Oleh :
222020021
SALATIGA
2023
BAB I
PENDAHULUAN
Perekonomian Indonesia saat ini mulai membaik setelah pemulihan masa pandemic
covid-19. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan
ekonomj pada tahun 2022 yaitu sebesar 5,31% (yoy) secara keseluruhan meningkat jauh dari
capaian tahun sebelumnya yaitu sebesar 3,70% (yoy). Pada tahun 2023 pertumbuhan
ekonomi diperkirakan terus meningkat, hal ini tentu saja didukung oleh beberapa faktor
pendukung agar perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan yang terus meningkat.
Salah satu faktor pendukung dalam pemulihan dan pembangunan ekonomi Indonesia adalah
investasi.
Investasi memiliki peran penting dalam pemulihan ekonomi Indonesia serta menjadi
indikator yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi dan pembangunan
ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan investasi merupakan komponen dari pendapatan
nasional atau produk domestic bruto (PDB) sehingga investasi memiliki hubungan yang
positif dengan PDB jika investasi di Indonesia meningkat maka pendapatan nasional atau
PDB Indonesia juga akan meningkat .
Jenis investasi yang saat ini digemari adalah investasi yang diperjualbelikan melalui
pasar modal ( P. U., Bunga, T. S.,2017). Pasar modal dapat diartikan sebagai pasar untuk
berbagai instrumen keuangan atau sekuritas jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik
dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan pemerintah, public
authorities, maupun perusahaan swasta (Yulianti et al., 2009). Pasar modal memiliki jenis
instrument yang diperjualbelikan yakni bersifat kepemilikan dan bersifat utang. Instrumen
pasar modal yang bersifat kepemilikan ditawarkan dalam bentuk saham sedangkan yang
bersifat utang disebut dengan obligasi. Tentu terdapat perbedaan antara saham dan obligasi
salah satu nya tentang resiko yang didapat oleh investor, resiko saham memiliki tingkat
resiko yang tinggi karena bergantung pada sentimen pasar dibandingkan obligasi yang
memiliki resiko lebih rendah . Hal ini mendorong investor lebih memilih obligasi yang
memiliki resiko leboh rendah dibandingkan saham.
Obligasi merupakan hutang dalam jangka Panjang yang memiliki jatuh tempo dengan bunga
yang telah ditetapkan (richard oliver ( dalam Zeithml., 2021). Salah satu jenis obligasi yang
diperjualbelikan oleh pemerintah adalah Obligasi ritel Indonesia (ORI) .ORI merupakan
obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah Indonesia yang dapat diperjualbelikan kepada
masyarakat/perusahaan di Indonesia melalui bank atau perusahaan efek yang ditunjuk oleh
kementrian keuangan (Agus Marimin et al ., 2016) tujuan pemerintah menerbitkan ORI
adalah untuk membiayai defisit APBN namun dengan nominal yang kecil agar dapat dibeli
secara ritel oleh masyarakat .selain dapat membiayai defisit APBN, obligasi ritel Indonesia
merupakan instrumen investasi yang memberikan return tinggi dengan memberikan tingkat
kupon yang cukup tinggi dengan risk yang lebih rendah dibandingkan dengan instrumen
investasi lainnya, namun disamping itu sebelum memutuskan berinvestasi ORI, investor perlu
mempertimbangkan imbal hasil (return) apabila obligasi dipegang sampai akhir masa jatuh
tempo yang disebut dengan Yield. Yield adalah keuntungan atas investasi obligasi yang
dinyatakan dalam persentase (Samsul, 2006). Sedangkan Yield to maturity (YTM) adalah
tingkat pengembalian yang diantisipasi dari suatu obligasi apabila dimiliki hingga jatuh
tempo (Kamus Bisnis).
