TEKNOLOGI BIOENERGI
JAWABAN :
Energi adalah hal yang sangat krusial bagi kehidupan, tanpa energi semuanya
akan mati atau terhenti. Salah satu tenaga yg diharapkan sang manusia berasal asal
Bahan Bakar Minyak (BBM). Semakin bertambahnya penduduk global maka
akan sebanding menggunakan bertambahnya kebutuhan akan tenaga minyak,
sedangkan persediaan minyak mentah semakin menipis, sebagai akibatnya perlu
buat mencari energi baru buat mensubtisusi akan bahan bakar minyak. Bioetanol
ialah sumber energi terbarukan yang didapatkan dari bahan-bahan mengandung
pati serta gula, menjadi permasalahan baru saat bahan-bahan berpati dan bergula
dipergunakan buat produksi bioetanol sebab akan berdampak pada pengurangan
persediaan pangan, sebagai akibatnya penggunaan limbah yg masih mengandung
gula dan pati sebagai cara lain . Galat satu fungsi alkohol merupakan menjadi
octane booster, ialah alkohol mampu menaikkan nilai oktan menggunakan
dampak positif terhadap efisiensi bahan bakar serta menyelamatkan mesin. Fungsi
lain merupakan oxigenating agent, yakni mengandung oksigen sebagai akibatnya
menyempurnakan pembakaran bahan bakar dengan imbas positif meminimalkan
pencemaran udara. Bahkan, alkohol berfungsi menjadi fuel extender, yaitu
menghemat bahan bakar fosil. di penelitian ini bahan baku yang dipergunakan
merupakan tetes tebu yg berkadar gula awal 79,lima%, dan ragi roti. Tetes tebu
lalu diencerkan sehingga dihasilkan kadar gula 14%, 24% serta 34% difermentasi
dengan memakai ragi roti 4 gram serta 8 gram selama 4 hari. Data yg sudah di
dapatkan dianalisis dengan uji korelasi untuk mengetahui efek korelasi antara
perlakuan kadar gula dan perbedaan jumlah ragi terhadap yang akan terjadi
rendemen. pada penelitian ini yang akan terjadi kondensat distilasi yg paling besar
didapat asal bahan standar kadar gula 34% dengan pemberian ragi 8 gr yaitu
sebanyak 905 mililiter sedangkan yg terendah didapat asal bahan standar kadar
gula 14% menggunakan pemberian ragi 8% yaitu sebesar 430 mililiter. pada
rendemen teoritis etanol murni nilai tertinggi di perlakuan kadar gula 24%
sedangkan di perlakuan kadar gula 34% hasilnya cenderung lebih rendah dari
perlakuan kadar gula 24%. akibat tenaga etanol terendah didapatkan pada
perlakuan kadar gula 14% menggunakan jumlah ragi 4 gram yaitu 1718,33 kkal
sedangkan tenaga yang tertinggi diperoleh menggunakan perlakuan kadar gula
34% dan jumlah ragi 8 gram menggunakan hasil energi etanol sebesar 4159,54
kkal. berasal data tadi bisa dibandingkan menggunakan energi yg terpakai yaitu
tenaga elpiji yg sebesar 1688,2 kkal, adalah produksi bioetanol berbahan baku
molase menggunakan perlakuan diatas, serta dengan memakai bahan bakar gas
layak diproduksi karena hasil energi yg didapat etanol lebih besar berasal di
energi gas yg terpakai.
Sebelumnya kita harus mengetahui apa itu Bioetanol, Bioetanol merupakan
bahan bakar alternatif dalam bentuk cair Fermentasi bahan baku yang
mengandung glukosa atau polimer glukosa (polisakarida) dengan bantuan
mikroorganisme. Bahan baku yang dapat digunakan untuk membuat bioetanol
adalah Sumber daya terbarukan, seperti tanaman sumber karbohidrat Glukosa,
seperti tebu, sorgum, dan singkong, dan sumber selulosa (lignoselulosa) seperti
kayu, jerami, batang pisang, dll. Hampir 93% etanol dunia dihasilkan dari
bioetanol 8 Konversi biomassa anaerobik, sisanya adalah etanol Sintesis kimia
dari turunan minyak bumi Bioetanol diproduksi dari etanol sesuai SNI 7390:2012
Bahan nabati (mengandung gula, pati atau serat). etanol atau etanol dengan
Rumus kimia C2H5OH adalah zat kimia organik berwarna transparan dengan berat
molekul 46,07, titik didih 78oC, berbau khas etanol, cair pada suhu kamar
ruangan, mudah terbakar.
