Anda di halaman 1dari 69

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Shorinji Kempo atau biasa dikenal dengan sebutan Kempo merupakan

salah satu cabang olahraga prestasi yang banyak diminati dan cukup pesat

perkembangannya di Indonesia. Shorinji Kempo adalah salah satu seni

beladiri yang berasal dari Jepang, yang berpusat di Kuil Tadotsu. Shorinji

kempo masuk ke Indonesia pada tahun 1964, sejak saat itu ajarannya mulai

dikenal masyarakat, bahkan dipertandingkan di Event Nasional seperti Pekan

Olahraga Nasional (PON), SEAGAMES 2011 Indonesia dan 2013 Myanmar.

Teknik dasar dalam Shorinji kempo ialah memukul, menendang, menangkis,

kuncian, dan bantingan. Tekniknya sangat spesifik dan membutuhkan

kemampuan fisik, terutama motorik yang baik. Seorang kenshi sebaiknya

menguasai teknik dasar yang benar, agar mampu melakukan gerakan dengan

baik. Teknik dasar menentukan seorang kenshi dalam meningkatkan mutu

gerakannya. Shorinji kempo mempunyai banyak teknik. (Tokuhon. 2018:).

Teknik Shorinji Kempo dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu Goho

(metode keras) dan Juho (metode lunak). Goho lebih dipusatkan kepada

Teknik menyerang` dan melawan sedangkan Juho dipusatkan pada pertahanan


2

(Hanif, 2016). Kemudian dalam mempraktekkan dan mengaplikasikan Teknik

beladiri Shorinji Kempo seorang Kenshi (anak Kempo) diwajibkan untuk

memahami falsafah beladiri “taklukkan dirimu sebelum menaklukkan orang

lain” (Hanif, 2016).

Pada olahraga bela diri kempo ini terdapat dua nomor pertandingan

yaitu Embu dan Randori (Hanif, 2016) . Embu merupakan rangkaian jurus

atau waza yang terdiri dari enam komposisi yang dimainkan selama dua

menit. Jurus atau waza yang dimainkan harus sesuai dengan tingkatan sabuk,

tidak boleh memakai jurus atau waza yang terdapat di tingkatan atasnya

(Hanif, 2016). Dalam gerakan embu terdapat pola gerakan yang indah, tapi

tidak mematikan unsur bertarungnya. Wasit yang mengamati pertandingan

embu sebanyak lima wasit. Sedangkan randori merupakan nomor

pertandingan tarung atau fight (Hanif, 2016). Dalam randori kelas dibagi

menurut berat badan, perbandingan setiap kelas dibagi setiap 5 kg per kelas

pertandingan. Sama dengan embu, randori juga dimainkan selama dua menit.

Akan tetapi saat wasit memberhentikan pertarungan maka waktu pun berhenti

dan akan dimulai kembali setelah aba-aba dari wasit. Anak randori bertarung

di lapangan dengan menggunakan do, hand glove, head protector dan kinteki

do.

Sama seperti cabang olahraga lainnya, shorinji kempo juga memiliki

komponen fisik dalam menunjang anak.10 komponen fisik tersebut terdiri


3

atas:

1) kekuatan (strength),

2) daya tahan (endurance),

3) daya ledak (power),

4) kecepatan (speed),

5) kelentukan (flexibility),

6) kelincahan (agility),

7) keseimbangan (balance),

8) koordinasi (coordination),

9) ketepatan (accuracy) dan

10) reaksi (reaction) (Bompa & Haff, 2009).

Tidak hanya komponen fisik yang harus diperlukan pada seorang anak

untuk menunjang performanya, melainkan juga teknik dasar yang harus

dimiliki setiap anak dalam olahraga shorinji kempo yang terdiri dari :

1) Goho: teknik keras yang bertujuan untuk menangkis, memutar

serangan, dan menghindar.

2) Juho: teknik yang berfokus untuk mengelak, membanting. dan

mengunci untuk menghilangkan keseimbangan lawan.

3) Zazen: teknik yang memfokuskan pada kekuatan mental,

pengaturan pikiran serta napas.


4

4) Taisabaki: teknik untuk menghindari tendangan atau pukulan

dengan mengubah arah tubuh

Salah satu hal yang harus diutamakan dalam pembinaan usia ini adalah

teknik memukul, menendang, dan membanting, dapat dilihat dari anak kempo

harus memiliki teknik ini karena salah satu faktor penting pada anak shorinji

kempo. maka dari itu dalam pembinaan usia remaja perlu diajarkan secara

detail teknik memukul, menendang, dan membanting yang benar dan baik ini

perlunya pelatih yang harus memahami dengan baik mulai bagaimana posisi

awalan untuk melakukan teknik tersebut sehingga teknik ini dilakukan dengan

baik dan ini akan terus dilatih dalam latihan.

Aplikasinya untuk dapat menguji anak kempo ialah dalam

pertandingan ini akan terlihat teknik dasarnya apakah sudah baik dalam

mengesekusi teknik memukul, menendang, dan membanting dan dalam

pertandingan pelatih mengobservasi teknik tersebut sehingga sebagai bahan

evaluasi didalam latihan teknik dasar.

Pada usia remaja adalah usia emas dalam perkembangan anak untuk

meningkatkan kualitas dirinya. Bermain adalah hak mutlak bagi anak yang

harus mereka rasakan. Dengan bermain anak-anak juga memacu untuk lebih

aktif bergerak sehingga jantung di tuntut untuk berdetak kencan. Kegiatan

bermain merupakan kegiatan yang penting bagi anak, melalui anak-anak dapat

memperoleh kegiatan fisik, proses berpikir memahami dan mengikuti


5

peraturan, belajar bersosialisasi dan bekerja sama dengan anak yang lain

(Erwin, 2008)

Bermain merupakan sebuah aktivitas yang sangat di gemari oleh anak-

anak maupun orang dewasa. Karena bermain dilakukan dengan cara-cara yang

menyenangkan, tidak berorientasi pada hasil akhir, dan tidak terikat waktu

atau kapanpun bisa dilakukan. Bermain bukanlah aktivitas yang dilakukan

untuk menyenangkan orang lain, melainkan berdasarkan keinginan sendiri

tanpa adanya paksaan. Menurut John Amos Comenesius, Bermain merupakan

cara yang paling baik untuk anak belajar, karena melalui permainan anak akan

belajar banyak hal, menemukan pengetahuan, memiliki pengalaman, dan

menambah kreativitasnya (Yenima , 2012).

Untuk saat ini pelatih harus kreatif dalam pengembangan membuat

program latihan mulai dari mudahnya anak menangkap atau menerima

program latihan yang diberikan sehingga anak dapat melakukan latihan

dengan baik, banyaknya metode atau cara melatih sekarang ini dengan

berkembangnya jaman pelatihan harus mempunyai program yang bisa

memudahkan didalam pengembangan latihan.

Dalam Penulisan ini, Peneliti akan meneliti anak shorinji kempo

dituntut untuk memiliki teknik dasar yang baik maka untuk perkembangan

anak usia remaja terutama usia 10-14 tahun ini perlu perlakuan khusus untuk

dapat dikembangkan secara modern sehingga anak dapat menerima latihan


6

dengan baik dan ini akan memberikan dampak positif sehingga anak dapat

menangkap dan menerima materi yang diberikan. Oleh karena itu, peneliti

mencoba mengangkat masalah ini dengan membuat „Model Latihan Shorinji

Kempo Usia Anak 10-14 Tahun Berbasis Fun Game Pada Dojo Rorotan

Jakarta Utara‟ yang diharapkan dapat mempermudah dan memahami materi

yang nantinya akan diberikan.

Berdasarkan permasalahan diatas, peneliti melihat pentingnya latihan

berbasis fun game/permainan. Maka peneliti memutuskan untuk membuat

„Model Latihan Shorinji Kempo Usia Anak 10-14 Tahun Berbasis Fun Game

Pada Dojo Rorotan Jakarta Utara‟

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas maka

penelitian ini difokuskan untuk membuat Model Latihan Shorinji Kempo Usia

Anak 10-14 Tahun Berbasis Fun Game Pada Dojo Rorotan Jakarta Utara

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian yang telah di

temukan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut: Bagaimana Model Latihan Shorinji Kempo Usia Anak 10-14 Tahun

Berbasis Fun Game Pada Dojo Rorotan Jakarta Utara ?


7

D. Kegunaan Hasil Penelitian

Adapun kegunaan hasil penelitian ini berdasarkan rumusan masalah di

atas antara lain sebagai berikut :

1. Menambah pengetahuan dan pengalaman baru yang dapat


dijadikan sebagai bekal ketika memasuki dunia kerja.

2. Meningkatkan kualitas dan kreatifitas dalam membuat program


sehingga mampu memberikan suasana latihan yang lebih

menyenangkan.

3. Sebagai referensi dalam memberikan pembelajaran yang


menarik, efektif dan efesien kepada peserta didik.

4. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca.


5. Meningkatkan kualitas dan kreatifitas dalam membuat program

sehingga mampu memberikan suasana latihan yang lebih

menyenangkan.
8

BAB II

KAJIAN TEORETIK

A. Konsep Pengembangan Model

Pendidikan merupakan kegiatan yang berurusan dengan manusia.

Pendidikan sebagai kegiatan yang bertujuan mengembangkan harkat martabat

manusia. Penelitian merupakan hal yang penting dalam ilmu pengetahuan dan

pendidikan. Semua penelitian memiliki tujuan utama yang sama yaitu untuk

memperoleh pengetahuan yang berdasarkan bukti-bukti empiris, hasil

penelitian dimaksudkan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang bisa di

gunakan langsung yang bisa di gunakan secara praktis.

Menurut Nazir (2005) Penelitian adalah terjemaan dari kata Inggris

research yang berarti mencari dengan arti sebenarnya adalah mencari kembali.

Secara ilmiah bahwa penelitian merupakan suatu upaya untuk mencari

jawaban terhadap masalah yang di hadapi dengan secara cermat, terukur dan

terarah. Salah satu kegiatan penelitian adalah pengumpulan data. Penelitian di

pahami pula sebagai cara mengamati dan memiliki tujuan untuk mencari

jawaban terhadap permasalahan atau dapat pula diartikan sebagai usaha

seseorang yang di lakukan secara sistematis mengikuti aturan-aturan

metodologi misalnya observasi secara sistematis, di kontrol, dan mendasarkan

pada teori yang ada dan diperkuat dengan gejala yang ada (Sukardi, 2005).
9

Sehingga dapat di simpulkan bahwa penelitian merupakan usaha sadar yang di

lakukan oleh seseorang untuk mendeskripsikan atau menganalisis suatu hal

yang melibatkan sejumlah instrumen dan memiliki prosedur ilmiah.

Penelitian & pengembangan (Research and Development/R&D) dalam

pendidikan merupakan proses yang di terapkan guna pengembangan dan

validasi produk pendidikan. Penelitian pengembangan merupakan penelitian

untuk mengembangkan suatu produk menjadi lebih baik. Penelitian

pengembangan memiliki tujuan untuk menemukan, mengembangkan dan

memvalidasi suatu produk. Untuk dapat menghasilkan produk tertentu

digunakan penelitian yang bersifat analisis kebutuhan dan untuk menguji

keefektifan produk tersebut supaya dapat berfungsi di masyarakat luas, maka

diperlukan penelitian untuk menguji keefektifan produk tersebut.

Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli diatas dapat disimpulkan

bahwa penelitian dan pengembangan merupakan kegiatan ilmiah untuk

mengembangkan produk yang telah ada menjadi produk baru yang lebih baik

dan untuk memenuhi permintaan atau kebutuhan pasar, dilakukan dengan cara

mencari, menyelidiki, dan mencoba suatu produk yang akan dikembangkan

baik dalam hal Pendidikan atau teknologi dengan menggunakan ilmu

pengetahuan.
10

Dalam penelitian research and development terdapat beberapa model yang

dapat digunakan sebagai panduan dalam mengembangkan suatu produk model

pembelajaran diantaranya:

a. Model Pengembangan Borg dan Gall Menurut (Borg & Gall, 1983)

Model pengembangan ini menggunakan alur air terjun (waterfall) pada

tahap pengembangannya. Model pengembangan Borg dan Gall ini memiliki

tahap-tahap yang relatif panjang karena terdapat 10 langkah pelaksanaan.

Langkah tersebut ditunjukkan pada bagan berikut:

Gambar 1.

Model

Penelitian

Pengemba

ngan

(Borg &

Gall, 1983)

Sumber: Amali et al., 2019


11

kemudian menjelaskan secara rinci tiap langkah yang diuraikan di atas

sebagai berikut :

1. Melakukan penelitian pendahuluan. Untuk mengumpulkan informasi kajian

pustaka, pengamatan kelas identifikasi permasalahan yang di jumpai dalam

pembelajaran dan merangkum permasalahan. Langkah pertama ini meliputi

analisis kebutuhan, studi pustaka, studi literature, penelitian skala kecil dan

standar laporan yang dibutuhkan.

2. Melakukan perencanaan dan uji ahli atau uji coba skala kecil atau expert

judgement. Setelah studi pendahuluan, pengembang melanjutkan langkah kedua,

yaitu merencanakan penelitian. Perencanaan penelitian R&D meliputi

merumuskan tujuan penelitian, memperkirakan dana, tenaga dan waktu,

merumuskan kualifikasi peneliti dan bentuk-bentuk partisipasinya dalam

penelitian.

3. Mengembangkan jenis atau bentuk produk awal. Tahap ini meliputi penyiapan

materi pembelajaran, penyusunan buku pegangan, dan perangkat evaluasi.

4. Melakukan uji lapangan tahap awal. Pada langkah ini dilakukan pengumpulan

data/informasi dengan menggunakan observasi, wawancara dan kuisioner, lalu

dilanjutkan dengan analisa data.


12

5. Melakukan revisi terhadap produk utama berdasarkan masukan dan saransaran

dari hasil uji lapangan awal. Langkah ini merupakan perbaikan model atau desain

berdasarkan uji lapangan terbatas.

6. Melakukan uji coba lapangan utama. Langkah ini meliputi melakukan uji

efektivitas desain produk, uji efektivitas desain, pada umumnya, menggunakan

teknik eksperimen model pengulangan, hasil uji lapangan adalah diperoleh desain

yang efektif.

7. Melakukan revisi terhadap produk operasional, berdasarkan masukan dan saran-

saran hasil uji lapangan utama. Langkah ini merupakan perbaikan kedua setelah

dilakukan uji lapangan yang lebih luas dari uji lapangan yang pertama.

Penyempurnaan produk dari hasil uji lapangan lebih luas ini akan lebih

memantapkan produk yang kita kembangkan

8. Melakukan uji lapangan operasional dan data dikumpulkan melalui wawancara,

observasi, dan kuisioner. Langkah ini meliputi sebaiknya dilakukan dengan skala

besar, melakukan uji efektivitas dan adaptabilitas desain produk, uji efektivitas

dan adaptabilitas desain melibatkan para calon pemakai produk, hasil uji lapangan

adalah diperoleh model desain yang siap diterapkan.

9. Melakukan revisi terhadap produk akhir berdasarkan saran dalam ujicoba

lapangan. Langkah ini akan lebih menyempurnakan produk yang sedang

dikembangkan. Penyempurnaan produk akhir dipandang perlu untuk lebih

akuratnya produk yang dikembangkan.


13

10. Mendesiminasikan dan mengimplementasikan produk, melaporkan dan

menyebarluaskan produk melalui pertemuan dan jurnal ilmiah, bekerja sama

dengan penerbit buku untuk sosialisasi produk resmi. Memberikan/menyajikan

hasil penelitian melalui forum-forum ilmiah, ataupun melalui mediamasa.

Distribusi produk harus dilakukan setelah melalui quality control .

b. Model Pengembangan ADDIE

ADDIE Model yang merupakan salah satu model desain pembelajaran

sistematik. Romiszowski (1996) mengemukakan bahwa pada tingkat desain

materi pembelajaran dan pengembangan, sistematika sebagai aspek prosedural

pendekatan sistem telah diwujudkan dalam banyak praktik metodologi untuk

desain dan pengembangan teks, materi audiovisual, dan materi pembelajaran

berbasis komputer. Pemilihan model ini didasari atas pertimbangan bahwa

model ini dikembangkan secara sistematis dan berpijak pada landasan teoretis

desain pembelajaran.

Model ini disusun secara terprogram dengan urutan-urutan kegiatan yang

sistematis dalam upaya pemecahan masalah belajar yang berkaitan dengan

sumber belajar yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik pebelajar.

Model ini terdiri atas lima langkah, yaitu: (1) analisis (analyze), (2)

perancangan (design), (3) pengembangan (development), (4) implementasi


14

(implementation), dan (5) evaluasi (evaluation). Secara visual tahapan ADDIE

Model dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Tahapan ADDIE Model (Sumber: Anglada, 2007)

Model ADDIE dikembangkan oleh Dick and Carry (1996) untuk merancang

sistem pembelajaran. Kemudian dijabarkan dengan secara rinci

langkahlangkahnya, berikut langkah penelitian ADDIE antara lain:

1. Analyze (Analisis)

Pada tahap ini, peneliti melakukan analisis kompetensi yang dituntut kepada

peserta didik, karakteristik peserta didik tentang kapasitas belajarnya,

pengetahuan ketrampilan, sikap dan melakukan analisis materi sesuai dengan

tuntutan kompetensi.
15

2. Design (Desain)

Dalam perancangan model pembelajaran, tahap desain memiliki kemiripan

dengan merancang kegiatan belajar mengajar. Pada tahap perancangan difokuskan

pada pemilihan materi yang sesuai dengan karakteristik peserta didik. Rancangan

model pembelajaran ini masih bersifat konseptual dan akan mendasari proses

pengembangan berikutnya.

3. Develompment (Pengembangan)

Development dalam model ADDIE berisi kegiatan realisasi rancangan produk.

Dalam tahap design telah dirancang penggunaan model baru yang masih

konseptual. Pada tahap pengembangan, kerangka yang masih konseptual tersebut

direalisasikan kedalam bentuk fisik sehingga menghasilkan prototype produk

pengembangan.

4. Implementation (implementasi)

Hasil dari pengembangan kemudian diterapkan dalam pembelajaran untuk

mengetahui kualitasnya meliputi keefektifan, kemenarikan dan efisiensi

pembelajaran. Setelah penerapan model kemudian dilakukan evaluasi awal untuk

memberi umpan balik pada penerapan model berikutnya

5. Evaluation (Evaluasi)

Evaluasi dilakukan dalam dua bentuk yaitu evaluasi formatif dan sumatif.

Evaluasi formatif dilakukan untuk mengumpulkan data pada setiap tahapan.


16

Evaluasi sumatif dilakukan pada akhir program untuk mengetahui pengaruhnya

terhadap hasil belajar.

c. Model Pengembangan Dick and Karey

Model Pengembangan ini menggunakan model pendekatan sistem (system

approach models) yaitu sebuah sistem prosedural yang bekerja dengan

prinsip, suatu tahapan akan menerima masukan dari tahapan sebelumnya dan

menghasilkan keluaran untuk tahap berikutnya, sehingga semua komponen

tersebut bekerja bersama-sama untuk memenuhi dan menghasilkan suatu

pembelajaran yang efektif (Dick Walter, Caey Lou, 2009). Model tersebut

dilengkapi dengan tahap evaluasi yang dapat membantu dalam menentukan

apakah ada sesuatu yang salah dan bagaimana cara untuk memperbaiki dan

meningkatkannya. System approach models merupakan sebuah model yang

digunakan untuk mendesain materi pembelajaran. Model yang dikemukakan

memiliki komponen yang tidak selengkap model-model pengembangan yang

lain, tetapi tersusun dari komponen-komponen utama dalam model-model

yang lain. Desain dan proses dalam model ini mengacu pada Instructional

Systems Development (ISD). Komponen dalam system approach models


17

(rancangan model pengembangan) menurut Dick and Carey terdiri dari 10

tahap (Dick Walter, Caey Lou, 2009), yakni:

Sumber: Dick Walter, Carey Lou dan Carey James. 2001.

The Systematic Design Of Instruction. Addison-Wesley Educational Publishers. New York

Komponen dalam system approach models (rancangan model

pengembangan) menurut Dick and Carey terdiri dari 10 tahap, yaitu : (Dicky &

Lou, 2009).

1. Mendefinisikan tujuan umum pembelajaran (assess needs to identify goals)

2.)Melaksanakan analisis pembelajaran (conduct intructional analysis)

3.Mengidentifikasi karakter anak (Analysis learners and contexts)

4. Merumuskan tujuan media (write performance objectives)

5. Mengembangkan referensi kriteria tes (develop assesment intruments)


18

6. Mengembangkan strategi pembelajaran (develop intructional strategy)

7. Memilih dan mengembangkan materi pembelajaran (develop and select

intructional materials)

8. Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif (design and conduct the

dormative evaluation of instruction)

9. Merevisi media pembelajaran (revisi intruction)

10. Melaksanakan evaluasi sumatif (design and conduct summative evaluation)

d. Model Pengembangan Kemp

Jerold E. Kemp berasal dari California State University di Sanjose. Kemp

mengembangkan model desain instruksional yang paling awal bagi

pendidikan. Model Kemp memberikan bimbingan kepada para anaknya untuk

berpikir tentang masalah-masalah umum dan tujuan-tujuan pembelajaran.

Model ini juga mengarahkan para pengembang desain instruksional untuk

melihat karakteristik para anak serta menentukan tujuan-tujuan belajar yang

tepat. Langkah berikutnya adalah spesifikasi isi pelajaran dan

mengembangkan pretest dari tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Selanjutnya

adalah menetakan strategi dan langkah-langkah dalam kegiatan belajar

mengajar serta sumber-sumber belajar yang akan digunakan. Selanjutnya,

materi/isi (content) kemudian dievaluasi atas dasar tujuan-tujuan yang telah

dirumuskan. Langkah berikutnya adalah melakukan identifikasi dan revisi

didasarkan atas hasil-hasil evaluasi. (Gangster, 2011).


19

Menurut Kemp, desain pembelajaran terdiri dari banyak bagian dan

fungsi yang saling berhubungan dan mesti dikerjakan secara logis agar

mencapai apa yang diinginkan. Berorientasi pada perancangan pembelajaran

yang menyeluruh. Sehingga guru sekolah dasar dan sekolah menengah, dosen

perguruan tinggi, pelatih di bidang industry, serta ahli media yang akan

bekerja sebagai perancang pembelajaran.

Model Kemp adalah sebuah pendekatan yang mengutamakan sebuah

alur yang dijadikan pedoman dalam penyusunan perencanaan program.

