Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN

PEMANTAUAN DALAM RANGKA MENDUKUNG PROGRAM PEMBEBASAN


BRUCELLOSIS PADA SAPI DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR
BERDASARKAN HASIL INTERSEPSI LABORATORIUM

OLEH :
TIM PEMANTAUAN

STASIUN KARANTINA PERTANIAN KELAS II MAMUJU


BADAN KARANTINA PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2022
DAFTAR ISI
SAMPUL .................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL......................................................................................................... iii
ABSTRAK .................................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
LATAR BELAKANG ...................................................................................... 1
MAKSUD DAN TUJUAN ............................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 3
BAB III MATERI DAN METODE ................................................................................. 6
METODE PENGAMBILAN SAMPEL ............................................................ 6
KUISIONER YANG DIPERGUNAKAN ......................................................... 8
METODE DISKUSI ....................................................................................... 8
BAB IV PEMBAHASAN .............................................................................................. 9
DATA INTERSEPSI/DATA TEMUAN HPHK ................................................ 9
DATA STATUS DAN SITUASI HPHK ........................................................... 10
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 12
KESIMPULAN............................................................................................... 12
SARAN ......................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 13

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data Ringkasan Intersepsi / Data Temuan HPHK Hasil Pengujian


Brucellosis terhadap Sapi dengan metode Rose BengalTest (RBT) di
Laboratorium SKP Kelas II Mamuju Tahun 2021 ......................................................9

Tabel 2. Matriks Basis data informasi status dan situasi HPHK Provinsi Sulawesi
Barat Tahun 2021 ..........................................................Error! Bookmark not defined.

iv
PEMANTAUAN DALAM RANGKA MENDUKUNG PROGRAM PEMBEBASAN
BRUCELLOSIS PADA SAPI DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR

ABSTRAK

Badan Karantina Pertanian melalui Unit Pelaksana Teknis di seluruh


Indonesia berperan aktif dalam upaya mencegah masuk, tersebar dan keluarnya
hama penyakit hewan karantina (HPHK). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Pasal 27 ayat 3 bahwa
untuk mengetahui potensi daerah sebaran dilakukan kegiatan pemantauan dan/atau
surveilans. Pemantauan HPHK Tahun 2021 dilaksanakan secara langsung (data
intersepsi) dan tidak langsung (pengambilan sampel dan pengumpulan informasi
dari pihak berwenang) untuk menyusun peta HPHK di Indonesia sebagai bahan
kebijakan pencegahan penyebaran HPHK didalam wilayah Negara Republik
Indonesia. Informasi status dan situasi HPHK yang telah diperoleh selanjutnya
diverifikasi dan dikompilasi dalam bentuk peta HPHK yang akan dilakukan
pembaharuan setiap tahun.
Berdasarkan hasil diskusi dan koordinasi dengan BBVet Maros yang
membawahi bidang Veteriner di Wilayah Sulawesi, Maluku, Papua dan Papua
Barat, dalam menentukan metode pengambilan sampel, besaran sampel dan
pengujian laboratorium. Besaran sampel yang diambil berdasarkan metode
epidemiologis adalah metode pengambilan besaran sampel untuk memperkirakan
prevalensi sebenarnya dengan menggunakan pengujian tidak sempurna (Sample
size to estimate a true prevalence with an imperfect test), dengan menggunakan
proporsi penyakit brucellosis 50%, tingkat kepercayaan 95%, tingkat Presisi 5%,
tingkat Sensitivitas 84%, dan tingkat Spesifisitas 96% diperoleh perhitungan jumlah
sampel dikabupaten Polewali Mandar adalah sejumlah 592 sampel. Kegiatan
pemantauan pada tahun 2022 dilakukan di Kabupaten Polewali Mandar
bekerjasama dengan Balai Besar Veteriner Maros. Pengambilan sampel dilakukan
oleh Stasiun Karantina Pertanian Kelas II Mamuju dan Balai Besar Veteriner Maros
dengan jumlah 841 sampel. Pengujian laboratorium dilakukan di Laboratoirum
Stasiun Karantina Pertanian Kelas II Mamuju dan Balai Besar Veteriner Maros
dengan metode Rose Bengal Test (RBT), apabila dari hasil uji laboratorium

