Anda di halaman 1dari 16

Efektifitas Penerapan Undang-Undang Ekstradisi

Terhadap Pelaku Kejahatan “Trans Nasional Crime”

EFEKTIFITAS PENERAPAN UNDANG-UNDANG


EKSTRADISI TERHADAP PELAKU KEJAHATAN
“TRANS NASIONAL CRIME”
Oleh :

Nurlely Darwis
Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma Jakarta.
Email : (nurlely.darwis@gmail.com)
--------------------------------------------------------------------------------------------------
Abstrak :

Pada tanggal 18 Januari 1979, Presiden Soekarno meresmikan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1979
tentang ekstradisi di Jakarta, melalui Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 No. 2 dan
penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3130. Undang-undang ini
terdiri dari 12 Bab dan 48 Pasal, disertai lampiran daftar kejahatan yang dapat dijadikan dasar untuk
meminta penyerahan orang sebanyak 32 jenis kejahatan.
Ekstradisi Menurut Hukum Nasional Indonesia adalah penyerahan oleh satu negara kepada negara
yang meminta penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana itu melakukan sesuatu kejahatan di
luar wilayah negara yang menyerahkan dan didalam yurisdiksi wilayah negara yang meminta
penyerahan tersebut itu berwenang untuk mengadili dan memidananya. Akhir-akhir ini masalah
ekstradisi mengemuka dan ramai dibicarakan di kalangan masyarakat luas, terutama karena semakin
lama semakin banyaknya pelaku kejahatan yang melarikan diri dari suatu negara ke negara lain, atau
kejahatan yang menimbulkan akibat lebih dari satu negara.
Jadi permasalahan ekstradisi ternyata merupakan salah satu masalah dibidang kriminologi berkaitan
dengan pelaku kejahatan yang selalu menimbulkan rasa tidak puas dan komentar di kalangan
masyarakat Indonesia pada umumnya. Masalah ekstradisi mengemuka ketika banyak orang Indonesia
yang disangka atau dituduh melakukan kejahatan di Indonesia, baik sebelum, sedang atau telah
diproses pengadilan, lalu kemudian melarikan diri ke luar negeri. Setelah mereka berada di luar negeri
maka seolah-olah pemerintah tidak berdaya untuk menjangkau orang tersebut, sehingga akhirnya kasus
tersebut perlahan-lahan menjadi hilang.

PENDAHULUAN 1. Penologi (Peno=hukuman/punish


dan Logos=pengetahuan ) yaitu
A. Tentang Kriminologi
ilmu yang mempelajari tentang
Kriminologi berasal dari kata Crimen
hukuman atau penghukuman.
yang berarti kejahatan atau Penjahat,
2. Viktimologi (Victim=korban dan
dan Logos yang berarti pengetahuan.
Logos=Pengetahuan ) ilmu yang
Dari kata- kata tersebut Kriminologi
mempelajari tentang korban
berarti pengetahuan yang mempelajari
kejahatan. 1
tentang kejahatan. Kriminologi
dipahami mempunyai dua cabang
ilmu pengetahuan yaitu :
1
A.Sanusi Has; Dasar- dasar Penologi;
Rasanta, Jakarta; 1977; hlm. vii

1
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma | Volume 8 No.2, Maret 2018
Efektifitas Penerapan Undang-Undang Ekstradisi
Terhadap Pelaku Kejahatan “Trans Nasional Crime”

Dalam hal ini pemahaman Telekomunikasi. Oleh karena itu


Kriminologi dalam arti luas yaitu ilmu bentuk kejahatan makin meluas,
yang membahas masalah kejahatan, selanjutnya pelakunya terorganisasi
berikut teknologi, metode dan dengan baik melampaui lintas batas
prevensi dari kejahatan yang bersifat negara. Untuk itu logika penanganan
punitif. pelaku kejahatan lintas batas negara
ini tentu diperlukan peraturan yang
Sutherland dan Cressey berpendapat
khusus dan juga kemungkinan
bahwa :“Criminology is the body of
melibatkan ketentuan-ketentuan
knowledge regarding crime as a social
hukum Internasional.
phenomenon”,2 Hal ini dimaksudkan
bahwa kriminologi merupakan Definisi Transnational Crime Secara
sebuah pengetahuan yang berkaitan konsep, bahwa Transnational Crime
dengan fenomena sosial. merupakan tindak pidana atau
kejahatan yang melintasi batas negara.
Fenomena kejahatan di masyarakat
Konsep ini diperkenalkan pertama
saat ini semakin variatif dengan
kali secara internasional pada era
adanya pemahaman tentang kejahatan
tahun 1990 an dalam The Eigth United
Konvensional dan kejahatan
Nations Congress on the Prevention of
Kontemporer. Apa sebenarnya yang
Crime and theTreatment of Offenders.3
dimaksudkan dengan kejahatan
Kontemporer adalah kejahatan- Pada perkembangannya PBB
kejahatan yang timbul dan menambahkan bahwa istilah ini
berkembang pada situasi akhir- akhir seringkali diartikan sebagai large- scale
ini yang mana kejahatan itu and complex criminal activities carried out
sebenarnya telah ada dalam KUHP, by tightly or loosely organized association
hanya permasalahannya adalah and aimed at the establishment, supply
kualitas kejahatan itu diikuti oleh and exploitation of illegal markets at the
suatu teknologi canggih yang tidak expense of society´4
semua orang dapat menguasainya, Sejak kongres PBB 1975 tentang
kecuali orang- orang tertentu yang “Pencegahan Kejahatan dan
paham akan teknologi tinggi. Oleh Pembinaan Pelanggar Hukum”, (The
karena itu umumnya kejahatan Prevention of Crime and the Treatment of
kontemporer ini pun dilakukan oleh Offenders ), dilaporkan ternyata ada
kalangan tertentu yang tentu mereka perubahan dalam bentuk dan dimensi
yang memiliki tingkat ekonomi cukup kriminalitas di dunia atau adanya
dan berpengetahuan cukup tinggi. dimensi baru kejahatan dalam
konteks pembangunan. Selanjutnya
Bahwa kecenderungan masyarakat
pada kongres PBB tahun 1985 telah
umum saat ini dapat dikatakan
sebagai “Masyarakat Informasi”, yang
3
mempunyai ciri- ciri sebagai John R. Wagley, Transnational Organized
Crime:Principal Threats and U.S. Responses
penggabungan antara Pengetahuan Congressional ResearchService, The Library
Informasi dengan Pengetahuan of Congress, 2006
4 United Nations, Eigth United Nations

Congress on the Prevention of Crime and the Treatment


2 Edwin H. Sutherland Dalam of Offenders,Havana, Cuba 27 August to 7 September
SoerjonoSoekanto, dkk Kriminologi suaatu Pengantar; 1990, A/Conf.144/7, 26 July 1990
Ghalia Indonesia, Jakarta, 1996; hlm, 8

