Anda di halaman 1dari 24

PROFIL PENGAMBILAN OBAT

PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU


DI INSTALASI FARMASI RAWAT JALAN BPJS
RS PETROKIMIA GRESIK

LAPORAN TUGAS AKHIR

FAISHOL IRIYANTO
NIM. 201702040

PROGRAM STUDI D-III FARMASI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
2020

i
PROFIL PENGAMBILAN OBAT
PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI INSTALASI FARMASI
RAWAT JALAN BPJS RS PETROKIMIA GRESIK

FAISHOL IRIYANTO

ABSTRAK

Pengobatan TB memerlukan waktu yang cukup lama yaitu sampai berbulan-


bulan. Penderita yang tidak rutin atau berhenti mengkonsumsi obat sebelum dinyatakan
sembuh atau bebas dari infeksi tuberkulosis dapat menyebabkan munculnya kuman
tuberculosis yang resisiten terhadap obat, jika ini terus terjadi dan kuman tersebut terus
menyebar, pengendalian obat tuberkulosis akan semakin sulit dilaksanakan dan terjadi
peningkatan angka kematian akibat penyakit tuberkulosis. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui profil pengambilan obat pada pasien tuberkulosis di instalasi farmasi rawat jalan
BPJS Rumah Sakit Petrokimia Gresik. Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional
dengan pengumpulan data sekunder yaitu sebanyak 85 resep. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, dapat diketahui bahwa persentase pengambilan obat TB pada Bulan Maret sebesar
100%, sedangkan Bulan April dan Mei sebesar 92% dan 94%.

Kata kunci: pengambilan obat, rawat jalan, TB

ii
MEDICAL TAKING PROFILE
ON LUNG TUBERCULOSIS PATIENTS IN PHARMACEUTICAL
INSTALLATION
RAWAT JALAN BPJS RS PETROKIMIA GRESIK

FAISHOL IRIYANTO

ABSTRACT

                      TB treatment requires a long time that is up to months. Patients who do not


routinely or stop taking drugs before they are cured or free of tuberculosis infection can cause
the emergence of tuberculosis germs that are resistant to the drug, if this continues and the
germ continues to spread, drug control tuberculosis will be increasingly difficult to implement
and an increase in mortality due to disease   tuberculosis. This research aims to find out profile
of taking drugs in tuberculosis patients in BPJS outpatient pharmacy at Petrokimia Gresik
Hospital. This type of research is an observational study with secondary data collection of 85
recipes. Based on research that has been done, it can be seen that the percentage of TB drug
taking in March was 100%, while in April and May it was 92% and 94%.
 
Keywords: taking drugs,   ambulatory care, TB

iii
DAFTAR ISI

ABSTRAK....................................................................................................................................ii
ABSTRACT................................................................................................................................iii
DAFTAR ISI................................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL........................................................................................................................vi
BAB 1 PENDAHULUAN...........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 3
1.4 Manfaat 3
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA.......................................................................................................4
2.1 Tuberkulosis Paru 4
2.1.1 Definisi Tuberkulosis Paru 4
2.1.2 Patofisiologi 4
2.1.3 Gejala Klinis 5
2.1.4 Klasifikasi Tuberkulosis menurut Pedoman Nasional Penanggulangan TB 5
2.2 Pengobatan Tuberkulosis 9
2.2.1 Tujuan Pengobatan Tuberkulosis 9
2.2.2 Obat Anti Tuberkulosis (OAT) 9
2.2.3 Prinsip Pengobatan Tuberkulosis 11
2.2.4 Panduan OAT di Indonesia 12
2.2.5 Pengobatan Tuberkulosis pada pasien kondisi khusus 14
2.2.6 Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan TB 18
2.3 Profil 19
BAB 3 METODE PELAKSANAAN.......................................................................................21
3.1 Rancangan Penelitian 21
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 21
3.3 Populasi dan Sampel 21
3.4 Pengumpulan Data 22
3.5 Pengolahan dan Analis Data 22
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...........................................................23
4.1 Hasil Penelitian 23

iv
4.2 Pembahasan 24
BAB 5 PENUTUP.....................................................................................................................27
5.1 Kesimpulan 27
5.2 Saran 27
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................28

v
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pengelompokan OAT ..................................................................................................9
Tabel 2.2 OAT Lini Pertama .......................................................................................................9
Tabel 2.3 Kisaran Dosis OAT Lini Pertama Bagi Pasien Dewasa............................................10
Tabel 2.4 OAT yang Digunakan dalam Pengobatan TB MDR..................................................10
Tabel 2.5 Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1: 2HRZE/ 4H3R3..............................................12
Tabel 2.6 Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2: 2HRZES/ 5H3R3E3.......................................13
Tabel 2.7 Paduan OAT KDT Sisipan.........................................................................................13
Tabel 2.8 Acuan Penilaian Tingkat Kegagalan Fungsi Ginjal pada Penyakit Ginjal Kronis....16
Tabel 2.9 Dosis Dianjurkan pada Pasien TB dengan Penyakit Ginjal Kronis............................16
Tabel 4.1 Persentase pengambilan resep....................................................................................23
Tabel 4.2 Persentase Pengambilan Obat Berdasarkan Bulan.....................................................23
Tabel 4.3 Persentase Pengambilan Obat Berdasarkan Jenis Kelamin........................................23
Tabel 4.4 Persentase Pengambilan Obat Berdasarkan Usia........................................................24
Tabel 4.5 Persentase Pengambilan Obat Berdasarkan Jenis Obat..............................................24

