Anda di halaman 1dari 54

PENATALAKSANAAN & MONITORING

STAF TERPAPAR COVID-19


Ari Siswanto Efendi, S.Kep., Ns
HIPPII Jawa Timur
Nama : Ari Siswanto Efendi
Alamat : Ds. Suruh RT 10 RW 02
Curiculum Vitae .................... Pekerjaan
Sukodono
: IPCN RSUD Sidoarjo
(2014 – Sekarang)
Organisasi : PPNI & HIPPII Jatim
RIWAYAT DIKLAT (Bid. Diklat)
o Workshop implementasi program PPI di RS sesuai standar Phone : 0815 5316 3181
akreditasi KARS 2012 dan JCI edisi 4(RS Fatmawati – Jakarta, 2014) Email : aritiens77@gmail.com
o Workshop Pengukuran, Analisa dan Validasi Data Indikator untuk
meningkatkan mutu dan keselamatan pasien (Jakarta, 2014)
o Update Infection Control and Septic Shock (Surabaya, 2016)
o Pelatihan PPI Dasar (RS Siloam Surabaya, 2014) o Participant in the 8th International Congress of Asia Pasific Society of
o Pelatihan PPI Tingkat Lanjut (RS Siloam Surabaya, 2014) Infection Control/APSIC, (Bangkok – Thailand, 2017)
o Pelatihan IPCN Lanjut HIPPII (Jakarta, 2017)
o Nasional Workshop & Caracter Building IPCN (Batu, 2015) o Participant in symposium & workshop peripheral line and central care
o Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HIPPII Ke -1 (Surabaya, 2015) INICC Bundle (Jakarta, 2017)
o Workshop Para Pimpinan, Pokja Akreditasi dan Staf Klinis Tentang o Participant in one day national symposium hand hygiene focus : where
are we now (Jakarta, 2017)
PPI dalam standar akreditasi RS tahun 2012, KARS (Jakarta, 2016) o Pelatihan Manajemen Risiko (Sidoarjo, 2017)
o Pelatihan Training of Trainer PPI PPSDM Kemenkes (Surabaya, o Pelatihan Customer Service Dalam Upaya Meningkatkan Komunikasi
2016) Informasi Edukasi dan Handling Complain (Sidoarjo, 2017)
o Participant SHEA – EUCIC – ISC Epidemiology Training, (Yogyakarta, 2017)
o Pelatihan IPCN HIPPII (Surabaya, 2016) o Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HIPPII ke – 3 (Batam, 2017)
o Participant in symposium of wound infection : From Basic to Clinic o Pelatihan Manajemen Risiko (Sidoarjo, 2017)
(Surabaya, 2016) o Workshop SNARS Edisi 1, KARS (Sidoarjo, 2018)
o Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HIPPII Ke -2 (Bandung, 2016) o Pelatihan Surveilans Berbasisi Android (Surbaya, 2018)
o Pelatihan Patient Safety (Sidoarjo, 2019)
o Pelatihan K3RS (Sidoarjo, 2016) o Pelatihan asesor IPCN (Jakarta)
POKOK BAHASAN
• Pendahuluan
• Data & fakta COVID-19
• Tujuan
• Definisi kasus COVID-19
• Identifikasi Risiko pada HCP
• Monitoring staf
• Tatalaksana HCP terpapar COVID-19
• Kriteria Kembali Kerja
• Kesimpulan
PENDAHULUAN
Laporan awal menunjukkan bahwa penularan dari
orang ke orang paling sering terjadi selama kontak
dekat dengan orang yang terinfeksi SARS-CoV-2 (virus
penyebab COVID-19)

Petugas kesehatan tidak hanya memiliki risiko infeksi


yang lebih tinggi tetapi juga dapat memperbesar wabah
di fasilitas kesehatan jika mereka sakit.