v
dengan metode RBT menunjukkan hasil positif maka dilanjutkan dengan pengujian
Complement Fixation Test (CFT) di Laboratorium Balai Besar Veteriner Maros yang
merupakan gold standart pengujian Brucellosis.
Data Intersepsi Laboratorium SKP Kelas II Mamuju Tahun 2022 dilakukan
43 kali pengujian RBT, jumlah sampel 4.926 sampel, hasil pengujian negatif RBT
sejumlah 4.832 sampel (98,01%) positif RBT sejumlah 94 sampel (1,90%)
Berdasarkan data Laboratorium Pasif dan Hasil Surveilans BBVet Maros
Tahun 2022 di Sulawesi Barat diperoleh hasil pemeriksaan positif HPHK Rabies
pada anjing di Kabupaten Majene.

Kata Kunci : Pemantauan Daerah Sebar HPHK SKP Kelas II Mamuju Tahun 2022.

vi
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Badan Karantina Pertanian melalui Unit Pelaksana Teknis di seluruh
Indonesia berperan aktif dalam upaya mencegah masuk, tersebar dan keluarnya
hama penyakit hewan karantina (HPHK). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Pasal 27 ayat 3 bahwa
untuk mengetahui potensi daerah sebaran dilakukan kegiatan pemantauan dan/atau
surveilans. Bahwa untuk memperoleh informasi mengenai status Hama Penyakit
Hewan Karantina (HPHK) disuatu negara, area atau tempat, berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 82 tahun 2000 Tentang Karantina Hewan Pasal 76 ayat (1) dan
Pasal 11 ayat (2) dilakukan kegiatan pengamatan baik secara langsung di tempat
pemasukan, transit, pengeluaran, instalasi karantina dan alat angkut, maupun tidak
langsung di tempat lainnya dengan melibatkan atau memperoleh informasi dari pihak
yang berwenang.

Pemantauan HPHK Tahun 2022 dilaksanakan secara langsung dan tidak


langsung untuk menyusun peta HPHK di Indonesia sebagai bahan kebijakan
pencegahan penyebaran HPHK didalam wilayah Negara Republik Indonesia.
Informasi status dan situasi HPHK yang telah diperoleh selanjutnya diverifikasi dan
dikompilasi dalam bentuk peta HPHK yang akan dilakukan pembaharuan setiap
tahun.

1
MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dilakukannya pemantauan pada tahun 2022 adalah sebagai berikut :
1. Memperoleh informasi status dan situasi HPHK di daerah sebar HPHK;
2. Memperoleh data ada/ tidaknya HPHK;
3. Memperoleh data tingkat kekebalan media pembawa HPHK terhadap
HPHKtertentu;
4. Menyusun basis data dan situasi HPHK di Indonesia pada umumnya dan di
daerahsebar/tujuan pada khususnya; dan
5. Menyusun peta HPHK.

Tujuan dilakukannya pemantauan pada tahun 2022 adalah mendukung program


pembebasan Brucellosis pada sapi di Kabupaten Polewali Mandar Sulawesi
Barat.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Brucellosis merupakan penyakit menular yang secara primer