vi
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


World Health Organization (2015) menyatakan bahwa penyakit tuberkulosis paru saat
ini telah menjadi ancaman global, karena hampir sepertiga dari penduduk dunia telah
terinfeksi. Sebanyak 95% kasus tuberkulosis paru dan 98% kematian akibat tuberkulosis
paru di dunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Negara dengan kasus pertama di
dunia adalah India dengan presentasi kasus 23%, Indonesia menempati urutan kedua
dengan presentasi kasus 10% dan Cina menempati urutan ke tiga dengan presentase 10%
sama seperti Indonesia dari seluruh penderita tuberkulosis di dunia (Sarwani dkk., 2015).
Provinsi Jawa Timur pada tahun 2017 menempati urutan kedua di Indonesia dalam
jumlah penemuan penderita tuberkulosis. Jumlah penemuan kasus baru BTA+ sebanyak
26.142 kasus CNR (Case Notification Rate) = 67/100.000 penduduk) dan jumlah
penemuan semua kasus TB sebanyak 54.811 kasus CNR = 139/100.000 penduduk atau
CDR (Crude Detection Rate) = 46%), target semua kasus yang ditetapkan oleh Kemenkes
RI tahun 2017 sebesar 185/100.000 penduduk dan CDR = 51% (Kemenkes, 2017).
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium yaitu Mycobacterium tuberkulosis yang jumlah penderitanya mengalami
peningkatan cukup besar pada tiap tahunnya. Penyakit TB bisa ditandai dengan munculnya
batuk yang berlangsung lama (3 minggu atau lebih). Gejala lain dari TB biasanya
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam lebih dari satu bulan, dan kehilangan
nafsu makan. Bakteri ini bisa menyerang organ tubuh lain seperti tulang, persendian,
limfa, dan lain- lain (Menkes RI, 2014).
Selama ini penyakit infeksi seperti tuberkulosis diatasi dengan pemberian antibiotik
seperti Rifampisin (RIF), Isoniazid (INH), Etambutol (EMB), Streptomisin dan
Pirazinamid (PZA) telah dimanfaatkan selama bertahun-tahun sebagai anti-TB. Namun,
banyak penderita telah menunjukkan resistensi terhadap obat lini pertama ini. Sejak tahun
1980-an, kasus tuberkulosis di seluruh dunia mengalami peningkatan karena kemunculan
MDR-TB (Multi Drug Resisten Tuberculosis). Bakteri penyebab MDR-TB adalah strain
M. tuberculosis yang resisten terhadap obat anti-TB first line seperti Isoniazid dan

1
Rifampisin. MDR-TB mendorong penggunaan obat lini kedua yang lebih toksik seperti
Etionamid, Sikloserin, Kanamisin dan Kapreomisin. Namun Extensively Drug-Resisten
Tuberculosis (XDR-TB) menyebabkan bakteri TB resisten terhadap obat lini kedua (Irianti
dkk., 2016). Obat lini kedua yang dimaksud yaitu fluorokuinolon dan salah satu dari tiga
obat injeksi lini kedua (amikasin, kapreomisin, dan kanamisin).
Pengobatan TB bukan pengobatan yang memerlukan 1-2 hari untuk sembuh, tetapi
memerlukan waktu yang cukup lama sampai berbulan-bulan. Penderita yang tidak
mengkonsumsi obat secara rutin dapat menjadi permasalahan kesehatan yang dapat
berdampak pada orang – orang disekitarnya, sebab dampak yang akan muncul apabila
penderita tidak rutin atau berhenti mengkonsumsi obat sebelum dinyatakan sembuh atau
bebas dari infeksi tuberkulosis yaitu munculnya kuman tuberculosis yang resisten
terhadap obat, jika ini terus terjadi dan kuman tersebut terus menyebar, pengendalian obat
tuberculosis akan semakin sulit dilaksanakan dan terjadi peningkatan angka kematian
akibat penyakit tuberculosis (Bahar, 2000). Alasan umum pasien tidak mengkonsumsi
obat TB Paru yaitu pemakaian jangka panjang, sehingga mereka merasa jenuh, punya
pengalaman terhadap efek samping obat, takut terjadi ketergantungan obat, harga obat
yang mahal serta ketidak yakinan tentang obat yang digunakan dapat menyembuhkan
(Menkes RI, 2014).
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari pasien, bahwa beberapa dari mereka lupa
mengkonsumsi obat secara rutin sehingga mereka harus datang kembali ke rumah sakit
untuk memulai pengobatannya kembali. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian tentang
penggunaan obat penderita TB paru masih sangat kurang. Berdasarkan uraian diatas maka
peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian “Profil Pengambilan Obat Pada Pasien
Tuberkulosis di Instalasi Farmasi Rawat Jalan BPJS Rumah Sakit Petrokimia Gresik”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah bagaimana profil pengambilan obat pada pasien tuberkulosis di
instalasi farmasi rawat jalan BPJS RS Petrokimia Gresik.

