I. LATAR BELAKANG
Indonesia termasuk sebagai salah satu negara di Asia Tenggara yang paling terdampak
COVID-19. Kehadirannya berpengaruh terhadap semua aspek kehidupan, termasuk bidang
kesehatan. Berbagai upaya pencegahan dan pengendalian telah dilakukan untuk memutus mata
rantai penyebaran COVID-19. Namun implikasi dari pandemi diketahui sangat luas dan
berdampak terhadap layanan esensial dan program pencegahan seperti imunisasi dan PHBS
(Perilaku Hidup Bersih dan Sehat), yang menjadi bagian dari upaya pencegahan stunting.
Ditambah lagi proses pengendalian masalah kesehatan pada saat pendemi COVID-19 mengalami
proses pasang surut akibat tantangan fenomena “infodemik.” WHO menyatakan bahwa infodemik
adalah lonjakan informasi salah yang disengaja disebarkan untuk merusak respon kesehatan
masyarakat yang mengarah pada kepatuhan yang buruk terhadap langkah-langkah kesehatan
masyarakat.
Infodemik merujuk adanya hoaks (berita bohong dan menyesatkan) yang penyebarannya
masif dan sangat cepat. Menurut data yang di release Kemenkominfo, sepanjang 4 Oktober 2020
hingga 18 Juli 2021, telah ditemukan 252 isu hoaks vaksin COVID-19 pada 1.850 postingan media
sosial, dimana seluruhnya telah ditangani atau di-take down. Selain itu, hasil survei yang dilakukan
UNICEF-Nielsen pada 2022 menunjukkan, sebanyak 38% masyarakat di enam kota besar
Indonesia tidak dapat membedakan mana informasi yang benar dan mana yang salah (hoaks).
Hoaks tidak hanya bisa tersebar melalui media sosial, namun hoaks juga bisa menyebar dari
mulut ke mulut di lingkungan keluarga, tetangga dan orang-orang terdekat. Informasi yang salah
atau tidak akurat dapat menyebabkan kerugian bagi masyarakat, terutama dalam bidang
kesehatan.
Tantangan ini menjadikan program Risk Communication and Community Engagement (RCCE)
yang dilaksanakan oleh PLATO bersama UNICEF, sebagai salah satu bagian pilar penting yang
mengusung strategi pencegahan melalui komunikasi antarpribadi (KAP) untuk mempromosikan
perilaku pencegahan, membangun kepercayaan dan keyakinan masyarakat dalam mengakses
layanan pencegahan yang bersifat esensial. Dalam hal ini Program RCEE akan difokuskan pada
manajemen infodemik dan literasi digital kesehatan untuk merespon isu imunisasi dan PHBS
yang merupakan bagian dari upaya pencegahan stunting.
Setiap pihak yang memiliki peran strategis di masyarakat perlu diperankan sebagai
komunikator untuk mengatasi infodemik, yang diketahui sebagai tsunami informasi (ada yang
akurat dan tidak). Penyebarannya tidak dapat dihilangkan namun dapat dikelola dengan
memperkuat literasi digital kesehatan kepada masyarakat melalui pendekatan KAP. Kegiatan
tersebut juga termasuk dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat yang tercantum dalam
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 8 Tahun 2019 pasal 4, dimana untuk menyelenggarakan
kegiatan tersebut harus mengutamakan unsur preventif dan promotif dengan melibatkan peran
aktif seluruh pemangku kepentingan terkait. Dengan demikian Yayasan PLATO bersama UNICEF
akan menyelenggarakan kegiatan “Pelatihan KAP bagi Komunikator” yang merupakan bagian
dari upaya pelibatan masyarakat dan perubahan perilaku hidup sehat
II. TUJUAN
Peserta yang diundang sebanyak 40 orang dari setiap OPD/Ormas yang tertera di bawah ini:
VII. ANGGARAN
Seluruh biaya kegiatan ini dikompensasikan dalam Anggaran Program Document antara
Yayasan PLATO dan UNICEF Nomor IDS/PCA2022274/PD2022452 dan PRC
Amendment/2023/001 Output 1 Act 1.3.
09.00 – 12:.00 Sesi KAP sebagai Pendekatan dalam Edukasi Tangkal Hoaks Fasilitator
di Isu Kesehatan
Seluruh peserta yang hadir dalam kegiatan ini diharapkan sudah mendapatkan vaksin dosis
ketiga (booster), mengunduh aplikasi SatuSehat dan menerapkan protokol kesehatan selama
kegiatan berlangsung.
XI. PENUTUP
Demikian Kerangka Acuan Kegiatan ini dibuat sebagai acuan pelaksanaan kegiatan. Atas
perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.