menyerang sapi, kambing, babi, dan sekunder berbagai jenis hewan lainnya serta
manusia. Pada sapi penyakit ini dikenal pula sebagai penyakit keluron menular
atau penyakit Bang, sedangkan pada manusia menyebabkan demam yang
bersifat undulans dan disebut sebagai demam Malta (Acha dan Szyfres, 2003).
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit yaitu agen (bibit
penyakit), host (induk semang) dan lingkungan (Environmental). Ketiga faktor
tersebut digambarkan dalam segitiga epidemiologi (Epidemiologi Triad) yang
menggambarkan adanya interaksi dan saling ketergantungan antara ketiga faktor
tersebut. Cara penularan penyakit brucellosis pada hewan dan manusia terbagi
melalui tiga cara yaitu melalui saluran pencernaan, saluran kelamin dan melalui
selaput lendir atau kulit yang luka. Namun penularan juga dapat terjadi melalui
kontak tidak langsung yaitu melalui alat dan kandang yang terkontaminasi oleh
bakteri ini, sedangkan penularan mekanis ditularkan melalui insecta. Penularan
brucellosis yang sering terjadi pada manusia yaitu melalui saluran cerna,
walaupun dapat juga terjadi melalui selaput lendir atau kulit yang luka. Cara
Penularan diantara hewan/ternak melalui saluran kelamin dari perkawinan alam
atau kawin buatan, penularan secara mekanis melalui serangga (insekta),
melalui kandang dan alat yang tercemar kuman Brucella sp (Disnak Jabar,
2011). Cara penularan dari manusia ke manusia yaitu tidak ada bukti terjadi
penularan dari orangke orang (Hardjopranjoto, 1995 dalam Sinaga, 2010).

Penyakit brucellosis disebabkan oleh 6 spesies yaitu Brucella


melitensis, Brucella abortus, Brucella suis, Brucella Neotomae, Brucella Ovis,
dan Brucella canis, namun terdapat 3 spesies yang menimbulkan masalah pada
ternak terutama disebabkan oleh B. Melitensis, B. Abortus, dan B. Suis. B.
Melitensis menyerang kambing, B. Abortus menyerang sapi dan B. Suis
menyerang babi dan sapi. Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif yang
sangat tahan terhadap berbagai kondisi lingkungan (CIVAS, 2010). Kerugian
yang ditimbulkan oleh wabah brucellosis sangat besar dengan mortalitasnya
kecil (Direktorat Bina Kesehatan Hewan, 1993), namun penyakit ini sangat

3
penting secara ekonomi (CIVAS, 2010). Pada ternak kerugian terbesar dapat
berupa kluron atau keguguran, anak hewan yang dilahirkan lemah kemudian
mati, terjadi gangguan alat-alat reproduksi yang mengakibatkan kemajiran yang
temporer atau permanen, bersifat zoonosis dan dapat menghambat
perdagangan (Alton, 1980; Tranter and Campbell, 1983; Crawford etal., 1990;
Esuruoso,1980; Siregar, 2000; Putra, 2001; dalam Putra, 2005). Kerugian pada
sapi perah berupa turunnya produksi air susu yang menyebabkan kerugian bagi
peternak (CIVAS, 2010).
Dampak kerugian yang disebabkan oleh penyakit brucellosis bagi
lingkungan adalah pengelolaan limbah yang belum memadai menyebabkan
lingkungan tercemar sebagai faktor resiko penyebaran penyakit. Harus disadari
bahwa hewan tertular brucellosis memiliki kemampuan untuk menulari ternak
lainnya dalam periode waktu yang cukup lama, yaitu sejak awal stadium
kebuntingan sampai pasca parturisi. Kemampuan tertinggi penularan dari hewan
tertular brucellosis adalah menjelang/saat terjadinya abortus dan sekitar satu
bulan pasca parturisi. Dalam kaitannya dengan pencemaran kandang dan
lingkungan, kuman B. abortus mampu bertahan hidup di luar tubuh hospes
sekitar 6 bulan (Crawford et al., 1990 dalam Putra, 2005). Pencegahan penyakit
brucellosis meliputi karantina bagi hewan import, pengawasan lalu lintas hewan,
pengawasan atas impor dan ekspor hewan, pengolahan hewan, pemeriksaan
dan pengujian penyakit, tindakan higiene danbiosecurity (Putra, 2005).
Strategi pengendalian diperlukan untuk mencegah dan membebaskan
wilayah dari penyakit Brucellosis, strategi pengendalian Brucellosis sesuai
dengan aturan international seperti OIE, WHO, FAO, SPS-WTO, CITES adalah
depopulasi hewan terinfeksi, test and Slaughter, kontrol karantina dan
persebaran/transportasi ternak (Lee et al. 2009), wilayah daerah terinfeksi
(zooning) dilakukan pada daerah tertentu di wilayah endemis, surveillance, untuk
mengidentifikasi kelompok ternak yang belum diketahui statusnya dan dilakukan
secara berkala, perlakuan terhadap