2
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui profil pengambilan obat pada
pasien tuberkulosis di instalasi farmasi rawat jalan BPJS RS Petrokimia Gresik.

1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagi pasien tuberkulosis
Diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya mengkonsumsi obat secara
rutin sehingga pasien dapat menjalankan pengobatan dengan baik dan benar.
2. Bagi Rumah Sakit Petrokimia Gresik
Diharapkan dapat mengetahui tingkat pengambilan obat pada pasien tuberkulosis yang
sedang menjalani pengobatan sehingga pihak rumah sakit dapat mengambil langkah-
langkah aktif untuk mengatasi tidak diambilnya obat.
3. Bagi pembaca
Diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai penyakit tuberkulosis.
4. Bagi penulis
Diharapakan dapat menyelesaikan Tugas Akhir sebagai syarat kelulusan program D3
Farmasi Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Gresik.

3
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis Paru


2.2.6 Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan TB
Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan
dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara
mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam
memantau kemajuan pengobatan. Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan
pemeriksaan spesimen sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan
dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen
positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan
positif (Hidayati, 2018).
Hasil pengobatan seorang penderita dapat dikategorikan sebagai berikut
(Hidayati, 2018):
1. Sembuh
Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah menyelesaikan pengobatannya
secara lengakap dan pemeriksaan ulang dahak paling sedikit dua kali berturut-
turut hasilnya negatif yaitu pada akhir pengobatan dan atau sebulan sebelum
akhir pengobatan dan pada pemeriksaan follow up sebelumnya.
2. Pengobatan lengkap
Penderita yang menyelesaikan pengobatannya secara lengkap, dimana pada salah
satu pemeriksaan sebelum akhir pengobatan hasilnya negatif, namun tanpa ada
bukti hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan. Tindak lanjutnya
yaitu penderita diberi informasi apabila ada gejala yang muncul kembali supaya
memeriksakan diri dengan mengikuti prosedur tetap.
3. Meninggal
Penderita yang dalam masa pengobatan diketahui meninggal karena sebab
apapun.
4. Pindah
Penderita yang pindah berobat ke daerah kabupaten atau kota lain.

4
5. Defaulted atau Drop Out (DO)
DO adalah penderita yang tidak mengambil obat selama dua bulan berturut-turut
atau lebih sebelum masa pengobatan selesai. Tindak lanjutnya yaitu lacak
penderita tersebut dan beri penyuluhan pentingnya berobat secara teratur. Apabila
penderita akan melanjutkan pengobatan, lakukan pemeriksaan dahak, bila positif
mulai pengobatan dengan kategori 2, bila negatif sisa pengobatan kategori 1 di
lanjutan.
6. Gagal
a. Penderita BTA positif yang hasil pemeriksaan dahaknya
tetap positif atau kembali menjadi positif pada satu bulan sebelum akhir
pengobatan atau pada akhir pengobatan, tindak lanjutnya penderita BTA
positif baru dengan kategori 1 diberikan kategori 2 mulai dari awal.
b. Penderita BTA negatif yang hasil pemeriksaan dahaknya
pada akhir bulan ke dua menjadi positif, tindak lanjutnya berikan pengobatan
kategori 2 mulai dari awal.
2.2 Profil
Profil adalah sebuah gambaran singkat tentang seseorang, organisasi, benda,
lembaga atau wilayah. Berikut pengertian profil menurut beberapa ahli:
1. Sri Mulyani, profil adalah pandangan sisi, garis besar, atau biografi dari diri
seseorang atau kelompok yang memiliki usia sama.
2. Victoria Neufeld, profil merupakan grafik, diagram, atau tulisan yang
menjelaskan suatu keadaan yang mengacu pada data seseorang atau sesuatu.
3. Hasan Alwi, profil adalah pandangan mengenai seseorang.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa profil adalah
gambaran secara singkat tentang sesuatu kajian objek tertentu.

5
BAB 3
METODE PELAKSANAAN

3.1 Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan cara pengamatan langsung
di lapangan terhadap hal-hal yang mendukung kegiatan penelitian, sehingga didapat
gambaran jelas tentang kondisi objek penelitian. Analisa data dilakukan secara deskriptif
kuantitatif dengan pengumpulan data sekunder berupa resep obat, dimana peneliti tidak
secara langsung mengambil data sendiri tetapi meneliti dan memanfaatkan data yang
terdapat pada resep di instalasi farmasi.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada 1 Februari 2020 sampai dengan 30 Juli 2020.
Pengambilan data penelitian ini dilakukan di Instalasi Farmasi Rawat Jalan BPJS RS.
Petrokimia Gresik.

