Anda di halaman 1dari 5

NASKAH DRAMA CUT NYAK MEUTIA

Sebuah kisah heroik kepahlawanan Nusantara. Sejak kerajaan Belanda mengeluarkan maklumatnya,
untuk memerangi kerajaan Aceh. Generasi - generasi terbaik Aceh pada saat itu menyahutinya dengan
penuh suka cita. Terbesit di setiap hati mujahid ladang jihad terbuka lebar di Tanoh Endatu ini. Teuku
Umar johan pahlawan, Cut Nyak Dien Panglima Polem dan ribuan mujahid nangro ini telah memberikan
pelajaran terbaiknya tentang tekad dan keteguhan hati dalam memperjuangkan agama dan harga diri
sebuah bangsa. Perang yang berkecamuk hingga puluhan tahun adalah perang yang terlama dan
terpanjang dalam sejarah kolonial Belanda. Pesisir utara Aceh pada tahun 1901 Cut Meutia dan
suaminya Teuku Cik Tunong mengambil estafet perjuangan dan membuka front perlawanan melawan
penjajah Belanda yang berbasis di daerah pasai. Di bawah komando perang para mujahid ini melakukan
gerilya di seluruh kawasan. Belanda pun merasakan dinginnya pedang dan tikaman rencong para
pejuang. Dalam medan jihad ini pula Teuku Cik Tunong tertangkap dan akhirnya syahid diujung peluru
tembak pasukan penjajah Belanda.

(Cik tunong, Cut Meutia, Sabi, 5 pasukan Belanda masuk panggung)

Cik Tunong: “Wahai sahabatku Pang Nangro. Setelah aku pergi, tolong jaga dan nikahilah Istriku Meutia.
Karena aku tidak bisa lagi lari dari hukuman ini. Jagalah anakku Sabi bimbinglah dia untuk menjadi
penerus perjuangan bangsa ini. Meutia istriku aku ikhlaskan engkau berumah tangga dengan Pang
Nangro. Dan kalian berdua tolong lanjutkan perjuanganku.”

Belanda 1: ”Syudah whaktunya Chik Thunong.”

Sabi: “Cut Nyak kejar ayah Cut Nyak!! Jangan biarkan orang orang itu membunuh ayah Cut Nyak!”
(menangis mengejar Cik tunong)

(Pang Nangro berlari mengambil Sabi dan memeluknya)

Cik Tunong: ”Lepaskan saja penutup kepala ini aku ikhlas atas kematianku,
(bersyahadat )ALLAHUAKBAR.”

(Meutia, Sabi, Pang Nangro membelakangi Cik Tunong)

(suara tembakan Cik Tunong meninggal)

Bersama sama: “Innalillahi wainnailaihi rojiun”

Meutia: “tidak apa anakku ikhlaskan.. biarkan ayahmu pergi dengan tenang..” (memeluk sabi)

Sabi: “AyaaAAAaaahhhh!!”

Meutia: “Sesungguhnya Allah sudah mengatur hidup dan mati kita, tidak usah kau risau dan gundah
yang perlu kau ingat iman dan semangat memperjuangkan negeri dari tangan penjajah itu yang tidak
boleh pudar nak..”

(Semua orang meninggalkan panggung)

Selepas kematian Cik Tunong perjuangan tetap berlanjut. Melihat banyaknya yang gugur pada
peperangan sebelumnya Cut Meutia dan Pang Nangro sepakat untuk meminta izin kepada ayahnya agar
ia dan Pang Nangro diizinkan mengajak santri dari pondok ayahnya menjadi bagian dari pasukannya.
(Meutia dan pang Nangroe memasuki panggung)

Meutia: “Suami ku bagaimana jika kita meminta izin kepada ayah untuk membentuk pasukan yang berisi
santri dari pondok ayah?”

Pang Nangro: “Ide yang bagus istriku, temuilah ayahmu”

(Ayah sedang mengaji)

Meutia: “Permisi ayah, boleh kah aku masuk?”

Ayah: “Ada apa gerangan anakku? Masuklah,”

Meutia: “Ayah aku dan suami ku sangat prihatin melihat keadaan Aceh sekarang. Pasukan kita banyak
yang sudah tertangkap. Tidak sedikit juga yang berguguran. Oleh karena itu, aku dan suami ku meminta
izin untuk membentuk pasukan yang berisi santri santri ayah. Apakah ayah akan mengizinkan?”

