Anda di halaman 1dari 49

PROPOSAL DISERTASI

MODEL PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER RELIGI PADA


SEKOLAH PENGGERAK DI KOTA BANDA ACEH

OLEH:

NIZARIAH
NPM. 2009300050007

PRODI PENDIDIKAN DOKTOR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2023
LEMBAR PENGESAHAN
SEMINAR PROPOSAL

Judul : Model Penguatan Pendidikan Karakter Religi


Pada Sekolah Penggerak Di Kota Banda Aceh
Nama Mahasiswa : Nizariah
NPM : 2009300050007
Program Studi : Doktor Pendidikan IPS

Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Promotor

Prof. Dr. Ir. Suhendrayatna, M. Eng

Ko-Promotor Ko-Promotor

Prof. Sulastri, M.Pd, M.Si Dr. Alamsyah, M. Si

Mengetahui
Koordinator Program Studi Doktor Pendidikan IPS

Prof. Dr. Rusli Yusuf, M.Pd


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................................
KATA PENGANTAR........................................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................
1.1 Latar Belakang................................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian........................................................................................
1.4 Manfaat dan kegunaan Penelitian....................................................................................

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN


HIPOTESIS........................................................................................................................
2.1 Kajian Pustaka................................................................................................................
2.2 Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan........................................................................
2.3 Teori-Teori yang Digunakan...........................................................................................
2.4 Kerangka Pemikiran.......................................................................................................
2.5 Hipotesis Kerja...............................................................................................................

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN.............................................................


3.1 Objek Penelitian.............................................................................................................
3.2 Metode Penelitian...........................................................................................................
3.2.1 Pendekatan Penelitian...............................................................................................
3.2.2 Jnis dan Sumber Data................................................................................................
3.2.3 Tenknik Pengumpulan data dan Pengolahan Data.....................................................
3.2.4 Informan Penelitian dan TeknikPenentuan Informan Penelitian.................................
3.2.5 Instrumen Penelitian.................................................................................................
3.2.6 Situasi Penelitian.......................................................................................................
3.2.7 Tahap-tahap Penelitian..............................................................................................
3.2.7.1 Tahap Perencanaan...................................................................................................
3.2.7.2 Tahap Pelaksanaan....................................................................................................
3.2.8 Keabsahan Data dan Metode Analisis Data...............................................................
3.2.8.1 Keabsahan Data........................................................................................................
3.2.8.2 Metode Analisis Data................................................................................................
3.2.9 Lokasi dan Jadwal Penelitian....................................................................................
3.2.9.1 Lokasi Penelitian......................................................................................................
3.2.9.2 Jadwal Penelitian......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................
LAMPIRAN........................................................................................................................
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia sedang menyaksikan kemerosotan moral di segala lapisan

mulai dari masyarakat hingga dunia pendidikan dan terlihat jelas masih banyak

pelanggaran moral yang dilakukan siswa seperti tawuran, kecanduan narkoba,

sikap acuh tak acuh dan tidak hormat kepada guru. langkah-langkah konkrit yang

berdampak langsung pada peserta. Bagi siswa salah satu program negara tersebut

adalah program penguatan karakter, yang bertujuan untuk melaksanakan program

penguatan karakter untuk menanamkan nilai-nilai karakter pada siswa secara

terstruktur, sistematis dan masif, seperti: karakter religious, kejujuran, gangguan

plagiat dan lain-lain. Pembentukan karakter siswa dapat dilakukan melalui

berbagai jenjang dan jenis pendidikan. Karakter siswa dibentuk melalui pelatihan

dan aklimatisasi.

Proses pembentukan karakter yang ada diharapkan mampu mengembangkan

karakter siswa dan merubah perilaku dari perilaku buruk menjadi perilaku baik.

Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa pendidikan mendorong tumbuhnya

karakter anak. Oleh karena itu penguatan pembentukan karakter penting untuk

pengembangan nilai-nilai karakter baik dalam proses sekolah maupun setelah

proses sekolah. Oleh karena itu, sangat penting menanamkan nilai-nilai karakter

di lingkungan sekolah, terutama saat menuntut ilmu (Akhwan, 2014). Menyadari

pentingnya pengembangan kepribadian di sekolah, Mendiknas Pak Nadien

Makarim meluncurkan program andalannya Mandiri Belajar.

1
Tujuan belajar mandiri adalah untuk menciptakan pendidikan yang

menyenangkan bagi siswa dan guru, karena hingga saat ini sistem pendidikan

Indonesia masih memiliki permasalahan yang kompleks dimana pendidikan lebih

menekankan aspek pengetahuan daripada aspek kompetensi. Peluncuran program

belajar mandiri juga menekankan aspek pengembangan karakter yang selaras

dengan nilai-nilai bangsa Indonesia (Ainia, 2020). Ciri implementasi kurikulum

mandiri adalah penguatan proyek profil siswa pancasila. Dalam kegiatan proyek

ini terdapat koordinator proyek dan fasilitator yang diajar oleh guru pada tahap

ini. Koordinator ini mengarahkan pelaksanaan proyek dengan topik yang dipilih

selama kegiatan proyek (Wijayanti et al., 2022).

Kegiatan proyek yang bertujuan untuk mengangkat karakter dan profil

pelajar Pancasila sedunia secara implisit mengharapkan hadirnya sumber daya

manusia (SDM) Indonesia yang unggul (Ismail et al., 2021). Peserta didik

diharapkan memiliki karakter nilai-nilai Pancasila sehingga dapat berpartisipasi

dalam pembangunan global dan berkelanjutan, dimana tantangan dari berbagai

arah sulit untuk dipecahkan (Mohamad Judi et al., 2012). Selain topik di atas,

kegiatan proyek profil siswa Pancasila memiliki enam kompetensi sebagai

dimensi utama tujuan pendidikan atau kunci keberhasilan bangsa Indonesia

(Juliani & Bastian, 2021). Penelitian terkait model penguatan karakter religius

siswa melalui kurikulum mandiri belum banyak diteliti. Kajian ini berfokus pada

penguatan karakter religius melalui kurikulum yang jelas. Oleh karena itu,

permasalahan utama yang ingin dijawab dalam artikel ini adalah bagaimana

model penguatan pendidikan karakter religius peserta didik melalui kurikulum

mandiri.

2
Merdeka belajar merupakan gagasan yang dicetuskan oleh menteri

pendidikan dan kebudayaan republik Indonesia. Tujuan merdeka belajar adalah

menciptakan pendidikan yang menyenangkan bagi siswa dan guru, karena selama

ini sistem pendidikan di Indonesia masih memiliki permasalahan yang kompleks

dimana pendidikan lebih menekankan pada aspek pengetahuan daripada aspek

keterampilan. Pencetusan program merdeka belajar juga menekankan pada aspek

pengembangan karakter yang sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia (Ainia,

2020). Nilai kebangsaan saat ini bisa ditemukan di lingkungan yang dekat dengan

peserta didik. Demikian merupakan salah satu hal yang bisa memicu kesadaran

pentingnya menjaga lingkungan. Sehingga menjadi penting bagi siswa dalam

menerima pengintegrasian lingkungan ke dalam proses pendidikan.

Ciri khas pelaksanaan program sekolah penggerak yaitu berupa kegiatan

penguatan projek profil pelajar pancasila. Kegiatan projek ini memberikan

kesempatan kepada para siswa untuk melakukan eksplorasi, penilaian,

interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil

belajar. Pembelajaran yang dilakukan melalui projek ini dapat merubah wajah

pembelajaran di kelas yang awalnya terkesan konvensional maka terlihat dan

terkesan lebih inovatif. Dalam kegiatan yang berbentuk projek ini para siswa

melakukan investigasi (penyelidikan) hingga menerapkan pengetahuan untuk

menghasilkan produk. Dalam kegiatan projek terdapat koordinator dan fasilitator

projek yang diampu oleh guru di fase tersebut. Koordinator ini akan

menngkomando tentang pelaksanaan projek pada tema yang dipilih selama

kegiatan projek (Wijayanti dkk., 2022). Terdapat tujuh tema projek profil pelajar

pancasila, tema tersebut yaitu:

3
1. Gaya Hidup Berkelanjutan (SD-SMA/SMK)
2. Kearifan lokal (SD-SMA/SMK)
3. Bhinneka Tunggal Ika (SD-SMA/SMK)
4. Bangunlah Jiwa dan Raganya (SMP-SMA/SMK)
5. Suara Demokrasi (SMP-SMA/SMK)
6. Berekayasa dan Berteknologi untuk Membanguan NKRI (SD-
SMA/SMK)
7. Kewirausahaan (SD-SMA/SMK).