3.3 Populasi dan Sampel


Populasi pada penelitian ini adalah semua resep pasien BPJS poli spesialis paru di
Farmasi Rawat Jalan BPJS RS. Petrokimia Gresik. Sedangkan sampel pada penelitian ini
adalah resep pasien BPJS poli spesialis paru di Farmasi Rawat Jalan BPJS RS. Petrokimia
Gresik yang mendapat terapi obat TB pada 1 Maret 2020 sampai dengan 31 Mei 2020.
Metode pengambilan sampel yang digunakan yaitu purposive sampling dengan teknik non
random sampling dimana penentuan pengambilan sampel dilakukan dengan cara
menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian. Dengan kriteria inklusi
sampel meliputi: pasien TB paru yang memperoleh resep rawat jalan dalam rentang 1
Maret 2020 sampai 31 Mei 2020. Sedangkan kriteria eksklusi pada sampel meliputi : pasien
TB paru dari spesialis anak.

6
3.4 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasional. Sumber data yang digunakan
adalah data sekunder yaitu resep pasien bpjs poli spesialis paru yang mendapat terapi
pengobatan TB di Farmasi Rawat Jalan BPJS RS. Petrokimia Gresik pada bulan Maret
sampai dengan Mei 2020. Pengumpulan data dilakukan dengan perekapan resep pasien TB
di instalasi farmasi rawat jalan RSPG yang masuk kriteria inklusi, kemudian dilakukan
pengolahan data dengan tabel meliputi: tanggal resep, umur pasien, obat TB, jumlah obat,
signa dan diambilnya atau tidaknya resep.

3.5 Pengolahan dan Analis Data


Jenis analisis dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kuantitatif. Berikut cara
pengolahan data pengambilan obat pasien TB paru di instalasi farmasi rawat jalan BPJS
RS Petrokimia Gresik:
a. Menghitung jumlah resep yang terdapat obat TB.
b. Menghitung jumlah resep obat TB yang telah diambil.
c. Menghitung jumlah resep obat TB yg tidak diambil.
d. Menghitung persentase pengambilan obat TB paru. Rumus yang digunakan yaitu
sebagai berikut:
Keterangan :
M: jumlah obat yang diambil dalam satu bulan
N: total obat yang terdapat obat TB paru dalam satu bulan
Data diambil setiap praktik dokter spesialis paru dan diakumulasikan dalam satu bulan
(Kusuma, 2019).

7
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Penelitian dilakukan di instalasi farmasi rawat jalan BPJS RS Petrokimia Gresik
pada resep pasien poli spesialis paru dengan diagnosa tuberkulosis paru pada rentang
waktu bulan Maret sampai Mei 2020, dan sebagai sampel diambil 85 resep yang
didalamnya terdapat 129 item obat TB. Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan
didapat persentase pengambilan resep sebagai berikut.
Tabel 4.1 Persentase pengambilan resep
Jumlah Resep Resep Diambil Resep Tidak Diambil Persentase
85 83 2 98%
Adapun persentase pengambilan obat pada pasien tuberkulosis paru berdasarkan beberapa
karakteristik, yaitu karakteristik bulan, jenis kelamin, usia dan jenis obat.
4.1.1 Persentase Pengambilan Obat Berdasarkan Bulan
Persentase pengambilan obat berdasarkan bulan dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Persentase Pengambilan Obat Berdasarkan Bulan
No. Bulan Jumlah Obat Obat Diambil Obat Tidak Diambil Persentase
1 Maret 57 57 0 100%
2 April 37 34 3 92%
3 Mei 35 33 2 94%
Rata-rata 95%
Persentase pengambilan obat tertinggi yaitu pada bulan Maret, sedangkan persentase
terendah yaitu pada bulan April.
4.1.2 Persentase Pengambilan Obat Berdasarkan Jenis Kelamin
Persentase pengambilan obat berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel
4.3.
Tabel 4.3 Persentase Pengambilan Obat Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah Obat Obat Diambil Persentase
1 Laki-Laki 92 89 97%
2 Perempuan 37 35 95%
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan
dalam hal pengambilan obat TB.

8
4.1.3 Persentase Pengambilan Obat Berdasarkan Usia
Persentase pengambilan obat berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Persentase Pengambilan Obat Berdasarkan Usia
Kelas Usia Jumlah Obat Obat Diambil Persentase
15 - 23 9 9 100%
24 - 32 9 9 100%
33 - 41 13 13 100%
42 - 50 20 20 100%
51 - 59 34 32 94%
60 - 68 11 11 100%
69 - 77 33 30 91%
Persentase pengambilan obat TB terendah yaitu pada rentang usia 69-77 tahun.
4.1.4 Persentase Pengambilan Obat Berdasarkan Jenis Obat
Persentase pengambilan obat berdasarkan jenis obat dapat dilihat pada Tabel 4.5
dan Tabel 4.6.
Tabel 4.5 Persentase Pengambilan Obat Kombinasi
No. Jenis Obat Jumlah Obat Obat Diambil Persentase
1 2-FDC 34 34 100%
2 4-FDC 27 27 100%
Tabel 4.6 Persentase Pengambilan Obat Satuan
No. Jenis Obat Jumlah Obat Obat Diambil Persentase
1 ETHAMBUTOL 500 mg 8 7 88%
2 PEHADOXIN FORTE 8 7 88%
3 PYRAZINAMID 500 mg 18 17 94%
4 RIFAMPICIN 450 mg 18 16 89%
5 RIFAMPICIN 600 mg 6 6 100%
6 SANTIBI PLUS 10 10 100%
Persentase pengambilan obat terendah yaitu obat Ethambutol 500 mg dan Pehadoxin
Forte.