Mengidentifikasi dan mengelola petugas kesehatan


yang telah terpapar dengan pasien COVID-19 sangat
penting dalam mencegah penularan dan melindungi staf
dan pasien yang rentan di fasyankes
Undang-Undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
(pasal 165)

“Pengelola tempat kerja wajib melakukan


segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya
pencegahan, peningkatan, pengobatan dan
pemulihan bagi tenaga kerja”
DATA & FAKTA COVID-19  Dunia
DATA & FAKTA COVID-19  Nasional
DATA & FAKTA COVID-19  Jatim
DATA & FAKTA COVID-19  HCP
TUJUAN
Tujuan penilaian risiko petugas kesehatan, pembatasan
kerja, dan pemantauan :

• Memungkinkan identifikasi awal petugas kesehatan yang


berisiko tinggi terpajan pada COVID-19
• Perkuat kebutuhan petugas kesehatan untuk memantau
sendiri demam dan gejala lainnya, dan menghindari
pekerjaan saat sakit
• Batasi penularan dan penyebaran COVID-19 di fasyankes
oleh tenaga kesehatan
DEFINISI KASUS

• Pasien Dalam Pengawasan (PDP)


• Orang Dalam Pemantauan (ODP)
• Orang Tanpa Gejala (OTG)
• Kasus Konfirmasi
Pasien Dalam Pengawasan (PDP)
Orang Tanpa Gejala (OTG)
KONTAK ERAT ?
KONTAK ERAT ?
Kasus Konfirmasi

Pasien yang terinfeksi COVID-19


dengan hasil pemeriksaan tes positif
melalui pemeriksaan PCR.
IDENTIFIKASI RISIKO
pada HCP Paparan
Risiko
Tinggi
Risiko
HCP

Paparan
Risiko
Rendah
HCP  Paparan Risiko Tinggi
• Kontak tertutup (close contact) dengan orang konfirmasi
COVID-19 di komunitas.
• Memberikan perawatan langsung pada pasien
konfirmasi COVID-19 (misal : pemeriksaan fisik,
perawatan, melakukan prosedur aerosol, pengumpulan
spesimen, pemeriksaan radiologi dll) tanpa
menggunakan APD yang tepat atau tidak melakukan
kebersihan tangan setelah interaksi ini.
• Memiliki kontak dengan sekresi infeksius dari pasien
dengan Konfirmasi COVID-19 atau lingkungan perawatan
pasien yang terkontaminasi, tanpa menggunakan APD
yang tepat atau tidak melakukan kebersihan tangan yang
tepat.
HCP  Paparan Risiko Rendah

• Kontak dengan orang dengan COVID-19 yang


belum memenuhi kriteria untuk paparan risiko
tinggi (interaksi singkat dengan pasien COVID-19
di rumah sakit atau di masyarakat
Kategori Risiko Staf Terpapar COVID-19
Monitoring Aktif

• Fasyankes atau otoritas kesehatan masyarakat


menetapkan komunikasi minimum setiap hari
dengan petugas kesehatan yang terpapar untuk
menilai adanya demam atau gejala yang
konsisten dengan COVID-19
• Pemantauan dapat melibatkan pemeriksaan
suhu dan gejala secara langsung atau kontak
jarak jauh (mis., telepon atau komunikasi
berbasis elektronik).
Monitoring Diri Sendiri

• Petugas kesehatan memantau diri mereka


sendiri untuk demam dengan mengukur
suhunya 2 kali sehari dan tetap waspada
terhadap gejala pernapasan dan lainnya yang
mungkin kompatibel dengan COVID-19.
• Petugas kesehatan diberikan rencana siapa yang
harus dihubungi jika mereka mengalami demam
atau bahkan gejala ringan selama periode
pemantauan sendiri untuk menentukan apakah
evaluasi dan pengujian medis diperlukan.
Form Monitoring
Data HCP terpapar COVID-19

Angka Kejadian Staf Konfirmasi COVID-19


Periode Maret - Mei 2020

1,40

1,20
1,14
1,00

0,80

0,60

0,40 0,38

0,20 0,15
0,00
Maret April Mei Staf Konfirmasi
Persen (%) COVID-19
Data HCP terpapar COVID-19

