Anda di halaman 1dari 24

PENGAUDITAN

“SAMPLING AUDIT”

Oleh :

KELOMPOK 7

Kadek Angga Agutina Purnawan 2107531083


Ni Luh Gede Kusuma Dewi 2107531162
I Kadek Dwi Mahendra 2107531182

PRODI SARJANA AKUNTANSI


UNIVERSITAS UDAYANA
2022
PEMBAHASAN

1. Pengertian Sampling Audit


Sampling audit adalah penerapan prosedur audit terhadap kurang dari seratus persen
unsur dalam suatu saldo akun atau kelompok transaksi dengan tujuan untuk menilai
beberapa karakteristik saldo akun atau kelompok transaksi tersebut. Auditor seringkali
mengetahui mana saldo-saldo akun dan transaksi yang mungkin sekali mengandung salah
saji. Auditor mempertimbangkan pengetahuan ini dalam perencanaan prosedur auditnya,
termasuk sampling audit. Auditor biasanya tidak memiliki pengetahuan khusus tentang
saldo-saldo akun atau transaksi lainnya yang menurut pertimbangannya perlu diuji untuk
memenuhi tujuan auditnya, Dalam hal terakhir ini, sampling audit sangat berguna.
Standar pekerjaan lapangan ketiga menyatakan, "Bukti audit kompeten ya ng cukup
harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi
sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit."
Kedua pendekatan sampling audit di atas. jika diterapkan dengan semestinya, da pat
menghasilkan bukti audit yang cukup. Penilaian kompetensi bukti audit semata -mata
merupakan pertimbangan audit dan bukan ditentukan oleh desain dan penilaian atas
sampel audit.
Dalam pengertian khusus, penilaian sampel hanya berhubungan dengan kemungkinan
bahwa keberadaan salah saji moneter atau penyimpangan dari pengendalian yang
ditetapkan adalah dimasukkan dalam sampel secara proporsional, bukan pada perlakuan
auditor atas hal-hal tersebut. Sehingga, pemilihan metode sampling nonstatistik atau
statistik tidak secara langsung mempengaruhi keputusan auditor atas prosedur audit yang
akan diterapkan, kompetensi bukti audit yang diperoleh yang berkaitan dengan unsur
individual dalam sampel, atau tindakan yang mungkin akan dilakukan sehubungan dengan
sifat dan penyebab salah saji tertentu.

2. Sampel Representatif
Dalam memilih suatu sampel dari suatu populasi, auditor berusaha untuk
mendapatkan sampel yang representati. Suatu sampel representat adalah sampel yang
memiliki karakteristik yang hampir sama dengan karakteristik populasi. Hal ini berarti
bahwa unsur sampel serupa dengan unsur yang tidak diikutsertakan dalam sampel. Sebagai
contoh, misalkan pengendalian internal menetapkan bahwa pegawai harus melampirkan
dokumen pengiriman barang pada setiap duplikat faktur penjualan, tetapi pegawai yang
bersangkutan tidak menaati ketentuan tersebut selama 3 persen dari waktu kerjanya.
Apabila auditor memilih suatu sampel yang terdiri dari 100 duplikat faktur penjualan dan
menemukan 3 duplikat faktur yang tidak dilampiri dokumen pengiriman barang, maka
sampel tersebut sangat representatif. Apabila dijumpai dua atau empat unsur demikian
dalam sampel, maka sampel dikatakan cukup representatif. Apabila tidak dijumpai atau
ditemukan banyak unsur demikian, maka sampel disebut tidak representatif.
Dalam praktik, auditor tidak pernah mengetahui apakah sampel representatif atau
tidak, bahkan sampai setelah pengujian selesai dikerjakan. (Satu -satunya cara untuk
mengetahui apakah suatu sampel representatif adalah dengan melakukan audit terhadap
keseluruhan populas). Namun demikian, auditor dapat meningkatkan kemungkinan suatu
sampel menjadi representatif dengan cara meningkatkan kecermatan dalam merancang
proses sampling, pemilihan sampel, dan mengevaluasi hasilnya. Suatu hasil sa mpel bisa
menjadi tidak representatif karena kesalahan non-sampling dan kesalahan sampling.
Risiko dari terjadinya kedua jenis kesalahan ini disebut risiko non -sampling dan risiko
sampling. Kedua jenis risiko ini dapat dikendalikan.
Risiko non-sampling adalah risiko bahwa suatu pengujian audit dak dapat
mengungkapkan adanya penyimpangan dalam sampel Dua penyebab risiko non -sampling
adalah: auditor gagal untuk mengetahu adanya penyimpangan dan tidak tepat atau tidak
efektifnya prosedur audit.
Auditor bisa gagal untuk mengetahui adanya penyimpangan karena kelelahan,
kebosanan, atau tidak memahami apa yang dicari. Dalam contoh yang lalu, misalkan 3
dokumen pengiriman barang tidak dilampi kan pada duplikat faktur penjualan dalam suatu
sampel yang terdiri da 100 faktur. Apabila auditor berkesimpulan bahwa tidak ada
penyimpangan, maka di sini terjadi kesalahan non-sampling. Suatu prosedur audit yang
tidak efektif untuk mendeteksi penyimpangan yang sedang dicari adalah apabila auditor
memeriksa suatu sampel dokumen pengiriman barang dan menentukan apakah setiap
dokumen pengiriman barang dilampirkan pada duplikat faktur penjualan. Cara yang benar
untuk tujuan ini adalah memeriksa suatu sampel duplikat faktur penjualan untuk
menentukan apakah dokumen pengiriman barang dilampirkan pada setiap faktur.
Risiko sampling adalah risiko auditor mencapai suatu kesimpulan yang keliru karena
sampel tidak mencerminkan populasi. Risiko sampling adalah bagian inheren dari
sampling yang disebabkan karena pengujian fidak dilakukan terh adap keseluruhan
populasi. Sebagai contoh, misalkan auditor menyimpulkan bahwa pengendalian tidak
efektif apabila terdapat penyimpangan sebesar 6% dari populasi. Dimisalkan auditor
menyimpulkan bahwa pengendalian efektif berdasarkan hasil pengujian terhada p suatu
sampel yang terdiri atas 100 unsur yang hanya menunjukkan adanya dua penyimpangan.
Seandainya populasi sesungguhnya memiliki tingkat penyimpangan sebesar 8 persen,
auditor keliru menerima populasi karena sampel tidak cukup mewakili populasi. Auditor
mempunyai dua cara untuk mengontrol risiko sampling, yaitu:

1. Mengubah ukuran sampel


2. Mengunakan metoda yang tepat untuk memilih unsur sampel dari populasi.
Menaikkan ukuran sampel akan mengurangi risiko sampling, dan sebaliknya. Pada
suatu ekstrim, suatu sampel dari seluruh unsur dari suatu populasi memiliki risiko
sampling sebesar 0. Pada ekstrim yang lain, suatu sampel berupa satu atau dua unsur
memiliki risiko sampling yang ekstrim tinggi.

Penggunaan metoda pemilihan sampel yang tepat meningkatkan kemungkinan


keterwakilan. Hal ini tidak meniadakan atau mengurangi fiako sampling, tetapi
memungkinkan auditor untuk mengukur risiko yang berkaitan dengan suatu ukuran sampel
apabila digunakan metode statisk dalam pemilihan dan penilaian sampel.