2
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma | Volume 8 No.2, Maret 2018
Efektifitas Penerapan Undang-Undang Ekstradisi
Terhadap Pelaku Kejahatan “Trans Nasional Crime”

diperingatkan bahwa terjadi perilaku negara peminta; Bab V adalah


melanggar hukum pidana yang pemeriksaan terhadap orang yang
dilakukan oleh perusahaan- dimintakan ekstradisi; Bab VI adalah
perusahaan atau pengusaha- Pencabutan perpanjangan penahanan;
pengusaha terhormat yang Bab VII adalah Pelaksanaan ekstradisi
mempunyai dampak yang sangat yang meliputi kejahatan mengenai
negatif pada perekonomian dan rakyat permintaan ekstradisi; Bab VIII
pada umumnya. Kejahatan ini tidak adalah Penyerahan yang dimintakan
saja bersifat Nasional tetapi juga ekstradisi; Bab IX adalah Barang
bersifat Internasional. Bukti; Bab X adalah permintaan
ekstradisi oleh Pemerintah Indonesia;
Pemahaman kejahatan Korporasi
Bab XI adalah Ketentuan peralihan;
dalam hal ini harus dibedakan dari
dan Bab XII adalah Ketentuan
kejahatan lainnya, karena perilaku
Penutup.
dan sifatnya sama dengan kejahatan
“White Collar Crime”, yaitu kenyataan Ekstradisi Menurut Hukum Nasional
pelakunya adalah subyek hukum Indonesia adalah penyerahan oleh
tertentu, atau mereka dari kalangan satu negara kepada negara yang
tertentu yang perbuatannya itu meminta penyerahan seseorang yang
merupakan perbuatan yang dilarang disangka atau dipidana itu melakukan
oleh hukum pidana. sesuatu kejahatan di luar wilayah
negara yang menyerahkan dan
B. Tentang Ekstradisi didalam yurisdiksi wilayah negara
yang meminta penyerahan tersebut itu
Pada tanggal 18 Januari 1979,
berwenang untuk mengadili dan
Presiden Soekarno meresmikan
memidananya.5
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1979
tentang ekstradisi di Jakarta, melalui Pelaksanaannya, ekstradisi didasarkan
Lembaran Negara Republik Indonesia pada perjanjian bilateral atau regional
Tahun 1979 No. 2 dan penjelasan antar negara terkait, tetapi bila tidak
dalam Tambahan Lembaran Negara ada perjanjian, maka ektradisi
Republik Indonesia Nomor 3130. dilaksanakan berdasarkan prinsip
Undang-undang ini terdiri dari 12 Bab Resiprositas. Selanjutnya persyaratan
dan 48 Pasal, disertai lampiran daftar pelaksanaan ekstradisi setidaknya
kejahatan yang dapat dijadikan dasar harus ada dua pertimbangan rasional
untuk meminta penyerahan orang yang dapat dipakai sebagai motivasi
sebanyak 32 jenis kejahatan. ekstradisi yaitu:6
Adapun isi pokok dari undang-undang 1. Kesepakanan negara-negara
tersebut adalah: Bab I Tentang untuk tidak membiarkan
ketentuan umum mengenai ekstradisi; seseorang atau beberapa orang
Bab II Tentang asas-asas ekstradisi,
selanjutnya Bab III adalah syarat-
syarat penyerahan, penahanan yang 5 Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 Undang-

diajukan oleh negara peminta; Bab IV Undang No. 1 tahun 1979 tentang Perjanjian Ekstradisi
di Indonesia.
adalah permintaan ekstradisi dan 6 Widodo, NIP 196701101991031002; Hukum

syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh Internasional Publik; Aswaja Pressindo, Cetakan I,
Jogyakarta, 2017; hlm.123

3
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma | Volume 8 No.2, Maret 2018
Efektifitas Penerapan Undang-Undang Ekstradisi
Terhadap Pelaku Kejahatan “Trans Nasional Crime”

pelaku tindak pidana (penjahat) mengingat banyaknya buronan khusus


lolos dari jeratan hukum; kasus korupsi yang lari dan
2. Negara yang memohon (tempat bersembunyi ke Singapura berikut
dilakukannya kejahatan) harus harta hasil korupsi yang di
diyakini bahwa negara-negara investasikan disana. 7

itulah yang lebih mampu


Selain melalui mekanisme perjanjian,
malaksanakan hukuman karena
menurut I. Wayan Parthiana dalam
negara tersebut mempunyai
bukunya Hukum Pidana Internasional
banyak bukti, mempunyai
dan Ekstradisi menyatakan bahwa
kepentingan yang besar pada
dalam praktik negara-negara dikenal
perkara itu, dan mempunyai
juga adanya ektradisi atau
fasilitas-fasilitas pendukungnya.
penyerahan “di bawah tangan” yaitu
Pada dasarnya permohonan ekstradisi penyerahan berdasarkan kerjasama
tidak harus melalui suatu perjanjian kepolisian negara-negara yang
bilateral maupun multilateral bersangkutan ataupun melalui
sebelumnya, sebab hubungan baik dan kerjasaama International Criminal Police
juga etikat baik kedua negara dapat Organization ( ICPO/Interpol). Dengan
dipertimbangkan jauh lebih penting cara ini dalam tempo singkat, biaya
dari keberadaan suatu perjanjian ringan dan tidak birokratis ekstradisi
ekstradisi. Jadi walaupun belum ada mudah dilakukan. Namun meskipun
perjanjian ekstradisi, Indonesia suatu negara memiliki Judicial
mungkin saja dapat menyerahkan Jurisdiction atau kewenangan untuk
pelaku kejahatan kepada negara yang mengadili seseorang berdasarkan
meminta. Sebaliknya walaupun telah prinsip-prinsip Yurisdiksi dalam
ada perjanjian ekstradisi, hukum internasional, namun tidak
kemungkinan Indonesia akan begitu saja negara dapat
memperoleh hambatan dalam hal melaksanakannya (Enforcement
meminta pelaku kejahatan yang Jurisdiction) ketika orang tersebut
sedang berada di negara diminta. Oleh sudah lari ke negara lain. Demikian
karena itu perjanjian ekstradisi sangat juga berlaku terhadap seorang
di perlukan saat ini karena terpidana yang berhasil lari kluar dari
meningkatnya kualitas dan kuantitas tahanan, maka negara tidak bisa
kejahatan yang di dukung oleh langsung menangkapnya lagi ketika si
tehnologi dan Informatika. terpidana berhasil lari keluar negeri.
Sampai saat ini Indonesia telah Maka untuk itulah dalam tatakrama
membuat beberapa perjanjian pergaulan internasional di perlukan
ekstradisi yaitu: tahun 1974 dengan permohonan ekstradisi.
Malaisia; tahun 1976 dengan Filipina; Dengan demikian keterbatasan
tahun 1978 dengan Thailand , tahun kedaulatan teritorial dapat
1992 dengan Australia, tahun 1997 dijembatani melalui kerjasama dengan
dengan Hongkong dan Korea, dan negara-negara lainnya untuk proses
yang terakhir adalah tahun 2007 penegakan hukum. Keberhasilan
dengan Singapura. Bagi Indonesia
perjanjian ekstradisi dengan 7 Sefriani; Hukum Internasional suatu
Pengantar;Edisi kedua; PT Raja Grafindo Persada,
Singapura adalah sangat penting Jakarta, hlm. 241