Distribusi Kondisi Staf Konfirmasi COVID-19


Periode Maret - Mei 2020

Distribusi Staf Konfirmasi COVID-19 Periode


4,5 13,6 Maret - Mei 2020
22,7

4,5 0,0
4,5

Dirawat 9,1
59,1
Isolasi Mandiri 9,1 Perawat

Pulang Dokter
72,7 Admintrasi
Persen (%) Kembali Kerja
Ahli Gizi
Persen Farmasi Klinis
(%)
Staf lain
IPC strategies to prevent or limit transmission in health
care settings include the following:

1. ensuring triage, early recognition, and source control


(isolating patients with suspected COVID-19);
2. applying standard precautions for all patients;
3. implementing empiric additional precautions (droplet
and contact and, whenever applicable, airborne
precautions) for suspected cases of COVID-19;
4. implementing administrative controls;
5. using environmental and engineering controls.
Tindakan administratif terkait dengan kesehatan petugas
kesehatan.
o Penyediaan pelatihan yang memadai o Memastikan bahwa petugas kesehatan
untuk petugas kesehatan dan masyarakat memahami pentingnya
o Memastikan rasio pasien-dengan-staf yang segera mencari perawatan medis
memadai o Memantau kepatuhan petugas kesehatan
o Membangun proses pengawasan untuk dengan kewaspadaan standar dan
infeksi saluran pernapasan akut yang menyediakan mekanisme untuk perbaikan
berpotensi disebabkan oleh virus COVID- sesuai kebutuhan.
19 di antara petugas kesehatan
Pengendalian Khusus Bagi Petugas Fasyankes
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengendalian :
o Waktu kerja
 1 shift di bagi menjadi 2 tim, masing-masing tim akan bekerja 3-4 jam di pasien
o Pakaian kerja
 Dalam konteks kewaspadaan selama pandemi COVID-19, para personel harus menggunakan
pakaian kerja yang hanya digunakan selama melakukan tugas dan fungsinya.
o Pelatihan
 Petugas diberikan pelatihan dan edukasi tentang prosedur kerja di ruang isolasi dan PPI (HH, APD,
pembersihan lingkungan dll) sebelum mulai bekerja di ruang isolasi COVID-19
o Kebiasaan
 Hindari penggunaan HP selama bertugas atau bekerja sambil makan/minum. Aktivitas
makan/minum dan menggunakan HP dilakukan setelah berada di area bersih, tidak makan
bersama-sama
Tatalaksana Staf Terpapar COVID-19
Fasyankes dapat memilih strategi manajemen untuk petugas
kesehatan yang terpapar dengan mempertimbangan banyak
faktor, termasuk:
o Epidemiologi COVID-19 di komunitas sekitarnya
o Kemampuan untuk mempertahankan staf guna memberikan perawatan yang
memadai untuk semua pasien
o Ketersediaan staf PPI,K3 atau personel terpilih lainnya untuk melakukan kegiatan
penilaian dan pemantauan risiko petugas kesehatan
o Akses ke sumber daya yang dapat membatasi beban monitoring aktif petugas
kesehatan (mis., Alat elektronik)
Tatalaksana Staf Terpapar COVID-19

 Fasyankes harus memiliki rencana komunikasi yang baik


untuk memberitahu otoritas kesehatan publik yang tepat
dari petugas kesehatan mana pun yang memerlukan
pengujian COVID-19 selama periode pemantauan.

 Staf harus mengetahui prosedur yang ditetapkan untuk


petugas kesehatan yang telah terpapar pada pasien COVID-
19, dan fasilitas harus mengembangkan kebijakan cuti sakit
berbayar dan perpanjangan kontrak yang mendukung
kemampuan staf untuk menghindari pekerjaan saat sakit
Tatalaksana Staf Terpapar COVID-19

 Idealnya, petugas kesehatan yang  Petugas yang hasil tesnya negatif harus
memiliki paparan risiko tinggi harus terus dibatasi dari pekerjaan, dimonitor
dibatasi dari pekerjaan dan tetap secara aktif, dan dapat kembali bekerja
dikarantina dengan pemantauan aktif pada akhir periode pemantauan jika
untuk gejala COVID-19 selama 14 hari gejala hilang.
setelah tanggal paparan terakhir.
 Petugas kesehatan yang tetap tanpa
 Jika suatu saat pekerja mengalami demam gejala selama periode pemantauan juga
atau gejala, mereka harus menjalani dapat kembali bekerja setelah 14 hari.
evaluasi medis dan tes COVID-19, jika
diindikasikan.
Tatalaksana Staf Terpapar COVID-19

