Anda di halaman 1dari 114

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Provinsi Sulawesi Selatan


TRIWULAN I 2016

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA


PROVINSI SULAWESI SELATAN
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:
www.bi.go.id/web/id/Publikasi/

Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:


Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Selatan
Jl. Jenderal Sudirman No. 3
Makassar 90113, Indonesia
Telepon: 0411 – 3615188/3615189
Faksimili: 0411 – 3615170
KATA PENGANTAR

Kata
Pengantar

Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap
triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi,
keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan
uang rupiah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi dan
keuangan ini disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan
kebijakan moneter, makroprudensial, stabilitas sistem keuangan, serta sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah,
juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Dengan
demikian, keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Sulsel diharapkan dapat semakin berperan
sebagai economic advisor dan strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya.

Ekonomi Sulsel pada triwulan I 2016 tumbuh menggembirakan 7,41% (yoy), lebih tinggi dari pencapaian pertumbuhan
ekonomi nasional (4,92%; yoy). Kami mencatat beberapa sektor masih tumbuh meningkat, antara lain sektor industri
pengolahan, sektor transportasi dan pergudangan, serta sektor penyediaan akomodasi dan makan minum. Namun kondisi
eksternal yang belum sepenuhnya membaik, masih berimbas pada kinerja ekspor komoditas unggulan Sulsel di awal 2016
ini. Menurut outlook World Bank, harga internasional komoditas unggulan ekspor Sulsel diperkirakan baru akan membaik
pada akhir 2016. Untuk itu, guna menopang pertumbuhan ekonomi Sulsel, kami berharap, realisasi penyerapan anggaran
belanja pemerintah terutama belanja modal pada tiga triwulan kedepan dapat dioptimalkan. Optimalisasi penyerapan
anggaran dapat dilakukan diantaranya dengan mempercepat pembangunan infrastruktur, termasuk diantaranya
infrastruktur penunjang yang terkait dengan upaya membangun kota yang nyaman di Sulsel (smart city). Sementara itu,
meski tekanan inflasi di Sulsel saat ini masih relatif kuat, namun dengan berbagai upaya pengendalian yang telah dan
terus akan dilakukan kedepan, kami optimis inflasi akan semakin menurun sehingga pada akhir tahun berada pada kisaran
target yang ditetapkan yaitu 4±1%. Dengan pencapaian inflasi yang semakin rendah maka daya beli masyarakat Sulsel
akan terjaga dengan baik sehingga kesejahteraannya meningkat. Menurut hemat kami, fokus pengendalian harga pada
triwulan II- 2016 sebaiknya lebih diarahkan pada komoditas volatile food dengan cara menjaga ketersediaan pasokannya,
mengingat permintaan komoditas tersebut diprediksi meningkat seiring dengan datangnya Ramadhan dan perayaan Idul
Fitri.

Dalam penyusunan kajian ini, kami memanfaatkan data sekunder yang diterbitkan atau yang disediakan oleh berbagai
institusi. Selain itu kami juga menggunakan data primer dan informasi yang kami peroleh dari hasil survei dan liaison atau
hasil kunjungan ke sejumlah perusahaan besar di Sulsel. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengucapkan terima
kasih dan penghargaan yang tinggi kepada semua pihak, terutama bagi Bapak/Ibu yang telah berkontribusi dalam sharing
pemikiran dan membantu dalam penyediaan data atau informasi yang lengkap, akurat dan terkini. Saran serta masukan
dari para stakeholders sangat kami harapkan agar kedepan kajian yang kami susun menjadi semakin lebih baik.

Makassar, Mei 2016


KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI SELATAN

ttd

Mokhammad Dadi Aryadi


Direktur Eksekutif

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel iii
VISI BANK INDONESIA
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional
melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian
inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.

MISI BANK INDONESIA


1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi
kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang
berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan
efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan
eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan
dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian
nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang
berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan
stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan
akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia
yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta
melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam
rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.

NILAI-NILAI STRATEGIS
Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen,
dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri
atas:Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest –
Coordination and Teamwork.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel iv
DAFTAR ISI

Daftar
Isi

KATA PENGANTAR III


DAFTAR ISI V
RINGKASAN EKSEKUTIF 1
TABEL INDIKATOR EKONOMI 5
1. PERTUMBUHAN EKONOMI 9
1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI 10
1.2. SISI PENGELUARAN 10
1.3. SISI LAPANGAN USAHA 18
2. KEUANGAN PEMERINTAH 31
2.1. STRUKTUR ANGGARAN 32
2.2. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI 32
2.3. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBD KABUPATEN/KOTA SE-SULSEL 35
2.4. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBN DI SULSEL 36
2.5. PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH DALAM PDRB 37
3. INFLASI DAERAH 41
3.1. INFLASI UMUM 42
3.2. INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA 42
3.3. INFLASI MENURUT KOTA IHK 47
3.4. DISAGREGASI INFLASI 49
3.5. KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI 50
4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 53
4.1. KONDISI UMUM PERBANKAN 54
4.2. STABILITAS SISTEM KEUANGAN 59
4.3. PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 62
5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG 67
5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 68
5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI 68
5.3. GERAKAN NASIONAL NON TUNAI 70
6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 73
6.1. TENAGA KERJA 74
6.2. PENDUDUK MISKIN 75
6.3. RASIO GINI 77

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel v
DAFTAR ISI

6.4. NILAI TUKAR PETANI 77


7. PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 81
7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 82
7.2. PROSPEK INFLASI 87
7.3. REKOMENDASI KEBIJAKAN 89
LAMPIRAN 93

DAFTAR BOKS

BOKS 1.A.
AGLOMERASI KAWASAN PERKOTAAN MAMMINASATA 29
BOKS 2.A.
FORUM FISKAL-MONETER: PERKUAT EKONOMI REGIONAL 39
BOKS 3.A.
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK HARGA BERAS DI SULSEL DALAM KAITANNYA DENGAN UPAYA PENGENDALIAN
INFLASI 51
BOKS 4.A
KEBIJAKAN PELONGGARAN GIRO WAJIB MINIMUM (GWM) PRIMER DALAM RUPIAH 64
BOKS 5.A
SMART CITY (KOTA CERDAS) BERKEMBANG BERSAMA GERAKAN NASIONAL NON TUNAI (GNNT) 71
BOKS 6.A.
BANK INDONESIA IKUT MENINGKATKAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA 79

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


vi Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
RINGKASAN EKSEKUTIF

Ringkasan
Eksekutif

Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel


Gambaran Umum

Perekonomian Sulsel triwulan I Perekonomian Sulsel triwulan I 2016 tumbuh 7,41% (yoy), meningkat dibandingkan
2016 tumbuh meningkat pertumbuhan triwulan IV 2015 yang tercatat 7,24% (yoy). Secara sektoral,
dibandingkan triwulan meningkatnya pertumbuhan disebabkan oleh peningkatan kinerja di sektor sekunder,
sebelumnya yaitu sektor industri pengolahan, sektor transportasi dan pergudangan, serta sektor
penyediaan akomodasi dan makan minum. Di sisi pengeluaran, meningkatnya
pertumbuhan disebabkan oleh masih kuatnya konsumsi rumah tangga dan cukup
tingginya pertumbuhan investasi (PMTB). Sementara itu, pertumbuhan ekspor masih
mengalami tekanan seiring dengan belum pulihnya pasar global. Pada triwulan laporan,
kinerja perbankan dalam kondisi baik, sementara transaksi yang tercatat pada sistem
pembayaran menunjukkan peningkatan. Peluang peningkatan ekonomi Sulsel pada
2016 akan terjadi apabila perkembangan ekonomi global semakin membaik dan terjalin
koordinasi yang semakin erat antara pemerintah pusat dan daerah.

Tekanan inflasi pada triwulan laporan meningkat. Pada akhir triwulan I 2016 inflasi
Sulsel tercatat 5,70% (yoy). Meskipun pencapaian inflasi berada di atas rentang sasaran
inflasi nasional 4±1%, namun kami optimis pada akhir 2016 inflasi Sulsel diperkirakan
dapat berada di rentang sasaran inflasi yang ditargetkan. Peningkatan inflasi Sulsel
terjadi dikarenakan terdapat tekanan harga pada kelompok bahan makanan, akibat
bergesernya musim panen padi, serta terbatasnya pasokan cabe dan bawang merah.
Terbatasnya pasokan dikarenakan sebagian komoditi disalurkan ke wilayah lain, seiring
dengan tingginya permintaan dari beberapa wilayah di luar Sulsel karena gagal panen.
Namun penurunan harga BBM dan tarif tenaga listrik (TTL) tampaknya mampu
mengkompensasi kenaikan harga-harga bahan pangan sehingga inflasi tidak terdorong
lebih tinggi. Kunci keberhasilan dalam mengendalikan inflasi di Sulsel tersebut tentunya
tidak lepas dari peran serta, komunikasi, dan koordinasi yang berjalan baik di antara
anggota TPID, terutama dalam kaitannya dengan upaya menjaga ketersediaan dan
kelancaran arus distribusi bahan pangan ke berbagai daerah di Sulsel.

Pertumbuhan Ekonomi

Konsumsi rumah tangga dan Peningkatan pertumbuhan perekonomian Sulsel terutama disebabkan oleh masih
investasi yang relatif kuat, kuatnya konsumsi rumah tangga dan cukup tingginya pertumbuhan investasi (PMTB).
serta kinerja positif sektor Pada triwulan I 2016, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,28% (yoy), relatif stabil bila
sekunder berhasil menopang dibandingkan dengan pertumbuhan periode sebelumnya, sementara investasi masih
pertumbuhan ekonomi Sulsel di tumbuh 9,52% (yoy).
triwulan I 2016
Sedangkan secara sektoral, pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh meningkatnya
kinerja sektor industri pengolahan, sektor transportasi dan pergudangan, serta
sektor penyediaan akomodasi dan makan minum. Peningkatan kinerja sektor

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 1
RINGKASAN EKSEKUTIF

sekunder dan tersier tersebut mencerminkan daya beli konsumen di Sulsel tetap
terjaga dengan baik.

Keuangan Pemerintah

Nominal realisasi belanja APBD Realisasi penyerapan APBD dan APBN di Sulsel turut mendorong pertumbuhan
Provinsi dan APBN ekonomi di triwulan I 2016. Realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel triwulan I 2016
menunjukkan peningkatan. mencapai Rp926,33 miliar atau 13,75% dari yang ditargetkan sebesar Rp6,74 triliun.
Sumber belanja berasal dari belanja operasional dan belanja transfer. Meskipun belum
terlihat optimal namun nilai penyerapan anggaran triwulan I 2016 lebih besar bila
dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, realisasi
belanja APBN di Sulsel mencapai Rp2,38 triliun atau 12,5% dari yang dianggarkan
sebesar Rp19,03 triliun, dengan peningkatan penyerapan terbesar terdapat pada
belanja modal dan belanja pegawai.

Inflasi

Tekanan harga-harga Tekanan harga-harga meningkat. Laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan I 2016 tercatat
meningkat, terutama berasal 5,70% (yoy) lebih tinggi dari akhir 2015 (4,49%, yoy). Tekanan harga-harga terutama
dari inflasi kelompok volatile berasal dari kelompok bahan makanan (volatile food). Peningkatan inflasi pada
food dan administered price. kelompok bahan makanan diantaranya disebabkan oleh terbatasnya pasokan bahan
pangan akibat belum masuknya musim panen di beberapa sentra penghasil pangan
Sulsel. Selain itu, sumber peningkatan tekanan inflasi berasal dari kelompok
transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan, yang dikarenakan adanya kenaikan tarif
angkutan udara.

Upaya penanggulangan inflasi terus dilaksanakan dengan meningkatkan koordinasi


dan komunikasi TPID. Pelaksanaan koordinasi TPID di sepanjang periode laporan
dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dan instansi
lainnya melalui pelaksanaan rapat koordinasi TPID Provinsi Sulsel. Selain itu, Bank
Indonesia juga aktif dalam melakukan komunikasi dan program pengembangan UMKM
serta klaster komoditas pangan.

Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan

Intermediasi perbankan Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan I 2016 tetap terjaga baik. Hal ini tercermin
berjalan dengan baik, dengan dari pertumbuhan aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang
kualitas kredit terjaga pada disalurkan. Meskipun terdapat perlambatan namun aset perbankan masih tumbuh
level aman tinggi 15,14% (yoy), sementara DPK tumbuh 17,95% (yoy) dan kredit/pembiayaan
tumbuh 12,90% (yoy), dengan Makassar masih menjadi motor pertumbuhan industri
perbankan. Pada triwulan I 2016, dinamika aktivitas perbankan diwarnai dengan
meningkatnya penyaluran kredit yang lebih tinggi dibandingkan penghimpunan dana
pihak ketiga (DPK), sehingga rasio LDR meningkat menjadi 122,94% lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya 121,05%. Seiring dengan meningkatnya LDR
perbankan, rasio NPL juga sedikit mengalami kenaikan menjadi 3,36% dari triwulan
sebelumnya 3,19%. Namun demikian secara umum risiko kredit perbankan masih
dalam batas yang aman.

Dari sisi stabilitas sistem keuangan secara umum juga tetap terjaga baik. Kinerja
perusahaan secara umum masih relatif baik. Penyaluran kredit ke berbagai sektor juga
masih terus tumbuh, termasuk penyaluran kredit ke sektor UMKM, sehingga pangsa
kredit UMKM terhadap total kredit tetap terjaga di atas 30%. Satu hal yang perlu
mendapat peningkatan perhatian adalah sedikit menurunnya kualitas kredit di sektor
korporasi, sebagaimana tercermin dari NPL yang sedikit meningkat menjadi 6,81%.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


2 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
RINGKASAN EKSEKUTIF

Peningkatan NPL ini tidak lepas dari kondisi perekonomian global khususnya
perekonomian negara-negara mitra dagang yang belum sepenuhnya pulih.

Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

Sesuai siklus ekonomi, Perkembangan transaksi keuangan berjalan dinamis. Transaksi keuangan yang
kebutuhan uang kartal pada dilakukan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) bahkan
triwulan I 2016 menurun. memperlihatkan peningkatan, dengan nilai transaksi mencapai Rp18,23 triliun atau
Sementara disisi lain, transaksi tumbuh 86,7% (yoy) jauh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 24,6% (yoy).
non tunai khususnya yang Peningkatan ini sejalan dengan diimplementasikannya ketentuan batas minimal
dilakukan melalui kliring transaksi melalui BI-RTGS sebesar Rp500 juta dan diberlakukannya kebijakan
mengalami lonjakan yang penambahan waktu pelayanan SKNBI menjadi 5 (lima) kali sehari. Sementara itu, disisi
tajam. pengelolaan uang rupiah (PUR) terjadi net inflow sebesar Rp4,74 triliun. Hal ini
mengindikasikan adanya penurunan kebutuhan uang kartal, yang merupakan siklus di
awal tahun setelah momen libur natal dan tahun baru.

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulsel selalu meningkatkan pelayanan


1
SPPUR . Upaya tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang
layak edar, dengan senantiasa terus mendorong clean money policy yang dilakukan
melalui kegiatan pengelolaan uang tunai, melakukan pembukaan layanan penukaran
uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan melakukan kegiatan
edukasi ciri-ciri keaslian mata uang rupiah kepada masyarakat.

Tenaga Kerja dan Kesejahteraan

Penyerapan tenaga kerja pada Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel mencapai 5,11% (Februari 2016) sedikit
triwulan I 2016 terdapat sedikit lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun 2015 (5,80%). Perbaikan
perbaikan yang diharapkan penyerapan tenaga kerja tersebut, ditengarai sebagai implikasi dari dampak kebijakan
dapat menurunkan angka pemerintah diantaranya penyaluran dana ke desa dan peluncuran berbagai paket
kemiskinan. Menurut data kebijakan ekonomi. Seiring dengan kebijakan tersebut tingkat kesejahteraan petani
terakhir per September 2015 yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan I 2016 secara tahunan
angka kemiskinan Sulsel secara terpantau membaik dibandingkan triwulan I 2015. Namun seiring dengan relatif
tahunan meningkat, sebagai tingginya angka inflasi di Sulsel, maka jumlah penduduk miskin di Sulsel per September
imbas dari tergerogotinya daya 2015 tercata sedikit meningkat dibandingkan dengan September 2014. Peningkatan
beli masyarakat akibat inflasi kemiskinan terjadi baik di kota maupun di desa. Persentase penduduk miskin di Sulsel
yang relatif tinggi. per September 2015 tercatat 10,12% dari total penduduk. Persentase ini tergolong
cukup rendah jika dibandingkan dengan Provinsi lain di Sulampua maupun Nasional.

Prospek Perekonomian

Perekonomian Sulsel pada Perekonomian Sulsel pada triwulan II 2016 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,6% -
triwulan II 2016 dan 8,0% (yoy). Demikian pula untuk keseluruhan 2016 juga diperkirakan tumbuh pada
keseluruhan 2016 diprakirakan kisaran 7,6% - 8,0% (yoy), membaik dibandingkan 2015. Jika dibandingkan dengan
tumbuh lebih tinggi dari ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan II 2016 diperkirakan tetap
pertumbuhan ekonomi nasional lebih tinggi. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih akan
ditopang oleh semua komponen sisi pengeluaran (konsumsi, investasi, dan ekspor luar
negeri). Di sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan diperkirakan akan terjadi
pada sektor pertanian, sektor pengadaan listrik/gas, sektor konstruksi, dan sektor jasa
kesehatan/kegiatan sosial. Faktor risiko yang perlu diwaspadai ke depan adalah
berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global, rebound-nya harga minyak dunia,
pergerakan nilai tukar rupiah, dan permasalahan harmonisasi kebijakan ekonomi

1
Penyingkatan SPPUR merupakan singkatan baru yang diterapkan pada tahun 2015, sebelumnya penyebutan Sistem Pembayaran tunai. Sementara
penyebutan SP mengarahkan pada Sistem pembayaran Non Tunai.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 3
RINGKASAN EKSEKUTIF

pemerintah pusat dan daerah.


