ingin
menggabungkan metode struktural dengan metode penelitian genetik, penelusura asal-
usul dan penyebarannya (Teeuw, 1984: 292-293). Hal ini terutama dituangkannya dalam
bukunya yang berbahasa Rusia, Akar-akar Sejarah Dongeng (1946).
Cara kerja Propp ini banyak dipuji dan diikuti peneliti-peneliti selanjutnya. Sejak
Ferdinand De Saussure, cukup umum disetujui bahwa penelitian struktur harus
mendahului penelitian sejarah, sebab perbandingan perkembangan sejarah hanya
mungkin dilakukan jika kita mengetahui setepat mungkin fungsi unsur-unsur sebuah
cerita dalam keseluruhan karya itu. Transformasi baru menjadi jelas berdasarkan
pemahaman makna bagian-bagian dan motif-motif dalam keseluruhan cerita (Teeuw,
1984: 293).

2. Cara Menganalisis Sastra Lisan dengan Menggunakan Teori Vladimir Propp


Propp berusaha menemukan aturan-aturan yang menguasai atau menentukan struktur
alur di dalam dongeng Rusia. Perhatiannya terutama ditujukan pada penggunaan fungsi
(function) pelaku menurut aturan dan peranan (character) dalam cerita. Tujuan analisis
struktur Propp adalah menemukan struktur purba (awal), yang kemudian berkembang ke
berbagai wilayah lainnya. Sebagaimana dikemukakan di atas, beberapa pokok pikiran
Propp yang penting adalah sebagai berikut.
(a) Unsur dongeng yang paling stabil dan tidak berubah bukanlah tokoh atau motifnya,
melainkan fungsi atau peranannya. Sekalipun pelaku dan penderita dalam setiap
dongeng berubah, tetapi fungsinya tidak berubah.
(b) Fungsi dalam dongeng jumlahnya terbatas dan merupakan satuan pokok dalam alur
cerita. Propp menyebut jumlahnya adalah 31 fungsi.
(c) Urutan-urutan fungsi di dalam sebuah dongeng selalu sama.
(d) Dari segi struktur, semua dongeng mewakili hanya satu tipe saja.

Jadi, fungsi adalah tindakan tokoh yang dibatasi dari segi maknanya untuk jalan
lakonnya. Perhatikan ke-31 fungsi. Fungsi-fungsi ini dapat dikelompokkan pula ke dalam
empat ‘lingkaran’ (sphere) satuan naratif sebagai berikut.

Lingkaran Pertama: Pengenalan


Langkah 1 sampai 7 memperkenalkan situasi dan para pelakuknya, mempersiapkan
adegan-adegan untuk petualangan selanjutnya.
1) Meninggalkan rumah (absentation)
Seorang anggota meninggalkan rumah dengan berbagai alasan. Anggota
keluarga dapat siapa saja: entah orang tua, raja, adik, dan lain-lain. Tokoh yang pada
mulanya digambarkan sebagai ‘orang biasa’ inilah yang kemudian perlu dicari dan
diselamatkan. Para pembaca biasanya mengidentifikasi tokoh ini sebagai ‘diriku’.
2) Larangan (interdiction)
Tokoh utama atau pahlawan dikenai larangan. Misalnya: tidak boleh berbicara
lagi, tidak boleh meninggalkan rumah, tidak boleh memetik bunga atau buah
tertentu, tidak boleh meninggalkan adik sendirian, tidak boleh melewati jalan ini.
Pembaca membangun harapan tertentu terhadap tokoh ini untuk mengikuti ataupun
melanggar larangan.
3) Pelanggaran terhadap larangan (violation of Interdiction)
Pelarangan itu dilanggar. Karena itu, penjahat mulai memasuki cerita,
meskipun tidak secara frontal melawan sang pahlawan. Pembaca mungkin ingin
mengingatkan pahlawannya untuk mengikuti larangan, tetapi jelas pahlawan tidak
bisa mendengarnya.
4) Memata-matai (reconnaissance)
Penjahat mencoba memata-matai, misalnya dengan cara menemukan permata,
anak yang hilang, dan lain-lain. Penjahat secara aktif mencar informasi dan
menelusuri informasi yang berharga atau secara aktif mengangkap seseorang,
binatang buruan, atau lainnya. Penjahat bukan hanya dapat berbicara dengan anggota
keluarga yang polos, yang memberikan infromasi berharga itu. Pembaca barang kali
ingin mengingatkan pahlawan mengenai bahaya sang penjahat.
5) Penyampaian (delivery)
Penjahat memperoleh informasi mengenai korbannya. Upaya penjahat berhasil
mendapatkan informasi biasanya mengenai pahlawan ataupun korban. Berbagai
informasi diperoleh, misalnya tentang peta atau lokasi harta karun ataupun tujuan
pahlawan. Inilah fase di dalam cerita yang memihak pada penjahat, menciptakan
ketakutan seakan-akan penjahat memenangkan pertarungan dan cerita akan berakhir
dengan tragis.
6) Penipuan (trickery)
Penjahat mencoba menipu dan meyakinkan korbannya untuk mengambil-alih
kedudukan ataupun barang-barang miliknya. Dengan memanfaatkan informasi yang
sudah diperolehnya, penjahat menipu korban ataupun pahlawan dengan berbagai
cara.
7) Komplesitas (complicity)
Korban benar-benar tertipu dan tanpa disadarinya dia menolong musuhnya.
Korban ataupun pahlawan memberikan sesuatu kepada penjahat, misalnya peta atau
senjata magis yang digunakan secara aktif untuk melawan orang-orang baik.

