“SAMPLING AUDIT”
Oleh :
KELOMPOK 7
2. Sampel Representatif
Dalam memilih suatu sampel dari suatu populasi, auditor berusaha untuk
mendapatkan sampel yang representati. Suatu sampel representat adalah sampel yang
memiliki karakteristik yang hampir sama dengan karakteristik populasi. Hal ini berarti
bahwa unsur sampel serupa dengan unsur yang tidak diikutsertakan dalam sampel. Sebagai
contoh, misalkan pengendalian internal menetapkan bahwa pegawai harus melampirkan
dokumen pengiriman barang pada setiap duplikat faktur penjualan, tetapi pegawai yang
bersangkutan tidak menaati ketentuan tersebut selama 3 persen dari waktu kerjanya.
Apabila auditor memilih suatu sampel yang terdiri dari 100 duplikat faktur penjualan dan
menemukan 3 duplikat faktur yang tidak dilampiri dokumen pengiriman barang, maka
sampel tersebut sangat representatif. Apabila dijumpai dua atau empat unsur demikian
dalam sampel, maka sampel dikatakan cukup representatif. Apabila tidak dijumpai atau
ditemukan banyak unsur demikian, maka sampel disebut tidak representatif.
Dalam praktik, auditor tidak pernah mengetahui apakah sampel representatif atau
tidak, bahkan sampai setelah pengujian selesai dikerjakan. (Satu -satunya cara untuk
mengetahui apakah suatu sampel representatif adalah dengan melakukan audit terhadap
keseluruhan populas). Namun demikian, auditor dapat meningkatkan kemungkinan suatu
sampel menjadi representatif dengan cara meningkatkan kecermatan dalam merancang
proses sampling, pemilihan sampel, dan mengevaluasi hasilnya. Suatu hasil sa mpel bisa
menjadi tidak representatif karena kesalahan non-sampling dan kesalahan sampling.
Risiko dari terjadinya kedua jenis kesalahan ini disebut risiko non -sampling dan risiko
sampling. Kedua jenis risiko ini dapat dikendalikan.
Risiko non-sampling adalah risiko bahwa suatu pengujian audit dak dapat
mengungkapkan adanya penyimpangan dalam sampel Dua penyebab risiko non -sampling
adalah: auditor gagal untuk mengetahu adanya penyimpangan dan tidak tepat atau tidak
efektifnya prosedur audit.
Auditor bisa gagal untuk mengetahui adanya penyimpangan karena kelelahan,
kebosanan, atau tidak memahami apa yang dicari. Dalam contoh yang lalu, misalkan 3
dokumen pengiriman barang tidak dilampi kan pada duplikat faktur penjualan dalam suatu
sampel yang terdiri da 100 faktur. Apabila auditor berkesimpulan bahwa tidak ada
penyimpangan, maka di sini terjadi kesalahan non-sampling. Suatu prosedur audit yang
tidak efektif untuk mendeteksi penyimpangan yang sedang dicari adalah apabila auditor
memeriksa suatu sampel dokumen pengiriman barang dan menentukan apakah setiap
dokumen pengiriman barang dilampirkan pada duplikat faktur penjualan. Cara yang benar
untuk tujuan ini adalah memeriksa suatu sampel duplikat faktur penjualan untuk
menentukan apakah dokumen pengiriman barang dilampirkan pada setiap faktur.
Risiko sampling adalah risiko auditor mencapai suatu kesimpulan yang keliru karena
sampel tidak mencerminkan populasi. Risiko sampling adalah bagian inheren dari
sampling yang disebabkan karena pengujian fidak dilakukan terh adap keseluruhan
populasi. Sebagai contoh, misalkan auditor menyimpulkan bahwa pengendalian tidak
efektif apabila terdapat penyimpangan sebesar 6% dari populasi. Dimisalkan auditor
menyimpulkan bahwa pengendalian efektif berdasarkan hasil pengujian terhada p suatu
sampel yang terdiri atas 100 unsur yang hanya menunjukkan adanya dua penyimpangan.
Seandainya populasi sesungguhnya memiliki tingkat penyimpangan sebesar 8 persen,
auditor keliru menerima populasi karena sampel tidak cukup mewakili populasi. Auditor
mempunyai dua cara untuk mengontrol risiko sampling, yaitu:
Beikut tiga tahap yang dilakukan auditor dalam melakukan sampling audit pada
pengujian pengendalian dan pengujian substansif atas transaksi tersebut, sebagai
berikut:
1. Merencanakan Sampel
1) Menentukan tujuan pengujian audit
2) Menentukan apakah audit sampling dapat diterapkan
3) Merumuskan atribut dan kondisi penyimpangan
4) Merumuskan populasi
5) Meruuskan unit sampling
6) Menetapkan tingkat penyimpangan yang dapat ditoleransi
7) Menetapkan risisko yang dapat diterima atas penilaian risiko pengendalian
yang terlalu rendah
8) Menaksirkan tingkat peyimpangan populasi
9) Menentukan ukuran sampel awal
2. Memilih Sampel dan Melaksanakan Prosedur Audit
1) Memilih Sampel
2) Melakukan Prosedur Audit
3. Mengevaluasi Hasil
1) Menggeneralisasi dari sampel ke populasi
2) Menganalisis pengecualian
3) Memutuskan akseptabilitas populasi
• Memilih Sampel
Auditor akan membuat keputusan setelah mempertimbangkan keuntungan dan
kerugian setiap metode, termasuk pertimbangan akan biaya yang dikeluarkan.
• Melaksanakan Prosedur Audit
Untuk melaksanakan prosedur audit, auditor menerapkan prosedur audit yang tepat
terhadap setiap unsur dalam sampel untuk menentukan apakah berisi kesalahan
penyajian.
• Generalisasi Dari Sampel ke Populasi dan Memutuskan Akseptabilitas Populasi
Auditor dapat melakukan generalisasi dari sampel ke populasi dengan cara sebagai
berikut:
1) Melakukan proyeksi kesalahan penyajian dari hasil sampel ke populasi.
2) Mempertimbangkan kesalahan sampling dan risiko sampling (ARIA).
Auditor yang menggunakan sampling non-statistik tidak dapat secara formal untuk
mengukur kesalahan sampling dan oleh karena itu harus secara subyektif
mempertimbangkan kemungkinan bahwa kesalahan penyajian ppopulasi
sesungguhnya melebihi jumlah yang bisa ditoleransi. Adapun pertimbangan auditor
dalam melakukan hal ini adalah:
1) Selisish antara taksiran point dengan kesalahan penyajian bisa ditoleransi
2) Seberapa banyak unsur-unsur dalam populasi yang telah diaudit 100%
3) Apakah kesalahan penyajian cenderung bisa saling menutup atau hanya dalam
satu arah
4) Jumlah kesalahan penyajian individual
5) Ukuran sampel