Tekanan harga pada triwulan II 2016 dan sampai dengan akhir 2016 diperkirakan
cenderung melemah, yang didukung oleh peningkatan produksi pangan serta
lanjutan tren penurunan harga minyak dunia, sehingga terjadi penyesuaian harga
administered price. Oleh karena itu, inflasi 2016 diprakirakan tetap terkendali dan
berada dalam rentang target inflasi nasional. Namun demikian, koordinasi tetap
menjadi kata kunci keberhasilan dalam mengendalikan inflasi, terutama dalam
kaitannya dengan upaya menjaga ketersediaan dan kelancaran arus distribusi bahan
pangan ke berbagai daerah di Sulsel.

Rekomendasi Kebijakan

Percepatan infrastruktur, Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul
peningkatan nilai tambah, dan Jejaring Akselerasi Kesejahteraan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat
optimalisasi belanja disarankan kepada pemerintah daerah: (a) Melakukan pembangunan infrastruktur
pemerintah menjadi kunci perhubungan secara tepat waktu; (b) Program peningkatan ekspor perlu segera diiringi
pertumbuhan perekonomian dengan peningkatan kualitas transportasi dan infrastruktur darat serta laut yang
Sulsel 2016. Selain itu, juga memadai, mulai dari kawasan industri hingga ke pelabuhan; (c) Mendorong
perlu diiringi dengan terciptanya industri dasar hingga menengah (low medium technology) terutama untuk
pengendalian harga terutama kebutuhan rumah tangga, baik dari sisi ketersediaan investor, tenaga kerja, hingga
untuk komoditas penyumbang pemasarannya; (d) Belanja pemerintah yang masih menjadi penopang pertumbuhan
inflasi terbesar di Sulsel. Sulsel, perlu dilakukan penyerapan yang makin optimal dan merata sepanjang tahun;
(e) Penerapan smart city, perlu diiringi dengan pembangunan infrastruktur dasar kota,
seperti pedestrian yang nyaman, penerangan jalan utama yang memadai, taman yang
tertata, pengelolaan drainase dan saluran air yang terpadu, pengelolaan sampah dan
limbah yang mampu menjaga kelestarian lingkungan, serta peningkatan pelaksanaan
transaksi pembayaran secara nontunai.

Sementara itu, rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan untuk pengendalian


harga terutama diarahkan pada komoditas penyumbang inflasi terbesar (beras) yaitu
sebagai berikut: (a) Perlunya kesadaran kolektif bahwa benar telah terjadi praktik
pembentukan harga beras di Sulsel yang tidak efisien (b) Perlunya kebijakan dan
langkah-langkah konkrit guna meminimalisir dampak negatif dari market failures (c)
Perlunya menerapkan kebijakan domestic market obligation (DMO) dalam
perdagangan beras di Sulsel (d) Mengevaluasi kembali Harga Pembelian Pemerintah
(HPP) gabah dan beras yang rasional dan obyektif (e) Memberikan bantuan dengan
menyalurkan beras kepada kelompok miskin terutama pada saat operasi pasar Perum
BULOG dinilai kurang berjalan efektif; (f) Merevitalisasi Koperasi Unit Desa (KUD) dan
Kelompok-kelompok Tani agar mampu berperan efektif sebagai mitra Perum BULOG
dalam pengadaan gabah dan beras di lapangan; (g) Meniadakan peraturan yang bisa
bersifat kontra produktif terkait dengan perdagangan beras, misalnya
retribusi/pungutan atau bentuk kebijakan lainnya; (h) Mengundang investor atau
menggandeng swasta untuk mendirikan pabrik beras di Sulsel yang mampu
menghasilkan beras kualitas premium; (i) Menyiapkan sistem informasi yang simetris
dan berkualitas yang mampu menyediakan informasi mengenai data stok dan harga
beras di tingkat regional, nasional maupun internasional, yang dapat diakses dengan
mudah oleh seluruh pelaku usaha di bidang perberasan, terutama petani; (j)
Mendorong perbankan atau lembaga pembiayaan lainnya di Sulsel agar lebih giat
dalam melaksanakan program/kegiatan layanan keuangan inklusif.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


4 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
TABEL INDIKATOR EKONOMI

TABEL INDIKATOR EKONOMI

Tabel
Indikator Ekonomi

A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)


2013* 2014** 2015** 2016**
INDIKATOR
I II III IV I II III IV I II III IV I
MAKRO
Indeks Harga Konsumen
- Sulawesi Selatan 139.01 139.26 145.51 144.60 109.16 109.71 111.72 116.89 116.95 118.55 121.06 122.13 123.62
- Sulawesi Utara 136.86 136.16 141.73 144.59 109.39 110.28 110.90 118.61 118.13 119.91 121.26 125.20 123.92
- Gorontalo 141.62 140.95 142.53 147.46 108.24 109.32 109.62 115.26 113.96 115.98 117.72 120.22 120.50
- Papua 133.82 135.00 140.14 143.68 113.54 112.66 114.05 121.17 121.30 121.90 121.71 125.51 125.86
- Papua Barat 155.28 158.31 167.44 163.87 108.41 109.26 113.93 115.18 116.00 118.27 120.89 121.33 122.41
- Maluku 141.12 144.46 156.03 153.14 110.38 111.97 112.31 115.86 120.40 121.88 120.41 122.98 123.07
- Sulawesi Tengah 143.27 142.88 151.42 153.12 111.45 113.64 115.12 120.21 117.34 120.46 121.29 125.22 124.42
- Sulawesi Tenggara 141.41 144.15 151.32 149.50 108.00 109.77 111.72 117.67 116.43 117.84 118.00 120.34 121.96
- Sulawesi Barat 140.21 140.78 145.61 146.41 108.92 110.28 112.54 116.85 116.20 118.65 119.84 122.78 122.23
- Maluku Utara 138.49 138.68 148.77 150.25 112.16 114.28 117.01 122.30 121.04 123.67 124.73 127.83 127.64
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
- Sulawesi Selatan 4.61 4.36 7.24 6.21 5.88 5.92 3.72 8.61 7.13 8.06 8.36 4.48 5.70
- Sulawesi Utara 6.83 4.94 7.72 8.12 5.67 6.26 4.00 9.67 7.99 8.73 9.34 5.56 4.90
- Gorontalo 5.18 3.59 3.39 5.84 5.10 5.82 3.59 6.14 5.28 6.09 7.39 4.30 5.74
- Papua 5.89 6.07 8.58 8.27 9.57 7.40 4.51 9.11 6.83 8.20 7.63 3.59 3.76
- Papua Barat 7.62 5.79 9.70 7.25 5.77 5.27 5.32 6.56 7.00 8.25 6.11 5.34 5.53
- Maluku 2.58 1.70 9.86 8.81 8.95 8.85 2.79 7.19 9.08 8.85 7.64 6.15 2.22
- Sulawesi Tengah 5.97 3.89 7.28 7.57 8.42 10.37 5.46 8.84 5.28 6.00 5.36 4.17 6.03
- Sulawesi Tenggara 3.02 3.76 7.30 5.92 5.60 4.84 1.83 8.45 7.81 7.35 6.86 2.27 4.75
- Sulawesi Barat 4.19 4.30 5.85 5.91 6.24 6.65 4.46 7.89 6.68 7.59 6.49 5.07 5.19
- Maluku Utara 3.97 2.93 9.65 9.78 8.80 9.75 5.40 9.35 7.92 8.22 6.6 4.52 5.45
PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2010 & SNA 2008 51,268 54,406 57,699 54,217 55,565 57,882 62,159 58,393 58,742 62,488 66,878 62,621 63,095
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 10,729 11,880 14,029 9,809 12,293 13,015 15,191 10,582 12,722 14,526 15,982 10,727 12,842
Pertambangan dan Penggalian 3,016 3,292 3,496 3,436 3,450 3,498 3,793 3,971 3,533 3,780 4,251 4,304 3,623
Industri Pengolahan 7,322 7,769 7,696 7,758 7,648 8,162 8,577 8,890 8,091 8,773 8,951 9,692 9,126
Pengadaan Listrik, Gas 49 49 50 51 51 55 56 60 51 51 53 58 56
Pengadaan Air 71 75 75 74 75 77 77 73 75 77 75 76 79
Konstruksi 6,019 6,343 6,720 6,948 6,494 6,789 7,044 7,340 6,961 7,188 7,689 8,129 7,610
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7,114 7,645 7,806 7,624 7,775 8,088 8,619 7,881 8,212 8,623 9,405 8,675 8,973
Transportasi dan Pergudangan 2,020 2,103 2,166 2,164 2,061 2,094 2,181 2,260 2,150 2,243 2,407 2,389 2,427
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 710 730 742 771 765 797 806 815 804 829 855 877 881
Informasi dan Komunikasi 3,332 3,440 3,485 3,511 3,492 3,592 3,733 3,743 3,749 3,860 4,036 4,069 4,055
Jasa Keuangan 1,884 1,944 1,902 1,896 1,950 2,017 2,008 2,090 2,144 2,077 2,194 2,248 2,350
Real Estate 1,919 1,969 2,019 2,026 2,068 2,124 2,164 2,209 2,252 2,284 2,320 2,341 2,411
Jasa Perusahaan 230 233 238 237 245 249 252 254 256 261 270 273 277
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,471 2,510 2,644 2,667 2,510 2,575 2,698 2,772 2,648 2,758 2,949 3,027 2,864
Jasa Pendidikan 2,789 2,781 2,932 3,416 2,916 2,929 3,105 3,523 3,176 3,195 3,402 3,606 3,420
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 927 959 1,004 1,131 1,065 1,093 1,107 1,169 1,144 1,177 1,232 1,292 1,253
Jasa lainnya 665 682 693 696 707 728 747 761 773 788 808 839 849

PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) *** 51,268 54,406 57,699 54,217
1. Konsumsi 32,784 36,021 36,851 40,586 35,255 37,835 38,891 42,129 37,158 39,735 41,045 44,894 39,000
2. Investasi 21,526 24,330 21,015 20,074 20,668 23,151 23,343 22,160 23,068 25,335 26,744 27,333 25,544
3. Ekspor 13,148 12,827 15,256 11,132 14,947 14,401 15,995 14,405 13,861 13,733 14,663 10,301 8,204
4. Impor 16,191 18,772 15,423 17,575 15,306 17,505 16,069 20,301 15,344 16,315 15,574 19,907 9,653
Total PDRB (Rp Miliar) 51,268 54,406 57,699 54,217 55,565 57,882 62,159 58,393 58,742 62,488 66,878 62,621 63,095
Pertumbuhan PDRB (%, yoy) 6.02 7.01 9.25 8.06 8.38 6.39 7.73 7.70 5.72 7.96 7.59 7.24 7.41
Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) 403.02 389.29 417.56 386.19 360.34 452.96 490.63 444.80 344.16 382.89 381.25 333.28 229.37
Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton) 171.92 198.44 499.94 230.41 167.44 182.55 193.36 209.93 163.96 194.52 216.82 172.10 163.02
Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) 300.72 404.71 218.81 126.06 139.10 181.87 149.05 129.39 163.90 172.50 271.92 149.65 123.71
Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton) 160.04 472.75 216.67 271.29 221.11 258.82 266.39 217.60 326.31 317.63 264.12 273.69 284.89
Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta) 102.30 (15.43) 198.76 260.13 221.25 271.09 341.58 315.40 180.26 210.39 109.33 183.62 105.66
Sumber : BPS & Ditjen Bea Cukai
Catatan:
*) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2007
**) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2012

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 5
TABEL INDIKATOR EKONOMI

B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI BANK PELAPOR)


2012 2013 2014 2015**** 2016****
INDIKATOR
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
BANK UMUM :
Total Aset (Rp Miliar) 67,573 72,554 74,754 79,307 80,876 86,366 90,288 90,932 90,909 97,572 99,571 101,351 104,945 108,309 113,101 117,572 120,832
- -
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) 45,734 48,024 49,917 53,717 52,302 53,457 57,359 60,444 58,162 61,402 64,339 66,112 66,420 68,867 72,433 78,467 78,342
Giro 7,471 7,282 7,257 7,345 7,770 8,092 9,221 7,845 7,990 9,730 9,693 7,995 10,154 11,820 12,471 13,165 12,894
Tabungan 25,004 27,206 28,545 31,466 29,321 30,068 32,076 35,007 32,446 33,168 34,828 37,428 34,147 34,881 37,491 42,221 38,589
Deposito 13,259 13,536 14,115 14,907 15,211 15,297 16,062 17,592 17,726 18,504 19,819 20,690 22,118 22,166 22,472 23,091 26,859
- - -
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) 54,585 59,035 61,090 66,221 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 80,463 83,560 85,304 87,563 89,911 94,981 96,310
- Modal Kerja 20,516 22,850 22,385 25,506 25,980 26,659 26,160 27,231 27,257 29,062 29,847 31,442 32,776 34,627 34,876 36,730 37,510
- Investasi 10,025 10,588 10,997 11,380 12,232 14,486 15,769 14,494 14,642 15,467 15,457 16,241 16,482 16,500 17,476 20,538 20,041
- Konsumsi 24,044 25,597 27,707 29,335 30,158 31,793 33,085 33,663 33,974 34,807 35,159 35,877 36,045 36,436 37,558 37,713 38,759
LDR 119.35% 122.93% 122.38% 123.28% 130.72% 136.44% 130.78% 124.72% 130.45% 129.21% 125.06% 126.39% 128.43% 127.15% 124.13% 121.05% 122.94%
- - -
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) 54,585 59,035 61,090 66,221 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 80,463 83,560 85,304 87,563 89,911 94,981 96,310
- Pertanian 906 1,128 1,171 1,215 1,403 1,396 1,385 1,400 1,405 1,499 1,435 1,506 1,630 1,788 2,303 2,461 2,681
- Pertambangan 312 363 375 399 447 449 444 397 377 560 537 509 427 390 383 410 430
- Industri pengolahan 3,468 3,904 4,008 5,250 5,335 5,579 5,631 4,186 3,918 4,210 4,283 4,747 5,035 5,109 5,304 7,487 7,239
- Listrik, Gas, dan Air 137 124 135 141 133 116 121 191 218 245 232 350 382 413 398 379 306
- Konstruksi 2,065 2,448 2,582 2,674 2,565 2,780 2,966 3,034 3,043 3,666 4,173 4,366 4,746 4,902 5,417 5,491 5,483
- Perdagangan 15,459 17,631 17,741 19,027 19,933 22,957 23,360 24,132 24,334 25,587 25,748 27,033 27,920 29,003 29,373 31,424 31,959
- Pengangkutan 1,744 1,730 1,794 2,321 2,631 2,763 2,864 2,923 2,960 2,950 2,951 2,820 2,782 2,693 2,672 2,781 2,824
- Jasa Dunia Usaha 2,917 3,178 3,131 3,105 3,240 3,433 3,414 3,550 3,747 3,598 3,581 3,662 3,733 4,037 4,024 4,221 4,117
- Jasa Sosial Masyarakat 1,570 1,485 1,372 1,404 1,619 1,650 1,733 1,780 1,828 1,968 2,115 2,340 2,473 2,681 2,388 2,549 2,462
- Lain-lain 26,007 27,045 28,781 30,684 31,065 31,814 33,096 33,794 34,043 35,053 35,408 36,226 36,174 36,547 37,648 37,777 38,809
- - -
Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar) 18,349 19,582 18,240 20,270 21,818 24,162 24,221 24,684 24,823 26,489 26,768 27,675 27,428 28,301 28,501 30,641 31,110
- - -
Kredit Mikro* (Rp Miliar) 3,533 3,939 3,628 3,672 3,994 4,211 4,412 4,499 4,648 5,114 5,297 5,883 6,221 6,679 6,880 7,892 8,698
- Modal Kerja 3,151 3,489 3,159 3,206 3,484 3,558 3,648 3,768 3,827 4,088 4,249 4,479 4,674 5,038 5,144 5,542 6,329
- Investasi 382 449 469 467 510 653 764 731 821 1,027 1,048 1,404 1,548 1,642 1,735 2,351 2,369
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - - - -
- - -
Kredit Kecil ** (Rp Miliar) 8,932 8,933 8,433 8,938 9,290 9,819 9,877 10,037 10,123 10,329 10,885 11,035 10,893 11,161 11,580 12,412 12,433
- Modal Kerja 5,564 5,848 5,455 5,760 5,678 6,492 5,624 5,750 5,862 6,076 6,408 6,683 6,596 6,860 7,039 7,188 7,265
- Investasi 3,369 3,085 2,978 3,178 3,612 3,328 4,253 4,287 4,261 4,253 4,478 4,353 4,296 4,300 4,541 5,224 5,169
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - - -
- - -
Kredit Menengah *** (Rp Miliar) 5,884 6,710 6,180 7,660 8,534 10,132 9,932 10,148 10,052 11,046 10,586 10,757 10,313 10,461 10,042 10,337 9,979
- Modal Kerja 4,759 5,478 4,833 5,644 6,186 7,205 6,872 7,278 7,079 7,822 7,680 7,802 7,488 7,698 7,272 7,577 7,198
- Investasi 1,125 1,232 1,347 2,016 2,349 2,927 3,060 2,870 2,972 3,224 2,906 2,954 2,825 2,763 2,770 2,760 2,781
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - - -
- - - -
NPL Total gross - Lokasi Bank (%) 3.05% 3.08% 2.87% 2.74% 2.94% 2.83% 2.91% 2.85% 3.14% 3.54% 3.57% 3.13% 3.36% 3.16% 3.85% 3.19% 3.36%
- - -
NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%) 4.12% 4.23% 4.18% 3.96% 4.25% 3.95% 4.57% 4.38% 4.87% 4.98% 5.42% 4.81% 5.21% 5.14% 5.40% 4.26% 4.43%
- - -
-
BANK UMUM SYARIAH 0
Total Aset (Rp Miliar) 3,377 3,689 3,977 4,524 4,802 5,085 5,420 5,576 5,586 5,580 5,619 5,906 6,000 6,184 6,489 6,975 7,018
- - -
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) 1,578 1,635 1,817 2,063 2,138 2,138 2,594 2,884 2,742 2,795 2,878 2,991 3,187 3,287 3,382 3,853 3,517
Giro 196 199 200 296 253 232 243 338 221 262 346 380 547 554 355 598 339
Tabungan 756 803 844 984 969 974 1,162 1,307 1,261 1,261 1,337 1,479 1,488 1,570 1,667 1,765 1,761
Deposito 626 633 773 783 916 932 1,188 1,239 1,260 1,272 1,195 1,132 1,153 1,162 1,360 1,490 1,417
- - -
Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar) 2,759 2,953 3,076 3,502 3,870 4,157 4,265 4,374 4,453 4,869 4,926 5,141 5,239 5,582 5,750 5,684 5,817
- Modal Kerja 647 645 656 674 673 688 651 631 684 776 985 1,135 1,292 1,535 1,572 1,526 1,659
- Investasi 224 212 228 284 329 362 359 438 488 670 670 825 865 1,015 1,170 1,152 1,143
- Konsumsi 1,887 2,096 2,192 2,544 2,868 3,107 3,255 3,304 3,282 3,423 3,270 3,181 3,081 3,033 3,008 3,006 3,015
FDR 174.80% 180.63% 169.33% 169.77% 181.04% 194.41% 164.44% 151.65% 162.40% 174.20% 171.16% 171.91% 164.36% 169.84% 170.02% 147.53% 165.43%
Catatan:
* (<Rp50 juta)
** (Rp50 < X < Rp500 juta)
*** (Rp500 juta < X < Rp5 miliar)
**** Angka sementara