4
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma | Volume 8 No.2, Maret 2018
Efektifitas Penerapan Undang-Undang Ekstradisi
Terhadap Pelaku Kejahatan “Trans Nasional Crime”

kerja sama penegakan hukum komentar di kalangan masyarakat


tersebut pada umumnya tidak akan Indonesia pada umumnya. Masalah
menjadi kenyataan jika tidak ada ekstradisi mengemuka ketika banyak
perjanjian bilateral atau multilateral orang Indonesia yang disangka atau
dalam penyerahan pelaku kejahatan dituduh melakukan kejahatan di
atau dalam kerjasama penyidikan, Indonesia, baik sebelum, sedang atau
penuntutan dan peradilan. Prasyarat telah diproses pengadilan, lalu
perjanjian perjanjian tersebut tidak kemudian melarikan diri ke luar
bersifat mutlak karena tanpa ada negeri. Setelah mereka berada di luar
perjanjian itu pun kerjasama negeri maka seolah-olah pemerintah
penegakan hukum dapat dilaksanakan tidak berdaya untuk menjangkau
berlandaskan asas Resiprositas orang tersebut, sehingga akhirnya
(Timbalbalik).8 kasus tersebut perlahan-lahan menjadi
hilang.
C. Permasalahan
Hendra Rahardja, mantan Direktur
Akhir-akhir ini masalah ekstradisi BHS Bank yang melarikan diri ke
mengemuka dan ramai dibicarakan di Australia, namun sampai dia
kalangan masyarakat luas, terutama meninggal di Australia, yang
karena semakin lama semakin bersangkutan tidak dapat dipulangkan
banyaknya pelaku kejahatan yang ke Indonesia, begitu juga
melarikan diri dari suatu negara ke pengemplang dana BLBI (bantuan
negara lain, atau kejahatan yang Likuidasi Bank Indonesia) lainnya
menimbulkan akibat lebih dari satu yaitu mantan Direktur Bank Surya,
negara. Dengan perkataan lain, pelaku Adrian Kiki, yang divonnis seumur
kejahatannya itu menjadi urusan dari hidup oleh Pengadilan Negeri Jakarta
dua negara atau lebih. Kejahatan- Pusat pada tahun 2002, juga berhasil
kejatahan semacam ini umumnya melarikan diri ke Australia, dan
yang disebut dengan kejahatan yang bahkan menjadi warga Negara disana,
berdimensi internasional, atau walaupun Australia merupakan salah
kejahatan transnasional, bahkan ada satu dari 5 negara yang sudah
pula yang menyebut kejahatan melakukan perjanjian ekstradisi
internasional.9 dengan Indonesia.10
Jadi permasalahan ekstradisi ternyata Bagi Indonesia, ekstradisi tidak dapat
merupakan salah satu masalah langsung terlaksana setelah adanya
dibidang kriminologi berkaitan perjanjian ekstradisi dengan “Negara
dengan pelaku kejahatan yang selalu Diminta”, karena peraturan
menimbulkan rasa tidak puas dan ketatanegaraan Indonesia
mengharuskan adanya proses
8 Asas ini diatur dalam UU No. 1 tahun 1979 ratifikasi terlebih dahulu ke dalam
tentang Ekstradisi, dimana asas ini meliputi tiga hal
yaitu: (1).Ada kepentingan politik yang sama (Mutual
Hukum Nasional Indonesia. Hal ini
Interest); (2). Ada keuntungan yang sama (Mutual ditegaskan dalam pasal 11 Undang-
Advantages); (3). Ada tujuan yang sama ( Mutual undang Dasar 1945 Amandemen ke-
Goals), dan penghormatan atas asas “State
soverignity”.
9 IWayan Parthiana, Hukum Pidana
10
Internasional dan Ekstradisi, Bandung: Irama Widya, detiknews.com, Jumat, 9 September 2011;
2004, hlm, hal. 127. Diakses pada 15 Agustus 2017

5
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma | Volume 8 No.2, Maret 2018
Efektifitas Penerapan Undang-Undang Ekstradisi
Terhadap Pelaku Kejahatan “Trans Nasional Crime”

empat. Pasal 11 ayat (1) berbunyi : perjanjian ekstradisi antara kedua


“Presiden dengan persetujuan DPR Negara, atau juga karena belum
menyatakan perang, membuat adanya perjanjian ekstradisi antara
perdamaian dan perjanjian dengan kedua negara.
Negara lain.” Begitu juga ayat (2) dari
Oleh karena itu terlihat bahwa
pasal ini yang berbunyi “Presiden
persoalan ekstradisi ini bukanlah
dalam membuat perjanjian
persoalan yang sederhana, namun
internasional lainnya yang
suatu persoalan yang sangat besar,
menimbulkan akibat yang luas dan
rumit dan berbelit, yang melibatkan
mendasar bagi kehidupan rakyat yang
negara-negara. Selain itu dalam proses
terkait dengan beban keuangan
ekstradisi terkait kepentingan suatu
Negara, dan/atau mengharuskan
negara, baik kepentingan ekonomi,
perubahan atau pembentukan undang-
politik, dan kepentingan lainnya,
undang harus dengan persetujuan
sehingga suatu proses ekstradisi dapat
DPR.”
mengakibatkan hal-hal lain seperti
Dari bunyi pasal 11 ini terlihat bahwa membaik atau memburuknya
perjanjian internasional yang hubungan antar Negara, dan
menyinggung hajat hidup orang sebagainya.
banyak juga harus melalui persetujuan
DPR. Artinya semua perjanjian KAJIAN TEORI
internasional mengenai ekstradisi baru
A. Efektivitas Hukum
dapat diterapkan setelah diratifikasi
oleh DPR. Selain dari keharusan Istilah teori efektivitas hukum berasal
adanya perjanjian internasional antara dari terjemahan bahasa Ingris, yaitu
Negara-negara yang berkaitan, Effectiveness of The legal theory. Dalam
ekstradisi juga dapat terlaksana hal ini ada tiga suku kata yang
melalui proses timbal balik (asas terkandung dalam teori efektivitas
resiprositas). Artinya, tanpa perjanjian hukum yaitu teori, efektivitas, dan
internasional, sebuah Negara dapat hukum. Dalam kamus besar bahasa
memulangkan seorang pelaku ke Indonesia ada dua istilah yang
Negara Peminta, asal saja kemudian berkaitan dengan efektivitas, 11 yaitu
perbuatan itu dibalas oleh Negara efektif yang berarti (1). Ada efeknya
Diminta. (akibatnya, pengaruhnya, kesannya),
(2).Manjur dan mujarab, (3). Dapat
Pada dasarnya, ekstradisi merupakan
membawa hasil, berhasil guna
suatu proses yang sangat sulit, rumit,
(tentang usaha, tindakan), (4). Mulai
dan berbelit-belit. Hal ini terbukti dari
berlaku (bila itu tentang undang-
sangat jarangnya Negara-negara
undang, peraturan). Keefektifan
melakukan ekstradisi, namun
artinya (1).Keadaan berpengaruh, hal
sebaliknya begitu banyak para pelaku
berkesan, (2).Kemanjuran,
kejahatan yang berhasil melarikan diri
kemujarapan, (3).Keberhasilan
keluar negeri, dan tidak dapat diproses
sebagaimana mestinya karena
berbagai sebab, (salah satunya karena
berlarut-larutnya proses administrasi
11Departemen Pendidiakan dan Kebudayaan;
Kamus Besar Bahasan Indonesia, Balai Pustaka,
dan birokrasi), walaupun telah ada Jakarta1989, hlm. 219