4.2 Pembahasan
Berdasarkan Tabel 4.2, dapat kita lihat bahwa persentase pengambilan obat pada
Bulan Maret diambil semua (100%) dari total keseluruhan 57 item obat. Sedangkan pada
Bulan April mengalami penurunan dari bulan sebelumnya yaitu total persentase
pengambilan 92% dengan rincian 3 item obat tidak diambil dari total keseluruhan 37 item
obat. Tidak jauh berbeda dari Bulan April, pada Bulan Mei persentase pengambilan obat

9
hanya meningkat 2% dari bulan sebelumnya. Dari total 35 item obat, 2 diantaranya tidak
diambil. Faktor penurunan jumlah peresepan dan adanya obat yang tidak diambil salah
satunya dapat disebabkan karena adanya wabah covid-19 sehingga banyak pasien yang
merasa takut dan khawatir apabila ke rumah sakit dan memilih untuk tidak berkunjung ke
rumah sakit dalam beberapa waktu (Muhyiddin dkk, 2020).
Adapun pada Tabel 4.3, dapat dilihat bahwa penderita jenis kelamin laki-laki lebih
banyak dari pada perempuan, hal ini disebabkan karena hampir pada sebagian besar laki-
laki cenderung lebih banyak bekerja dilapangan/luar ruangan dan juga laki-laki lebih
sering mengkonsumsi rokok dari pada perempuan. Berdasarkan laporan WHO pada tahun
2015 laki- laki memiliki resiko lebih besar untuk terkena penyakit TB paru dibandingkan
perempuan. Di Indonesia prevalensi penderita TB laki- laki juga lebih besar dengan nilai
0,4 dibandingkan dengan perempuan dengan nilai 0,3 (Risdakes dalam Sharomah, 2019).
Pada Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan dari jenis kelamin
terhadap pengambilan obat TB, dimana jenis kelamin laki-laki hanya 2% lebih tinggi
dibanding jenis kelamin perempuan.
Pada Tabel 4.4 bisa diketahui rentang usia penderita TB paru rawat jalan RS
Petrokimia Gresik antara usia 15 tahun sampai dengan 77 tahun. Diperoleh data bahwa
pada rentan usia 51 sampai 59 tahun adalah yang paling banyak mendapatkan terapi obat
TB dengan total keseluruhan 34 item obat. Sedangkan untuk pasien TB paru pada rentang
usia 69 sampai 77 tahun memiliki persentase pengambilan obat yang paling rendah seperti
terlihat pada Tabel 4.4. Hal tersebut dapat disebabkan karena usia yang sudah lanjut
sehingga pasien pada rentang usia tersebut lebih memilih untuk segera pulang daripada
mengantri obat yang terkadang membutuhkan waktu yang lama dan lokasinya tidak berada
di dekat area praktek dokter. Dalam hal ini kemudahan akses berpengaruh signifikan
terhadap pengambilan obat terutama pada golongan usia lanjut (>60 tahun) (Efayanti,
2017).
Di poli spesialis paru Rumah Sakit Petrokimia Gresik kebanyakan masih
menggunakan obat TB lini pertama seperti Rifampisin (R), Etambutol (E), Pirazinamid (Z)
dan Isoniazid (I) dengan panduan 2HRZE pada tahap intensif dan 4H3R3 pada tahap
lanjutan. Peresepannya pun bermacam-macam, ada yang dalam bentuk paket berupa obat
kombinasi dosis tetap atau OAT-KDT yaitu 4-FDC atau 2-FDC dan ada pula peresepan

10
obat satuan yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang
dikemas dalam bentuk blister. Dari data pada Tabel 4.5 didapatkan hasil bahwa peresepan
obat kombinasi dosis tetap lebih banyak daripada peresepan obat satuan, dimana 2-FDC
yang paling banyak dengan total 34 resep diikuti 4-FDC dengan total 27 resep. Sedangkan
obat dengan urutan peresepan terendah yaitu Rifampisin 600 mg dengan hanya total 6
resep. Dalam hal pengambilan, obat kombinasi dosis tetap memiliki persentase
pengambilan 100% atau diambil seluruhnya. Sedangkan pada obat satuan, terdapat dua
jenis obat yang memiliki persentase pengambilan obat paling rendah di level 88% yaitu
Etambutol 500 mg dan Pehadoksin Forte.
Etambutol bekerja dengan cara menghambat sintesis metabolit sel sehingga
metabolisme sel terganggu dan multiplikasi terhambat yang selanjutnya berakibat pada
kematian sel (Istiantoro dalam Nurindi, 2018). Namun demikian, orang yang mengonsumsi
etambutol memiliki risiko mengalami toksisitas ocular, salah satunya yaitu gangguan
persepsi warna dan penurunan tajam penglihatan (Nurindi, 2018). Hal tersebut dapat
menjadi pertimbangan tersendiri bagi yang mengkonsumsinya sehingga berdampak pada
tingkat pengambilan Etambutol di Instalasi Farmasi.
Pehadoksin Forte merupakan salah satu anti tuberkulosis lini pertama yang penting.
Pehadoksin masuk ke dalam sel Mycobacterium tuberculosis dengan berdifusi secara pasif,
kemudian diaktifkan oleh enzim katalase peroksidase. Pehadoksin aktif kemudian akan
menghambat biosintesis asam mikolat dinding sel M. tuberculosis. Dibalik manfaatnya,
Pehadoksin juga memiliki efek samping yaitu kesemutan bahkan sampai rasa terbakar
dikaki (Sari, 2014). Hal tersebut dapat menjadi alasan mengapa pasien enggan
mengkonsumsi Pehadoksin Forte.