 Petugas kesehatan yang memiliki  Jika pekerja dijadwalkan untuk shift, mereka
paparan risiko rendah dan dianggap harus mengukur suhu dan mengevaluasi diri
sebagai staf penting dapat terus bekerja sendiri gejala sebelum melaporkan untuk
selama 14 hari setelah paparan terakhir bekerja.
mereka dengan pasien dengan COVID-
19.
 Fasyankes dapat mempertimbangkan untuk
membuat protokol di mana petugas
 Petugas kesehatan ini sebaiknya kesehatan yang monitoring sendiri
ditugaskan untuk merawat pasien melaporkan suhu dan gejala mereka ke staf
dengan COVID-19 dan harus melakukan PPI, K3, atau yang ditunjuk sebelum memulai
pemantauan mandiri dua kali sehari. shift.
Tatalaksana Staf Terpapar COVID-19
Jika petugas kesehatan mengalami
demam atau gejala, mereka harus:  Jika pemeriksaan negatif dan gejala teratasi,
 Melapor ke tempat kerja (atau harus mereka dapat kembali bekerja sambil
segera menghentikan perawatan pasien menerapkan kewaspadaan standar dan terus
jika gejala dimulai selama shift kerja). memantau diri sendiri selama sisa 14 hari.
 Lapor penanggung jawab yang ditunjuk  Beberapa fasyankes menginstruksikan staf
(POC). yang terpapar terus bekerja selama 14 hari
pasca paparan (mis. Pajanan berisiko rendah
 Dibatasi dari pekerjaan sampai evaluasi
tanpa gejala atau staf yang memiliki gejala,
medis dan pemeriksaan COVID-19 dapat
dinyatakan negatif dan kembali bekerja dalam
dilakukan.
periode pajanan) untuk memakai masker medis
setiap saat untuk mengurangi risiko penularan
tanpa gejala atau pra-gejala.
DETEKSI & RESPON
BERDASARKAN KRITERIA KASUS
Kebijakan Lokal
Manajemen HCP dengan Terpapar COVID-19 :
o Terdapat gejala : demam, batuk, ispa tanpa pneumonia & rapid tes non reaktif
 istirahat 2 hari /pembatasan kerja sementara  ulang rapid hr ke-10
o Terdapat gejala : demam, batuk, ispa tanpa pneumonia & rapid tes reaktif 
pembatasan kerja  isolasi di RS  perbaikan gejala & RT PCR
o Terdapat gejala : demam, batuk, ispa berat/sesak (pneumonia) & rapid tes
reaktif ataupun non reaktif  isolasi di RS  perbaikan gejala & RT PCR
o Rapid tes reaktif (tanpa gejala) dari hasil tracing  Pembatasan kerja & isolasi
mandiri (bila memungkinkan) atau isolasi RS  planing RT PCR
o Hasil RT PCR positif  isolasi RS  manajemen kasus
o HCP di rawat single room (VIP)
HCP Gejala (+) HCP Gejala (-) HCP Gejala (+)

Pneumonia (-) Pneumonia (+)

Rapid tes (NR) Rapid tes (R) Rapid tes (R)


atau (NR)
Istirahat/Bebas
Pembatasan
kerja
Kerja Isolasi RS
sementara

Gejala (-) Isolasi Pembatasan


PCR 2 x
Mandiri/RS Kerja

Kembali Kerja Negatif Positif


Perbaikan
Gejala
Rapid tes KU Baik Manajemen
ulangn hr-10 Gejala (-) Kasus

KU Baik, PCR (-)