6
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma | Volume 8 No.2, Maret 2018
Efektifitas Penerapan Undang-Undang Ekstradisi
Terhadap Pelaku Kejahatan “Trans Nasional Crime”

(Usaha, Tindakan), dan (4).Hal mulai tersebut harus melaksanakan hukum


berlakunya undang-undang. sesuai dengan bunyinya norma
hukum. Bagi orang- orang yang
Peraturan perundang-undangan, baik
dikenai sanksi hukum, maka saksi
yang ditingkat yang lebih rendah
hukum benar-benar dilaksanakan atau
maupun yang lebih tinggi bertujuan
tidak.
agar masyarakat maupun aparatur
penegak hukum dapat Pada dasarnya teori efektivitas
melaksanakannya secara konsisten hukum adalah: “Teori yang mengkaji
dan tanpa membedakan antara dan menganalisis tentang
masyarakat yang satu dengan lainnya. keberhasilan, kegagalan, dan faktor-
Semua orang dipandang sama faktor yang mempengaruhi dalam
dihadapan hukum (Equality before The pelaksanaan dan penerapan Hukum.”
law). Namun dalam realitanya Maka ada tiga fokus kajian teori
peraturan perundang-undangan yang efektivitas hukum yang meliputi;
diterapkan tersebut sering dilanggar, (1).Keberhasilan dalam pelaksanaan
sehingga aturan itu tidak berlaku Hukum; (2).Kegagalan dalam
efektif.12 Tidak efektifnya undang- pelaksanaan Hukum; (3). Faktor-
undang bisa disebabkan karena faktor yang mempengaruhi.
undang-undangnya kabur atau tidak
Keberhasilan di dalam pelaksanaan
jelas, aparatnya yang tidak konsisten
hukum adalah bahwa hukum yang di
atau masyarakatnya tidak
buat itu telah tercapai maksudnya,
mendukung pelaksanaan undang-
dimana maksud dari norma hukum
undang tersebut.
adalah mengatur kepentingan
Hans Kelsen menyajikan definisi manusia. Apabila norma hukum itu
tentang efektivitas hukum, bahwa ditaati dan dilaksanakan oleh
efektivitas hukum adalah: “Apakah masyarakat maupun oleh penegak
orang-orang pada kenyataannya hukum, maka pelaksanaan hukum itu
berbuat menurut suatu cara untuk dikatakan efektif dan berhasil di
menghindari sanksi yang diancamkan dalam implementasinya. Dan
oleh norma hukum atau bukan, dan kegagalan di dalam pelaksanaan
apakah sanksi tersebut benar-benar hukum adalah bahwa ketentuan-
dilaksanakan bila syaratnya terpenuhi ketentuan hukum yang telah di
atau tidak terpenuhi.” 13 tetapkan tidak mencapai maksudnya
atau tidak berhasil di dalam
Bahwa konsep efektivitas dalam
implementasinya.
definisi Hans Kelsen ini di fokuskan
pada subyek dan sanksi. Subyek yang Bila undang-undang itu dilaksanakan
melaksanakannya, yaitu orang-orang dengan baik maka undang-undang itu
atau badan hukum. Orang-orang dikatakan efektif. Dikatakan efektif
karena bunyi undang-undangnya jelas
12 H. Salim HS; Erlies Septiana Nurbani; dan tidak perlu adanya penafsiran,
Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan
Disertasi:PT Raja Grafindo Persada; Jakarta, 2014, aparatnya menegakkan hukum secara
hlm301. konsisten dan masyarakat yang
13 Hans Kelsen, Teori Umum tentang Hukum
terkena aturan tersebut sangat
dan Negara, Nusa Penida, Bandung, 2006, hlm. 39;
Ibid, Dikutip dari H. Salim HS; Erlies Septiana mendukungnya.
Nurbani; hlm. 302.

7
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma | Volume 8 No.2, Maret 2018
Efektifitas Penerapan Undang-Undang Ekstradisi
Terhadap Pelaku Kejahatan “Trans Nasional Crime”

