Anda di halaman 1dari 94

PEDOMAN

SURVEILANS
CONGENITAL RUBELLA SYNDROME
(CRS)

DIREKTORAT PENGELOLAAN IMUNISASI


DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2022
BUKU PEDOMAN SURVEILANS CONGENITAL RUBELLA
SYNDROME (CRS)
Katalog Terbitan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2022

Pembina
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

Pengarah
dr. Prima Yosephine, MKM, Plt. Direktur Pengelolaan Imunisasi

Kontributor:
dr. Endang Budi Hastuti; Tim Kerja Imunisasi WUS, Surveilans
PD3I dan KIPI
dr. Fristika Mildya, MKKK; Tim Kerja Imunisasi WUS, Surveilans
PD3I dan KIPI
dr. Solihah Widyastuti, M.Epid; Tim Kerja Imunisasi WUS,
Surveilans PD3I dan KIPI
Prof. Dr. dr. Elisabeth Siti Herini, Sp.A(K); Komite Ahli Nasional
Surveilans Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
Prof. Dr.dr. Hindra Irawan Satari, Sp.A(K),M.Trop,Paed.; Komite
Ahli Nasional Surveilans Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan
Imunisasi (PD3I)
Prof. Dr. dr. Ismoedijanto, Sp.A(K); Komite Ahli Nasional
Surveilans Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
Prof. Dr. dr. Rita S. Sitorus, Sp.M; Komite Ahli Nasional Surveilans
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
Dr. dr. Hariadi Wibisono, MPH; Komite Ahli Nasional Surveilans
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
Dr. dr. Nyilo Purnami, Sp.T.H.T.B.K.L(K); Komite Ahli Nasional
Surveilans Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
Dr. dr. Tri Yunis Miko, M.Sc; Komite Ahli Nasional Surveilans
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
Dr. dr. Syarif Rohimi, Sp.A(K); Komite Ahli Nasional Surveilans
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
Dr. dr. Mulya Rahma Karyanti, Sp.A(K); Komite Ahli Nasional
Surveilans Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
dr. Sholah Imari, M.Sc; Komite Ahli Nasional Surveilans Penyakit

Pedoman Surveilans CRS i


yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
dr. Damayanti Soetjipto, Sp.T.H.T.B.K.L(K); Komite Ahli Nasional
Surveilans Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
dr. Nina Dwi Putri, Sp.A; Komite Ahli Nasional Surveilans Penyakit
yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
Niprida Mardin, SKM, M.Kes; Komite Ahli Nasional Surveilans
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
dr. Cornelia Kelyombar; Tim Kerja Imunisasi WUS, Surveilans
PD3I dan KIPI
Muammar Muslih, SKM,M.Epid; Tim Kerja Imunisasi WUS,
Surveilans PD3I dan KIPI
Vivi Voronika, SKM, M.Kes; Tim Kerja Imunisasi WUS, Surveilans
PD3I dan KIPI
dr. Bie Novirenallia Umar, MARS; Tim Kerja Imunisasi WUS,
Surveilans PD3I dan KIPI
dr. Febry Immanuella; Tim Kerja Imunisasi WUS, Surveilans
PD3I dan KIPI
Berkat Putra Sianipar, SKM; Tim Kerja Imunisasi WUS, Surveilans
PD3I dan KIPI
Anggun Pratiwi, SKM, M.Epid; Tim Kerja Imunisasi WUS,
Surveilans PD3I dan KIPI
Dini Surgayanti, SKM; Tim Kerja Imunisasi WUS, Surveilans
PD3I dan KIPI
dr. Sherli Karolina, MKM; Tim Kerja Imunisasi Tambahan dan
Khusus
dr. Devi Anisiska, MKM; Tim Kerja Imunisasi Tambahan dan
Khusus
Lulu Ariyantheny Dewi, SKM, MIPH; Tim Kerja Imunisasi
Tambahan dan Khusus
dr. Nani H Widodo, SpM, MARS; Direktorat Pelayanan Kesehatan
Rujukan
dr. Mursinah, Sp.PK; Pusat Kebijakan Sistem Ketahanan
Kesehatan dan Sumber Daya Kesehatan Badan Kebijakan
Pembangunan Kesehatan
Subangkit, SSI, M.Biomed; Pusat Kebijakan Sistem Ketahanan
Kesehatan dan Sumber Daya Kesehatan, Badan Kebijakan
Pembangunan Kesehatan
Dr. dr. Adi Pramono Hendrata,Sp.PK; BBLK Surabaya

ii Pedoman Surveilans CRS


Wiwik Dwi Irawati, S.ST, M.Imun; BBLK Surabaya
dr. Woro Umi Ratih, M.Kes, Sp.PK; BLK Yogyakarta
dr. Dyah Widhiastuti, M.Kes; Laboratorium Nasional Campak-
Rubela/CRS, Biofarma
dr. Mushtofa Kamal, M.Sc.; World Health Organization Indonesia
Ni’mah Hanifah, S.Gz; World Health Organization Indonesia
Tri Murti, SKM; Tim Kerja Imunisasi WUS, Surveilans PD3I dan
KIPI

Editor:
Prof. Dr. dr. Elisabeth Siti Herini, Sp.A(K); Komite Ahli Nasional
Surveilans Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
dr. Cornelia Kelyombar; Tim Kerja Imunisasi WUS, Surveilans
PD3I dan KIPI

Pedoman Surveilans CRS iii


SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT

Puji syukur ke hadirat Tuhan


Yang Maha Kuasa, karena atas
rahmat dan karunia-Nya
sehingga revisi Buku Pedoman
Surveilans Congenital Rubella
Syndrome (CRS) ini telah
terselesaikan dengan baik.

Sejalan dengan pencapaian


target global maupun regional
eliminasi campak-rubela/CRS, yang didahului dengan pemutusan
transmisi virus campak-rubela indigenous pada tahun 2023,
Indonesia telah berkomitmen untuk melaksanakan berbagai
program yang mendukung pencapaian target tersebut. Diawali
dengan introduksi imunisasi rubela ke dalam program imunisasi
rutin pada tahun 2017 – 2018 hingga pelaksanaan imunisasi
campak-rubela (Measles-Rubella/MR) secara nasional yang terus
berlangsung sampai saat ini. Surveilans CRS dilaksanakan untuk
melihat dampak jangka panjang pelaksanaan program imunisasi
campak-rubela tersebut. Dalam perjalanannya, terus dikembangkan
dan diperbarui aspek-aspek dari segi ilmu pengetahuan terbaru
maupun peningkatan jangkauan wilayah pemantauan. Untuk itu,
kami menyambut baik revisi buku ini agar dapat digunakan sebagai
pedoman bagi tim pelaksana surveilans CRS di rumah sakit dan
dinas kesehatan provinsi.
Kami sangat menghargai dan berterima kasih atas dukungan dan
kontribusi semua pihak yang terlibat dalam penyusunan revisi

Pedoman Surveilans CRS v


buku pedoman ini. Semoga pelaksanaan surveilans CRS dapat
berjalan optimal guna mendukung pencapaian eliminasi campak-
rubela/CRS di Indonesia

Jakarta, Oktober 2022


Direktur Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit

Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM, MARS


KATA PENGANTAR

Indonesia telah
berkomitmen untuk
mencapai eliminasi
campak-rubela/Congenital
Rubella Syndrome (CSR).
Hal ini sejalan dengan
target global maupun
regional yang didahului
dengan pemutusan
transmisi virus campak-rubela indigenous pada tahun 2023.
Surveilans CRS diperlukan untuk mengetahui epidemiologi dan
beban CRS di masyarakat. Data surveilans CRS juga dapat
digunakan sebagai alat advokasi untuk mendapatkan dukungan
yang kuat dari pemerintah dalam program pengendalian rubela
di Indonesia. Untuk membangun sistem surveilans CRS, Indonesia
telah mengembangkan surveilans CRS secara sentinel yang telah
berlangsung sejak tahun 2014.
Pelaksanaan surveilans CRS di rumah sakit (RS) sentinel
melibatkan beberapa RS baik milik Pemerintah maupun daerah
yang memenuhi kriteria yang ditentukan. Secara bertahap lokasi
sentinel akan diperluas sehingga akan diperoleh data yang lebih
representatif dan komprehensif.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan terbaru
serta perluasaan RS pelaksana surveilans sentinel CRS, maka
dilakukan revisi dari buku pedoman sebelumnya untuk memberikan
petunjuk dan menjadi referensi dalam pelaksanaan surveilans
CRS agar dapat berjalan secara lebih terpadu di semua unit
pendukungnya.

Pedoman Surveilans CRS vii


Terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang
berkontribusi dalam penyusunan buku ini. Kami berharap masukan
dan saran yang membangun dari semua pihak demi
penyempurnaan buku ini.

Jakarta, Oktober 2022


Plt. Direktur Pengelolaan Imunisasi

dr. Prima Yosephine, MKM

viii Pedoman Surveilans CRS


DAFTAR ISI

SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PENCEGAHAN DAN


PENGENDALIAN PENYAKIT............................................... v
KATA PENGANTAR.............................................................. vii
DAFTAR ISI ..................................................................... ix
DAFTAR SINGKATAN .......................................................... xiii
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ......................................... xv
BAB I PENDAHULUAN.................................................... 1
1.1. Latar Belakang............................................. 1
1.2. Ruang Lingkup............................................. 5
1.3. Sasaran........................................................ 5
1.4. Tujuan .......................................................... 6
1.5. Dasar Hukum ............................................... 6
1.6. Kebijakan dan Strategi ................................. 7
1.6.1. Kebijakan ........................................... 7
1.6.2. Strategi CRS ...................................... 7
1.7. Penetapan Daerah Sentinel......................... 8
1.8. Pelaksana Surveilans CRS.......................... 9
BAB II KEGIATAN SURVEILANS CRS ............................ 11
2.1. Definisi Kasus .............................................. 11
2.1.1. Suspek CRS ...................................... 11
2.1.2. CRS Klinis.......................................... 14
2.1.3. CRS Pasti (terkonfirmasi
laboratorium)...................................... 14
2.1.4. Bukan CRS (Discarded CRS)............ 14
2.1.5. Congenital Rubella Infection/Infeksi
Rubela Kongenital) (CRI)................... 15
2.2. Algoritma Klasifikasi Kasus CRS ................. 15
2.3. Clinical Pathway untuk Penegakan Diagnosis
Kasus CRS ................................................. 18
2.4. Pelaksanaan Surveilans CRS...................... 20
2.4.1. Penemuan Kasus............................... 20
2.4.2. Tata Laksana Surveilans CRS ........... 20
2.4.3. Surveilans Aktif Rumah Sakit............. 23
2.4.4. Pencatatan dan Pelaporan ................ 23

Pedoman Surveilans CRS ix


2.4.5. Pemeriksaan Spesimen Kasus CRS . 26
2.4.6. Pengolahan dan Analisis Data ........... 29
2.5. Pelaksana (Organisasi) Surveilans CRS ..... 30
2.5.1. Ditjen Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit Kemenkes RI....................... 30
2.5.2. Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/
Kota.................................................... 30
2.5.3. Rumah Sakit Sentinel ........................ 30
2.5.4. Laboratorium Nasional Campak
-Rubela .............................................. 30
2.6. Peran Tim Surveilans CRS di RS ................ 32
2.6.1. Peran Koordinator Tim RS: ................ 32
2.6.2. Peran Contact Person RS:................. 33
2.6.3. Peran Koordinator Data RS CRS:...... 34
2.6.4. Peran Dinas Kesehatan Provinsi ...... 36
2.6.5. Peran Dinas Kesehatan Kabupaten/
Kota.................................................... 38
2.6.6. Peran Laboratorium RS ..................... 38
2.6.7. Peran Laboratorium Nasional ............
Campak-Rubela ................................. 39
2.6.8. Peran Pusat (Ditjen P2P Kemenkes). 40
BAB III PEMBERIAN NOMOR EPID.................................. 41
3.1. Tujuan pemberian nomor EPID ................... 41
3.2. Pemberi nomor EPID ................................... 41
3.3. Tata Cara Pemberian Nomor EPID Kasus
CRS ............................................................. 42
BAB IV PEMANTAUAN DAN EVALUASI .......................... 43
4.1. Pemantauan................................................. 43
4.2. Evaluasi ....................................................... 43
4.3. Indikator Kinerja ........................................... 44
BAB V JEJARING KERJA LABORATORIUM CAMPAK-
RUBELA ................................................................ 47
5.1. Peranan dan Fungsi Laboratorium ............. 47
5.2. Pengambilan, Penyimpanan dan Pengiriman
Spesimen CRS............................................. 48
5.2.1. Pengambilan Spesimen ..................... 48

x Pedoman Surveilans CRS


5.2.2. Penyimpanan Spesimen .................... 48
5.2.3. Pengiriman Spesimen ........................ 49
5.3. Pemberian Nomor Spesimen CRS oleh Lab
Pemeriksa .................................................... 50
5.4. Pengembangan Laboratorium Pemeriksa
CRS ............................................................. 51
5.5. Pelaporan Hasil............................................ 51
5.6. Laboratorium Nasional dan Wilayah
Pelayanan Pemeriksaan Spesimen CRS .... 52
BAB VI LOGISTIK SURVEILANS CONGENITAL RUBELLA
SYNDROME (CRS)................................................ 55
6.1. Pengambilan dan Pengiriman Spesimen
CRS ............................................................. 55
6.1.1. Kebutuhan Logistik Untuk
Pengambilan Spesimen..................... 55
6.1.2. Kebutuhan Logistik Untuk Pengiriman
Spesimen ........................................... 55
6.2. Pemeriksaan Laboratorium Spesimen CRS 56
Lampiran 1. Formulir Investigasi Kasus Congenital
Rubella Syndrome ....................................... 58
Lampiran 2. Formulir Pemantauan dan Evaluasi
Surveilans Congenital Rubella Syndrome ... 62
Lampiran 3. Formulir List Kasus CRS.............................. 68
Lampiran 4. Formulir Retrospektif Surveilans Congenital
Rubella Syndrome (CRS) ............................ 69
Lampiran 5. Formulir Pengiriman Spesimen Ke
Laboratorium (Form Spesimen) ................... 70
Lampiran 6. Format Pelaporan Surveilans Aktif RS
(Form SARS-PD3I) ...................................... 71
Lampiran 7. Daftar Kode ICD 10 Manifestasi Klinis CRS 72
DAFTAR PUSTAKA.............................................................. 75