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


6 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
TABEL INDIKATOR EKONOMI

C. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH


2013 2014 2015 2016***
INDIKATOR
I II III IV I II III IV I II III IV I
KAS
Inflow (Rp Miliar) 4,410 3,236 4,872 4,075 5,299 4,069 5,562 4,304 6,184 3,777 4,815 3,791 6,229
Uang Kertas 4,410 3,236 4,872 4,075 5,299 4,069 5,561 4,304 6,184 3,777 4,815 3,791 6,229
Uang Logam 0.03 0.08 0.08 0.10 0.14 0.04 0.23 0.01 0.004 0.001 0.034 0.003 0.002
Outflow (Rp Miliar) 1,715 2,885 5,313 4,162 2,346 3,829 5,641 4,098 2,248 3,703 4,930 3,208 1,490
Uang Kertas 1,715 2,885 5,310 4,159 2,343 3,826 5,637 4,096 2,247 3,699 4,927 3,202 1,485
Uang Logam 0.28 0.78 2.51 2.63 2.20 3.22 3.93 2.07 1.74 4.03 3.59 5.84 4.45
Pemusnahan Uang (Rp Miliar) 350 502 989 708 748 620 269 403 925 943 719 790 1,316
TRANSAKSI RTGS
From / Outgoing (Rp Miliar) 14,448 17,402 18,770 20,540 15,660 21,374 22,719 25,647 19,951 26,709 19,338 14,217
To / Incoming (Rp Miliar) 32,767 36,120 37,614 41,480 27,887 33,669 38,096 41,348 21,897 31,935 40,378
From - To (Rp Miliar) 4,245 4,921 6,755 7,299 4,748 9,765 10,970 11,845 3,778 4,272 3,478
TRANSAKSI KLIRING
Nominal Kliring* (Rp Miliar) 9,737 9,976 10,239 10,670 9,483 9,616 9,716 11,198 9,757 10,492 11,363 13,952 18,226
Volume Kliring* (Lembar) 284,030 285,559 280,922 290,332 260,069 266,025 260,914 280,987 262,477 279,265 296,973 314,492 346,867
Kliring Kredit
Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 557 576 874 1,050 675 637 675 805 887 1,027 1,617 4,280 8,917
Volume Kliring Kredit (Lembar) 36,457 34,774 37,895 41,130 29,191 28,625 30,355 32,940 34,547 32,940 53,395 86,793 132,841
RRH** Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 9 10 15 17 11 11 11 13 15 17 27 68 146
RRH Nominal Kliring Kredit (Lembar) 608 580 632 663 487 477 490 515 566 540 875 1,378 2,178
Kliring Debet Penyerahan
Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 9,180 9,400 9,365 9,620 8,809 8,978 9,041 10,393 8,870 9,465 9,746 9,673 9,309
Volume Kliring Debet (Lembar) 247,573 250,785 243,027 249,202 230,878 237,400 230,559 248,047 227,930 246,325 243,578 227,699 214,026
RRH Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 153 157 156 155 147 150 146 162 145 155 160 154 153
RRH Nominal Kliring Debet (Lembar) 4,126 4,180 4,050 4,019 3,848 3,957 3,719 3,876 3,737 4,038 3,993 3,614 3,509
Kliring Debet Pengembalian
Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 322 352 402 325 317 387 287 343 320 312 300 311 304
Volume Kliring Pengembalian (Lembar) 7,549 7,531 7,092 6,659 7,114 7,119 6,765 6,008 6,048 6,621 6,274 6,003 6,040
RRH Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 5 6 7 5 5 6 5 5 5 5 5 5 5
RRH Nominal Kliring Pengembalian (Lembar) 126 126 118 107 119 119 109 94 99 109 103 95 99
Cek/BG Kosong
Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 221 259 307 251 230 328 231 270 229 212 218 242 221
Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 5,904 6,187 5,674 5,411 5,695 5,832 5,313 4,552 4,787 5,301 5,012 4,702 4,686
RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 4 4 5 4 4 5 4 4 4 3 4 4 4
RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 98 103 95 87 95 97 86 71 78 87 82 75 77
*) Jumlah transaksi kliring kredit dan kliring debet penyerahan
**) Rata-Rata harian: jumlah rata-rata transaksi setiap hari
***) Angka sementara

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 7
TABEL INDIKATOR EKONOMI

D. GRAFIK INDIKATOR
15% 11%
Pertumbuhan Ekonomi Sulsel (yoy)
13% 10%
Rasio PDRB KTI terhadap PDB Nasional
11% 9%

9% 11.27% 8% 7.41%
7%
7%
6%
5%
Rasio PDRB Sulsel terhadap PDB Nasional 2.92% 5%
3%
4%
4.92%
1% Pertumbuhan Ekonomi Nasional (yoy)
3%
-1% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2010 2011 2012 2013 2014* 2015** 2016** 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
*) PDRB TD 2010 *) PDRB TD 2010
Kontribusi Perekonomian (PDRB ADHK) Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK)

Konsumsi Rumah Tangga Konsumi LNPRT Konsumsi Pemerintah Pertanian Industri Pengolahan Konstruksi
PMTB Perubahan Stok Net Ekspor
Perdagangan Sektor Lainnya PDRB

PDRB 12 %yoy
30 12 10
25
20 10 8
15
10 8 6
5
0
6 4
-5 4 2
-10
-15 2 0
-20
-25 0 -2
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel Sumbangan SektorEkonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

10% (Rp Triliun)


Inflasi Nasional (yoy) 140 Aset 200%
9%
190%
8% 120
180%
7% BI Rate 100 170%
6%
80 160%
5% Kredit Lokasi Bank 150%
4% 60 140%
DPK Lokasi Bank Pelapor
3% Inflasi Sulsel (yoy) 40 130%
2% 120%
1% 20 LDR - Skala Kanan 110%
0% 0 100%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah


Inflasi dan BI Rate Perbankan Sulsel

(Ribu Orang) (Ribu Orang)


% Penduduk Miskin - Skala Kanan
9000 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) - Skala Kanan 10% 1000 14%
9%
8800
950 Jumlah Penduduk Miskin 12%
8600 8%
Jumlah 7% 10%
8400 900
Penduduk 6% 8%
8200
5% 850
8000 6%
4%
7800 800
3% 4%
7600 2% 750 2%
7400 1%
7200 0% 700 0%
2009 2010 2011 2012 2013 2014* 2015** 2016** 2009 2010 2011 2012 2013 2014* 2015**

*) Data Februari 2016 *) Data September 2015


Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pengangguran Terbuka Persentase Penduduk Miskin

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


8 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
1. PERTUMBUHAN EKONOMI

Bab 1
Pertumbuhan Ekonomi

Perekonomian Sulsel pada triwulan I 2016 bila diukur berdasarkan PDRB nilainya
mencapai Rp87.989 milyar (ADHB) atau Rp63.095 milyar (ADHK), tumbuh 7,41%
(yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan IV 2015 (7,24%; yoy). Peningkatan
pertumbuhan ekonomi terutama terjadi pada sektor sekunder dan tersier.

Dari sisi eksternal, kegiatan ekspor impor masih terlihat melambat, namun
perlambatan pertumbuhan ekspor tidak sedalam impor. Volume maupun nilai
ekspor menurun signifikan, terutama ekspor barang pertambangan. Sementara itu,
dari sisi domestik, daya beli masyarakat masih terjaga baik dan hal ini menjadi
salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di triwulan I 2016.

Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi Sulsel didorong dari meningkatnya kinerja


sektor industri pengolahan, transportasi dan pergudangan, penyediaan akomodasi
dan makan minum, serta jasa keuangan dan pendidikan. Adapun penahan laju
pertumbuhan ekonomi Sulsel berasal dari sektor primer, yang dikarenakan
melambatnya sektor pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian, sebagai
akibat dari pergeseran panen dan tren penurunan harga komoditars internasional
khususnya nikel.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 9
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

1.1. Pertumbuhan Ekonomi


Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) mengalami peningkatan pertumbuhan di triwulan I 2016. Pada triwulan
laporan, ekonomi Sulsel tumbuh 7,41% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan 7,24% (yoy) pada triwulan IV 2015.
Peningkatan pertumbuhan disebabkan oleh meningkatnya kinerja di beberapa sektor antara lain industri pengolahan,
transportasi dan pergudangan, penyediaan akomodasi dan makan minum, serta sektor jasa keuangan dan pendidikan.
Selain itu juga disebabkan oleh meningkatnya kegiatan di sektor konstruksi serta sektor perdagangan besar dan eceran,
sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan disebabkan oleh
meningkatnya konsumsi rumah tangga dan investasi. Peningkatan konsumsi rumah tangga terjadi dikarenakan daya beli
masyarakat tetap terjaga dengan baik. Sementara itu, pertumbuhan investasi yang meningkat pada triwulan 1 2016
didorong oleh kebijakan pemerintah yang telah memulai sebagian lelang proyek di akhir tahun 2015.

12 10.34
9.25
10 8.50 8.64 8.11 8.06 8.38 7.96 7.59
7.73 7.70 7.24 7.41
7.01
8 6.02 6.39
5.72
6
4
2
6.11 6.21 5.94 5.87 5.54 5.59 5.52 5.58 5.14 4.96 4.97 5.04 4.73 4.66 4.74 5.04 4.92
0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
% 2012 2013 2014* 2015** 2016**
yoy Nasional yoy Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan

1.2. Sisi Pengeluaran


Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi di triwulan I 2016 terutama disebabkan oleh masih kuatnya konsumsi
rumah tangga dan investasi. Pada triwulan I 2016 konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 5,28% (yoy), masih relatif
stabil bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,36% (yoy). Kelompok pengeluaran lain yang
mengalami pertumbuhan yaitu konsumsi LNPRT (4,66%; yoy), konsumsi pemerintah (2,08%; yoy), investasi (PMTB)
(9,52%; yoy) dan perubahan inventori (55,01%; yoy).

Ekspor dan impor masih mengalami kontraksi. Pada triwulan I 2016 ekspor tercatat tumbuh -40,81% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya -28,49% (yoy). Demikian pula impor juga mengalami kontraksi yang cukup dalam, dari
sebelumnya tumbuh -1,94% (yoy) menjadi -37,09% (yoy) di triwulan laporan.

Tabel 1.1. Pertumbuhan (yoy) Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran (triwulanan)*


2014* 2015** 2016**
I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 6.55 6.18 5.50 5.49 5.92 5.32 5.51 5.03 5.36 5.31 5.28
2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 16.60 16.07 8.27 4.93 11.26 -2.49 -2.13 2.90 6.28 1.13 4.66
3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 15.50 -2.19 5.38 -2.12 1.88 7.83 3.17 8.69 11.09 8.15 2.08
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 12.43 9.07 5.91 8.34 8.82 5.26 6.23 10.34 11.10 8.34 9.52
5. Perubahan Inventori -125.90 -74.02 195.94 11.10 -124.47 193.14 76.37 201.48 132.85 -579.81 55.01
6. Ekspor 13.68 12.27 4.84 29.40 14.10 -7.27 -4.64 -8.33 -28.49 -12.04 -40.81
7. Impor -5.47 -6.75 4.19 15.51 1.80 0.25 -6.80 -3.08 -1.94 -2.95 -37.09
PDRB 8.03 7.34 8.23 7.71 7.57 5.36 7.79 7.34 7.24 7.15 7.41
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka Sangat Sementara

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


10 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Perubahan
Net Exim,
-4.14%
Apabila dilihat dari andil terhadap PDRB, komponen
Inventori,
1.7% konsumsi RT dan PMTB masih menjadi penyumbang
terbesar baik di triwulan I 2016. Pangsa konsumsi RT
PMTB,
Share PDRB mencapai di atas 50% dari total PDRB, sementara pangsa
38.5% Tw I Konsumsi PMTB mencapai di atas 30% pada triwulan I 2016. Kelompok
2016
RT, 56.4%
pengeluaran lain yang memiliki share cukup tinggi (di atas
5%) adalah konsumsi pemerintah. Sementara kelompok
Konsumsi
Pemerintah, Konsumsi pengeluaran yang memiliki pangsa di bawah 5% adalah net
6.3% LNPRT,
1.3% ekspor-impor (-4,14%), konsumsi LNPRT (1%) dan perubahan
inventori (1%).
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 1.2. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Pengeluaran (ADHB)

1.2.1 Konsumsi
Secara agregat, pengeluaran konsumsi tumbuh positif, diantaranya didorong oleh konsumsi rumah tangga. Total
konsumsi triwulan I 2016 tumbuh 4,96% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 6,56% (yoy). Konsumsi
rumah tangga tumbuh 5,28% (yoy, sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya 5,36% (yoy), sementara konsumsi
pemerintah tercatat tumbuh 2,08% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh mencapai 11,09%
(yoy).

Konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2016 menopang pertumbuhan ekonomi. Konsumsi rumah tangga yang relatif
terjaga menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi periode laporan. Harga BBM yang relatif stabil dan TTL yang
turun turut mendorong konsumsi rumah tangga. Selain itu, paket kebijakan yang diluncurkan oleh pemerintah pusat dan
daerah yang agresif, dan didorong oleh sejumlah proyek multiyear meningkatkan optimisme dan keyakinan masyarakat
terhadap kondisi ekonomi sehingga gairah masyarakat untuk berkonsumsi meningkat. Hal ini terkonfirmasi dari nilai rata-
rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada triwulan I 2016 yang meningkat (>100) sebesar 116,44 dari sebelumnya
108,37. Sejalan dengan IKK, nilai rata-rata Indeks Penjualan Eceran (IPE) juga mengalami kenaikan menjadi 120,95 dari
periode sebelumnya 120,37.