Ayah: “Ide yang bagus anakku, temuilah santriku dan sampaikan ini pada mereka. Ajak mereka agar
mereka mau mengenal arti jihad sesungguhnya.”

Meutia: “Baik ayah aku pamit undur diri.”

(Meutia membungkuk meninggalkan ayah)

Cut Meutia pun pergi menemui santri santri ayahnya di pesantren. Ia menyampaikan niatnya untuk
mengajak santri berjihad.

(area pondok, santri sedang melakukan aktivitas)

Meutia: “Wahai saudaraku, kemarilah ada yang ingin aku sampaikan.”

Santri 1: “Iya Cut Nyak, ada apa?”

Meutia: “Saudaraku sudahkah kalian melihat keadaan aceh sekarang ini? tidakah kalian ingin
menunaikan nilai nilai jihad yang selama ini kalian pelajari?”

Santri 2: “Maksutnya apa Cut Nyak?”

Meutia: “Begini, aku ingin mengajak kalian untuk berjuang bersama, mengusir Belanda dari Tanah Aceh.
Mau kah kalian berjuang bersamaku?”

Santri Santri: “Iya Cut Nyak ayo kita berjuang Bersama!”

Hari hari berlalu Cut Meutia dan Pang Nangro menghabiskan waktunya untuk berlatih Bersama pasukan
barunya.
Meutia: Satu (wheng), Dua (Wheng)

(santri mengikuti, dilanjut tarian santri saat berlatih)

(scene belanda memasuki Aceh)

Di satu sisi saat Cut Meutia berlatih Bersama pasukannya, Belanda sudah mulai memasuki wilayah Pasai.

Belanda 1: “Hwuahahahaha, akhirnya kita sampai di wilayah Pasai. Dimanakah Meutia sialan itu? Aku
ingin segera menghabisi dia seperti dulu kita menghabisi suaminya, HUAHAHAHAHAHAh.”

Belanda 2: “Benar ayo kita habisi dia!”

Belanda 3: “Apa diantara kalian ada yang tahu dimanakah Cut Meutia berada sekarang?”

Belanda 4: “Aku dengar dia tinggal di salah satu pondok pesantren milik ayahnya.”

Belanda 1: “Baikhlah Mari kita ke sana.”

Sementara itu di tempat Cut Meutia. Salah satu rakyat yang bertugas menjaga perbatasan wilayah
tergopoh gopoh berlari menghampiri Cut Meutia. Dia melihat kedatangan pasukan Belanda.

Rakyat: “Lapor Cut Meutia Belanda sudah sampai di wilayah kita”

Meutia: “Baiklah mari kita lakukan sesuai rencana yang sudah kita atur.”

Segera pasukan Cut Meutia menempatkan diri pada posisi masing masing. Cut Meutia dan para Wanita
pergi bergerilya ke hutan. Sedangkan Pang Nangro, Sabi dan juga para rakyat lelaki bertugas
mempertahankan wilayah Pasai. Namun, saat Pang Nangro dan pasukan sedang mempersiapkan diri
tiba tiba terdengar suara tembakan tanda peringatan datangnya Belanda.

Belanda: “Hahahahhaha akhirnya aku menemukan kalian, Hwuahhaahhah”

(santri dikumpulkan, rakyat memberontak)

Belanda: “Jangan bergerak atau aku tembak”

(santri semakin memberontak, Belanda menembak santri yang memberontak)

Belanda: “Rasakan itu, berhenti memberontak atau nasibmu akan seperti dia!”

Belanda: “Sebentar mengapa aku tidak melihat Cut Meutia?”

Belanda: “Dimana Cut Meutia? KATAKAN DIMANA CUT MEUTIAAAAA”

Belanda: “Hey kamu khatakan dhimana keberadaan Cut Meutia!”

Rakyat: “di-di-di sana” (sambal menunjuk hutan)

(santri yang menjawab ditembak, sisa santri ditembaki oleh Belanda)

Pang Nangro: “Hentikan!!! Jangan sakiti rakyatku!!!”

Belanda: “Kau... Pang Nangro?! menyingkirlah jangan halangi aku atau nasibmu akan seperti Cik
Tunong, haha.”
Pang Nangro: “Aku tidak akan menyerah, tidak akan aku biarkan kalian menguasai Tanah Aceh kami..
aku tidak takut dengan ancaman kalian. Ayo rakyatku pertahankan Tanah Aceh ini!! (takbir 3x).”