3. SA 350 (Sampling Audit)


3.1 Ruang Lingkup
1. Standar Audit ("SA") ini diterapkan ketika auditor telah memutuskan untuk
menggunakan sampling audit dalam pelaksanaan prosedur audit. Hal ini berkaitan
dengan penggunaan sampling statistik maupun nonstatistik ketika perancangan dan
pemilihan sampel audit, pelaksanaan pengujian pengendalian, dan pengujian rinci,
serta pengevaluasian hasil sampel tersebut.
2. SA ini melengkapi SA 500 yang berkaitan dengan tanggung jawab auditor untuk
merancang dan melaksanakan prosedur audit untuk memperoleh bukti audit yang
cukup dan tepat sebagai dasar yang memadai untuk menarik kesimpulan yang
dipakai sebagai basis opini auditor. SA 500 memberikan panduan tentang berbagai
cara yang tersedia bagi auditor untuk memilih unsur untuk pengujian, ya ng salah
satu diantaranya adalah sampling audit.
3.2 Tanggal Efektif
SA ini berlaku efektif untuk audit atas laporan keuangan untuk periode yang
dimulai pada atau setelah tanggal: (i) 1 Januari 2013 (untuk Emiten), atau (ii) 1
Januari 2014 (untuk entitas selain Emiten). Penerapan dini dianjurkan untuk entitas
selain Emiten.
3.3 TUJUAN
Tujuan penggunaan sampling audit oleh auditor adalah untuk memberikan basis
yang memadai bagi auditor untuk menarik kesimpulan mengenai populasi yang
menjadi sumber pemilihan sampel.
3.4 DEFINISI
Untuk tujuan SA ini, istilah berikut memiliki makna sebagai berikut:
(a) Sampling audit (sampling): Penerapan prosedur audit terhadap kurang dari
100% unsur dalam suatu populasi audit yang relevan sedemikian rupa sehingga
semua unit sampling memiliki peluang yang sama untuk dipilih untuk
memberikan basis memadai bagi auditor untuk menarik kesimpulan tentang
populasi secara keseluruhan.
(b) Populasi: Keseluruhan set data yang merupakan sumber dari suatu sampel yang
dipilih dan auditor berkeinginan untuk menarik kesimpulan dari keseluruhan set
data tersebut.
(c) Risiko sampling: Risiko bahwa kesimpulan auditor yang didasarkan pada suatu
sampel dapat berbeda dengan kesimpulan jika prosedur audit yang sama
diterapkan pada keseluruhan populasi. Risiko sampling dapat menimbulkan dua
jenis kesimpulan yang salah:
● Dalam suatu pengujian pengendalian, pengendalian tersebut lebih efektif
daripada kenyataannya, atau dalam suatu pengujian rinci, suatu kesalahan
penyajian material tidak ada padahal dalam kenyataannya ada. Auditor
lebih khawatir dengan tipe kesimpulan salah ini karena kesalahan tersebut
dapat memengaruhi efektivitas audit dan mempunyai kemungkinan lebih
besar untuk menyebabkan suatu opini audit yang tidak tepat.
● Dalam suatu pengujian pengendalian, pengendalian tersebut kurang
efektif daripada kenyataannya, atau dalam suatu pengujian rinci, terdapat
kesalahan penyajian material, padahal kenyataannya tidak ada. Jenis
kesimpulan salah semacam ini berdampak terhadap efisiensi audit yang
biasanya akan menyebabkan adanya pekerjaan tambahan untuk
menetapkan bahwa kesimpulan semula adalah tidak benar.
(d) Risiko nonsampling: Risiko bahwa auditor mencapai suatu kesimpulan yang
salah dengan alasan apa pun yang tidak terkait dengan risiko sampling (Ref:
Para. A1)
(e) Anomali: Suatu kesalahan penyajian atau penyimpangan yang secara jelas tidak
mewakili kesalahan penyajian atau penyimpangan dalam suatu populasi.
(f) Unit sampling: Unsur-unsur individual yang membentuk suatu populasi. (Ref:
Para. A2)
(g) Sampling statistik: Suatu pendekatan sampling yang memiliki karakteristik
sebagai berikut:
● Pemilihan unsur-unsur sampel dilaksanakan secara acak; dan
● Penggunaan teori probabilitas untuk menilai hasil sampel, termasuk untuk
mengukur risiko sampling.
Pendekatan sampling yang tidak memiliki karakteristik- karakteristik (i) dan (ii)
dianggap sebagai sampling nonstatistik.
(h) Stratifikasi: Proses pembagian suatu populasi ke dalam sub-subpopulasi, yang
setiap sub tersebut merupakan suatu golongan unit-unit sampling dengan
karakteristik yang serupa (sering kali nilai moneternya).
(i) Kesalahan penyajian yang dapat diterima: suatu jumlah moneter yang
ditetapkan oleh auditor untuk memperoleh suatu tingkat asurans yang tepat
bahwa jumlah kesalahan penyajian yang ditetapkan oleh auditor tidak melebihi
kesalahan penyajian sesungguhnya di dalam populasi. (Ref: Para. A3)
(j) Tingkat penyimpangan yang dapat diterima: suatu tingkat penyimpangan dari
prosedur pengendalian internal yang telah ditetapkan yang ditentukan oleh
auditor untuk memperoleh tingkat asurans yang tepat bahwa tingkat
penyimpangan yang ditentukan oleh auditor tidak melebihi tingkat
penyimpangan sesungguhnya dalam populasi.
3.5 KETENTUAN
Perancangan, Ukuran dan Pemilihan Unsur-Unsur Sampel untuk Diuji
1. Ketika merancang suatu sampel audit, auditor harus mempertimbangkan tujuan
prosedur audit dan karakteristik populasi yang menjadi sumber suatu sampel
yang akan diambil. (Ref: Para. A4-A9)
2. Auditor harus menentukan suatu ukuran sampel yang cukup untuk mengurangi
risiko sampling sampai ke tingkat rendah yang dapat diterima. (Ref: Para. A10-
A11)
3. Auditor harus memilih unsur-unsur yang akan menjadi sampel sedemikian rupa
sehingga setiap unit sampling dalam populasi memiliki suatu peluang yang
sama untuk dipilih. (Ref: Para. A12-A13)
3.6 Pelaksanaan Prosedur Audit
1. Auditor harus melaksanakan prosedur audit yang tepat untuk tujuan yang hendak
dicapai atas setiap unsur yang dipilih.
2. Jika prosedur audit tidak dapat diterapkan pada unsur pilihan, maka auditor harus
melaksanakan prosedur tersebut atas suatu unsur pengganti. (Ref: Para. A14)
3. Audit yang telah dirancang, atau prosedur alternatif lainnya yang sesuai, terhadap
suatu unsur pilihan, maka auditor harus menetapkan unsur tersebut sebagai suatu
penyimpangan dari pengendalian yang telah ditetapkan sebelumnya (dalam hal
pengujian pengendalian) atau suatu kesalahan penyajian (dalam hal pengujian
rinci). (Ref. Para. A15-A16)
3.7 Sifat dan Penyebab Penyimpangan dan Kesalahan Penyajian
1. Auditor harus menginvestigasi sifat dan penyebab penyimpangan atau
kesalahan penyajian yang teridentifikasi serta menilai dampak yang mungkin
terjadi terhadap tujuan prosedur audit tersebut dan terhadap area audit lainnya.
(Ref: Para. A17)
2. Dalam kondisi tertentu yang sangat jarang, ketika auditor mempertimbangkan
bahwa suatu kesalahan penyajian atau penyimpangan yang ditemukan dalam
suatu sampel adalah suatu anomali, auditor harus memperoleh tingkat kepastian
yang tinggi bahwa kesalahan penyajian atau penyimpangan semacam itu
bukanlah mewakili populasi yang bersangkutan. Auditor harus memperoleh
tingkat kepastian seperti ini dengan melaksanakan prosedur audit tambahan
untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat bahwa kesalahan penyajian
atau penyimpangan semacam itu tidak berdampak terhadap unsur sisanya dalam
populasi
3.8 Memproyeksikan Kesalahan Penyajian
Untuk pengujian rinci, auditor harus memproyeksikan kesalahan penyajian
yang ditemukan dalam sampel ke populasi. (Ref: Para. A18-A20)