11
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa persentase pengambilan obat TB rata-rata 95% dan yang tidak diambil 5% dengan
rincian pengambilan pada Bulan Maret sebesar 100%, sedangkan Bulan April dan Mei
sebesar 92% dan 94%.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan yaitu perlu adanya peningkatan kesadaran
pasien dari segi petugas kesehatan dengan mengadakan edukasi pada pasien TB Paru,
dengan penyuluhan secara berkala pada pasien di Rumah Sakit, Mengaktifkan poli TB
DOTS dengan pelayanan TB paru secara terpisah dengan dokter dan perawat terlatih
sehingga memudahkan untuk pencatatan dan pengontrolan pasien TB yang berobat. Dan
untuk peresepan obat TB paru sebaiknya diberikan dalam jumlah satu bulan untuk satu kali
kontrol, hal ini supaya pasien tidak perlu sesering mungkin ke rumah sakit untuk berobat.

12
DAFTAR PUSTAKA
Bahar, A. 2000. Tuberkulosis Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor Soeparman . jilid
II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Pelaksaanaan Hari TB Sedunia
2011. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Profil Kesehatan Indonesia 2011. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Paisal, D. 2020. Pengertian Profil. http://catatansang1.blogspot.com/2015/02 /pengertian-
profil.html?m=1 . Diakses tanggal 2 Juli 2020.
Evayanti, D. 2017. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pengambilan Obat Peserta
Program Rujuk Balik di Bandar Lampung. Jurnal Farmasi Indonesia. Vol. 9, No.1, hlm:
19-25.
Hidayati, H. N. 2018. Tingkat Kepatuhan Pengobatan Pada Penderita Tuberculosis Di Klinik
Pangsud Gresik. Laporan Tugas Akhir. Stikes Delima Persada Gresik. Gresik.
Irianti, Kuswandi, Munif, dan Anggar. 2016. Mengenal Anti-Tuberkulosis. 1. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada.
Menteri Kesehatan RI. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta.
Menteri Kesehatan RI. 2017. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016. Jakarta: Menteri
Kesehatan RI.
Kusuma, R. A. 2019. Analisa Kepatuhan Penyimpanan dan Pelayanan Obat High Alert di
Instalasi Farmasi Rawat Inap RS Petrokimia Gresik. Laporan Tugas Akhir. Fakultas
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Gresik. Gresik.
Fajar, M. 2009. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Muhyiddin, A., Rosyad, R., Rahman, M. Taufiq., dan Huriani, Y., 2020. Urgensi Penjelasan
Keagamaan terhadap Keluarga Suspek Pasien Dalam Pengawasan (PDP) Covid-19
Sari, I., Yuniar, Y., dan Syaripuddin, M. 2014. Studi Monitoring Efek Samping Obat
Antituberkulosis Fdc Kategori 1 di Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Barat. Media
Litbangkes, Vol. 24, No. 1, hlm: 28-35.

13
Sarwani, D., Nurlaela, S., dan Zahrotul A. 2012. Faktor Risiko Multidrug Resistant
Tuberculosis (MDR-TB). Jurnal Kesehatan Masyarakat, hlm: 61.
Sharomah, Y. W. 2019. Tingkat Kepatuhan Pengobatan Pada Penderita Tuberculosis di Klinik
Sartika. Laporan Tugas akhir. Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Gresik.
Gresik.

14
LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Pengamatan Resep


Data pengamatan pengambilan obat pada pasien tuberkulosis di instalasi farmasi rawat
jalan BPJS Rumah Sakit Petrokimia Gresik periode bulan Maret sampai Mei 2020.