B. Saccharomyces cerevisiae
Proses utama pada produksi etanol artinya fermentasi. Fermentasi dapat
dilakukan sang berbagai mikroorganisme mirip fungi, bakteri, dan ragi.
Saccharomyces cerevisiae merupakan galat satu ragi yg poly dipelajari dan
dipergunakan baik di taraf industri juga rumah tangga, selain itu ada bakteri
Zymomonas mobilis yang dapat menghasilkan etanol. S. cerevisiae
menghasilkan etanol sebagai produk fermentasi utamanya. S. cerevisiae lebih
unggul asal bakteri, ragi lainnya, dan fungi filamen pada aneka macam
karakteristik fisiologis buat produksi etanol pada konteks industri. S. cerevisiae
dapat mentolerir kisaran pH yang relatif luas dengan syarat asam optimum
sehingga kemungkinan kerugian dampak kontaminasi bakteri bisa berkurang. S.
cerevisiae jua lebih toleran terhadap etanol dibandingkan dengan
mikroorganisme penghasil etanol lainnya. Khamir atau yeast artinya
mikroorganisme yang bersifat heterotropik, uniseluler, kandungan klorofil
rendah, serta bisa bermetabolisme secara aerobik maupun anaerobik. Khamir
dipengaruhi sang “Pasteur Effect”, yaitu khamir akan melakukan proses
fermentasi secara anaerob menggunakan pembentukan biomassa sel rendah serta
tinggi produksi etanol. Kebalikannya, Jika ada oksigen akan terjadi respirasi sel
secara aerob di mana jumlah biomassa sel tinggi dan kadar etanol rendah.
Khamir dapat ditemukan di alam, di tanah, di butir-buahan pada umumnya, dan
dapat terbawa oleh angin maupun serangga. Bentuk dari sel khamir dapat berupa
ovoid, bulat atau elips serta reproduksi secara vegetatif dengan cara membelah
diri menghasilkan spora ovoid atau bundar. Yeast artinya mikroorganisme yang
termasuk dalam golongan jamur berasal Ascomycota dan fungi Imperfecti. S.
cerevisiae secara alami beredar pada alam, tetapi spesies ini lebih sering
dikaitkan dengan proses fermentasi industri mirip bir, produksi roti dan etanol.
Meskipun pada syarat anaerob, yeast permanen dapat tumbuh ketika fermentasi.
Yeast bersifat anaerob fakultatif dan dapat tumbuh dengan 12 atau tanpa
oksigen. Jika ada oksigen, khamir mengonversi gula menjadi CO 2, tenaga, serta
biomassa. di syarat anaerob, terjadi fermentasi alkohol di mana pertumbuhan
yeast tidak efisien serta gula dikonversi menjadi produk samping intermediet
mirip etanol, gliserol, serta CO 2. Oleh karena itu, persediaan udara sangat
diperlukan di perkembangbiakan yeast supaya produksi biomassa sel optimum.
sumber karbon dan energi utama buat yeast di umumnya ialah glukosa, di mana
glukosa akan dikonversi melalui jalur glikolitik menuju piruvat dan di siklus
kreb diubah menjadi anabolit serta energi pada bertuk ATP. Diklasifikasikan
berdasarkan cara lebih lanjut buat memproduksi tenaga dari piruvat yaitu
respirasi dan fermentasi. Proses ini bisa terbentuk dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, utamanya faktor konsentrasi glukosa dan oksigen. pada proses
respirasi, piruvat didekarboksilasi di mitokondria menjadi asetil-CoA yang
selanjutnya teroksidasi di siklus asam sitrat menjadi CO 2, tenaga, serta
intermediet yang dimanfaatkan untuk pertumbuhan yeast. di syarat anaerob,
glukosa dimanfaatkan secara perlahan buat menghasilkan tenaga yg dibutuhkan
hanya buat mempertahankan sel khamir supaya permanen hayati. Proses ini
diklaim fermentasi pada mana tak seluruh gula dioksidasi menjadi CO 2 dan
etanol. Ketika sel ragi direaksikan dengan kosentrasi glukosa yang tinggi akan
terjadi fokus katabolit, saat aktualisasi diri gen serta sintesis enzim respiratori
ditekan, fermentasi akan lebih dominan dibanding respirasi. pada praktek
industri, penekanan katabolit sang glukosa dan sukrosa dikenal menggunakan
sebutan pengaruh Crabtree yang dapat menyebabkan beberapa dilema seperti
fermentasi yg tidak rampung, berkembangnya off-flavours dan akibat samping
yang tak diinginkan seiring menggunakan berkurangnya biomassa serta vitalitas.