Rapid tes (NR) Rapid tes (R) KRS KRS
2x
Keputusan untuk menghentikan isolasi diri untuk petugas
kesehatan
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan termasuk:
o Tingkat keparahan dan lama penyakit
o Kontak yang erat dengan populasi yang rentan (Bayi, lansia,
immunocompromised)
o Kelayakan uji
o Faktor individu (pediatrik dan individu dengan immunocompromised mungkin
lebih lama)
o Potensi risiko kekurangan staf di fasilitas perawatan kesehatan
o Situasi lain dan faktor spesifik konteks lokal.
Syarat Pemulangan Pasien COVID-19
• Pasien yang dirawat dengan diagnosa infeksi COVID-19
dapat dipulangkan apabila hasil pemeriksaan PCR negatif
2 kali berturut-turut dalam selang waktu 2 hari.
• Apabila tidak tersedia pemeriksaan PCR maka
pemulangan pasien COVID-19 didasari oleh:
a.Klinis perbaikan tanpa oksigen dan radiologis
perbaikan, dan
b.Perbaikan klinis dengan saturasi oksigen lebih 95%
Keputusan untuk menghentikan isolasi diri untuk petugas
kesehatan  Kebijakan lokal
Kondisi umum baik

Demam turun, perbaikan gejala pernafasan

Demam turun, perbaikan gejala pernafasan

Pemeriksaan RT PCR 2 kali negatif (dengan selisih


waktu ≥ 24 jam)

Tidak langsung kembali kerja  istirahat 7-14 hari


Kriteria Kembali ke Kerja untuk HCP dengan
Dugaan atau Konfirmasi COVID-19
HCP Simtomatik dengan Dugaan atau Konfirmasi COVID-19

 Strategi berbasis gejala. Kecualikan dari pekerjaan sampai:


• Setidaknya 3 hari (72 jam) telah berlalu sejak pemulihan didefinisikan sebagai resolusi demam
tanpa menggunakan obat penurun demam dan perbaikan gejala pernapasan (misalnya batuk,
sesak napas); dan,
• Paling sedikit 10 hari telah berlalu sejak gejala pertama kali muncul
 Strategi berbasis tes. Kecualikan dari pekerjaan sampai:
• Resolusi demam tanpa menggunakan obat penurun demam dan
• Perbaikan di gejala pernapasan ( misalnya batuk, sesak napas), dan
• Hasil swab negatif untuk mendeteksi SARS-CoV-2 RNA dari setidaknya 2 spesimen pernapasan
berturut-turut yang dikumpulkan ≥24 jam terpisah (Sebanyak 2 spesimen negatif).
HCP dengan COVID-19 yang dikonfirmasi Laboratorium yang tidak
Memiliki Gejala
 Strategi berbasis gejala. Kecualikan dari pekerjaan sampai:
• 10 hari telah berlalu sejak tanggal tes diagnostik COVID-19 positif pertama
mereka dengan asumsi mereka tidak mengalami gejala sejak tes positif mereka.
• Jika mereka mengalami gejala, maka berbasis gejala atau strategi berbasis tes
seharusnya digunakan.
 Strategi berbasis tes. Kecualikan dari pekerjaan sampai:
• Hasil swab negatif untuk mendeteksi SARS-CoV-2 RNA dari setidaknya 2 spesimen
pernapasan berturut-turut yang dikumpulkan ≥24 jam terpisah (Sebanyak 2
spesimen negatif).
Kriteria untuk Kembali Kerja

Jika petugas kesehatan diuji POSITIF untuk COVID-19, dan mereka TIDAK dirawat di
rumah sakit atau immunocompromised, kondisi berikut harus dipenuhi sebelum kembali
bekerja :
1) Penyembuhan gejala (termasuk resolusi demam tanpa menggunakan OBAT penurun demam)
selain batuk sisa/residual1; DAN
2) Minimal 10 hari telah berlalu sejak timbulnya gejala pertama2.