Dengan pengertian dari yield time maturity (YTM) tentu return yang akan didapatkan
oleh investor masih dalam perkiraan, dalam hal ini yield yang akan diterima belum tentu
sebesar tingkat kupon yang diharapkan sampai masa jatuh tempo. Hal ini dikarenakan
besaran yield bersifat tidak tetap karena mengikuti kondisi ekonomi makro dan sentiment
pasar. Kondisi makro ekonomi merupakan faktor-faktor eksternal dapat mempengaruhi hasil
Yield time maturity (YTM) karena Faktor-faktor eksternal merupakan ancaman atau
gangguan sekaligus opportunity dalam transaksi trading obligasi.Oleh karena itu faktor
eksternal dapat menjadi masalah bagi investor (Andri lambas, 2014) .Dalam penelitian ini
faktor-faktor eksternal tersebut menggunakan variable inflasi, Tingkat suku bunga,dan nilai
kurs valas,Sehingga dalam penelitian ini fokus untuk meneliti faktor-faktor eksternal yang
dapat mempengaruhi Yield time maturity (YTM) obligasi ritel Indonesia .
Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan diatas, maka pada penelitian ini
berfokus pada faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi Yield time maturity (YTM) obligasi
ritel Indonesia faktor-faktor diantaranya adalah inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai tukar
rupiah
Yield To Maturity (YTM) dapat diartikan sebagai tingkat return yang akan diterima
oleh investor jika membeli obligasi pada saat harga pasar saat ini dan menahan obligasi
tersebut sampai jatuh tempo. Yield to maturity (YTM) merupakan tingkat pengembalian yang
akan diperoleh investor pada obligasi jika disimpan hingga jatuh tempo. Variabel Yield
tomaturity diberi simbol YTM (Rahardjo, 2003). YTM merupakan ukuran yield yang banyak
digunakan karena yield tersebut mencerminkan return dengan tingkat bunga majemuk
(compounded rate of return) yang diharapkan oleh investor, jika 2 asumsi yang disyaratkan
bisa terpenuhi maka yield to maturity yang diharapkan akan sama dengan realized yield.
Asumsi pertama adalah bahwa investor akan mempertahankan obligasi tersebut sampai
dengan waktu jatuh tempo. Nilai yang didapat jika asumsi pertama dipenuhi sering disebut
dengan yield to maturity (YTM). Asumsi kedua adalah investor menginvestasikan kembali
pendapatan yang diperoleh dari obligasi pada tingkat YTM yang dihasilkan (Tandelilin,
2007). Dalam memperoleh hasil yield to maturity (YTM) dirumuskan sebagai berikut :
p p− p
Ci +
n
YTM =
pp+ p
2
Dimana:
2.13. Inflasi
Inflasi merupakan kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan
terus menerus (Widajati, 2009) . Menurut Mankiw et al. (2008: 15) inflasi adalah kenaikan
tingkat harga secara keseluruhan. Bagi investor yang lebih menyukai pendapatan tetap,
investor perlu mempertimbangkan resiko yang berkaitan dengan tingkat inflasi. Karena
adanya kenaikan tingkat inflasi akan menyebabkan nilai rill pendapatan bunga yang diperoleh
investor akan mengalami penurunan.Namun jika investor mengestimasikan kenaikan inflasi
maka investor dapat meminta kompensasi yang lebih besar karena penurunan nilai rill
pendapatan .Sehingga pada kondisi inflasi naik maka harga obligasi turun tetapi yield akan
meningkat (Listiawati & Paramita, 2018).
Menurut (Mishkin, 2008) suku bunga merupakan biaya pinjaman atau harga yang
dibayarkan untuk dana pinjaman tersebut. Suku bunga juga merupakan persentase dari
pendapatan yang diterima oleh kreditur (orang yang memberikan pinjaman) dari debitur
(orang yang melakukan pinjaman) selama periode tertentu. Suku bunga merupakan harga
yang dibayar kepada peminjam (debitur) kepada pihak yang meminjamkan (kreditur) dalam
jangka waktu yang sudah ditentukan (Desnitasari, 2021) .Nilai sebuah obligasi bergerak
berlawanan arah dengan perubahan suku bunga, jika suku bunga cenderung menurun maka
harga obligasi akan meningkat hal ini akan mendorong investor membeli obligasi sedangkan
ketika suku bunga cenderung meningkat maka harga obligasi akan menurun .