3.9 Pengevaluaslan Hasil Sampling Audit


Auditor harus menilai:
(a) Hasil sampel; dan (Ref: Para. A21-A22)
(b) Apakah penggunaan sampling audit telah menyediakan basis yang wajar
untuk penarikan kesimpulan tentang populasi yang telah diuji. (Ref: Para.
A23)

4. Jenis-Jenis Sampling Audit


4.1 Sampling Audit Nonstatistik
Dalam penerapan sampling audit nonstatistik, auditor menggunakan 14 langkah yang
dibuat untuk menerapkan sampling audit pada pengujian pengendalian dan pengujian
substansif. Langkah-langkah ini dibagi menjadi tiga tahap, dan auditor harus dapat
mengikuti Langkah-langkah tersebut dengan baik agar dapat memastikan
diterapkannya persyaratan audit maupun sampling dengan baik dan benar.

Table 1. Istilah-Istilah dalam Sampling Audit


Istilah Definisi
Istilah yang Berkaitan dengan
Perencanaan
Karakteristik atau atribut Karakteristik yang sedang diuji dalam aplikasi
Risisko yang dapat diterima atas Risisko yang bersedia ditanggung auditor dalam
penilaian risisko pengendalian yang menerima pengendalian yang efektif atau tingkat
terlalu rendah (acceptable risk of salah saji moneter dapat ditoleransi, apabila
assessing control risk (ARACR) too tingkat pengecualian populasi yang sebenarnya
low) lebih besar dari tingkat pengecualian yang dapat
ditoleransi.
Tingkat pengecualian yang dapat Tingkat pengecualian yang diperbolehkan oleh
ditoleransi (TER) auditor dalam populasi dan masih bersedia
diterima untuk menyimpulkan bahwa
pengendalian telah beroperasi secara efektif atau
jumlah salah saji moneter dalam transaksi yang
ditetapkan selama perencanaan dapat diterima.
Estimasi tingkat pengecualian populasi Tingkat pengecualian yang diharapkan
(EPER) ditemukan auditor dalam populasi sebelum
melakukan pengujian.
Ukuran sampel awal Ukuran sampel yang diambil setelah
mempertimbangkan factor-faktor dalam proses
perencanaan diatas.
Istilah yang Berkaitan dengan
Pengevaluasian Hasil
Pengecualian Pengecualian dari atribut item sampel
Tingkat pengecualian sampel Jumlah pengecualian dalam sampel dibagi
ukuran sampel
Tingkat pengecualian atas yang Estimasi tingkat pengecualian tertinggi dalam
dihitung populasi dengan ARACR tertentu.

Beikut tiga tahap yang dilakukan auditor dalam melakukan sampling audit pada
pengujian pengendalian dan pengujian substansif atas transaksi tersebut, sebagai
berikut:
1. Merencanakan Sampel
1) Menentukan tujuan pengujian audit
2) Menentukan apakah audit sampling dapat diterapkan
3) Merumuskan atribut dan kondisi penyimpangan
4) Merumuskan populasi
5) Meruuskan unit sampling
6) Menetapkan tingkat penyimpangan yang dapat ditoleransi
7) Menetapkan risisko yang dapat diterima atas penilaian risiko pengendalian
yang terlalu rendah
8) Menaksirkan tingkat peyimpangan populasi
9) Menentukan ukuran sampel awal
2. Memilih Sampel dan Melaksanakan Prosedur Audit
1) Memilih Sampel
2) Melakukan Prosedur Audit
3. Mengevaluasi Hasil
1) Menggeneralisasi dari sampel ke populasi
2) Menganalisis pengecualian
3) Memutuskan akseptabilitas populasi