Pedoman Surveilans CRS xi


DAFTAR SINGKATAN

ABR : Auditory Brainstem Response


ACIP : Advisory Committee on
Immunization Practices
AFP : Acute Flaccid Paralysis
ASD : Atrial Septal Defect
CP : Clinical Pathway
CRI : Congenital Rubella Infection
CRS : Congenital Rubella Syndrome
DALY : Disability-Adjusted Live Year
EKG : Elektrokardiogram
EPID : Epidemiologi
EQA : External Quality Assessment
ERIA : Emergensi dan Rawat Intensif Anak
HRR : Hospital Record Review
ICD10 : International Classification of Diseases -10
IgG : Immunoglobulin G
IgM : Immunoglobulin M
KSM : Kelompok Staf Medis
KK : Kelompok Kerja
LAB : Laboratorium
LP : Lintas Program
LS : Lintas Sektor
MMR : Measles Mumps Rubella
MR : Measles Rubella
NICU : NeonatalÊIntensive Care Unit
OAE : Oto Accoustic Emission
PCR : Polymerase Chain Reaction
PDA : Patent Ductus Arteriosus
PD3I : Penyakit yang Dapat Dicegah
Dengan Imunisasi

Pedoman Surveilans CRS xiii


P2P : Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit
PICU : Pediatric Intensive Care Unit
PS : Pulmonary Stenosis
RS : Rumah Sakit
SARS : Severe Acute Respiratory Syndrome
SOP : Standard Operational Procedur
T.H.T.B.K.L : Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala Leher
UNICEF : United Nations International Children's
Emergency Fund
VSD : Ventricular Septal Defect
WHO : World Health Organization
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Daftar Tabel
Tabel 1. Manifestasi Klinis CRS ..................................... 12
Tabel 2. Jenis pemeriksaan untuk penetapan diagnosis
suspek CRS...................................................... 12
Tabel 3. Clinical Pathway untuk Penegakan Diagnosis
Kasus CRS ....................................................... 18
Tabel 4. Indikator Pelaksanaan Surveilans CRS............ 44
Tabel 5. Laboratorium Nasional dan Wilayah Pelayanan
Pemeriksaan Spesimen CRS ........................... 52
Tabel 6. Kebutuhan Logistik Pemeriksaan Laboratorium
Spesimen CRS ................................................. 56

Daftar Gambar
Gambar 1. Ekskresi virus rubela pada bayi dan anak
dengan CRS ..................................................... 2
Gambar 2. Tren kasus Campak dan Rubela dari tahun
2011-2021......................................................... 5
Gambar 3. Respon imun infeksi rubela terhadap ibu dan
bayi (Chantler et al. 1982) ................................ 16
Gambar 4. Diagram Alur Penentuan Kasus CRS pada Bayi
Usia < 6 Bulan .................................................. 16
Gambar 5. Diagram Alur Penentuan Kasus CRS pada Bayi
Usia 6 - <12 bulan ............................................ 17
Gambar 6. Diagram Alur Pelaksanaan Surveilans CRS di
RS..................................................................... 22
Gambar 7. Diagram Alur Pelaporan Surveilans CRS ......... 24
Gambar 8. Alur Pengambilan Spesimen Suspek CRS < 6
bulan ................................................................. 28
Gambar 9. Alur Pengambilan Spesimen Suspek CRS 6 -
<12 bulan .......................................................... 29
Gambar 10. Pengepakan tabung serum dimana satu tabung
serum dimasukkan ke dalam satu plastik ziplock
yang sudah berisi absorban. ............................ 49

Pedoman Surveilans CRS xv


Gambar 11. Kontainer plastik yang berisi tabung serum
dimasukkan ke dalam specimen carrier dan
formulir permintaan pemeriksaan dimasukkan
ke dalam kantong plastik terpisah dengan
spesimen dan diletakkan di bagian atas
specimen carrier. .............................................. 50

xvi Pedoman Surveilans CRS


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Congenital Rubella Syndrome (CRS) adalah suatu kumpulan
gejala akibat infeksi virus rubela selama kehamilan. Virus
rubela termasuk dalam famili togaviridae dengan genus
rubivirus. Virus rubela umumnya menyebabkan penyakit
yang ringan, 50% orang yang terinfeksi rubela tidak
terdiagnosis. Namun bila infeksi rubela terjadi pada masa
kehamilan, virus rubela dapat menembus sawar placenta
dan menginfeksi janin. Akibat hal tersebut dapat terjadi
gangguan pertumbuhan janin, antara lain: abortus, lahir mati
atau cacat berat kongenital (birth defects) apabila bayi tetap
hidup. Risiko infeksi dan cacat kongenital paling besar terjadi
selama trimester pertama kehamilan. Bayi dengan CRS
biasanya menunjukkan satu atau lebih gejala berupa
gangguan pendengaran, kelainan mata, kelainan jantung,
retardasi mental dan cacat seumur hidup lainnya. Gangguan
pendengaran adalah kelainan tunggal yang paling sering
(WHO, 2011).

Virus rubela ditularkan melalui droplet saluran pernapasan


saat batuk atau bersin. Bayi dengan CRS masih dapat
mengekskresi virus rubela melalui urin dan sekret nasofaring
sampai usia 27 bulan, namun sebagian besar sudah habis
sebelum usia 1 tahun (WHOa, 2011). Virus bisa ditemukan
di sekret nasofaring sebanyak 84% pada bayi dengan CRS
pada bulan pertama kehidupannya, kemudian menurun
menjadi sekitar 62% pada umur 1 – 4 bulan; 33% pada umur
5-8 bulan, 11% pada umur 9 – 12 bulan, dan hanya sekitar
3% pada tahun kedua kehidupannya, seperti tertera pada
gambar 1 (Cooper, 1967). Bayi dengan CRS bersifat infeksius
sehingga prosedur isolasi harus dipertimbangkan dengan
seksama, terutama bagi bayi-bayi yang menjalani perawatan

Pedoman Surveilans CRS 1


(Benenson, 1995). Perlu diwaspadai juga bagi petugas
kesehatan yang merawat kasus CRS dapat tertular dan
menularkan rubela kepada orang lain dan menyebabkan
terjadinya KLB (WHO, 2011). Petugas kesehatan yang boleh
kontak dengan bayi-bayi ini sebaiknya adalah petugas yang
telah dipastikan kebal terhadap infeksi rubela. Tindakan
pencegahan ini sangat penting, khususnya terhadap wanita
hamil yang tidak mempunyai kekebalan.

Wanita hamil tidak boleh terpapar bayi dengan CRS

Gambar 1. Ekskresi virus rubela pada bayi dan anak dengan CRS

Kejadian CRS dapat dicegah dengan pemberian imunisasi


rubela dan pengendalian penularan melalui isolasi. Kasus
CRS pertama kali dilaporkan pada tahun 1941 oleh Norman
Greg, Dokter Spesialis Mata Australia, yang menemukan
katarak bawaan pada 78 bayi yang ibunya mengalami infeksi
rubela di awal kehamilannya. Ibu yang mengalami infeksi
rubela pada minggu 1-10 kehamilan akan melahirkan 90%
bayi dengan CRS. Risiko terjadinya CRS menurun dengan
semakin meningkatnya usia kehamilan ibu, yaitu bila infeksi
rubela terjadi pada minggu 11-12: 33% bayi terkena CRS,
minggu 13-14: 11% bayi terkena CRS , minggu 15-16: 24%
bayi terkena CRS dan minggu = 17: 0% (Miller, 1982).
2 Pedoman Surveilans CRS
Sebelum dilakukan imunisasi rubela, insidens CRS adalah
0,1-0,2/1000 kelahiran hidup. Estimasi tahun 2008
menunjukkan bahwa beban CRS tertinggi adalah di Asia
Tenggara (sekitar 48%) dan Afrika (sekitar 38%). Berdasarkan
data dari WHO, setiap tahun terjadi 236 kasus CRS di negara
berkembang dan meningkat 10 kali lipat saat terjadi epidemi
(WHOb, 2016). Hasil studi cost benefit analysis yang dilakukan
oleh Prof.Soewarta Koesen, Badan Litbangkes tahun 2015,
tentang estimasi cost-effectiveness introduksi vaksin rubela
(Measles-Rubella/MR vaccine) ke dalam program imunisasi
rutin nasional, diperkirakan insiden CRS per tahun 0,2 /1000
bayi lahir hidup. Pada tahun 2015 terdapat 979 kasus CRS
baru (dari 4,89 juta bayi lahir hidup).

Tujuan utama pemberian imunisasi rubela adalah untuk


mencegah terjadinya CRS. Imunisasi yang tersedia saat ini
adalah measles rubella (MR) atau measles, mumps, and
rubella (MMR). Jenis virus vaksin MR dan MMR adalah virus
hidup yang dilemahkan (live attenuated) RA 27/3 strain virus
rubela. Saat ini belum tersedia jenis inactivated vaccine,
oleh karena itu tidak boleh diberikan pada ibu hamil. Secara
teori, ibu hamil tidak boleh diberikan imunisasi rubela, tetapi
belum pernah ada data yang menunjukkan efek teratogenik
(mempunyai risiko yang berdampak kerusakan pada janin).
Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP)
merekomendasikan untuk menunda kehamilan dalam kurun
waktu 28 hari setelah menerima imunisasi rubela.

Pada tahun 2016, sebanyak 152 negara telah


mengintegrasikan imunisasi rubela ke dalam program
imunisasi rutin. Vaksin yang tersedia saat ini pada program
imunisasi rutin di Indonesia adalah vaksin campak-rubela
yang diberikan pada anak usia 9 bulan, 18 bulan dan kelas
1 SD/Madrasah/Sederajat. Cakupan imunisasi rutin MR
harus tinggi yaitu minimal 95% dan merata agar terbentuk

Pedoman Surveilans CRS 3


kekebalan kelompok sehingga kelompok usia lainnya,
termasuk ibu hamil pun turut terlindungi. Pemberian satu
dosis imunisasi rubela dapat memberikan kekebalan serupa
dengan infeksi rubela secara alamiah, yaitu diasumsikan
akan bertahan seumur hidup (WHOc, 2018) Kekebalan akan
terbentuk dalam waktu 21 – 28 hari setelah pemberian
imunisasi rubela dengan efikasi vaksin lebih dari 95%.

Hasil studi cost benefit analysis yang dilakukan oleh Badan


Litbangkes tahun 2015 tentang estimasi cost-effectiveness
introduksi vaksin Rubela (Measles-Rubella/MR vaccine) ke
dalam program imunisasi rutin nasional menunjukkan bahwa
pemberian imunisasi MR sangat cost-effective (Koesen,
2015). Studi ini menemukan bahwa kerugian makro ekonomi
akibat penyakit CRS diperkirakan mencapai Rp 1,09 triliun
dan biaya per DALY imunisasi MR dibandingkan dengan
tidak imunisasi sebesar Rp 26.598.238 (Koesen, 2015).

Berdasarkan Rencana Jangka Menengah Program Imunisasi


di Indonesia (2015 – 2019), imunisasi rubela mulai
diintegrasikan secara bertahap ke dalam program imunisasi
rutin pada tahun 2017 - 2018, diawali dengan kampanye
imunisasi MR pada sasaran usia 9 bulan – <15 tahun
(Kemenkes, 2017). Hasil kampanye imunisasi MR fase
pertama di 6 provinsi di Pulau Jawa mencapai cakupan
100,98% pada tahun 2017 dan seluruh provinsi di luar Jawa
dengan cakupan 73,4%. Dampak dari cakupan tersebut
menunjukkan adanya korelasi terhadap penurunan kasus
campak-rubela secara nasional (Gambar 2).

4 Pedoman Surveilans CRS


Gambar 2. Tren kasus Campak dan Rubela dari tahun 2011-2021

Untuk melihat dampak jangka panjang pelaksanaan program


imunisasi campak-rubela maka dilakukan surveilans CRS.
Data surveilans CRS juga dapat digunakan sebagai alat
advokasi untuk mendapatkan dukungan yang kuat dari
pemerintah dalam program eliminasi rubela di Indonesia.
Buku ini dibuat sebagai pedoman bagi tim pelaksana
surveilans CRS di RS dan Dinas Kesehatan Provinsi.

1.2. Ruang Lingkup


Pedoman ini menjadi acuan dalam pelaksanaan surveilans
CRS yang meliputi kegiatan surveilans, pencatatan dan
pelaporan, analisis data serta pemantauan dan evaluasi.

1.3. Sasaran
Sasaran pengguna pedoman ini adalah para pengambil
kebijakan, pengelola program dan petugas kesehatan
lainnya di RS sentinel, dinas kesehatan provinsi/kabupaten/
kota dan puskesmas.

Pedoman Surveilans CRS 5


1.4. Tujuan
1.4.1. Tujuan Umum
Tersedianya pedoman pelaksanaan surveilans
CRS sebagai acuan bagi para pengambil kebijakan,
pengelola program dan petugas kesehatan lainnya
di RS sentinel, Dinas kesehatan provinsi/kabupaten/
kota dan puskesmas.