B. Kerjasama Antar Negara Dalam Kerjasama penerapan yurisdiksi atau


Penerapan Yurisdiksi penegakan hukum yang tertua adalah
ekstradisi, kemudian diikuti kerjasama
Pengaruh globalisasi dan pesatnya
penegakan hukum lainnya seperti
teknologi komunikasi dan juga
dengan “Mutual assitance in criminal
transportasi telah membuat dunia
matters”, atau “Mutual legal
seperti tanpa batas. Bahwa seseorang
assistance treaty” (MLAT’s) dan
dengan sangat mudah melakukan
lainnya yang mana kerjasama
kejahatan dari satu negara yang
penegakan hukum tersebut secara
berdampak atau menimbulkan
lengkap diatur dalam Konvensi PBB
kerugian bagi negara lain, dan
Anti Korupsi.15
meningkatnya jumlah kejahatan
transnasional terorganisir serta Pada dasarnya Indonesia telah
terbatasnya yurisdiksi yang dimiliki memiliki payung hukum untuk
oleh negara menjadikan negara ekstradisi yaitu UU No. 1 tahun 1979
memerlukan kerja sama dalam hal tentang Ekstradisi, dan juga UU No.
penerapan yurisdiksi dengan negara- 1 tahun 2006 tentang bantuan Timbal
ngara lain. Balik dalam masalah pidana (Mutual
Assistance in Criminal Matters/
Permasalahan ini sesungguhnya telah
MLTA’s). Perbedaan kedua bentuk
di fasilitasi oleh berbagai perjanjian
perjanjian kerjasama penegakan
internasional baik bilateral maupun
hokum tersebut adalah bahwa
multilateral ataupun global, seperti
perjanjian ekstradisi untuk tujuan
halnya permasalahan yang terkait
penyerahan orang (pelaku kejahatan),
dengan upaya penanggulangan
sedangkan MLTA’s untuk tujuan
masalah korupsi. Untuk hal ini
perbantuan dlam proses penyidikan ,
pemerintah Indonesia telah
penuntutan dan pemeriksaan di
meratifikasi “United Nation Convention
siding peradilan pidana termasuk
Against Corruption” melalui Undang-
pengusutan, penyitaan dan
Undang No. 7 tahun 2006, dimana
pengembalian asset hasil kejahatan.
arti penting dari ratifikasi UNCAC
bagi Indonesia antara lain adalah Permintaan penyerahan pelaku
“Meningkatkan kerjasama kejahatan (ekstradisi) tidak sertamerta
internasional dalam pelaksanaan pengembalian asset hasil kejahatan
perjanjian Ekstradisi, bantuan hukum yang dibawa pelaku kejahatan, tapi
timbalbalik, penyerahan narapidana, kedua bentuk perjanjian itu harus
pengalihan proses pidana, dan saling melengkapi dan bukan dilihat
kerjasama penegakan hukum”.14 Jadi secara terpisah. Hal ini berarti
ekstradisi adalah merupakan salah permintaan ekstradisi wajib dilengkapi
satu bentuk kerjasama masalah dengan permintaan bantuan
penerapan yurisdiksi yang dikenal timbalbalik dalam masalah pidana
dalam Hukum Internasional. terutama pengusutan dan
pengembalian asset pelaku
kejahatan. 16

14 Sefriani; Hukum Internasional suatu


15
Pengantar;Edisi kedua; PT Raja Grafindo Persada, Ibid; hlm.242
16 Ibid; hlm.243
Jakarta, hlm. 241

8
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma | Volume 8 No.2, Maret 2018
Efektifitas Penerapan Undang-Undang Ekstradisi
Terhadap Pelaku Kejahatan “Trans Nasional Crime”

C. Asas-asas yang Dianut oleh Undang- kejahatan politik sama sekali


undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang tidak ditegaskan.
Ekstradisi 4. Asas tidak menyerahkan warga
negara, tidak diekstradisikannya
1. Ekstradisi atas dasar perjanjian
pelaku kejahatan militer, menurut
dan hubungan baik Pasal 2 ayat
Pasal 6 ini oleh karena kejahatan
(1) menegaskan kesediaan
militer mempunyai cirri dan sifat
Indonesia untuk melakukan
yang berbeda dengan kejahatan
ekstradisi atau penyerahan atas
menurut hukum pidana umum.
diri seseorang pelaku kejahatan
5. Kejahatan yang seluruhnya atau
apabila antara Indonesia dengan
sebagian dilakukan di wilayah
negara yang meminta tersebut
Indonesia Keadaan yang
sudah terikat dalam suatu
dimaksud disini adalah keadaan
perjanjian ekstradisi.
yang berdasarkan pertimbangan-
2. Asas kejahatan ganda (double
pertimbangan yang bersifat
criminality) dan sistem daftar (list
yuridis.
system) Dalam Pasal 3 ayat (1)
6. Orang yang diminta sedang
ditegaskan tentang yang siapa
diproses di Indonesia Pasal 9
yang diekstradisikan atau
menegaskan, jika orang yang
dimintakan ekstradisinya. Orang
diminta sedang diproses di
yang dapat diekstradisikan adalah
Indonesia untuk kejahatan yang
setiap orang yang oleh pejabat
sama, permintaan ekstradisi
yang berwenang dari negara
negara peminta terhadap orang
asing, diminta kepada Indonesia,
yang bersangkutan dapat ditolak.
atas dasar bahwa orang yang
7. Asas ne bis in idem, asas ini
bersangkutan disangka
dimaksudkan untuk tetap
melakukan kejahatan atau untuk
terjaminnya kepastian hukum
menjalani pidana atau perintah
bagi semua pihak, khususnya bagi
penahanan. Berdasarkan asas
individu yang bersangkutan.
kejahatan ganda, kejahatan yang
Seorang yang sudah diadili dan
disangka telah dilakukan atau
dihukum dan dijatuhi hukuman
hukuman pidana yang telah
atas kejahatan yang sama,
dijatuhkan itu, haruslah
tidaklah layak untuk diadili dan
merupakan kejahatan, baik
dihukum untuk kedua kalinya.
menurut hukum negara asing ang
8. Asas kedaluarsa Pasal 11
meminta ekstradisi maupun
memperluas asas ne bis in idem
menurut hukum pidana
ini, jika yang mengadili atau
Indonesia.
menghukum orang yang
3. Asas tidak menyerahkan pelaku
bersangkutan atas kejahatan yang
kejahatan politik, asas ini
dimintakan ekstradisi itu adalah
ditegaskan dalam Pasal 5 ayat (1)
pengadilan negara atau negara
yang secara singkat menyatakan,
ketiga, permintaan ekstradisi juga
ekstradisi tidak dilakukan
harus ditolak. Hal ini berarti
terhadap kejahatan politik. Akan
bahwa Indonesia juga mengakui
tetapi apa yang dimaksud dengan
putusan pengadilan negara lain.
Asas ini juga bermaksud untuk

9
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma | Volume 8 No.2, Maret 2018
Efektifitas Penerapan Undang-Undang Ekstradisi
Terhadap Pelaku Kejahatan “Trans Nasional Crime”