Dimana alur tersebut merupakan rangkaian yang sistematis yang

menghubungkan tujuan hingga tahap evaluasi. Komponen-komponen dalam

model pembelajaran Kemp ini dapat berdiri sendiri, sehingga sewaktu-waktu

tiap komponennya dapat dilakukan revisi. Menurut Miarso dan Soekamto,

model pembelajaran Kemp dapat digunakan di semua tingkat pendidikan,

mulai dari Sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Ada 4 unsur yang

merupakan dasar dalam membuat model Kemp sebagai berikut :

1. Untuk siapa program itu dirancang? (ciri pebelajar)

2. Apa yang harus dipelajari? (tujuan yang akan dicapai)

3. Bagaimana isi bidang studi dapat dipelajari dengan baik?

(metode/strategi pembelajaran)

4. Bagaimana mengetahui bahwa proses belajar telah berlangsung?

(evaluasi) (Hepi, 2011)


20

Model desain sistem pembelajaran yang dikemukakan oleh Jerold E.

kemp dkk. (2001) berbentuk lingkaran atau Cycle. Menurut mereka, model

berbentuk lingkaran menunjukkan adanya proses kontinyu dalam menerapkan

desain system pembelajaran. Pada dasarnya, perencanaan dalam desain

pembelajaran terdiri atas delapan langkah sebagai berikut:

Sumber: https://saa.fai.um-surabaya.ac.id/design-pembelajaran-model-kemp

1. Menentukan tujuan dan daftar topik,menetapkan tujuan umum untuk

pembelajaran tiap topiknya.

2. Menganalisis karakteristik pelajar, untuk siapa pembelajaran tersebut

didesain.

3. Menetapkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan syarat

dampaknya dapat dijadikan tolak ukur perilaku pelajar.


21

4. Menentukan isi meteri pelajaran yang dapat mendukung tiap tujuan.

5. Pengembangan prapenilaian/ penilaian awal untuk menentukan latar

belakang pelajar dan pemberian level pengetahuan terhadap suatu topik.

6. Memilih aktivitas pembelajaran dan sumber pembelajaran yang

menyenagkan atau menentukan strategi belajar-mengajar, jadi anak anak

akan mudah menyelesaikan tujuan yang diharapkan.

7. Mengkoordinasi dukungan pelayanan atau sarana penunjang yang

meliputi personalia, fasilitas-fasilitas, perlengkapan, dan jadwal untuk

melaksanakan rencana pembelajaran.

8. Mengevaluasi pembelajaran anak dengan syarat mereka menyelesaikan

pembelajaran serta melihat kesalahan-kesalahan dan peninjauan kembali

beberapa fase dari perencanaan yang membutuhkan perbaikan (Hepi,

2011).

B. Konsep Model yang Dikembangkan

Metode fun games atau disebut dengan permainan dapat memberikan

kretifitas peluang bagi pelatih untuk mengembangkan anak kearah yang lebih

baik dari pada mengunakan pendekatan yang berfokus pada teknik.

Pengalaman para pelatih juga menunjukkan bahwa ada sejumlah tantangan

yang terlibat dalam implementasi games yaitu berupa kesenangan (Richard

Light 2004;Hidayat, R 2020; Soniawan, V., & Irawan, R.

2018).Keyakinan mereka tentang pembinaan yang baik. Lebih khusus itu


22

menunjukkan bahwa pendekatan games yang berpusat pada anak lebih baik

dari pemlatihanan yang dikembangkan melalui keterlibatan mereka

dalam olahraga yang sifatnya menonton (R Evans 2006;Barlian, E. 2020).

Game juga dapat menjadi pengalaman membuat makna yang kuat

bagi para anak, tetapi hanya jika kita memahami bahwa apa yang

membuat game menyenangkan juga dapat membuatnya bermakna

(Schaller, D. T. 2011).Gajadhar, B. J., De Kort, Y. A., & Ijsselsteijn, W. A.

(2008), mengatakan bahwa, game menghadirkan mode permainan yang

lebih terstruktur dan berdasarkan aturan, dan seringkali lebih diarahkan

pada tujuan. Jadi, Perspektif empiris ini dapat membuahkan hasil karena

menjembatani artefak permainan dan pengalaman anak dengan memeriksa

interaksi dari waktu ke waktu yang diadopsi dan diadaptasi oleh anak

itu sendiri. Oleh sebab itu, metode fun games dapat dijadikan untuk

memberikan suasana latihan yang berbeda sebelumnya untuk

Dalam penelitian ini peneliti akan mengambil model pengembangan

ADDIE sebagai pedoman dalam Model Latihan Shorinji Kempo Usia Anak

10-14 Tahun Berbasis Fun Game Pada Dojo Rorotan Jakarta Utara. Hal ini

karena model pengembangan ADDIE mendesain dan mengembangkan model

latihan secara efektif dan efisien, model pengembangan ADDIE juga bersifat

sederhana dan dapat dilakukan secara bertahap untuk mewujudkan program

pembelajaran yang mampu diterima dengan baik, selain itu model


23

pengembangan ADDIE memiliki detail pada setiap tahapnya. Dengan lima

tahapan yang ada didalam model pengembangan ADDIE yang sesuai dengan

namanya, peneliti merasa bahwa penelitian ADDIE lebih memudahkan dalam

proses penelitian dan akan lebih memudahkan dalam menerima

pengembangan Model Latihan Shorinji Kempo Usia Anak 10-14 Tahun

Berbasis Fun Game Pada Dojo Rorotan Jakarta Utara. Selain itu model

ADDIE juga memiliki sifat umum yang bertujuan untuk mudah dipahami dan

dimengerti. Model ADDIE memiliki tahapan uji coba sebelum di

implementasikan pada produk akhir sehingga lebih mudah dipelajari dan

dimiliki struktur yang sistematis.

Adapun sintesis dalam kontrak dan konsep penelitian model yang

dikembangkan dapat disimpulkan sebagai penelitian yang menghasilkan suatu

produk yang telah dilakukan analisis terlebih dahulu tingkat keefektifannya.

Dalam model latihan yang diawali dengan analisis kebutuhan yang ada di

lapangan, kemudian pengembangan produk dan uji ahli. Produk dievaluasi

dan direvisi dari hasil uji ahli. Dalam penelitian ini yang akan dikembangkan

adalah produk berupa Model Latihan Shorinji Kempo Usia Anak 10-14 Tahun

Berbasis Fun Game Pada Dojo Rorotan Jakarta Utara.

C. Kerangka Teoritik

1. Hakikat Model Latihan


24

Model seperti di jelaskan oleh Harjanto adalah model diartikan sebagai

kerangka konseptual yang tidak sembarang digunakan sebagai pedoman atau

acuan dalam melakukan kegiatan, model dasar dipakai untuk menunjukan

model yang generik yang berarti umum dan mendasar yang dijadikan titik

tolak pengembangan model yang lebih lanjut dalam arti lebih rumit dan dalam

arti lebih baru (Harjanto, 2008). Menurut Harjanto model dapat digunakan

untuk mengorganisasikan berbagai sumber kemudian dipakai sebagai stimulus

untuk mengembnagkan hipotesis dan mengembangkan teori ke dalam istilah

/keadaan yang kongkrit untuk menerapkannya pada praktik atau menguji

teori.

Menurut Slameto, Kata “Model” berasal dari bahasa Inggris Model, yang

bermakna bentuk atau kerangka sebuah konseptual yang digunakan sebagai

pedoman atau acuan dalam melakukan sesuatu kegiatan. Dalam pengertian

lain “model” juga diartikan sebagai barang atau benda tiruan dari benda

sesungguhnya, misalnya “globe” merupakan bentuk dari bumi. Dalam uraian

selanjutnya istilah “model” digunakan untuk menunjukan pengertian pertama

sebagai kerangka proses pemikiran. Sedangkan “model dasar” dipakai untuk

menunjukan model yang “generik” yang berarti umum dan mendasar yang

dijadikan titik tolak pengembangan model lanjut dalam artian lebih rumit dan

dalam artian lebih baru. Model juga diartikan sebagai suatau perangkat dari

bagian-bagian yang diikat atau dipersatukan oleh beberapa bentuk hubungan


25

yang saling mempengaruhi. Contohnya sistem tata surya, sistem pencernaan,

sistem kekerabatan.

Istilah latihan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yang mengandung

beberapa makna seperti: practice, exercises, dan training. Dalam istilah bahasa

indonesia kata-kata tersebut semuanya memiliki kata yang sama yaitu latihan.

Namun dalam bahasa Inggris kenyataannya setiap kata tersebut memiliki

maksud yang berbeda-beda (Syafruddin, 2009). Dari beberapa istilah tersebut,

setelah diaplikasikan di lapangan memang tampak sama kegiatannya, yaitu

aktivitas fisik.

Menurut Emral Definisi latihan yang berasal dari kata practice adalah

aktivitas untuk meningkatkan keterampilan (kemahiran) berolahraga dengan

menggunakan berbagai peralatan sesuai dengan tujuan dan kebutuhan cabang

olahraganya. Artinya, selama dalam kegiatan proses latihan agar dapat

menguasai keterampilan gerak cabang olahraganya selalu dibantu dengan

menggunakan berbagai peralatan pendukung (Emral: 2017).

Definisi latihan berasal dari kata training adalah penerapan dari suatu

perencanaan untuk meningkatkan kemampuan berolahraga yang berisikan

materi teori dan praktek, metode, dan aturan pelaksanaan sesuai dengan tujuan

dan sasaran yang akan di capai. Latihan di peroleh dengan cara

menggabungkan tiga faktor yaitu intensitas, frekuensi dan lama latihan.


26

Walaupun tiga factor ini memiliki kualitas sendiri-sendiri, tetapi semua harus

dipertimbangkan dalam menyesuaikan kondisi saat latihan.

Definisi latihan yang berasal dari kata exercises adalah perangkat utama

dalam dalam proses latihan harian yang meningkatkan kualitas fungsi sistem

organ tubuh manusia, sehingga mempermudah olahragawan dalam

penyempurnaan geraknya. Latihan merupakan proses pengakumulasian dan

berbagai variabel berbagai kegiatan seperti: durasi, jarak, frekuensi, jumlah

ulangan pembebanan, tempo melakukan, intensitas, volume, pemberian waktu

istirahat, dan kepadatan latihan (Sukadiyanto, 2005: 23). Bompa mengatakan

bahwa latihan merupakan suatu kegiatan olahraga yang sistematis dalam

waktu yang panjang, ditingkatkan secara bertahap dan perorangan, bertujuan

membentuk manusia yang berfungsi fisiologi dan psikologinya untuk

memenuhi tuntutan tugas (Bompa, 2009).

Nanang dan Enur Nurdin menyimpulkan bahwa suatu aktivitas dikatakan

latihan apabila mangandung unsur-unsur: 1) Aktivitas dilakukan secara

sistematis, 2) Waktunya relatif lama, 3) Dilakukan berulang-ulang dan 4)

Adanya penambahan beban latihan yang progresif (over load) (Nanag & Enur,

2010). Dengan demikian pengertian latihan dapat disimpulkan sebagai suatu

proses penyempurnaan kemampuan berolahraga yang berisikan materi teori

dan praktek, menggunakan metode dan aturan pelaksanaan dengan


27

pendekatan ilmiah, memakai prinsip pendidikan yang terencana dan teratur,

sehingga tujuan latihan dapat di capai tepat pada waktunya.