Nilai Tukar mata uang sebagai jumlah dari mata uang suatu negara yang dapat
ditukarkan per unit mata uang negara lain, atau harga suatu mata uang terhadap mata uang
lain (Fabozzi, 2000) . Menurut (Mankiw, 2006) Nilai tukar terbagi atas nilai tukar riil (real
exchange rate) dan nilai tukar nominal (nominal exchange rate). Nilai tukar nominal (nominal
exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara
Secara umum inflasi dibedakan menjadi 3 golongan ringan yaitu sekitar 10% pertahun
,sedang yaitu sekitar 10%-30% pertahun dan berat yaitu sekitar 30%-100%.Inflasi memiliki
dampak positif dan negatif , tergantung tingkat keparahan atau tidaknya inflasi apabila inflasi
berada pada tingkat ringan, memiliki pengaruh positif karena akan meningkatkan pendapatan
nasional yang akan mendorong orang mengadakan investasi , sebaliknya jika inflasi tidak
terkendali maka perekonomian akan lesu begitu pula dengan minat seseorang dalam investasi
akan menurun (Sukanto, 2009). Sehingga ketika inflasi berada pada tingkat ringan, sebaiknya
para investor mempertimbangkan agar melakukan investasi.Hasil penelitian dari (Sukanto,
2009),(Azizah & Hidajat, 2016),(Maulida et al., 2020),(Widajati, 2009),(Andri Lambas
Lumbantobing, 2014) mengemukan bahwa tingkat inflasi tidak memiliki pengaruh signifikan
terhadap yield to maturity obligasi Ritel Indonesia dan harga obligasi pemerintah . namun
pada penelitian yang dilakukan oleh (Nitasari et al., 2017) terdapat pengaruh inflasi terhadap
obligasi ritel indonesia . Berdasarkan fenomena diatas maka hipotesis yang akan digunakan
adalah sebagai berikut :
meningkatkan yield obligasi.. Berdasarkan fenomena diatas maka hipotesis yang akan
digunakan adalah sebagai berikut :
2.2.3. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Terhadap yield to maturity Obligasi Ritel Indonesia
Pernyataan yang dinyatakan oleh (Husnan, 2003)Nilai tukar rupiah terhadap mata
uang asing yang sangat berpengaruh terhadap perusahaan yang ingin melakukan investasi,
apabila pasar valuta asing lebih menarik daripada pasar modal maka investor akan beralih ke
valuta asing, sehingga nilai tukar akan berpengaruh pada obligasi di pasar modal.Penelitian
mengenai pengaruh nilai tukar terhadap obligasi yang diteliti oleh (Maulida et al., 2020),
(Andri Lambas Lumbantobing, 2014b),(Azizah Rasudu, 2021),(Sukanto, 2009),(Nitasari et
al., 2017),(Azizah & Hidajat, 2016) mengemukan nilai tukar berpengaruh negatif signifikan
terhadap harga obligasi Pemerintah . Artinya ketika kurs Rupiah terhadap Dollar mengalami
kenaikan, maka akan diikuti penurunan harga obligasi. Berdasarkan fenomena diatas maka
hipotesis yang akan digunakan adalah sebagai berikut :
Berdasarkan uraian hipotesis yang sudah dijelaskan di atas, maka model penelitian ini
adalah sebagai berikut :
Inflasi H1
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kuantitaif dengan Jenis data yang dipakai
dalam analisis adalah data sekunder berupa data runtun waktu (time series), periode data
diambil dari bulan oktober 2019 sampai bulan oktober 2022.Sumber Data bersumber pada
publikasi situs resmi dari Bank Indonesia (BI), Badan Pusat Statistik (BPS) indonesian Stock
Exchange (IDX) data pendukung lainnya dari buku,jurnal dan penelitian terdahulu
Penelitian ini memiliki 4 variable yang terdiri dari 1 variable dependent dan 3 variable
independent. Berikut merupakan variable-variable tersebut :
Sampel yang digunakan dipilih dengan metode purposive sampling yang memenuhi
kriteria penghitungan hasil yield to maturity (YTM) yang dipengaruhi kupon dan jangka
waktu yang sama maka sampel yang digunakan adalah ORI 016 yang memiliki jangka waktu
3 tahun yakni pada tahun 2019-2022 dan merupakan data paling baru yang telah jatuh tempo.