• Menetapkan Tujuan Pengujian Audit


Penetapan tujuan pengujian audit harus dilakukan sesuai dengan siklus transaksi yang
akan diuji. Umunya auditor akan merumuskan tujuan pengujian pengendalian dan
pengujian substantif transaksi sebagai berikut:
a. Menguji efektivitas operasi pengendalian.
b. Menentukan apakah transaksi berisi kesalahan penyajian rupiah.
• Menentukan Apakah Audit Sampling dapat Diterapkan
Audit sampling dapat diterapkan apabila auditor merencanakan untuk memperoleh
kesimpulan terkait populasi berdasarkan suatu sampel. Auditor harus dapat melihat
kedalam program audit dan memilih prosedur mana yang dapat diterapkan d engan
menggunakan sampling audit. Berikut merupakan Sebagian dari program audit, yaitu:
a. Review transaksi penjualan apakah ada yang berjumlah besar atau tidak biasa
(prosedur analitis)
b. Melakukan pengamatan apakah terkait tugas pegawai yang bertanggung jawab
pada piutang usaha sudah terpisah dengan pegawai yang bertanggung jawab
pada kas (pengujian pngendalian)
c. Memeriksa pada suatu sampel duplikat faktur penjualan dengan memeriksa:
1) Persetujuan pemberian kredit dari manajer kredit.
2) Apakah dilampiri dengan dokumen pengiriman barang.
3) Memuat nomor akun untuk pembukuan (pengujian pengendalian)
d. Pilihlah suatu sampel dokumen pengiriman barang dan lakukan penelusuran
kedalam duplikat faktur penjualan yang terkait (pengujian pengendalian).
e. Bandingkan kualitas pada setiap duplikat faktur penjualan dengan kuantitas
pada dokumen pengiriman barang yang terkait (pengujian substantif transaksi).
• Mendefinisikan Atribut dan Kondisi Pengecualian
Apabila sampel audit digunakan, auditor wajib mendefinisikan dengan
menetapkan karakteristik (atribut) yang sedang diuji dan kondisi pengecualiannya.
Apabila atribut tidak dirumuskan sejak awal dengan tepat, maka para staf yang
melakukan prosedur audit tidak akan memliki pedoman untuk mengidentifikasi
penyimpangannya. Tidak adanya atribut pada setiap unsur sampel merupakan suatu
penyimpangan untuk atribut tersebut. Tidak adanya dokumen dan terjadinya salah saji
tidak material akan mengakibatkan penyimpangan, dikecualikan apabila auditor
secara spesifik menyatakan kebalikannya dalam kondisi penyimpangan.
• Merumuskan Populasi
Populasi merupakan item-item yang akan dilakukan generalisasi oleh auditor.
Ketika auditor akan menarik sampel, item tersebut harus terpilih dari keseluruhan
populasi sebagaimana yang telah dirumuskan. Auditor harus dapat menguji
kelengkapan populasi dan detail keterkaitannya sebelum menarik suatu sampel untuk
memastikan bahwa semua item populasi memiliki kesempatan untuk terpilih. Auditor
hanya akan dapat melakukan generalisasi tentang populasi yang telah disampel.
Sebagai contoh, saat melakukan pengujian pengendalian dan pengujian
substantive transaksi penjualan, umunya yang akan dirumuskan auditor sebagai
populasi adalah keseluruhan faktur yang dicatat selama tahun yang diaudit. Apabila
auditor hanya menggunkan transaksi yang terjadi selama satu bulan transaksi sebagai
sampel, ini akan menjadi tidak valid untuk mengambil kesimpulan terkait faktur untuk
keseluruhan tahun.
• Merumuskan Unit Sampling
Unit sampling merupakan tahap awal dalam melakukan pengujian audit. Auditor
akan merumuskan unit sampling berdasarkan atas definisi tentang populasi dan tujuan
pengujian audit. Unit sampling merupakan unit fisik yang berkaitan dengan nomor-
nomor acak yang akan digeneralisasikan oleh auditor.
Sebagai contoh, apabila auditor bermasud menguji keterjadian penjualan, unit
sampling yang benar adalah faktur penjualan yang tercatat dalam jurnal penjualan.
Apabila bertujuan untuk menentukan apakah kuantitas barang yang tercantum dalam
pesanan dari pembeli telah dirim dan dibuatkan faktur dengan benar, maka unit
sampling yang akan dirumuskan oleh auditor berupa pesanan dari pembeli, bukti
pengiriman barang, dan duplikat faktur penjualan karena arah pengujian tidak menjadi
persoalan untuk prosedur audit ini.
• Menetapkan Tingkat Penyimpangan yang Dapat Ditoleransi
Penetapan tingkat penyimpangan yang bisa ditoleransi (tolerable exception rate
(TER)) untuk setiap atribut memerlukan pertimbangan professional auditor. TER
mencerminkan tingkat penyimpangan tertnggi yang dapat diterima auditor dalam
suatu pengendalian yang sedang diuji dan masih dapat disimpulkan bahwa
pengendalian berjalan efektif. Sebagai contoh, perumusan TER untuk atribut
pemberian kredit telah disetujui dalam kondisi penyimpangan yaitu ketidak ad aan
paraf yang menunukkan persetjuan kredit adalah 9%. Ini berarti bahwa, auditor telah
memutuskan bahwa apabila sampai maksimum 9% dari faktur penjualan tidak
memiliki persetujuan kredit, pengendalian pemberian persetujuan kredit masih
dipandang efektif sesuai dengan risiko pengendalian yang ditetapkan dalam
perencanaan audit.
Seberapa besar TER yang dipandang memadai akan berkaitan dengan
materialitas dan dipengaruhi oleh perumusan atribut serta arti pentingnya atribut
dalam perencanaan audit. TER akan meiliki pengaruh yang signifikan terhadap ukuran
sampel. Ukuran sampel yang besar akan dibutuhkan untu TER yang rendah
dibandingkan untuk Ter yang tinggi. Misalnya, auditor akan menetapkan ukuran
sampel yang lebih besar untuk pengujian pemberian kredit apabila TER diturunkan
dari 9% menjadi 6%. Penetapan TER yang lebih rendah dibutuhkan untuk saldo-saldo
akn yang signifikan, maka auditor akan menetapkan ukuran sampel yang lebih besar
untuk mendapatkan bukti yang cukup terkait efektivitas pengendalian atau ketiadaan
kesalahan penyajian material.
• Merumuskan Risiko yang Bisa Diterima untuk Menetapkan Risiko
Pengendalian Terlalu Rendah
Saat auditor menarik sampel, ia dihadapkan dengan risiko keliru dalam
mengambil kesimpulan tentang populasi. Risiko ini disebut risiko yang dapat diterima
untuk menetapkan risiko pengendalian terlalu rendah (ARACR). ARACR mengukur
risiko yang bisa diterima auditor untuk menerima bahwa pengendalian efekti (tingkat
salah saji dapat diterima) padahal tingkat penyimpangan populasi sesungguhnya lebih
besar daripada TER. Misalkan, TER sebesar 6%, ARACR tinggi, dan tingkat
penyimpangan populasi yang sesungguhnya adalah 8%. Dalam kondisi ini,
pengendalian tidak bisa diterima karena tingkat penyimpangan sesungguhnya sebesar
8% lebih tinggi daripada TER. Sudah tentu auditor tidak mengetahui tingkat