Tema yang disebutkan di atas diberlakukan berdasarkan aturan

Kemendikbud-Dikti dan dikembangkan berdasarkan isu-isu prioritas yang

disesuaikan dengan peta jalan pendidikan nasional 2020-2035, Sustainable

Development Goals, dan dokumen lain yang relevan. Kegiatan projek yang

bertujuan secara global untuk menguatkan karakter dan profil pelajar pancasila

secara tersirat mengharapkan hadirnya Sumber Daya Manuasia (SDM) Indonesia

yang unggul (Ismail et al., 2021). Berikut pernyataan tujuan diselenggarakannya

kegiatan kokurikuler berupa projek profil pelajar pancasila yaitu: “Pelajar

Indonesia merupakan pelajar sepanjang hayat yang kompeten, berkarakter, dan

berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila”Adanya pernyataan tersebut memiliki dua

hal yang saling berkaitan yaitu kompetensi untuk menjadi seorang warga Negara

Indonesia dengan memiliki jiwa demokratis serta unggul produktif dalam

menyongsong abad ke-21 (Kemendikbud Ristek, 2020). Dengan memiliki

karakter demikian diharapkan para siswa Indonesia dapat selalu berpartisipasi

dalam pembangunan global serta berkelanjutan yang tangguh untuk memecahkan

tantangan dari berbagai penjuru (Mohamad Judi et al., 2012). Selain tema yang

telah ditentukan di atas, kegiatan projek projek profil pelajar pancasila memuat

enam kompetensi sebagai dimensi utama atau kunci keberhasilan tujuan

pendidikan Indonesia (Juliani & Bastian, 2021). Keenam kompetensi tersebut

saling bergandengan agar dapat selalu bersamaan (Rusnaini et al., 2021)


4
menunjang tercapainya profil pelajar pancasila siswa Indonesia dan tidak bersifat

parsial. Keenam dimensi tersebut yaitu:

1. Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak


mulia
2. Berkebinekaan global
3. Bergotong-royong
4. Mandiri
5. Bernalar kritis
6. Kreatif

Penanaman karakter karakter profil pelajar pancasila bertujuan agar peserta

didik memiliki pengetahuan dan kesadaran bahwa setiap individu memiliki peran

untuk menciptakan perubahan, terutama tentang pendidikan. Dalam pembentukan

karakter profil pelajar pancasila tersebut dapat dikembangkan melalui beberapa

program yang dibentuk secara khusus untuk melatih dan membiasakan peserta

didik berperilaku baik terhadap lingkungan sekitarnya. Salah satu cara untuk

melakukan penguatan nilai karakter religi pada sekolah penggerak di Kota Banda

Aceh adalah melalui karakter profil pelajar Pancasila.

Sekolah penggerak di Kota Banda Aceh terdiri dari 2 Sekolah yaitu SMAN

3 Banda Aceh dan SMAN 7 Banda Aceh telah mengimplementasikan nilai

karakter profil pelajar Pancasila. Penelitian terkait nilai karakter profil pelajar

Pancasila belum banyak diteliti. Penulis tertararik meneliti Model penguatan

pendidikan karakter religi pada sekolah penggerak di Kota Banda Aceh. Beberapa

penelitian terkait sekolah penggerak sebagai upaya peningkatan kualitas

pendidikan pada berbagai jenjang pendidikan telah banyak diteliti diantaranya

(Mariana, 2021; Marliyani dan Iskandar, 2022; Musa dkk., 2022; Patilima, 2022;

Rachmawati dkk., 2022; Rahayu dkk., 2022; Rahayuningsih dan Rijanto, 2022;

dan Sumarsih 2022).


5
Kajian ini akan menfokuskan pada Model penguatan pendidikan karakter

religi pada sekolah penggerak di Kota Banda Aceh. Karena itu, masalah utama

yang akan dijawab dalam tulisan ini adalah bagaimana membentuk model

penguatan pendidikan karakter religi pada sekolah penggerak di Kota Banda

Aceh. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti

lebih lanjut berkaitan dengan isu implementasi program bereh yang dituangkan

dalam proposal dengan judul “Model Penguatan Pendidikan Karakter Religi

Pada Sekolah Penggerak Di Kota Banda Aceh ”.

1.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, adapapun rumusan masalah dalam

penulisan ini adalah bagaimanakah model penguatan pendidikan karakter religi

pada sekolah penggerak di Kota Banda Aceh?

1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, maksud dan tujuan penelitian

sebagai berikut :

1.2.1 Maksud Penelitian

Penelitian ini bermaksud untuk menambah pengetahuan yang

berhubungan dengan model penguatan pendidikan karakter religi pada sekolah

penggerak di Kota Banda Aceh.

1.2.2 Tujuan Penelitian

6
Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, tujuan penelitian untuk

mengetahui:

1. Pengaruh model penguatan pendidikan karakter religi pada sekolah

penggerak di Kota Banda Aceh di Kota Banda Aceh.

2. Pengaruh model penguatan pendidikan karakter religi pada sekolah

penggerak di Kota Banda Aceh.

3. Model penguatan pendidikan karakter religi pada sekolah penggerak di

Kota Banda Aceh.

1.3 Manfaat/Kegunaan Penelitian

Berdasarkan uraian tujuan penelitian di atas, kegunaan penelitian ini

diuraikan secara paktis dan teoritis.

1.3.1 Kegunaan Praktis

1. Bagi Peneliti Sendiri, manfaatnya untuk menambah khazanah ilmu

pengetahuan dan mengetahui Model penguatan pendidikan karakter religi

pada sekolah penggerak di Kota Banda Aceh.

2. Bagi pihak Institusi Pendidikan Program S-3 Pendidikan IPS Universitas

Syiah Kuala, penelitian ini dapat menjadi bahan referensi dalam

perkembangan kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial, khususnya Model

penguatan pendidikan karakter religi pada sekolah penggerak di Kota

Banda Aceh.

3. Bagi Sekolah, sebagai masukan untuk menemukan Model penguatan

pendidikan karakter religi pada sekolah penggerak di Kota Banda Aceh.

4. Bagi peneliti lainnya, sebagai dasar untuk melakukan penelitian lebih

7
lanjut berkaitan dengan model penguatan pendidikan karakter religi pada

sekolah penggerak di kota Banda Aceh.

1.3.2 Kegunaan Teoritis

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam

aspek pendidikan berkaitan dengan Model penguatan pendidikan karakter

religi pada sekolah penggerak di Kota Banda Aceh.

2. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

dalam aspek teoritis (keilmuan), yaitu bagi perkembangan ilmu sosial,

khsususnya berkaitan dengan Model penguatan pendidikan karakter religi

pada sekolah penggerak di Kota Banda Aceh.

8
BAB II

KAJIAN PUSTAKA KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Model Penguatan Pendidikan Karakter

Model pendidikan karakter yang digunakan dalam studi ini dimaksudkan

sebagai deskripsi program pendidikan untuk mengembangkan nilai-nilai

pembangun karakter. Deskripsi tersebut mulai dari konsep dasar, komponen

model, pendekatan, metode, sampai strategi, dan evaluasi, baik selama proses

maupun hasil belajar pendidikan karakter. Pada setiap komunitas, biasanya

terdapat nilai-nilai sosial tertentu yang mendominasi ide yang berkembang.

Dominasi ide tertentu dalam masyarakat akan membentuk dan menentukan

aturan-aturan bertindak masyarakatnya (the rules of conducts) dan aturan-aturan

bertingkah laku (the rules of behaviors) yang membentuk pola-pola kultural

(cultural pattern). Beberapa penelitian terkait model penguatan pendidikan

karakter telah dilakukan dengan beragam variabel. Model Pembelajaran Berbasis

Keterampilan (Angga, 2022), Berbasis Asrama Bagi Mahasiswa Calon Guru (Jela

9
dkk., 2022), Model Pendidikan Karakter dalam Membentuk Akhlak Rasulullah

(Samsudin dan Darmiyanti, 2022), Penguatan Pendidikan melalui model

pembelajaran (Sinta, 2022).

2.1.2 Karakter Religi

Karakter yang religius masuk ke dalam satu karakter yang patut diukir pada

diri anak semenjak usia dini, hal ini supaya siswa bisa berperilaku sesuai dengan

tuntunan agama. Pembiasaan, merupakan satu faktor sangat penting yang bisa

digunakan untuk menanamkan serta menumbuhkan karakter yang religius pada

diri siswa (Ahsanulkhaq, 2019; Andayani dan Dahlan, 2022). Beberapa penelitian

terkait karakter religi telah dilakukan diantaranya budaya sekolah dalam

pembentukan karakter religius (Purwandari dkk, 2022) karakter religi dalam

pembelajaran (Eka, 2022), nilai sosial religi tradisi manopeng pada masyarakat

(Fitri dan Susanto 2022), nilai karakter pada masyarakat adat (Sadeli dkk., 2022),

pembiasaan solat dhuha (Andayani dan Dahlan, 2022).

2.1.3 Nilai Karakter Profil Pelajar Pancasila

Profil Pelajar Pancasila sesuai Visi dan Misi Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi)

sebagaimana tertuang dalam dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan


10
Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024, bahwa “Pelajar Pancasila adalah

perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki

kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilainilai Pancasila, dengan

enam ciri utama: beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia,

berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif”.

Pada website Pusat Penguatan Karakter tertera infografis Profil Pelajar Pancasila

yang lebih lengkap yaitu beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan

berakhlak mulia, pada indikator Profil Pelajar Pancasila versi lain, sehingga

menumbuhkan rasa saling menghargai dam kemungkinan terbentuknya budaya

baru yang positif dan tidak bertentangan dengan budaya luhur bangsa.

Adapun elemen kunci dalam indikator berkebhinekaan global ialah

mengenal dan menghargai budaya, kemampuan komunikasi interkultural dalam

berinteraksi dengan sesama, refleksi dan tanggungjawab terhadap pengalaman

kebhinekaan. Indikator ketiga terkait dengan Profil Pelajar Pancasila yaitu Gotong

Royong.

Dalam hal ini dijelaskan bahwa gotong royong yang dimaksud ialah

Pelajar Indonesia memiliki kemampuan gotong royong, yaitu kemampuan untuk

melakukan kegiatan secara bersama-sama dengan suka rela agar kegiatan yang

11
dikerjakan dapat berjalan lancar, mudah dan ringan. Elemen kunci dalam Profil

Pelajar Pancasila dengan indikator gotong royong ialah melakukan kolaborasi

atau kerjasama antar pelajar, kerjasama dalam bidang-bidang yang positif dalam

konteks saling membantu dan saling menolong sesama, kemudian kepedulian

yang merupakan sebuah sikap penting yang perlu dimiliki untuk dapat

menggerakkan perilaku gotong royong, dan yang terakhir ialah berbagi, sikap

dimana perlu adanya latihan karena berbagi merupakan sikap mulia yang dapat

mewujudkan indikator gotong royong dalam Profil Pelajar Pancasila ini. Indikator

keempat yaitu mandiri, yang dimaksud mandiri dalam Profil pelajar Pancasila ini

ialah Pelajar Indonesia yang bertanggung jawab atas sebuah proses dan juga hasil

belajarnya.