Realisasi belanja pemerintah daerah lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2015. Realisasi belanja daerah pada triwulan I
2016 tercatat 13,75% atau sebesar Rp637,88 miliar dari yang ditargetkan Rp6,74 triliun. Secara nominal realisasi belanja
triwulan I 2016 lebih tinggi dari triwulan I 2015, yang tercatat sebesar Rp631,09 miliar atau 9,53% dari target Rp6,62
triliun. Disisi lain, sampai dengan triwulan I 2016, realisasi anggaran pendapatan daerah telah terakumulasi hingga
mencapai 22,83% dari target, lebih rendah dibandingkan triwulan I 2015 yang terealisasi 25,87%. Secara nominal, realisasi
anggaran pendapatan daerah pada triwulan laporan mencapai Rp1,56triliun dari total target pendapatan tahunan sebesar
Rp6,85 triliun.
Indeks Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) 160 Indeks YOY 30%
150 Growth yoy (%) - Skala Kanan 20 140 25%
15 120 20%
140
10 15%
130 100
5 10%
80
120 0 5%
60
110 -5 0%
-10 40 -5%
100
-15 20 -10%
90 -20 0 -15%
80 -25 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
2012 2013 2014 2015 2016
Indeks Penjualan Eceran gIndeks - Skala Kanan

Sumber: Survei Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran


Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.4. Indeks Penjualan Eceran

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 11
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

Penyaluran kredit konsumsi meningkat. Kredit konsumsi


Kredit Konsumsi gKredit Konsumsi - Skala Kanan
yang disalurkan perbankan pada triwulan I 2016 tumbuh 45 Rp Triliun %, yoy 30
9,22% (yoy) meningkat dibandingkan pertumbuhan 40
25
35
triwulan sebelumnya 7,36% (yoy). Peningkatan 30 20
pertumbuhan kredit terjadi di hampir seluruh sektor, 25
15
20
kecuali Kredit Kendaraan Bermotor (KKB). Kredit 15 10
10
perlengkapan rumah tangga tumbuh cukup tinggi 17,45% 5
5

(yoy) lebih tinggi dari pencapaian triwulan IV 2015 yang 0 0


I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
hanya tumbuh 3,89% (yoy), sementara kredit rumah
2012 2013 2014 2015 2016
tangga lainnya tumbuh signifikan menjadi 12,93% (yoy),
dari triwulan sebelumnya hanya tumbuh 4,73%. Meskipun
Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah
belum begitu kuat, Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen Grafik 1.5. Penyaluran Kredit Konsumsi
(KPR/A) juga mencatatkan pertumbuhan dari 4,40% (yoy)
menjadi 5,65% (yoy). Lonjakan pertumbuhan kredit yang
relatif tinggi terjadi pada kredit multiguna yang tumbuh
dari semula 4,73% (yoy) menjadi 12,93% (yoy) pada
periode laporan. Sedangkan pertumbuhan KKB
mengalami kontraksi -10,62% (yoy).

5 50.00 14 50.00

% (yoy)
% (yoy)
Rp Triliun

Rp Triliun

5
40.00 12 40.00
4
4 30.00 10
30.00
3 20.00 8
3 20.00
2 10.00 6
2 10.00
0.00 4
1 0.00
-10.00 2
1
- -20.00 - -10.00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2012 2013 2014 2015 2016

Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen (KPR/A)


Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan

Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah
Grafik 1.6. Penyaluran Kredit Kendaran Bermotor (KKB) Grafik 1.7. Penyaluran KPR/A

1.2.2 Investasi
Investasi masih tumbuh relatif kuat di triwulan I 2016. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang merupakan
indikasi dari kegiatan investasi masih tumbuh 9,52% (yoy), meski mengalami penurunan bila dibandingkan triwulan IV
2015 (11,10%; yoy). Sementara itu, realisasi belanja modal APBD di Sulsel tercatat tumbuh sedikit lebih rendah 0,12%
atau Rp1,05 miliar pada triwulan I 2016 dibandingkan triwulan I 2015 yang mencapai 0,14%. Di sisi lain, realisasi belanja
modal APBN yang dialokasikan di Sulsel mengalami peningkatan, dengan realisasi mencapai sebesar Rp397,22 miliar atau
7,86% dari target triwulan I 2016 sebesar Rp5,05 triliun. Hal ini berarti lebih tinggi dibanding triwulan I 2015 yang
terealisasi Rp120,36 miliar atau 1,56% dari target Rp7,72 triliun. Peningkatan realisasi belanja modal APBN didorong oleh
percepatan penyerapan anggaran sejumlah proyek di berbagai satuan kerja.

Investasi yang melambat di triwulan I 2016 terkonfirmasi dari kinerja impor barang modal dan penyaluran kredit
investasi. Impor barang modal tercatat tumbuh -22,46% (yoy) terkontraksi dibandingkan periode sebelumnya yang
tumbuh 33,42% (yoy). Impor peralatan transportasi (industri) pada triwulan laporan menurun cukup dalam, sehingga
menjadi salah satu faktor penyebab pertumbuhan negatif impor barang modal. Sementara dari sisi pembiayaan,
perlambatan investasi juga tercermin dari penyaluran kredit investasi di periode laporan yang tumbuh 17,72% (yoy) lebih
rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 22,24% (yoy).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


12 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Impor Barang Modal gImpor Barang Modal Kredit Investasi gKredit Investasi - Skala Kanan

140 250 Rp Triliun %, yoy


US$ Juta 25 50
%, yoy
120 200
20 40
100 150
100 30
80 15
50 20
60 10
0 10
40 (50)
5 0
20 (100)
0 (150) 0 (10)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015 2016 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah


Grafik 1.8. Impor Barang Modal Grafik 1.9. Penyaluran Kredit Investasi

Selain dari sektor pemerintah, investasi yang dilakukan oleh pihak swasta juga menurun. Rendahnya investasi swasta di
triwulan I 2016 terlihat dari rencana proyek baru yang masih sedikit. Berdasarkan data BCI Asia, jumlah proyek
infrastruktur yang dimulai di triwulan I 2016 sebagian besar berupa pembangunan gedung dan jalan. Proyek infrastruktur
swasta yang dimulai pada triwulan laporan yaitu batas Kota Makassar - batas Kabupaten Bone road improvement dan ship
building Kapal Ro-Ro 750 GT (lintas Kupang - Ndao).

Sementara itu, komponen perubahan inventori hasil olahan industri nikel tumbuh melambat. Komponen perubahan
inventori di periode pelaporan tumbuh 134,69% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan posisi inventori nikel sebesar
856,41% (yoy) di triwulan IV 2015, yang disebabkan harga nikel yang terus menurun dan mengakibatkan harga realisasi
rata-rata penjualan nikel turun, sehingga perusahaan utama nikel di Sulsel menahan pengiriman barang.

Rp Milyar Nilai Proyek Infrastruktur Baru


16,000 Pertumbuhan Nilai Proyek - Skala Kanan 4000
14,000 3500
12,000 3000
2500
10,000
2000
8,000
1500
6,000
1000
4,000 500
2,000 0
- -500
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016

Sumber: BCI Asia, diolah Sumber: Produsen, diolah


Grafik 1.10. Nilai Proyek Investasi Infrastruktur Sulsel Grafik 1.11. Perubahan Inventori Produsen Nikel

Proyek-proyek multiyears masih akan menjadi motor investasi di Sulsel. Banyaknya proyek infrastruktur berskala besar
di Sulsel diperkirakan masih akan menjadi motor pertumbuhan investasi di Sulsel, yang salah satunya adalah
pembangunan Makassar New Port. Groundbreaking proyek ini telah dilakukan oleh Presiden RI pada bulan Mei 2015.
Mega proyek dengan total investasi mencapai lebih dari Rp8 triliun ini direncanakan akan dibagi menjadi beberapa tahap,
yaitu:

Tahap IA Tahap IB dan IC Tahap II

•2015-2018 •2019-2025 •2026-2030


•Panjang Dermaga 320 m •panjang dermaga IB 330 m •Panjang Dermaga 1.000 m
•Lapangan Kontainer 16 Ha •Panjang Dermaga IC 350 m •Luas 112 ha
•Kapsitas 50.000 TEUs •Kapasitas 1 juta TEUs •Kapsitas 2 Juta TEUs
•Total Investasi Rp. 1,8 T •Total Investasi Rp 7,5 T

Sumber: berbagai sumber, diolah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 13
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

Sampai dengan saat ini, realisasi proyek Kereta Api Makassar – Parepare masih terkendala pembebasan lahan, sementara
pembangunan smelter oleh beberapa perusahaan diperkirakan mulai produksi pada bulan Oktober 2016, sedangkan
Pembangkit Listrik Tenaga Angin dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap dalam tahap pengembangan.
Tabel 1.2. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel
No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir
1 Proyek KA Makassar-  Merupakan bagian dari proyek perkeretaapian  Konstruksi telah mencapai 10 Km.
Parepare Trans Sulawesi ditargetkan akan sepanjang  Pembebasan lahan tahap I sepanjang
2.000 km dari Makassar ke Manado. 30 Km telah selesai 90%.
 Rencana pembangunan 23 stasiun darim total  Alokasi anggaran 2015
panjang 145,23 km - APBD Rp100 milyar
- APBN Rp971 milyar
 Alokasi anggaran 2016
- APBN Rp1,3 triliun
 Progres: pemasangan rel kereta api
2 PLTU Jeneponto tahap II  Tahap I telah dioperasikan pada tahun 2012  Groundbreaking pada bulan Maret
 Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW 2015
(gross capacity) atau 2x125 (net capacity).
 Rencana pembangunan 18 bulan
 Nilai proyek (turn key) sebesar Rp 3 triliun
3 Smelter PT. A  Total Investasi : 6 Triliun Rupiah  Progress terakhir : Pematangan Lahan
 Produk utama : Feronikel.  Estimasi selesai pembangunan:
 Kapasitas Produksi : 1 Juta metrik ton per tahun Februari 2016
 Estimasi uji coba: Februari 2016
 Estimasi produksi: April 2016

4 Smelter PT. B  Total Investasi : USD 130 Juta  Progress terakhir : Proses Konstruksi
 Produk utama : Feronikel.  Estimasi selesai pembangunan:
 Kapasitas Produksi : 50.000 metrik ton per Februari 2016
tahun  Estimasi uji coba: Februari 2016
 Estimasi produksi: Oktober 2016
5 Smelter PT. C  Total Investasi : USD 300 Juta  Progress terakhir : Pembebasan
 Produk utama : Feronikel. Lahan
 Kapasitas Produksi : 300 ribu metrik ton per  Estimasi produksi : 2016
tahun
6 PLT Tenaga Angin  Rencana lokasi di Kab. Jeneponto dan Sidrap.  Studi Kelayakan
 Sumber dan APBD  Target selesai: 2018
 Rencana kapasitas 80-250 KW tenaga listrik
7 Pembangunan Underpass  Total Investasi: Rp175 Miliar  Progress terakhir : Pengeboran
Simpang Mandai  Underpass: 1.050 M Underpass
 Estimasi Pembangunan: 2015-2017
8 Pelebaran Jalan Maros-  Total Investasi: 125,520 Milyar / 1,85 T  Progress terakhir :1.5 Km Sudah
Watampone (alokasi/kebutuhan) Teraspal dari Target 15, 84 Km
 Estimasi Pembangunan: 2015-2017
9 Pembangunan Elevated  Total Investasi: 169,745 Milyar / 473,954 Milyar  Progress terakhir :Land Clearing dan
Road Segmen I (alokasi/kebutuhan) Persiapan Pemancangan
 Estimasi Pembangunan: 2015-2017
10 Pembangunan Jalan dan  Total Investasi: 251,249 Milyar / 1.351 T  Progress terakhir : penimbunan, dan
Jembatan Bypass (alokasi/kebutuhan) land clearing
Mamminasata  Estimasi Pembangunan: 2015-2018
11 Pembangunan Jalan dan  Total Investasi: 219,836 Milyar / 526,98 Milyar  Progress terakhir : land clearing,
Jembatan Middle Ring Road (alokasi/kebutuhan) pembebasan lahan, dan pemasangan
batu dan persiapan pembangunan
jembatan
 Estimasi Pembangunan: 2015-2018
Sumber: Pelindo, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VI, dan berbagai sumber lainnya

Berbagai proyek yang tengah dan akan terus dikembangkan tersebut diharapkan dapat mendukung upaya penciptaan
kawasan pertumbuhan ekonomi baru khususnya di kawasan Mamminasata, guna mengakselerasi pertumbuhan ekonomi
Sulsel kedepan (lihat Boks 1. A).

Selain berbagai proyek tersebut di atas, juga terdapat proyek yang terkait dengan ketahanan pangan. Pada dasarnya
proyek ini merupakan proyek multiyear yang diperkirakan akan turut mendorong ekonomi Sulsel ke depan, antara lain

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


14 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Bendung Baliase, Bendungan Karalloe, Bendungan Paselloreng, dan Waduk Tunggu Nipa Nipa. Total anggaran proyek
multiyear bersumber dari APBN diperkirakan sebesar Rp1,9 triliun.
Tabel 1.3. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel
No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir
1 Bendung Baliase  Lokasi : Kabupaten Luwu Utara  Ags 2015: Penandatanganan MOU
 Target : Desember 2015 – Desember 2019  Sept 2015 : Pembebasan Lahan
 APBN : ±200 Miliar  Des 2015: Persiapan pembangunan
(tenaga kerja, peralatan, dan material)
2 Bendungan Karalloe  Lokasi : Kabupaten Gowa  Groundbreaking pada bulan Maret 2014
 Target : Desember 2013 – Desember 2017  2015: Pengadaan lahan (109,32 ha dari
APBN : ±500 Miliar 215 ha)
3 Bendungan Paselloreng  Lokasi : Kabupaten Wajo  Progress terakhir : Pembebasan Lahan
 Target : Juni 2015 – Desember 2019  Estimasi Pembangunan: 2016
 APBN : ±800 Miliar

4 Waduk Tunggu Nipa Nipa  Lokasi : Kabupaten Maros dan Gowa  Progress terakhir : Pembebasan Lahan
 Target : Desember 2015 – Desember 2017  Estimasi Pembangunan: 2016
 APBN : ±400 Miliar
Sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang

1.2.3 Ekspor dan Impor


Ekspor Sulsel di triwulan I 2016 kembali terkontraksi. Nilai ekspor terkontraksi -40,81% (yoy), lebih dalam dibandingkan
dengan kontraksi di triwulan IV 2015 yang tercatat mencapai -28,49% (yoy). Kontraksi “ekspor” terjadi baik pada ekspor
dengan tujuan luar negeri (LN) maupun domestik. Ekspor LN yang sebagian besar ditopang oleh ekspor non migas,
mengalami kontraksi -32,27% (yoy) lebih dalam dibandingkan kontraksi di triwulan sebelumnya -15,55% (yoy). Sedangkan
ekspor dengan tujuan dalam negeri (DN) terkontraksi -44,09% (yoy), jauh lebih dalam dibandingkan dengan kondisi di
triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh negatif -39,94% (yoy). Ekspor DN sepanjang triwulan I 2016 sebagian besar
diperkirakan terjadi antar wilayah di pulau Sulawesi yang dimuat melalui jalur darat, mengingat volume muat barang
dalam negeri yang tercatat di Pelabuhan Makassar relatif kecil dan masih mengalami kontraksi -1,05% (yoy), yang berarti
tidak sedalam periode sebelumnya -22,54% (yoy).

Volume Ekspor gVolume Ekspor - Skala Kanan


gNilai Ekspor - Skala Kanan Volume Muat Barang Dalam Negeri gVolume Muat - Skala Kanan
Ribu Ton %; yoy 1,600 %; yoy 40
600 250 Ribu Ton
1,400 30
500 200
1,200 20
150
400 1,000
100 10
300 800
50 0
600
200 (10)
0 400
100 (50) 200 (20)
0 (100) 0 (30)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015 2016 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan


Grafik 1.12. Volume Ekspor Nonmigas Grafik 1.13. Volume Barang yang Dimuat

Penurunan kinerja ekspor (LN) tidak lepas dari menurunnya kinerja ekspor Nikel. Hal ini dikarenakan pangsa ekspor
Nikel menyumbang 47,40% dari total ekspor LN Sulsel di triwulan I 2016. Nilai ekspor nikel tercatat mengalami kontraksi -
48,69% (yoy) lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi di periode sebelumnya yang mencapai -33,67% (yoy).
Penurunan nilai ekspor ini tidak terlepas dari masih melemahnya harga komoditas nikel di pasar internasional. Sepanjang
triwulan I 2016, harga nikel telah terkoreksi -40,89% (yoy).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 15
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

Nikel
Ekspor Nikel Matte gEkspor - Skala Kanan $/mt
25,000.0 %, yoy 40%
gHarga - Skala Kanan
40.0 Ribu Ton %, yoy 140 30%
35.0 120 20,000.0 20%
100
30.0 10%
80 15,000.0
25.0 60 0%
20.0 40 -10%
10,000.0
15.0 20 -20%
0
10.0 5,000.0 -30%
(20)
5.0 (40) -40%
0.0 (60) 0.0 -50%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2012 2013 2014 2015 2016

*) Data Sementara Sumber: World Bank


Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.14. Nilai Ekspor Nikel Matte Grafik 1.15. Perkembangan Harga Nikel

Selain nikel, nilai ekspor beberapa komoditas unggulan Sulsel juga mengalami kontraksi. Nilai ekspor komoditas olahan
kakao dan biji kakao terdapat sedikit perbaikan meskipun masih mengalami kontraksi masing-masing -34,43% (yoy) dan -
48,80% (yoy). Sementara nilai ekspor rumput laut menurun cukup dalam dari -18,38% (yoy) menjadi -35,02% (yoy).
Menurunnya permintaan dari negara mitra dagang menjadi penyebab penurunan kinerja ekspor komoditas ini.

Kinerja perekonomian negara-negara mitra dagang Sulsel masih belum pulih. Bila mengacu pada Purchasing Manager
Index (PMI) yang dirilis oleh Markit Survey, diketahui bahwa negara mitra dagang utama Sulsel seperti Jepang, Zona
Eropa, dan Korea Selatan menunjukkan penurunan kinerja ekonomi di triwulan I 2016. Hal ini tentu akan berpengaruh
terhadap permintaan produk ekspor Sulsel.