memberikan kepastian hukum. diminta, dapat menunda


Ditegaskan dalam Pasal 12 pelaksanaan atau pemenuhan
bahwa, permintaan ekstradisi permintaan ekstradisi negara-
ditolak jika menurut hukum peminta, apabila orang yang
negara Republik Indonesia, hak diminta, atau si pelaku kejahatan
untuk menuntut atau hak untuk ternyata juga terlibat dalam suatu
melaksanakan putusan pidana kejahatan lain yang dilakukannya
telah daluarsa. di Indonesia.
9. Penolakan ekstradisi karena ada
sangkaan yang cukup kuat, hal ini Pelaksanaan Ekstradisi
diatur dalam Pasal 14 yang
A. Unsur-Unsur Ekstradisi
lengkapnya berbunyi:
“Permintaan ekstradisi ditolak, Ekstradisi dapat diartikan sebagai
jika menurut instansi yang penyerahan yang dilakukan secara
berwenang terdapat sangkaan formal, baik berdasarkan atas
yang cukup kuat, bahwa orang perjanjian ekstradisi yang sudah ada
yang dimintakan ekstradisi akan sebelumnya, ataupun berdasarkan
dituntut, dipidana, atau prinsip timbal balik atau hubungan
dikenakan tindakan lain karena baik, atau seseorang yang dituduh
alasan yang bertalian dengan melakukan kejahatan (tersangka,
agamanya, keyakinan politiknya, terdakwa, tertuduh) atau seseorang
atau kewarganegaraannya, yang telah dijatuhi hukuman pidana
ataupun karena ia termasuk suku yang telah mempunyai kekuatan
bangsa atau golongan penduduk mengikat yang pasti (terhukum,
tertentu terpidana), oleh negara tempatnya
10. Asas kekhususan Asas ini berada (negara yang diminta) kepada
tercantum dalam Pasal 15 yang negara yang memiliki yurisdiksi untuk
menyatakan permintaan mengadili atau menghukumnya
ekstradisi ditolak, jika orang yang (negara yang meminta) atas
dimintakan ekstradisi akan permintaan negara peminta, dengan
dituntut, dipidana, atau ditahan tujuan untuk mengadili dan atau
karena melakukan kejahatan lain pelaksanaan hukumannya.17
daripada kejahatan karenanya ia
Dari defenisi tersebut, dapat
dimintakan ekstradisinya, kecuali
disimpulkan bahwa unsur-unsur dari
dengan izin presiden.
ekstradisi adalah:18
11. Dalam Pasal 16 ditegaskan,
bahwa permintaan ekstradisi 1. Unsur subjek, yang terdiri dari:
ditolak, jika orang yang a. Negara atau negara-negara yang
dimintakan ekstradisinya tersebut memiliki yurisdiksi untuk
akan diserahkan kepada negara
ketiga untuk kejahatan-kejahatan 17 Wayan Parthiana, Hukum Pidana

lain yang dilakukan sebelum ia Internasional dan Ekstradisi, Bandung: Irama Widya,
2004, hlm. 129.
dimintakan ekstradisi itu. 18 I Wayan Parthiana, Ekstradisi dalam Hukum

12. Permintaan yang ditunda Internasional dan Hukum Nasional Indonesia, Mandar
Maju, Bandung, 1990; hlm. 13
pemenuhannya Indonesia yang
berkedudukan sebagai negara-

10
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma | Volume 8 No.2, Maret 2018
Efektifitas Penerapan Undang-Undang Ekstradisi
Terhadap Pelaku Kejahatan “Trans Nasional Crime”

mengadili atau menghukumnya. hukum dengan segala hak dan


Negara-negara inilah yang kewajibannya yang asasi, yang
sangat berkepentingan untuk tidak boleh dilanggar oleh
mendapat kembali orang siapapun juga.
tersebut untuk diadili atau 3. Unsur Tata Cara atau Prosedur;
dihukum atas kejahatan yang Unsur ini meliputi tentang tata
telah dilakukannya itu. Untuk cara untuk mengajukan
mendapat kembali orang yang permintaan penyerahan maupun
bersangkutan negara atau tata cara untuk menyerahkan
negara-negara tersebut harus atau menolak penyerahan itu
mengajukan permintaan sendiri serta segala hal yang ada
penyerahan kepada negara hubungannya dengan itu.
tempat orang itu berada atau Penyerahan hanya dapat
bersembunyi. Negara atau dilakukan apabila sebelumnya
negara-negara ini berkedudukan ada diajukan permintaan untuk
sebagai pihak yang meminta menyerahkan oleh negara
atau dengan singkat disebut peminta kepada negara diminta.
negara peminta (The Requesting Permintaan tersebut haruslah
State). didasarkan pada perjanjian
b. Negara tempat si pelaku ekstradisi yang telah ada
kejahatan (tersangka, tertuduh sebelumnya antara kedua pihak
terdakwa) atau si terhukum itu atau apabila perjanjian itu belum
bersembunyi, Negara ini ada, juga bisa didasarkan pada
diminta oleh negara atau saat asas timbal baik yang telah
negara-negara yang memiliki disepakati. Jadi jika sebelumnya
yurisdiksi atau negara peminta, tidak ada permintaan untuk
supaya menyerahkan orang menyerahkan dari negara
yang berada di wilayah itu peminta, orang yang
(tersangka atau terhukum), yang bersangkutan tidak boleh
dengan singkat dapat disebut ditangkap atau ditahan maupun
“negara-diminta” (The diserahkan. Kecuali penangkapan
Rewuested State) dan penahanan itu didasarkan
2. Unsur objek, yaitu si pelaku atas adanya yurisdiksi negara
kejahatan itu sendiri (tersangka, tersebut atas orang dan
tertuduh, terdakwa atau kejahatannya sendiri atau atas
terhukum) yang diminta oleh kejahatan lain yang dilakukan
negara peminta kepada negara- orang itu dalam wilayah negara
negara diminta supaya tersebut.
diserahkan. Dia inilah yang
Permintaan penyerahan itu harus
dengan singkat disebut sebagai
diajukan secara formal kepada
“orang yang diminta”. Meskipun
negara-diminta, sesuai dengan
dia hanya sebagai objek saja yang
prosedur yang telah ditentukan
menjadi pokok masalah antara
dalam perjanjian ekstradisi atau
kedua pihak, tetapi sebagai
hukum kebiasaan internasional.
manusia dia harus tetap
Jika permintaan itu tidak
diperlakukan sebagai subjek

11
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma | Volume 8 No.2, Maret 2018
Efektifitas Penerapan Undang-Undang Ekstradisi
Terhadap Pelaku Kejahatan “Trans Nasional Crime”