Adapun elemen kunci profil mandiri ini ialah adanya kesadaran akan diri

dan situasi yang dihadapi, dan regulasi diri. Indikator yang kelima dari Profil

Pelajar Pancasila ini ialah bernalar kritis. Bernal kritis yang dimaksud dalam hal

ini ialah pelajar yang mampu secara objektif memproses informasi baik kualitatif

maupun kuantitatif, membangun keterkaitan antara berbagai informasi,

menganalisis informasi, mengevaluasi dan kemudian menyimpulkannya. adapun

elemen kuncinya yaitu memperoleh dan memproses informasi dan gagasan,

menganalisis dan mengevaluasi penalaran, merefleksi pemikiran dan proses

berpikir, serta mengambil keputusan. Yang terakhir, indikator keenam dari Profil
12
Pelajar Pancasila ialah kreatif. Kreatif yang dimaksud dalam Profil Pelajar

Pancasila ini ialah pelajar yang mampu memodifikasi dan menghasilkan sesuatu

yang orisinal, bermakna, bermanfaat, dan berdampak, dengan elemen kuncinya

yaitu menghasilkan gagasan yang orisinal dan menhasilkan karya dan tindakan

yang orisinal pula.

Orisinalitas dalam indikator kreatif ini sangat penting dimana perilaku

duplikasi atau menirukan orang lain tanpa disertai sikap bertanggung jawab dalam

kehidupan sehari-hari dapat menjadi sebuah perilaku-perilaku yang negatif dan

bahkan merugikan, misalnya mengakui karya orang lain sebagai karyanya sendiri.

Keenam indikator Profil Pelajar Pancasila ini sangat ideal bagi bangsa Indonesia.

Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) telah merangkum proses dari usaha untuk

mewujudkan Indikator Profil Pelajar Pancasila ini dalam sebuah buku dengan

judul “Capaian Satu Tahun Kolaborasi Dengan Tokoh Penggerak dalam

Mewujudkan Profil Pelajar Pancasila”. Buku ini merangkum bagaimana para

tokoh penggerak “membumikan” Profil Pelajar Pancasila di satuan pendidikan

atau di sekolah-sekolah di Indonesia.

Dalam dokumen buku ini, dijelaskan mengenai capaian-capaian yang telah

dilakukan dalam rangka mewujudkan Profil Pelajar Pancasila. Hal ini dirangkum

dalam beberapa sub bab pembahasan, seperti “Menjadi Milenial yang

Pancasilais”, “Seru Belajar Kebiasaan Baru”, “Tetap Produktif di Masa Penuh

Tantangan”, “Menguatkan Literasi Memajukan Bangsa”, “Pahlawan Masa Kini”,

dan “Anti Kekerasan Berbasis Gender”. Penjelasan capaian satu tahun kolaborasi

dengan tokoh penggerak untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila ini diawali
13
dengan penngantar dari Kepala Pusat Penguatan Karakter Bapak Hendrarman

yang memaparkan tentang relevansi Pancasila di masa kini. Beliau memaparkan

bahwa: “Dalam melaksanakan tugas, Pusat Penguatan Karakter atau yang biasa

disebut Puspeka mendapat apresiasi baik langsung atau tidak langsung dari

beberapa pihak, terkait program yang telah dilaksanakan. Namun sesungguhnya

capaian tersebut merupakan buah dari arahan pimpinan, kolaborasi, dan sinergitas

dengan berbagai pihak, baik di internal maupun eksternal.

2.1.4 Kurikulum Merdeka

Kurikulum Merdeka Belajar merupakan salah satu kebijakan baru

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia

(Kemendikbud Ristek RI) yang ditujukan untuk mewujudkan proses pembelajaran

yang inovatif dan mengikuti kebutuhan siswa (student-centered). Era Society

5.0 berlangsung pada Abad 21 yang dimana merupakan kejayaan dunia digital.

Model pembelajaran abad ke-21 juga menuntut siswa untuk mencapai

keterampilan 4C yaitu critical thinking, communication, colaboration, and

creativity. Tujuan kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka adalah

mendorong siswa menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan sesuai dengan

bidang keahliannya, sehingga siap bersaing dalam dunia global (Baharuddin,

2021; Fatmawati, 2020; Tohir, 2020). Kebijakan ini memberikan kesempatan

kepada siswa untuk memilih mata kuliah yang akan mereka tempuh berdasarkan

keinginan sendiri.

Kurikulum dalam bahasa inggris “curriculum” yang berasal dari bahasa

yunani “curere” dan memiliki arti jarak tempuh lari, yakni jarak yang harus

14
ditempuh untuk kegiatan berlari mulai dari start hingga finish yang kemudian

pengertian ini diterapkan untuk bidang pendidikan. Dalam melaksanakan sistem

pendidikan perlu adanya suatu mekanisme yang mengatur pelaksanaan pendidikan

atau proses kegiatan belajar mengajar (KBM). Kurikulum adalah sebuah

komponen utama dalam pendidikan sehingga sistematika yang nantinya dapat dan

telah diterapkan dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan lulusan yang sesuai

dengan tujuan yang dapat dicapai. Kurikulum berada untuk posisi yang strategis

dimana memiliki peran sebagai pedoman yang berisi isi materi, ruang lingkup,

tujuan, dan strategi pembelajaran. Kurikulum dirancang untuk memanifestasikan

tujuan pendidikan nasional namun tetap memperhatikan tahap perkembangan

siswa serta kesesuaiannya dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

lingkungan sekitar (Julaeha dkk., 2021).

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik

Indonesia (Kemendikbudristek RI) menggagas secara langsung kurikulum

Merdeka Belajar dengan tujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa

untuk mengembangkan bakatnya. Selain karena harus dituntutnya siswa untuk

memiliki keterampilan untuk memanfaatkan teknologi, pembelajaran yang

bersifat monoton atau satu arah menjadi salah satu alasan mengapa kurikulum

merdeka belajar ini turut hadir. Karena pembelajaran yang bersifat monoton dapat

menjadi penghalang bagi siswa untuk menunjukkan kemampuan dan

kompetensinya. Hal ini juga dipicu dengan adanya batasan pada konsep

kurikulum yang diterapkan baik oleh guru maupun siswa. Siswa dituntut untuk

terus bersaing untuk memperoleh nilai yang setinggi-tingginya, sehingga

menghalalkan berbagai cara tanpa mencari tahu apa kemampuannya. Padahal

15
siswa pastinya memiliki keahlian pada bidangnya masing-masing. Kemunculan

kurikulum merdeka belajar juga menerjang tersebar luasnya pendidikan yang

optimal di Indonesia. Manalu dkk., (2022: 13) berpendapat, kurikulum merdeka

belajar dapat mengubah metode belajar yang tadinya dilaksanakan di ruang kelas

menjadi pembelajaran di luar kelas. Konsep pembelajaran di luar kelas dapat

memberikan suatu peluang bagi siswa untuk dapat berdiskusi secara luwes

bersama dengan guru. Dengan hal tersebut, siswa dapat membentuk karakternya

dengan berani mengutarakan pendapat, kemampuan bersosial, dan menjadi siswa

yang berkompetensi. Siswa nantinya dapat diberikan kebebasan mengelaborasikan

keterampilan yang dimiliki. Dengan demikian, guru dan siswa dapat berkolaborasi

untuk menciptakan pembelajaran yang super aktif dan produktif.

Hal yang sama dijelaskan oleh Siswoyo, (2021 : 25) bahwa, “Kurikulum

merdeka belajar membebaskan guru untuk menciptakan pembelajaran yang

mendidik dan menyenangkan. Kompetensi pedagogik saat ini juga menuntut guru

untuk mampu memodelkan dan melaksanakan proses pembelajaran”.

Penyelenggaraan pendidikan pada era global menuntut guru agar lebih

meningkatkan mutu sumber daya, mengembangkan wawasan keilmuan dan

membentuk sikap, nilai serta kematangan kepribadian peserta didik. Guru

diberikan keleluasaan dalam mengembangkan kemampuan para siswanya melalui

pemahaman, keaktifan, pembelajaran sesuai dengan kemajuan zaman dengan

mengembangkan kecakapan hidup (life skill) agar siswa memiliki sikap

kemandirian, berperilaku adaptif dimanapun berada, koperatif, dan kompetitif

dalam menghadapi tantangan hidup sehari-hari. Tugas guru adalah secara

profesional mengembangkan pembelajaran yang interaktif, dialogis, menarik,

16
efektif, dan menyenangkan bagi siswa. Konsep belajar yang aktif, inovatif dan

nyaman harus mampu mewujudkan siswa sesuai dengan kebutuhan zaman

terutama di era sekarang ini. Guru juga harus menjadi fasilitator untuk

membentuk karakter siswa yang berfikir kritis, kreatif dan berinovasi, terampil

untuk berkomunikasi dan berkolaborasi serta berkarakter. Tidak hanya

mengandalkan kemandirian siswa yang mampu mencari sumber belajarnya seperti

melalui e-book, guru perlu mempersiapkan beberapa metode belajar yang tepat

terutama pada kurikulum merdeka belajar. Konsep merdeka belajar dapat dengan

mudah untuk dipahami dan diucapkan namun nyatanya sangat sulit untuk di

implementasikan. Lebih jauh Suryaman (2020:85) berpendapat bahwa,

“Komitmen dan kemandirian untuk belajar adalah sebuah landasan untuk

mencapai tujuan pembelajaran, hanya saja hal ini juga sulit untuk diterapkan.

