Anda di halaman 1dari 2

1.

Tentu saja indikasi keimanan seseorang mempunyai pengaruh yang besar pada psikologi dan
kehidupannya sehari-hari. Ibnu Majah dalam Sunannya meriwayatkan bahwa nabi pernah
bersabda sebagai berikut. “Iman adalah keterkaitan antara kalbu, ucapan, dan perilaku”.
(Menurut Al-Sakawy dalam, Al-Maqasid, Al- Hasanah, hlm 140, kesahihan hadist dapat
dipertanggungjawabkan)
Jika seseorang memiliki iman maka ia akan menjaga perilaku dan lissannya untuk tidak
menyakiti orang lain , menjaga kalbunya untuk slalu taat dengan perintah Allah. Seperti
fenomena klitih tersebut terlihat bahwasanya pelaku tidak memiliki keimanan untuk menjaga
prilaku sehingga melukai orang lain. Orang yang beriman akan selalu mawas diri, seperti gaya
hidup FWB yang dipromosikan, menunjukkan kurangnya ilmu dalam dirinya, sebagimana
dinyatakan di dalam al-quran QS.Al- Israa’(17) :36 yang artinya “Dan janganlah engkau turut
apa-apa yang tidak ada ilmu padanya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya akan ditanya. Hal ini sangat menunjukkan bahwa kuat lemahnya iman seseorang
sangat tergantung pada penguasaannya terhadap Al-Qur,an. Kekeliruan dan kedangkalan dalam
memahami Al- Qur’an merupakan faktor yang membuat dangkal atau keliru dalam beriman.
2. a. Basyar
adalah gambaran manusia secara materi, yang dapat dilihat, memakan sesuatu, berjalan dan
berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia dalam pengertian ini terdapat
dalam Al-Qur’an sebanyak 35 kali diberbagai surat. 25 kali berbicara tentang
“kemanusiaan” para rasul dan nabi, 13 ayat di antaranya menggambarkan polemik para rasul
dan nabi dengan orang-orang kafir yang isinya keengganan orang-orang kafir terhadap apa
yang dibawa para nabi dan rasul, karena menurut mereka para rasul itu adalah manusia
seperti mereka juga.
Namun perbedaannya adalah bahwa term ini menunjuk pada keberadaannya sebagai
makhluk jasmani dan berjasad kasar.
b. An- Naas
Di dalam Al-Qur’an terdapat 240 kali dengan keterangan yang jelas menunjukkan seluruh
umat manusia sebagai keturunan Nabi Adam AS. Term an-Naas berasal dari kata nawasa
yang artinya goncangan atau fluktuatif. An-Nas dalam Alquran disebutkan sebanyak 241
kali dan tersebar dalam 55 surat. Dikatakan goncangan atau fluktuatif, karena manusia itu
cenderung berubah jika bertemu dengan sesamanya. Dari karakter manusia semacam ini,
maka wajar jika Islam menganjurkan agar selalu berada di tengah-tengah orang-orang yang
baik.
Dalam pendapat yang lain, dikatakan bahwa konsep An-Nas selalu berhubungan dengan
fungsi manusia sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup
sendiri tanpa bantuan orang lain. Dalam artian bahwa manusia harus mengutamakan
kepentingan bersama dan menjaga keharmonisan hidup bermasyarakat.

c. Al-Insan
Term al-Insan yang berasal dari kata al-Ins yang mendapatkan tambahan alif dan nun. Kata
Insan ini dinyatakan dalam Alquran sebanyak 65 kali dan tersebar dalam 43 surat. Ada yang
berpendapat bahwa, penggunaan kata Insan bagi manusia dalam Alquran bertujuan untuk
menguatkan karakter manusia sebagai makhluk sosial. Ataupun dengan istilah lain, manusia
adalah makhluk yang tidak bisa menjalankan aktivitas hidupnya dengan sempurna kecuali
ada keterlibatan pihak lain. Atau bisa juga dipahami dengan menggunakan kaidah al-
Ziyadah fi Bin’ya al-Kalimah – bahwa penggunaan kata Insan dimaksudkan untuk
menunjukkan totalitas manusia sebagai makhluk jasmani dan rohani.

3. Pada zaman kenabian Mayarakat madani merujuk pada masyarakat madinah yang dibangun
oleh Nabi Muhammad di Madinah. Ketika Nabi Musa mampu membebaskan masyarakatnya
dari mental budak menjadi mental sebagai warga masyarakat yang merdeka dengan ciri taat
pada hukum dalam bahasa Ibrani mereka itu disebut dengan medinant yang berarti masyarakat
beradab karena taat pada hukum dan aturan. Masyarakat madani yang dideklarasikan oleh Nabi
adalah masyarakat yang adil, terbuka dan demokratis dengan landasan takwa kepada Allah dan
ajarannya yang juga merupakan reformasi terhadap masyarakat jahiliyah. Sementara itu,
masyarakat madani di era modern ini merupakan reformasi terhadap pemerintahan yang
despotik dan tiranik. Dalam konteks Indonesia, masyarakat madani merupakan repons dan
reformasi terhadap pemerintahan Orde Baru yang dianggap otoriter dimana hak-hak rakyat
dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial diabaikan melalui slogan stabilisasi. Atas dasar itu
maka masyarakat madani pada hakikatnya adalah sebuah masyarakat berperadaban yang
disemangati oleh nilai-nilai ketuhanan untuk kebaikan bersama.

Anda mungkin juga menyukai