Latihan yang baik adalah latihan yang dirancang secara sistematis dengan

mengikuti karakteristik cabang olahragawannya, ketersediaan waktunya, dan

anak yang akan dibinanya (Ria, 2010). Tujuan perencanaan latihan adalah 1)

merangsang adaptasi fisiologis yang maksimal pada waktu yang ditentukan

selama masa kompetisi utama; 2) mempersiapkan anak pada level kesiapan

yang kompleks dalam membangun keterampilan, kemampuan biomotor, ciri-

ciri psikologi, dan mengatur tingkat kelelahan Artinya, latihan tidak hanya

melatih otot yang digunakan dalam melakukan gerakan saja, tapi otot

antagonis atau yang berdektan juga harus dilatih. Hak tersebut bertujuan

untuk menghindari ketidak-seimbangan kemampan otot yang menanggung

beban selama aktivitas kerja berlangsung. Sebab ketidak seimbangan dapat

mengakibatkan cidra pada otot itu sendiri. Dengan melatih otot yang

berdekatan dan yang antagonis akan membantu bila otot penggerak utama

mengalami kelelahan. Terutama pada cabang olahraga yang dominan

dilakukan secara gerak siklus.

Komponen utama yang diperlukan untuk memvariasi latihan adalah

perbandingan antara kerja dan istirahat, model dan metode latihan, dan latihan

berat dan ringan. Selain itu ada yang mudah ke sulit, dan dari kuantitas ke

kualitas. Proses adaptasi akan terjadi dengan baik bila aktivitas latihan (kerja)
28

diimbangi oleh waktu istirahat, intensitas yang berat diimbangi dengan

rendah. Selain itu salah satu cara untuk memvariasikan latihan dapat dengan

mengubah bentuk, tempat, sarana dan prasarana latihan, atau tempat berlatih.

Meskipun unsur-unsur tersebut di atas dapat diubah, tetapi tujuan utama

latihan tentu tidak boleh berubah. Oleh karena itu variasi latihan menekankan

pada pemeliharaan keadaan secara psikologi olahragawan agar tetap

bersemangat dalam latihan. Latihan yang berasal yang berasal dari kata

training adalah suatu proses penyempurnaan kemampuan berolahraga yang

berisikan materi teori dan praktik menggunakan metode dan aturan

pelaksanaan dengan pendekatan ilmiah, memakai prinsip-prinsip latihan dan

teratur.

2. Hakikat Permainan

Permainan dapat di lakukan dengan memgabungkan beberapa model

gerakkan yang dapat dilakukan oleh seorang anak, dan memiliki banyak

manfaat dari sebuah permainan, seperti kelincahaan, kekuatan, kecepatan serta

meningkatan koordinasi berpikir yang baik bagi anak (Herodotou et al.,

2012). Permainan dapat diartikan sebagai salah satu sarana yang bisa

dijadikan sebagai jalan untuk mengtranserkan ilmu kepada peserta didik

(Anjani, 2012) Permainan dalam bahasa Inggris Game adalah sebentuk karya

seni di mana peserta, yang disebut pemain membuat keputusan untuk


29

mengelola sumber daya yang dimilikinya melalui benda di dalam permainan

tersebut untuk mencapai tujuan (Costikyan, 2013) Dalam permainan terdapat

juga pendidikan yang meliputi intelektual, sosial, moral, dan emosional pada

seorang anak (Prensky, 2012) Permainan juga dipandang sebagai suatu bentuk

latihan fungsi jiwa dan raga bagi anak – anak dalam mendapatkan kesenangan

pada tahap – tahap perkembangan secara psikomotor, kognitif dan afektif

(Mutiah., 2010)

Bermain merupakan upaya memenuhi tiga unsur kebutuhan sekaligus bagi

anak yaitu kebutuhan fisik, emosi, dan stimulasi/pendidikan (Hariwijaya,

2009). Seorang anak yang biasa berinteraksi dengan teman sebayanya

mempunyai tingkat kemantangan dan kesiapan yang baik untuk menerima

pendidikan yang lebih rumit (Iswana, 2013) Namun berbagai definisi bermain

yang dikemukan oleh para ahli di atas bahwa bermain merupakan istilah yang

digunakan secara bebas sehingga bermain hanya berasaskan pada kegiataan

yang bersenang – senang tidak memiliki tujuan. Sebab kegiatan yang

dilakukan semata – mata hanya untuk kesenangan tanpa mempertimbangkan

hasil akhir. Bermain seharunya dilakukan secara suka rela dan tidak ada

paksaan atau tekanan dari luar.Sedana dengan Borge, yang mengatakan bahwa

bermain merupakan, sebuah wujud untuk menemukan kesenangan yang

paling mendasar pada manusia. Hal ini berkaitan dengan orang Yunani kuno,

dimana kesenangan didapatkan oleh seorang anak melalui kompetisi (agon).


30

Karena inti dari bermain adalah menciptakan suatu kesenangan yang tidak ada

batasnya bagi manusia (Borge, 2019) Namun defenisi dari bermain masih

dalam perdebatan panjang pada kalangan para ahli, hal ini disebabkan

simpang siur

pengertian bermain yang diutarakan oleh masing – masing ahli dengan

displin ilmu yang berbeda. Banyak orang berpikir bahwa bermain merupakan

sebuah aktivitas fisik, melepaskan uap (keringat) dan mendapatkan surplus

energi baru, tetapi bermain hanya berfokuskan pada suatu kegiatan yang

menghilangkan rasa jenuh, bosan pada pribadi seseorang (Rusman, 2012).

Kemudian bermain dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan demi

kesenangan dan tanpa pertimbangan hasil akhir. Bermain berfungsi sebagai

kekuatan, dan memberikan pengaruh terhadap perkembangan dan pengalaman

yang didapat lewat berbagai jenis permainan yang dimainkan. Bermain

merupkan faktor yang paling berpengaruh dalam periode pertumbuhan dan

perkembangan anak, yang meliputi unsur fisik dan sosial (Desmita, 2010)

Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa bermain merupakan sebuah kegiatan yang menggunakan fisik dalam

menghilangkan rasa stress dengan mengolah anggota tubuh kemudian

meningkatkan energi pada tubuh. Dalam kaitannya dengan penitian ini,

peneliti mengubah atau mengembangkan sebuah model latihan yang bersifat

monoton dalam beladiri kempo dan memberikan latihan teknik dasar kempo
31

melalui permainan, namun tidak menghilangkan unsur keaslihan dari teknik

dasar kempo. Sehingga menciptakan proses latihan dalam beladiri kempo

lebih menyenangkan. Beberapa pendapat ahli di atas maka peniliti dapat

simpulkan bahwa permainan merupakan sebuah aktivitas fisik yang dapat

digunakan sebagai media belajar secara sederhana yang bisa digunakan oleh

seorang guru maupun pelatih dalam mentransferkan kegiatan belajar maupun

kegiatan dalam latihan.

3. Teori permainan

Pada umumnya manusia baik itu anak-anak,remaja dan dewasa memiliki

kecenderungan selalu ingin bergerak sambal bersenang-senang, terlebih lagi

bagi anak usia sekolah tampak bahwa aktivitas bergerak mereka begitu tinggi.

Biasanya bentuk-bentuk kegiatan tersebut disalurkan melalui permainan.

Bermain bagi anak-anak sangat berarti dan merupakan syarat mutlak untuk

merangsang atau menstimulus pertumbuhan dan perkembangannya.

Permainan dan anak-anak merupakan dua hal yang berbeda tetapi satu

dan yang lainnya hampir tidak bisa terpisahkan satu sama lain. Dapat

dikatakan hamper terlepaskan antara anak-anak dan permainan. Pada masa

remaja kebanyakan dari mereka berinteraksi dengan tema-teman sebayanya

dengan permainan. Meskipun mereka tidak saling kenal sebelumnya dengan


32

media permainan mereka saling bermain bersama dan mulai belajar untuk

berinteraksi bersama.

Permainan merupakan sebuah aktivitas rekreaki yang memiliki tujuan

untuk bersenang-senang, mengisi wajtu luang dan melakukan olahraga ringan.

Permainan adalah media yang sangat tepat untuk perkembangan social dan

moral anak, karena anak harus mematuhi aturan-aturan tertentu apabila ingin

menikmati permainan bersama temannya. Ketika anak semakin matang, maka

anak mulai lebih menyadari kebutuhan bekerja sama dalam kelompok untuk

mencapai tujuannya dalam permainan (Siregar, 2013) Pada hakikatnya

pembelajaran pada anak usia dini dasamya adalah bermain. Sesuai dengan

karakteristik anak usia dini yang bersifat aktif dalam melakukan berbagai

eksplorasi terhadap lingkungannya, maka aktivitas bermain merupakan bagian

dari proses pembelajaran (Sri Nuraini, 2015). Untuk pembelajaran pada usia

dini harus dirancang agar anak tidak merasa terbebani dalam mencapai tugas

perkembangannya, suasana belajar dibuat secara alami, hangat, dang

menyenangkan. Aktivitas bermain (Playful Activity) yang memberikan

kesempatan pada anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya merupakan

hal yg di utamakan (Sri Nuraini, 2015). Ada beberapa alasan mengapa

permainan penting bagi setiap orang: (1) Anak-anak membutuhkan

pengalaman yang kaya, menarik, dan bermanfaat. (2) Otak anak senang pada

sesuatu yang baru dan hal baru yang menantang dan menarik. (3) Keinginan
33

untuk belajar dapat meningkatkan dengan adanya tantangan dan hambatan

yang disertai oleh rasa tidak mampu atau kelelahan pada saat melakukan

permainan (Siregar, 2013). Bermain merupakan salah satu kebutuhan penting

bagi anak dan orangtua harus menyadari itu dan tidak melarang anak-anaknya

untuk bermain. Orangtua justru harus mengarahkan serta memfasilitasi

anaknya untuk bermain. Dengan bermain, anak bisa belajar untuk beradaptasi

bersosialisasi, serta bebas berekspresi (Siregar, 2013). Sebagian orang tua

banyak yang beranggapan bahwasannya bermain merupakan hal yang sangat

mengganggu untuk anaknya karena dapat menjadikan anak untuk malas

belajar dan membuat rendahnya kemampuan intelegensi anak. Padahal

menurut pandangan peneliti, anggapan ini tidak benar karena dengan bermain

anak akan lebih ceria, mood nya lebih baik, dan kebutuhan akan aktivitas fisik

bagi anak akan terpenuhi, karena erat kaitannya dengan tahap perkembangan

anak. Jadi, bermain juga memiliki dampak positif bagi anak. Terutama bagi

anak-anak usia dini yang masih dalam tahap perkembangan dan sangat

membutuhkan aktivitas gerak agar dapat menstimulus gerak dasar mereka.

1). Jenis Permainan

Jenis permainan dapat dibagi menjadi dua yaitu permainan tradisional dan

permainan modern. kemudian dari kedua bentuk permainan dijabarkan yaitu:

a) dengan masing – masing jenisnya sebagai berikut:Jenis permainan

tradisional merupakan warisan budaya disebuah Negara seperti Indonesia,


34

memiliki banyak permainan tradisional yang sering dijadikan media dalam

pertumbuhan dan perkembangan pada aspek yang dimiliki oleh anak.

b) Jenis Permainan Modern. Dengan perkembangan zaman yang semakin

modern membuat dunia permainan anak lebih mewah dan lebih menarik

simpati bagi anak dalam melakukan aktivitas, namun permainan modern

tidak selalu menggunakan atkivitas fisik secara keseluruhan lebih

menitiberatkan kepada kognitif.