1.4.2. Tujuan Khusus


- Tersedianya pedoman sebagai acuan untuk
kegiatan surveilans CRS
- Tersedianya pedoman sebagai acuan untuk
pencatatan, pelaporan dan analisis data CRS
- Tersedianya pedoman sebagai acuan untuk
manajemen spesimen CRS
- Tersedianya petunjuk teknis sebagai acuan
untuk monitoring dan evaluasi kegiatan
surveilans CRS

1.5. Dasar Hukum


- Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah
Penyakit Menular
- Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan
- Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang
P e n a n g g u l a n g a n Wa b a h P e n y a k i t M e n u l a r
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/Menkes
/Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu
yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya
Penanggulangan
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 45 Tahun 2014
tentang Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2014
tentang Penyakit Tidak Menular

6 Pedoman Surveilans CRS


- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017
tentang Penyelenggaraan Imunisasi

1.6. Kebijakan dan Strategi


1.6.1. Kebijakan
Penyelenggaraan surveilans CRS secara sentinel
di RS oleh Kementerian Kesehatan dan jajarannya
bekerja sama dengan pemerintah daerah, lintas
sektor dan lintas program.

1.6.2. Strategi CRS


1. Membuat pedoman pelaksanaan surveilans
CRS;
2. Menetapkan RS sentinel CRS;
3. Melakukan advokasi dan sosialisasi kepada
petugas kesehatan di RS sentinel, dinas
kesehatan provinsi/kabupaten/kota/puskesmas,
serta organisasi profesi;
4. Menetapkan tim CRS di RS sentinel;
5. Menetapkan koordinator data di RS sentinel;
6. Menetapkan clinical pathway CRS di RS;
7. Melakukan kegiatan surveilans CRS oleh tim
surveilans sentinel CRS berkoordinasi dengan
petugas surveilans di dinas kesehatan
provinsi/kabupaten/kota/puskesmas dan
laboratorium nasional campak-rubela;
8. Melakukan pemeriksaaan spesimen CRS di
laboratorium nasional campak-rubela atau
laboratorium yang dinyatakan mampu dan
layak oleh laboratorium nasional campak-
rubela;
9. Melakukan pencatatan dan pelaporan data
surveilans CRS berbasis web;

Pedoman Surveilans CRS 7


10. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan
surveilans CRS;
11. Melakukan diseminasi hasil analisis surveilans
CRS

1.7. Penetapan Daerah Sentinel


Salah satu strategi untuk mengetahui dampak jangka panjang
pelaksanaan program imunisasi campak-rubela adalah
dengan melakukan surveilans CRS secara sentinel di RS.
Pelaksanaan surveilans CRS di RS sentinel akan
melibatkan beberapa RS baik milik Pemerintah maupun
daerah yang memenuhi kriteria yang ditentukan. Secara
bertahap lokasi sentinel akan diperluas sehingga akan
diperoleh data yang lebih representatif dan komprehensif.
Dasar penentuan RS yang menjadi lokasi pelaksanaan
surveilans sentinel CRS adalah sebagai berikut:
1. Memiliki dukungan dan komitmen dalam pelaksanaan
surveilans sentinel CRS baik dari RS sentinel maupun
dari dinas kesehatan provinsi/kabupaten/kota;
2. Memiliki koordinasi yang baik dengan dinas kesehatan
provinsi/kabupaten/kota;
3. RS dan Provinsi mempunyai komitmen tinggi untuk
berpartisipasi melaksanakan surveilans CRS secara
rutin dan berkesinambungan;
4. Merepresentasikan wilayah secara proporsional
(regional);
5. Memiliki sistem sumber daya, sarana dan prasarana
serta etika, disiplin dan tata kelola manajemen
perumahsakitan yang baik;
6. RS sentinel terletak di provinsi dengan jumlah penduduk
besar sehingga diharapkan kunjungan kasus CRS
cukup bermakna.

Selain itu terdapat pertimbangan lain yang menjadi dasar


pemilihan RS yang menjadi lokasi surveilans sentinel CRS

8 Pedoman Surveilans CRS


yaitu:
1. RS Umum Pusat dan/atau RS Pendidikan yang
merupakan RS vertikal Kemenkes;
2. RS Umum Daerah kelas A atau B;
3. RS BUMN atau RS TNI/POLRI;
4. RS yang memiliki SDM memadai yaitu tersedia dokter
spesialis/sub spesialis yang dibutuhkan antara lain
Kesehatan Anak (Jantung Anak, Infeksi, Tumbuh
Kembang, Neuropediatric, dll), T.H.T.K.L, Mata
(Pediatric Opthalmology), serta divisi lain yang terkait.
5. Memiliki fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat
mendukung pelaksanaan surveilans CRS dan dapat
melakukan pemeriksaan yang diperlukan untuk skrining
dan diagnosis kasus CRS (sesuai tabel 2).

1.8. Pelaksana Surveilans CRS


Tim surveilans sentinel CRS ditetapkan melalui Surat
Keputusan (SK) Direktur RS. Ketentuan dalam pembuatan
SK dapat dilihat pada Bab 2 Kegiatan Surveilans CRS Sub
Bab 2.5. Pelaksana (Organisasi) Surveilans CRS.
Pelaksana surveilans CRS terdiri dari:
- Tim pelaksana surveilans CRS di RS minimal terdiri
dari dokter Spesialis Anak, dokter Spesialis Jantung
dan Pembuluh Darah, dokter Spesialis Mata, dokter
Spesialis T.H.T.K.L, dan dokter Spesialis Patologi Klinik.
- Jika memungkinkan, maka sebaiknya terdapat dokter
Subspesialis Kardiologi Anak, Subspesialis Infeksi dan
Penyakit Tropik Anak, Subspesialis Neonatologi,
Subspesialis Neurologi Anak, Subspesialis Tumbuh
Kembang Anak, Subspesialis Mata Anak;
- Petugas rekam medis RS,
- Petugas surveilans RS;
- Unit terkait lain yang diperlukan: perawat RS, petugas
laboratorium RS, petugas Emergensi dan Rawat Intensif
Anak (ERIA)/Pediatric Intensive Care Unit (PICU), dan
lain-lain.
Pedoman Surveilans CRS 9
- Petugas surveilans PD3I di provinsi dan kabupaten/
kota/puskesmas;
- Petugas laboratorium nasional campak-rubela.

10 Pedoman Surveilans CRS


BAB II
KEGIATAN SURVEILANS CRS

Kegiatan surveilans CRS dilakukan melalui dua kelompok yaitu:


1. Bayi (dengan cacat kongenital);
2. Ibu hamil, melalui pemantauan ibu hamil yang terinfeksi atau
dicurigai terinfeksi rubela

Namun saat ini pelaksanaan surveilans CRS hanya dilakukan


pada bayi (dengan cacat bawaan lahir).

Saat ini surveilans CRS yang dilaksanakan di Indonesia


baru melalui deteksi pada bayi usia <12 bulan

Jika terdapat situasi pandemi, pelaksanaan surveilans CRS selama


masa pandemi disesuaikan dengan pembahasan yang tercantum
pada Juknis Surveilans PD3I Selama Masa Pandemi (juknis
dapat diunduh melalui)

2.1. Definisi kasus


Definisi kasus ini mengacu pada Guidelines for the
Surveillance of Congenital Rubella Syndrome in the Western
Pacific Region, 2022 sesuai dengan hasil konsultasi dengan
WHO Asia Tenggara.

Klasifikasi kasus CRS dibedakan menjadi:


1. Suspek CRS
2. CRS klinis
3. CRS pasti
4. Diskarded

5. Congenital Rubella Infection (CRI)


Untuk mendiagnosis kasus CRS perlu diketahui kumpulan
manifestasi klinis yang dibagi dalam dua kelompok besar
yaitu kelompok A dan kelompok B. Manifestasi klinis ini
tercantum pada kode ICD 10 seperti pada lampiran 8.

Pedoman Surveilans CRS 11


Tabel 1. Manifestasi Klinis CRS

Catatan:
*Penyakit jantung bawaan yang termasuk ke dalam kriteria suspek
CRS adalah minimal salah satu dari:
1. Patent Ductus Arteriosus (PDA),
Khusus PDA pada bayi prematur jika PDA tidak menutup
spontan sampai bayi berusia 2 bulan, maka dikategorikan
suspek CRS.
2. Pulmonary Stenosis (PS)
3. Atrial Septal Defect (ASD)
4. Ventricular Septal Defect (VSD)

**Satu atau keduanya dihitung sebagai satu


Tabel 2. Jenis pemeriksaan untuk penetapan diagnosis suspek CRS

12 Pedoman Surveilans CRS


*Keterangan: Kriteria bayi risiko tinggi
(Universal Newborn Hearing Screening, Lynn G. Spivak tahun 1998)
1. Riwayat keluarga gangguan pendengaran sensorineural (tuli saraf)
yang permanen pada masa kanak
2. Kelainan kraniofasial (bentuk wajah atau tengkorak kepala), termasuk
kelainan morfologi liang dan daun telinga
3. Infeksi kongenital yang berhubungan dengan tuli saraf (toksoplasmosis,
rubela, sitomegalovirus (CMV), herpes, dan sifilis)
4. Gambaran fisik yang merupakan bagian dari suatu sindrom yang
seringkali disertai tuli saraf (misalnya sindrom Down, sindrom Usher,
dan sindrom Waardenburg)
5. Berat lahir kurang dari 1500 gram
6. Nilai APGAR rendah (0-3 pada menit ke-5 dan 0-6 pada menit ke-10)
7. Kondisi penyakit yang memerlukan perawatan Neonatal Intensive Care
Unit (NICU) selama 48 jam atau lebih
8. Keadaan tertentu pada usia bayi 0-28 hari, teruatama hiperbilirubinemia
yang tinggi yang memerlukan transfusi tukar dan penggunaan ventilator
(alat bantu nafas mekanik)
9. Infeksi pascapersalinan yang berkaitan dengan tuli saraf (misalnya
meningitis bakterial)
10. Penggunaan obat-obatan ototoksik yang diberikan lebih dari lima hari
antara lain antibiotika tertentu, misalnya gentamicin.

Pedoman Surveilans CRS 13


Berdasarkan tabel 1 maka klasifikasi kasus CRS dapat
ditentukan sebagai berikut:
2.1.1. Suspek CRS
Bayi berusia <12 bulan dan memiliki minimal satu
manifestasi klinis dari kelompok A.

2.1.2. CRS klinis


Suspek CRS tanpa adanya spesimen yang adekuat
dimana klinisi yang ahli mengidentifikasi adanya:
- Dua (2) manifestasi klinis dari kelompok A; ATAU
- Satu (1) manifestasi klinis dari kelompok A dan satu
(1) manifestasi klinis dari kelompok B

2.1.3. CRS Pasti (terkonfirmasi laboratorium)


Kasus suspek CRS dengan pemeriksaan laboratorium
menunjukkan hasil salah satu diantara berikut:
- jika usia bayi <6 bulan: IgM rubela positif (termasuk
hasil positif pada spesimen follow up)
- jika usia bayi 6 bulan - <12 bulan:
§ IgM dan IgG rubela positif; atau
§ IgG rubela dua kali pemeriksaan positif (dengan
selang waktu 1 bulan)

2.1.4. Bukan CRS (Discarded CRS)


Suspek CRS dengan spesimen yang adekuat dan tidak
memenuhi kriteria CRS pasti ATAU suspek CRS tanpa
spesimen yang adekuat dan tidak memenuhi kriteria
CRS klinis.
2.1.5. Congenital Rubella Infection/ Infeksi Rubela
Kongenital (CRI)
Bayi berusia <12 bulan tanpa gejala klinis CRS dari
kelompok A tapi memenuhi kriteria laboratorium untuk
CRS (pemeriksaan serologi pada bayi dilakukan apabila
ada riwayat infeksi rubela pada waktu ibu hamil).
Jika pada RS sentinel ditemukan bayi berusia <12

14 Pedoman Surveilans CRS


bulan tanpa gejala klinik CRS, dalam pemeriksaan
laboratorium positif IgM rubela, maka selanjutnya
dilakukan pemantauan hingga bayi berusia 12 bulan.
Apabila didapatkan minimal satu manifestasi klinis dari
kelompok A maka bayi dikategorikan sebagai CRS
pasti dan dilaporkan.

2.2. Algoritma Klasifikasi Kasus CRS


Mekanisme respon kekebalan pada CRS berbeda dengan
yang terjadi pada rubela atau penyakit virus lain. Saat
dilahirkan serum bayi dengan CRS mengandung IgG
spesifik yang dibawa dari ibunya disamping antibodi IgG
dan IgM yang dibentuk dari tubuhnya sendiri. IgG spesifik
rubela maternal ini juga bisa ditemukan pada bayi normal
yang dilahirkan dari ibu yang telah kebal terhadap rubela.
Karenanya, untuk mendiagnosis infeksi rubela kongenital
pada bayi, dipakai IgM spesifik rubela. Produksi IgM oleh
bayi paling cepat timbul pada trimester kedua saat usia
kehamilan 20 minggu (Murray, 2007). Pada bayi dengan
CRS, IgM spesifik rubela bisa dideteksi hampir 100% pada
umur 0 – 5 bulan; sekitar 60% pada umur 6 – 12 bulan;
dan sekitar 40% pada umur 12 – 18 bulan; IgM jarang
terdeteksi lagi bila anak telah berusia 18 bulan atau lebih
(Chantler et al, 1982).