Lingkaran Kedua: Isi Cerita


Pokok cerita dimulai pada fase cerita ini dan diteruskan dengan keberangkatan
sang pahlawan.
8) a) Kejahatan (villainy)
Penjahat merugikan atau melukai salah saorang anggota keluarga, misalnya
dengan menculik, mencuri kekuatan magis, merusak hasil panen, membunuh
seseorang, dan lainnya.
b) Kekurangan (lack)
Salah seorang anggota keluarga kehilangan sesuatu atau mengharapkan untuk
memiliki sesuatu. ‘Kekurangan’ dalam hal ini adalah sebuah prinsip psikoanalisis
yang mendalam yang pertama kali kita alami ketika menyadari individualitas kita
terpisah dari dunia.
9) Mediasi (mediation)
Kegagalan atau kehilangan itu justru menjadi pengenal; pahlawan datang
dengan sebuah permintaan atau suruhan. Pahlawan menyadari adanya tindakan keji
atau mengetahui kekurangan yang dimiliki anggota keluarga. Pahlawan mungkin
menemukan keluarga atau komunitasnya yang sedang menderita.
10) Aksi balasan dimulai (beginning counter-action)
Pencari menyetujui atau memutuskan melakukan aksi balasan. Pahlawan
sekarang memutuskan mengambil tindakan untuk mengatasi kekurangan, misalnya
dengan menemukan barang magis, menyelamatkan oraang-orang yang ditahan atau
mengalahkan penjahat. Inilah saat bagi pahlawan untuk memutuskan sesuatu
tindakan yang akan membuatnya menjadi seorang pahlawan.
11) Kepergian (departure)
Pahlawan pergi meninggalkan rumah.

Lingkaran Ketiga: Rangkaian Donor


Pada lingkaran ketiga, pahlawan mencari cara memecahkan masalah, mendapatan
bantuan berupa hal-hal magis dari Donor. Perhatikan bahwa sesungguhnya melalui
rangkaian, ini kisah dari sebuah cerita sudah utuh dan dapat diselesaikan, tamat.
12) Fungsi pertama bantuan (first function of the donor)
Pahlawan diuji, diinterogasi, diserang, dan sebagainya, yang merupakan
persiapan baginya menerima pelaku atau penolong magis (donor).
13) Reaksi pahlawan (hero’s reaction)
Pahlawan bereaksi terhadap tindakan penolong masa depan berhasil atau gagal
tes, membebaskan tahanan, menyatukan yang bertikai, melayani, menggunakan
kekuatan musuh untuk mengalahkannya.
14) Resep benda magis (receipt of a magical agent)
Pahlawan meneliti cara penggunaan benda magis.
15) Bimbingan (guidance)
Pahlawan dibawa, dipesan, atau dibimbing ke sebuah tempat dari suatu objek
pencaharian. Perubahan spesial antara kedua kerajaan.
16) Pertempuran (struggle)
Pahlawan dan penjahat terlibat dalam pertempuran lagsung.
17) Pengenalan (branding)
Pahlawan dikenali, misalnya terluka, menerima cincin atau selendang.
18) Kemenangan (victory)
Penjahat dikalahkan, misalnya terbunuh dalam pertempuran, dikalahkan dalam
sebuah sayembara, dibunuh ketika sedang tidur atau dibuang.
19) Kegagalan pertama (liquidation)
Kemalangan dihadapi, kawanan lepas, orang yang sudah dibunuh hidup
kembali.