Kemudian jenis permainan ini diklasifikasikan menjadi emapat

jenis permainan sebagai berikut:

1. Permainan fungsional

Permainan fungsional merupakan suatu permainan yang dimainkan secara

berulang – ulang yang melibatkan unsur fisik kemduian dalam setiap

gerakkan yang dihasilkan dalam permainan fungsional menitiberatkan pada

perkembangan sensorikmotorik pada anak

2. Permainan Konstruktif

Permainan konstruktif merupakan sebuah aktivitas yang dilakukan oleh

seorang anak dengan media sebagai alat dalam membentuk sebuah bangunan

dan permainan ini lebih menitibertakan pada kognitif dan afektif

3. Permainan dramatik

Permainan dramatik merupakan suatu bentuk permainan yang dilakukan

oleh seorang secara berpura-pura.


35

4. Permainan dengan aturan

Permainan dengan aturan merupakan suatu bentuk permainan yang

dilakukan oleh anak dalam sebuah permainan yang memiliki aturan-aturan

tertentu yang wajib diikuti oleh anak dalam memainkan permainan tersebut.

2). Manfaat Bermain

Kemple et al (2016) bermain memberikan Kontribusi pada perkembangan

Anak dalam segala sisi, beberapa manfaat bermain antara lain:

(1) perkembangan aspek fisik,

(2) Perkembangan aspek motorik kasar dan motorik halus,

(3) Perkembangan aspek sosial,

(4) Perkembangan aspek emosi atau kepribadian,

(5) Perkembangan aspek kognisi

(6) Untuk mengasah ketajaman penginderaan,

(7) Mengembangkan keterampilan olahraga dan menari

(1). Perkembangan pada aspek fisik.

Suatu kegiatan yang melibatkan unsur fisik maka akan membuat tubuh

anak menjadi sehat kemudian, Otot tubuh pada anak menjadi kuat. Dengan

bermain maka anak dapat menyalurkan tenaga yang berlebihan pada aktivitas

yang dilakukan sehingga membuat anak tidak merasa gelisah bosan dan

tertekan.
36

(2). Perkembangan pada aspek motorik kasar dan aspek motorik halus

Ketika berbicara pada aspek motorik kasar maka kita berbicara tentang

suatu gerakkan atau aktivitas yang menggunakan otot – otot besar, hal berlaku

saat tubuh anak mulai semakin fleksibel, lengan dan kaki semakin panjang

dan kuat sehingga, dapat melakukan aktivitas motorik kasar seperti berlari,

melompat, memanjat, berguling, berputar (Komarudin, 2010). Aktivitas

motorik halus merupakan sebuah aktivitas yang melibatkan otot – otot kecil

misalnya.ketika anak masih usia 6 bulan mulai belajar meraih mainan yang

ada didekatnya, secara tidak senghaja anak sedang belajar mengkoordinasikan

gerakan mata dengan tangan.

(3). Perkembangan pada aspek sosial.

Proses perkembangan pada aspek sosial inilah seorang anak belajar

tentang sebuah sistem nilai, kebiasaan-kebiasaan dan standar moral dalam

masyarakat.

(4). Perkembangan pada aspek emosi atau kepribadian.

Melalui bermain anak akan mengetahui kesadaran akan stabilitas emosi

dan kpribadiannya bagaimana cara untuk melepaskan ketegangan yang

dialami kemudian anak akan memenuhi kebutuhan lewat dorongan dari

pribadinya, karena dari pribadi sendirilah dapat membantu pembentukan


37

konsep diri yang positif, percaya diri dan harga diri, serta memiliki sebuah

kemampuan yang tidak dimiliki oleh orang lain.

(5). Perkembangan pada aspek kognisi

Kegiatan bermain akan memberikan anak pada sebuah pembelajaran

tentang konsep dasar, sebagai landasan untuk mengetahui tentang teknik –

teknik dasar yang akan dipelajari dalam beladiri kempo.

(6). Peningkatan pada keterampilan olahraga dan seni.

Anak menjadi aktif, kritis, kreatif dan bukan sebagai anak yang acuh, pasif

dan tidak peka terhadap lingkungannya.

(7). Peningkatan ketajaman pada penginderaan.

Perkembangan fisik dan keterampilan motorik kasar maupun halus sangat

penting sebagai dasar untuk, mengembangkan keterampilan dalam bidang

olahraga dan menari. Dan kegiatan yang dilakukann anak akan memberikan,

sebuah dampak positif pada masa yang akan datang dalam kehidupanya.

Beberapa Pendapat ahli di atas maka bermain bukan sebatas sebuah aktivitas

fisik yang hanya menghilangkan rasa lelah maupun rasa bosan, namun ada

manfaat yang di dapat oleh seorang anak saat menikmati bermain maka secara

tidak sadar seorang anak sedang mengalami sebuah perkembangan dalam

segala sisi secara keseluruhan pada pribadinya. dan sudah pasti bermain

memiliki banyak manfaat yang akan didapat oleh anak baik dalam aspek

psikomotor, kognitif, dan afektif.


38

3). Faktor – faktor yang mempengaruhi permainan anak

Menurut Hurlock (1978: 323) permainan anak dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu :

1. Kesehatan

Semakin sehat anak semakin banyak energinya untuk bermain aktif,

seperti permainan dan olahraga. Anak yang kekurangan tenaga lebih menyukai

hiburan.

2. Perkembangan motoric

Permainan anak pada setiap usia melibatkan koordinasi motorik. Apasaja yang

akan dilakukan dan waktu bermainnya bergantung pada perkembangan motorik

mereka. Pengendalian motorik yang baik memungkinkan anak terlibat dalam

permainan aktif.

3. Intelegensi

Pada setiap usia, anak yang pandai lebih aktif ketimbang yang kurang

pandai, dan permainan mereka lebih menunjukkan kecerdikan. Dengan

bertambahnya usia, mereka lebih menunjukkan perhatian dalam permainan

kecerdasan, dramatik, konstruksi dan membaca. Anak yang pandai

menunjukkan keseimbangan perhatian bermain yang lebih besar, termasuk

upaya menyeimbangkan faktor fisik dan intelektual yang nyata.

4. Jenis kelamin

Anak laki-laki bermain lebih besar ketimbang anak perempuan dan


39

lebih menyukai permainan dan olahraga ketimbang berbagai jenis permainan

lain. Pada awal masa kanak-kanak, anak laki-laki menunjukkan perhatian pada

berbagai jenis permainan yang lebih banyak ketimbang anak perempuan tetapi

sebaliknya terjadi pada akhir masa kanak-kanak.

5. Lingkungan

Anak dari lingkungan yang buruk kurang bermain ketimbang anak lainnya

karena kesehatan yang buruk, kurang waktu, peralatan, dan ruang. Anak yang

berasal dari lingkungan desa kurang bermain ketimbang mereka yang berasal dari

lungkungan kota. Hal ini karena kurangnya teman bermain serta kiurangnya

peralatan dan waktu bebas.

6. Status sosio ekonomi

Anak dari kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi lebih menyukai

kegiatan yang mahal, seperti lomba anakik, bermain sepatu roda, sedangkan

mereka dari kalangan bawah terlihat dalam kegiatan yang tidak mahal seperti

bermain bola dan berenang. Kelas sosial mempengaruhi buku yang dibaca dan

film yang ditonton anak, jenis kelompok rekreasi yang dimilikinya dan supervisi

terhadap mereka.

7. Jumlah waktu bebas

Jumlah waktu bermain terutama bergantung pada status ekonomi keluarga.

Apabila tugas rumah tangga atau pekerjaan menghabiskan waktu luang


40

mereka, anak terlalu lelah untuk melakukan kegiatan yang membutuhkan

tenaga yang besar.

8. Peralatan bermain

Peralatan bermain yang dimiliki anak mempengaruhi permainannya.

Misalnya, dominasi boneka dan binatang buatan mendukung permainan pura-

pura, banyaknya balok, kayu, cat air, dan lilin mendukung permainan yang

sifatnya konstruktif. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa

faktor- faktor yang mempengaruhi permainan anak yaitu lingkungan bermain,

jenis kelamin anak, peralatan bermain, status sosial anak dan kesehatan.

4. Pengertian Shorinji kempo

Shorinji kempo adalah salah satu budaya tradisional, asli bangsa Jepang.

Diyakini oleh pakar shorinji kempo bahwa masyarakat jepang menggunakan

bela diri sejak di masa prasejarah dengan tujuan untuk mempertahankan

kelangsungan hidupnya (survive). Gerak dasar shorinji kempo merupakan

suatu gerak terencana, terarah, terkoordinasi dan terkendali. Dalam shorinji

kempo ada 4 (empat) aspek yang tidak bisa di pisahkan satu sama lain, yaitu:

1) mental spiritual, 2) seni budaya, 3) beladiri, 4) dan olahraga. Ke-empat

aspek tersebut merupakan suatu rangkaian yang utuh, saling mengisi dan

saling membutuhkan. Artinya setiap gerakan dalam Shorinji kempo selalu

berdasarkan pada empat aspek tersebut.


41

Olahraga beladiri shorinji kempo secara luas dikenal di jepang, Indonesia,

Malaysia, Vietnam, Singapura, dan kamboja. Di Indonesia istilah shorinji

kempo baru mulai dipakai setelah berdirinya organisasi shorinji kempo yaitu

PERKEMI yang merupakan kependekan dari persaudaraan shorinji kempo

Indonesia. PERKEMI didirikan pada pada tanggal 2 Februari 1966, diprakasai

oleh Utin Sahras (almarhum), Indra Kartasasmita dan Ginanjar Kartasasmita.

Sedangkan untuk kategori embu, istilah seni dulu dikenal dengan istilah

shorinji kempo seni namun kemudian menjadi embu embu berpasangan dan

embu beregu. Kategori randori adalah kategori yang menampilkan dua orang

kenshi dari kubu yang berbeda. Keduanya saling berhadapan menggunakan

unsur pembelaan dan serangan, yaitu menangkis /mengelak/ mengena/

menyerang pada sasaran dan menjatuhkan lawan, penggunaa teknik dan taktik

bertanding, ketahanan stamina dan semangat juang, menggunakan kaidah dan

pola langkah yang memanfaatkan kekayaan teknik jurus, untuk mendapatkan

nilai terbanyak.

Kategori embu adalah pertandingan shorinji kempo yang menampilkan

dua orang kenshi dari kubu yang sama memperagakan kemahiran dan

kekayaan teknik jurus bela diri shorinji kempo yang kuasai. Gerakan serang

bela ditampilkan secara terencana, efektif, estetis, mantap dan logis dalam

sejumlah rangkaian seri yang teratur, baik bertenaga dan cepat maupun dalam

gerakan lambat penuh penjiwaan, dengan tangan kosong.