4
produk hewan dan produk sampingan hewan seperti fetus, membran fetus dan
cairan fetus yang terkontaminasi harus didesinfeksi, desinfeksi pada peralatan
dan kendaraan pengangkut, kontrol satwa liar seperti tikus, rusa atau hewan lain
yang merumput dengan hewan terinfeksi, peningkatan kesadaran masyarakat
secarasistematis untuk mencegah kerugian yang lebih besar di masa mendatang
(Whitedrug, 2011).
Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan flora dan
fauna serta keanekaragaman hayati maupun hewani. Selain kaya akan plasma
nutfah, di Indonesia terdapat penyakit-penyakit asal hewan yang sampai saat ini
masih menjadi ancaman bagi negara Indonesia. Indonesia merupakan daerah
territorial dengan struktur geografis kepulauan yang menyebabkan barrier tak
terlihat yang dapat menyebarkan penyakit, mengingat meningkatnya arus lalu
lintas komoditi di Indonesia.
Pengamatan penyakit menggambarkan status suatu negara, area, atau
kompartement yang diperoleh melalui kegiatan pengamatan. Pengamatan adalah
mengamati situasi hama penyakit hewan karantina pada suatu negara, area,
atau tempat. Kegiatan pengamatan melalui pemetaan penyakit. Pentingnya
pemetaan penyakit tersebut sebagai tindak lanjut pelaksanaan tindakan
karantina hewan di UPTKP. Hasil kegiatan pemantauan dilakukan analisis risiko
untuk menyusun kebijakan karantina hewan dan pembatasan lalu lintas media
pembawa HPHK. Badan Karantina Pertanian melalui Surat Keputusan Kepala
Badan Karantina telah menetapkan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaaan
untuk komoditi dari daerah bebas ke bebas, tertular ke bebas, bebas ke tertular
dan lainnya, sehingga lalu lintaskomoditi dapat tetap berjalan.

5
BAB III
MATERI DAN METODE

METODE PENGAMBILAN SAMPEL


Pelaksanaan kegiatan pemantauan daerah sebar HPHK Tahun 2022
diawali dengan Bimbingan Teknis dan Diseminasi Pemantauan Daerah Sebar
Hama Penyakit Hewan Karantina untuk Mendukung Tindakan Karantina Hewan
dan Pemetaan Daerah Sebar HPHK Tahun 2022. Kemudian dilakukan koordinasi
Tim Pemantauan Regional Sulawesi, Maluku dan Papua bersama Balai Besar
Veteriner Maros.
Hasil kegiatan koordinasi bersama BBVet Maros, pada tahun 2022
untuk Kabupaten Polewali Mandar terdapat kegiatan dalam rangka program
pembebasan penyakit khususnya brucellosis. Sehingga Stasiun Karantina
Pertanian Kelas II Mamuju melaksanakan kegiatan pemantauan untuk tujuan
Pembebasan.

Setelah kegiatan koordinasi bersama BBVet Maros. Tim Pemantauan


melaksanakan kegiatan rapat persiapan pemantauan di SKP Kelas II Mamuju
kemudian melakukan study literature dan koordinasi dengan Dinas Pertanian
dan Pangan Kabupaten Polewali Mandar untuk mengetahui data populasi dan
sebaran populasi Sapi di wilayah kerja Stasiun Karantina Pertanian Kelas II
Mamuju khususnya Kabupaten Polewali Mandar yang akan digunakan pada
perhitungan besaran sampel dan lokasi pengambilan sampel. Adapun jumlah
populasi sapi di Kabupaten Polewali Mandar disajikan pada Tabel 1.