Pedoman Surveilans CRS 15


Gambar 3. Respon imun infeksi rubela terhadap ibu
dan bayi (Chantler et al. 1982)

Karena timbulnya reaksi imunitas pada bayi dengan CRS


mempunyai karakteristik yang khas (seperti dijelaskan di
Sub bab Imunologi), diagram alur penentuan kasus CRS
dibedakan menurut umur saat kasus itu ditemukan, yaitu:
<6 bulan dan umur 6 bulan - <12 bulan

Gambar 4. Diagram Alur Penentuan Kasus CRS pada Bayi


Usia < 6 Bulan

16 Pedoman Surveilans CRS


*Sangat dicurigai CRS bila :
- Ibu penderita pernah terinfeksi rubela selama kehamilan (klinis atau lab positif)
- Ibu penderita pernah kontak dengan penderita rubela selama kehamilan
- Dokter meyakini sebagai rubela

Bayi berusia < 1 bulan dengan manifestasi CRS yang


pemeriksaan laboratoriumnya negatif maka harus dilakukan
pemeriksaan IgM kedua dengan jarak 1 bulan atau
maksimal sampai bayi berusia 6 bulan, karena setidaknya
pada 20% bayi yang terinfeksi, IgM rubela tidak dapat terdeteksi
sampai usia 1 bulan (CDC, 2011).
Selama spesimen kedua belum diperiksa, maka kasus dinyatakan
pending maksimal sampai bayi berusia <6 bulan. Bila sampai
batas waktu tersebut spesimen darah kedua belum diperiksa,
maka kasus diklasifikasikan sesuai alur pada gambar 4.
Sedangkan bila suspek kasus CRS ditemukan pada usia 6 -
<12 bulan, maka diagram alur penentuan klasifikasinya adalah
sebagai berikut (gambar 5):

Gambar 5. Diagram Alur Penentuan Kasus CRS pada Bayi


Usia 6 - <12 bulan

Pedoman Surveilans CRS 17


CRS pasti jika IgG dua kali pemeriksaan
(dengan selang waktu minimal 1 bulan) memiliki hasil positif

Bayi berusia 6 - <12 bulan dengan hasil IgM negatif (IgM -)


dan IgG positif (IgG +) harus dilakukan pemeriksaan IgG
kedua dengan jarak minimal 1 bulan

Bila sampai bayi berusia 12 bulan sampel darah kedua


belum diperiksa, maka kasus diklasifikasikan sesuai alur
pada gambar 4.

2.3. Clinical Pathway untuk Penegakan Diagnosis


Kasus CRS
Clinical Pathway (CP) kasus CRS dibuat untuk menentukan
diagnosis dan memberikan rincian rencana tata laksana
hari demi hari dengan standar pelayanan yang dianggap
sesuai yang harus dilakukan pada kondisi klinis tertentu.

Tabel 3 menunjukkan contoh CP untuk kasus CRS yang


secara keseluruhan perjalanan penyakitnya sangat
bervariasi, namun pada pelaksanaannya CP dapat
disesuaikan oleh masing-masing RS sentinel.

Tabel 3. Clinical Pathway untuk Penegakan Diagnosis


Kasus CRS

18 Pedoman Surveilans CRS


Pedoman Surveilans CRS 19
2.4. Pelaksanaan Surveilans CRS
2.4.1. Penemuan Kasus
Pada umumnya kasus CRS datang ke RS sesuai
keluhan yang ada ke Departemen Anak (Divisi
Jantung, Tumbuh Kembang, Neurologi, Neonatologi,
Infeksi, ERIA/PICU), Departemen T.H.T.B.K.L dan
Departemen Mata (Mata Anak). Dokter yang ada
di divisi tersebut bertanggung jawab melaporkan
setiap suspek CRS ke koordinator di masing-masing
unit.

2.4.2. Tata Laksana Surveilans CRS


Semua suspek CRS akan dilakukan tata laksana
surveilans CRS yang meliputi:
· Dokter yang pertama menemukan kasus
melakukan:
1. Pencatatan pada form CRS1
2. Mengambil spesimen darah minimal 1 cc
(merujuk ke laboratorium RS)

20 Pedoman Surveilans CRS


3. Melakukan pemeriksaan adanya kelainan
pada jantung, mata, T.H.T.B.K.L atau
kelainan minor lainnya (konsultasi kasus ke
Divisi Anak, T.H.T.B.K.L dan Mata)
4. Menghubungi Koordinator Data dan atau
Koordinator Tim CRS RS

· Koordinator data melakukan:


1. Memastikan kasus telah diperiksa di setiap
Divisi Anak, T.H.T.B.K.L dan Mata
2. Memastikan form CRS1 telah dilengkapi
3. Memastikan kasus telah diambil spesimen
darah
4. Memastikan spesimen serum telah diperiksa
serologi di laboratorium RS, jika laboratorium
RS telah dinyatakan mampu dan layak oleh
Laboratorium Nasional Campak-Rubela
(lihat persyaratan di Bab 5 Jejaring Kerja
Laboratorium Campak-Rubela Sub Bab 5.4.
Pengembangan Laboratorium Pemeriksa
CRS)
5. Memastikan sebagian spesimen serum telah
disimpan oleh laboratorium RS, untuk
dikirimkan ke laboratorium nasional campak-
rubela
6. Berkoordinasi dengan petugas surveilans
PD3I provinsi untuk pengiriman spesimen
serum ke laboratorium nasional campak-
rubela
7. Jika diperlukan pemeriksaan spesimen
kedua, koordinator data menginformasikan
kepada petugas surveilans PD3I provinsi
agar dapat memfasilitasi pengambilan
spesimen kedua pada kasus CRS yang
tidak datang berobat kembali ke RS dan

Pedoman Surveilans CRS 21


agar berkoordinasi dengan petugas
surveilans PD3I kabupaten/kota/puskesmas
secara berjenjang.
8. Pelaporan menggunakan web PD3I atau
form list CRS1
9. Berkoordinasi dengan Koordinator Tim CRS
RS untuk klasifikasi kasus
10. Pengolahan dan analisa data
Pada umumnya kasus CRS datang ke RS sesuai
keluhan yang ada ke Departemen Anak (Divisi
Jantung, Tumbuh Kembang, Neurologi, Neonatologi,
Infeksi, ERIA/PICU), Departemen T.H.T.B.K.L dan
Departemen Mata.

Setiap suspek CRS dilakukan tata laksana surveilans CRS

Gambar 6. Diagram Alur Pelaksanaan Surveilans CRS di RS

22 Pedoman Surveilans CRS


2.4.3. Surveilans Aktif Rumah Sakit
Surveilans Aktif RS bertujuan untuk mengantisipasi
kasus CRS yang lolos dari pemantauan, dengan
melakukan pengecekan register di unit yang
berpotensi menemukan kasus.

Surveilans CRS di RS dapat dilakukan secara


tersendiri atau terintegrasi dengan surveilans AFP
& PD3I lainnya.
· Lokasi pengamatan
Pengumpulan data Surveilans Aktif RS khusus
CRS dilakukan di semua bagian rumah sakit
yang merawat anak berusia <12 bulan, seperti:
Instalasi Rawat Inap dan Instalasi Rawat Jalan
Anak/Mata/T.H.T.B.K.L; Instalasi NICU/PICU;
Instalasi Rawat Darurat; dan Instalasi lainnya
yang merawat anak usia <12 bulan.
· Pelaksana
Surveilans Aktif RS dilaksanakan oleh:
1. Petugas surveilans provinsi dan kabupaten/kota
2. Koordinator data dan contact persons surveilans
CRS RS.
· Frekuensi pengamatan/pengumpulan data
1. Setiap bulan bagi petugas surveilans provinsi
2. Setiap minggu bagi koordinator data dan
koordinator tim surveilans CRS RS
3. Setiap hari bagi contact persons dan koordinator
data surveilans CRS RS

Petugas surveilans provinsi/kabupaten/kota


berkewajiban melakukan review register minimal 1 bulan
sekali terintegrasi dengan PD3I lainnya. Tanggung jawab
pelaksanaan Surveilans Aktif RS sepenuhnya berada
di provinsi/kabupaten/kota

Pedoman Surveilans CRS 23


2.4.4. Pencatatan dan Pelaporan
Semua suspek CRS dicatat dalam formulir CRS1
(lampiran 1). Semua variabel dalam formulir tersebut
harus terisi secara lengkap. Selanjutnya jika formulir
CRS sudah terisi dengan lengkap, koordinator data
memasukkan data ke web PD3I. Bila sistem web
PD3I tidak berfungsi, data CRS yang telah diinput
ke dalam form list CRS dan dilaporkan ke petugas
surveilans PD3I dinas kesehatan provinsi pada
tanggal 15 setiap bulannya (termasuk laporan nihil),
ditembuskan ke petugas surveilans PD3I Pusat
melalui email epidataino@gmail.com dan email
survpd3i.kipi@gmail.com.

Formulir pencatatan dan pelaporan surveilans CRS


dapat diunduh melalui = https://bit.ly/RR_SurvPD3I

Gambar 7. Diagram Alur Pelaporan Surveilans CRS

24 Pedoman Surveilans CRS


Penemuan suspek CRS melibatkan banyak divisi
di RS, sehingga sebaiknya di setiap divisi tersedia
form investigasi CRS1. Apabila ada penderita
suspek CRS, maka dokter di divisi dimana kasus
tersebut ditemukan langsung mengisi form
investigasi CRS1. Pengisian form berkoordinasi
dengan koordinator data CRS. Sementara itu kasus
dirujuk ke laboratorium RS untuk pengambilan
spesimen dengan menggunakan Form Pengiriman
Spesimen (lampiran 5).

Selanjutnya koordinator data memastikan kasus


tersebut dikonsultasikan ke semua departemen/
divisi lain (Anak, T.H.T.B.K.L dan Mata) sampai
form CRS1 terisi lengkap. Jika spesimen diperiksa
di laboratorium RS maka koordinator data juga
memastikan hasil laboratorium telah diinput ke
dalam form CRS1. Kemudian koordinator data
menyerahkan form CRS1 tersebut ke Koordinator
Tim CRS. Koordinator Tim CRS memverifikasi dan
mengklasifikasi suspek kasus yang ditemukan
pada form CRS1. Kemudian data diinput ke dalam
web PD3I oleh koordinator data CRS.

Sementara itu, jika spesimen akan diperiksa di


laboratorium nasional campak-rubela, maka
koordinator data berkoordinasi dengan petugas
surveilans PD3I provinsi untuk mengirimkan
spesimen ke laboratorium nasional. Hasil
pemeriksaan di laboratorium nasional akan
langsung diinput ke dalam web PD3I dan dikirimkan
melalui email ke petugas surveilans PD3I provinsi
dan ditembuskan ke koordinator data RS
d a n P u s a t ( e p i d a ta i n o @ g m a i l . c o m d a n
survpd3i.kipi@gmail.com). Koordinator data RS

Pedoman Surveilans CRS 25


akan menginformasikan hasil pemeriksaan di
laboratorium nasional tersebut kepada seluruh
anggota tim surveilans CRS di RS melalui email
atau grup komunikasi lainnya.

2.4.5. Pemeriksaan Spesimen Kasus CRS


Ø Anak usia <6 bulan hanya dilakukan peme-
riksaan terhadap IgM
Ø Anak usia 6 - <12 bulan pemeriksaan dila-
kukan terhadap IgM dan IgG
Dilakukan pengambilan spesimen darah sebanyak
minimal 1 mL agar mendapatkan serum untuk
pemeriksaan IgM rubela. Spesimen diambil oleh
laboratorium RS sesuai kesepakatan yang ditetapkan
oleh masing-masing RS. Jika laboratorium RS telah
dinyatakan mampu dan layak melakukan
pemeriksaan spesimen CRS oleh laboratorium
nasional campak-rubela, maka pemeriksaan
spesimen dapat dilakukan di laboratorium di RS. Jika
belum dinyatakan mampu dan layak, maka untuk
kepentingan klinisi sebagian spesimen dapat
dilakukan pemeriksaan laboratorium di RS, sementara
sisanya disimpan pada suhu -200C. Spesimen yang
telah disimpan akan dikirim ke laboratorium nasional
campak-rubela untuk dilakukan pemeriksaan untuk
kepentingan surveilans CRS. Pengiriman tersebut
dapat dilakukan langsung oleh koordinator data RS
atau diambil oleh petugas surveilans PD3I dinas
kesehatan provinsi. Pengiriman spesimen ke
laboratorium nasional campak-rubela disertai dengan
Formulir Pengiriman Spesimen (lampiran 5). Alur
pengambilan dan pemeriksaan spesimen dapat dilihat
di gambar 8 dan gambar 9.
Pemeriksaan spesimen kedua dilakukan apabila:

26 Pedoman Surveilans CRS


Ø Anak usia <6 bulan:
Jika spesimen serum diambil saat bayi berusia
<1 bulan namun sangat dicurigai CRS dan hasil
menunjukkan IgM negatif (IgM-), maka dilakukan
pengambilan spesimen serum untuk pemeriksaan
IgM kedua dengan jarak 1 bulan atau maksimal
sampai bayi berusia 6 bulan. Pengambilan
spesimen kedua ini menjadi tanggung jawab
petugas surveilans PD3I dinas kesehatan provinsi
berkoordinasi dengan koordinator data RS dan
petugas laboratorium setempat. Spesimen yang
telah diambil dapat diperiksa di laboratorium RS
yang telah dinyatakan mampu dan layak
melakukan pemeriksaan spesimen CRS oleh
laboratorium nasional campak-rubela atau dikirim
ke laboratorium nasional campak-rubela.
Ø Anak Usia 6 - <12 bulan:
Jika hasil menunjukkan IgM negatif (IgM-) dan
IgG positif (IgG+), maka dilakukan pengambilan
spesimen serum untuk pemeriksaan IgM dan
IgG kedua dengan jarak 1 bulan atau maksimal
sampai bayi berusia <12 bulan. Pengambilan
spesimen kedua ini menjadi tanggung jawab
petugas surveilans PD3I dinas kesehatan provinsi
berkoordinasi dengan koordinator data RS dan
petugas laboratorium setempat. Spesimen yang
telah diambil dapat diperiksa di laboratorium RS
yang telah dinyatakan mampu dan layak
melakukan pemeriksaan spesimen CRS oleh
laboratorium nasional campak-rubela atau dikirim
ke laboratorium nasional campak-rubela.