Adapun sampel yang diambil dari ORI 016 berjumlah 36 sampel yang akan digunakan dalam
penelitian ini
Penelitian ini menggunakan metode analisis data regresi linier berganda dimana nilai
variable dependen (Y) dapat dipengaruhi oleh beberapa variable independent (X 1, X2,
X3...,Xn). Tujuan dari uji regresi linier berganda untuk mengetahui bagaiamana arah
hubungan antara varable terikat dengan variable-variable bebasnya .
Keterangan :
Y = Yield to maturity (YTM)
α = Intersep persamaan regresi
β1, β2, β3 = Koefisien regresi
X1 = Inflasi
X2 = tingkat suku bunga
X3 = nilai tukar terhadap USD
ε = Error
1. Uji normalitas
Uji normalitas menguji apakah nilai residual yang telah distandarisasi pada model regresi
berdistribusi normal atau tidak . Cara uji normalitas adalah dengan metode uji One Sample
Kolmogorov Smirnov. Kriteria pengujiannya, Jika nilai Signifikansi (Asym Sig 2 tailed) >
0,05, maka data berdistribusi normal Jika nilai Signifikansi (Asym Sig 2 tailed < 0,05, maka
data tidak berdistribusi normal (MARDIATMOKO, 2020)
2. Uji Multikolineritas
Uji multikolinearitas merupakan keadaan dimana hubungan linear yang mendekati
variabke independent dalam model regresi (MARDIATMOKO, 2020) Jika ditemukan ada
hubungan korelasi yang tinggi antar variabel bebas maka dapat dinyatakan adanya gejala
multikorlinear pada penelitian ini. Gejala adanya multikolineritas dengan melihat nilai
Variance Inflation Factor (VIF) dan Tolerance nya. Jika nilai VIF < 10 dan Tolerance > 0,1
maka dinyatakan tidak terjadi multikolinearitas
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik.
Heteroskedastisitas yaitu adanya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua
pengamatan pada model regresi. Jika nilai signifikansi antara variabel independen dengan
absolut residual > 0,05 maka tidak terjadi heteroskedastisitas
4. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi merupakan uji yang bertujuan untuk menguji apakah model regresi linier
terdapat korelasi antarkesalahan penganggu (residual) pada periode saat ini dengan periode
sebelumnya (Hamid, 2020).uji ini menggunakan uji LM (metode Bruesch Godfrey). Metode
ini didasarkan pada nilai F dan Obs*R-Squared, dimana apabila nilai probabilitas dari
Obs*R-Squared melebihi tingkat kepercayaan, maka H0 diterima. Artinya tidak ada masalah
autokorelasi
6. Uji T
untuk mengetahui apakah model regresi variabel independen secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen. Dalam pengambilan keputusan pada uji T terdapat Kriteria
pengambilan keputusan jika Ho diterima bila Signifikansi > 0,05 (tidak berpengaruh), jika Ho ditolak
bila Signifikansi < 0,05 maka hasilnya akan berpengaruh.(MARDIATMOKO, 2020)
7. Uji F
Penggunaan Uji-F bertujuan mengetahui apakah variabel-variabel independent (X1 dan
X2 ) secara signifikan bersama-sama berpengaruh terhadap variable dependen (Y) .Dalam
uji F Jika Fhitung < Ftabel atau P value (nilai signifikansi) > 0,05 maka H0 diterima (Ha
ditolak) ,Jika Fhitung > Ftabel atau P value (nilai signifikansi) < 0,05 maka Ha diterima (H0
ditolak) (I made yulira, 2016)
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, F., & Hidajat, I. (2016). PENGARUH INFLASI , INTEREST RATE ( SBI ), JATUH
TEMPO DAN NILAI. 5, 1–15.