42

Kategori regu adalah pertandingan shorinji kempo yang menampilkan 4

orang kenshi dari kubu yang sama memperagakan kemahiran dalam jurus

baku regu secara benar, tepat, mantap, penuh pejiwaan dan kompak dengan

tangan kosong.

a. Bela Diri Kempo

Shorinji Kempo merupakan istilah dari bahasa jepang sedangkan

dalam bahasa China disebut dengan istilah quanfa (baca : Chuenfa). Istilah

ini sebutan untuk beladiri asal China. Sedangkan istilah Shorinji dalam

bahasa China disebut lafal, kemudian dalam bahasa Jepang disebut kuil

Shaolin. Kemudian Shorinji Kempo secara umum dipandang sebagai versi

modifikasi dari seni bela diri Shaolinsi Kung Fu (Jennings, 2010) Beladiri

Shorinji kempo berlandaskan pada agama budha yang mengajarkan kasih

sayang kepada sesama. Maka pengertian lain dari kata shorinji kempo

sebagai berikut, Sho artinya kecil, Rin artinya Hutan, Ji artinya kuil, Ken

artinya kepalan tangan/tinju, Po artinya metoda atau cara jalan hidup

seseorang. Waktu itu seni bela diri kempo menjadi bagian dari latihan bagi

para calon biksu, oleh Karena itu beladiri kempo mempunyai dasar

falsafah yang kuat yaitu tidak dibenarkan membunuh dan menyakiti, maka

semua kenshi (pemain Kempo) dilarang menyerang terlebih dahulu

sebelum diserang. Kemudian Hal ini menjadi doktrin Kempo, bahwa

"perangilah dirimu sendiri sebelum 13 memerangi orang lain". Doktrin


43

tersebut mempengaruhi juga susunan beladiri ini, maka setiap gerakan

teknik selalu dimulai dengan mengelak/menangkis serangan dahulu, baru

kemudian membalas. Selanjutnya disesuaikan kebutuhan yakni menurut

keadaan serangan lawan.

Tingkatan Keahlian Kempo Pada umumnya setiap beladiri

memiliki tingkatan keahlian sesuai dengan sabuk atau Hobi dan hal ini

juga berlaku dalam beladiri kempo. Dalam beladiri kempo memiliki

tujuh (7) tingkat keahlian yang berbeda, dan dalam tujuh (7) tingkatan

keahlian tersebut memililiki pembagian sesuai dengan warna sabuk.

Perlu diketahui bahwa kyu viii dan kyu vii dikategorikan tingkatan

kenzhi yunior, kyu vi sampai kyu i dikategorikan senior, sedangkan I

Dan sampai VII Dan dikategorikan sebagai Yudansha (tingkatan

paling tinggi). Dibawah ini akan diuraikan warna sabuk sesuai dengan

tingkatan:

1. Sabuk Putih memiliki tiga (3) tingkatan kyu VI, kyu VII, dan VIII.

2. Sabuk Kuning memiliki satu (1) tingkatan kyu V

3. Sabuk Orenge memiliki satu (1) tingkatan IV

4. Sabuk Hijau memiliki satu (1) tingkatan kyu III

5. Sabuk Biru memiliki satu (1) tingkatan kyu II

6. Sabuk Coklat memiliki satu (1) tingkatan kyu I

7. Sabuk Hitam memiliki tujuh (7) tingkatan I Dan – VII Dan


44

b. Teknik Beladiri Kempo: Dasar, Menengah, Lanjutan

Dalam mempermudahkan pengklasifikasian teknik beladiri kempo,

dasar, menengah, dan lanjutan maka diuriakan sebagai berikut:

a. Teknik dasar kempo

Teknik dasar kempo pada umumnya berlaku pada semua kenzhi dari

berbagai tingkatan, namun teknik dasar ini lebih dikhususkan kepada

kohai yunior kyu viii dan vii, sehingga teknik ini menjadi dasar yang perlu

untuk dimatangkan sebelum seorang pemain kempo mengalami kenaikkan

tingkatan sabuk (hobi). Dalam teknik dasar ini, setiap gerakkan yang

dilakukan oleh pemain kempo lebih kepada gerakkan – gerakkan yang

muda dan bersifat tunggal atau gerakkan yang menitiberatkan pada unsur

keras (goho). Kemudian teknik dasar kempo hanya mempelajari pukulan,

tangkisan, kuda – kuda, tendangan, serta perpindahan berat badan. serta

dilakukan dalam keadaan tidak berpindah tempat.

b. Teknik Dasar Kempo Menengah senior

Dalam teknik ini seorang pemain kempo telah melewati teknik dasar

kempo yang dasar, kemudian pemain kempo telah mengikuti ujian

kenaikkan tingkat seperti contoh dari kyu vi ke kyu i maka pemain kempo

tersebut sudah wajib mendalami setiap gerakkan yang tidak bersifat muda

lagi atau gerakkan yang bersifat tunggal, gerakkan – gerakkan dalam tahap
45

ini sudah adanya unsur lunak (juho) dan unsur keras (goho). Unsur juho

seorang pemain kempo saat 15 latihan, harus melakukan teknik bantingan,

kuncian, bertahan, menghindar, melepas, dan menekuk. Sedangkan unsur

goho meliputi serangan, pukulan, tendangan, pengambatan, injakan.

Dalam teknik menengah pemain kempo sudah mampu melakukan

rangkian gerakkan yang digabungkan lebih dari satu unsur. Atau dalam

beladiri kempo disebut wazza dan Ken.

c. Teknik Dasar Kempo Lanjutan Yudansha

Teknik kempo lanjutan merupakan seorang pemain kempo yang

memiliki tingkat kemahiran yang sempurna dalam melakukan setiap

gerakkan – gerakkan dalam olahraga beladiri kempo. Perlu diketahui juga

bahwa dalam teknik lanjutan, seorang pemain kempo sudah memadukan

seluruh unsur yang ada dalam beladiri kempo baik gerakkan yang bersifat

keras maupun lunak atau lembut. Dan teknik lanjutan dalam beladiri

kempo lebih dikhususkan kepada para simpai (pelatih) Yudansha. Karena

tingkatan latihan yang sudah sangat sulit dan tidak mengerti oleh para

kenzhi pemula maupun menengah.

c. Kenshi (Pemain Kempo)

Kenshi dalam beladiri kempo sering diartikan sebagai seorang

pemain kempo, kata kenshi ini berasal dari bahasa Jepang, sedangkan

dalam Indonesia artinya pendekar pedang, kata kenshi berlaku kepada


46

seseorang jika sudah tergabung dalam olahraga beladiri kempo. Dan

berlaku sampai seumur hidup walaupun orang tersebut sudah

berpindah ke beladiri lain. hal ini terjadi karena dalam olahraga

beladiri kempo memiliki satu unsur yang tidak dimiliki oleh beladiri

lain adalah kepemimpinan dalam olahraga beladiri kempo yang

bersifat 16 hirarki dari pusat sampai ke plosok2. Oleh karena itu

olahraga beladiri kempo memiliki satu warna gerakkan yang berlaku

ke seluruh dunia termasuk Indonesia.

d. Dojo Shorinji kempo (Rorotan)

Rorotan merupakan salah satu dojo shorinji kempo yang ada di

Indonesia. Dojo ini Didirikan pada tahun 2019, di Jl Rorotan IX No.

14 RT.14 RW.7 Kel Rorotan Kec Cilincing, Kota Jakarta Utara,

Daerah Khusus Ibukota Jakarta 14320. Oleh dua senpai Menah

Suprianah dan Senpai Faisal. Dojo Rorotan aktif mengikuti berbagai

kejuaraan yang diselenggarakan oleh PERKEMI baik tingkat daerah,

propinsi dan tingkat nasional. Upaya pembinaan dan kaderisasi anak

salah satunya dilakukan dengan menyelenggarakan kejuaraan “kejurdo

wilayah” setiap 1 tahun sekali.

Dalam perkembangannya, gerakan yang diajarkan di dojo

Materi beladiri yang diajarkan meliputi: Gerak Dasar, embu (pasangan

dan beregu), Serangan Berjarak, Bantingan dan Teknik Jatuhan.


47

a. Teknik Beladiri Kempo: Dasar, Menengah, Lanjutan

Dalam mempermudahkan pengklasifikasian teknik beladiri

kempo, dasar, menengah, dan lanjutan maka diuriakan sebagai berikut:

1. Teknik dasar kempo

Teknik dasar kempo pada umumnya berlaku pada semua

kenzhi dari berbagai tingkatan, namun teknik dasar ini lebih

dikhususkan kepada kohai yunior kyu viii dan vii, sehingga teknik ini

menjadi dasar yang perlu untuk dimatangkan sebelum seorang pemain

kempo mengalami kenaikkan tingkatan sabuk (hobi). Dalam teknik

dasar ini, setiap gerakkan yang dilakukan oleh pemain kempo lebih

kepada gerakkan – gerakkan yang muda dan bersifat tunggal atau

gerakkan yang menitiberatkan pada unsur keras (goho). Kemudian

teknik dasar kempo hanya mempelajari pukulan, tangkisan, kuda –

kuda, tendangan, serta perpindahan berat badan. serta dilakukan dalam

keadaan tidak berpindah tempat.

2. Teknik Dasar Kempo Menengah senior

Dalam teknik ini seorang pemain kempo telah melewati teknik

dasar kempo yang dasar, kemudian pemain kempo telah mengikuti

ujian kenaikkan tingkat seperti contoh dari kyu VI ke kyu I maka

pemain kempo tersebut sudah wajib mendalami setiap gerakkan yang

tidak bersifat muda lagi atau gerakkan yang bersifat tunggal, gerakkan
48

– gerakkan dalam tahap ini sudah adanya unsur lunak (juho) dan unsur

keras (goho). Unsur juho seorang pemain kempo saat latihan, harus

melakukan teknik bantingan, kuncian, bertahan, menghindar, melepas,

dan menekuk. Sedangkan unsur goho meliputi serangan, pukulan,

tendangan, pengambatan, injakan. Dalam teknik menengah pemain

kempo sudah mampu melakukan rangkian gerakkan yang digabungkan

lebih dari satu unsur. Atau dalam beladiri kempo disebut wazza dan

Ken.

d. Teknik Dasar Kempo Lanjutan Yudansha

Teknik kempo lanjutan merupakan seorang pemain kempo

yang memiliki tingkat kemahiran yang sempurna dalam melakukan

setiap gerakkan – gerakkan dalam olahraga beladiri kempo. Perlu

diketahui juga bahwa dalam teknik lanjutan, seorang pemain kempo

sudah memadukan seluruh unsur yang ada dalam beladiri kempo baik

gerakkan yang bersifat keras maupun lunak atau lembut. Dan teknik

lanjutan dalam beladiri kempo lebih dikhususkan kepada para senpai

(pelatih) Yudansha. Karena tingkatan latihan yang sudah sangat sulit

dan tidak mengerti oleh para kenzhi pemula maupun menengah.

5. Karakteristik remaja awal 10-14 tahun

Remaja pada usia 10-14 tahun jika dilihat dari segi mental dan
49

intelektual bisa dikatakan dalam tahap menuju sempurna. Menurut Alfried

Binet, kemampuan anak untuk mengerti mengenai informasi abstrak baru

sempurna di usia ke-12 tahun. Dan pada usia ke-14 tahun si anak

sempurna di dalam mengambil kesimpulan dan informasi abstrak. Pada

keadaan ini (remaja awal) mereka cenderung mempercayai apa yang ada

dalam pikirannya. Dalam hal ini akan membuat anak menjadi tidak mau

menerima pendapat orang lain dan menyebabkan mereka tidak takut

menentang orang tua ataupun guru sehingga dalam hal ini diperlukan

peran orang tua dalam mengarahkan anaknya agar mampu belajar

menghadapi masalah dan mampu mengambil sikap yang tegas (Ghozally,

2007).

a. Tahap perkembangan remaja

Pada umumnya yang dikatakan remaja adalah jika seseorang berumur

10- 18 tahun untuk wanita dan 12-20 tahun untuk laki-laki. Sedangkan, WHO

mengatakan seseorang dikatakan remaja apabila berumur 10-19 tahun

(Cahyaningsih, 2011: 89). Menurut Konopka dalam Yusuf, (2004) tahap

perkembangan remaja dibagi menjadi 3, yaitu: a. Remaja awal (12-15 tahun) b.