Khamir dapat memetabolisme banyak sekali macam substrat karbon tetapi jenis
gula primer yang dimanfaatkan merupakan glukosa, sukrosa, dan maltosa.
Sukrosa dimetabolisme sesudah dihidrolisis sebagai glukosa serta fruktosa oleh
enzim invertase ekstraseluler. Maltosa dipindahkan menuju sel oleh enzim
maltose permease dan dimetabolisme selesainya dihidrolisis menjadi dua
molekul glukosa sang maltase. pada umumnya elemen mirip N, P, S, Fe, Cu, Zn
dan Mn diharapkan oleh kebanyakan yeast serta umumnya ditambahkan pada
media 13 pertumbuhan. apabila khamir ditumbuhkan pada medium dengan
konsentrasi gula tinggi, maka tiga-20% glukosa yg tersedia akan diasimilasi,
sedangkan glukosa yg tersisa akan dimanfaatkan melalui jalur fermentasi.
Ketika etanol terakumulasi relatif poly pada dalam medium, maka pertumbuhan
sel khamir akan terhambat serta mengakibatkan sel mangkat . Meningkatnya
konsentrasi etanol dalam medium juga mengakibatkan struktur membran sel
berubah. Toksisitas terhadap etanol menghipnotis sel melalui perubahan di
membran fosfolipid dan melemahkan struktur membrane. Hal ini menyebabkan
isi sel keluar dan kemampuan fermentasi sel menjadi rusak.
C. Dry yeast
Pemanfaatan dry yeast pada produksi bioetanol dapat menyederhanakan
serangkaian proses operasi dan mengurangi risiko berasal kontaminasi bakteri.
Secara tradisional, sel khamir dibiakkan sampai jumlah sel yg diinginkan
tercapai buat proses fermentasi etanol. Proses ini diawali dengan inokulasi atau
kultivasi pada media supaya miring lalu dilakukan peningkatan skala kultivasi di
media cair buat menaikkan volume. menjadi alternatif, banyak perusahaan
memakai dry yeast komersial buat mengawali proses fermentasi etanol. aplikasi
dry yeast pada produksi etanol dapat meningkatkan kecepatan fase lag awal serta
mengurangi ketika proses kultivasi berkala. Food grade yeast yang seringkali
ditemukan adalah Saccharomyces cerevisiae, dikenal jua menjadi baker’s yeast
yang digunakan di seluruh global buat menghasilkan roti serta beberapa produk
bakery. Baker’s yeast diproduksi dengan memanfaatkan tetes tebu asal yang
akan terjadi samping industri gula menjadi bahan standar. Baker’s yeast segar
mengandung 30-33% bahan kering, 6,5-9.3% nitrogen, 40.6- 58.0% protein,
35.0-45.-% karbohidrat, 4.0-6.0% lipid, lima.0-7.lima% mineral serta beberapa
jenis vitamin tergantung di tipe dan syarat pertumbuhan. ada beberapa macam
baker’s yeast yaitu berbentuk cairan, krim atau bentuk yg dimampatkan, dan
active dry yeast. Active dry yeast terdiri dari butiran sel khamir kering yang
hidup menggunakan leavening power, sedangkan Instant Dry Yeast umumnya
berbentuk partikel yang 14 lebih halus dan tidak memerlukan proses rehidrasi
sebelum dipergunakan. Active dry yeast terdiri dari dua macam, yaitu regular
active dry yeast serta Instant Dry Yeast. Active dry yeast terbuat dari yeast
cream yang dipanaskan hingga dihasilkan 92-93% bahan kering. Ragi ini
berbentuk butiran kering (granular form). Pada aplikasinya, active dry yeast
wajib direhidrasi menggunakan air menggunakan suhu 105-110°F Bila
menginginkan aktivitas fermentasi yang maksimum. Sedangkan Instant Dry
Yeast didesain asal yeast cream yg dipanaskan serta dikeringkan hingga
mengandung 94-95% materi kemarau, berbentuk vermicelli (mirip potongan
pasta yg sangat pendek, mendekati butiran mungil yang halus). Aplikasinya
tidak perlu dilakukan rehidrasi terlebih dahulu. namun, eksklusif ditambahkan
ke dalam campuran untuk dicampur menggunakan bahan-bahan lainnya. Instant
active dry yeast ini stabil pada suhu ruang, namun pada suhu pada bawah 20°C
akan kehilangan kegiatan fermentasinya. Perkembang-biakan ragi secara industri
dilakukan dengan memanfaatkan limbah industri, utamanya tetes tebu,
menggunakan fermentasi berturut-turut. sehabis fermentasi, biomassa yeast
dipanen serta dilakukan proses lanjutan yaitu pembentukan konsentrat,
pengeringan, serta pengemasan.