penyimpangan populasi yang sesungguhnya. ARACR yang tinggi berarti auditor
bersedia mengambil risiko yang substansial dengan menyimpulkan bahwa
pengendalian efektif setelah semua pengujian selesai, walupun sesungguhnya tidak
efektif. Untuk samling nonstatisik, umunya auditor menggunakan ARACR dengan
ukuran tinggi, sedang, dan rendah bukan persentase. Auditor dapat menetapkan
tangkat TER dan ARACR yang berbeda untuk atribut yang berbeda dalam suatu
pengujian audit, tergantung pada penting tidaknya atribut atau pengendalian yang
bersangkutan.
• Menaksir Tingkat Penyimpangan Populasi
Auditor harus dapat menaksirkan tingkat penyimpangan populasi diawal untuk
merencanakan ukuran sampel yang tepat. Apabila tingkat taksiran penyimpangan
populasi rendah, maka ukuran sampel yang kecil akan memuaskan tingat
penyimpangan yang bisa ditoleransi sebagaimana ditetapkan auditor. Dalam
menentukan penaksiran tingkat penyimpangan populasi auditor seringkali
menggunakan hasil audit tahun subluminal untuk menaksir tingkat penyimpangan
populasi.
• Menentukan Ukuran Sampel Awa
Terdapat empat factor untuk menentukan ukuran sampling audit, yaitu:
1) Ukuran Populasi
2) TER (tingkat penyimpangan yang bisa ditoleransi)
3) ARACR (disebut risiko yang dapat diterima untuk menetapkan risiko
pengendalian terlalu rendah)
4) EPER (taksiran tingkat penyimpangan populasi)
Auditor menggunakan sampling nonstatistik dalam penentuan ukuran sampel karena
ia menggunakan pertimbangan professional, tidak menggunakan formula statistik.
setelah keempat faktor yang mempengaruhi ukuran sampel ditentukan auditor dapat
memutuskan ukuran sampel awal. Disebut “Ukuran sampel awal” karena
penyimpangan dalam sampel yang sesungguhnya harus dievalu asi sebelum auditor
memutuskan apakah sampel cukup besar untuk mencapai tujuan pengujian.
• Memilih Sampel
Setelah auditor menentukan ukuran sampel awal, maka tahap selanjutnya
auditor harus memilih unsur-unsur dalam populasi yang akan diikut sertakan dalam
pengujian sampel. Untuk memperkecil kemungkinan klien mengubah unsur sampel,
auditor tidak memberitahu klien terlalu jauh mengnai unsur sampel yang akan dipilih.
Auditor juga wajib untuk mengontrol sampel setelah klien menyerahkan dokumen.
Beberapa unsur tambahan dapat dipilih sebaga pengganti unsur yang dibatalkan dalam
sampel semula.
• Melaksanakan Prosedur Audit
Auditor melakukan prosedur audit dengan memeriksa unsur-unsur dalam
sampel untuk menentukan apakah unsur tersebut konsisten dengan defiinisi dari
atribut dan dan dengan mencatat semua penyimpangan yang ditemukan. Apabila
prosedur audit telah selesai diterapkan pada suatu sampel, maka auditor telah memiliki
suatu ukuran sampel dan sejumlah penyimpangan untuk setiap atribut. Untuk
mendokumentasikan pengujian dan memberi informasi untuk keperluan review,
auditor pada umumnya membuat suatu daftar hasil.
• Generalisas Dari Sampel ke Populasi
Tingkat penyimpangan sampel atau sample exception rate (SER) dapat dihitung
dengan mudah dari hasil sampel sesungguhnya.
SRE = Jumlah penyimpangan sesungguhnya
Ukuran sampel sesungguhnya
Audior tidak tepat jika menyimpulkan tingkat penyimpangan populasi sama dengan
tingkat penyimpangan sampel. Dalam metode non-statistik terdapat dua acara untuk
melakukan generalisasi dari sampel ke populasi, yaitu
1) Menambahkan taksiran kesalahan sampling kedalam tingkat penyimpangan
sampel (SER) sehingg akan diperoleh tingkat batas atas penyimpangan terhitung
untuk suatu ARACR tertentu. Pendekatan ini jarang digunakan karena ak an sulit
bagi auditor untuk menentukan taksiran ksalahan sapling.
2) Mengurangkan suatu tingkat penyimpangan sampel dari tingkat penyimpangan
yang bisa ditoleransi sehingga dapat diketahui kesalahan kesalahan sampling
terhitung dan evalusi terkait apakah cukup besar untuk mengambil kesimpulan
bahwa tingkat penyimpangan populasi sesungguhnya bisa diterima.
Perhitungan auditor terkait apakah kesalahan sampling cukup besar juga akan
tergantung pada ukuran sampel yang digunakan.
• Menganalisis Penyimpangan
Dalam mengevaluasi apakah penyimpangan sesungguhnya (yang tidak diketahui)
kemungkinan lebih besar dari tingkat penyimpangan bisa ditoleransi, maka audito
harus menganalisis penyimpangan individual untuk menentukan titik lemah dalam
pengendalian intern yang memungkinkan terjadinya penyimpangan. Penyimpangan
dapat terjadi karena kecerobohan pegawai, salah mengartikan intruksi, atau kesalahan
yang memang disengaja dalam melaksanakan prosedur.
• Memutuskan Akseptabilitas Populasi
Pada saat melakukan generalisasi, umunya auditor yang menggunakan metode
non-statistik akan mengurangkan SER dari TER dan mengevaluasi apakah selisihnya
(kesalahan sampling terhitung) cukup besar. Apabila auditor menyimpulkan selisih
cukup besar, maka pengendalian yang diuji dapat digunakan untuk mengurangi
penetapan risiko pengendalian sebagaimana direncanakan dengan asumsi bahwa
penyimpangan tidak menunjukkan kemungkinan adanya masalah signifikan lain
dalam pengendalian internal.
Apabila auditor menyimpulkan bahwa TER – SER adalah terlalu kecil untuk
menyimpulkan bahwa populasi dapat diterima, atau apabila SER lebih besar daripada
TER, auditor harus mengikuti salah satu dari Tindakan berikut:
a. Merevisi TER atau ARACR
b. Memperbesar ukuran sampel
c. Merevisi penetapan risiko pengendalian
➢ Rincian Saldo
Sampling non audit dalam pengujian saldo, memiliki 14 tahapan yang perlu
dilakukan. tahapan-tahapan tersebut sebagai berikut:
1. Merencanakan Sampel
1) Menetapkan tujuan pengujian audit
2) Memutuskan apakah sampling audit bisa diterapkan
3) Merumuskan kesalahan penyajian
4) Merumuskan populasi
5) Merumuskan unit sampling
6) Menetapkan kesalahan penyajian bisa ditoleransi
7) Menetapkan risiko nisa diterima untuk keliru menerima
8) Menaksir kesalahan penyajian
9) Menentukan ukuran sampel awal
2. Memilih Sampel dan Melaksanakan Prosedur Audit
1) Memilih sampel
2) Melaksanakan prosedur audit
3. Mengevaluasi Hasil
1) Generalisasi dari sampel ke populasi
2) Menganalisis kesalahan penyajian
3) Memutuskan akseptabilitas populasi
• Menetpkan Tujuan Pengujian Audit
Dalam pengujian saldo, sampel digunakan untuk menentukan apakah saldo akun yang
sedang diaudit telah ditetapkan dengan wajar atau mengandung kesalahan penyajian
yang material.