Azizah Rasudu, N. (2021). Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Kurs, Coupon Rate, dan Likuiditas
Obligasi terhadap Harga Obligasi Pemerintah (Surat Utang Negara) Periode 2014-2016.
Jurnal Ilmu Manajemen Sosial Humaniora (JIMSH), 2(2), 115–131.
https://doi.org/10.51454/jimsh.v2i2.35
Hamid, rahmad solling. (2020). panduan praktis ekonometrika konsep dasar dan penerapan
eviews 10 (edisi pert). CV.AA.RIZKY.
Husnan, S. (2003). Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas (ketiga). Unit
Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.
Ibrahim, H. (2008). Obligasi Korporasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2004-2006.
5.
Listiawati, L. N., & Paramita, V. S. (2018). Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Inflasi, Debt To
Equity Ratio, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Yield Obligasi Pada Perusahaan Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010 - 2016. Jurnal Manajemen, 15(1), 18–
32. https://doi.org/10.25170/jm.v15i1.97
MARDIATMOKO, G.-. (2020). Pentingnya Uji Asumsi Klasik Pada Analisis Regresi Linier
Berganda. BAREKENG: Jurnal Ilmu Matematika Dan Terapan, 14(3), 333–342.
https://doi.org/10.30598/barekengvol14iss3pp333-342
Maulida, R., Juhandi, N., & Yusuf, B. P. (2020). Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Dan Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) terhadap Kupon Obligasi Negara Ritel (ORI). Jurnal
Manajemen Bisnis Dan Publik, 1(1), 48–54. https://doi.org/10.22236/jmbp.v1i1.5697
Mishkin, F. S. (2008). Ekonomi uang, perbankan, dan pasar keuangan (Ed. ke-8). Jakarta:
Salemba Empat. http://kin.perpusnas.go.id/DisplayData.aspx?
pId=37923&pRegionCode=JIUNMAL&pClientId=111
Nitasari, D., Waskita, J., & Jalil, M. (2017). INFLASI TERHADAP HARGA OBLIGASI
PEMERINTAH YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2011-
2017. 1–20.
Obligasi, P. U., Bunga, T. S., & Suarjaya, A. A. G. (2017). Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Udayana , Bali , Indonesia ABSTRAK Krisis moneter pada pertengahan
tahun 1997 di Indonesia telah mengakibatkan perekonomian mengalami krisis yang
berkepanjangan . Salah satu penyebab krisis moneter pada tahun 1997 m. 6(11), 6187–
6215.
Ritel, S., & Periode, I. (2016). perbandingan sukuk dan ori_Marimin et al. 02(20), 43–52.
Surya, B. A., Nasher, T. G., Magister, M., & Bisnis, A. (2011). Analisis Pengaruh Tingkat
Suku Bunga SBI , Exchange Rate , Ukuran Perusahaan , Debt To Equity Ratio dan Bond
terhadap Yield Obligasi Korporasi di Indonesia. 10(2).
Tandelilin, E. (2007). Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio (edisi kedu). BPFE.
Usman, M., & et all. (1990). ABC PASAR MODAL INDONESIA (ayiek ds (ed.)). LIPPI/IBI.
Widajati, A. (2009). Inflasi Dan Tingkat Bunga Terhadap Harga Obligasi Negara Ritel Yang
Diterbitkan Pemerintah. Jurnal Keuangan Dan Perbankan, Vol. 13, No.1 Januari 2009,
Hal. 97 – 105 Terakreditasi SK. No. 167/DIKTI/Kep/2007, 13(1), 97–105.
Wuri, J. (2007). Obligasi Ritel Indonesia (ORI): Salah Satu Alternatif Pilihan Investasi.
Universitas Sanata Dharma, Vol. 10 No, 121–128.
Yulianti, Djazuli, A., & Kiptyah, S. M. (2009). Analisis variabel-variabel fundamental yang
berpengaruh terhadap price earning ratio sebagai dasar penilaian saham. Jurnal Aplikasi
Manajemen (JAM), 12(4), 362–372.
https://jurnaljam.ub.ac.id/index.php/jam/article/view/680%0Ahttps://jurnaljam.ub.ac.id/
index.php/jam/article/viewFile/680/663