Anda di halaman 1dari 3

Hubungan Konsumsi Makanan Fast Food (Cepat Saji) dengan Status Gizi pada Siswa

Sekolah Menengah Pertama


Hasil menggunakan knowledge.maps
1. Mencari www.openknowledge.org di
chrome, lalu mengklip topik yang ingin
dimasukkan.

2. Setelah menentukan topik, terus mengklik go


maka akan muncul tampilan peta lingkaran
seperti pada gambar, peta yang ukurannya
paling besar berarti telah banyak dibahas oleh
peneliti lain, berbeda dengan topik yang
lingkaran kecil berarti masih sedikit yang
membahas.

3. Setelah mengklik salah satu topik akan muncul beberapa referensi jurnal sesuai
dengan topik yang kita inginkan, lalu kemuaian pilih jurnal yang mana akan kita
jadikan referensi. Jurnal yang memiliki akse dapat di buka dn didownload.
DATA DEDUKTIF

Status gizi merupakan faktor penentuan kualitas remaja karena seseorang pada masa
dewasa ditentukan oleh status gizi dimasa remaja. Gizi adalah pilar mendasar dalam
kesehatan dan perkembangan manusia di seluruh rentang kehidupan. Hampir 30% dari
mulai bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan orang tua di dunia menderita satu atau lebih
masalah kekurangan gizi.

Menurut WHO, batasan usia remaja terjadi pada umur 12-24 tahun. 1 Jumlah
penduduk remaja dunia mencapai 1,2 milyar atau 18% dari jumlah penduduk dunia. Di
Indonesia, menurut Sensus Penduduk tahun 2010 jumlah penduduk kelompok usia 10-19
tahun mencapai 43,5 juta atau sekitar 18% dari jumlah penduduk.

Double Burden of Malnutrition (DBM) atau beban ganda malnutrisi merupakan


permasalahan global yang tidak terjadi hanya pada negara kaya namun juga terjadi pada
negara berkembang dan miskin. Prevalensi stunting di wilayah Asia Tenggara pada tahun
2005-2012 dilaporkan sebesar 35.7% (WHO, 2013), di sisi lain prevalensi gizi lebih semakin
meningkat pada anak sekolah dan anak remaja usia 5-19 tahun. Data WHO tahun 2016
melaporkan bahwa ada 340 juta remaja dan anak- anak yang berusia 5-19 tahun yang
mengalami obesitas dan kelebihan berat badan (WHO, 2018). Setiap tahun ada 2,8 juta orang
yang mengalami kelebihan berat badan dan obesitas (WHO, 2017).

Saat ini Indonesia mempunyai tiga beban masalah gizi (triple burden) yaitu stunting,
wasting dan obesitas serta kekurangan zat gizi mikro seperti anemia. Data Riskesdas 2018
menunjukkan bahwa 25,7% remaja usia 13-15 tahun dan 26,9% remaja usia 16-18 tahun
dengan status gizi pendek dan sangat pendek. Selain itu terdapat 8,7% remaja usia 13-15
tahun dan 8,1% remaja usia 16-18 tahun dengan kondisi kurus dan sangat kurus. Sedangkan
prevalensi berat badan lebih dan obesitas sebesar 16,0% pada remaja usia 13-15 tahun dan
13,5% pada remaja usia 16-18 tahun.

Data riskesdas menunjukkan bahwa rata-rata pravelensi IMT/U anak umur 13-15
tahun (usia pra remaja) yang tergolong sangat kurus dan kurus di sulawesi selatan berada di
atas rata-rata pravelensi nasional (3,3%) dan (7,8%), data riskesdas (2016) menunjukkan
bahwa rata-rata pravalensi IMT/U anak sekolah dan remaja umur 13-15 tahun (usia pra
remaja) yang tergolong sangat kurus dan kurus di sulawesi selatan berada diatas rata-rata
pravelensi nasional (12,1%) dan (2,8%).
Jadi, saya mengambil judul ini dikarenakan tingkat status gizi di Indonesia khususnya
di provinsi sulawesi selatan masih tinggi, dan jika kita melihat perkembangan para remaja
saat ini banyak remaja yang sering mengkonsumsi makanan cepat saji. Hal ini dikarenakan
banyaknya penjual makanan cepat saji yang ada di pinggir jalan depan sekolah mereka
dimana tentu makanan tersebut tergolong murah sehingga cukup ramah dengan kondisi
kantong atau uang jajan para siswa remaja. Selain itu saya juga melihat dari hasil laporan
penenuan status gizi 1 yang dimana hasilnya masih banyaknya remaja putri yang memiliki
status gizi yang kurang baik, hal ini lah yang membuat saya tertarik untuk menaikkan judul
diatas sebagai tugas seminar gizi.

Anda mungkin juga menyukai