D. Fermentasi Etanol
Produksi etanol bisa dilakukan secara in vitro serta in vivo sang mikroba yg
acapkali disebut fermentasi. Proses fermentasi alkohol pertama kali diuraikan
oleh pakar kimia Perancis, Louis Pasteur. Fermentasi alkohol adalah proses
konversi glukosa menjadi etanol (etil alkohol) dan CO 2. Fermentasi alkohol
artinya suatu proses metabolik pada mana substrat organik secara kimia berubah
akibat aktivitas enzim yang disekresi sang mikroorganisme. Piruvat merupakan
senyawa kunci pada glikolisis dan fermentasi alkohol pada S. cerevisiae.
Transport piruvat secara efisien pada S. cerevisiae hanya bisa dilakukan oleh
monokarboksilat permease. Enzim mengubah setiap molekul piruvat dari
glikolisis menjadi bentuk intermediet berupa asetildehid. NADH lalu
mentranspor elektron dan hidrogen ke asetaldehid sebagai akibatnya bentuk
intermediet 16 tadi berubah sebagai produk akhir fermentasi alkohol, yaitu
etanol. Proses fermentasi di umumnya memanfaatkan kegiatan mikroorganisme
mirip jamur maupun bakteri. Perbandingan mol antara glukosa serta etanol dapat
dipandang di reaksi berikut:
b. . Suhu fermentasi
Suhu sangat berpengaruh terhadap aktivitas enzimatis serta turgiditas
membran sel yeast. Yeast mikroorganisme mesofil serta suhu yang
memenuhi syarat di praktek industri berkisar antara 30 oC hingga 35oC,
menggunakan batasan suhu aporisma 38-40 oC. Literatur menyatakan
bahwa semakin tinggi suhu maka semakin tinggi jua impak
penghambatan etanol sebab kecepat produksi etanol 20 lebih tinggi
dibandingkan dengan kecepatan difusi melalui membran. Yeast yang
aktif serta toleran terhadap suhu tinggi sangat ideal buat industri
bioetanol. Ragi S. cerevisiae ITV-01 yeast yg diisolasi dari tetes tebu
membuat kadar etanol (58.4 g/l) optimal pada 30 oC dengan pH 3,5.
Selain itu riset lain menunjukkan bahwa S. cerevisiae BY4742 optimal di
suhu 30-40oC pada mana semakin tinggi suhu maka fase eksponensial sel
yeast akan lebih singkat. Produksi etanol dapat berkurang di suhu 50 oC,
hal ini bisa terjadi karena perubahan sistem transportasi sel yang bisa
menaikkan akumulasi toksin termasuk etanol pada sel. Selain itu suhu
yang terlalu tinggi bisa menyebabkan denaturasi enzim dan ribosom
serta dapat menyebabkan ketidakstabilan membran yg dapat merusak
proses fermentasi sang yeast.