150% YOY Jepang Tiongkok AS Zona Eropa Korea Selatan


100% 58
Indeks
50% 56

54
0%
52
-50%
50
-100%
48
-150%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 46
I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
2013 2014 2015 2016
Rumput Laut Olahan Kakao Biji Kakao Udang

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bloomberg


Grafik 1.16. Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditas Unggulan Grafik 1.17. Purchasing Managers Index

Di sisi lain, impor Sulsel di triwulan I 2016 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, dan masih dalam
fase kontraksi. Impor di periode laporan tercatat mengalami kontraksi -37,09% (yoy) lebih rendah dibandingkan kondisi di
triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi -1,94% (yoy). Penurunan impor terkonfirmasi dari penurunan
impor luar negeri (LN) yang didominasi oleh komponen non migas. Nilai impor LN tercatat tumbuh -15,72% (yoy) turun
cukup dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 12,33% (yoy). Di sisi lain, impor dalam negeri (DN)
tercatat tumbuh negatif -39,94% (yoy) lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang terkontraksi -3,43%. Impor
dalam negeri sebagian besar diperkirakan berasal dari wilayah Sulawesi yang dimuat melalui jalur darat, mengingat
volume kegiatan bongkar barang dalam negeri di pelabuhan Makassar tidak terlalu besar. Volume bongkar di periode
laporan mencapai 1,4 juta ton atau tumbuh 2,92% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya
0,74% (yoy).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


16 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Total Volume Impor Volume Bongkar Barang Dalam Negeri gVolume Bongkar - Skala Kanan
gVolume Impor (yoy) - Skala Kanan 2,000 30
600 Juta Ton 250 Ribu Ton %; yoy
gNilai Impor (yoy) - Skala Kanan %, yoy 1,800 25
500 200
1,600 20
150 1,400 15
400
100 1,200 10
300 1,000 5
50 800 0
200 600 (5)
0
100 400 (10)
(50)
200 (15)
0 (100) 0 (20)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan


Grafik 1.18. Volume Impor Nonmigas Grafik 1.19. Volume Barang yang Dibongkar

Struktur ekspor maupun impor luar negeri Sulsel di triwulan I 2016 relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan
periode sebelumnya. Produk industri pengolahan masih menjadi komoditas yang dominan (77,87%) dalam komposisi
barang dari Sulsel yang dijual ke luar negeri, yang kemudian diikuti komoditas pertanian (21,65%). Sementara itu, nilai
impor bahan baku tercatat mencapai USD88,78 juta atau 71,76% dari total nilai impor Sulsel di triwulan laporan.
Sedangkan impor barang modal dan barang konsumsi memiliki pangsa masing-masing 27,09% dan 1,15%.

1.15%
0.48% Pangsa Triwulan I 2016 Pangsa Triwulan I 2016
21.65% Komoditas Pertanian: US$49,7 Juta 27.09% Barang Modal: US$33,51 juta

Komoditas Industri: US$178,6 Juta Bahan Baku: US$88,78 juta

Komoditas Pertambangan: US$1,1 Juta Barang Konsumsi: US$1,42


juta

71.76%
77.87%

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah


Grafik 1.20. Pangsa Ekspor Menurut Komoditas Grafik 1.21. Pangsa Impor Menurut Kategori

Jika dilihat secara lebih rinci, nikel matte masih merupakan komoditas dengan pangsa terbesar dalam struktur ekspor,
sedangkan gandum menjadi penyumbang terbesar dalam impor di triwulan I 2016. Pangsa nilai ekspor komoditas nikel
matte mencapai 47,40% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel, yang kemudian diikuti oleh coklat olahan dan ganggang
laut dengan pangsa masing-masing 8,62% dan 7,97%. Untuk impor luar negeri, pangsa nilai impor gandum mencapai
28,97% dari total impor Sulsel di triwulan I 2016. Disusul kemudian makanan ternak lainnya (10,97%), dan mesin (boilers)
penghasil tenaga uap (7,34%).
Tabel 1.4. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Tabel 1.5. Peringkat Impor Menurut Komoditas
Nilai Ekspor Nilai Impor
No Komoditas (HS) Triwulan I 2016 Pangsa No Komoditas (HS) Triwulan I 2016 Pangsa
(USD) (USD)
1 NIKEL 108,715,192 47.40% 1 GANDUM 35,841,332 28.97%
2 COKLAT OLAHAN 19,769,146 8.62% 2 MAKANAN TERNAK LAINNYA 13,572,712 10.97%
3 GANGGANG LAUT 18,288,971 7.97% 3 MESIN (BOILERS) PENGHASIL TENAGA UAP 9,086,135 7.34%
4 BUAH/SAYURAN OLAHAN 15,784,366 6.88% 4 KAPAL LAUT DAN SEJENISNYA 8,625,236 6.97%
5 UDANG SEGAR/BEKU 12,090,540 5.27% 5 BESI/BAJA 8,309,885 6.72%
6 IKAN OLAHAN 10,002,773 4.36% 6 MESIN LAINNYA UNTUK INDUSTRI TERTENTU 5,189,508 4.19%
7 KAYU LAPIS 7,948,489 3.47% 7 PERALATAN (MESIN) PEMANAS DAN PENDINGIN 5,137,202 4.15%
8 IKAN LAINNYA 6,037,430 2.63% 8 PRODUK KERAMIK 4,058,143 3.28%
9 INDUSTRI LAINNYA 5,372,788 2.34% 9 BAHAN KIMIA AN ORGANIK 3,346,901 2.71%
10 BIJI COKLAT 4,904,176 2.14% 10 PUPUK 3,207,783 2.59%
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 17
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

Berdasarkan negara tujuan, Jepang merupakan negara tujuan utama ekspor Sulsel, sedangkan Tiongkok merupakan
negara yang paling besar penyedia barang-barang yang diimpor Sulsel. Di triwulan I 2016, nilai ekspor Sulsel ke Jepang
mencapai 51,40% dari total ekspor Sulsel, yang kemudian diikuti oleh Amerika Serikat (11,13%), dan Tiongkok (8,18%).
Sementara dari sisi impor, sebagian besar barang yang masuk ke Sulsel berasal dari Tiongkok yang mencapai 34,51% dari
total impor Sulsel, yang kemudian diikuti oleh Australia (20,54%) dan Argentina (14,90%).
Tabel 1.6. Negara Tujuan Utama Ekspor Tabel 1.7. Negara Asal Utama Impor
Total Ekspor Total Impor
No Negara Tujuan Pangsa No Negara Asal Pangsa
FOB (USD) CIF (USD)
1 JAPAN 117,902,677 51.40% 1 R.R.C. 42,693,114 34.51%
2 UNITED STATES OF AMERICA 25,540,260 11.13% 2 AUSTRALIA 25,410,445 20.54%
3 R.R.C. 18,754,631 8.18% 3 ARGENTINA 18,433,351 14.90%
4 MALAYSIA 16,028,468 6.99% 4 ITALY 6,624,376 5.35%
5 VIETNAM 6,390,934 2.79% 5 CANADA 6,495,859 5.25%
6 NETHERLANDS 5,152,599 2.25% 6 THAILAND 4,656,762 3.76%
7 HONGKONG 4,015,231 1.75% 7 SAUDI ARABIA 3,236,855 2.62%
8 SOUTH KOREA 4,006,748 1.75% 8 JAPAN 2,777,977 2.25%
9 GERMANY 3,898,311 1.70% 9 UNITED STATES OF AMERICA 2,367,157 1.91%
10 SAUDI ARABIA 3,648,599 1.59% 10 UNITED KINGDOM 1,253,312 1.01%
TOTAL EKSPOR 229,370,001 100.00% TOTAL IMPOR 123,713,055 100.00%
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah

Defisit neraca perdagangan Sulsel menurun. Defisit neraca perdagangan Sulsel pada triwulan I 2016 mencapai Rp3,64
triliun, lebih rendah dari periode sebelumnya yang mencapai Rp15,1triliun. Defisit neraca perdagangan pada triwulan
berjalan terjadi dikarenakan tingginya impor barang-barang konsumsi seperti gandum dan makanan ternak, serta impor
barang-barang yang dipersiapkan untuk mendukung proyek pembangunan infrastruktur Sulsel di tahun 2016 seperti
besi/baja, peralatan sipil dan konstruksi.

Ekspor ADHK Impor ADHK Neraca Perdagangan Bersih - Skala Kanan

25,000 0
20,000
15,000 (2,000)
10,000 (4,000)
5,000
0 (6,000)
(5,000)
(10,000) (8,000)
(15,000) (10,000)
(20,000)
(25,000) (12,000)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Rp Miliar
Rp Miliar
2012 2013 2014 2015 2016

Sumber: BPS Sumber: Bea Cukai, diolah


Grafik 1.22. Neraca Perdagangan Bersih Grafik 1.23. Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri

1.3. Sisi Lapangan Usaha


Peningkatan pertumbuhan di beberapa sektor ekonomi utama Sulsel menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi
di triwulan I 2016. Sektor pengadaan listrik dan gas, industri pengolahan, transportasi dan pergudangan dan jasa
pendidikan tercatat tumbuh lebih tinggi masing-masing mencapai 8,21% (yoy), 12,79% (yoy), 12,86% (yoy) dan 7,69%
(yoy). Sektor lain yang tercatat tumbuh meningkat adalah sektor pengadaan air (8,21%; yoy), penyediaan akomodasi dan
makan minum (9,55%; yoy), jasa keuangan dan asuransi (9,58%; yoy), real estate (7,04%; yoy) dan jasa perusahaan
(7,89%; yoy).

Kinerja sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, serta perdagangan besar melambat di triwulan I 2016. Sektor
pertanian tumbuh 0,97% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya 1,37% (yoy). Sektor lain
yang tumbuh melambat yaitu; sektor pertambangan dan penggalian dari 8,38% (yoy) menjadi 2,55% (yoy), konstruksi dari
10,75% (yoy) menjadi 9,32% (yoy) dan perdagangan besar dari 10,08% (yoy) menjadi 9,27% (yoy), administrasi
pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial dari 9,21% (yoy) menjadi 8,18% (yoy), jasa kesehatan dan kegiatan sosial dari
10,55% (yoy) menjadi 9,55% (yoy), dan jasa lainnya dari 10,20% (yoy) menjadi 9,71% (yoy).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


18 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Tabel 1.8. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Ekonomi


2014* 2015** 2016**
Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010 2013
I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4.93 14.58 9.55 8.29 7.88 9.98 3.49 11.61 5.21 1.37 5.63 0.94
B Pertambangan dan Penggalian 5.68 14.40 6.23 8.49 15.56 11.11 2.40 8.06 12.07 8.38 7.85 2.55
C Industri Pengolahan 9.22 4.45 5.06 11.44 14.59 8.94 5.79 7.49 4.35 9.02 6.70 12.79
D Pengadaan Listrik dan Gas 8.04 5.12 12.20 11.59 17.54 11.69 0.01 -6.86 -5.59 -3.34 -4.00 8.21
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 5.50 5.54 2.38 1.99 -1.25 2.13 0.58 -0.26 -2.54 3.74 0.34 5.49
F Konstruksi 10.57 7.88 7.04 4.83 5.64 6.29 7.20 5.88 9.16 10.75 8.32 9.32
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7.23 9.28 5.79 10.42 3.36 7.20 5.62 6.61 9.12 10.08 7.89 9.27
H Transportasi dan Pergudangan 6.36 1.99 -0.44 0.70 4.42 1.68 4.36 7.09 10.38 5.70 6.91 12.86
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.76 7.78 9.13 8.66 5.61 7.77 5.10 4.03 5.99 7.66 5.71 9.55
J Informasi dan Komunikasi 14.07 4.81 4.42 7.10 6.61 5.75 7.34 7.46 8.11 8.69 7.92 8.18
K Jasa Keuangan dan Asuransi 8.88 3.51 3.75 5.58 10.22 5.76 9.96 2.95 9.24 7.56 7.41 9.58
L Real Estate 8.98 7.79 7.84 7.18 9.03 7.97 8.88 7.55 7.21 6.01 7.39 7.04
M,N Jasa Perusahaan 6.97 6.20 7.22 6.19 7.41 6.76 4.77 4.48 6.79 7.40 5.87 7.89
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 3.07 1.56 2.58 2.05 3.94 2.55 5.50 7.08 9.29 9.21 7.83 8.18
P Jasa Pendidikan 7.72 4.57 5.31 5.88 3.13 4.65 8.90 9.07 9.56 2.35 7.25 7.69
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8.25 14.91 13.88 10.21 3.32 10.23 7.41 7.75 11.35 10.55 9.31 9.55
R,S,T,U Jasa lainnya 7.14 6.25 6.79 7.74 9.44 7.57 9.42 8.16 8.16 10.20 8.99 9.71
PDRB 7.62 8.38 6.39 7.73 7.70 7.54 5.72 7.96 7.59 7.24 7.15 7.41
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka sementara
**) Angka sangat sementara

Apabila dilihat dari andil terhadap PDRB, sektor


Perta nian Pertanian masih menjadi penyumbang terbesar di
22%
Non Sektor triwulan I 2016. Pangsa Sektor Pertanian terhadap
Uta ma
38% Share PDRB Industri
total PDRB di periode pelaporan mencapai 22%. Sektor
lainnya yang menjadi tumpuan perekonomian Sulsel
Tw I 2016 Pengolahan
14% adalah sektor Perdagangan, Industri Pengolahan, dan
Konstruksi, yang masing-masing memiliki pangsa
Perda gangan Kons truksi
13%
13% terhadap total PDRB di atas 10%. Sementara untuk
sektor non utama merupakan gabungan dari sektor
lainnya.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 1.24. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Lapangan Usaha (ADHB)

1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutananan, dan Perikanan.


Dampak El Nino pada tahun 2015 telah berimbas pada perlambatan pertumbuhan di sektor pertanian, kehutanan dan
perikanan. Fenomena El Nino yang berlangsung di Sulsel telah menyebabkan mundurnya musim tanam ke November –
Desember 2015, sehingga menyebabkan panen pertama bergeser ke Maret 2016, sedangkan panen raya bergeser ke
April – Mei 2016. Mundurnya musim panen tersebut telah memengaruhi produksi beras yang dihasilkan Sulsel di triwulan
I 2016.

Penurunan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan juga disebabkan oleh perlambatan kinerja di subsektor
perkebunan. Volume ekspor komoditas kakao sebagai salah satu indikator subsektor perkebunan masih mengalami
penurunan dari -10,06% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi -38,08% (yoy) di triwulan I 2016. Secara nilai, total ekspor
kakao tercatat USD24,67 juta yang berarti juga masih menunjukkan kontraksi -19,28% (yoy).

35 Juta Ton YOY 200% Kakao


3.5 $/kg %, yoy 40%
gHarga - Skala Kanan
30 150%
3.0 30%
25 100% 20%
2.5
20 50% 10%
2.0
15 0% 0%
1.5
10 -50% -10%
1.0
-20%
5 -100%
0.5 -30%
0 -150%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 0.0 -40%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
2012 2013 2014 2015 2016
Ekspor Kakao dan Produk Olahannya Pertumbuhan - Skala Kanan

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank


Grafik 1.25. Volume Ekspor Kakao dan Produk Olahannya Grafik 1.26. Harga Internasional Kakao

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 19
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

Di sisi lain, perbaikan kinerja sub sektor perikanan menjadi faktor penahan perlambatan di sektor pertanian. Salah satu
indikator yang menunjukkan perbaikan kinerja di subsektor perikanan adalah peningkatan ekspor komoditas perikanan,
baik dari sisi volume maupun nilai. Secara volume, ekspor meningkat cukup signifikan 41,06% (yoy) pada triwulan
laporan, lebih tinggi dari periode sebelumnya (20,95% yoy), sementara secara nominal nilai ekspor terlihat menurun,
dengan pertumbuhan tahunan 14,97% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang tumbuh 11,17% (yoy).
Peningkatan ekspor diperkirakan terjadi akibat dampak positif dari berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah
dan juga pengaruh cuaca yang relatif baik, sehingga hasil tangkapan ikan juga meningkat.

5 JutaTon YOY 40% 45 Juta USD YOY 30%


5 20% 40 20%
4 35
0% 10%
4 30
3 -20%
25 0%
3 -40%
20 -10%
2 -60%
2 15
-80% -20%
1 10
-100% 5 -30%
1
0 -120% 0 -40%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2012 2013 2014 2015 2016

Ekspor Ikan Pertumbuhan - Skala Kanan Ekspor Ikan Pertumbuhan - Skala Kanan

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah


Grafik 1.27. Volume Ekspor Komoditas Ikan Grafik 1.28. Nilai Ekspor Komoditas Ikan

Perlambatan pertumbuhan di sektor pertanian Sulsel terkonfirmasi oleh pertumbuhan kredit yang disalurkan
perbankan ke sektor ini yang juga sedikit menurun. Di triwulan I 2016, kredit yang disalurkan ke sektor pertanian
tumbuh 41,37% (yoy) atau mencapai Rp2,37 triliun. Angka pertumbuhan ini lebih rendah bila dibandingkan dengan
periode yang sama tahun 2015 yang tumbuh 42,04% (yoy).