Remaja menengah (15-18 tahun) c. Remaja akhir (19-22 tahun) 8 Tahap

perkembangan psikososial pada remaja awal (10-14 tahun) dan remaja

pertengahan 15-16 tahun menurut Sumiati, dkk (2009) adalah:


50

2.1 Tabel tahap perkembangan psikososial pada remaja awal (10-14

tahun)

No Dampak Efek Terhadap


Tahap Perkembangan
Terhadap Remaja Orang tua

1. Orang tua

Kesadaran diri mungkin


Cemas terhadap penampilan
meningkat (self menganggap
badan /fisik
consciousness) anak terfokus

pada dirinya.

6. Pemarah, anak

laki-laki yang
Orang–tua
tadinya baik
mungkin
dapat menjadi
menenmukan
lebih agresif,
Perubahan Hormonal kesulitan
mungkin pula
dalam hubungan
timbul jerawat
dengan
baikpada anak
remaja.
laki-laki maupun

Perempuan

3. Menyatakan kebebasan dan Bereksprerimen Orang tua merasa


51

merasa sebagai seorang dengan cara ditolak dan sulit

individu,tidak hanya sebagai berpakaian, menerima

seorang anggota keluarga berbicara dan keinginan anak

cara penampilan yang berbeda dari

diri sebagai suatu mereka.

usaha untuk

mendapatkan

identitas baru

dengan mereka

4. Orang-tua perlu

menangani

anaksecara hati-

hati, bila ingin

mempertahankan
Perilaku memberontak Kasar menuntut
hubungan baik.
dan memperoleh
Orang–tua
melawan kebebasan
merasa tidak

mudah membuat

keseimbangan

antara permisif

dan over
52

protective

5. Ingin tampak

sama dengan
Orang tua
teman yaitu
mungkin
dalam cara
terganggu oleh
Kawan menjadi lebih penting berpakaian, gaya
tuntutan finansial
rambut,
dan gaya hidup
mendengarkan
anak.
musik dan

lainlain

6. Pengaruh teman

Perasaan memiliki dan

terhadapteman sebaya. orang–tuateman Orang tua merasa

Anak Laki-laki: menjadi kurang enak

membentuk gang, sangat besar. karena dikritik

kelompok Remaja tidak oleh anaknya

anak perempuan : mempunyai mau berbeda dari sendiri.

sahabat teman

sebaya.

7. Sangat menuntut keadilan, tapi Mungkin tampak Kadang-kadang

cenderung melihat tidak terjadi


53

sesuatusebagai hitam putih serta toleransi dan sulit bentrok dengan

dari sisipandang mereka sendiri berkompromi, peraturan

Mungkin pula keluarga. Orang

timbul iri hati tua harus

terhadap saudara meninjau

kandung dan sikapnya

seringkali rebu untukmengatasi

perasaan “

tidak adil “ ini

e. Perkembangan remaja awal

Menurut Erikson dalam Yusuf (2004: 71) berpendapat bahwa masa remaja

merupakan berkembangnya identity. Identity merupakan vocal point dari

pengalaman remaja. Erikson memandang pengalaman hidup remaja adalah

suatu periode saat remaja diharapkan mampu mempersiapkan diri untuk

menghadapi masa depan dan mampu menjawab pertanyaan siapa saya? Dan

apabila remaja mengalami kegagalan dalam mengembangkan rasa

identitasnya, maka akan mengalami kehilangan arah sehingga akan

berdampak pada hal yang negatif seperti perilaku yang menyimpang

(delinquent), tindakan criminal atau menutup diri (mengisolasi diri) dari

lingkungan. Selain tugas perkembangan di atas juga terdapat tugas

perkembangan, yaitu:
54

a. Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya.

b. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua atau figur-figur yang

mempunyai otoritas.

c. Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar

bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun

kelompok. d. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap

kemampuannya sendiri.

e. Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku)

kekanakkanakan.

f. Mampu menyatakan kebebasan dan merasa sebagai seorang individu, tidak

hanya sebagai seorang anggota keluarga.

g. Perasaan memiliki terhadap sebaya (anak laki-laki: membentuk gang, anak

perempuan: mempunyai sahabat)

h. Menuntut keadilan, tapi cenderung melihat sesuatu sebagai hitam putih

serta dari sisi pandang mereka sendiri

Penjelasan tugas perkembangan diatas dapat disimpulkan bahwa tugas

perkembangan pada remaja adalah proses pencarian jati diri untuk

menentukan masa depan. Jika pada tahap tersebut remaja tidak mampu

menemukan jati dirinya maka akan terjadi penyimpangan perilaku pada

remaja. Pada hal ini lingkungan juga akan mempengaruhi seorang remaja

dalam menemukan jati dirinya.


55

D. Rancangan Model

Suatu model dalam penilitian pengembangan dihadirkan dalam

bagian prosedur pengembangan, yang biasanya mengikuti model

pengembangan yang dianut oleh peniliti. Model dapat juga memberikan

kerangka kerja untuk pengembangan teori dan penilitian.

Dengan\mengikuti model tertentu yang dianut oleh peniliti, maka akan

diperoleh sejumlah masukan (input) guna dilakukan penyempurnaan

produk yang dihasilkan, apakah berupa bahan ajar, media, atau produk-

produk lain.

Menurut Sugiyono (2009) metode penelitian dan pengembangan

(R&D) merupakan metode penelitian yang dipakai untuk menghasilkan

produk tertentu, dan menguji keektifan produk itu. Agar bisa

menghasilkan suatu produk tertentu yang dipakai untuk penelitian yang

bersifat analisis kebutuhan (digunakan metode survey atau kualitatif) dan

untuk menguji keefektifan produk tersebut supaya bisa berfungsi di

masyarakat luas, maka diperlukan penelitian guna menguji keektifan

produk tersebut (digunakan metode eksperimen). Model ADDIE

merupakan model yang disusun secara terprogram dengan urutan-urutan

kegiatan yang sistematis dalam upaya pemecahan masalah belajar yang

berkaitan dengan media belajar yang sesuai dengan kebutuhan dan

karakteristik siswa.
56

Model ADDIE merupakan salah satu yang digunakan dalam

pengembangan model latihan yang di perhatikan tahap-tahap dasar desain

latihan yang sederhana yang terdiri dari lima fase. model pengembangan

ini terhitung padat dan lugas sehingga untuk penelitian ini menjadi sebuah

penelitian yang cepat tetapi sesuai dengan aturan yang ada, dinamis serta

serta dengan kualitas yang tidak kalah baik dengan metode pengembangan

lain. Prosedur penelitian pengembangan pada dasarnya yaitu

mengembangkan produk dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Model ADDIE dapat digambarkan sebagai gambar berikut adalah

rancangan model Addie :

Gambar: Model ADDIE

Sumber : I Made Tegeh, I Nyoman Jampel dan Ketut Pudjawan, Model Penelitian

Pengembangan (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014)

Berikut tahapan pengembangan produk di susun dengan Tahapan

Model ADDIE yaitu:


57

1. Analysis (analisis)

Dalam model penelitian pengembangan ADDIE tahap pertama adalah

menganalisis perlunya pengembangan produk (model, metode, media, bahan

ajar) baru dan menganalisis kelayakan serta syarat-syarat pengembangan

produk. Pengembangan suatu produk dapat diawali oleh adanya masalah dalam

produk yang sudah ada/diterapkan. Masalah dapat muncul dan terjadi karena

produk yang ada sekarang atau tersedia sudah.)

2. Design (desain/perancangan)

Dalam Merencanakan pelaksanaan penilitian, menentukan strategi, dan

mengidentifikasi masalah serta deskripsikan menjadi suatu rumusan hasil dan

yang telah dikumpulkan. Rumusan hasil ini bersifat deskriptif dan analisis

dengan mengacu padatujuan studi pendahulu.

3. Development (pengembangan)

Dalam model pengembangan ADDIE adalah membuat atau

mengembangkan produk berdasarkan desain yang sudah ada, melakukan

validasi atau penilaian kepada ahli dan praktisi dan memperbaiki maupun

menyempurnakan produk berdasarkan keefektifan produk yang dikembangkan

menurut para ahli, dan melakukan revisi produk sebelum dilakukannya

implementasi secara luas ke lapangan.

4. Implementation (implementasi/eksekusi)
58

Tahap pelaksanaan produk yang telah diuji coba diterapkan dalam situasi

nyata dengan kegiatan langsung. Langka-langkah yang dilakukan pada tahap

implementasi, yaitu mengujicobakan produk yang dikembangkan terhadap

responden untuk memperoleh gambaran tentang tingkat keefektifan,

kemenarikan, dan efisiensi kebutuhan. Setelah uji coba produk dilaksanakan

selanjutnya dilakukan wawancara dan observasi untuk mendapatkan hasil serta

tercapainya tujuan atau kompetensi yang diharapkan.

5. Evaluation (evaluasi atau umpan balik)

Evaluasi dilakukan pada setiap tahap pengembangan untuk memperbaiki

media yang dikembangkan dan model alat disetiap tahapnya, evaluasi ini

disebut evaluasi formatif. Sehingga diperoleh sebuah produk yang layak untuk

digunakan pada proses penelitian. Dan evaluasi sumatif yaitu evaluasi yang

dilakukan pada akhir program untuk mengetahui pengaruhnya terhadap hasil

belajar responden dan kualitas pembelajaran secara luas, secara umum.

Evaluasi sumatif didapat hasil berupa model yang efektif yaitu berupa produk

dan hasil akhir dari media yang telah dikembangkan.


59

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian

Secara umum hasil dari sebuah penilitian pengembangan adalah

menghasilkan produk yang baru ataupun menyempurnakan produk yang

sudah ada, yang nantinya akan digunakan dalam proses latihan. Penelitian

model latihan berbasis fun game Model Latihan Shorinji Kempo Usia Anak

10-14 Tahun Berbasis Fun Game Pada Dojo Rorotan Jakarta Utara secara

khusus memiliki tujuan:

1. Membuat model latihan berbasis fun game untuk usia 10-14 tahun

anak shorinji kempo Dojo Rorotan Jakarta Utara

2. Meningkatkan motivasi berkreativitas fisik utuk para anak

Tujuan akhir dari penelitian pengembangan ini adalah untuk menghasilkan

Model Latihan Shorinji Kempo Usia Anak 10-14 Tahun Berbasis Fun Game

Pada Dojo Rorotan Jakarta Utara yang dapat meningkatkan motivasi latihan

untuk para anak.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat dan Subyek Penelitian, dilaksanakan ditempat latihan Dojo

Rorotan
60

2. Waktu Penelitian Waktu yang diperlukan dalam Penelitian riset dan

pengembangan dilaksanakan minggu penyuluhan 14 Januari-15 Januari

2023

C. Karakteristik Model Yang Dikembangkan

Karakteristik model yang dikembangkan adalah sebuah Model Latihan

Shorinji Kempo Usia Anak 10-14 Tahun Berbasis Fun Game Pada Dojo

Rorotan Jakarta Utara yang sesuai dengan karakteristik anak usia 10-14 tahun

berupa jenis yang disesuaikan dengan gerak manipulatif menendang,

memukul, melempar dan menangkap. Model latihan berbasis fun game untuk

meningkatkan motivasi beraktivitas fisik untuk anak.