c. Keberadaan Inhibitor
Salah satu inhibitor yang dapat merusak proses fermentasi tetes tebu
artinya ion logam mineral dan pengotor yang ada di tetes tebu. Kadar
abu di tetes tebu yaitu 10,21% , jenis abu yang terkandung dalam tetes
tebu diantaranya yaitu kalsium, kalium, magnesium. Selain itu ada
beberapa anion mirip SO 42- , PO42- Cl- serta beberapa komponen senyawa
organik yaitu asam serta zat pewarna. Kalsium merupakan keliru satu
mineral yang banyak ditemukan di tetes tebu sesudah kalium yaitu lebih
kurang 0.8% dari berat tetes tebu. pada saat fermentasi, yeast
mengkonversi sukrosa sebagai gula reduksi dengan memanfaatkan enzim
invertase yang disekresi dari yeast itu sendiri. Pengaruh ion kalsium di
produksi etanol dari tetes tebu sang yeast, dijelaskan bahwa semakin poly
kandungan ion logam seperti tembaga, kalsium, dan kalium bisa
mengganggu aktivitas enzim invertase. pada penelitian dilakukan
penambahan kalsium menjadi kalsium klorida pada tetes tebu
menggunakan penambahan 0.18%, 0.72%, serta dua.16% (b/v), terjadi
penurunan yg semakin signifikan terhadap produksi etanol seiring
menggunakan besarnya penambahan kalsium. Selain menjadi inhibitor,
ion logam dapat menjadi toksik buat yeast serta mempengaruhi kekuatan
ionik dan pH berasal medium fermentasi. Maka asal itu perlu dilakukan
proses pretreatment asam sulfat buat pengurangan kalsium (dekalsifikasi)
serta abu dan pengotor lain supaya pertumbuhan yeast serta produksi 21
enzim invertase lebih optimal. Selain itu proses pretreatment juga dapat
mengurangi kontaminasi mikroorganisme yg ada pada tetes tebu
d. Lama fermentasi
Lama waktu saat yang digunakan buat fermentasi tergantung pada
jenis substrat, suhu, pH dan mikroorganisme yg digunakan. Waktu
fermentasi juga sangat berpengaruh di proses fermentasi, semakin tinggi
konsentrasi sel menyebabkan waktu fermentasi lebih rendah, sebaliknya
konsentrasi sel yg rendah mengakibatkan saat fermentasi yang tinggi atau
lebih lama. Penelitian tentang bioetanol daun pisang dengan bakteri C.
thermocellum memberikan bahwa kadar bioetanol tertinggi 22% dicapai
di usai fermentasi lima hari. Sedangkan penelitian wacana bioetanol kulit
nanas menggunakan perlakuan awal hidrolisis menggunakan enzim
xilanase sang S. cerevisiae menggunakan kadar bioetanol tertinggi
lima.22% dicapai di lama fermentasi 1 hari.
e. pH
Khamir ialah mikroorganisme yang bekerja optimum pada kisaran pH
yang luas, kisaran pH terbaik buat yeast artinya 4,0-4,5. Berdasarkan
penelitian menyatakan bahwa pH optimum untuk S. cerevisiae BY4742
yaitu pada kisaran 4,0 – 5,0. Bila pH lebih rendah dari 4,0 maka saat
inkubasi dapat lebih lama walaupun konsentrasi etanol tak berkurang
secara signifikan, sedangkan Jika pH pada atas 5,0 maka konsentrasi
etanol dapat berkurang relatif banyak. Pembentukan asam asetat
meningkat Bila pH di bawah 4,0 serta pada pH pada atas 5,0 asam butirat
akan diproduksi. Tingkat pH sangat penting diperhatikan di proses
fermentasi karena dipergunakan menjadi kontrol kontaminasi bakteri,
impak pertumbuhan khamir serta tingkat fermentasi. Fermentasi sukrosa
lebih ditentukan sang pH daripada glukosa, karena aktivitas invertase
pada ragi lebih dipengaruhi oleh taraf pH rendah daripada potensi
fermentasi.
Dari hasil pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Tetes dapat dijadikan bioetanol atau bahan bakar pengganti bensin dengan
sesuai kadar perbandingan.
2. Kadar ragi yang sesuai dalam pembuatan bioetanol terhadap tebu dan ubi
jalar adalah ragi variasi 3 (30 gram).
3. Pengaruh kadar etanol yang dihasilkan dipengaruhi oleh berapa banyak
ragi yang digunakan. Volume etanol tebu rata-rata 92,375 ml dengan
kadar alkohol 9% pada proses fermentasi serta kadar alkohol 99% setelah
proses distilasi dan volume etanol ubi jalar rata-rata 91 ml dengan kadar
alkohol 9% pada proses fermentasi serta kadar alkohol 99% setelah proses
distilasi.
4. Performa motor terbaik dengan pembebanan dan tanpa pembebanan
diperoleh pada bioetanol tebu dengan komposisi E10 (10% etanol dan
90% bensin).
Tahap II :
1. Sampah Sayuran dicampur air kemudian dicacah hingga halus lalu
dimasukkan kedalam erlemeyer berkapasitas 500 ml. dua. sehabis Sampah
Sayuran dimasukkan ke dalam Erlemeyer berkapasitas 500 mililiter
yangberisi Kotoran Ternak terustambahkan EM-4 sebanyak 20 ml
kemudian campurkan dan kocok hingga merata. 3. kemudian dibiarkan
dan diamati produksi gas tiap hari.