1.Batuk kering residual setelah 10 hari onset gejala dapat bertahan selama beberapa minggu dan tidak dianggap menular,
selama semua gejala lainnya telah teratasi. Ini termasuk suhu yang kembali normal tanpa menggunakan obat penurun
demam (misalnya, acetaminophen atau ibuprofen) dan perbaikan gejala klinis, termasuk gejala pernapasan,
gastrointestinal dan sistemik.
2. Tes untuk mereka yang tidak dirawat di rumah sakit atau immunocompromised TIDAK diperlukan; Namun, jika

memungkinkan, petugas kesehatan mungkin mendapatkan dua swab NP negatif 24 jam terpisah begitu gejala telah
diselesaikan untuk memungkinkan mereka kembali bekerja sebelumnya untuk menyelesaikan periode isolasi diri 10
hari.
Kriteria untuk Kembali Kerja

Jika petugas kesehatan diuji POSITIF untuk COVID-19, dan mereka dirawat di rumah sakit
atau memiliki SISTEM KEKEBALAN COMPROMISED (misalnya, transplantasi, hematologi-
onkologi), kondisi berikut harus dipenuhi sebelum kembali bekerja:
1) Penyembuhan gejala (termasuk resolusi demam tanpa menggunakan OBAT penurun demam)
selain batuk sisa/residual; DAN
2) Minimal 10 hari telah berlalu sejak timbulnya gejala pertama, DAN
3) Dua hasil tes negatif untuk COVID-19 dari dua swab NP berturut-turut dikumpulkan setidaknya
terpisah 24 jam
Contoh untuk petugas kesehatan yang dites positif COVID-19
Kriteria untuk Kembali Kerja

Jika petugas kesehatan diuji NEGATIF untuk COVID-19, kondisi berikut harus
dipenuhi sebelum kembali bekerja:
# Penyembuhan gejala (termasuk resolusi demam tanpa menggunakan OBAT penurun demam)
selain batuk sisa.

Petugas kesehatan yang dites negatif COVID-19 tetapi tetap memiliki gejala pilek atau influenza yang sama
harus dikeluarkan dari pekerjaan sampai gejalanya hilang. Jika petugas kesehatan memiliki diagnosis
alternatif atau gejala yang menunjukkan mereka sakit dengan penyakit lain, rekomendasi kembali bekerja
harus didasarkan pada diagnosis tersebut dan kebijakan kesehatan kerja terkait di tempat kerja mereka.
Kriteria untuk Kembali Kerja
Jika petugas kesehatan TIDAK diuji untuk COVID-19, kondisi berikut harus
dipenuhi sebelum kembali bekerja:
o Penyembuhan gejala (termasuk resolusi demam tanpa menggunakan OBAT penurun demam)
selain batuk sisa, DAN
o Minimal 10 hari telah berlalu sejak timbulnya gejala pertama.

Karena tidak diketahui apakah petugas kesehatan memiliki COVID-19 atau penyakit dengan gejala yang serupa,
seperti flu biasa atau penyakit serupa influenza, penting bagi mereka untuk melakukan isolasi sendiri selama 10 hari
sebagai tindakan pencegahan atau, jika layak, diuji dan ikuti rekomendasi yang sesuai. Jika petugas kesehatan
memiliki diagnosis alternatif atau gejala yang menunjukkan mereka sakit dengan penyakit lain, rekomendasi kembali
bekerja harus didasarkan pada diagnosis tersebut dan kebijakan kesehatan kerja terkait di tempat kerja mereka.
Kriteria untuk Kembali Kerja  kebijakan lokal

 Selesai isolasi baik di RS maupun isolasi mandiri


 Tidak ada gejala
 Hasil pemeriksaan RT PCR 2 kali negatif
Kembali ke Praktek Kerja dan Batasan Kerja

Setelah kembali bekerja, HCP harus:


• Kenakan masker wajah untuk kontrol sumber setiap saat berada di fayankes sampai
semua gejala sepenuhnya teratasi atau pada awal.
• Pantau sendiri gejalanya , dan mencari evaluasi ulang dari kesehatan kerja jika gejala
pernapasan kambuh atau memburuk
• Merapkan kebersihan tangan, kebersihan pernafasan/etika batuk
• Berangkat/pulang TIDAK menggunakan angkutan umum
Kesimpulan

• HCP tidak hanya memiliki risiko tinggi infeksi, tetapi


juga dapat memperluas pandemi jika sakit/tertular.
• Sebagai aset yang berharga, jaminan keamanan,
kesehatan dan keselamatan kerja di fasyankes harus
menjadi prioritas.
• Tatalaksana yang tepat pada HCP, dapat memutus
rantai penularan

Anda mungkin juga menyukai