Pedoman Surveilans CRS 27


Semua spesimen kasus CRS harus diperiksa di
laboratorium RS yang dinyatakan mampu dan layak
melakukan pemeriksaan spesimen CRS oleh
laboratorium nasional campak-rubela (lihat persyaratan
di Bab 5 Jejaring Kerja Laboratorium Campak-Rubela Sub
Bab 5.4. Pengembangan Laboratorium Pemeriksa CRS)
ATAU di laboratorium campak-rubela nasional

Cara pengambilan dan penanganan spesimen, lihat


Bab VI: Jejaring Kerja Laboratorium

Gambar 8. Alur Pengambilan Spesimen Suspek CRS < 6 bulan

28 Pedoman Surveilans CRS


Gambar 9. Alur Pengambilan Spesimen Suspek CRS
6 - <12 bulan
Jika terdapat situasi pandemi, pengambilan
spesimen disesuaikan dengan pembahasan yang
tercantum pada Juknis Surveilans PD3I Selama
Masa Pandemi (juknis dapat diunduh melalui
https://bit.ly/SurvPD3I_Pandemi)

2.4.6. Pengolahan dan Analisis Data


Analisis data CRS sama halnya dengan analisis data
rutin, prinsip orang, tempat dan waktu yang akan
menjawab pertanyaan siapa, kapan, dimana,
mengapa dan bagaimana suatu kasus CRS akan
dapat memberikan masukan kepada program
imunisasi. Oleh sebab itu tidak boleh ada dari
komponen di atas yang tidak bisa dijawab agar hasil
investigasi secara tepat dapat mengarahkan program
dalam upaya penanggulangan. Dengan penyajian
data dalam bentuk tabel, grafik dan spotmap akan

Pedoman Surveilans CRS 29


membantu analisis yang akan dilakukan.
Analisis data dilakukan terhadap:
1. Jumlah insidens CRS per 1000 kelahiran hidup
2. Tren kasus CRS
3. Kelengkapan dan ketepatan laporan bulanan
CRS
4. Distribusi kasus CRS berdasarkan jenis kelamin,
bulan, tahun dan tempat
5. Klasifikasi final seluruh suspek CRS yang
ditemukan di RS sentinel
6. Status imunisasi rubela ibu dari penderita CRS
7. Kelompok umur Ibu dari penderita CRS

2.5. Pelaksana (Organisasi) Surveilans CRS


2.5.1. Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Kemenkes RI
Sebagai koordinator dalam pelaksanaan surveilans
CRS di tingkat nasional

2.5.2. Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota


Sebagai koordinator dalam pelaksaaan surveilans
sentinel CRS di tingkat provinsi/kabubaten/kota

2.5.3. Rumah Sakit Sentinel


Sebagai pelaksana surveilans sentinel CRS yang
mempunyai organisasi tersendiri dengan dibentuknya
tim CRS RS.

2.5.4. Laboratorium Nasional Campak-Rubela


Sebagai pelaksana surveilans sentinel CRS dalam
pemeriksaan spesimen kasus CRS melalui koordinasi
dengan Dinas Kesehatan Provinsi.

Penemuan kasus CRS di RS dapat dilakukan oleh banyak


divisi, sehingga diperlukan banyak divisi yang terlibat di

30 Pedoman Surveilans CRS


dalam tim CRS RS.
Dalam pembentukan tim CRS RS perlu dilakukan tahap-
tahap sebagai berikut:
1. Pembentukan tim CRS RS melalui Surat Keputusan
(SK) Direktur RS.
Anggota tim CRS RS melibatkan seluruh departemen/
divisi/Instalasi terkait termasuk laboratorium RS.
Beberapa hal yang perlu ditentukan dalam SK adalah:
· Menetapkan satu dokter di Divisi Anak sebagai
koordinator tim CRS di RS sentinel;
· Menetapkan satu dokter sebagai kontak person
dokter di setiap divisi di dalam tim CRS di RS
sentinel;
· Departemen/KSM/Divisi/KK yang diharapkan ada
dalam tim CRS :
1) Departemen/KSM Anak
a. Divisi/KK Kardiologi Anak
b. Divisi/KK Neonatologi
c. Divisi/KK Infeksi dan Tropik Anak
d. Divisi/KK Neurologi Anak
e. Divisi/KK Tumbuh Kembang Anak
2) Departemen/KSM T.H.T.B.K.L-KL
3) Departemen/KSM Mata
a. Divisi/KK Mata Anak
4) Departemen/KSM Jantung dan Pembuluh
Darah (jika tidak terdapat Divisi Kardiologi Anak)
5) Laboratorium
6) Rekam Medis;
7) Departemen dan divisi lainnya sesuai
kebutuhan RS.
· Menetapkan petugas RS sebagai koordinator data
CRS.
· SK Direktur RS untuk Tim CRS RS ini perlu
diperbarui setiap tahun dan setiap terdapat
pergantian komposisi tim.

Pedoman Surveilans CRS 31


2. Membuat Clinical Pathway disesuaikan dengan fasilitas
yang tersedia di masing-masing rumah sakit.
3. Bekerja sama dengan petugas surveilans PD3I di Dinas
Kesehatan Provinsi

2.6. Peran Tim Surveilans CRS di RS


2.6.1. Peran Koordinator Tim RS:
1. Bersama petugas surveilans PD3I dinas
kesehatan provinsi melaksanakan pelatihan
terhadap tenaga kesehatan di departemen/divisi-
divisi yang terkait dengan CRS di RS masing-
masing;
2. Memastikan bahwa pelaksanaan surveilans CRS
di RS telah sesuai dengan SOP;
3. Mengidentifikasi suspek CRS dan memastikan
semua kasus CRS telah tercatat dan terlaporkan;
4. Melakukan koordinasi dan komunikasi segera
dengan koordinator data dan kontak person di
setiap divisi terkait setelah ditemukan suspek
CRS;
5. Memastikan semua informasi klinis dan
epidemiologis serta data lainnya yang ada di
form investigasi CRS (form CRS1) telah diisi
dengan lengkap oleh semua divisi terkait;
6. Memastikan pengambilan, pemeriksaan dan
pengiriman spesimen sudah dilaksanakan sesuai
SOP termasuk kelengkapan dokumen pelaporan;
7. Menentukan perlu tidaknya pengambilan
spesimen kedua;
8. Menetapkan klasifikasi kasus berdasarkan hasil
pemeriksaan laboratorium;
9. Memberi penjelasan kepada petugas RS dan
keluarga yang kontak langsung dengan penderita
CRS agar mendapatkan imunisasi rubela;
10. Bersama dengan kontak person dan koordinator

32 Pedoman Surveilans CRS


data melakukan pertemuan rutin evaluasi
surveilans CRS RS;
11. Bersama dengan koordinator data memastikan
semua kasus suspek CRS telah terlaporkan
melalui formulir SARS-PD3I (lampiran 6)

Koordinator Tim CRS RS harus memastikan semua


suspek CRS telah tercatat dan terlaporkan serta
memastikan semua suspek CRS telah diambil spesimen
dan diperiksa di laboratorium RS yang dinyatakan
mampu dan layak melakukan pemeriksaan spesimen
CRS oleh laboratorium nasional campak-rubela ATAU
di laboratorium nasional campak-rubela

2.6.2. Peran Contact Person RS:


1. Bersama petugas surveilans PD3I dinas
kesehatan provinsi dan koordinator tim CRS
RS melaksanakan pelatihan terhadap tenaga
kesehatan di divisi-divisi yang terkait dengan
CRS di RS masing-masing;
2. Melakukan koordinasi dan komunikasi segera
dengan koordinator data dan koordinator RS
setelah ditemukan kasus CRS;
3. Memastikan form investigasi CRS di divisi
terkait sudah terisi;
4. Memastikan pengambilan spesimen sudah
dilaksanakan sesuai SOP;
5. Mengkonsultasikan kasus suspek CRS ke divisi
terkait;
6. Memberi penjelasan kepada petugas RS dan
keluarga yang kontak langsung dengan
penderita CRS agar mendapatkan imunisasi
rubela;
7. Bersama dengan koordinator melakukan
sosialisasi di unit masing-masing dan
pertemuan rutin evaluasi surveilans CRS RS.

Pedoman Surveilans CRS 33


Kontak Person CRS RS harus memastikan form CRS1 di
divisi terkait sudah terisi serta memastikan semua suspek
CRS telah diambil spesimen di laboratorium RS

2.6.3. Peran Koordinator Data RS CRS:


1. Melakukan koordinasi dan komunikasi segera
dengan koordinator RS setelah menerima
informasi kasus CRS;
2. Memastikan semua kasus CRS telah tercatat
dan terlaporkan;
3. Memastikan semua informasi klinis,
epidemiologis serta data lainnya yang ada di
form investigasi CRS telah diisi dengan
lengkap dan benar;
4. Memastikan semua kasus CRS telah
dikonsultasikan ke setiap departemen/divisi
terkait;
5. Memastikan semua kasus CRS telah
dilakukan pengambilan spesimen;
6. Melakukan koordinasi dengan laboratorium
RS dan petugas surveilans PD3I dinas
kesehatan provinsi dalam pengiriman
spesimen ke laboratorium nasional campak-
rubela;
7. Mencatat hasil pemeriksaan laboratorium ke
dalam formulir investigasi CRS dan input ke
web PD3I;
8. Melakukan koordinasi dengan koordinator RS
atau petugas surveilans PD3I dinas kesehatan
provinsi dalam pengambilan spesimen kedua;
9. Menginput data form investigasi CRS ke dalam
format list kasus CRS atau web PD3I,
termasuk hasil laboratorium bila telah ada;
10. Bila web PD3I tidak berfungsi, melaporkan

34 Pedoman Surveilans CRS


format list kasus CRS kepada petugas
surveilans PD3I dinas kesehatan provinsi
pada tanggal 15 setiap bulannya (termasuk
laporan nihil), dan ditembuskan ke petugas
surveilans PD3I Pusat melalui email
epidataino@gmail.com dan
survpd3i.kipi@gmail.com; ;
11. Melakukan validasi data yang dikirimkan tim
data PD3I pusat, paling lambat tanggal 15
setiap bulannya;
12. Mengarsipkan data surveilans CRS;
13. Setiap bulan data yang telah diinput dalam
web PD3I akan diekspor ke excel dan
diemail/diprint untuk disampaikan ke semua
tim CRS RS dan Petugas Surveilans PD3I
provinsi;
14. Membuat laporan bulanan ke dinas kesehatan
provinsi;
15. Bersama dengan koordinator tim memastikan
semua kasus suspek CRS telah terlaporkan

Koordinator data CRS RS harus memastikan semua


suspek CRS telah tercatat & terlaporkan dengan lengkap
dan benar serta melakukan input data suspek CRS ke
dalam web PD3I segera (maksimal 2x24 jam) setelah
diagnosa suspek CRS ditegakkan

Koordinator data CRS RS harus melakukan


koordinasi dengan petugas surveilans PD3I dinas
kesehatan provinsi dalam pengambilan spesimen dan
pemeriksaan spesimen di laboratorium nasional
campak-rubela

Pedoman Surveilans CRS 35


2.6.4. Peran Dinas Kesehatan Provinsi
1. Penemuan kasus
Petugas surveilans PD3I dinas kesehatan provinsi
melakukan surveilans aktif di RS sentinel
setiap bulan dengan melakukan:
- review register (Hospital Record Review/HRR)
untuk mencari kemungkinan adanya kasus
yang lolos;
- melakukan koordinasi dengan koordinator
data RS untuk memastikan form CRS 1 telah
terisi dengan lengkap;
- mengkoordinasikan pengambilan spesimen
darah kedua (jika diperlukan).
Kegiatan ini diintegrasikan dengan kegiatan
surveilans aktif AFP dan PD3I lainnya.
Tata cara review register surveilans CRS di RS
:
a. Identifikasi kasus CRS melalui register di
Departemen Anak (Kardiologi, Tumbuh
Kembang, Neurologi, Perinatologi, Infeksi,
ERIA/PICU), Departemen T.H.T.B.K.L dan
Departemen Mata;
b. Apabila ditemukan kasus minimal dengan
gejala/diagnosa dari kelompok A, ambil buku
rekam medis penderita untuk dikonsultasikan
dengan koordinator di RS tersebut;
c. Jika memenuhi kriteria suspek CRS, maka
berkoordinasi dengan tim CRS RS untuk
dilakukan tata laksana surveilans CRS.
d. Hasil review register dibandingkan dengan
laporan mingguan RS setiap hari Senin,
termasuk laporan nihil (zero report), yang
terintegrasi dengan Surveilans AFP dan
Campak dengan menggunakan formulir
SARS-PD3I (lampiran 6)