Pertanian gKredit Pertanian

2.5 Rp Triliun %, yoy 90


80
2.0 70
60
1.5
50
40
1.0
30
0.5 20
10
0.0 0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016

Grafik 1.29. Perkembangan Kredit di Sektor Pertanian

1.3.2 Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian


Lapangan usaha pertambangan dan penggalian tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 2,40% (yoy),
lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya 15,56% (yoy). Meskipun nilai dan volume pertambangan
mengalami perbaikan, namun masih tumbuh negatif. Total nilai ekspor pertambangan mencapai USD 1,09 juta atau
tumbuh -50,12% (yoy) pada periode laporan, dari -51,53% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Sementara volume ekspor
pertambangan tumbuh dari -52,97% (yoy) menjadi -50,37% (yoy) pada triwulan I 2016 atau sebanyak 8,07 juta ton.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


20 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Ekspor Pertambangan gEkspor - Skala Kanan Ekspor Pertambangan gEkspor - Skala Kanan

80 Juta Ton %, yoy 250 9 Juta USD %, yoy 200


70 200 8
150
60 150 7
6 100
50 100
5
40 50 50
4
30 0 3 0
20 (50) 2
(50)
10 (100) 1
0 (150) 0 (100)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015 2016 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah


Grafik 1.30. Volume Ekspor Pertambangan Grafik 1.31. Nilai Ekspor Pertambangan

Volume produksi hasil tambang masih mengalami kontraksi, meski membaik bila dibandingkan triwulan sebelumnya.
Harga komoditas masih menjadi penyebab utama penurunan kinerja sektor pertambangan. Hampir seluruh komoditas
tambang termasuk nikel terus mengalami penurunan harga sejak pertengahan tahun 2014. Rata-rata harga komoditas
Nikel di triwulan IV 2015 berada pada level USD8.507 per metrik ton turun -40,89% (yoy) dibandingkan rata-rata harga di
triwulan sebelumnya yang turun -40,59% (yoy).

Produksi Nikel dalam Matte (Ton Metrik) yoy (%) - Skala Kanan Penjualan Nikel dalam Matte (Ton Metrik) yoy (%) - Skala Kanan

25 70 25 60
Ribu

Ribu

60 50
20 50 20 40
40 30
15 30 15
20
20 10
10 10 10
0
0
5 -10
5 -10
-20 -20
0 -30 0 -30
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015 2016 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber: Industri Pengolahan Nikel Sumber: Industri Pengolahan Nikel


Grafik 1.32. Produksi Nikel dalam Matte Grafik 1.33. Penjualan Nikel dalam Matte

Perlambatan sektor pertambangan dan penggalian terjadi seiring dengan penurunan kinerja produksi nikel. Total
produksi Nikel dalam Matte mencapai sekitar 16.894 metrik ton atau tumbuh -3,33% (yoy), lebih rendah dari
pertumbuhan pada periode sebelumnya yang mencapai 8,34% (yoy). Sejalan dengan hasil produksi yang menurun dan
harga nikel di pasar internasional yang belum sepenuhnya pulih, maka nilai perolehan hasil penjualan Nikel dalam matte
terkontraksi -8,94% (yoy) dari sebelumnya tumbuh 12,13% (yoy).

Meskipun masih mengalami kontraksi, namun kredit di sektor pertambangan menunjukkan pertumbuhan poisitif. Di
periode triwulan I 2016, kredit yang disalurkan perbankan ke sektor tambang tumbuh 1,50% (yoy). Meskipun masih
tumbuh terbatas, namun hal ini diharapkan merupakan sinyal positif dari perkembangan usaha di sektor ini, setelah pada
triwulan sebelumnya mengalami kontraksi -14,82% (yoy).
40% gYOY Pertambangan gKredit Pertambangan
30% Rp Triliun %, yoy
0.7 80
20% 0.6 60
10% 0.5
40
0% 0.4
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 20
-10% 0.3
2012 2013 2014 2015 2016 0
-20% 0.2
0.1 (20)
-30%
0.0 (40)
-40%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
-50%
2012 2013 2014 2015 2016
Nikel Timah Seng Timah Hitam

Sumber: World Bank Sumber: LBU, diolah


Grafik 1.34. Harga Komoditas Tambang Grafik 1.35. Kredit Sektor Pertambangan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 21
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan


Lapangan usaha industri pengolahan tumbuh meningkat. Sektor industri pengolahan pada triwulan I 2016 tumbuh
12,79% (yoy), lebih tinggi dari triwulan IV 2015 yang mencapai 9,02% (yoy). Industri Besar dan Sedang (IBS) serta Industri
Mikro dan Kecil (IMK) ditengarai menjadi pendorong pertumbuhan. Hal ini terindikasi dari peningkatan Indeks Industri
Besar dan Sedang (IBS) yang semula tumbuh 1,87% (yoy) di triwulan IV 2015 naik menjadi 2,32% (yoy) di periode laporan.

IMK IBS 500 Juta USD YOY 80%


450
25 %, yoy 60%
400
20 40%
350
15 300 20%
10 250
5 200 0%
0 150 -20%
(5)
100
-40%
50
(10)
0 -60%
(15) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
2012 2013 2014 2015 2016

Ekspor Industri Pertumbuhan - Skala Kanan

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Bea Cukai, diolah


Grafik 1.36. Pertumbuhan Industri Grafik 1.37. Nilai Ekspor Hasil Industri

Meskipun sektor industri pengolahan mengalami Industri Pengolahan gKredit Industri Pengolahan
peningkatan, namun kredit yang disalurkan perbankan 9.0 Rp Triliun %, yoy 60
ke sektor ini justru melambat. Kredit yang disalurkan ke 8.0 50
7.0 40
industri pengolahan tercatat mencapai Rp7,98 triliun 6.0 30
20
atau tumbuh 36,95% (yoy), melambat dibandingkan 5.0
10
4.0
pertumbuhan di triwulan sebelumnya 53,80% (yoy). 0
3.0 (10)
Perlambatan diindikasikan masih tersedianya stok di 2.0 (20)
1.0 (30)
tahun 2015, sehingga perusahaan industri pengolahan
0.0 (40)
belum meningkatkan produksinya di triwulan I 2016, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
sehingga kebutuhan modal kerjanya juga belum begitu 2012 2013 2014 2015 2016
besar.

Sumber: LBU
Grafik 1.38. Kredit Industri Pengolahan

Ekspor komoditas hasil industri mengalami perlambatan. Sejalan dengan kredit sektor industri pengolahan, nilai ekspor
hasil industri di triwulan I 2016 terkontraksi cukup dalam dari -25,78% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi -35,35% (yoy)
atau sebesar USD178,60 juta.

1.3.4 Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas


Kinerja lapangan usaha pengadaan listrik dan gas tumbuh positif. Lapangan usaha ini tercatat mengalami peningkatan
16,14% (yoy) pada triwulan laporan. Angka ini lebih baik dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat tumbuh 13,57%
(yoy). Pertumbuhan sektor ini terkonfirmasi dari hasil liaison yang dilakukan ke PT PLN Wilayah Sulserabar, yang
menyatakan bahwa terjadi peningkatan jumlah pelanggan dan jumlah daya yang terjual di periode laporan. Meskipun
demikian, penyaluran kredit ke sektor Listrik, Gas dan Air (LGA) mengalami perlambatan. Perlambatan dikarenakan
pelaksanaan beberapa proyek sektor listrik baru akan dimulai pada triwulan III 2016.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


22 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Listrik, Gas, dan Air gKredit Listrik, Gas, dan Air


3.0 %, yoy 250
Rp Triliun
2.5 200

2.0 150

1.5 100

1.0 50

0.5 0

0.0 (50)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016

Sumber: LBU
Grafik 1.39. Kredit Sektor Listrik, Gas, dan Air

1.3.5 Lapangan Usaha Pengadaan Air


Lapangan usaha pengadaan air tercatat mengalami pertumbuhan. Lapangan usaha ini tumbuh 5,49% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh 3,74% (yoy). Peningkatan ini diperkirakan terkait dengan
telah masuknya musim hujan pada bulan November – Maret 2016 sehingga sumber air tersedia dalam jumlah yang
cukup.

1.3.6 Lapangan Usaha Konstruksi


Pada triwulan I 2015, Lapangan Usaha Konstruksi tumbuh Semen
lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya, seiring 60% % YOY

dengan siklus belanja pemerintah yang menurun di awal 50%

tahun. Di triwulan laporan, sektor ini tumbuh 9,32% (yoy) lebih 40%

rendah dari pertumbuhan di periode sebelumnya yang 30%

mencapai 10,75% (yoy). Melambatnya sektor konstruksi 20%

terkonfirmasi dari masih terbatasnya realisasi belanja modal 10%

pemerintah yang masih relatif minim. Hingga akhir periode 0%


I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
-10%
triwulan I 2016, realisasi belanja APBD baru mencapai Rp926 2012 2013 2014 2015 2016
milyar atau 13,75% dari pagu anggaran. Meskipun demikian,
angka ini lebih tinggi dibandingkan realisasi di periode yang Sumber: Survei Penjualan Eceran
sama tahun lalu yang mencapai 9,53%. Di sisi lain, realisasi Grafik 1.40. Penjualan Eceran Semen

belanja APBN meningkat sebesar Rp2,38 triliun, lebih tinggi dari


triwulan I 2015 sebesar Rp2,08 triliun. Realisasi belanja APBN
yang tinggi tampaknya mampu menjaga pertumbuhan sektor
konstruksi, sehingga tidak turun lebih dalam.

Perlambatan sektor konstruksi terkonfirmasi oleh hasil Survei Penjualan Eceran. Realisasi pengadaan semen di triwulan
I 2016 mencapai 542 ribu ton, tumbuh 14,63% (yoy) lebih rendah dibandingkan periode triwulan IV 2016 yang tumbuh
16,19% (yoy). Sementara penyaluran kredit ke sektor konstruksi tumbuh melambat di angka 9,38% (yoy), dari triwulan IV
2015 yang tercatat 27,19% (yoy). Selain itu, penurunan juga terkonfirmasi dari hasil penjualan eceran komoditas semen.
Indeks penjualan eceran semen tumbuh 50,84% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan periode sebelumnya 55,95% (yoy).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 23
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

Realisasi Pengadaan Semen Sulsel (Ton) Konstruksi gKredit Konstruksi


gRealisasi - Skala Kanan
900 %, yoy 20 7.0 Rp Triliun %, yoy 40
Ribu Ton
800 35
15 6.0
700
5.0 30
600
10 25
500 4.0
400 20
5 3.0
300 15
2.0 10
200 0
100 1.0 5
0 (5) 0.0 0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Sumber: Laporan Bank, diolah


Grafik 1.41. Pengadaan Semen Grafik 1.42. Kredit kepada Sektor Konstruksi

1.3.7 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran tercatat tumbuh melambat. Di triwulan laporan, lapangan usaha ini
tumbuh 9,27% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di periode sebelumnya yang tercatat 10,08% (yoy). Hal ini
searah dengan pertumbuhan penyaluran kredit ke sektor ini yang juga menunjukkan perlambatan. Kredit ke sektor
perdagangan tercatat mencapai Rp32,48 triliun atau tumbuh 12,93% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di
triwulan IV 2015 sebesar 13,58% (yoy). Kembalinya masyarakat ke aktivitas normal setelah rangkaian perayaan hari besar
keagamaan (tahun baru Islam dan natal) diperkirakan menjadi faktor penyebab perlambatan pertumbuhan di sektor ini.
Pertumbuhan sektor perdagangan juga terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, terutama untuk penjualan
produk di kelompok bahan bakar kendaraan bermotor, kelompok barang lainnya seperti alas kaki, tas, dan farmasi, serta
kelompok barang budaya dan rekreasi seperti kertas karton dan alat tulis.

Perdagangan gKredit Perdagangan Bahan Bakar Kendaraan Bermotor


%YOY
35.0 Rp Triliun %, yoy 40 Barang Lainnya
30.0 35 40% Barang Budaya & Rekreasi

25.0 30 30%
25 20%
20.0
20
15.0 10%
15
10.0 0%
10
5.0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
5 -10%
0.0 0 -20% 2012 2013 2014 2015 2016
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
-30%
2012 2013 2014 2015 2016
-40%

Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Survei Penjualan Eceran


Grafik 1.43. Perkembangan Kredit Perdagangan Grafik 1.44. Penjualan Barang Eceran Riil

1.3.8 Lapangan Usaha Transportasi dan Penggudangan


Lapangan transportasi dan penggudangan tumbuh meningkat di triwulan laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh
12,86% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 5,70% (yoy). Hal ini searah dengan penyaluran kredit ke sektor
pengangkutan tercatat tumbuh positif 3,87% (yoy), setelah pada periode sebelumnya tumbuh 0,90% (yoy).

Aktivitas pergudangan mengalami peningkatan. Aktivitas penggudangan meningkat seiring dengan peningkatan volume
bongkar muat barang di pelabuhan Makassar. Aktivitas pergudangan diindikasikan sebagai faktor pendorong
pertumbuhan sektor ini. Di sisi lain, moda transportasi udara mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Sepanjang
triwulan I 2016, angkasa pura dan otoritas pelabuhan Makassar mencatat adanya perbedaan pola pertumbuhan
penumpang. Lalulintas penumpang pesawat udara menunjukkan peningkatan yang signifikan, berkebalikan arah dengan
pertumbuhan penumpang angkutan laut yang justru mengalami kontraksi.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


24 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Pengangkutan gKredit Pengangkutan Penumpang Penerbangan Domestik (Orang)


yoy (%) - Axis Kanan
3.0 Rp Triliun %, yoy 80 Ribu
70 1,200 50
2.5 60
1,000 40
2.0 50
40 30
800
1.5 30 20
20 600
1.0 10
10
400
0.5 0 0
(10) 200 -10
0.0 (20)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 0 -20
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
2012 2013 2014 2015 2016

Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: PT Angkasa Pura I


Grafik 1.45. Perkembangan Kredit Pengangkutan Grafik 1.46. Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara

Volume Bongkar Barang Dalam Negeri Volume Muat Barang Dalam Negeri Kedatangan Dalam Negeri Keberangkatan Dalam Negeri
gTotal Bongkar & Muat gPenumpang - Skala Kanan
3,500 Ribu Ton %, yoy 25 450 Ribu Orang 40
%, yoy
3,000 20 400 30
15 350
2,500 20
300
10 10
2,000 250
5
1,500 200 0
0 150
1,000 (5) (10)
100
500 (10) 50 (20)
0 (15) 0 (30)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015 2016 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar


Grafik 1.47. Lalu Lintas Barang di Pelabuhan Makassar Grafik 1.48. Lalu Lintas Penumpang di Pelabuhan Makassar

1.3.9 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum


Lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh lebih tinggi. Di triwulan laporan lapangan usaha ini
tumbuh 9,55% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 7,66% (yoy). Berlangsungnya perayaan
tahun baru cina (imlek) dan hari besar keagamaan lain (hari raya nyepi) menjadi faktor pendorong pertumbuhan sektor
ini.

202 Indeks YOY 30%


25%
152 20%
15%
102 10%
5%
52 0%
-5%
2 -10%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I -15%
-48 2012 2013 2014 2015 2016 -20%
Makanan, Minuman & Tembakau Pertumbuhan - Skala Kanan

Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah


Grafik 1.49. Perkembangan Penjualan Pada Komoditas Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau

Peningkatan kinerja lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tidak lepas dari peningkatan kinerja
sektor pariwisata. Meskipun pertumbuhan jumlah kedatangan wisatawan manca Negara masih mengalami kontraksi,
namun sudah terdapat perbaikan. Jumlah kedatangan wisatawan manca Negara di Sulsel mencapai 2.813 orang atau
tumbuh -6,70% (yoy) dari periode sebelumnya tumbuh -15,23% (yoy). Menurut hasil liaison, jumlah hotel yang semakin
meningkat, telah mendorong pihak hotel menjaring konsumen dengan mengadakan promo dan menekan harga jual
kamar.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 25
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

60.00 %
Jumlah Kedatangan Wisman gWisman - Skala Kanan

Orang 50.00
6,000 %, yoy 70
60
5,000 50 40.00
40
4,000 30
20 30.00
3,000 10
2,000 0 20.00
(10)
1,000 (20)
(30) 10.00
0 (40) TPK Sulsel
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 0.00
2012 2013 2014 2015 2016 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.50. Jumlah Wisatawan Mancanegara Grafik 1.51. Rata-Rata Tingkat Hunian Kamar Hotel Berbintang

1.3.10 Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi


Lapangan usaha informasi dan komunikasi tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 8,18% (yoy) di
periode laporan, lebih rendah dari triwulan IV 2015 yang tumbuh 8,69% (yoy). Perlambatan sektor ini diindikasi pengaruh
dari traffic layanan SMS dan suara yang melambat pasca kegiatan natal dan tahun baru. Hal ini dikonfirmasi dari hasil
Survei Konsumen, pada pengeluaran konsumen sektor transport, komunikasi dan jasa keuangan yang menunjukkan
perlambatan dari 191,27 pada triwulan IV 2016 menjadi 183,03 pada triwulan laporan.

1.3.11 Lapangan Usaha Jasa Keuangan


Lapangan usaha jasa keuangan tumbuh 9,58% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 7,56% (yoy).
Peningkatan kinerja sektor jasa keuangan lebih dipengaruhi oleh kinerja positif perbankan di Sulsel, yang mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Indikator utama yang menguat yaitu aset dan kredit/pembiayaan yang
disalurkan. Total aset mencapai Rp120,83 triliun atau tumbuh 15,14% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan total aset
pada triwulan sebelumnya 117,57 triliun. Sementara kredit tercatat tumbuh 12,68% (yoy) menjadi Rp102,28 triliun lebih
tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 101,26triliun.