• Memutuskan apakah sampling audit bisa diterapkan


Meskipun auditor umunya menggunakan sampel untuk banyak akun, akan tetapi
dalam situasi tertentu penggunaan sampel tidak dapat diterapkan. Misalnya, saat
auditor melakukan pemeriksaan terhadap tambahan atas asset tetap dan menemui
banyak penambahan-penambahan kecil tetapi terdapat satu pembelian Gedung
berjumlah besar, auditor dapat memutuskan untuk mengabaikan seluruh penambahan
kecil. Dalam kondisi ini auditor tidak memerlukan sampel.
• Merumuskan Kesalahan Penyajian
Karena sampling audit untuk pengujian rincian saldo untuk mengukur kesalahan
penyajian moneter, dimana kesalahan penyajian terjadi apabila unsur sampel
mengalami kesalahan penyajian.
• Merumuskan Populasi
Populasi adalah unsur-unsur yang membentuk populasi rupiah yang tercatat
dalam pembukan. Umumnya, populasi akuntansi yang akan disampel oleh auditor
melputi unsur-unsur yang berjumlah besar. Auditor akan mengevaluasi apakah
populasi dalam pembukuan mengandung lebih saji atau kurang saji.
• Merumuskan Unit Sampling
Dalam pengujian audit saldo, unit samplingnya hamper selalu berupa unsur-
unsur yang membentuk saldo akun. Misalnya, untuk piutang usaha unit samplingnya
adalah nomor pelanggan. Auditor dapat menggunakan unsur-unsur yang membentuk
populasi sebagai unit sampling untuk pengujian semua tujuan audit, dikecualikan
untuk tujuan kelengkapan. Untuk itu, auditor dapat memilih sampel dari sumber lain
seperti pelanggan yang bersaldo nol.
• Menetapkan Kesalahan Penyajian yang Bisa Ditoleransi
Auditor menetapkan kesalahan penyajian yang bisa diterima untuk menentukan
ukuran sampel dan mengevaluasi hasil dalam sampling non-statistik. Mulanya auditor
akan menetapkan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas dan menggunakan
jumlah total tersebut untuk menentukan kesalahan penyajian yang bisa ditoleransi
untuk setiap akun. Jika auditor menurunkan tingkat kesalahan penyajian yang bisa
ditolerans, maka ukuran sampel yang dibutuhkan harus dinaikkan.
• Menetapkan Risiko Bisa Diterima Untuk Kekeliruan Menerima
Risiko bisa diterima untuk keliru menerima atau acceptable risk of incorrect
scceptsnce (ARIA) adalah besarnya risiko yang dapat diterima oleh auditor dalam
menerima suatu saldo akun sebagai saldo yang benar padahal kesalahan penyajian
yang sesungguhnya melebihi kesalahan penyajian yang bisa ditoleransi. ARIA
memiliki hubungan terbalik dengan ukuran sampel yang dibutuhkan. Contohnya,
apabila auditor menerapkan ARIA dari 10% menjadi 5%, maka ukuran sampel yang
dibutuhkan akan naik. Faktor penting yang mempengaruhi auditor dalam mengambil
keputusan terkait ARIA adalah taksiran risiko pengendalian yang ditetapkan auditor
dalam model risiko audit. Apabila pengendalian internal efektif, risiko pengendalian
dapat diturunkan, sehingga auditor dapat menaikkan ARIA. Hal ini yang akan dapat
mengurangi ukuran sampel yang diperlukan untuk pengujian rincian saldo ak un yang
bersangkutan.
• Menaksir Kesalahan Penyajian Dalam Populasi
Umumnya auditor akan membuat estimasi berdasarkan pengalaman tahun
subelumnya dengan klien yang bersangkutan dan dengan menaksir risiko bawaan,
mempertimbangkan hasil pengujian pengendalian, pengujian substansif transaksi, dan
pengujian analitis yang dilakukan.
• Menentukan Ukuran Sampel Awal
Dalam menentukan ukuran sampel awal dilakukan dengan mempertimbangkan
faktor-faktor serta pengaruh perubahan setiap faktor dalam ukuran sampel. Selain itu,
para auditor juga sering mengikuti pedoman yang dibuat oleh kantor akuntan mereka
masing-masing. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran sampel untuk
pengujian saldo:
Kondisi yang Membuat Kondisi yang Membuat
Faktor Ukuran Sampel Lebih Ukuran Sampel Lebih
Kecil Besar
Risiko pengendalian – Risiko pengendalian rendah Risiko pengendalian tinggi
mempengaruhi risiko bisa
diterima untuk keliru
menerima
Hasil prosedur substantif lain Hasil yang memuaskan Hasil tidak memuaska
yang menyangkut asersi yang dalam prosedur substantive dalam prosedur substantive
sama – mempengaruhi risiko lan yang berhubungan lain yang berhubungan
bisa diterima untuk keliru
menerima
Risiko audit bisa diterima- Risiko audit bisa diterima Risiko audit bisa diterima
mempengaruhi risiko bisa yang tinggi yang rendah
diterima untuk keliru
menerima
Kesalahan penyajaian yang Kesalahan penyajian yang Kesalahan penyajian yang
bisa diterima untuk akun bisa diterima yang lebih diterima lebih kecil
tertentu besar
Risiko bawaan – Risiko bawaan yang rendah Risiko bawaan yang tinggi
mempengaruhi taksiran
kesalahan penyajian dalam
populasi
Ukuran diharapkan dan Kesalahan penyajian yang Kesalahan penyajian yang
frekuensi kesalahan lebih kecil atau frekuensi lebih bear atau frekuensi
penyajian- Mempengaruhi yang lebih rendah yang lebih tiggi
taksiran kesalahan penyajian
dala populasi
Jumlah rupiah populasi Saldo akun yang lebih kecil Saldo akun yang lebih besar
Jumlah unsur dalam populasi Hampir tidak berpengaruh Hampir tidak berpengaruh
terhadap sampel kecuali bila terhadap sampel kecuali
populasi sangat kecil bila populasi sangat kecil

• Memilih Sampel
Auditor akan membuat keputusan setelah mempertimbangkan keuntungan dan
kerugian setiap metode, termasuk pertimbangan akan biaya yang dikeluarkan.
• Melaksanakan Prosedur Audit
Untuk melaksanakan prosedur audit, auditor menerapkan prosedur audit yang tepat
terhadap setiap unsur dalam sampel untuk menentukan apakah berisi kesalahan
penyajian.
• Generalisasi Dari Sampel ke Populasi dan Memutuskan Akseptabilitas Populasi
Auditor dapat melakukan generalisasi dari sampel ke populasi dengan cara sebagai
berikut:
1) Melakukan proyeksi kesalahan penyajian dari hasil sampel ke populasi.
2) Mempertimbangkan kesalahan sampling dan risiko sampling (ARIA).
Auditor yang menggunakan sampling non-statistik tidak dapat secara formal untuk
mengukur kesalahan sampling dan oleh karena itu harus secara subyektif
mempertimbangkan kemungkinan bahwa kesalahan penyajian ppopulasi
sesungguhnya melebihi jumlah yang bisa ditoleransi. Adapun pertimbangan auditor
dalam melakukan hal ini adalah:
1) Selisish antara taksiran point dengan kesalahan penyajian bisa ditoleransi
2) Seberapa banyak unsur-unsur dalam populasi yang telah diaudit 100%
3) Apakah kesalahan penyajian cenderung bisa saling menutup atau hanya dalam
satu arah
4) Jumlah kesalahan penyajian individual
5) Ukuran sampel