36 Pedoman Surveilans CRS


Mengingat kasus CRS sangat jarang, maka perlu
dibangun komunikasi yang intensif antara petugas
surveilans PD3I dinas kesehatan provinsi dengan
tim CRS RS agar kasus CRS di RS tidak ada
yang lolos.
2. Berkoordinasi dengan koordinator data CRS RS
terkait pencatatan dan pelaporan kasus CRS;
3. Memastikan form investigasi CRS sudah terisi
secara lengkap dan benar;
4. Memberi nomor EPID, setelah memeriksa
kelengkapan pengisian form investigasi CRS;
5. Bertanggung jawab terhadap pengambilan dan
pengiriman spesimen pertama dan kedua ke
l a b o r a t o r i u m n a s i o n a l c a m pa k - r u b e l a
berkoordinasi dengan koordinator data CRS RS.
Jika RS tidak dapat mengambil spesimen dari
kasus, maka pengambilan spesimen akan
dikoordinasikan petugas surveilans PD3I dinas
kesehatan provinsi dengan dinas kesehatan
kabupaten/kota, bekerja sama dengan labkesda
atau laboratorium puskesmas yang mampu;
6. Bila spesimen kedua perlu diambil, provinsi
memastikan bahwa spesimen kedua tersebut
telah diambil berkoordinasi dengan koordinator
data RS;
7. Memastikan bahwa koordinator data RS telah
menerima hasil laboratorium jika spesimen
diperiksa di laboratorium nasional campak-rubela;
8. Memastikan hasil laboratorium kasus CRS telah
dimasukkan dalam format list kasus CRS atau
web PD3I;
9. Bila web PD3I tidak berfungsi, laporan CRS
dikirim setiap bulan dengan email ke bersama
dengan laporan campak dan PD3I lainnya;

Pedoman Surveilans CRS 37


10. Bila pada bulan bersangkutan tidak ditemukan
kasus CRS maka laporan tetap harus dikirim dengan
menuliskan “Nihil”;
11. Memastikan semua kasus CRS telah dilakukan
klasifikasi final sesuai diagram alur klasifikasi kasus,
berkoordinasi dengan tim CRS RS;
12. Melakukan analisa data CRS di masing-masing
provinsi;
13. Menerima laporan kasus CRS dari koordinator data
RS

Petugas surveilans PD3I dinas kesehatan provinsi harus


berkoordinasi dengan koordinator data tim CRS RS sentinel
dalam hal melakukan tindak lanjut terhadap spesimen yang
belum diambil dan berkoordinasi dengan dinas kesehatan
kabupaten/kota dan bekerja sama dengan labkesda atau
laboratorium puskesmas

2.6.5. Peran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota


1. Berkoordinasi dengan dinas kesehatan provinsi dan
puskesmas untuk pengambilan spesimen pada
kasus CRS yang tidak dilakukan pengambilan
spesimen di RS sentinel;
2. Bekerja sama dengan labkesda atau laboratorium
puskesmas yang mampu melakukan pengambilan
spesimen kasus CRS;
3. Bertanggung jawab terhadap pengiriman spesimen
kasus CRS ke dinas kesehatan provinsi.

2.6.6. Peran Laboratorium RS


1. Bertanggung jawab terhadap pengambilan spesimen
serum di RS;
2. Jika laboratorium RS telah dinyatakan mampu dan
layak melakukan pemeriksaan spesimen CRS oleh
laboratorium nasional campak-rubela, maka
pemeriksaan spesimen serum dilakukan di RS;

38 Pedoman Surveilans CRS


3. Jika laboratorium RS belum dinyatakan mampu
dan layak melakukan pemeriksaan spesimen
CRS oleh laboratorium nasional campak-rubela,
maka sebagian spesimen serum dapat diperiksa
di RS (untuk kepentingan klinisi), sementara
sisanya disimpan pada suhu -200C. Spesimen
yang telah disimpan akan dikirim ke laboratorium
nasional campak-rubela untuk dilakukan
pemeriksaan untuk kepentingan surveilans CRS;
4. Berkoordinasi dengan Koordinator Data RS terkait
pemeriksaan spesimen kasus CRS.

2.6.7. Peran Laboratorium Nasional Campak-Rubela


1. Bertanggung jawab terhadap pemeriksaan
serologi dan virologi spesimen kasus CRS yang
dikirimkan dari RS sentinel melalui petugas
surveilans PD3I provinsi;
2. Berkoordinasi dengan petugas surveilans PD3I
Provinsi terkait pemeriksaan spesimen kasus
CRS;
3. Mengirimkan hasil pemeriksaan serologi dalam
waktu 4 hari dan hasil pemeriksaan virologi (PCR
konvensional ) dalam waktu 14 hari melalui email
ke Petugas Surveilans PD3I Provinsi ditembuskan
ke Koordinator Data RS dan Koordinator Tim
CRS RS;
4. Jika ada hasil laboratorium yang memerlukan
pengambilan spesimen ulang, maka laboratorium
nasional campak-rubela akan memberikan
catatan/keterangan dibawah hasil yang dikirim.

Laboratorium Nasional Campak-Rubela akan


mengeluarkan hasil pemeriksaan serologi CRS dalam
waktu empat (4) hari dan hasil pemeriksaan virologi
(PCR konvensional) dalam waktu 14 hari

Pedoman Surveilans CRS 39


Semua spesimen kasus CRS harus diperiksa di
laboratorium RS yang dinyatakan mampu dan layak
melakukan pemeriksaan spesimen CRS oleh
laboratorium nasional campak-rubela (lihat persyaratan
di Bab 5 Jejaring Kerja Laboratorium Campak-Rubela
Sub Bab 5.4. Pengembangan Laboratorium Pemeriksa
CRS) ATAU di laboratorium campak-rubela nasional

2.6.8. Peran Pusat (Ditjen P2P Kemenkes)


1. Pengolahan dan kajian data di tingkat Pusat
dilakukan oleh Tim Data PD3I. Secara rutin Tim
Data PD3I melakukan pengecekan setiap data
yang dilaporkan dan mengirimkan umpan balik
laporan ke seluruh RS sentinel dan dinas
kesehatan provinsi setiap tanggal 5 pada setiap
bulannya.
2. Secara berkala bersama WHO dan UNICEF
(headquarter, Regional maupun Perwakilan
Indonesia) melakukan review perkembangan
pengendalian rubela/CRS. Berdasarkan kajian
data surveilans dan kajian cakupan imunisasi
rubela, ditetapkan strategi imunisasi lebih lanjut.
3. Mengirimkan umpan balik dan kajian data ke
seluruh RS sentinel dan dinas kesehatan provinsi
setiap triwulan.

Tim Data PD3I mengirimkan umpan balik laporan ke


seluruh RS sentinel dan dinas kesehatan provinsi setiap
tanggal 5 pada setiap bulannya.

40 Pedoman Surveilans CRS


BAB III
PEMBERIAN NOMOR EPID

Nomor EPID adalah suatu nomor-kode yang khas bagi setiap


penderita CRS dan ditentukan sesuai dengan tata-cara penentuan
nomor EPID.

3.1. Tujuan pemberian nomor EPID


- Memberikan kode identitas yang khas bagi setiap
penderita CRS untuk kepentingan pencatatan pelaporan
dan pengelolaan spesimen.
- Menghubungkan data klinis, epidemiologis, demografis
dan laboratorium.
- Menghindari kemungkinan duplikasi dalam pencatatan
dan pelaporan kasus CRS.

3.2. Pemberi nomor EPID


- Pemberian nomor EPID muncul secara otomatis pada
sistem web PD3I.
- Jika web PD3I tidak berfungsi maka nomor EPID dapat
diberikan manual oleh Dinas Kesehatan Provinsi yang
membawahi wilayah dimana rumah sakit sentinel berada.
- Daftar nomor EPID harus disimpan di provinsi yang
membawahi wilayah tempat RS sentinel berada. Bila
nomor EPID sudah digunakan atau salah diberikan,
nomor tersebut tidak boleh dipakai lagi.
- Daftar kode provinsi, kabupaten kota, dan RS dapat
diunduh melalui tautan:
https://bit.ly/3fAqqoA_KODEPROVKAKO.

Pedoman Surveilans CRS 41


3.3. Tata Cara Pemberian Nomor EPID Kasus CRS
Setiap kasus CRS diberi nomor EPID. Tata cara penomoran
EPID pada kasus CRS sama dengan tatacara pemberian
nomor EPID AFP, tetapi didahului dengan huruf CRS. (Lihat
Pedoman AFP).
Tata cara pemberian nomor EPID CRS sebagai berikut:

CRS-PP-KK-RS-TT-NNN

· digit ke I-II : kode provinsi


· digit ke III-IV : kode kabupaten/kota
· digit ke V-VII : kode RS
· digit ke VII-IX : tahun pelaporan
· digit ke X-XII : nomor urut kasus

Kode penderita dimulai dengan “nomor 001” pada setiap


tahun.

Contoh:
1. Kasus CRS pertama ditemukan pada tahun 2023 di RS
Adam Malik Medan. Maka nomor EPID-nya adalah:
CRS127565523001
2. Kasus CRS ke dua ditemukan pada tahun 2023 di RSUP
Dr. Hasan Sadikin Bandung. Maka nomor EPID-nya
adalah: CRS327301523002

42 Pedoman Surveilans CRS


BAB IV
PEMANTAUAN DAN EVALUASI

4.1. Pemantauan
Pemantauan terhadap pelaksanaan surveilans CRS harus
dilakukan untuk menjaga kualitas pelaksanaan surveilans
CRS. Tujuan utama pemantauan surveilans CRS adalah
untuk melihat apakah sistem yang ada berjalan sesuai
dengan yang diharapkan. Pemantauan ini harus diikuti
dengan upaya mengidentifikasikan dan memecahkan
masalah yang dihadapi bila pelaksanaan surveilans CRS
tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Kapan dan bagaimana pemantauan harus dilakukan?
Pemantauan harus dilakukan secara rutin sehingga dapat
mengidentifikasi masalah yang menghambat pelaksanaan
surveilans CRS sedini mungkin. Pemantauan dilakukan
terhadap:
- Jejaring tim surveilans CRS RS dan dinas kesehatan
provinsi
- Penemuan kasus di semua RS sentinel.
- Pencatatan dan pelaporan kasus sampai dengan
klasifikasi final.
- Adekuasi spesimen dan penyebab spesimen tidak
adekuat.
Berdasarkan identifikasi masalah dilakukan upaya perbaikan
agar kinerja surveilans CRS dapat ditingkatkan.

4.2. Evaluasi
Evaluasi terhadap surveilans CRS dilakukan secara berkala
untuk melihat keberhasilan surveilans CRS dalam mencapai
tujuannya. Indikator yang digunakan adalah indikator kinerja
surveilans dan sejauh mana surveilans CRS dapat mencapai
tujuan yang telah ditentukan.
Evaluasi di rumah sakit sentinel dapat dilakukan dengan:

Pedoman Surveilans CRS 43


- Menelaah register RS pada suatu periode tertentu (hospital
record review/HRR). Untuk menilai sensitifitas penemuan
kasus di RS dengan cara mengecek ada atau tidaknya
kasus CRS yang dilaporkan. (Lihat tata cara surveilans
aktif RS pada BAB II).
- Mengecek keteraturan dan konsistensi kunjungan
surveilans aktif rumah sakit (SARS) untuk mencari kasus.
- Identifikasi penyebab rendahnya sensitifitas penemuan
kasus di RS.
Pemantauan dan Evaluasi dilakukan dengan menggunakan
Formulir Pemantauan dan Evaluasi Kasus CRS (Form.
CRS2).

4.3. Indikator Kinerja


Tabel 4. Indikator Pelaksanaan Surveilans CRS

44 Pedoman Surveilans CRS


Semua spesimen kasus CRS harus diperiksa di laboratorium
RS yang dinyatakan mampu dan layak melakukan pemeriksaan
spesimen CRS oleh laboratorium nasional campak-rubela (lihat
persyaratan di Bab 5 Jejaring Kerja Laboratorium Campak-
Rubela Sub Bab 5.4. Pengembangan Laboratorium Pemeriksa
CRS) ATAU di laboratorium campak-rubela nasional

Pedoman Surveilans CRS 45


BAB V
JEJARING KERJA
LABORATORIUM CAMPAK-RUBELA

5.1. Peranan dan Fungsi Laboratorium


Laboratorium mempunyai peranan penting dalam surveilans
CRS yang meliputi :
1. Pemeriksaan spesimen secara serologi (IgM dan IgG
rubela) untuk penetapan diagnosis
2. Identifikasi strain dari virus ataupun karakter genetiknya.
3. Monitoring transmisi virus rubela
4. Menyimpan sampel sampai jangka waktu tertentu.
5. Melakukan kontrol kualitas sesuai pedoman WHO.

Peran laboratorium dalam surveilans CRS yaitu melakukan


pemeriksaan serologi dan virologi. Pada saat ini yang
dilakukan adalah pemeriksaan serologi. Pemeriksaan
serologi bertujuan untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik
dari virus rubela. Spesimen yang digunakan adalah serum.
Pemeriksaan virologi bertujuan untuk mendeteksi virus
rubela yang bersirkulasi. Spesimen yang digunakan adalah
urin, swab orofaring atau jaringan lensa mata. Spesimen
yang adekuat diperlukan untuk memperoleh hasil dan
interpretasi yang tepat pula.

Spesimen yang adekuat adalah spesimen yang diterima di


laboratorium tidak lebih dari 5 hari sejak pengambilan,
volume serum cukup (minimal 0,2 ml), dikirim dalam kondisi
dingin (2-8oC).

Pemeriksaan virologi dengan menggunakan PCR dilakukan


di laboratorium nasional campak-rubela secara bertahap
dengan mempertimbangkan ketersediaan sumber daya
pendukungnya.

Pedoman Surveilans CRS 47


5.2. Pengambilan, Penyimpanan dan Pengiriman
Spesimen CRS
5.2.1. Pengambilan Spesimen
a. Prosedur steril harus diikuti dalam pengambilan
dan penanganan spesimen
b. Darah diambil minimal 1 ml dengan menggunakan
syringe, vacutainer atau wing needle
c. Jika menggunakan syringe, pindahkan darah ke
tabung sentrifus/vacutainer yang telah diberi label
identitas nama pasien, nomor EPID dan tanggal
pengambilan
d. Biarkan tabung yang berisi darah dalam posisi
berdiri selama 15-30 menit lalu sentrifus dengan
kecepatan 3000 rpm selama 5 menit atau 1500
rpm selama 10 menit.
e. Bila tidak ada sentrifus, diamkan selama 30 menit
– 1 jam pada suhu ruangan (maksimal 6 jam)
sampai serum terpisah atau maksimal 24 jam di
dalam refrigerator
f. Serum diambil dengan menggunakan pipet steril,
masukkan ke dalam wadah serum dengan tutup
ulir luar yang telah diberi label sesuai form kasus
(nama, no EPID dan tanggal ambil).