Berdasarkan hasil diskusi dan koordinasi dengan BBVet Maros yang


membawahi bidang Veteriner di Wilayah Sulawesi, Maluku, dalam menentukan
metode pengambilan sampel, besaran sampel dan pengujian laboratorium,
besaran sampel yang diambil berdasarkan metode epidemiologis adalah sample
size to estimate a true prevalence with an imperfect test.
Pengambilan sampel dilaksanakan oleh BBVet Maros dan SKP Kelas
II Mamuju. Sampel yang diambil oleh Stasiun Karantina Pertanian Kelas II
Mamuju dilakukan pengujian laboratorium di Laboratoirum Stasiun Karantina
Pertanian Kelas II Mamuju dengan metode Rose Bengal Test (RBT), apabila dari
hasil uji laboratorium dengan metode RBT menunjukkan hasil positif maka

6
dilanjutkan dengan pengujian Complement Fixation Test (CFT) di BBVet Maros
yang merupakan gold standart pengujian Brucellosis. Sampel yang diambil oleh
BBVet Maros dilakukan pengujian laboratorium di Laboratoirum BBVet Maros
dengan metode Rose Bengal Test (RBT), apabila dari hasil uji laboratorium
dengan metode RBT menunjukkan hasil positif maka dilanjutkan dengan
pengujian Complement Fixation Test (CFT).

Tabel 1. Data Populasi Sapi di Kabupaten Polewali Mandar Tahun 2021 dari
Badan Pusat Statistik (Kabupaten Polewali Mandar dalam Angka 2021)
Jumlah Sapi
No Kecamatan
(ekor)

1. Allu 2555
2. Anreapi 1129
3. Balanipa 852
4. Binuang 692
5. Bulo 903
6. Campalagian 4370
7. Limboro 1197
8. Luyo 3567
9. Mapilli 5659
10. Matakali 1582
11. Matangnga 1147
12. Polewali 1076
13. Tapango 1370
`14. Tinambung 1710
15. Tubbi Taramanu 4484
16. Wonomulyo 3111
Jumlah 35404

Pengambilan besaran sampel untuk memperkirakan prevalensi


sebenarnya dengan menggunakan pengujian tidak sempurna (Sample size to
estimate a true prevalence with an imperfect test), dengan menggunakan
proporsi penyakit brucellosis 50%, tingkat kepercayaan 95%, tingkat Presisi 5%,
tingkat Sensitivitas 84%, dan tingkat Spesifisitas 96% diperoleh perhitungan
jumlah sampel dikabupaten Polewali Mandar adalah sejumlah 592 sampel.
Rumus Sample size to estimate a true prevalence with an imperfect test disajikan
7
pada Gambar 1.

Gambar 1. Rumus Penghitungan Jumlah Sampel

Pengujian terhadap sampel yang diambil dilaksanakan dengan metode


Rose Bengal Test (RBT) di Laboratorium Stasiun Karantina Pertanian Kelas II
Mamuju dan Laboratorium Balai Besar Veteriner Maros, sampel yang positif RBT
selanjutnya dilakukan uji konfirmasi dengan metode Complement Fixation Test
(CFT) di Balai Besar Veteriner Maros.

KUISIONER YANG DIPERGUNAKAN

Kuisioner untuk pengumpulan basis data informasi status dan situasi


HPHK menggunakan Format V. Kuisioner tersebut dipergunakan pada saat Tim
Pengamatan melaksanakan perjalanan dinas pengumpulan informasi.

METODE DISKUSI

Metode diskusi yang digunakan dalam menggali informasi yang lebih


mendalam, Tim dapat melakukan metode Focus Group Discussion (FGD) atau In
Depth Interview (IDI). Apabila dinilai perlu, Tim dapat menyusun pertanyaan yang
terperinci dan bersifat terbuka. Metode FGD/IDI dapat digunakan pada saat
workshop regional pemantauan HPHK.