Lingkaran Keempat: Kembalinya Sang Pahlawan


Pada tahap final dari rangkaian perceritaan, pahlawan pulang ke rumah, berharap
tidak ada insiden lagi, dan pahlawan disambut baik. Meskipun demikian, hal semacam
ini tidak harus terjadi demikian.
20) Kepulangan (return)
Pahlawan kembali ke rumah.
21) Pencaharian (pursuit)
Pahlawan dicari (orang yang mencarinya ingin membunuh, memakan ataupun
memperlemah posisi pahlawan).
22) Penyelamatan (rescue)
Pahlawan diselamatkan dari pencaharian (mukjizat menghalangi orang yang mencari,
pahlawan bersembunyi atau disembunyikan, pahlawan menyamar, pahlawan
diselamatkan).
23) Kedatangan orang tak dikenal (unrecognized arrival)
Pahlawan yang belum dikenali, tiba di rumah atau sampai di negeri lain.
24) Klaim palsu (unfounded claims)
Pahlawan palsu yang memberikan pernyataan yang tak berdasar/palsu.
25) Tugas yang sukar (difficult task)
Tugas yang diberikan kepada pahlawan (cobaan berat, teka-teki, uji kemampuan,
sayembara, dan lain-lain).
26) Penyelesaian (solution)
Tugas itu dapat diselesaikan dengan baik.
27) Pengenalan (recognition)
Pahlawan dikenali (dengan tanda pengenal yang diberikan kepadanya).
28) Pembuangan (exposure)
Pahlawan palsu atau penjahat dibuang.
29) Perubahan penampilan (transfiguration)
Pahlawan mendapatkan penampilan baru menjadi semakin ganteng, diberi pakaian
baru, dan lain-lain.
30) Penghukuman (punishment)
Penjahat dihukum.
31) Pernikahan (wedding)
Pahlawan menikah dan menerima mahkota sebagai imbalan yang pantas diterimanya.

Menurut Propp (1975: 79-80) pelaku atau dramatis personae dalam 100 cerita
rakyat yang dianalisisnya pada umumnya dapat dikelompokkan menjadi tujuh jenis,
yakni sebagai berikut.
1. The villain, penjahat yang bertarung melawan pahlawan.
2. The donor, donor/pemberi mempersiapkan pahlawan atau memberi pahlawan barang-
barang magis tertentu.
3. The magical helper, pembanu magis yang berusaha menolong pahlawan ketika dia
menghadapi kesulitan.
4. The princess and her father, putri raja dan ayahnya yang memberikan tugas kepada
pahlawan, mengenali pahlawan palsu, nemikah dengan pahlawan. Menurut Propp,
secara fungsional, peran putri raja dan ayahnya tidak dapat dibedakan dengan jelas.
5. The dispatcher, pengutus yaitu tokoh yang mengetahui adanya kekurangan dan
menghalangi pahlawan sejati.
6. The hero or victim/seeker hero, pahlawan sejati yang memberikan reaksi terhadap
donor dan menikahi putri raja.
7. The false hero, pahlawan palsu yang mengambil keuntungan dari tindakan-tindakan
pahlawan sejati dan mencoba menikahi putri raja.

DAFTAR PUSTAKA

Yapi Taum, Yoseph. 2011. Studi Sastra Lisan. Yogyakarta: LAMALERA.

Anda mungkin juga menyukai