5.2.2. Penyimpanan Spesimen


Jika spesimen akan dikirim ke laboratorium nasional
campak-rubela maka pengiriman juga harus dilakukan
sesegera mungkin. Jika serum tidak memungkinkan
untuk segera dikirim, maka serum harus disimpan
dalam refrigerator suhu 2-8oC maksimal 7 hari. Bila
lebih lama lagi, misal karena delay pengiriman, serum
harus disimpan beku pada suhu –20°C atau lebih
rendah.

48 Pedoman Surveilans CRS


5.2.3. Pengiriman Spesimen
a. Tabung serum dimasukkan dalam plastik ziplock
yang telah diberi tissue / kertas yang bisa
menyerap jika terjadi kebocoran. Setiap satu
tabung dimasukkan ke dalam satu plastik ziplock,
lalu dimasukkan ke dalam container plastik.
b. Masukkan container plastik ke dalam specimen
carrier yang telah diberi ice pack 4-5 buah atau
sesuai dengan spesifikasi specimen carrier yang
digunakan. Diletakkan sedemikian rupa sehingga
posisi tabung serum tetap berdiri dan tidak pecah
saat terjadi goncangan.
c. Masukkan form permintaan pemeriksaan ke dalam
plastik terpisah dengan spesimen dan letakkan
di bagian atas specimen carrier berlabel CRS.
d. Segera kirim ke laboratorium nasional campak-
rubela.

Plastik

Label
Tissue / Kertas
XXX123

(Absorban)
Sample

Gambar 10. Pengepakan tabung serum dimana satu tabung serum


dimasukkan ke dalam satu plastik ziplock yang sudah berisi
absorban.

Pedoman Surveilans CRS 49


B
Plastik yang
berisi form Sampel di
Dalam
Plastik

Specimen
Carrier Ice Packs

Gambar 11. Kontainer plastik yang berisi tabung serum dimasukkan


ke dalam specimen carrier dan formulir permintaan pemeriksaan
dimasukkan ke dalam kantong plastik terpisah dengan spesimen
dan diletakkan di bagian atas specimen carrier.

5.3. Pemberian Nomor Spesimen CRS oleh Lab


Pemeriksa
Setiap spesimen kasus CRS yang dirujuk ke laboratorium
nasional campak-rubela akan diberi nomor laboratorium
yang khas untuk setiap spesimen. Pemberian nomor ini
dilakukan oleh laboratorium pemeriksa spesimen.
Tata cara pemberian nomor spesimen oleh laboratorium
adalah sebagai berikut:
Sp e s i m e n d a r a h u n t u k p e m e r i k s a a n s e r o l o g i :
I / TT / NNN / CRS/1
I : Inisial laboratorium pemeriksa spesimen (B:
Bandung, J: Jakarta, S: Surabaya, Y: Yogyakarta,
P: Palembang, M: Makassar).
TT : Tahun penerimaan spesimen.
NNN : No urut spesimen pada jenis pemeriksaan serologi.
CRS : Surveilans CRS
1 : Isi angka 1 bila spesimen ke 1 dan isi angka 2
spesimen ulangan

Contoh: B/20/001/CRS/1

50 Pedoman Surveilans CRS


5.4. Pengembangan Laboratorium Pemeriksa CRS
Tahapan pengembangan:
1. Persyaratan Umum:
- Laboratorium di rumah sakit yang sudah terakreditasi
diakui nasional atau internasional;
- Laboratorium yang sudah terakreditasi diakui nasional
atau internasional;
- Mengajukan surat usulan permohonan sebagai
laboratorium pemeriksa spesimen CRS yang ditujukan
ke Direktur Pengelolaan Imunisasi dan ditembuskan
ke Laboratorium Nasional Campak-Rubela/CRS.
2. Persyaratan Khusus:
- Memenuhi hasil asesmen terkait pemeriksaan
spesimen CRS yang dilakukan oleh Laboratorium
Nasional Campak-Rubela/CRS;
- Melakukan pemeriksaan dua (2) kali panel spesimen
CRS dengan nilai minimal 90%;
- Mengirimkan 50 spesimen atau 10% dari jumlah
kasus di tiga (3) bulan awal ke Laboratorium Nasional
Campak-Rubela/CRS untuk konfirmasi dengan nilai
minimal 90%;
- Apabila telah dinyatakan layak dan mampu,
laboratorium diwajibkan untuk:
§ Mengikuti program EQA PT Panel yang
diselenggarakan oleh Laboratorium Nasional
Campak-Rubela/CRS setiap tahun;
§ Mengirimkan sebanyak 25 spesimen CRS dalam
2 kali/tahun ke Laboratorium Nasional Campak-
Rubela/CRS untuk dilakukan konfirmasi;
§ Berpartisipasi dalam kegiatan audit internal
tahunan

Pedoman Surveilans CRS 51


5.5. Pelaporan Hasil
Hasil pemeriksaan dikirimkan melalui email ke dinas
kesehatan provinsi dengan tembusan ke RS pengirim, untuk
hasil pemeriksaan serologi dalam waktu 4 hari dan
pemeriksaan virologi dalam waktu 14 hari setelah spesimen
diterima.

5.6. Laboratorium Nasional dan Wilayah Pelayanan


Pemeriksaan Spesimen CRS
Tabel 5. Laboratorium Nasional dan Wilayah Pelayanan Pemeriksaan
Spesimen CRS

52 Pedoman Surveilans CRS


Semua spesimen kasus CRS harus diperiksa di
laboratorium RS yang dinyatakan mampu dan layak
melakukan pemeriksaan spesimen CRS oleh
laboratorium nasional campak-rubela (lihat persyaratan
di Bab 5 Jejaring Kerja Laboratorium Campak-Rubela Sub
Bab 5.4. Pengembangan Laboratorium Pemeriksa CRS)
ATAU di laboratorium campak-rubela nasional

Pedoman Surveilans CRS 53


BAB VI
LOGISTIK SURVEILANS
CONGENITAL RUBELLA SYNDROME (CRS)

Dalam penyelenggaraan surveilans CRS juga perlu didukung


dengan penyediaan logistik. Kebutuhan logistik dalam surveilans
CRS diperlukan untuk pengambilan dan pengiriman spesimen
serta pemeriksaan laboratorium.

6.1. Pengambilan dan Pengiriman Spesimen CRS


Spesimen yang digunakan untuk pemeriksaan laboratorium
CRS adalah serum.

6.1.1. Kebutuhan Logistik Untuk Pengambilan


Spesimen
1) Alat Pelindung Diri (jas laboratorium lengan
panjang, sarung tangan, masker)
2) Spuit disposable 3 mL atau 5 mL atau Sistem
Vaccutainer set (tutup merah atau kuning)
3) Wing needle (jika diperlukan)
4) Kapas alkohol 70%
5) Kapas Kering
6) Vial Ukuran 1,5 - 2 ml atau tabung penampung
(terbuat dari plastik dan bertutup ulir)
7) Label Tabung
8) Marker / Pulpen OHP
9) Plastik Biohazard

6.1.2. Kebutuhan Logistik Untuk Pengiriman Spesimen


1) Cool Box dengan tutup rapat atau Vaccine Carrier
(Hindari menggunakan stereofoam). Ukuran cool
box disesuaikan dengan jumlah ice pack, dengan
mengasumsikan bahwa spesimen tetap dingin
sampai di laboratorium rujukan

Pedoman Surveilans CRS 55


2) Ice Pack (disesuaikan jumlahnya dengan ukuran
cool box)
3) Label pengiriman (diisi alamat pengirim dan
penerima)
4) Lakban
5) Plastik pembungkus formulir CRS1
6) Gunting
7) Alat Tulis
8) Tisu

6.2. Pemeriksaan Laboratorium Spesimen


CRS
Pemeriksaan spesimen CRS adalah pemeriksaan
serologi (menggunakan spesimen serum).
Kebutuhan logistik untuk pemeriksaan laboratorium
spesimen CRS seperti tercantum pada tabel 4
berikut.

Tabel 6. Kebutuhan Logistik Pemeriksaan Laboratorium


Spesimen CRS

56 Pedoman Surveilans CRS


Pedoman Surveilans CRS 57
Lampiran 1. Formulir Investigasi Kasus Congenital Rubella
Syndrome

IDENTITAS PELAPOR
Nama Rumah Sakit : ................................................................................................
Alamat Rumah Sakit : ................................................................................................
: Kab/Kota .................................................. Provinsi...................
Tanggal Laporan Diterima : ......................................................................
Tanggal Investigasi : ......................................................................

IDENTITAS KASUS
Nomor EPID : ......................................................................
(isikan setelah berhasil input di web based PD3I)

Nomor Rekam Medis : ......................................................................


Nama bayi : …………………….Jenis Kelamin: Laki-laki  Perempuan 
Tanggal lahir : ..............................(umur dalam bulan: ….........bulan)
Alamat Kasus : ................................................................................................
: Kec. ......................................................... Kab/Kota.................
: Provinsi ..........................................................
Tempat kasus dilahirkan : .................................................................................................
Nama Ibu : ......................................................................
Nomor telepon orang tua : ......................................................................
Umur kehamilan saat bayi dilahirkan : .................................................................. minggu
Berat badan bayi saat lahir : ...................................................................... gram

TANDA DAN GEJALA KLINIS


Nama dokter pemeriksa:
1. Anak : ................................................................................................ No. HP: ...........
2. Mata : ................................................................................................ No. HP: ...........
3. THT : ................................................................................................ No. HP: ...........
4. Kardiologi : …………………………………………………..No. HP:
…………………………………
Keadaan bayi saat ini : Hidup  Meninggal 
Bila Meninggal, jelaskan penyebab kematian :
..................................................................................................
Tanggal periksa pertama kali :
Tanggal ditetapkan sebagai suspek CRS : ..........................................................
Group A (lengkapi semua tanda dan gejala yang ada)
Congenital heart disease: Ya  Tidak  Tidak tahu 
Congenital cataracts: Ya  Tidak  Tidak diperiksa 
Congenital glaucoma: Ya  Tidak  Tidak diperiksa 
Pigmentary retinopathy: Ya  Tidak  Tidak diperiksa 
Hearing impairment: Ya  Tidak  Tidak tahu 
Group B (lengkapi semua tanda dan gejala yang ada)
Purpura: Ya  Tidak  Tidak tahu 
Microcephaly: Ya  Tidak  Tidak tahu 
Meningoencephalitis: Ya  Tidak  Tidak tahu 
Ikterik 24 jam post partum: Ya  Tidak  Tidak tahu 
Splenomegaly: Ya  Tidak  Tidak tahu 
Developmental delay: Ya  Tidak  Tidak tahu 
Radiolucent bone disease: Ya  Tidak  Tidak tahu 
Other abnormalities*: Ya  Tidak 
*Bila Ada, jelaskan:
...................................................................................................................................

RIWAYAT KEHAMILAN IBU


Kehamilan ke berapa : ............................................ Umur Ibu saat melahirkan tahun
Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) pada kasus ini .................... : .................................................
Apakah selama kehamilan ini Ibu pernah mengalami:
• Conjunctivities : Ya  Tidak  Tidak tahu  Bila ya, trimester
kehamilan I  II  III 
Pilek : Ya  Tidak  Tidak tahu  Bila ya, trimester
kehamilan I  II  III 
Batuk : Ya  Tidak  Tidak tahu  Bila ya, trimester
kehamilan I  II  III 
Ruam makulopapular : Ya  Tidak  Tidak tahu  Bila ya, trimester
kehamilan I  II  III 
Limfadenitis : Ya  Tidak  Tidak tahu  Bila ya, trimester
kehamilan I  II  III 
Demam : Ya  Tidak  Tidak tahu  Bila ya, trimester
kehamilan I  II  III 
Arthralgia/ Arthritis : Ya  Tidak  Tidak tahu  Bila ya, trimester
kehamilan I  II  III 
Komplikasi lain : Ya  Tidak  Tidak tahu  Bila ya, trimester
kehamilan I  II  III 
• Apakah sebelum kehamilan ini Ibu mendapat imunisasi rubella?
Ya  Tidak  Tidak tahu  Bila ya, tanggal diberikan ___ /___ /___
• Apakah selama kehamilan ini Ibu pernah didiagnosa rubella dengan konfirmasi lab?
Ya  Tidak  Tidak tahu  Bila ya, tanggal kejadian ___ /___ /___
• Apakah selama kehamilan terakhir ini Ibu pernah terpapar atau berkontak dengan orang
yang menderita ruam makulopapular?
Ya  Tidak  Tidak tahu  Bila ya, umur kehamilan saat itu: ...…….minggu.
Jelaskan dimana :
..................................................................................................
• Apakah ibu bepergian selama kehamilan terakhir ini?
Ya  Tidak  Tidak tahu 
Bila ya, tanggal kejadian___/___/___ Umur kehamilan saat itu: ...minggu.
Jelaskan kemana :
.........................................................................................................
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Apakah spesimen diambil : Ya  Tidak  Tidak tahu 
Jenis pemeriksaan : IgM  IgG  PCR 
Tanggal Tanggal kirim ke Lab
Jenis spesimen Tanggal tiba di Lab
ambil (Lab RS / Lab Nasional)*
Serum 1
Serum 2 (Bila diulangi)
Apus tenggorok
Urine
Lensa mata
*) Coret yang tidak perlu

Hasil Pemeriksaan Laboratorium:


Jenis Tanggal
Jenis pemeriksaan IgM IgG PCR Genotyping
Virus Hasil Lab
Serum 1
Serum 2 (Bila
diulangi)
Apus tenggorok
Urine
Lensa mata
KLASIFIKASI FINAL
CRS pasti (konfirmasi lab)  CRS klinis  Bukan CRS / discarded  Bukan Suspek
CRS 

Tanggal: ____/____/____
Mengetahui,
Investigator Ketua Tim CRS

__________________________________ ________________________________
Nama : ........................................................... Nama :
Nomor HP : .......................................................... Nomor HP :
Lampiran 2. Formulir Pemantauan dan Evaluasi
Surveilans Congenital Rubella Syndrome
(Form. CRS2)

Provinsi: ..................................................................................................................................
RS: ..............................................................................................................................................
Nama Supervisor: ................................................................................................................
Waktu Supervisi: ..................................................................................................................