8
BAB IV
PEMBAHASAN

DATA INTERSEPSI/ DATA TEMUAN HPHK


Tahun 2022 terdapat pengeluaran sapi dengan frekuensi 43 kali
dengan volume sebanyak 4926 ekor. Sampel yang diambil sebanyak 4926
sampel, sampel tersebut telah dilakukan pengujian laboratorium Rose Bengal
Test (RBT) di Laboratorium SKP Kelas II Mamuju dan ditemukan sampel positif
RBT sebanyak 94 sampel.

Tabel 1. Data Ringkasan Intersepsi / Data Temuan HPHK Hasil Pengujian


Brucellosis terhadap Sapi dengan metode Rose BengalTest (RBT) di
Laboratorium SKP Kelas II Mamuju Tahun 2022
JUMLAH
DAERAH FREKUENS RBT RBT DAERAH
NO SAMPEL
ASAL I (-) (+) TUJUAN
(100%)
Berau,
Balikpapa
1919 39 n,
1. Majene 32 1958
(98,01%) (1,99%) Bontang,
Samarind
a

Berau,
Kotabaru,
Polewali 1587 55 Samarind
2. 8 1642
Mandar (96,66%) (3,34%) a,
Balikpapa
n

Samarind
1326 0 a,
3. Mamuju 3 1326
(100%) (0%) Balikpapa
n

4832 94
Jumlah 43 4926
(98,01%) (1,9%)

9
DATA STATUS DAN SITUASI HPHK

Data Status dan Situasi Penyakit HPHK di Stasiun Karantina Pertanian


Kelas II Mamuju berdasarkan sumber informasi dari BBVet Maros pada tahun
2021 adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Matriks Basis data informasi status dan situasi HPHK Provinsi Sulawesi
Barat Tahun 2021
Informasi Status dan Situasi HPHK
Keterangan Sumber
Lokasi Data Informasi
Jenis Jenis
No Data Uji Lab Pasif Data Hasil Surveilans
HPHK Hewan

Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah


Jenis Uji Jenis Uji
Positif Negatif Positif Negatif

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

1 Anthrax Sapi Isolasi 0 1 Isolasi 0 1 Kabupaten BBVet


Bacillus Bacillus Polewali Maros
anthracis anthracis Mandar
2 Anthrax Sapi PCMB 0 1 PCMB 0 1 Kabupaten BBVet
(Polychro (Polychrome Polewali Maros
me Methylene Mandar
Methylene Blue)
Blue) Anthraks
Anthraks
3 Avian Ayam RT-PCR 2 0 0 0 0 Kabupaten BBVet
Influenza Influenza Polewali Maros
Tipe A Mandar
4 Bovine Viral Sapi 0 0 0 ELISA ag 0 1 Kabupaten BBVet
Diarrhea BVD Polewali Maros
Mandar
5 Brucellosis Sapi CFT 22 19 CFT Brucella 0 1 Kabupaten BBVet
Brucella abortus Polewali Maros
abortus Mandar
6 Brucellosis Sapi RBT 22 120 RBT Brucella 0 1 Kabupaten BBVet
Brucella abortus Polewali Maros
abortus Mandar
7 Brucellosis Kambing CFT 0 8 0 0 0 Kabupaten BBVet
Brucella Polewali Maros
melitensis Mandar
8 Brucellosis Kambing RBT 0 80 0 0 0 Kabupaten BBVet
Brucella Polewali Maros
melitensis Mandar
9 Septichaem Sapi 0 0 0 Isolasi dan 0 1 Kabupaten BBVet
ia identifikasi Polewali Maros
Epizootica Pasteurella Mandar
multocida
10 Trypanoso Sapi Identifikasi 0 1 0 0 0 Kabupaten BBVet
miasis Trypanoso Polewali Maros
ma sp. Mandar