Kurikulum merdeka belajar tidak memaksa target pencapaian dan inovasi belajar

tentunya memerlukan waktu”. Siswa menginginkan sesuatu yang terlihat berbeda

dari sebelumnya, dimana hal baru tersebut didapat dari peran seorang guru.

Berhubungan dengan kompetensi para siswa, mereka ingin mendapatkannya tidak

hanya pembelajaran diruang kelas tetapi siswa juga memiliki kesempatan untuk

mencari lingkungan belajar lainnya. Kompetensi yang diperoleh siswa tidak

bersifat individualisme namun muncul bersama dengan lingkungan belajar yang

telah dibuatnya.

Kurikulum merdeka belajar memberikan kebebasan kepada guru untuk

menciptakan pembelajaran yang mendidik serta menyenangkan. Guru harus

mampu memodelkan dan melaksanakan proses pembelajaran sehingga dapat

memilih model pembelajaran yang tepat. Tidak hanya itu, guru dan siswa juga

17
dituntut untuk mampu memanfaatkan teknologi dengan tujuan untuk mencari

sumber belajar. Pembelajaran yang dihasilkan pada kurikulum merdeka belajar

dapat menunjukkan siswa yang dapat berdiskusi bersama teman dan guru, belajar

di luar kelas, membentuk karakter diri yang mandiri serta beradab dan yang lebih

utama adalah siswa yang mampu memiliki kompetensi untuk bersaing di era saat

ini. Tantangan yang dihadapi guru dalam pengembangan kurikulum apalagi di

era Industri 4.0 adalah menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan

literasi baru, yakni literasi data, literasi teknologi, dan literasi manusia yang

berporos kepada berakhlak mulia.

Selain dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa guru juga diberikan

amanah sebagai penggerak untuk merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi

dan menindaklanjuti evaluasi tersebut. Sehingga bukan hanya kompetensi umum

dan karakter peserta didik yang berkembang, tetapi juga kepedulian dan kepekaan

terhadap lingkungan sekitar ikut meningkat. Pembelajaran projek dengan

menggabungkan sains dan ilmu sosial juga memberikan kesempatan terjalinnya

kolaborasi antar guru mata pelajaran di sekolah sehingga projek yang

dilaksanakan bersifat lintas mata pelajaran. Oleh karena itu, guru harus mampu

memahami pendekatan ini secara baik termasuk bagaimana proses kolaborasi

antar guru berlangsung dapat menciptakan projek pembelajaran yang bermakna

yang dapat membentuk peserta didik dengan profil pelajar Pancasila. Perubahan

prioritas asesmen dalam penilaiannya dan hubungannya dengan kemampuan guru

dalam evaluasi hasil belajar Kurikulum merdeka menitik beratkan proses

penilaian pembelajaran pada asesmen formatif dimana hasil asesmen akan

digunakan untuk merancang pembelajaran sesuai tahap capaian peserta didik.

18
Asemen formatif dilakukan dengan tujuan untuk memandu proses belajar

danmeningkatkan hasil belajar peserta didik yang dilakukan melalui 2 cara yaitu:

1) Data-Based Decision Making DBDM) berupa analisis sumber data yang

tersedia di sekolah untuk merumuskan inovasi yang akan diterapkan, kurikulum

yang tepat dan tindakan perbaikan yang diperlukan untuk keberhasilan

pembalajaran dan 2) Assement for Learning (AfL) yang lebih berfokus pada

kualitas proses pembelajaran yang sedang berjalan dibandingkan keberhasilan

pembelajaran itu sendiri. Dengan kata lain, asesmen formatif adalah proses yang

digunakan guru untuk mengumpulkan dan menggunakan informasi penilaian

untuk kebutuhan individu anak-anak serta informasi lain yang berasal dari

berbagai sumber untuk kemudian dianalisis agar menghasilkan pembelajaran yang

sesuai dengan individu anak-anak untuk mendukung mereka terus belajar dan

berkembang. Asesmen formatif dapat dilaksanakan dengan menggunakan 5

strategi kunci yaitu: 1) melalui diskusi antara guru dan peserta didik untuk

berdiskusi, berbagi dan mencoba mengerti maksud dari belajar dan kriteria

kesuksesan pembelajaran, contoh dari strategi ini adalah guru yang mendiskusikan

rubrik dengan peserta didik untuk membangun kriteria penilaian bersama, dan

membiarkan peserta merumuskan tujuan pembelajaran mereka sendiri; 2)

mengatur diskusi kelas yang efektif, kegiatan dan tugas belajar yang menimbulkan

wawasan tentang proses pembelajaran bagi peserta didik, seperti melakukan

diskusi kelas untuk mengaktivasi pengetahuan yang telah didapatkan peserta didik

sebelumnya; 3) umpan balik dari guru berupa respon guru terhadap pengetahuan

yang telah didapatkan oleh peserta didik baik secara kolektif maupun individual;

4) penilaian teman sebaya antara sesama peserta didik; dan 5) penilaian diri

19
sendiri oleh peserta didik dimana kedua penilaian tersebut merupakan kebutuhan

peserta didik untuk proses pembelajaran yang produktif. Proses asesmen formatif

ini dilaksanakan pada pembelajaran sebagai suatu siklus yang terus

berkesinambungan sehingga proses perbaikan dalam kegiatan pembelajaran akan

terus berlangsung. Dimana hal ini sangat berbeda dengan asesmen sumatif yang

sering dilakukan saat akhir pembelajaran dan lebih berfokus pada nilai yang

didapatkan peserta didik, sehingga perkembangannya secara proses pembelajaran

menjadi terabaikan. Berdasarkan hal tersebut kurikulum merdeka yang berfokus

pada capaian pembelajaran peserta didik termasuk proses di dalamnya sangat

tepat mengutamakan asesmen formatif di dalam penilaian dibandingkan asesmen

sumatif.

Penggunaan asesmen formatif ini tentunya juga memberikan tantangan

tersendiri bagi guru karena selama ini kebanyakan guru terbiasa hanya

menggunakan asesmen sumatif dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, guru

perlu meningkatkan kompetensi pedagogik mereka dalam bidang evaluasi

pembelajaran agar kurikulum merdeka dapat diterapkan secara maksimal.

Persiapan guru dalam menyambut kurikulum merdeka Kehadiran kurikulum

merdeka yang membawa berbagai pembaruan dibandingkan kurikulum 2013

tentunya membutuhkan persiapan bagi guru agar dapat menyukseskan

implementasi kurikulum tersebut. Salah satu bentuk persiapan tersebut adalah

dengan menyarankan guru untuk mengikuti pelatihan secara mandiri pada

platform merdeka mengajar yang telah disediakan oleh Kemendikbudristek.

Platform merdeka mengajar menyediakan referensi bagi guru untuk

mengembangkan praktik mengajar sesuai kurikulum, memberikan fasilitas

20
pelatihan mandiri yang dapat diakses kapanpun dan dimanapun kepada guru dan

tenaga kependidikan untuk dapat memperoleh materi pelatihan yang berkualitas.

Dengan mengikuti pelatihan secara mandiri ini, diharapkan kesiapan guru dalam

mengimplementasikan kurikulum merdeka pada satuan pendidikannya masing-

masing menjadi lebih meningkat.

2.1.5 Program Sekolah Penggerak

Program Sekolah Penggerak merupakan upaya mewujudkan visi

pendidikan Indonesia dengan mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat,

mandiri dan berkepribadian melalui penciptaan peserta didik yang berpancasila.

Fokus program sekolah penggerak yaitu pada pengembangan hasil belajar siswa

secara holistik yang mencakup kompetensi (literasi dan numerasi) dan karakter,

diawali dengan SDM yang unggul (kepala sekolah dan guru). Program sekolah

penggerak merupakan evolusi dari program pengembangan sekolah sebelumnya.

Program Sekolah Penggerak dapat mempercepat sekolah negeri maupun swasta di

seluruh sekolah untuk bergulir beberapa jenjang lebih tinggi. Kegiatan ini dapat

dilaksanakan secara bertingkat dan terintegrasi dengan wilayah seluruh sekolah

yang ada di Indonesia menerapkan program sekolah penggerak. Program Sekolah

Penggerak terdiri dari lima intervensi yang saling terkait dan tidak bisa dipisahkan

yaitu :

21
a. Pendampingan konsultatif dan asimetris program kemitraan antara

Kemendikbud dan pemerintah daerah dimana Kemendikbud

memberikan pendampingan implementasi sekolah penggerak.

b. Penguatan SDM Sekolah. Penguatan Kepala Sekolah, Pengawas

Sekolah, Penilik, dan Guru melalui program pelatihan dan

pendampingan intensif (coaching) one to one dengan pelatih ahli

yang disediakan oleh Kemdikbud.

c. Pembelajaran dengan paradigma baru. Pembelajaran yang

berorientasi pada penguatan kompetensi dan pengembangan

karakter yang sesuai dengan nilai nilai Pancasila, melalui kegiatan

pembelajaran di untuk dan luar kelas.

d. Berbasis data manajemen berbasis sekolah perencanaan

berdasarkan refleksi diri sekolah.

e. Digitalisasi sekolah. Penggunaan berbagai platform digital

bertujuan mengurangi kompleksitas, meningkatkan efisiensi,

menambah inspirasi, dan pendekatan yang customized.

