Anda di halaman 1dari 5

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK


____________________________________________________________________________________________
2 Mei 2016

SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK


NOMOR S - 411/PJ.02/2016

TENTANG

PENEGASAN PENERBITAN SURAT TAGIHAN PAJAK (STP)

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi, hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan
pertanyaan dari beberapa Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdapat permasalahan yang berkaitan dengan
penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) sebagai berikut:
1. Daluwarsa penerbitan STP.

2. Penerbitan STP terhadap data pembayaran atau penyetoran pajak yang belum dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan (SPT).

Berkenaan dengan hal-hal sebagaimana tersebut di atas, dalam rangka untuk memberikan kepastian hukum
dan penerapan asas-asa umum pemerintahan yang baik maka perlu diberikan penegasan sebagai berikut:

I. Daluwarsa penerbitan STP

A. Dasar Hukum dan Pertimbangan Hukum yang Terkait dengan Permasalahan


1. Pasal 23A Undang-Undang dasar 1945 dan Perubahannya, diatur bahwa Pajak dan
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-
undang.

2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut Undang-Undang KUP)
a. Pasal 13 ayat (1) dan ayat (4)
Ayat (1)
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.

Ayat (4)
Besarnya pajak yang terutang yang diberitahukan oleh Wajib Pajak dalam
Surat Pemberitahuan menjadi pasti sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan apabila dalam Jangka waktu 5 (lima) tahun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak tidak
diterbitkan surat ketetapan pajak.

b. Pasal 2
Ayat (1)
Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan
biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun
terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta
Putusan Peninjauan Kembali.

Ayat (2)
Daluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh
apabila:
a. diterbitkan Surat Paksa;
b. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun
tidak langsung;
c. diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5), atau Surat Ketetapan Pajak Kurang

TaxBase 6.0 - Pajak 1


Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4); atau
d. dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

c. Pasal 14 ayat (2)


Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai
kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak.

3. Undang-Undang nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
nomor 16 Tahun 2000 (selanjutnya disebut Undang-Undang KUP Tahun 2000)
a. Pasal 13
Ayat (1)
Dalam jangka waktu sepuluh tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau
berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam
hal-hal sebagai berikut

Ayat (4)
Besarnya pajak yang terutang yang diberitahukan oleh Wajib Pajak dalam
Surat Pemberitahuan menjadi pasti menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku, apabila dalam jangka waktu sepuluh tahun
sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun
Pajak atau Tahun Pajak, tidak diterbitkan surat ketetapan pajak.

b. Pasal 22
Ayat (1)
Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan
biaya penagihan, daluwarsa setelah lampau waktu sepuluh tahun terhitung
sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun
Pajak atau Tahun Pajak yang bersangkutan.

Ayat (2)
Daluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh
apabila:
a. diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa;
b. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun
tidak langsung;
c. diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4).

4. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan


a. Pasal 1 angka 17
Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik yang selanjutnya disingkat AUPB
adalah prinsip yang digunakan sebagai acuan penggunaan Wewenang bagi
Pejabat Pemerintahan dalam mengeluarkan Keputusan dan/atau Tindakan
dalam penyelenggaraan pemerintahan.

b. Pasal 5
Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan berdasarkan:
a. asas legalitas;
b. asas pelindungan terhadap hak asasi manusia; dan
c. AUPB.

c. Pasal 7 ayat (1)


Pejabat Pemerintahan berkewajiban untuk menyelenggarakan Administrasi
Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
kebijakan pemerintahan, dan AUPB.

d. Pasal 10 ayat (1)


AUPB yang dimaksud dalam Undang-Undang ini meliputi asas:
a. kepastian hukum;
b. kemanfaatan;
c. ketidakberpihakan;
d. kecermatan;
e. tidak menyalahgunakan kewenangan;

TaxBase 6.0 - Pajak 2


f. keterbukaan;
g. kepentingan umum; dan
h. pelayanan yang baik.

5. Pasal 24 ayat (3) Peraturan Pemerintah nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Hak Dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan

Surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan/atau ayat (2) diterbitkan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat
terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun
Pajak, kecuali terhadap Wajib Pajak dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat mengakibatkan kerugian pada
pendapatan negara berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.

6. Bahwa untuk memberikan dan menjamin kepastian hukum kepada masyarakat terdapat
asas hukum Litis Finiri Oportet yang pada intinya menyatakan bahwa setiap perkara
harus ada akhirnya.

7. Bahwa dalam hukum dikenal secara umum asas yang menyatakan bahwa apabila
gugur perkara pokok, maka gugur pula perkara assessor-nya (perkara yang
menumpanginya). Dalam hukum Pajak, pokok pajak telah hapus, seharusnya atas
sanksi administrasi yang mengikuti juga hapus pula.

B. Penegasan terkait Permasalahan

Berdasarkan permasalahan, dasar hukum dan pertimbangan hukum yang diuraikan di atas,
kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Daluwarsa penetapan pajak dimaknai sebagai daluwarsa penerbitan surat ketetapan
pajak dan Surat Tagihan Pajak, yang berlaku:
a. dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, untuk Tahun
Pajak 2007 dan sebelumnya; atau
b. dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, untuk Tahun
Pajak 2008 dan sesudahnya.