10
Status dan situasi HPHK di suatu daerah dapat berperan dalam tindakan
pencegahan masuk, tersebar dan keluarnya HPHK. Hal ini dapat digunakan untuk
melakukan analisa resiko terhadap pemasukan hewan maupun produk hewan.
Hasil dari analisa resiko tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu langkah dalam
tindakan karantina terhadap pemasukan dan pengeluaran hewan maupun
produknya

11
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil kegiatan pemantauan pada tahun 2022
dibatalkan pelaksanaannya :
1. Data temuan HPHK hasil pelaksanaan tindakan karantina hewan/data
intersepsi laboratorium brucellosis pada sapi sampai dengan bulan Juni
terdapat pengeluaran sapi dengan frekuensi 43 kali dengan volume sebanyak
4926 ekor. Sampel yang diambil sebanyak 4926 sampel, ditemukan sampel
positif RBT sebanyak 94 sampel;
2. Data Intersepsi Laboratorium SKP Kelas II Mamuju Tahun 2022 dilakukan
43 kali pengujian RBT, jumlah sampel 4926 sampel, hasil pengujian
negatif RBT sejumlah 4832 sampel (97,39%) positif RBT sejumlah 94
sampel (2,61%)
3. Berdasarkan data Laboratorium Pasif dan Hasil Surveilans BBVet Maros
Tahun 2021 di Sulawesi Barat diperoleh hasil pemeriksaan positif HPHK
Brucellosis pada sapi, Avian Influenza pada ayam.
4. Kegiatan pengambilan sampel yang berkaitan dengan Hewan Rentan
PMK untuk pemantauan dibatalkan pelaksanaannya.

SARAN

Memperketat pengawasan, pemeriksaan dan tindakan karantina di


tempat pemasukan dan pengeluaran agar dapat mencegah masuk, keluar dan
tersebarnya HPHK, khususnya Brucellosis di Kabupaten Polewali Mandar.

12
DAFTAR PUSTAKA

Acha, N., Boris, Szyfres. 2003. Zoonoses and Communicable Disease Common
to Man and Animals. 3rd Edition. Vol 1, Bacterioses and Mycoses. USA:
Pan American Health Organization.
babi-ira-khairani/.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Polewali Mandar. 2021. Polewali Mandar dalam
Angka 2021. Polewali Mandar. BPS Kabupaten Polewali mandar.
Centre for Indonesian veterinary Analytical Studies [CIVAS]. 2010.
Bruc
ellosis.http://www.civas.net/content/pendahuluan-penyakit-brucellosis.
Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat [Disnak Jabar]. 2011.
Brucellosis.
http://www.disnak.jabarprov.go.id/index.php?mod=manageMenu&idMenuK
iri=55 4&idMenu=583
Humpry, RW. Cameron, A. Gunn, GJ. 2004. A practical approach to calculate
sample size for herd prevalence surveys. Preventive Veterinary Medicine
65 (2004) 173–188.
Lee, BY., IM Hinggins., OK Moon., TA Clegg., G McGrath., DM Collins., JY Park.,
HC Yoon., SJ Lee., SJ Moore. 2009. Surveillance and Control of Bovine
Brucellosis in The Republic of Korea During 2000-2006. Preventif Medicine
90 (2009) 66-79.of Strain 19 Administrated by the Conjuctival Route III
Serological Response and Immunity in Pregnant Cow. Annu. Res Vet 7:9-
23.
Putra, A. A.G. 2005. Analisa Faktor Risiko Berjangkitnya Brucellosis di Breeding
Farm di Jawa Tengah dan Upaya Pemberantasannya. Denpasar: Balai
Penyidikan dan Pengujian Veteriner, Regional VI, 1-14.
Sinaga, S. 2010. Penyebab Abortion pada Babi.
http://blogs.unpad.ac.id/saulandsinaga/2010/03/25/penyebab-abortion-
pada-
Whitedrug. 2010. Strategi Global dalam Pengendalian Brucellosis.
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-publichealth/
1981795- strategi-global-dalam-pengendalian-brucellosis/.

13

Anda mungkin juga menyukai