Pendapat Syafi’i (2022:6) mengenai sekolah penggerak adalah :

Sekolah Penggerak adalah sekolah yang berfokus pada pengembangan


hasil belajar peserta didik secara holisti dengan mewujudkan profil pelajar
Pancasila yang mencakup kompetensi kognitif (literasi dan numerasi) serta
non kognitif (karakter). Sebagai cacatan bahwa kepala sekolah dan guru
dari sekolah penggerak melakukan pengimbasan kepada satuan pendidikan
lain.
Selain itu Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim menyebutkan bahwa:
Sekolah penggerak adalah katalis. Hal ini bermaksud utuk mewujudkan
visi Pendidikan Indonesia yakni; Sekolah yang berfokus pada
pengembangan hasil belajar peserta didik secara holistik dengan
mewujudkan profil pelajar Pancasila dan diawali dengan sumber daya
manusia yang unggul (kepala sekolah dan guru). Profil pelajar Pancasila
22
adalah profil lulusan yang bertujuan menunjukkan karakter dan
kompetensi yang diharapkan diraih dan menguatkan nilai-nilai luhur
Pancasila peserta didik dan para pemangku kepentingan.

Maksud dari kedua kutipan dapat disimpulkan bahwa sekolah penggerak

merupakan wadah dimana peserta didik dapat mengembangkan hasil belajarnya

melalui pencapaian kompetensi yang berlandaskan profil pelajar Pancasila untuk

membentuk karakter dan berakhlak mulia. Disamping itu kepala sekolah dan guru

dapat melakukan pengimbasan kepada sekolah lain dengan cara berbagi ilmu dan

pengalaman.

Selain itu profil pelajar Pancasila terdiri dari enam dimensi, yang

diantaranya; 1) Beriman, Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak

Mulia, 2) Berkebinekaan Global, 3) Mandiri, 4) Bergotong royong, 5) Bernalar

Kritis dan 6) Kreatif. Keenam dimensi tersebut dipandang sebagai satu kesatuan

yang mendukung dan berkesinambungan satu sama lain. Program sekolah

penggerak dilaksanakan melalui penguatan kapasitas kepala sekolah dan guru

yang menjadi kunci untuk melakukan restrukturisasi dan reformasi pendidikan.

Lebih jauh Daryono (2022: 5) menjelaskan bahwa :

Sekolah penggerak dalam konteks pendidikan mengacu pada landasan


filosofis, landasan psikologis, landasan sosiologis, landasan kultural,
landasan ilmiah, dan teknologi, landasan hukum, landasan ekonomi,
landasan historis, dan landasan religius dalam mewujudkan merdeka
belajar.”
Sekolah penggerak diharapkan menjadi sebuah gebrakan signifikan

Pendidikan di Indonesia yang pada hakekatnya memberikan kebebasan kepada

guru dan siswa dalam kreatifitas secara mandiri dan berinovasi untuk

mewujudkan merdeka belajar.

23
Dalam konteks merdeka belajar, pendidikan melalui sekolah penggerak

merupakan proses interaksi dan komunikasi yang didalamnya terkandung

transformasi pengetahuan, nilai, ketrampilan yang didapat di sekolah dan nantinya

dapat dikembangkan di lingkungan keluarga dan sepanjang hayat dari generasi ke

generasi. Di dalam program sekolah penggerak terdapat kebebasan secara mandiri

yang sangat baik.

2.2 Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan

Beberapa hasil penelitian terkait dengan model penguatan pendidikan

karakter religi pada sekolah penggerak di Kota Banda Aceh telah diteliti dalam

berbagai bidang dan diuraikan sebagai berikut:

1. Jamaludin dkk., (2022) dengan judul Penerapan Nilai Profil Pelajar

Pancasila Melalui Kegiatan Kampus Mengajar Di Sekolah Dasar. 

2. Kurniawaty dkk., (2022) dengan judul Strategi Penguatan Profil Pelajar

Pancasila di Sekolah Dasar.

3. Mariana (2021) dengan judul Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah

terhadap efektivitas Sekolah Penggerak dalam meningkatkan kualitas

pendidikan.

4. Marliyani, T., & Iskandar, S. (2022) dengan judul Program Sekolah

Penggerak (PSP) Terhadap Kinerja dan Manajemen Kepala Sekolah. 

24
5. Musa dkk., (2022) dengan judul Upaya dan tantangan kepala sekolah

PAUD dalam mengembangkan lembaga dan memotivasi guru untuk

mengikuti program sekolah penggerak. 

6. Mutiara dkk., (2022) dengan judul Pengembangan Buku Pengayaan

Elektronik Cerita Fabel Bermuatan Profil Pelajar Pancasila Elemen

Gotong Royong Sebagai Media Literasi Membaca di Sekolah Dasar. 

7. Nurasiah dkk., (2022) dengan judul Nilai Kearifan Lokal: Projek

Paradigma Baru Program Sekolah Penggerak untuk Mewujudkan Profil

Pelajar Pancasila. 

8. Patilima, S. (2022, January) dengan judul Sekolah Penggerak sebagai

upaya peningkatan kualitas pendidikan.

9. Rachmawati dkk., (2022) dengan judul Projek Penguatan Profil Pelajar

Pancasila dalam Impelementasi Kurikulum Prototipe di Sekolah

Penggerak Jenjang Sekolah Dasar. 

10. Rahayu dkk., (2022) dengan judul Implementasi Kurikulum Merdeka

Belajar di Sekolah Penggerak. 

11. Rahayuningsih dan Rijanto, A. (2022) dengan judul Upaya Peningkatan

Kompetensi Kepala Sekolah sebagai Pemimpin Pembelajaran pada

Program Sekolah Penggerak di Nganjuk. 

12. Sari dkk., (2022) dengan judul Wayang Sukuraga: Media Pengembangan

Karakter Menuju Profil Pelajar Pancasila. 

13. Sumarsih dkk., (2022) dengan judul Analisis implementasi kurikulum

merdeka di sekolah penggerak sekolah dasar. 

25
2.3 Teori-teori yang digunakan

Beberapa teori digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Teori Etika Ibnu Miskawaih

Bagian terpenting dari pemikiran filosof Ibnu Miskawaih ditujukan pada

etika atau moral. Ia seorang moralis dalam arti sesungguhnya. Masalah moral

inilah ia bicarakan dalam tiga bukunya: Tartib as Sa’ada, Tahzib al Akhlaq dan

Jawidan Khirat. Dalam bidang inilah Miskawaih banyak disorot dikarenakan

langkanya filosof Islam yang membahas bidang ini. Secara praktik, etika sudah

berkembang di dunia Islam, terutama karena Islam sendiri sarat berisi ajaran

tentang akhlak. Bahkan tujuan diutusnya Nabi Muhammad saw adalah

menyempurnakan akhlak manusia. Ibnu Miskawaih mencoba menaikan taraf

bagian etika dari praktis ke teoritis-fiosofis, namun ia tidak sepenuhnya

meninggalkan aspek praktis. Ibnu Miskawih dalam pemikirannya mengenai etika,

ia memulainya dengan menyelami jiwa manusia. Ia memandang bahwa ilmu jiwa

memiliki keutamaan sendiri dibandingkan dengan ilmu-ilmu yang lain.

Manusia tidak mampu untuk meraih suatu ilmu kecuali telah mengetahui

ilmu jiwa sebelumnya. Kapan seseorang memahami ilmu jiwa maka hal itu

menjadi bantuan baginya untuk memperoleh ilmu yang lain. Mengetahui tentang

keadaan-keadaan jiwa (ahwal an Nafs) merupakan pondasi untuk ilmuilmu yang

lain seperti teologi, etika, logika. Karena mengetahui jiwa, maka seseorang

memiliki senjata untuk melihat yang benar dan batil dalam masalah keyakinan dan

antara kebaikan dan keburukan. (Amin: 1969; 177). Oleh karena itu, pemikiran

etika Miskawaih dibangun atas pandangannya terhadap jiwa.

Ibnu Miskawaih membagi kekuatan (Potensi) jiwa kepada tiga tingkatan,

26
yaitu: pertama, kekuatan berpikir (Al Quwwah an Natiqah), yaitu kekuatan untuk

berpikir dan memebedakan hakikat sesuatu. Kekuatan ini dinamakan dengan al

Mulkiah dan tempatnya berada di otak. Kedua, al quwwah al ghadabiah ), yaitu

kekuatan untuk marah. Menolong, keberaniaan, cenderung untuk menguasai dan

keinginan untuk selalu dihormati. Kekuatan ini dimakan dengan as suba’iyyah

dan tempatnya berada di hati. Ketiga, kekuatan syahwatal quwwah al

syahwatiyah, yaitu kekuatan syahwat yang selalu meminta makananan dan

cengderungan kepada kenikmatan makanan, minuman. Kekuatan ini dinamakan

dengan al bahamiyyah dan tempatnya berada di jantung (al kabid). Ibnu

Miskawaih memandang bahwa ketiga kekuatan jiwa tersebut di atas terdapat

tingkatan-tingkatan. Tingkatan terendah adalah jiwa al bahimiyah, pertengahan

adalah al syahwatiyah dan tertinggi adalah jiwa an nathiqah. Manusia dianggap

manusia karena memiliki jiwa yang terbaik atau al nathiqah. Sehingga kemuliaan

seseorang dinilai dari besar kekuatan berpikirnya. Apabila kekuatan ini dikuasai

oleh kekuatan yang lain maka derajatnya pun menjadi rendah. Ibnu Miskawaih

mengatakan” lihatlah di mana tempatmu. Di mana kamu suka tempat di antara

tempat-tempat yang telah disediakan oleh Allah bagi makhluknya. Semua ini

diberikan padamu dan kembali kepada pilihanmu, jika kamu ingin, ambillah

tempat binatang, kamu akan bersamanya. Dan jika kamu ini, ambilah tempat

assuba’. Jika kamu ingin, ambilah tempat para malaikat dan jadilah bagian dari

mereka”.