Tanggal Umur Jumlah Diambil


No Obat TBC Signa
Resep (Th) Obat Ya Tidak
1 02/03/2020 56 2-FDC 24 1 X 4 (Seminggu 3x) V
2 04/03/2020 56 4-FDC 60 1X4 V
3 04/03/2020 17 4-FDC 42 1 X3 V
4 04/03/2020 35 2-FDC 24 1 X 4 (Seminggu 3x) V
5 07/03/2020 15 4-FDC 60 1 X 4 (Seminggu 3x) V
6 07/03/2020 55 4-FDC 28 1X4 V
7 07/03/2020 73 RIFAMPICIN 450 mg 14 1x1 V
8 07/03/2020 73 SANTIBI PLUS 42 1x3 V
9 07/03/2020 73 PYRAZINAMID 500 35 1 x 2,5 V
10 07/03/2020 70 RIFAMPICIN 450 mg 14 1x1 V
11 07/03/2020 70 ETHAMBUTOL 42 1x3 V
12 07/03/2020 70 PYRAZINAMID 500 28 1x2 V
13 09/03/2020 27 2-FDC 24 1 X 4 (Seminggu 3x) V
14 11/03/2020 55 2-FDC 18 1 X 3 (Seminggu 3x) V
15 11/03/2020 58 RIFAMPICIN 450 mg 7 1x1 V
16 11/03/2020 58 SANTIBI PLUS 21 1x3 V
17 11/03/2020 58 PYRAZINAMID 500 21 1x3 V
18 11/03/2020 48 RIFAMPICIN 600 mg 7 1x1 V
19 11/03/2020 48 SANTIBI PLUS 14 1x2 V
20 11/03/2020 48 PYRAZINAMID 500 21 1x3 V
21 14/03/2020 77 4-FDC 28 0-0-2 V
22 14/03/2020 55 4-FDC 42 0-0-3 V
23 14/03/2020 54 4-FDC 28 0-0-4 V
24 14/03/2020 68 RIFAMPICIN 450 mg 14   V
25 14/03/2020 68 PEHADOXIN FORTE 14   V
26 14/03/2020 73 RIFAMPICIN 450 mg 14 1x1 V
27 14/03/2020 73 SANTIBI PLUS 42 1x3 V
28 14/03/2020 73 PYRAZINAMID 500 35 1 x 2,5 V
29 18/03/2020 17 4-FDC 45 1X3 V
30 18/03/2020 26 4-FDC 45 1X3 V
31 18/03/2020 56 4-FDC 60 1X4 V
32 18/03/2020 53 4-FDC 60 1X3 V
33 18/03/2020 39 4-FDC 45 1X3 V
34 18/03/2020 58 RIFAMPICIN 450 mg   V

15
35 18/03/2020 58 SANTIBI PLUS   V
36 18/03/2020 58 PYRAZINAMID 500   V
37 18/03/2020 48 RIFAMPICIN 600 mg 15 1x1 V
38 18/03/2020 48 SANTIBI PLUS 30 1x2 V
39 18/03/2020 48 PYRAZINAMID 500 45 1x3 V
40 21/03/2020 15 4-FDC 45 1X3 V
41 21/03/2020 70 RIFAMPICIN 450 mg 10 1x1 V
42 21/03/2020 70 ETHAMBUTOL 500 30 1x3 V
43 21/03/2020 70 PYRAZINAMID 500 20 1x2 V
44 23/03/2020 42 2-FDC 24 1 X 4 (Seminggu 3x) V
45 23/03/2020 27 2-FDC 24 1 X 4 (Seminggu 3x) V
46 23/03/2020 40 2-FDC 24 1 X 4 (Seminggu 3x) V
47 23/03/2020 55 2-FDC 18 1 X 3 (Seminggu 3x) V
48 23/03/2020 50 2-FDC 18 1 X 3 (Seminggu 3x) V
49 23/03/2020 26 2-FDC 18 1 X 3 (Seminggu 3x) V
50 28/03/2020 68 RIFAMPICIN 450 mg 30   V
51 28/03/2020 68 PEHADOXIN FORTE 30   V
52 28/03/2020 73 RIFAMPICIN 450 mg 30 1x1 V
53 28/03/2020 73 SANTIBI PLUS 60 1x3 V
54 28/03/2020 73 PYRAZINAMID 500 50 1 x 2,5 V
55 30/03/2020 70 RIFAMPICIN 450 mg   V
56 30/03/2020 70 ETHAMBUTOL 500   V
57 30/03/2020 70 PYRAZINAMID 500 30 1x2 V
58 01/04/2020 53 4-FDC 18 1X3 V
59 01/04/2020 17 4-FDC 90 1X3 V
60 01/04/2020 26 4-FDC 90 1X3 V
61 01/04/2020 48 RIFAMPICIN 600 mg 20 1x1 V
62 01/04/2020 48 SANTIBI PLUS 40 1x2 V
63 01/04/2020 48 PYRAZINAMID 500 60 1x3 V
64 08/04/2020 70 RIFAMPICIN 450 mg 7 1x1 V
65 08/04/2020 70 ETHAMBUTOL 500 21 1x3 V
66 08/04/2020 70 PYRAZINAMID 500 14 1x2 V
67 11/04/2020 74 2-FDC 26 1 X 3 (Seminggu 3x) V
68 11/04/2020 26 2-FDC 36 1 X 3 (Seminggu 3x) V
69 15/04/2020 61 2-FDC 36 1 X 3 (Seminggu 3x) V
70 15/04/2020 53 2-FDC 36 1 X 3 (Seminggu 3x) V
71 15/04/2020 58 RIFAMPICIN 450 mg 15 1x1 V
72 15/04/2020 58 SANTIBI PLUS 45 1x3 V
73 15/04/2020 58 PYRAZINAMID 500 45 1x3 V
74 15/04/2020 70 RIFAMPICIN 450 mg 30 1x1 V
75 15/04/2020 70 ETHAMBUTOL 500 90 1x3 V
76 15/04/2020 70 PYRAZINAMID 500 60 1x2 V
77 18/04/2020 35 4-FDC 60 1X4 V
78 18/04/2020 55 4-FDC 60 1X4 V
79 18/04/2020 43 4-FDC 120 1X4 V
80 20/04/2020 35 2-FDC 24 1 X 4 (Seminggu 3x) V