I. Input Surveilans CRS


A. Petunjuk Tekhnis untuk Surveilans CRS .......................(Ada / Tdk Ada)
Jika Ada, edisi tahun:..............................................................................................
B. Surat Keputusan RS untuk Tim Surveilans CRS .........(Ada / Tdk Ada)
Jika Ada, Nomor SK: ..............................................................................................
C. Kontak Person Surveilans CRS
1. Koordinator Departemen Anak ..................................(Ada/ Tdk Ada)
Nama: ........................................................ Email: ...........................................
HP: .........................................................................................................................
2. Kontak Person Departemen Anak ............................(Ada/ Tdk Ada)
Nama: ........................................................ Email: ...........................................
HP: .........................................................................................................................
3. Kontak Person Departemen T.H.T.B.K.L .................(Ada/ Tdk Ada)
Nama: ........................................................ Email: ...........................................
HP: .........................................................................................................................
4. Kontak Person Departemen Mata .............................(Ada/ Tdk Ada)
Nama: ........................................................ Email: ...........................................
HP: .........................................................................................................................
5. Kontak Person Instalasi Lab ........................................(Ada/ Tdk Ada)
Nama: ........................................................ Email: ...........................................
HP: .........................................................................................................................
6. Petugas Data .......................................................................(Ada/ Tdk Ada)
Nama: ........................................................ Email: ...........................................
HP: .........................................................................................................................

D. Sarana Penunjang:
1. Formulir Investigasi Surveilans CRS.................................(Ada/Tdk Ada)
2. Formulir Retrospektif Surveilans.......................................(Ada/Tdk Ada)
3. Clinical Pathway pasien CRS................................................(Ada/Tdk Ada)

62 Pedoman Surveilans CRS


Jika ada, jelaskan: ...................................................................................................
4. Alur surveilans CRS .................................................................(Ada/Tdk Ada)
Jika ada, jelaskan: ...................................................................................................
5. Sistem Rekam Medis terkomputerisasi .........................(Ada/Tdk Ada)
6. Pemeriksaan IgM dan IgG dilakukan oleh.....................................................
Lab RS/Lab Campak-Rubela Nasional)
7. Sumber dana operasional surveilans CRS dalam tahun ini berasal
dari:
• WHO .............................................................(Ada / Tdk Ada / Tdk Tahu)
• APBD ............................................................(Ada / Tdk Ada / Tdk Tahu)
• Lain-lain, sebutkan .................................(Ada / Tdk Ada / Tdk Tahu)

II. Kegiatan Surveilans CRS


1. Sosialisasi surveilans CRS di RS .........................(Sdh/Belum/Tdk Ada)
2. Laporan sosialisasi surveilans CRS tersebut ..............................................
(Ada-Lengkap/Ada-Sebagian/Tdk Ada)
3. Jumlah kasus CRS yang diinvestigasi dalam tahun ini (sampai
saat ini): .......................Kasus
4. Klasifikasi kasus CRS yang diinvestigasi dalam tahun ini (sampai
saat ini):
• CRS pasti (konfirmasi lab) : .............................................................Kasus
• CRS klinis : ..............................................................................................Kasus
• CRI : ..........................................................................................................Kasus
• Bukan CRS : ...........................................................................................Kasus
5. Kasus CRS dengan riwayat menderita Rubela pada Ibu saat hamil:
....................................... Kasus
6. Retrospektif review surveilans CRS di RS ...................................................
Sdh/Belum/Tdk Ada)
7. Laporan Retrospektif review surveilans CRS tersebut
(Ada-Lengkap/ Ada-Sebagian/Tdk Ada)
8. Jumlah kasus CRS yang direview dalam tahun ini (sampai saat ini):
....................................... Kasus
9. Klasifikasi kasus CRS yang direview dalam tahun ini (sampai
saat ini):
• CRS pasti (konfirmasi lab) : .............................................................Kasus
• CRS klinis : ..............................................................................................Kasus
• CRI : ..........................................................................................................Kasus
• Bukan CRS : ...........................................................................................Kasus

Pedoman Surveilans CRS 63


II.1 Kegiatan CRS di Departemen Anak:
• Dokter subspesialis anak yang terlibat dan telah tersosialisasi
Surveilans CRS :
o Jantung anak : Jlm: Jml yg sudah tersosialisasi:
o Neurology anak : Jlm: Jml yg sudah tersosialisasi:
o Tumbuh kembang : Jlm: Jml yg sudah tersosialisasi:
o Infeksi : Jlm: Jml yg sudah tersosialisasi:
o ...........................................
• Jumlah kasus kelainan jantung yg berkaitan dg CRS pada
tahun berjalan:
o < 1th:
o > 1th:
• Jumlah suspect CRS dg kelainan jantung pada tahun berjalan: …..
• Jumlah suspek CRS kelainan jantung bawaan yg dilaporkan pada
tahun berjalan: ………..
• Jumlah suspek CRS hasil review register yg tidak terlaporkan pada
tahun berjalan: ………
• Jika menemukan suspek CRS:
o Apakah formulir CRS diisi: ? (Ya/Tidak)
o Apakah spesimen penderita diambil? (ya/T idak),
oleh: ………………….
o Penderita dikonsul ke: (Mata /T.H.T.B.K.L/Tidak dikonsulkan)
o Kasus dilaporkan ke (coordinator CRS/Koordinator data)
• Poster CRS di bagian Anak: (Ada/Tidak)
• Buku Pedoman Surveilans CRS: (ada/Tidak)
• Permasalahan Surveilans CRS di Divisi Anak :
o ..............................................................................................................................

o ..............................................................................................................................

o ..............................................................................................................................

o ..............................................................................................................................

o ..............................................................................................................................

o ...................................................................................................................... II.2

64 Pedoman Surveilans CRS


Kegiatan CRS di Departemen Mata:
• Dokter subspesialis Mata Anak yang terlibat dan telah tersosialisasi
Surveilans CRS :
o Mata anak /Mata ...................................Jml yg sudah tersosialisasi:
• Jumlah kasus kelainan mata bawaan (katarak, pigmentary
retinopathy, glaukoma) yg berkaitan dg CRS pada tahun berjalan:
o < 1 th:
o > 1 th:
• Jumlah suspek CRS dg kelainan mata bawaan pada tahun
berjalan: ……………
• Jumlah suspek CRS dg kelainan mata bawaan yg dilaporkan pada
tahun berjalan: ………
• Jumlah suspek CRS dari review register yg belum terlaporkan
pada tahun berjalan: ……
• Jika menemukan suspek CRS:
o Apakah formulir CRS diisi:? (Ya/Tidak)
o Apakah spesimen penderita diambil? (ya/T idak),
oleh: ………………….
o Penderita dikonsul ke: (Bag anak /T.H.T.B.K.L/Tdk dikonsulkan)
o Kasus dilaporkan ke (Koordinator CRS/Koordinator data)
• Poster CRS di Departemen Mata: (Ada/Tidak)
• Buku Pedoman Surveilans CRS: (ada/Tidak)
• Permasalahan Surveilans CRS di Divisi Mata :
o ..............................................................................................................................
o ..............................................................................................................................
o ..............................................................................................................................
o ..............................................................................................................................
o ..............................................................................................................................
o ..............................................................................................................................

II.3. Kegiatan CRS di Bagian T.H.T.B.K.L:


• Dokter subspesialis T.H.T.B.K.L yang terlibat dan telah tersosialisasi
Surveilans CRS:
o T.H.T.B.K.L : Jlm: Jml yg sudah tersosialisasi:
• Jumlah kasus Tuli pada tahun berjalan:
o < 1 th:
o > 1 th:

Pedoman Surveilans CRS 65


• Jumlah suspek CRS dg Tuli bawaan pada tahun berjalan: …..
• Jumlah suspek CRS dg tuli bawaan yg dilaporkan pada tahun
berjalan: ………..
• Jumlah suspek RS dari review register yang tidak terlaporkan
pada tahun berjalan: …..
• Jika menemukan suspek CRS:
o Apakah formulir CRS diisi: ? (Ya/Tidak)
o Apakah spesimen penderita diambil? (ya/Tidak),
oleh:………………….
o Penderita dikonsul ke: (Bag anak /Mata/Tdk dikonsulkan)
o Kasus dilaporkan ke (coordinator CRS/Koordinator data)
• Poster CRS di bagian T.H.T.B.K.L: (Ada/Tidak)
• Buku Pedoman Surveilans CRS: (ada/Tidak)
• OAE tool apakah tersedia? :…………(Ya/Tidak)
• Apakah screening pendengaran dilakukan terhadap semua bayi
baru lahir? ..........(Ya/Tidak)
• Permasalahan Surveilans CRS di Divisi T.H.T.B.K.L:
o ...........................................................................................................................
o ...........................................................................................................................
o ...........................................................................................................................
o ...........................................................................................................................
o ...........................................................................................................................
o ...........................................................................................................................

III. Dokumentasi Surveilans CRS


1. Formulir investigasi CRS diisi lengkap dan benar …...(Ya-Semua/ Ya-
Sebagian / Tdk Ada Kasus)
2. Formulir retrospektif CRS diisi lengkap dan benar ....(Ya-Semua/ Ya-
Sebagian / Tdk Ada Kasus)
3. Dokumen Umpan Balik Surveilans CRS dari Pusat......(Ada-Lengkap
/ Ada- Sebagian / Tdk Ada)
4. Dokumen Umpan Balik surveilans CRS ke RS…..............(Ada-Lengkap
/ Ada- Sebagian / Tdk Ada)
5. Frekuensi Umpan Balik: ……../tahun
6. Dokumen Surveilans Aktif RS…....................…………….(Ada-Lengkap/
Ada- Sebagian / Tdk Ada)

66 Pedoman Surveilans CRS


7. Laporan Kelengkapan&Ketepatan dengan FORMAT yang BENAR…..
(Ya-Semua/Ya-Sebagian/Tidak Ada)

IV. Rencana Kerja


1. POA untuk Kegiatan Surveilans CRS untuk tahun ini dan tahun depan
............... (Ada / Tdk Ada) Jelaskan: ....................................................................
2. POA tahun ini telah dilaksanakan sesuai rencana ……........……...
(Ya-Semua/ Ya-Sebagian / Tdk Sesuai) Jelaskan: .....................................
V. Tantangan/Kendala/Hambatan dalam pelaksanaan surveilans CRS
• ......................................
• ......................................
• ......................................
• ......................................
• ......................................
• ......................................
• ......................................
• ......................................

VI. Peluang dan Kekuatan dalam pelaksanaan surveilans CRS


• ......................................
• ......................................
• ......................................
• ......................................
• ......................................
• ......................................
• ......................................
• ......................................

VI. Apa yang diharapkan dari surveilans CRS?


• ......................................
• ......................................
• ......................................
• ......................................
• ......................................
• ......................................
• ......................................

Pedoman Surveilans CRS 67


Lampiran 3. Formulir List Kasus CRS

68 Pedoman Surveilans CRS


Pedoman Surveilans CRS 69
Lampiran 4. Formulir Retrospektif Surveilans
Congenital Rubella Syndrome (CRS)
Lampiran 5. Formulir Pengiriman Spesimen Ke Laboratorium
(Form Spesimen)

70 Pedoman Surveilans CRS


Pedoman Surveilans CRS 71
Lampiran 6. Format Pelaporan Surveilans Aktif RS (Form
SARS-PD3I)
Lampiran 7. Daftar Kode ICD 10 Manifestasi Klinis CRS

72 Pedoman Surveilans CRS


Pedoman Surveilans CRS 73
DAFTAR PUSTAKA
1. Cooper and Krugman, Immunolocalization and Distribution of
Rubella Antigen in Fatal Congenital Rubella Syndrome, 1967.
2. Miller E et al. Consequences of confirmed maternal rubella at
successive stages of pregnancy. Lancet, 1982, 2:781–784.
3. Universal Newborn Hearing Screening, Lynn G. Spivak, 1998.
4. Health Technology Assessment, Kemenkes RI, 2010.
5. WHO, Weekly Epidemiological Record: Rubella vaccines:
WHO position paper No. 29, Geneva: World Health
Organization, 2011.
6. Koesen et.al, Studi estimasi cost-effectiveness introduksi
vaksin Rubella, 2015.
7. SAGE Working Group on Measles and Rubella, Roadmap for
the development of elimination -standard measles, rubella and
congenital rubella syndrome surveillance and monitoring,
2016.
8. Kemenkes RI, Petunjuk Teknis Kampanye dan Introduksi
Imunisasi Measles dan Rubela, 2017.
9. WHO, WHO Vaccine-Preventable Diseases Surveillance
Standards: CRS, Geneva: World Health Organization, 2018.
10. WHO, 2020. Rubella. [online] Available at:
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/rubella.2019.
[Accessed 30 November 2020].

Pedoman Surveilans CRS 75

Anda mungkin juga menyukai