Anda di halaman 1dari 3

JAWABAN TUGAS 1

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

JAWABAN SOAL 1

Indikasi keimanan seseorang berpengaruh pada psikologi dan kehidupan sehari-hari dapat dijelaskan
sebagai berikut ini.

Pada logikanya, apabila Keimanan seseorang tinggi maka secara psikologis, pikiran, ucapan dan
tindakannya akan selalu ingat kepada Allah saja, menjalankan semua perintah-NYA, menjauhi semua
larangan-NYA. Demikian dengan kehidupan sehari-hari, ia akan selalu bekerja yang halal, makan dan
minum yang halal, melakukan hal-hal yang positif, gembira dan bahagia karena ia merasakan
semuanya dilakukan karena keikhlasan, keridhoan dan semuanya untuk Allah. Ia akan mensyukuri
apa yang Allah berikan padanya, apa adanya. Pedoman hidupnya sudah jelas yaitu Al Qur’an dan
Hadist Nabi. Demikianlah, Ia dimasukkan dalam kelompok Mukmin. Ia akan selalu optimis
menghadapi masa depan, karena semuanya Ia pasrahkan kepada Allah, Allah akan memberikan jalan
dan yang terbaik baginya.

Demikian pula sebaliknya, jika Keimanan tipis (tiada bersyukur, kufur nikmat) atau tiada keimanan
(kafir) maka akan terjadi ketidak-sikronan antara kalbu, ucapan dan perilakunya dalam kehidupan
sehari-harinya, ia secara psikologis akan selalu gelisah, mencari kedamaian, tidak ada tempat
mengadu. Ia akan jauh dari Allah, hatinya kosong. Al Qur’an dan Hadist jauh dari pedoman hidup dan
kalbunya. Jiwa yang seperti itu mudah untuk tergoda melakukan, mengucapkan dan berpikiran serba
negatif. Jiwa yang kosong mudah dipengaruhi oleh Jin dan Setan yang selalu menggoda melakukan
perbuatan negatif, tidak melakukan amalan dan perintah Allah. Ia mudah berbuat maksiat dan
perilaku negatif lainnya. Makan dan minumnya juga hanya karena dorongan nafsu saja, mdah
terombang-ambing oleh sesuatu yang tidak jelas dan sumbernya. Orang yang demikian biasanya
tidak optimis pada masa depannya sendiri, ragu dan gampang frustasi, mudah putus-asa.

Dalil atas penjelasan tersebut adalah:


 QS. Al-Baqarah (2): 4
 QS. Al- Baqarah (2) : 165
 QS. Al-Baqarah (2): 172
 QS. Al-Baqarah (2): 285
 QS. Al-A’raaf (7):179
 QS. An-Nisaa’ (4): 51
 QS. AnNaas (114): 1-3
 QS. Al-Ankabut (29): 51
 QS. Al-Anfaal (8):2
 QS. Ali Imran (3): 7
 QS. Al-Israa’ (17) : 36
 QS. Yusuf (12): 87
 QS Ath-Thalaaq 2-3
 HR Ibnu Majah meriwayatkan bahwa nabi pernah bersabda sebagai berikut. “Iman adalah
keterikatan antara kalbu, ucapan dan perilaku”. (Menurut Al-Sakawy dalam, Al-Maqasid, Al-
Hasanah, hlm 140).
JAWABAN TUGAS 1
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

JAWABAN SOAL 2

Makna Manusia dalam berbagai term di dalam Al Qur’an seperti Basyar, An-Naas dan Bani Adam,
makna dan penjelasannya serta perbedaannya dari para Ulama Ahli Tafsir adalah sebagai berikut ini.

Basyar ialah gambaran manusia secara materi, yang dapat dilihat, memakan sesuatu, berjalan dan
berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengertian ini adalah penjelasan manusia yang
karakternya sangat dasar. Fitrahnya sebagai manusia adalah mahluk biologis, memiliki segala sifat
kemanusiaan dan keterbatasan yang merasakan berbagai sensasional dan emosional seperti: lapar,
marah, benci, suka, kawin, nafsu, dan sebagainya. Emosionalnya lebih dominan daripada spiritual
dan intelektualnya. Selain itu Al-basyar dipakai untuk menyebut semua makhluk, baik laki-laki
maupun perempuan, baik satu maupun banyak
Dalam Alquran kata basyar digunakan untuk menjelaskan eksistensi bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam tidak lain hanya seorang basyar yang diciptakan (Wa al-nabiyy ma huwa illa basyar
makhluq). Karena itu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diperintahkan untuk
menyampaikan pesan bahwa, “Sungguh aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diberi
wahyu....” (QS. Al-Kahfi: 110).
Manusia sebagai kata Basyar senantiasi diperingatkan untuk selalu ingat pada Allah dan Rosulnya,
agar mereka mengendalikan sisi biologisnya, emosionalnya, mengutamakan spritual dan
intelektualnya seperti tertulis dalam QS Al-Anbiyaa (21) : 2-3.