250 % YOY 25
Indeks
20
200
15
150 10
5
100 0
-5
50
-10
0 -15
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016

Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Pertumbuhan - Skala Kanan

Sumber: Survei Konsumen, diolah


Grafik 1.52. Perkembangan Pengeluaran Konsumen Pada Sektor Transpor,
Komunikasi dan Jasa Keuangan

1.3.12 Lapangan Usaha Real Estate


Lapangan usaha real estate juga tercatat menguat. Di periode laporan, lapangan usaha ini tumbuh 7,04% (yoy) lebih
tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang mencapai 6,01% (yoy). Peningkatan di sektor ini sejalan
dengan menguatnya kondisi ekonomi di periode laporan yang berimplikasi terhadap permintaan rumah atau properti
residensial. Hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) menunjukkan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR)
menguat menjadi 309,03 pada triwulan I 2016 dibandingkan triwulan sebelumnya (304,26). Peguatan terjadi pada seluruh
jenis rumah baik pada rumah tipe kecil, menengah dan besar.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


26 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

10
%, qtq
8

-2
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Umum Kecil Menengah Besar

Sumber: Survei Harga Properti Residensial, diolah


Grafik 1.53. Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial

1.3.13 Lapangan Usaha Jasa Perusahaan


Lapangan usaha jasa perusahaan tumbuh lebih tinggi di periode laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 7,89%
(yoy) di triwulan I 2016, lebih tinggi dari periode sebelumnya yang tecatat 7,40% (yoy). Peningkatan kinerja ini searah
dengan pertumbuhan kredit yang disalurkan ke jasa dunia usaha yang menunjukkan peningkatan menjadi 14,62% (yoy),
dari periode sebelumnya yang hanya tumbuh 10,89% (yoy).

Jasa Dunia Usaha gKredit Jasa Dunia Usaha

5.0 Rp Triliun %, yoy 70


4.5 60
4.0 50
3.5 40
3.0
30
2.5
20
2.0
1.5 10
1.0 0
0.5 (10)
0.0 (20)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016

Sumber: Laporan Bank, diolah


Grafik 1.54. Perkembangan Kredit Jasa Dunia Usaha

1.3.14 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Sosial Wajib


Lapangan usaha administrasi pemerintahan tumbuh melambat di periode laporan. Searah dengan kinerja keuangan
daerah yang stabil pada triwulan laporan, lapangan usaha administrasi pemerintahan tumbuh 8,18% (yoy), melambat
dibandingkan pertumbuhan sebelumnya 9,21% (yoy). Keuangan pemerintah sendiri tercatat tumbuh melambat di
triwulan I 2016, baik dari sisi realisasi pendapatan maupun belanja. Hingga triwulan I 2015, realisasi anggaran pendapatan
daerah telah mencapai 22,83%, menurun jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2015 yang mencapai
25,87%. Secara nominal, realisasi anggaran pendapatan daerah hingga triwulan I 2016 telah mencapai Rp1,56 triliun dari
total target pendapatan tahunan sebesar Rp6,85 triliun. Dari sisi belanja, hingga triwulan I 2016, realisasi pengeluaran
telah mencapai 13,75% atau sebesar Rp926miliar. Secara persentase berarti lebih tinggi jika dibandingkan dengan
realisasi belanja pada triwulan I 2015 yang tercatat 9,53% atau Rp631 miliar dari target belanja Rp6,62 triliun.

1.3.15 Lapangan Usaha Jasa Pendidikan


Lapangan usaha jasa pendidikan tumbuh meningkat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 7,69% (yoy) di triwulan I 2016,
tumbuh lebih tinggi dibandingkan periode triwulan IV 2015 yang hanya tumbuh 2,35% (yoy). Peningkatan pertumbuhan
sektor jasa pendidikan terjadi seiring dengan dimulainya tahun ajaran baru pada bulan Januari 2016 di beberapa tingkat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 27
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

sekolah dasar dan sekolah menengah. Hal ini terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, yang menunjukkan
penjualan kertas, karton dan cetakan, serta alat tulis yang juga meningkat.

200 Indeks YOY 60% 120 Indeks YOY 30%


180 50%
160 100 20%
40%
140 80 10%
120 30%
100 20% 60 0%
80 10%
60 40 -10%
0%
40 20 -20%
20 -10%
0 -20% 0 -30%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2012 2013 2014 2015 2016

Alat Tulis Pertumbuhan - Skala Kanan Kertas, Karton, Cetakan Pertumbuhan - Skala Kanan

Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah
Grafik 1.55. Perkembangan Penjualan Alat Tulis Grafik 1.56. Perkembangan Penjualan Kertas, Karton dan Cetakan

1.3.16 Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial


Lapangan usaha jasa kesehatan dan kegiatan sosial tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 9,55% (yoy)
di triwulan I 2016, lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh 10,55% (yoy). Perlambatan diperkirakan
berasal dari penurunan kebutuhan masyarakat terhadap jasa kesehatan. Sementara kegiatan sosial juga mengalami
penurunan, yang dikonfirmasi menurunnya kredit yang disalurkan ke sektor jasa sosial masyarakat .
Jasa Sosial Masyarakat gKredit Jasa Sosial Masyarakat

3.0 Rp Triliun %, yoy 50

2.5 40
30
2.0
20
1.5
10
1.0
0
0.5 (10)
0.0 (20)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016

Sumber: Laporan Bank, diolah


Grafik 1.57. Perkembangan Kredit Jasa Sosial Masyarakat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


28 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Boks 1.A. Aglomerasi Kawasan Perkotaan Mamminasata


Konsep aglomerasi didasari buah pemikiran Marshall (1920) mengenai perlunya industri yang terlokalisir (localized
industries). Aglomerasi ekonomi muncul ketika sebuah industri memilih lokasi untuk kegiatan produksinya yang
memungkinkan dapat berlangsung lama, sehingga masyarakat dapat memperoleh keuntungan jika mendirikan usaha
disekitar lokasi tersebut. Aglomerasi ekonomi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut karena
tercipta efisiensi produksi. Selain itu, menurut Perroux (1955) dalam teori kutub pertumbuhan (growth pole theory),
pertumbuhan ekonomi tidak muncul di berbagai daerah dalam waktu yang sama, akan tetapi hanya terjadi di beberapa
tempat sebagai pusat pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda.

Sesuai dengan Perpres 55 tahun 2011, Sulsel memiliki kawasan metropolitan Mamminasata (Kota Makassar, Maros,
Sungguminasa, dan Takalar) yang menjadi proyek percontohan pengembangan tata ruang terpadu di Indonesia. Luas
kawasan ini dipersiapkan untuk menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia Timur. Konsep pusat kegiatan
pengembangan Mamminasata difokuskan pada 4 hal yaitu; (1) Pusat Logistik dan Industri Pengolahan; (2) Pusat Industri
Jasa dan Informasi Komunikasi; (3) Pusat Perikanan dan Kelautan; dan (4) Pusat Real Estate. Konsep Pusat Logistik dan
Industri Pengolahan berada di kawasan New Port Makassar, Kawasan Industri Maros (KIROS), Kawasan Industri Makassar-
Maros (KIMAMA II), dan kawasan aerocity. Untuk konsep Pusat Industri Jasa dan Informasi Komunikasi berada di Kawasan
Center Point of Indonesia, sementara konsep Pusat Perikanan dan Kelautan berada di Kawasan Industri Takalar (KITA).
Sedangkan Konsep Pusat Real Estate berada di Kota Baru Mamminasata dan Kawasan Pendidikan Terpadu
2
Mamminasata .

Pengembangan kawasan Mamminasata sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia Timur telah mendorong
3
masyarakat bermigrasi ke wilayah ini. Berdasarkan data, penduduk yang bermigrasi ke kawasan Mamminasata pada
2014 berasal dari Sulsel, Sultra, Kaltim, Sulut dan Papua Barat, dimana sebagian besar dari mereka hanya berpendidikan
4
SD dan SMA , sementara yang tamat minimal S1 relatif sedikit. Sektor jasa dan Sektor perdagangan, hotel, dan restoran
menjadi pilihan utama penduduk migran dalam mencari lapangan kerja. Pekerja yang terserap pada sektor Jasa umumnya
adalah migran dengan karakteristik pendidikan tinggi. Sedangkan mayoritas migran yang umumnya berpendidikan rendah
5
akan terserap di beberapa sektor diluar jasa, dengan tingkat pendapatan di bawah UMK .

dki, 2.5
Lainnya, 14.8
ntt, 2.7
Kawasan Aglomerasi
Mamminasata sulteng, 2.7

TotalMigrasi
Total Migrasi pap, 3.2

65.807
±60.000 pabar, 3.4 sulsel, 56.7
sulut, 3.9

kaltim, 4.2
sultra, 5.9

Gambar 1.A.1. Tujuan Migrasi Kawasan Mamminasata Grafik1.A.1. Tujuan Migrasi Kawasan Mamminasata
dibawah UMK diatas UMK
S2/S3
100%
90% 2%
80% D4/S1 SD
70% 23% 27%
60%
50%
40%
30%
20% D1/D2/D3
10%
0% 4%
Pertambangan

Konstruksi

Keuangan
Listrik

Jasa
Pertanian

Industri Pengolahan

Perdagangan

Trasportasi & Komunikasi

SMP
16%
SMA
28%

Grafik1.A.2. Pendapatan Migran berdasarkan Sektor Grafik1.A.3. Pendidikan Migran

2
Dinas Tata Ruang Provinsi Sulawesi Selatan
3
Migrasi Risen: tempat tinggal saat ini berbeda dengan tempat tinggal 5 tahun lalu
4
Sumber data: Susenas (2014), diolah
5
UMK : Rp1.800.000 (BPS, 2014)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 29
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

HALAMAN INI SENGAJA DI KOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


30 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
2. KEUANGAN PEMERINTAH

Bab 2
Keuangan Pemerintah

Realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel triwulan I 2016 mencapai


Rp926,33 miliar atau 13,75% dari anggaran sebesar Rp6,74 triliun. Sumber
realisasi belanja sebagian besar berasal dari belanja operasional
dan transfer dengan nilai yang lebih besar dibandingkan tahun
sebelumnya.
Sedangkan realisasi belanja APBN di Sulsel mencapai Rp2,38 triliun
atau 12,5% dari yang dianggarkan sebesar Rp19,03 triliun, dengan
peningkatan terbesar pada belanja modal dan belanja pegawai.
Dengan kondisi demikian, maka realisasi penyerapan anggaran
APBD dan APBN di Sulsel telah turut mendorong peningkatan
ekonomi Sulsel di triwulan I 2016.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 31
BAB 2 Keuangan Daerah

2.1. Struktur Anggaran


Komponen keuangan Pemerintah di Sulsel terdiri atas keuangan pemerintah daerah (Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah/APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota) dan keuangan pemerintah pusat di daerah (APBN di Sulsel),
dengan porsi terbesar adalah APBD Kabupaten/Kota. Pada tahun anggaran 2016, pagu anggaran belanja keuangan
pemerintah daerah dan pemerintah pusat di Sulsel mencapai Rp59,18 triliun yang terbagi atas APBD Provinsi 11,4%, APBD
Kabupaten/Kota 56,5%, dan APBN di Sulsel 32,2% (Grafik 2.1).

APBN; APBN;
Rp19.028; Rp2.379;
32,2% 32,8%
ANGGARAN APBD
REALISASI
APBD
KAB/ 2016 KAB/ TW I 2016
KOTA;
KOTA; (Rp miliar) Rp3.954,4 (Rp miliar)
Rp33.419;
; 54,5%
56,5%
APBD
APBD
PROVINSI
PROVINSI;
; Rp6.735;
Rp926;
11,4%
12,8%

Grafik 2.1. Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Grafik 2.2. Struktur Realisasi Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel
Tahun 2016 Triwulan I 2016
(* Angka Realisasi Kab./Kota berdasarkan Historis 5 Tahun Terakhir)

Sampai dengan triwulan I 2016, realisasi belanja APBD Kab/Kota memiliki porsi paling besar dibandingkan kelompok
belanja pemerintah lainnya. Realisasi APBD Kab/Kota pada triwulan I 2016 mencapai Rp3,95 triliun atau 54,5% dari total
realisasi belanja pemerintah di Sulsel, sementara realisasi APBN di Sulsel mencapai Rp2,38 triliun atau 32,8% dari total
realisasi belanja pemerintah. Sedangkan APBD Provinsi mencapai Rp926 miliar atau 12,8% dari total realisasi belanja
pemerintah (Grafik 2.2).

2.2. Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi


2.2.1 Pendapatan
2.2.1.1. Struktur Realisasi Pendapatan

Nilai realisasi pendapatan Provinsi Sulsel pada triwulan I 2016 mengalami penurunan. Jumlah realisasi pendapatan pada
triwulan I 2016 mencapai Rp1,56 triliun lebih rendah dari periode yang sama 2015 (Rp1,67 triliun). Secara nominal
pendapatan asli daerah (PAD) mencapai Rp623,18miliar atau 39,86% dari total pendapatan. Nilai PAD yang masih rendah
mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi pada awal 2016 masih belum memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap PAD Sulsel. Sementara di sisi lain, nilai realisasi pendapatan transfer mencapai Rp940,2 miliar meningkat lebih
tinggi dibandingkan tahun sebelumnya Rp698,76 miliar. Peningkatan yang cukup tinggi ini, mengindikasikan bahwa
transfer dana dari pemerintah pusat kepada Sulsel telah turut menopang ekonomi Sulsel di triwulan I 2016.
100%
90%
Rp miliar
80%
Rp636 Rp599 Rp634 Rp699
70% Rp940
60%
50%
40%
30%
Rp474 Rp510 Rp597 Rp664
20% Rp623
10%
0%
Tw I-2012 Tw I-2013 Tw I-2014 Tw I-2015 Tw I-2016
Pendapatan Transfer Pendapatan Asli Daerah
Sumber:Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel, diolah
Grafik 2.3. Proporsi Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


32 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 2 Keuangan Daerah

2.2.1.2. Perkembangan Realisasi Pendapatan


6
Persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel pada triwulan I 2016 baru mencapai 22,83% dari target yang
dianggarkan. Persentase realisasi pendapatan ini lebih rendah dari pencapaian triwulan I tahun lalu sebesar 25,87%.
Secara nominal, realisasi pendapatan daerah pada triwulan I 2016 sebesar Rp1,56 triliun, sedikit lebih rendah dari
pencapaian triwulan I tahun lalu sebesar Rp1,67 triliun. Penurunan pendapatan bersumber dari realisasi PAD, terutama
komponan lain-lain PAD yang sah (dengan komponen pendapatan hibah) sebesar Rp15,51 miliar atau 8,3% lebih rendah
dari pencapaian triwulan I 2015 sebesar Rp72,11 miliar atau 39,39% dari target. Namun untuk pendapatan pajak dan
pendapatan retribusi mengalami peningkatan secara nominal, masing-masing menjadi Rp588,41 miliar (18,71%) dan
Rp19,26 miliar (22,21%).

Tabel 2.1. Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel


(Rp Miliar)

ANGGARAN REALISASI TRIWULAN I 2015 ANGGARAN REALISASI TRIWULAN I 2016


URAIAN
2015 NOMINAL % REALISASI 2016 NOMINAL % REALISASI
PENDAPATAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH 3.432,70 663,54 19,33% 3.511,64 623,18 17,75%
- Pendapatan Pajak Daerah 3.067,50 578,72 18,87% 3.145,44 588,41 18,71%
- Pendapatan Retribusi Daerah 93,12 12,72 13,66% 86,71 19,26 22,21%
- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan 89,01 - 0,00% 92,58 - 0,00%
- Lain-lain PAD yang Sah 183,06 72,11 39,39% 186,91 15,51 8,30%
PENDAPATAN TRANSFER 2.988,42 698,76 23,38% 3.328,11 940,20 28,25%
- Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 281,79 - 0,00% 281,79 67,53 23,97%
- DAU 1.180,01 393,34 33,33% 1.394,15 464,72 33,33%
- DAK 278,36 - 0,00% 425,08 0,12 0,03%
Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya 1.248,26 305,43 24,47% 1.227,09 407,83 33,24%
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 24,66 0,06 0,25% 11,82 0,83 7,01%
JUMLAH PENDAPATAN 6.445,78 1.667,79 25,87% 6.851,57 1.564,21 22,83%
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited)
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel

Realisasi pendapatan yang berasal dari transfer pada triwulan I 2016 mengalami peningkatan baik secara nominal
maupun persentase dibandingkan dengan triwulan I tahun lalu. Persentase realisasi pendapatan transfer tahun lalu
23,38% dengan nominal Rp698,76 miliar, sementara realisasi tahun ini 28,25% dengan nominal sebesar Rp940,2 miliar.
Semua komponen pendapatan transfer mengalami peningkatan, yakni dana bagi hasil (DBH) pajak dan bukan pajak, dana
alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK), dan transfer pemerintah pusat lainnya. DBH triwulan I 2016 telah
mencapai Rp67,53 miliar (23,97%), sementara triwulan I tahun lalu belum terealisasi. DAU telah mencapai Rp464,72
miliar (33,33%), meningkat dari triwulan I tahun lalu sebesar Rp393,34 miliar (33,33%). DAK baru mencapai Rp120juta
(0,03%), sementara triwulan I tahun lalu belum terealisasi. Transfer pemerintah pusat lainnya telah mencapai Rp407,83
miliar (33,24%), sementara triwulan I tahun lalu sebesar Rp305,43 miliar (24,47%). Demikian pula pada pos lain-lain
pendapatan yang sah, tercatat sebesar Rp830 juta (7,01%), lebih tinggi dari triwulan I 2015 yang baru sebesar Rp60 juta
(0,25%).