16
81 20/04/2020 62 4-FDC 90 1X3 V
82 22/04/2020 48 RIFAMPICIN 600 mg 15 1x1 V
83 22/04/2020 48 SANTIBI PLUS 30 1x2 V
84 22/04/2020 48 PYRAZINAMID 500 45 1x3 V
85 22/04/2020 48 PEHADOXIN FORTE 15 1x1 V
86 25/04/2020 42 2-FDC 24 1 X 4 (Seminggu 3x) V
87 25/04/2020 68 RIFAMPICIN 450 mg 30   V
88 25/04/2020 68 PEHADOXIN FORTE 30   V
89 25/04/2020 52 RIFAMPICIN 600 mg 15 1x1 V
90 25/04/2020 52 PEHADOXIN FORTE 15 1x1 V
91 25/04/2020 52 ETHAMBUTOL 500 30 1x2 V
92 25/04/2020 52 PYRAZINAMID 500 45 1x3 V
93 27/04/2020 20 4-FDC 60 1X4 V
94 29/04/2020 63 2-FDC 48 1 X 4 (Seminggu 3x) V
95 02/05/2020 55 2-FDC 48 1 X 4 (Seminggu 3x) V
96 02/05/2020 35 2-FDC 48 1 X 4 (Seminggu 3x) V
97 02/05/2020 35 2-FDC 12 1 X 4 (Seminggu 3x) V
98 02/05/2020 38 2-FDC 36 1 X 3 (Seminggu 3x) V
99 04/05/2020 39 4-FDC 45 1X3 V
100 04/05/2020 40 2-FDC 48 1 X 4 (Seminggu 3x) V
101 04/05/2020 27 2-FDC 48 1 X 4 (Seminggu 3x) V
102 04/05/2020 25 4-FDC 90 1X3 V
103 04/05/2020 15 2-FDC 36 1 X 3 (Seminggu 3x) V
104 04/05/2020 58 RIFAMPICIN 450 mg 30 1X1 V
105 04/05/2020 58 PEHADOXIN FORTE 30 1X1 V
106 06/05/2020 74 2-FDC 48 1 X 4 (Seminggu 3x) V
107 06/05/2020 33 2-FDC 48 1 X 4 (Seminggu 3x) V
108 06/05/2020 55 2-FDC 36 1 X 3 (Seminggu 3x) V
109 06/05/2020 48 RIFAMPICIN 600 mg 30 1x1 V
110 06/05/2020 48 PEHADOXIN FORTE 30 1x1 V
111 11/05/2020 20 4-FDC 120 1X4 V
112 11/05/2020 67 4-FDC 21 1X3 V
113 11/05/2020 56 2-FDC 36 1 X 3 (Seminggu 3x) V
114 13/05/2020 50 2-FDC 36 1 X 3 (Seminggu 3x) V
115 13/05/2020 53 2-FDC 36 1 X 3 (Seminggu 3x) V
116 16/05/2020 39 2-FDC 36 1 X 3 (Seminggu 3x) V
117 16/05/2020 23 4-FDC 45 1X3 V
118 16/05/2020 70 RIFAMPICIN 450 mg 15 1x1 V
119 16/05/2020 70 ETHAMBUTOL 500 45 1x3 V
120 16/05/2020 70 PYRAZINAMID 500 30 1x2 V
121 18/05/2020 31 4-FDC 68 1X4 V
122 18/05/2020 67 2-FDC 36 1 X 3 (Seminggu 3x) V
123 20/05/2020 58 RIFAMPICIN 450 mg 15 1X1 V
124 20/05/2020 58 PEHADOXIN FORTE 15 1X1 V
125 30/05/2020 55 2-FDC 48 1X4 V
126 30/05/2020 35 2-FDC 48 1 X 4 (Seminggu 3x) V

17
127 30/05/2020 70 RIFAMPICIN 450 mg 15 1x1 V
128 30/05/2020 70 ETHAMBUTOL 500 45 1x3 V
129 30/05/2020 70 PYRAZINAMID 500 30 1x2 V

Lampiran 2. Jadwal Penelitian Laporan Tugas Akhir


Februari Maret April Mei Juni Juli
No. Kegiatan
1 2 3 4 1 1 2 3 4 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Pengajuan
judul
penelitian
2. Konsultasi
judul
penelitian
3. Studi kasus di
lapangan
4. Pengerjaan
proposal
5. Konsultasi
proposal
6. Pengajuan
surat izin
penelitian
7. Seminar
proposal
8. Pengumpulan
data
9. Pengolahan
data
10. Penyusunan
hasil
11. Konsultasi
hasil

18

Anda mungkin juga menyukai