2. Oleh karena itu, batas waktu penerbitan STP ditentukan sebagai berikut:
a. Untuk Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya, STP Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan
Pasal 14 Undang-Undang KUP diterbitkan paling lama dalam jangka waktu
10 (sepuluh tahun) setelah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa
Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.
b. Untuk Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya, STP Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan
Pasal 14 Undang-Undang KUP diterbitkan paling lama dalam jangka waktu
5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak,
Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.

3. Pada dasarnya STP Pasal 19 Undang-Undang KUP diterbitkan atas sanksi administrasi
terkait dengan upaya penagihan pajak dalam surat ketetapan pajak, keputusan atau
putusan yang menjadi dasar penagihan pajak. Penerbitan STP Pasal 19 Undang-Undang
KUP mengikuti daluwarsa penagihan pajak atas surat ketetapan Pajak, keputusan atau
putusan. Oleh karena itu, batas waktu penerbitan STP Pasal 19 Undang-Undang KUP
ditentukan sebagai berikut:
a. Untuk Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya, STP Pasal 19 Undang-Undang KUP
diterbitkan paling lama dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah saat
terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau
Tahun Pajak, kecuali ada kondisi yang menyebabkan tertangguh.
b. Untuk Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya, STP Pasal 19 Undang-Undang KUP
diterbitkan paling lama dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, kecuali ada kondisi yang
menyebabkan tertangguh.

4. Untuk menghindari hilangnya hak menetapkan dan hak menagih negara karena
daluwarsa penetapan pajak maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak diharapkan agar:

TaxBase 6.0 - Pajak 3


a. melakukan pengawasan pembayaran atau penyetoran, dan pelaporan SPT
Masa dan SPT Tahunan;
b. melakukan identifikasi dan inventarisasi Wajib Pajak yang melakukan
pembayaran atau penyetoran, dan pelaporan SPT tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan perpajakan;
c. menerbitkan STP sebelum daluwarsa penetapan pajak dan daluwarsa penagihan
pajak berakhir, dalam hal terdapat pembayaran atau penyetoran, dan
pelaporan SPT tidak sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan.

II. Penerbitan STP terhadap data pembayaran atau penyetoran pajak yang belum dilaporkan dalam SPT

A. Dasar dan Pertimbangan Hukum yang Terkait dengan Permasalahan

Undang-Undang nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 16 Tahun 2009
(selanjutnya disebut Undang-Undang KUP)
1. Pasal 8 ayat (1), ayat (2), dan ayat (2a)
Ayat (1)
Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang
telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur
Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.

Ayat (2)
Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan yang
mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang
kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir sampai
dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

Ayat (2a)
Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Masa yang
mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang
dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran,
dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

2. Pasal 9 ayat (1), ayat (2), ayat (2a) dan ayat (2b)
Ayat (1)
Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak
yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak, paling
lama 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak.

Ayat (2)
Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan harus dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan Pajak
Penghasilan disampaikan.

Ayat (2a)
Pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang
dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung
dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian
dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

Ayat (2b)
Atas pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang
dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan,
dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang
dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh
1 (satu) bulan.

B. Penegasan terkait Permasalahan

Berdasarkan permasalahan, dasar hukum, dan pertimbangan hukum yang diuraikan di atas,

TaxBase 6.0 - Pajak 4


kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. STP Pasal 8 ayat (2) dan ayat (2a)
a. Ketentuan pengenaan sanksi sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 8
ayat (2) dan ayat (2a) seharusnya dibaca dan ditafsirkan sebagai satu kesatuan
dengan ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang KUP. Pembayaran
atau penyetoran pajak seharusnya dilakukan karena adanya kekurangan pajak
yang terutang sebagaimana dilaporkan dalam SPT Masa atau SPT Tahunan
yang dibetulkan.
b. Pengenaan sanksi administrasi Pasal 8 ayat (2) dan ayat (2a) Undang-Undang
KUP harus berdasarkan data dalam pelaporan SPT dan data dalam pembayaran
atau penyetoran pada sistem administrasi perpajakan.

2. STP Pasal 9 ayat (2a) dan ayat (2b)


a. Ketentuan pengenaan sanksi sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 9
ayat (2a) dan ayat (2b) seharusnya dibaca dan ditafsirkan sebagai satu
kesatuan dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) Undang-
Undang KUP. Pembayaran atau penyetoran pajak seharusnya dilakukan karena
adanya kekurangan pajak yang terutang sebagaimana dilaporkan dalam
SPT Masa atau SPT Tahunan.
b. Pengenaan sanksi administrasi Pasal 9 ayat (2a) dan ayat (2b) Undang-Undang
KUP harus berdasarkan data dalam pelaporan SPT dan data dalam pembayaran
atau penyetoran pada sistem administrasi perpajakan.

3. Dalam hal terdapat data bahwa Wajib Pajak telah melakukan pembayaran atau
penyetoran pada sistem administrasi perpajakan tetapi belum melakukan pelaporan
SPT, perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. KPP menerbitkan dan menyampaikan Surat Teguran agar Wajib Pajak
menyampaikan SPT sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (5a) Undang-Undang
KUP berdasarkan peraturan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku.
b. Apabila Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT setelah diterbitkan Surat Teguran
maka Kepala KPP berwenang dan harus segera:
1) melakukan permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan;
2) mengusulkan dan/atau melakukan pemeriksaan; atau
3) mengusulkan pemeriksaan bukti permulaan,
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Demikian disampaikan untuk dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

A.n. DIREKTUR JENDERAL


DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN I

ttd

IRAWAN

TaxBase 6.0 - Pajak 5

Anda mungkin juga menyukai