4.2 Sampling Audit Statistik


Sampling audit statistik merupakan penggunaan rencana sampling dengan cara
sedemikian rupa sehingga hukum probabilistic digunaka untuk membuat stetament
tentang suatu populasi. Prosedir audit dapat dikategorka sebagai sampling statistic
apabila sampel dipilih secara random dan hasil sampel dapat dievaluasi secara
matematis.
Metode pemilihan sampel probabilistik terdiri dari:
1. Pemilihan sampel acak sederhana (simple random sample selection)
Dalam sampel acak sederhana, setiap kombinasi unsur populasi mempunyai
kesempatan yang sama untuk dimasukkan dalam sampel. Auditor menggunakan
sampling acak sederhana jika tidak ada kebutuhan untuk menekankan pada satu
atau lebih tipe unsur populasi. Jika auditor menggunakan sampel ini, auditor dapat
menggunakan metode tersebut jika semua unsur dalam populasi mempunyai
kesempatan yang sama dalam pemilihan. Dalam pemilihan sampel acak terdapat
yang namanya nomor-nomor acak.
Nomor-nomor acak adalah serangkaian angka yang memiliki probabilitas
yang sama untuk terjadi dalam jangka panjang dan tidak memiliki pola tertentu.
Para auditor sering menghasilkan nomor-nomor acak dengan menggunakan salah
satu dari tiga teknik pemilihan sampel dengan bantuan komputer, yaitu: electronic
spreadsheets, random number generators, dan generalized audit software.
Adapun keuntungan menggunakan bantuan computer dalam pemilihan sampel
adalah menghemat waktu, mengurangi kemungkinan auditor salah dalam
memilih nomor, mendokumentasikan secara otomatis. Nomor-nomor acak bisa
diperoleh dengan atau tanpa penggantian. Dengan penggantian berarti bahwa
suatu elemen dalam populasi dapat diikutsertakan dalam sampel lebih dari satu
kali. Dalam pemilihan tanpa penggantian, suatu unsur hanya dapat diikutsertakan
satu kasi. Meskipun kedua pendekatan tersbeut sejalan dengan teori statistik,
namun auditor jarang menggunakan sampling dengan penggantian.
2. Pemilihan sampel sistematik (systematic sample selection)
Penggunaan pemilihan ini dilakukan dengan menghitung suatu interval dan
kemudian memilih unsur-unsur untuk sampel berdasarkan ukuran interval.
Interval ditentukan dengan membagi ukuran populasi dengan ukuran sampel yang
dikehendaki.
Keuntungan pemilihan sampel ini adalah penggunaannya mudah digunakan.
Dalam kebanyakan populasi, sampel sistematik dapat dengan cepat ditarik dan
secara otomatis meletakkan nomor-nomor secara berurutan sehingga
memudahkan untuk membuat dokumentasi. Selain memiliki keuntungan,
pemilihan sampel sistematik juga memiliki kelemahan karena adaya
kemungkinan terjadi bias. Misalnya jika suatu penyimpangan pengendalian
terjadi pada suatu waktu tertentu di suatu bulan atau hanya dengan tipe dokumen
tertentu, sampel sistematik kemungkinan besar akan gagal menjadi sampel yang
refresentatif dibandingkan dengan sampel acak sedderhana. Sehingga, apabila
auditor menggunakan pemilihan sistematik, auditor harus mempertimbangkan
kemungkinan pola dalam data populasi yang bisa membuat sampel menjadi bias.
3. Pemilihan sampel probabilitas proportional dengan ukuran (probability
Proportional to size sample selection)
Metode pengambilan sampel yang kemungkinan terpilih setiap unsur
individualnya proporsional dengan jumlah rupiah di pembukuan. Metode ini
dapat dievaluasi dengan menggunakan sampling non-statistik atau sampling
statistik unit moneter.
4. Pemilihan sampel berjenjang (Stratified sample selection)
Pemilihan sampel ini dilakukan dengan membagi populasi menjadi sub
populasi, umunya diukur dengan ukuran rupiah, dan mengambil sampel yang
lebih esar dari subpopulasi dengan ukuran yang lebih besar. Perhitungan dibuat
untuk setiap strata dan kemudian digabungkan menjadi satu taksiran populasi
confidence interval untuk keseluruhan populasi. Pemilihan sampel berjenjang
dapat dievaluasi dengan menggunakan sampling non-statistik atau sampling
statistik variabel. Secara tradisional auditor menekankan pada jenis unsur-unsur
tertentu ketika auditor menguji populasi dengan menggunakan sampling non
statistik.
• Tahapan Sampling Audit Statistik
Sama seperti sampling audit non-statistik, pada sampling audit statistik juga terdapat
14 tahapan. Tahapan-tahapan sampling statistik dan non-statistik hanya terdapat 5
perbedaan (yang berbeda berisi penjelasan), yaitu:
1. Menetapkan tujuan
2. Memutuskan apakah sampling audit bisa diterapkan
3. Merumuskan atribut dan kondisi-kondisi penyimpangan
4. Merumuskan populasi
5. Merumuskan unit sampling
6. Menetapkan tingkat penyimpangan bisa ditoleransi
7. Menetapkan risiko penetapan risiko pengendalian terlalu rendah bisa diterima;
Auditor menetapkan suatu jumlah tertentu misalnya risiko 5%.
8. Menaksir tingkat penyimpangan populasi
9. Menentukan ukuran awal; menggunakan program computer atau table yang
dikembangkan dari formula statistik
10. Memilih sampel; menggunakan metode probabilistik sampling acak sederhana
atau metode sistematis
11. Melaksanakan prosedur audit
12. Generalisasi dari sampel ke populasi; auditor menghitung batas presisi atas
(CUER) pada suatu ARACR tertentu dengan menggunakan program computer
khusus atau menggunakan table yang dibangun dari formula statistik
13. Analisis penyimpangan
14. Memutuskan akseptabilitas populasi; auditor membandingkan CUER dengan
TER untuk masing-masing atribut
• Pemilihan sampel untuk tingkat penyimpangan
Auditor menggunakan sampel dalam pengujian pengendalian dan pengujian
substantive transaksi untuk menaksir persentase unsur-unsur dalam suatu populasi
yang berisi suatu karakteristik atau atribut. Persentase inilah yang disebut sebagai
tingkat penyimpangan. Auditor menaruuh perhatian pada jenis-jenis penyimpangan
dalam populasi data akuntansi sebagai berikut:
a. Penyimpangan dari pengendalian yang ditetapkan klien
b. Kesalahan penyajian rupiah dalam populasi data transaksi
c. Kesalahan penyajian rupiah dalam populasi detil saldo akun
Pengetahuan tentang tingkat penyimpangan terutama berguna untuk
penyimpangan tipe satu dan tipe dua yang bersangkutan dengan transaksi. Sehingga
auditor banyak menggunakan audit sampling yang mengukur tingkat penyimpangan
dalam melakukan pengujian pengendalian dan pengujian substantif transaksi.
Tingkat penyimpangan dalam suatu sampel digunakan untuk menaksir tingkat
penyimpangan dalam keseluruhan populasi. Hal ini merupakan taksiran terbaik
auditor mengenai tingkat penyimpangan dalam populasi. Istilah penyimpangan
harus diartikan baik berupa deviasi dari prosedur pengendalian yang ditetapkan oleh
klien dan jumlah rupiah yang tidak benar, baik yang disebabkan oleh kesalahan
akuntansi yang tidak disengaja maupun oleh penyebab lainnya. Istilah deviase
terutama berkaitan dengan penyimpangan dari pengendalian yang ditetapkan.
Karena tingkat penyimpangan didasarkan pada suatu sampel, maka terdapat
kemungkinan signifikan bahwa tingkat penyimpangan sampel berbeda dari tingkat
penyimpangan populasi yang sesungguhnya. Perbedaan ini disebut sebagai
kesalahan sampling. Seorang auditor perlu berhati-hati dengan taksiran kesalahan
sampling dan keandalan dari taksiran tersebut yang disebut risiko sampling.