Etika menurut Ibnu Miskawaih adalahk keadaan jiwa yang melahirkan

perbuatan tanpa pikiran dan perenungan. Sikap mental tersebut terbagi dua, yaitu

yang berasal dari watak dan yang berasal dari kebiasaan-kebiasaan dan latihan-

27
latihan. (al Zugby: 1995; 301).Akhlak yang berasal dari watak jarang

menghasilkan akhlak yang terpuji; kebanyakan akhlak yang jelek. Sedangkan

latihan dan pembiasaan lebih dapat menghasilkan akhlak yang terpuji. Ibnu

Miskawaih sangat menekankan pentingnya pendidikan untuk membentuk akhlak

yang baik. Ia memberikan penting pada masa kanakkanak yang menurutnya

merupakan mata rantai antara jiwa hewan dan jiwa manusia. Etika dalam

pandangan Ibnu Miskawaih dapat dikembalikan dalam dua bagian, yaitu pertama

kepada tabiat atau fitrah dan kedua dengan jalan usaha (iktisab) kemudian berubah

menjadi kebiasaan. Namun Ibnu Miskawaih lebih cenderung kepada yang kedua,

yaitu seluruh etika semuanya adalah hasil usaha (muktasabah). Ia memandang

bahwa manusia memiliki potensi untuk beretika apa saja, apakah prosesnya

lambat atau cepat. Ibnu Miskawaih menetapkan kemungkinan manusia mengalami

perubahan akhlak. Dari segi inilah diperlukan adanya aturan syariat, nasihat-

nasihat dan berbagai macam ajaran tentang adab sopan santun.

2. Teori Great Man

Menurut teori ini seorang pemimpin besar terlahir sebagai pemimpin yang

memiliki berbagai ciri-ciri individu yang sangat berbeda dengan kebanyakan

manusia lainnya. Ciri-ciri individu tersebut mencakup karisma, intelegensi,

kebijaksanaan, dan dapat menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk

membuat berbagai keputusan yang memberi dampak besar bagi sejarah manusia.

Karisma sendiri menunjukkan kepribadian seseorang yang dicirikan oleh pesona

pribadi, daya tarik, yang disertai dengan kemampuan komunikasi interpersonal

dan persuasi yang luar biasa. Menurut Carlyle, pemimpin besar akan lahir saat

dibutuhkan oleh situasi sehingga para pemimpin ini tidak bisa dibuat.

28
3. Teori Transformasi

Teori ini didasari oleh hasil penelitian mengenai adanya perilaku

kepemimpinan dimana para pemimpin yang kemudian dikategorikan sebagai

pemimpin transformasi (transformational leader) memberikan inspirasi kepada

sumber daya manusia yang lain dalam organisasi untuk mencapai sesuatu

melebihi apa yang direncanakan oleh organisasi. Pemimpin transformasi juga

merupakan pemimpin visioner yang mengajak sumber daya manusia organisasi

bergerak menuju visi yang dimiliki oleh pemimpin. Para pemimpin transformasi

lebih mengandalkan kharisma dan kewibawaan dalam menjalankan

kepemimpinannya.

4. Teori Pembentukan Karakter Religius

Beberapa dimensi pembentukan karakter dapat melalui proses pembiasaan

(habituasi) yang dilakukan berulang-ulang dalam kehidupan seperti perilaku jujur,

religiusitas, toleransi, kerjasama, sikap menolong dan lain sebagainya. Proses

pembiasaan ini tidak sekedar untuk pada level knowing sebagai pengetahuan saja

namun yang lebih penting adalah sejauhmana implementasi pembiasaan itu dalam

kehidupan sehari sehingga melekat menjadi karakter. Al-Ghazali memiliki

pemikiran bahwa pembentukan akhlak dapat dilakukan menlalui pendidikan

latihan. Metode pendidikan karakter dibagi menjadi dua yaitu mujahadah dan

pembiasaan melakukan amal shaleh. Metode tersebut dapat dilakukan melalui

pemberian cerita (hikayat), guru memberikan keteladanan dalam bersikap dan

29
berbuat (uswah hasanah), dan penguatan pada pemberian hukuman dan reward

apabila melakukan pelanggaran. Ketiga hal tersebut menjadi penting

keberadaannya dalam pembentukan pendidikan karakter religius yaitu melalui

pembiasaan, keteladanan, dan penegakan aturan melalui reward dan punishment.

2.4 Kerangka Pemikiran

Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini yaitu:

Profil Pelajar Pancasila

Sekolah Penggerak

Karakter
Religius

Kepala sekolah
Proses dan Guru Pengembangan Diri
Pembelajaran (Ekstrakurikuler)

30

Program pengawasan dan


Karakter Siswa pembinaan Budaya Sekolah
Gambar 1. Kerangka Pemikirian

2.5 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu adanya beragam model penguatan

pendidikan karakter religi pada sekolah penggerak di Kota Banda Aceh

BAB III

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Objek penelitian adalah variabel yang diteliti oleh peneliti di tempat

penelitian yang dilakukan (Supriyati, 2015). Dalam melakukan sebuah penelitian

yang pertama kali diperhatikan adalah Objek penelitian yang akan diteliti. Dimana

Objek penelitian tersebut terkandung masalah yang akan dijadikan bahan

penelitian untuk dicari pemecahannya. Dari pengertian dapat ini dijelaskan bahwa

untuk mendapatkan informasi dan data mengenai Objek permasalahan yang

dikaji. Objek dalam penelitian ini adalah Sekolah Penggerak di Kota Banda Aceh

31
yang telah menerapkan nilai karakter Profil Pelajar Pancasila yang terdiri dari

SMAN 3 Banda Aceh, SMAN 7 Banda Aceh.

3.2 Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara kerja ataupun system yang harus

dilakukan oleh seorang peneliti dalam sebuah penelitian. Penentuan dan pemilihan

metode yang tepat berdampak positif dalam mencapai tujuan penelitian. Untuk

tercapainya proses tujuan tersebut, maka metode penelitian yang digunakan

peneliti dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

3.2.1 Pendekatan Penelitian

Pendekatan kualitatif merupakan cara pandang peneliti dengan

mengadopsi desain kualitatif dalam melakukan studi. Desain penelitian kualitatif

memiliki beberapa karakteristik, yaitu lebih bersifat umum, fleksibel, dinamis,

eksploratif, dan mengalami perkembangan selama proses penelitian berlangsung.

Penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa ucapan-ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang

diamati. Dengan pendekatan ini, peneliti dapat memperoleh gambaran lengkap

dari permasalahan yang dirumuskan. Peneliti juga fokus pada makna dibalik

fenomena yang muncul dengan lebih komprehensif dan mendalam.

Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui, memahami dan mendalami

pengaruh Pengaruh nilai karakter Profil Pelajar Pancasila terhadap motivasi dan

prestasi belajar siswa pada sekolah penggerak di kota Banda Aceh. Ada banyak

sudut pandang analisa yang digunakan sesuai dengan teori discourse bukan hanya

ada yang dalam teks namun juga konteks.


32
3.2.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan mencakup data primer dan juga sekunder. Data primer

adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti sendiri. Dalam penelitian ini, data

primer yang diperoleh melalui wawancara, penyebaran kuesioner, observasi

maupun dokumentasi yang dilakukan peneliti selama berada di lapangan. Data

sekunder diperoleh dari jurnal dan buku. Sedangkan data sekunder adalah data

yang dikumpulkan dari buku, dan jurnal pendukung.

3.2.3 Teknik Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

Dalam penelitian, teknik pengumpulan data merupakan faktor penting

demi keberhasilan penelitian. Hal ini berkaitan dengan bagaimana cara

mengumpulkan data, siapa sumbernya, dan apa alat yang digunakan. Teknik peng

umpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena

tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Jika data tak tersedia, maka

penelitian tak mungkin bisa terjadi dan dilaksanakan. Kunci dari penelitian adalah

bagaimana menganalisa dan kemudian menginterpretasi data yang didapatkan dari

proses pengumpulan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode

pengumpulan data dengan teknik-teknik berikut ini:

1. Observasi. Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Teknik nonparticipant observation. Teknik non-participant ini

diambil karena peneliti hanya sebatas melihat fenomena yang sudah

33
ada, tidak ikut campur dengan fenomena tersebut.

2. Wawancara. Merupakan proses percakapan atau interaksi mengenai

suatu kegiatan, organisasi, kejadian, dan sebagainya. Wawancara

dalam suatu penelitian bertujuan untuk mengumpulkan keterangan

terkait data penelitian. Wawancara dilakukan pada beberapa kepala

sekolah menengah tingkat atas di Kota Banda Aceh yang diambil

secara acak. Instrumen yang digunakan dalam wawancara yaitu lembar

pedoman wawancara, alat tulis, recorder, dan kamera. Beberapa daftar

pertanyaan wawancara pada penelitian ini diuraikan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah proses seleksi sekolah penggerak yang telah berjalan di

sekolah bapak/ibu?

2. Apakah pengawas sekolah terlibat dalam proses seleksi sekolah

penggerak ?

3. Bagaimanakah peran kepala sekolah dan pengawas pada sekolah

penggerak ?

4. Bagaimana dampak program sekolah penggerak terhadap kepala

sekolah, pengawas, guru dan peserta didik ?

5. Apa yang dilakukan kepala sekolah dan pengawas sekolah dalam

upaya meningkatkan kompetensi guru ?