diajukan secara formal, B. Proses dan syarat-syarat Ekstradisi


melainkan hanya secara informal
Dalam undang-undang nomor 1 tahun
saja misalnya hanya
1979 tentang Ekstradisi, diatur bahwa
dikemukakan secara lisan oleh
jika pemerintah Indonesia telah
wakil negara peminta kepada
menyetujui untuk menyerahkan
wakil negara-diminta yang
seorang pelaku kejahatan yang berada
kebetulan bertemu dalam suatu
di Indonesia kepada Negara Peminta,
pertemuan atau konferensi
maka ada beberapa prosedur yang
internasional, hal itu tidak dapat
harus dilalui, yaitu ;
dianggap sebagai permintaan
untuk menyerahkan dalam 1. Penahanan sementara orang yang
pengertian dan ruang lingkup akan diekstradisi (pasal 18 s/d
ekstradisi, tetapi barulah 20). Pejabat berwenang dari
merupakan tahapan penjajakan Negara Peminta harus
saja. Seperti halnya permintaan mengajukan permohonan
penyerahan yang harus diajukan penahanan sementara terhadap
secara formal, maka penyerahan pelaku kejahatan yang akan
itu juga dilaksanakan secara diekstradisi. Permohonan tersebut
formal. diajukan kepada Kaplori atau
Jaksa Agung melalui INTERPOL
4. Unsur tujuan, yaitu orang yang
Indonesia, saluran diplomatik,
bersangkutan dimintakan
atau melalui jasa lainnya seperti
penyerahan atau diserahkan oleh
pos, telepon, surat elektronik dan
negara diminta kepada negara
sebagainya.
peminta oleh karena orang itu
telah melakukan kejahatan yang Penahanan sementara ini
menjadi yurisdiksi negara/ dilakukan menurut aturan
negara-negara peminta. Atau dia Hukum Acara Pidana Indonesia,
melarikan diri ke negara-diminta karenanya masa penahanan
setelah dijatuhi hukuman yang tersebut tidak boleh lebih dari 30
telah mempunyai kekuatan hari. Penahanan ini juga
mengikat yang pasti. dilakukan atas jaminan dari
Negara Peminta, bahwa Negara
Untuk dapat mengadili atau
tersebut benar-benar akan
menghukum orang yang
melakukan ekstradisi terhadap
bersangkutan, negara peminta
orang tersebut, yang harus
mengajukan permintaan
dibuktikan melalui dokumen
penyerahan atas diri orang
pelengkap yang harus
tersebut kepada negara-diminta.
disampaikan secepat mungkin
Jadi, permintaan penyerahan atau
dan tidak boleh melebihi waktu
penyerahan orang itu bertujuan
penahanan sementara tersebut.
untuk mengadili atau
menghukum si pelaku kejahatan Keputusan atas penahanan
sebagai realisasi dari kerja sama sementara ini juga harus
antar negara-negara dalam diberiahukan kepada Negara
menanggulangi dan memberantas Peminta oleh Kapolri atau Jaksa
kejahatan. Agung melalui INTERPOL

12
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma | Volume 8 No.2, Maret 2018
Efektifitas Penerapan Undang-Undang Ekstradisi
Terhadap Pelaku Kejahatan “Trans Nasional Crime”

Indonesia, atau saluran putusan pengadilan yang telah


diplomatik, atau melalui jasa mempunyai kekuatan hukum
lainnya. Jika dalam jangka waktu yang tetap, surat keterangan
yang dianggap cukup untuk kewarganegaraan dan surat
penahanan, Presiden tidak perintah penahanan yang
menerima permintaan ekstradisi dikeluarkan oleh pejabat yang
dari Negara Peminta melalui berwenang.(tercantum pada pasal
Menteri Hukum dan HAM, maka 22);
demi hukum, penahanan 3. Pemeriksaan terhadap pelaku
terhadap tersangka atau pelaku yang akan diekstradisi ,
kejahatan harus diakhiri, dan sebagaimana di nyatakan dalam
yang bersangkutan harus pasal 25 s/d 28, bahwa selama
dibebaskan oleh Jaksa Agung dalam proses penahanan, pelaku
atau Kapolri (pasal 21). Pelaku kejahatan yang akan diekstradisi
kejahatan yang telah ditahan juga akan diperiksa oleh Kepolisian,
dapat dibebaskan jika yang hasilnya berupa berita acara
diperintahkan oleh Pengadilan, pemeriksaan (BAP), diserahkan
penahanan sudah melewati 30 kepada Kejaksaan setempat.
hari, serta permintaan ekstradisi Berdasarkan BAP ini, selambat-
ditolak oleh Presiden (pasal 34). lambat selama 7 hari, Kejaksaan
2. Pengajuan surat permintaan memohonkan surat penetapan
ekstradisi dari Negara Peminta Pengadilan untuk menetapkan
melalui saluran diplomatik yang apakah yang bersangkutan dapat
ditujukan Kepada Menteri diekstradisi atau tidak. Untuk
Hukum dan HAM, dan menjalankan proses persidangan,
selanjutnya diteruskan kepada maka pelaku dipanggil
Presiden (pasal 21). Surat menghadiri sidang pada hari yang
permintaan ekstradisi tersebut telah ditetapkan.
harus dilengkapi dengan 4. Proses persidangan atas BAP
dokumen pendukung, yaitu (pasal 29 s/d 33), setelah
salinan surat perintah penahanan dipanggil secara patut, maka
yang dikeluarkan pejabat yang dalam persidangan yang
berwenang, uraian kejahatan dilakukan secara terbuka, di
yang dimintakan untuk depan pelaku yang akan
diekstradisi, teks ketentuan diekstradisi dan dihadiri oleh
hukum yang dilanggar oleh Jaksa setempat. Dalam hal ini
pelaku, permohonan penyitaan Hakim akan memeriksa:
barang bukti, dan surat a. Identitas pelaku;
keterangan kewarganegaraan b. Kejahatan yang dilakukan
pelaku. Syaratsyarat tersebut bukan termasuk kejahatan
dikenakan kepada pelaku yang yang pelakunya tidak dapat
disangka melakukan tindak diekstradisi;
kejahatan. Sedangkan kepada c. Hak penuntutan belum
pelaku yang telah berstatus kedaluwarsa;
terpidana, maka dokumen-
dokumennya adalah salinan surat

13
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma | Volume 8 No.2, Maret 2018
Efektifitas Penerapan Undang-Undang Ekstradisi
Terhadap Pelaku Kejahatan “Trans Nasional Crime”

d. Pelaku belum pernah dijatuhi permintaan ekstradisi lagi untuk


hukuman untuk kasus yang orang yang sama.
dimintakan ekstradisi;
Dari beberapa prosedur yang telah
e. Kejahatan tersebut diancam
dipaparkan di atas, terlihat bahwa
pidana mati di Negara
untuk melakukan ekstradisi, begitu
Peminta, sedangkan di
banyak pihak yang dilibatkan, mulai
Indonesia tidak;
dari Presiden, Menteri Luar Negeri,
f. Orang tersebut sedang
Menteri Kehakiman (Hukum dan
diperiksa di Indonesia atas
HAM), Jaksa Agung, Kapolri,
kejahatan yang sama. Dari
INTERPOL, Perwakilan diplomatik,
hasil pemeriksaan tersebut
Pengadilan setempat, Kejaksaan
Hakim akan memutuskan
setempat, dan Kepolisian setempat.
apakah yang bersangkutan
Dengan demikian terlihat bahwa
dapat diekstradisi atau tidak.
proses ekstradisi ini begitu rumit,
5. Pertimbangan dari Menteri
berbelit dan memakan waktu yang
Hukum dan HAM, Menteri Luar
cukup lama.
Negeri, Jaksa Agung, dan
Kapolri, terhadap penetapan
Analisis dan Simpulan Ekstradisi
Hakim, jika Hakim menetapkan
bahwa yang bersangkutan dapat A. Kesimpulan
diekstradisi (pasal 36 ayat 1);
Ekstradisi adalah suatu jalan yang
6. Keputusan Presiden untuk
ditempuh oleh Negara-negara yang
menentukan apakah yang
ingin mengembalikan pelaku
bersangkutan dapat diekstradisi
kejahatan ke Negara locus delicti.
atau tidak (pasal 36 ayat 2).
Namun pelaksanaan ekstradisi ini
Keputusan ini kemudian
sering mengalami kendala terutama
diberitahukan kepada Negara
bagi Negara berkembang seperti
Peminta melalui saluran
Indonesia yang tidak mempunyai
diplomatik.
posisi tawar yang baik, sehingga
7. Penyerahan orang yang
perjanjian-perjanjian ekstradisi yang
diekstradisi sebagaimana di atur
pernah dibuat tidak mempunyai
pada pasal 40 s/d 41). Jika
kekuatan. Sebaliknya, Negara-negara
permintaan ekstradisi disetujui
maju dan mempunyai posisi tawar
oleh Presiden, orang yang
yang tinggi, dapat dengan mudah
diekstradisi akan diserahkan
melakukan ekstradisi, walaupun
kepada pejabat yang berwenang
dengan melanggar Hukum
dari Negara Peminta, di tempat
Internasional.
dan waktu yang telah ditetapkan
oleh Menteri Hukum dan HAM Berkaitan dengan efektifitas hukum
Indonesia. Jika yang Hans Kelsen telah menyatakan bahwa
bersangkutan tidak diambil pada efektivitas hukum adalah: “Apakah
waktu yang ditentukan, maka orang-orang pada kenyataannya
setelah 30 hari, demi hukum, berbuat menurut suatu cara untuk
pemerintah Indonesia akan menghindari sanksi yang diancamkan
melepaskan pelaku, dan Negara oleh norma hukum atau bukan, dan
Peminta tidak dapat mengajukan apakah sanksi tersebut benar-benar