(disusul takbir dari para santri)

Peperangan semakin sengit. Rakyat Indonesia semakin terdesak. Pang Nangro mulai berfirasat buruk. Ia
meminta rakyatnya untuk mundur terutama Sabi anaknya. Sabi bersembunyi dan menyaksikan
perjuangan ayahnya dari jarak jauh.

(sabi menangis dibalik persembunyiaannya, melihat ayahnya diserbu pasukan Belanda, Pang Nangro
ditembak)

Pang Nangro: “(syahadat dan takbir 3 kali)”

Belanda: “HAHAHAHAHHAHAHAHAHH akhirnya dia mati.”

(Belanda puas dan pergi)

Sabi: “AYAAHHHHHH jangan pergi ayahhhhhhhhhh” (sabi berlari ketempat ayahnya yang terbaring)

(Sabi mengambil mahkota dan pedang milik ayahnya dan segera ia berlari menemui Cut Meutia)

Sabi: (nangis) “Cut nyakk.. ini amanah Ayah Cut Nyak..”(nyerahin mahkota dan pedang Pang Nangroe)

Cut Meutia: (ngomong sama rakyat/pasukannya. Rakyat berjejer disamping Cut Meutia) Jika demikian
maka sekarang aku terangkan kepada saudara saudara dan kepada anakku sabi yang mana pucuk
pimpinan ini aku terima dengan penuh tanggung jawab pada agama dan Tanoh Nangro. Bila
kepemimpinanku kurang sempurna maka sempurnakanlah sehingga urusan dapat berjalan dengan baik.
Bersatu hati jangan berpecah belah. Sekali lagi aku jelaskan aku hanya seorang wanita, kelak anakku
dewasa akan ku serahkan kepemimpinan ini padanya. Maka, bimbinglah dia dan jagalah dia. Dan jangan
berhenti berjuang. Jaga dan pertahankanlah Tanah Nangro ini.

Pasukan: “Afwan mengganggu Cut Nyak, Pasukan Belanda sudah mulai memasuki hutan.”

Cut Meutia: “Baiklah laksanakan perintahku. Serang mereka seperti yang sudah kita rencanakan.”

Pasukan: “Get Cut Nyak! (Baik, Cut Nyak)”

(dor dor dor, pasukan Belanda berhasil menemukan Meutia. Rakyat yang sedang mempersiapkan diri
terkejut dan hendak melarikan diri)

Belanda: “BERHENTI”

Belanda: (belanda ngomong sama pasukan) “Cepat cari dan tangkap Cut Meutia, hidup atau mati! Dia
sangat berbahaya. Dia bagaikan mutiara rimba yang selalu dilindungi oleh pasukannya.”

Belanda: HABISKAN MEREKA!!

(perang duar dengan music)

Belanda: “Meutia! Menyerahlah! Turunkan pedangmu!”


Cut Meutia: “Apa? Jangan bermimpi apalagi berharap aku akan menyerah! Nang Ronngo akan tetap
melahirkan pejuang pejuang yang lebih tangguh dari ku. Binasalah kalian para penjajah! ALLAHUAKBAR!
ALLAHUAKBAR! ALLAHUAKBAR!” (cut meutia ditembak)

Tiga timah panas tanpa mata yang tidak mengenal apapun yang menghalanginya merobek tubuh Cut
Meutia. Kecantikan dan kelembutan yang membungkus jiwa jihad pantang menyerah, darah yang
mengalir keluar dari tubuhnya merubah semua kisah hidupnya. Ia seorang bidadari syahid sebagai
syuhada. Penjajah tidak akan pernah mengerti betapa cintanya kita kepada tanah nangro ini negri ini.
Ingat kami dilahirkan sebagai mujahid yang mencabut kematian dengan senyuman.

(Music) (Adegan tangan Meutia dipotong sama Belanda, Belanda merayakan pesta)

(pelayan 1 memijat punggung Belanda, pelayan 2 berada di pojok ruangan)

Belanda: “HAHAHAHAHHAHHAHA akhirnya kita berhasil menghabisi Meutia dan pasukannya. Musuh
kita semakin berkurang”

Belanda: ”Betul jendral mari kita merayakan kemenangan kita”

Belanda: “Pelayan, anggur merah please!”

Belanda: ”dans dames” (menepuk tangan di atas)

(Wanita Belanda menari, selesai, lampu dimatikan)

(Dilanjut dengan Puisi)

Anda mungkin juga menyukai