6. Apa yang dilakukan guru dalam upaya menumbuhkan karakter Profil

Pelajar Pancasila dalam diri peserta didik ?

7. Bagaimanakah pelaksanaan diferensiasi pembelajaran disekolah

Bapak/Ibu ?

34
8. Bagaimanakah model penguatan pendidikan karakter religi pada

sekolah Bapak/Ibu ?

9. Faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat dalam

peningkatan motivasi, prestasi belajar dan mutu lulusan ?

10. Strategi apa / model penguatan seperti apayang telah bapak/ibu

lakukan untuk meningkatkan nilai karakter religi pada sekolah

penggerak ?

3. Dokumentasi. Dari hasil observasi yang dilakukan, kemudian peneliti

melakukan tahapan selanjutnya yakni mendokumentasikan kuisioner

dan wawancara terhadap kepala sekolah, guru dan siswa berkaitan

dengan Kedua teknik digunakan dengan tujuan untuk menemukan

fakta dan data yang valid serta berhubungan dengan penelitian yang

dibahas.

Teknik pengolahan data yang peneliti lakukan dalam penelitian ini yaitu

dengan menggunakan penelitian deskriptif yang berguna untuk menjelaskan

secara detail dan terstruktur. Pengolahan data kualitatif tidak serta merta akan

menarik kesimpulan serta tergesa-gesa, tetapi secara bertahap dengan tetap

memperhatikan perkembangan perolehan data.

3.2.4 Informan Penelitian dan Teknik Penentuan Informan Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, untuk mengumpulkan data ditentukan oleh

informan yang memberikan informasi mengenai permasalahan yang diteliti.


35
Sampel dalam penelitian ini menggunakan metode sensus terdiri dari total

keseluruhan populasi yaitu 3 sekolah penggerak di Kota Banda Aceh. Adapun

respondennya berjumlah 15 orang dengan rincian 3 wakil kepala sekolah bidang

kurikulum dan 1 kepala sekolah, 1 pengawas sekolah, 5 orang guru, dan 5 orang

siswa untuk menggali informasi secara lebih mendalam berkaitan dengan

pengaruh nilai karakter Profil Pelajar Pancasila terhadap motivasi dan prestasi

belajar siswa pada sekolah penggerak di kota Banda Aceh. Teknik pengambilan

sampel dilakukan melalui metode sensus setelah kriteria populasi ditentukan.

Alasan peneliti menggunakan metode sensus karena jumlah populasi yang relatif

sedikit dan menghindari terjadinya kesalahan generalisasi kesimpulan atas

populasi.

3.2.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini terdiri dari wawancara terstruktur, observasi, dan

dokumentasi, untuk menguji kualitas data, maka diperlukan ketelitian peneliti

sesuai dengan teori dan referensi penelitian relevan.

3.2.6 Situasi Penelitian

Pada penelitian kualitatif, peneliti memasuki situasi sosial tertentu. Situasi

sosial tiga elemen yaitu: tempat/place, pelaku/actors, dan aktivitas yang berinteraksi

secara sinergis‟. Artinya, pada penelitian kualitatif tidak dikenal istilah populasi

tetapi yang ada adalah situasi sosial dimana terdapat interaksi sinergis antara

tempat, pelaku dan aktivitas. Situasi pada penelitian ini terkait nilai karakter Profil

Pelajar Pancasila terhadap motivasi dan prestasi belajar siswa pada sekolah

penggerak di kota Banda Aceh.

36
3.2.7 Tahap-tahap Penelitia

Tahap-tahapan sistematis pada penelitian ini terdiri dari :

1. Penentuan lokasi penelitian

2. Penentuan fokus penelitian

3. Penentuan metode penelitian

4. Penentuan sumber informan

5. Penentuan Teknik pengumpulan data

6. Penentuan metode analisis data

3.2.7.1 Tahap Perencanaan

Pertama, sebelum memasuki lokasi penelitian, peneliti terlebih dahulu

mempersiapkan surat-surat dan juga kebutuhan lainnya (ada dalam lampiran).

Selain itu, peneliti memantau perkembangan yang terjadi dilokasi penelitian.

Kemudian peneliti membuat pedoman wawancara yang disusun berdasarkan

dimensi kebermaknaan hidup sesuai dengan permasalahan yang dihadapi subjek.

Pedoman wawancara ini berisi pertanyaan-pertanyaan mendasar yang nantinya

akan berkembang dalam wawancara. Pedoman wawancara yang telah disusun,

ditunjukkan kepada yang lebih ahli dalam hal ini yaitu pembimbing penelitian

untuk mendapat masukan mengenai isi pedoman wawancara. Setelah mendapat

Masukan dan koreksi dari pembimbing, peneliti membuat perbaikan

terhadap pedoman wawancara dan mempersiapkan diri untuk melakukan

wawancara.

37
Tahap perencanaa selanjutnya adalah peneliti membuat pedoman observasi

yang disusun berdasarkan hasil observasi terhadap perilaku subjek selama

wawancara dan observasi terhadap lingkungan atau setting wawancara, serta

pengarunya terhadap perilaku subjek dan pencatatan langsung yang dilakukan

pada saat peneliti melakukan observasi. Namun apabila tidak memungkinkan

maka peneliti sesegera mungkin mecatatnya setelah wawancara selesai. Peneliti

selanjutnya mencari subjek yang sesuai degan karakteristik subjek penelitian.

Untuk itu sebelum wawancara dilaksanakan peneliti bertanya kepada subjek

tentang kesiapannya untuk diwawancarai. Setelah subjek bersedia untuk

diwawancarai, peneliti membuat kesepakatan dengan subjek tersebut mengenai

waktu dan tempat untuk melakukan wawancara. Tahap perencanaan juga

mencakup: studi pendahuluan, pembuatan proposal dan lain-lain yang diperlukan

dalam penelitian. Begitupula hal-hal lain yang sekiranya diperlukan, misal: alat

tulis, perekam suara, kamera, dan sebagainya yang akan digunakan untuk

mempermudah penelitian

3.2.7.2 Tahap Pelaksanaan

Setelah medapatkan izin dari perangkat desa setempat, peneliti kemudian

mempersiapkan diri untuk melakukan pendekatan kepada responden demi

mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dalam pengumpulan data. Sebelum

melaksanakan pengamatan yang lebih mendalam dan wawancara, peneliti

berusaha menjalin keakraban dengan baik terhadap responden sehingga akan

maksimal dalam memperoleh data yang diharapkan. Selanjutnya, peneliti

melakukan pengamatan lebih mendalam, dan mengumpulkan data dari

dokumentasi. Peneliti juga membuat kesepakatan dengan subjek mengenai waktu

38
dan tempat untuk elakukan wawancara berdasarkan pedoman yang dibuat. Setelah

wawancarg dilakukan, peneliti memindahkan hasil rekaman berdasarkan

wawancara dalam pentuk verbatim tertulis. Selanjutnya peneliti melakukan

analisis data dan interpretasi data sesuai dengan langkah-langkah yang dijabarkan

pada bagian metode analisis data diakhir bab ini. Setelah itu peneliti membuat

dinamika psikologis dan kesimpulan yang dilakukan serta peneliti memberikan

saran dan rekomendasi untuk penelitian lanjutan

3.2.8 Keabsahan Data

3.2.8.1 Keabsahan Data

Triangulasi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik yang berbeda

(Nasution, 2003:115) yaitu wawancara, observasi dan dokumen. Triangulasi ini

selain digunakan untuk mengecek kebenaran data juga dilakukan untuk

memperkaya data. Menurut Nasution, selain itu triangulasi juga dapat berguna

untuk menyelidiki validitas tafsiran peneliti terhadap data, karena itu triangulasi

bersifat reflektif. Dalam riset kualitatif triangulasi merupakan proses yang harus

dilalui oleh seorang peneliti disamping proses lainnya, dimana proses ini

menentukan aspek validitas informasi yang diperoleh untuk kemudian disusun

dalam suatu penelitian. Teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai

pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan

ialah pemeriksaan melalui sumber lain. Model triangulasi diajukan untuk

menghilangkan dikotomi antara pendekatan kualitatif dan kuantitatif sehingga

benar-benar ditemukan teori yang tepat. Penyajian data dalam kualitatif sekarang

ini juga dapat dilakukan dalam berbagai jenis matriks, grafik, jaringan, dan bagan.

39
Semuanya dirancang untuk menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu

bentuk yang padu padan dan mudah diraih. Jadi, penyajian data merupakan bagian

dari analisis.

3.2.8.2 Metode Analisis Data

Analisis data merupakan bagian penting dalam penelitian. Analisa data

adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari

hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat

dipahami dengan mudah, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.

Pada umumnya, upaya analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data,

menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun ke dalam pola,

memilih mana yang penting untuk dipelajari, dan membuat kesimpulan Dalam

penelitian dengan pendekatan kualitatif, proses analisis data pada umumnya

bersifat induktif atau kombinasi dari keduanya. Induktif adalah proses penarikan

kesimpulan dari investigasi kasus yang kecil secara detail untuk mendapatkan

gambaran besarnya. Dengan kata lain data yang berupa serpihan dirangkai untuk

menghasilkan gambar besar yang menjadi simpulan. Proses induktif

memungkinkan munculnya teori baru dalam penelitian.

Dalam melakukan analisis, tahap-tahap yang dilalui oleh peneliti adalah

sebagai berikut:

1. Collecting. Pada tahapan pertama, peneliti mengumpulkan data yang

dibutuhkan dari sumber data yakni pengaruh nilai karakter Profil Pelajar

Pancasila terhadap motivasi dan prestasi belajar siswa pada sekolah

penggerak di kota Banda Aceh.