4.2.1 Sampling Unit Moneter


Sampling unit moneter atau monetary unit sampling (MUS) adalah
metode sampling statistic yang paling banyak digunakan untuk pengujian rinci
saldo karena kesederhanaan statistic dari sampling atribut yang memberikan
hasil statistik yang dinyatakan dalam rupiah. Terdapat beberapa kunci yang bisa
dipelajari untuk memahami sampling unit moneter, yaitu:
• Rumusan unit sampling adalah rupiah individual
• Ukuran populasi adalah rupiah populasi menurut pembukuan
• Pertimbangan pendahuluan materialitas digunakan untuk setiap akun
bukan kesalahan penyajian bisa ditoleransi
• Ukuran sampel ditentukan dengan menggunakan formula statistic
• Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan PPS
➢ Generalisasi dari sampel ke populasi dengan menggunakan tehnik
MUS
Generalisasi dari sampel ke populasi dapat dilakukan dengan memproyeksi
kesalahan penyajian dari hasil sampel ke populasi dan menentukan kesalahan
sampling yang bersangkutan. Terdapat 4 aspek untuk melakukan hal tersebut
dengan MUS adalah,
1. Untuk menghitung hasil digunakan table sampling atribut. Table dapat
digunakan dengan mengganti ARCR dengan ARIA.
2. Hasil atribut harus dikonversi menjadi rupiah.
3. Auditor harus membuat suatu asumsi tentang persentase kesalahan
penyajian untuk setiap unsur populasi yang kesalahan penyajian.
4. Auditor menghitung batas kesalahan penyajian. Batas kesalahan
penyajian yaitu taksiran kemungkinan lebih saji maksimum batas atas
dan kemungkinan lebih saji maksimum batas bawah pada suatu ARIA
tertentu.
➢ Generalisasi menggunakan MUS dari sampel ke populasi seandainya
tidak ditemukan kesalahan penyajian
Contoh: Berdasarkan table hasil dari sampel dan batas kesalahan penyajian,
seorang auditor meyimpulkan dengan risiko sampling 5% bahwa tidak lebih
dari 3% dari unit rupiah dalam populasi yang kesalahan penyajian. Untuk
mengkonversi persentase menjadi rupiah, auditor harus membuat suatu asumsi
tentang rata-rata persentase kesalahan penyajian dalam rupiah populasi yang
berisi kesalahan penyajian. Asumsi yang dibuat yaitu: jumlah lebih saji 20%,
jumlah kurang saji 200%, batas kesalahan penyajian pada ARIA 5% adalah:
Batas atas kesalahan penyajian = Rp1.200.000 x 3% x 20%
= Rp7.200
Batas bahwa kesalahan penyajian = Rp1.200.000 x 3% x 200%
= Rp72.000
Persentase kurang saji diberikan persentase lebih besar karena terdapat potensi
kesalahan penyajian lebih besar yang dinyatakan dalam persentase.
Asumsi yang tepat untuk keseluruhan persentase kesalahan penyajian
dalam unsur-unsur populasi yang berisi kesalahan penyajian adalah keputusan
auditor. Auditor harus menetapkan persentase ini berdasarkan pertimbangan
professional sesuai dengan keadaan yang dihadapi. Dalam hal ini tidak
terdapat informasi yang meyakinkan kebanyakan auditor percaya bahwa perlu
diasumsikan jumlah 100%, baik untuk lebih saji maupun kurang saji kecuali
bila terdapat kesalahan penyajian dalam hasil sampel. Pendekatan ini
dipandang sangat konservatif, tetapi lebih mudah dipahami d ibandingkan
dengan asumsi lain. Alasan mengapa batas atas dan batas bawah disebut batas
kesalahan penyajian apabila menggunakan MUS karena rentang pemakaian
asumsi konservatif.
➢ Generalisasi apabila ditentukan kesalahan penyajian
Terdapat empat aspek untuk melakukan generalisasi dari sampel ke populasi
yang bisa diterapkan, yaitu:
1. Jumlah kesalahan penyajian mula-mula dipisahkan dan kemudian
digabungkan
2. Dibuat asumsi kesalahan penyajian yang berbeda untuk setiap kesalahan
penyajian termasuk nol kesalahan penyajian
3. Auditor harus menggunakan tabel sampling atribut untuk membuat lapisan
tingkat batas atas penyimpangan terhitung
4. Asumsi kesalahan penyajian harus dikaitkan dengan setiap lapisan
Kebanyakan pengguna MUS berpendapat bahwa pendekatan ini sangat
konservatif apabila terdapat jumlah pengurang. Jika ditemukan kurang saji,
logis dan masuk akal jumlah batas atas lebih saji harus lebih rendah daripada
jumlah kurang saji. Penyesuaian untuk jumlah pengurang dilakukan sebagai
berikut:
a. Taksiran poin kesalahan penyajian dibuat untuk jumlah lebih saji maupun
kurang saji
b. Setiap batas dikurangi dengan taksiran poin yang berlawanan
➢ Menetapkan aksetabilitas populasi dengan menggunakan MUS
Setelah melakukan penghitungan batas kesalahan penyaji selanjutnya
auditor menetapkan apakah populasi dapat diterima dengan aturan pengambilan
keputusan. Aturannya adalah apabila batas bawah kesalahan penyajian maupun
batas atas kesalagan penyajian jatuh diantara jumlah kurang saji atau jumlah
lebih saji bisa ditoleransi, bisa disimpulkan bahwa nilai per buku tidak
mengandung kesalahan penyajian material.
➢ Menentukan ukuran sampel dengan menggunakan metode MUS
Penentuan ukuran sampel menggunakan tabel sampling atribut. Adapun
beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Materialitas
b. Asumsi tentang persentase rata-rata kesalahan penyajian untuk unsur
populasi yang berisi kesalahan penyajian
c. Risiko bisa diterima untuk keliru menerima
d. Nilai populasi per pembukuan
e. Estimasi tingkat penyimpangan populasi
f. Hubungan antara model risiko audit dengan ukuran sampel untuk MUS

4.2.2 Sampling Variabel


Sampling variabel dengan sampling non-statistik memiliki tujuan yang
sama yaitu mengukur kesalahan penyajian dalam saldo akun. Sejumlah tehnik
sampling membentuk metode yang disebut variabel sampling yaitu:
a. Estimasi selisih. Auditor menggunakan estimasi selisih untuk
mengukur jumlah taksiran kesalahan penyajian total dalam suatu
populsi, jika biak nilai menurut buku maupun nilai menurut audit
tersebia untuk setiap unsur dalam sampel yang biasanya terdapat pada
setiap audit. Auditor membuat suatu estimasi kesalahan penyajian
populasi berdasarkan jumlah kesalahan penyajian dlam sampel, ukuran
sampel, dan ukuran sampel. Hasilnya dinyatakan sebagai taksiran poin
kesalahan penyajian ditambah atau dikurangi interval presisi terhitung
pada tingkat keyakinan tertentu.
b. Estimasi rasio. Auditor menghitung rasio antara kesalahan penyajian
dan nilai bukunya dan proyeksi hal ini ke populasi untuk menaksir total
kesalahan penyajian. Estimasi rasio dapat berakibat pada ukuran sampel
bahkan leboh kecil dari estimasi selisih apabila ukuran kesalahan
penyajian dalam populasi proporsional dengan nilai buku unsur
populasi. Jika ukurab kesalahan penyajian individual independent
terhadap nilai buku, estimasi selisih berakibat ukuran sampel lebih kecil.
c. Estimasi mean per unit. Auditor lebih focus pada nilai per audit, tidak
pada jumlah kesalahan penyajian untuk setiap unsur dalam sampel.
Estimasi poin nilai per audit sama dengan rata-rata nilai audit dari unsur-
unsur dalam sampel dikalikan dengan ukuran populasi. Interval presisi
terhitung dihitung atas dasar nilai audit dari untuk sampel bukan atas
dasar kesalahan penyajian.
DAFTAR PUSTAKA
Kieso, D.E., Weigandt, J.J. dan Warfield, T.D. Intermediate Accounting . Edisi IFRS11th,
John Wiley & Son. Inc., (Edisi 12 Bahasa Indonesia) Ikatan Akuntan Indonesia. Standar
Akuntansi Keuangan . Salemba Empat

Anda mungkin juga menyukai