An-Naas ialah digunakan bagi basyar yang mengoptimalkan intelektualnya serta sebagai mahluk
sosial. Mereka bersosialisasi, berkarya, membangun peradaban, kebudayaan, keilmuan, dan selalu
berpikir memperbaiki tatanan dan nilai nilai kehidupan. Walaupun demikian, Manusia sebagai An-
Naas, Intelektualnya yang terbatas, dan masih terpengaruh emosional terkadang menjerumuskan ke
sisi negatif mereka. Sebagai An-Naas mereka diperintahkan untuk beribadah, bersosialisasi, tunduk
pada Allah dan menjauhi seluruh larangan-NYA. Al Quran menyebut manusia sebagai naas dalam
statusnya sebagai makhluk sosial yang bergaul dan bermasyarakat serta dalam berbagai contoh
perilakunya terhadap Tuhan.
QS Al-Hujuraat ayat 13 dan ayat 72, QS Al-Baqarah ayat 21, QS An-Nisâ ayat 1, QS An-Naas ayat 1-6,
menjelaskan perihal An-Naas ini beserta perintah dan larangan Allah kepada Manusia sebagai An-
Naas.

Bani Adam, dalam konteks ini adalah, Manusia disebut sebagai bani Adam karena dia menunjukkan
asal usul yang bermula dari nabi Adam AS (dzuriyah Adam AS) sehingga dia tahu dan sadar akan jati
dirinya. Misalnya, darimana ia berasal, untuk apa ia hidup, dan kemana dia akan kembali.
Penggunaan istilah bani Adam menunjukkan bahwa manusia bukan hasil dari evolusi makhluk
anthropus (sejenis kera).

Alquran menggambarkan manusia sebagai makhluk theomorfis yang memiliki sesuatu yang agung di
dalam dirinya. Manusia dianugerahi akal yang dapat membedakan nilai baik dan buruk, sehingga
membawa ia pada kualitas tertinggi sebagai makhluk yang bertakwa. Al-Quran memandang manusia
sebagai makhluk yang suci dan mulia, bukan sebagai makhluk yang kotor dan penuh dengan dosa,
sebagaimana pandangan mereka bahwa nabi Adam dan Hawa yang diturunkan dari surga karena
melanggar larangan Allah merupakan asal mula hakikat manusia sebagai pembawa dosa bawaan
(turunan).
JAWABAN TUGAS 1
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Alquran memuliakan manusia sebagai makhluk surgawi, yang sedang dalaam perjalanan menuju
kehidupan spiritual yang suci dan abadi di Yaumul Akhir, meskipun ia harus melewati rintangan dan
cobaan dengan beban dosa ketika melakukan kesalahan di dalam kehidupan dunia.

QS Al-A'raf ayat: 31, QS Maryam: 58, QS Al-Isra: 70, dan beberapa QS lainnya menyebutkan hal
tersebut sebagai pengingat Manusia adalah keturunan Nabi Adam AS.

JAWABAN SOAL 3

Makna madani diambil dari kata madinah yang artinya kota yang aman, dan istilah mayarakat
madani, keterkaitan kedua makna tersebut, penjelasannya beserta pendekatan historis atau sejarah
kenabian Rasulullah adalah sebagai berikut.

Masyarakat Madani merujuk pada sejarah kenabian Rosulullah adalah pada sejarah masyarakat
Madinah yang dibangun oleh Nabi Muhammad di Madinah. Madani, berasal dari kata Madinah yang
berasti aman. Madani dalam bahasa Ibrani yaitu Medinat berarti Negara, dan bahasa Arab kata yang
menunjuk negara adalah madinah dalam arti kota. Ketika Rosulullah hijrah ke Madinah, maka beliau
mengubah kota Yatrsib (asal nama Kota Madinah sebelumnya) menjadi Madinah, maka Rosulullah
mendeklarasikan terbentuknya suatu masyarakat yang bebas dari kezaliman tirani dan taat hanya
kepada hukum dan aturan untuk kesejahteraan bersama.

Aturan dan hukum yang dimaksud itu tidak dibuat sewenang-wenang oleh penguasa akan tetapi
berdasarkan perjanjian (mitasq), kesepakatan (mu’ahadah), kontrak (akad) dan janji setia (bay’at)
yang kesemuanya mencerminkan kerelaan, bukan kepaksaan. Ini berarti bahwa semua aturan dan
hukum harus berdasarkan musyawarah di mana semua warga merasa ikut memberikan gagasannya
secara terbuka mengenai apa yang menjadi aspirasinya yang kemudian diputuskan secara bersama.
Karena itu, ketaatan dalam masyarakat madani bersifat terbuka, rasional, kontraktual, dan
transaksional, bukan pola ketaatan yang tertutup, tidak rasional, tidak kritis dan bersifat hanya satu
arah. Masyarakat Madani yang dideklarasikan oleh Beliau adalah masyarakat yang adil, terbuka dan
demokratis, dengan landasan takwa kepada Allah dan taat kepada ajaran-Nya. Masyarakat Madani
yang Beliau deklarasikan intinya adalah Reformasi dari Masyarakat Jahiliyah yang dianut masyarakat
Mekkah waktu itu.

Atas dasar itu maka Masyarakat Madani pada hakikatnya adalah sebuah masyarakat berperadaban
yang disemangati oleh nilai-nilai ketuhanan untuk kebaikan bersama. Masyarakat Madani adalah
“baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur” atau sebuah negeri yang mengumpulkan kebaikan alam
dan kebaikan perilaku penduduknya. Untuk mencapai masyarakat yang beradab dan sejahtera itu
maka masyarakat madani harus ditegakkan atas prinsip-prinsip berikut ini:

1. Keadilan dan Keseimbangan, yang bermanfat untuk kesejahteraan umum/masyarakat;


2. Menjunjung tinggi Supremasi Hukum;
3. Menganut Azas Egalitarianisme (Persamaan);
4. Menjunjung tinggi Pluralisme;
5. Pengawasan Sosial.

Anda mungkin juga menyukai