D. Pendekatan dan Model Penelitian

Pendekatan dalam sebuah penelitian dapat dilihat oleh banyaknya

variable dalam penilitian tersebut. Selain banyaknya variable pendekatan

penelitian juga harus disesuaikan dengan banyaknya subjek dalam sebuah

penilitian yang dapat dilihat dari populasi dan sampel yang di jadikan subjek.

Selain itu suatu pendekatan juga tergantung dari tujuan dan keterbatasan

penilitian yang berupa waktu dan biaya penilitian. Semua penilitian

pengembangan selalu berupaya untuk menciptakan usatu produkbaru maupun

menyempurnakan produk yang sudah ada.


61

Penelitian dan pengembangan ini menggunakan pendekatan kuantitatif

dan kualitatif serta menggunakan model pengembangan research and

development (R&D) dari ADDIE merupakan salah satu yang di gunakan

dalam pengembangan model latihan yang di perhatikan tahap-tahap dasar

desain katihan yang sederhana. Menurut Benny (2009) model ADDIE terdiri

dari lima fase yaitu : 1) Analysis, 2) Design, 3) Development, 4)

Implementation, dan 5) Evaluation.

Penelitian pengembangan ini merupakan penelitian dengan model

prosedural, yang menunjukkan langkah-langkah dari proses pengembangan

produk. Pengembangan produk dalam penelitian ini berbentuk Model Latihan

Shorinji Kempo Usia Anak 10-14 Tahun Berbasis Fun Game Pada Dojo

Rorotan Jakarta Utara, Model latihan yang dikembangkan akan dinilaikan

kepada ahli shorinji kempo, dosen shorinji kempo dan dosen pembimbing.

Sehingga diharapkan. Model latihan ini dapat digunakan dalam proses latihan

shorinji kempo. Model latihan yang di kembangkan diharapkan menjadikan

model latihan lebih inovatif.

E. Langkah- langkah Pengembangan Model

Tahapan pengembangan model yang dikembangkan oleh peneliti adalah

ADDIE. Tahapan-tahapan tersebut meliputi analisis, pembuatan rancangan model

latihan, melakukan pengembangan model dari model yang sudah ada dan

direlisasikan menjadi produk yang selanjutnya akan diimplementasikan dan


62

terakhir evaluasi yang hasilnya akan digunakan untuk umpan balik kepada pihak

pengguna model.

1. Analysis

Pada tahap ini peniliti melakukan observasi dan pengamatan di Dojo

Rorotan dimana peniliti yang membantu pelatih melakukan training. Disana

peniliti mengamati lokasi, peralatan dan lapangan yang ada di Dojo Rorotan,

selain itu peniliti mengamati subjek yaitu anak 10-14 tahun, terdapat

permasalahan yang ada pada anak 10-14 tahun saat melakukan latihan yaitu

kurang variasi untuk latihan untuk shorinji kempo sehingga membuat anak

melakukan latihan dengan jenuh dan tidak melakukan latihan dengan baik

serta tidak banyak dari anak-anak tersebut hanya ingin bergegas memasuki

latihan dan juga ank menjadi malas untuk bergerak melakukan latihan

sehingga tujuan dari latihan tersebut tidak tercapai.

2. Design

Merencakan pelaksanaan penelitian, menentukan strategi, dan

mengindentifikasi masalah

3. Development

Pada tahap ini yaitu pembuatan produk awal, peneliti membuat 15 model

permainan untuk anak 10-14 tahun. Peniliti melakukan validasi kepada 1 ahli

permainan dan 2 ahli kempo sehingga model yang peniliti buat dapat di

maksimalkan dan valid adanya.


63

4. Implementation

Setelah tahap pengembangan model dan validasi yang dimana terus di

revisi agar optimal dalam pembuatan model, rencananya jika sudah di validasi

dari 3 ahli tersebut peneliti akan kelapangan pada bulan april tahun ini untuk

melakukan uji model yang peniliti buat yaitu berbentuk Model Latihan Shorinji

Kempo Usia Anak 10-14 Tahun Berbasis Fun Game Pada Dojo Rorotan Jakarta

Utara untuk menerapkan permainan tersebut.

5. Evaluation

Pada tahap ini peneliti mengkonsultasikan kepada para ahli dan para

dosen pembimbing, untuk memperbaiki permainan peniliti dengan lebih baik

agar latihan shorinji kempo yang di buat dalam bentuk fun game usia 10-14

tahun bisa dilakukan untuk mengisi setiap sesi latihannya

Maka dari itu peneliti membuat desain model latihan yang dapat dijadikan

sebagai referensi oleh pelatih dalam proses latihan.

1. Penelitian Pendahuluan

Analisis kebutuhan digunakan untuk memperoleh data informasi yang

dilakukan dengan observasi awal berupa pengamatan lapangan, dan wawancara

dengan ahli cabang olahraga Shorinji kempo. Dilihat dari subyek penelitian

yaitu anak kempo dojo rorotan, sangat kurang antusias untuk berlatih lebih giat

lagi. Maka dari itu peneliti membuat desain model latihan yang dapat dijadikan

sebagai referensi oleh pelatih dalam proses latihan


64

2. Perencanaan Pengembangan Model

Model Dalam perencanaan produk pengembangan model latihan berbasis

fun game cabang olahraga shorinji kempo yang dapat dilakukan sesuai

permasalahan yang dihadapi anak. Agar latihan dapat terus terlaksana baik

dirumah maupun dilapangan peneliti akan terapkan 15 model yang akan

diteliti oleh peneliti, dimana anak mampu memperhatikan gerakan yang akan

dilaksanakan sekaligus mendengarkan penjelasan dari peneliti atau pelatih

dengan menyesuaikan kondisi tempat latihan. Yang mampu membantu anak

melakukan latihan dilapangan.

3. Validasi, Evaluasi dan Revisi Model

a. Validasi desain

Validasi desain merupakan suatu proses untuk menilai apakah

rancangan produk model latihan berbasis fun game secara rasional akan

lebih efektif dari pada yang standar atau tidak, dikatakan secara rasional

karena validasi ini masih bersifat penilaian berdasarkan pemikiran yang

rasional belum dari fakta lapangan.

Validasi produk dalam hal ini dapat dengan cara menghadirkan

pakar yang sudah berpengalaman dimana kehadiran mereka untuk menilai

dan mengavaluasi produk model latihan berbasis fun game yang sudah

dirancang tersebut agar dapat diketahui kelemahan, kelebihannya dan juga


65

apakah sudah sesuai dengan tujuan yang telah di tetapkan dalam penilitian

pengembangan ini.

Validasi para ahli dilakukan oleh 2 dosen ahli kempo dan 1 dosen

ahli permainan. Evaluasi para ahli ini digunakan untuk memasukan produk

awal yang telah dibuat dengan menggunakan uji justifikasi dimana

instrument yang telah dibuat di konsultasikan kepada ahli.

Tabel 1 berikut nama para dosen ahli:

No. Nama Ahli Instansi

1. Hartman Nugraha M.Pd. Permainan Universitas

Negeri

Jakarta

2. Nasrul Qadar Taslim, M. Pd. Kempo Pelatih

Pelatda

DKI

Jakarta

3. Abdul Razak Kempo Pelatih

PPLM

DKI

Jakarta
66

Dalam proses validasi peneliti melalui beberapa proses revisi,

dengan ahli kempo dan ahli permainan. Dengan ahli kempo peniliti

mendapatkan masukan untuk membuat model permainan sesuai aktivitas

fisik yang bisa dilakukan oleh anak 10-14 tahun lalu dengan ahli permainan

peniliti mendapatkan masukan untuk menggolongkan permainan dalam

jenis-jenis kategori serta membuat desain gambar yang sesuai dengan apa

yang digunakan.

b. Uji Coba Model

Untuk pengujian ini peneliti akan menguji produk dengan cara (1)

produk model latihan berbasis fun game tersebut diterapkan di dojo rorotan

(2) ahli permainan yang menilai dan mengevaluasi apakah produk tersebut

sudah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dalam penilitian ini.

Pelaksaan uji coba latihan dilakukan dengan 15 anak dan mereka

melakukan latihan seperti biasa untuk anak dengan model latihan berbasis

fun game yang telah dikembangkan. Hasil masukan dari uji coba model

latihan dijadikan bahan untuk memperbaiki model latihan berbasis fun game

pada anak pada tingkat keterampilanya. Hasil responden yang dilakukan

model latihan merupakan evaluasi yang kedua setelah evaluasi dari para

pakar sebelumnya. Penerapan uji coba model latihan dilakukan pada anak

sebanyak 15 orang. Hasil kesimpulan dari uji coba lapangan merupakan

landasan terakhir dari perbaikan dan penyempurnaan produk baru latihan


67

berbasis fun game untuk anak Shorinji kempo dojo rorotan. Hasil respon

dari para anak setelah melakukan latihan secara langsung diberikan sebagai

masukan evaluasi perbaikan pengembangan model. Evaluasi pada

tahapan ini merupakan evalusi akhir dari Model Latihan Shorinji Kempo

Usia Anak 10-14 Tahun Berbasis Fun Game Pada Dojo Rorotan Jakarta

Utara setelah perbaikan sesuai masukan dari uji lapangan, maka produk

latihan permainan untuk anak Shorinji kempo dianggap layak untuk

disebarkan atau digunakan terutama bagi Shorinji kempo provinsi DKI

jakarta khusus nya Dojo Rorotan. Jenis data dokumentasi yang terdapat

dalam penelitian: (masukan, tanggapan, kritik, dan saran dari validator),

Pada tahap ini validator memberikan kesimpulan tentang kevalidan produk

yang dikembangkan dengan kualifikasi layak tanpa revisi, layak perlu

revisi, atau tidak layak untuk diproduksi. masukan, tanggapan, kritik, dan

saran perbaikan kemudian di analisis dan digunakan sebagai pertimbangan

dalam melakukan revisi produk

c. Perbaikan desain

Setelah diadakan validasi desain dengan para ahli maka akan

diketahui desain produk model model latihan fun game. Tersebut setelah

diketahui kelemahannya maka akan dilakukan perbaikan dan yang akan

bertugas untuk memperbaiki desain ini adalah penelitian yang akan

menghasilkan produk model Model Latihan Shorinji Kempo Usia Anak 10-
68

14 Tahun Berbasis Fun Game Pada Dojo Rorotan Jakarta Utara.

d. Implementasi model

Implementasi produk hasil akhir penelitian riset dan pengembangan

model berupa pengembangan baru model variasi latihan fun game dapat

dipergunakan dalam latihan-latihan shorinji kempo.

Setelah kelayakan dan keefektifan model latihan fun game tersebut

diketahui maka dapat digunakan dan di implementasikan pada latihan untuk

anak provinsi DKI Jakarta dojo rorotan. model latihan berbasis fun game

dapat di analisis kembali dan dijadikan bahan baru untuk penyempurnaan

kembali.

e. Produk akhir

Produk akhir yang dihasilkan berupa pengembangan Model Latihan

Shorinji Kempo Usia Anak 10-14 Tahun Berbasis Fun Game Pada Dojo

Rorotan Jakarta Utara. Produk akhir ini dirangkum dalam bentuk buku

panduan pelaksanaan Model Latihan Shorinji Kempo Usia Anak 10-14

Tahun Berbasis Fun Game Pada Dojo Rorotan Jakarta Utara.


69

Anda mungkin juga menyukai