14
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma | Volume 8 No.2, Maret 2018
Efektifitas Penerapan Undang-Undang Ekstradisi
Terhadap Pelaku Kejahatan “Trans Nasional Crime”

dilaksanakan bila syaratnya terpenuhi 4. Sangat bergantung kepada itikad


atau tidak terpenuhi. Bahwa konsep baik, keinginan dan kepentingan
efektivitas dalam definisi Hans dari Negara yang Diminta;
Kelsen ini di fokuskan pada subyek 5. Sangat sulit untuk dilaksanakan
dan sanksi. Subyek yang karena memiliki banyak asas
melaksanakannya, yaitu orang-orang yang membuat seorang pelaku
atau badan hukum. Orang-orang kejahatan tidak dapat diekstradisi;
tersebut harus melaksanakan hukum 6. Negara Diminta sering
sesuai dengan bunyinya norma memposisikan diri sebagai pihak
hukum. Bagi orang- orang yang yang lebih tinggi, sehingga
dikenai sanksi hukum (obyek mengajukan penawaran yang
Hukum), maka saksi hukum benar- merugikan Negara Peminta;
benar dilaksanakan atau tidak. 7. Pelaku kejahatan akan melarikan
diri ke Negara yang diketahuinya
Pada dasarnya teori efektivitas
belum mengadakan perjanjian
hukum adalah mengkaji dan
ekstradisi dengan Negara locus
menganalisis tentang keberhasilan,
delicti dan akan menghindari
kegagalan, dan faktor-faktor yang
Negara yang diketahuinya telah
mempengaruhi dalam pelaksanaan
mengadakan perjanjian ekstradisi
dan penerapan Hukum, maka dalam
dengan Negara locus delicti;
hal ini dapat kaji melalui tiga fokus
8. Penolakan dari Negara Diminta
kajian teori efektivitas hukum yang
untuk mengembalikan seseorang
meliputi; (1).Keberhasilan dalam
yang diminta untuk diekstradisi
pelaksanaan Hukum; (2).Kegagalan
akan berakibat buruk pada
dalam pelaksanaan Hukum; (3).
hubungan bilateral kedua Negara,
Faktor-faktor yang mempengaruhi
apalagi jika sebelumnya telah ada
tidak efektif nya peraturan.
perjanjian ekstradisi.
Dalam hal pelaksanaan Ekstradisi
berdasarkan Undang-Undang No. 1 B. Saran
tahun 1979 tentang Ekstradisi dapat
Disarankan agar Negara-negara lebih
dikatakan sebagai hal yang tidak
mengutamakan Pemberantasan
efektif karena: 19
kejahatan dengan tidak memandang
1. Bergantung kepada perjanjian apakah Negara Peminta dan Negara
internasional yang harus sudah Diminta telah mengadakan perjanjian
dibuat sebelumnya; ekstradisi sebelumnya, selanjutnya
2. Memerlukan biaya yang tinggi itikad baik, demi hubungan
karena melibatkan begitu banyak internasional yang lebih baik antara
lembaga-lembaga Negara; Negara-negara, sepanjang penyerahan
3. Memerlukan waktu dan tenaga orang tersebut tidak merugikan
yang cukup besar karena proses Negara yang Diminta, dan
yang rumit dan berbelit; menyerahkan orang yang diminta
melalui proses timbal balik, yang lebih
19 Sefriani; Hukum Internasional Suatu hemat, praktis dan tidak berbelit,
Pengantar; Edisi KeDua, Radjawali Pers, Jakarta, sekaligus meningkatkan fungsi
2017, hlm. 247. INTERPOL.

15
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma | Volume 8 No.2, Maret 2018
Efektifitas Penerapan Undang-Undang Ekstradisi
Terhadap Pelaku Kejahatan “Trans Nasional Crime”

DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku:
I Wayan Parthiana, Ekstradisi dalam
Hukum Internasional dan
Hukum Nasional Indonesia,
Mandar Maju, Bandung, 1990;
I Wayan Parthiana, Hukum Pidana
Internasional dan Ekstradisi,
Bandung: Irama Widya, 2004
Jazim Hamidi; Charles Christian; Hukum
Keimigrasian bagi Orang
Asing di Indonesia; Sinar
Grafika, Jakarta 2016.
M Budiarto, Masalah Ekstradisi dan Jaminan
Perlindungan atas Hak Asasi
Manusia, Ghalia Indonesia,
1980;
Romli Atmasasmita, Pengantar Hukum
Pidana internasional, PT
Eresco, Bandung, 1995;
Sefriani; Hukum Internasional Suatu
Pengantar; Edisi KeDua,
Radjawali Pers, Jakarta, 2017.
Wasito, Konvensi-konvensi Wina tentang
Hubungan Diplomatik,
Hubungan konsuler dan hukum
Perjanjian/Traktat, Andi
Offset, Yogyakarta, 1984;
Widodo: NIP: 1967011101991031002;
Hukim Internasional
Publik;Aswaja
Pressindo.Jogyakarta, 2017.

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-undang Dasar 1945 Amandemen


ke 4;
Undang-undang nomor 1 tahun 1979
tentang Ekstradisi;
Artikel/Website/Koran
Liputan6.com, diakses Selasa, 12
September 2017;

16
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma | Volume 8 No.2, Maret 2018

Anda mungkin juga menyukai