2. Categorizing. Dalam tahap ini, peneliti akan melakukan kategorisasi


40
dengan menggunakan teknik purposive sampling yakni hanya

mengambil data yang memiliki ciri-ciri atau kriteria sekolah yang

memiliki akreditasi dan program bereh.

3. Analyzing. Kemudian dalam tahapan analisa ini, peneliti menggunakan

teori discourse untuk menganalisa permasalahan-permaslaahan dan

penyebab kurangnya kepedulian siswa terhadap lingkungan sekolah dan

motivasi belajar siswa. Adapun proses analisa sesuai teori Fairclough

yakni akan difokuskan pada tiga hal yakni pertama, kosakata yang

digunakan, kedua, susunan sintaksis, dan yang ketiga, kontekstual; yakni

profil sampel penelitian.

4. Interpreting and Reporting Finding. Dari hasil analisa itu kemudian

dilakukan interpretasi oleh peneliti. Interpretasi tersebut tentunya

dihubungkan dengan fenomena program bereh, karakter Profil Pelajar

Pancasila terhadap motivasi dan prestasi belajar siswa. Selain itu,

peneliti juga akan melaporkan penemuan (findings) tentang fakta-fakta

dan hal lainnya dari hasil analisa yang dilakukan oleh peneliti.

5. Concluding. Pada tahap akhir, peneliti akan menyimpulkan dari

keseluruhan proses penelitian yang dilakukan itu mulai dari

pengumpulan, kategorisasi, analisis, interpretasi dan penemuan yang

diperoleh. Kesimpulan juga menjawab dari pertanyaan penelitian yang

dirumuskan sebelumnya.

3.2.9 Lokasi dan Jadwal Penelitian

Lokasi dan jadwal penelitian diuraikan sebagai berikut.

41
3.2.9.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian bertempat di Kota Banda Aceh.

3.2.9.2 Jadwal Penelitian

Jadwal dan waktu pelaksanaan penelitian lapangan ini dilaksanakan pada

Bulan Januari s.d Juli 2023 terlampir.

DAFTAR PUSTAKA

Akhwan, M. (2014). Pendidikan karakter: konsep dan implementasinya dalam


pembelajaran di Sekolah/Madrasah. El-Tarbawi, 8(1), 61-67.
Andayani, A., & Dahlan, Z. (2022). Konstruksi Karakter Siswa VIa Pembiasaan
Shalat Dhuha. Muallimuna: Jurnal Madrasah Ibtidaiyah, 7(2), 99-112.
Baharuddin, M. R. (2021). Adaptasi Kurikulum Merdeka Belajar Kampus
Merdeka (Fokus: Model MBKM Program Studi). Jurnal Studi Guru dan
Pembelajaran, 4(1), 195-205.

42
Fatmawati, E. (2020). Dukungan Perpustakaan Dalam Implementasi "Kampus
Merdeka Dan Merdeka Belajar." Jurnal Pustaka Ilmiah, 6(2), 1076-1087.
Fitri, M., & Susanto, H. (2022). Nilai Sosial Religi Tradisi Manopeng Pada
Masyarakat Banyiur. Kalpataru: Jurnal Sejarah dan Pembelajaran Sejarah,
7(2), 161-169.
Ismail, S., Suhana, S., & Zakiah, Q. Y. (2021). Analisis Kebijakan Penguatan
Pendidikan Karakter dalam Mewujudkan Pelajar Pancasila di Sekolah."
Jurnal Manajemen Pendidikan, 2(1), 76-84.
Juliani, A. J., & Bastian, A. (2021). Pendidikan Karakter sebagai Upaya
Wujudkan Pelajar Pancasila. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
Program Pascasarjana Universitas Pgri Palembang, 257-265.
Mariana, D. (2021). Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap efektivitas
Sekolah Penggerak dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Jurnal
Pendidikan Tambusai, 5(3), 10228-10233.
Marliyani, T., & Iskandar, S. (2022). Program Sekolah Penggerak (PSP) Terhadap
Kinerja dan Manajemen Kepala Sekolah. Jurnal Basicedu, 6(4), 6679-
6685.
Moleong Lexy J. (2010). Metodologi penelitian kualitatif. Remaja Rosdakarya.
Nizar, N. (2018). Pemikiran Etika Ibnu Miskawaih. Aqlam: Journal of Islam and
Plurality, 1(1), 49-59.
Musa, S., Nurhayati, S., Jabar, R., Sulaimawan, D., & Fauziddin, M. (2022).
Upaya dan tantangan kepala sekolah PAUD dalam mengembangkan
lembaga dan memotivasi guru untuk mengikuti program sekolah
penggerak. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(5), 4239-
4254.
Patilima, S. (2022, January). Sekolah Penggerak sebagai upaya peningkatan
kualitas pendidikan. In Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dasar.
Purwandari, E., Hadiwinarto, H., Zuhri, Z., Amzana, N., & Sriyanti, S. (2022).
Analysis of School Culture Implementation in Forming Students'
Religious Character. Jurnal basicedu, 6(1), 506-514.
Rachmawati, N., Marini, A., Nafiah, M., & Nurasiah, I. (2022). Projek Penguatan
Profil Pelajar Pancasila dalam Impelementasi Kurikulum Prototipe di
Sekolah Penggerak Jenjang Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 6(3), 3613-
3625.
Rahayu, R., Rosita, R., Rahayuningsih, Y. S., Hernawan, A. H., & Prihantini, P.
(2022). Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar di Sekolah
Penggerak. Jurnal Basicedu, 6(4), 6313-6319.

43
Rahayuningsih, S., & Rijanto, A. (2022). Upaya Peningkatan Kompetensi Kepala
Sekolah sebagai Pemimpin Pembelajaran pada Program Sekolah
Penggerak di Nganjuk. JAMU: Jurnal Abdi Masyarakat UMUS, 2(02),
120-126.
Ristek. (2020). Profil Pelajar Pancasila. Kementerian Pendidikan Dan
Kebudayaan.
Rusnaini, R, Suryaningsih, A., & Noventari, W. (2021). Intensifikasi Profil
Pelajar Pancasila dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Pribadi Siswa.
Jurnal Ketahanan Nasional, 27(2), 230-249.
Sadeli, E. H., Kartikawati, R., & Muslim, A. (2022). Implementasi Nilai-Nilai
Karakter Masyarakat Adat (Studi Kasus Masyarakat adat Desa Pekuncen).
Khazanah Pendidikan, 15(2), 145-150.
Samsudin, U., & Darmiyanti, A. (2022). Model Pendidikan Karakter dalam
Membentuk Akhlak Rasulullah pada Siswa Sekolah Dasar. Edukatif:
Jurnal Ilmu Pendidikan, 4(1), 898-908.
Silva, T. A. De. (2011). Mixed methods: A reflection of its adoption in
environmental reporting. Qualitative Research in Accounting and
Management, 8(1), 91-104.
Sinta, L., Malaikosa, Y. M. L., & Supriyanto, D. H. (2022). Implementasi
Penguatan Pendidikan Karakter pada Siswa Kelas Rendah di Sekolah
Dasar. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(4), 3193-3202.
Sumarsih, I., Marliyani, T., Hadiyansah, Y., Hernawan, A. H., & Prihantini, P.
(2022). Analisis implementasi kurikulum merdeka di sekolah penggerak
sekolah dasar. Jurnal Basicedu, 6(5), 8248-8258.
Tohir, M. (2020). Buku Panduan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka.
Wijayanti, P. S., Jamilah, F., Herawati, T. R., & Kusumaningrum, R. N. (2022).
Penguatan Penyusunan Modul Projek Profil Pelajar Pancasila Pada
Sekolah Penggerak Jenjang SMA. Abdimas Nusantara: Jurnal Pengabdian
Kepada Masyarakat, 3(2), 43-49.

44
Lampiran Jadwal Kegiatan Penelitian

Bulan / Tahun 2023

No Uraian Januari Februari Maret April Mei Juni Juli

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5

1 Penyusunan Proposal                                                          

2 Seminar Proposal                                                          

3 Pengumpulan Data                                                          

4 Analisis Data                                                          

5 Pelaporan                                                          

6 Seminar Hasil                                                          

7 Sidang Tertutup dan Terbuka                                                          

8 Finalisasi Laporan                                                          

45
TRANSKRIP WAWANCARA

NAMA :

PEKERJAAN :

ASAL INSTANSI :

DAFTAR PERTANYAAN

1. Bagaimanakah proses seleksi sekolah penggerak yang telah berjalan di


sekolah bapak/ibu?
2. Apakah pengawas sekolah terlibat dalam proses seleksi sekolah
penggerak ?
3. Bagaimanakah peran kepala sekolah dan pengawas pada sekolah
penggerak ?
4. Bagaimana dampak program sekolah penggerak terhadap kepala
sekolah, pengawas, guru dan peserta didik ?
5. Apa yang dilakukan kepala sekolah dan pengawas sekolah dalam
upaya meningkatkan kompetensi guru ?
6. Apa yang dilakukan guru dalam upaya menumbuhkan karakter Profil
Pelajar Pancasila dalam diri peserta didik ?
7. Bagaimanakah pelaksanaan diferensiasi pembelajaran disekolah
Bapak/Ibu ?
8. Bagaimanakah model penguatan pendidikan karakter religi pada
sekolah Bapak/Ibu ?
9. Faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat dalam
peningkatan motivasi, prestasi belajar dan mutu lulusan ?
10. Strategi apa / model penguatan seperti apayang telah bapak/ibu
lakukan untuk meningkatkan nilai karakter religi pada sekolah
penggerak ?

46

Anda mungkin juga menyukai