2.2.2 Belanja
2.2.2.1. Struktur Realisasi Belanja

Porsi realisasi belanja transfer triwulan I 2016 meningkat dibandingkan triwulan I tahun sebelumnya. Porsi realisasi
belanja transfer menunjukkan peningkatan menjadi 26,2% (Rp242,78 miliar), lebih tinggi dari realisasi triwulan I 2015
sebesar 13,8% (Rp 87,19 miliar). Pada triwulan I 2016, porsi belanja operasional menjadi 73,7% (Rp682,49 miliar) lebih
rendah dari triwulan I 2015 sebesar 86,0% (Rp542,47 miliar). Sementara kontribusi belanja modal masih relatif rendah,
0,11% atau senilai Rp 1,05 miliar, lebih rendah dari porsi realisasi triwulan I 2015 sebesar 0,23% atau Rp1,44 miliar.

6
Persentase realisasi menunjukkan kinerja (performance) realisasi dibandingkan dengan anggaran (perencanaan).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 33
BAB 2 Keuangan Daerah

100%
Rp135 Rp31 Rp87 Rp243
Rp0 Rp201
90%
Rp1
80% Rp4
Rp9 Rp1
70%
60%
50%
40% Rp488 Rp527 Rp574 Rp542 Rp682

30%
Rp miliar
20%
10%
0%
Tw I-2012 Tw I-2013 Tw I-2014 Tw I-2015 Tw I-2016
Transfer Belanja Modal Belanja Operasional
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
Grafik 2.4. Proporsi Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel

2.2.2.2. Perkembangan Realisasi Belanja

Nilai realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel pada triwulan I 2016 lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I 2015.
Realisasi belanja pada triwulan I 2016 tercatat sebesar Rp926,33 miliar atau 13,75% dari yang ditargetkan sebesar Rp6,74
triliun. Dengan demikian realisasi ini lebih besar jika dibandingkan dengan realisasi belanja triwulan I 2015 sebesar
Rp631,09 miliar atau secara persentase 9,53% dari target sebesar Rp6,62 triliun.
Tabel 2.2. Anggaran dan Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel
(Rp Miliar)

ANGGARAN REALISASI TRIWULAN I 2015 ANGGARAN REALISASI TRIWULAN I 2016


URAIAN
2015 NOMINAL % REALISASI 2016 NOMINAL % REALISASI
BELANJA
BELANJA OPERASIONAL 4.340,27 542,47 12,50% 4.444,69 682,49 15,36%
- Belanja Pegawai 1.158 188,08 16,24% 1.235,45 197,95 16,02%
- Belanja Barang 1.405 51,87 3,69% 1.445,46 55,84 3,86%
- Belanja Bunga 29 6,51 22,38% 39,50 6,31 15,97%
- Belanja Hibah 1.269 296,00 23,32% 1.324,05 422,39 31,90%
- Belanja Bantuan Keuangan 478,23 - 0,00% 400,22 - 0,00%
BELANJA MODAL 1.005,56 1,44 0,14% 882,28 1,05 0,12%
- Belanja Tanah 112,03 - 0,00% 25,25 - 0,00%
- Belanja Peralatan & Mesin 158,60 1,13 0,71% 149,95 1,01 0,68%
- Belanja Gedung dan Bangunan 154,41 0,05 0,03% 143,85 - 0,00%
- Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 561,82 0,02 0,00% 544,85 0,03 0,01%
- Belanja Aset Tetap Lainnya 1,19 0,00 0,02% 1,52 - 0,00%
- Aset Lainnya 17,51 0,23 1,33% 16,86 0,00 0,02%
BELANJA TIDAK TERDUGA 4,50 - 0,00% 24,75 - 0,00%
JUMLAH BELANJA 5.350,33 543,90 10,17% 5.351,72 683,54 12,77%
TRANSFER 1.269,19 87,19 6,87% 1.383,43 242,78 17,55%
TOTAL BELANJA 6.619,51 631,09 9,53% 6.735,15 926,33 13,75%
SURPLUS / (DEFISIT) (173,73) 1.036,70 -596,71% 116,42 637,88 547,91%
PEMBIAYAAN
PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 309,73 153,24 49,47% 50,00 - 0,00%
PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 136,00 34,00 25,00% 50,00 - 0,00%
JUMLAH PEMBIAYAAN 173,73 119,24 68,63% - - 0,00%
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited)
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel

Realisasi belanja operasional triwulan I 2016 yang bersifat rutin, tercatat lebih tinggi dari triwulan I 2015. Total pos
belanja operasional hingga awal 2016 terealisasi Rp682,49 miliar (15,36%), meningkat dibandingkan triwulan I 2015
sebesar Rp542,47 miliar (12,5%). Persentase realisasi belanja operasional yang lebih tinggi terjadi pada belanja barang

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


34 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 2 Keuangan Daerah

dan hibah masing-masing Rp55,84 miliar (3,86%) dan Rp422,39 miliar (31,9%) dari Rp51,87 miliar (3,69%) dan Rp296
miliar (23,32%). Sementara untuk belanja operasional yang cenderung menurun antara lain belanja pegawai dan belanja
bunga menjadi masing-masing Rp197,95 miliar (16,02%) dan Rp6,31 miliar (15,97%) dari Rp188,08 miliar (16,24%) dan
Rp6,51 miliar (22,38%).

Pembangunan infrastruktur yang bersumber dari realisasi belanja modal pada triwulan I 2016 lebih kecil dibandingkan
realisasi pada triwulan I 2015. Pada triwulan I 2016 realisasi belanja modal baru mencapai 0,12% atau sebesar Rp1,05
miliar, lebih rendah dibandingkan triwulan I tahun lalu sebesar 0,14% atau Rp1,44 miliar. Belanja modal yang telah
terealisasi antara lain belanja peralatan/mesin dan belanja jalan/irigasi/jaringan, dengan nilai realisasi yang masih relatif
minimal, masing-masing sebesar Rp1,01 miliar (0,68%)dan Rp30 juta (0,01%).

Di sisi lain, realisasi transfer berupa bagi hasil pajak, retribusi, dan pendapatan ke Kabupaten/Kota, mengalami
peningkatan. Realisasi transfer pada triwulan I 2016 tercatat 17,55% (Rp242,78 miliar), lebih tinggi dari triwulan I tahun
sebelumnya 6,87% (Rp87,19 miliar). Peningkatan transfer ke Kabupaten/Kota diharapkan juga diserap dengan baik dan
akan meningkatkan ekonomi di daerah masing-masing.

Pada triwulan I 2016, masih terjadi surplus Rp637,88 miliar. Surplus tersebut lebih tinggi dibandingkan yang
direncanakan (Rp116,42 miliar). Hal ini disebabkan karena penyerapan belanja masih belum optimal, sementara dari sisi
pendapatan transfer telah diperoleh sesuai dengan polanya.

2.3. Perkembangan Realisasi Belanja APBD Kabupaten/Kota se-Sulsel7


2.3.1 Struktur Realisasi Belanja
Di tingkat Kabupaten dan Kota, realisasi belanja operasional mendominasi pengeluaran dibanding komponen lainnya.
Porsi belanja operasional 2015 mencapai Rp18,58 triliun (73,7%), sementara belanja modal sebesar Rp6,14 triliun
(24,3%), transfer sebesar Rp470,83 miliar (1,9%), dan belanja tidak terduga sebesar Rp16,66 miliar (0,1%).
Belanja
Modal Belanja
Rp6,14T tidak
(24,3%) terduga
Rp16,66M
(0,1%)
Transfer
RP470,83M
(1,9%)

Belanja
Operasi
Rp18,58 T
(73,7%)

Grafik 2.5. Proporsi Realisasi Belanja APBD Kabupaten/Kota di Sulsel

2.3.2 Perkembangan Realisasi Belanja


Persentase realisasi total belanja APBD Kabupaten/Kota pada 2015 tergolong relatif tinggi. Persentase realisasi belanja
mencapai Rp25,22 triliun (83,52%) dari yang dianggarkan Rp30,20 triliun.Pendorong cukup tingginya persentase realisasi
belanja terutama berasal dari belanja operasional sebesar Rp18,58 triliun. Penyerapan tertinggi (>90%) terdapat di Kab.
Luwu Timur, Kota Palopo, Kab. Pangkep, Kab. Kepulauan Selayar, Kab. Sidenreng Rappang, Kab. Luwu Utara, Kab. Maros,
dan Kab. Gowa. Sementara itu, realisasi belanja modal mencapai Rp6,14 triliun. Penyerapan tertinggi (>90%) terdapat di
Kab. Pangkep, Kab Gowa dan Kab. Pinrang.

7
Realisasi untuk triwulan I 2016 belum diperoleh. Pembahasan masih dari realisasi 2015, dari 21 Kabupaten dan Kota di Sulsel, antara lain Kab. Luwu
Timur, Kab. Luwu Utara, Kab.Toraja Utara, Kab.Tana Toraja, Kota Palopo, Kab. Luwu, Kab. Enrekang, Kab. Pinrang, Kab. Sidrap, Kota Parepare,
Kab.Barru, Kab. Soppeng, Kab. Bone, Kab. Wajo, Kab. Bulukumba, Kab. Selayar, Kab. Pangkep, Kab. Maros, Kota Makasar, Kab. Gowa, dan Kab. Takalar.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 35
BAB 2 Keuangan Daerah

Tabel 2.3.Pagu Realisasi Anggaran Per Jenis Belanja 2015 APBD Kabupaten dan Kota se-Sulsel
Anggaran 2015 (Rp miliar) Realisasi 2015 (Rp miliar) Realisasi Anggaran 2015 (%)
Kabupaten/Kota Belanja Belanja Total Belanja Belanja Total Belanja Belanja Total
Operasi Modal Belanja Operasi Modal Belanja Operasi Modal Belanja
Ka b. Luwu Ti mur 868,71 482,42 1.352,63 875,52 427,64 1.303,16 100,78 88,65 96,34
Ka b. Pa ngkep 888,38 440,04 1.329,43 820,06 404,46 1.224,99 92,31 91,91 92,14
Ka b. Gowa 1.152,59 413,98 1.569,35 1.038,71 382,33 1.421,05 90,12 92,35 90,55
Ka b. Pi nra ng 937,48 350,39 1.290,37 837,00 317,04 1.155,83 89,28 90,48 89,57
Ka b. Luwu Utara 918,77 186,98 1.108,41 830,70 158,30 991,01 90,41 84,66 89,41
Ka b. Kepul a ua n Sel a ya r 613,60 223,36 838,37 564,16 182,50 747,75 91,94 81,70 89,19
Ka b. Ba ntaeng* 602,39 79,96 683,35 532,91 61,83 604,53 88,47 77,32 88,47
Ka b. Bone 1.467,87 336,57 2.020,02 1.252,20 301,18 1.760,52 85,31 89,49 87,15
Ka b. Bul ukumba 1.124,64 385,60 1.519,33 999,75 322,05 1.321,80 88,90 83,52 87,00
Ka b. Si nja i * 579,26 135,73 717,98 512,45 104,95 619,27 88,47 77,32 86,25
Ka b. Jeneponto* 759,39 200,63 965,93 671,80 155,14 831,92 88,47 77,32 86,13
Ka b. Ma ros 854,07 362,79 1.218,36 771,51 275,90 1.047,73 90,33 76,05 86,00
Ka b. Enreka ng 711,14 323,99 1.035,88 629,79 256,89 886,68 88,56 79,29 85,60
Kota Pa l opo 657,31 229,01 887,30 621,85 137,38 759,23 94,61 59,99 85,57
Ka b. Luwu 844,26 315,20 1.289,02 737,45 221,68 1.085,63 87,35 70,33 84,22
Ka b. Si denreng Ra ppa ng 746,23 465,67 1.249,52 678,04 333,13 1.045,78 90,86 71,54 83,69
Kota Ma ka s s a r 2.683,61 779,06 3.475,89 2.216,07 667,96 2.893,63 82,58 85,74 83,25
Ka b. Tora ja Utara 638,82 199,47 840,33 550,18 135,66 687,43 86,12 68,01 81,80
Ka b. Wa jo 961,41 469,10 1.499,02 801,79 324,71 1.194,81 83,40 69,22 79,71
Ka b. Soppeng 812,48 283,00 1.096,87 584,32 223,97 808,41 71,92 79,14 73,70
Ka b. Ba rru 685,47 372,36 1.060,83 502,95 263,96 766,90 73,37 70,89 72,29
Ka b. Ta na Tora ja 700,55 340,74 1.042,79 554,65 175,26 730,06 79,17 51,43 70,01
Ka b. Ta ka l a r 852,93 263,85 1.156,71 647,43 133,66 807,51 75,91 50,66 69,81
Kota Pa re-Pa re 647,32 299,14 949,46 353,70 171,30 525,18 54,64 57,26 55,31
Total 21.708,69 7.939,05 30.197,16 18.584,98 6.138,86 25.220,84 85,61 77,32 83,52
*) Angka perkiraan
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel

Sebagian besar Kabupaten/Kota merealisasikan APBD-nya relatif tinggi. Rata-rata persentase realisasi APBD
Kabupaten/Kota mencapai 83,52%, dimana 16 Kabupaten/Kota diantaranya mampu merealisasikan di atas persentase
rata-rata. Persentase realisasi APBD tertinggi dicapai oleh Kabupaten Luwu Timur (96,34%), sementara realisasi terendah
dicapai oleh Kota Parepare (55,31%). Penyerapan belanja Kabupaten dan Kota menjadi kunci untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi Sulsel yang lebih tinggi.

2.4. Perkembangan Realisasi Belanja APBN di Sulsel


2.4.1 Struktur Realisasi Belanja
Realisasi belanja modal pada APBN di Sulsel triwulan I 2016 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I 2015.
Pada triwulan I 2016, porsi belanja modal mengalami peningkatan menjadi 16,7% (Rp397,22 miliar), dari triwulan I tahun
lalu 5,77% (Rp120,36 miliar). Sementara porsi belanja pegawai mencapai 57,61% dari total keseluruhan realisasi belanja
APBN di Sulsel sebesar Rp6,89 triliun. Porsi belanja pegawai ini relatif turun dibandingkan triwulan I 2015 yang mencapai
58,85% (Rp1,23 triliun). Sementara, porsi belanja barang tercatat 25,52%, relatif naik dibandingkan triwulan I 2015
(20,25%). Sementara itu, porsi belanja untuk bantuan sosial pada triwulan I 2016 turun signifikan di kisaran 0,17% (Rp4,06
miliar) pada triwulan I 2016 dari realisasi triwulan I 2015 sebesar Rp315,41 miliar. Sebagai upaya untuk terus mendorong
penyerapan anggaran, dan meningkatkan kemampuan pegawai Pemerintah (Provinsi, Kabupaten/Kota) dan staf ahli DPR
dalam menyusun/merumuskan kebijakan agar berdampak positif bagi perekonomian daerah dan nasional, Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulsel bekerjasama dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan
(DJPB) Provinsi sulsel telah menyelenggarakan kegiatan capacity building mengenai ekonomi moneter dan fiskal (lihat
Boks 2.A)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


36 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 2 Keuangan Daerah

100% Rp49,89 Rp4,06


Rp166,48 Rp132,93 Rp315,41
90% Rp120,85 Rp397,22
Rp280,56
Rp204,06 Rp120,36
80%
Rp451,39
70% Rp304,79 Rp421,96 Rp607,01
Rp390,42
60%
50%
40%
30% Rp978,42 Rp1.104,11 Rp1.226,54 Rp1.370,43
Rp886,22
20% Rp miliar
10%
0%
Tw I 2012 Tw I 2013 Tw I 2014 Tw I 2015 Tw I 2016

Belanja Bantuan Sosial Belanja Modal Belanja Barang Belanja Pegawai

Sumber: DJPbN Prov. Sulsel, diolah


Grafik 2.6. Proporsi Belanja APBN di Sulsel

2.4.2 Perkembangan Realisasi Belanja


Persentase realisasi belanja APBN Sulsel pada triwulan I 2016 lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan I 2015.
Pada triwulan I 2016, realisasi belanja APBN di Sulsel mencapai 12,5%, lebih tinggi dari pencapaian triwulan I 2015
(9,25%). Jika dilihat dari segi nominal, realisasi belanja APBN di Sulsel pada triwulan I 2016 tercatat Rp2,38 triliun, lebih
besar dari realisasi triwulan I tahun lalu sebesar Rp2,08 triliun. Peningkatan nominal penyerapan anggaran belanja APBN
di Sulsel ini dikarenakan himbauan untuk penyelesaian pembayaran dan optimalisasi penyerapan untuk belanja rutin
sesuai polanya.

Nominal realisasi anggaran per jenis belanja APBN di Sulsel masih didominasi oleh belanja pegawai. Pada triwulan I
2016, nominal realisasi belanja pegawai APBN di Sulsel mencapai Rp1,37 triliun atau 19,88% dari pagu anggaran. Realisasi
belanja pegawai ini lebih tinggi dibanding pencapaian triwulan I tahun lalu, baik secara persentase (18,4%) maupun secara
nominal (Rp1,23 triliun). Demikian pula, realisasi persentase belanja barang dan belanja modal masing-masing 8,64%
dan7,86%, meningkat dibandingkan triwulan I tahun lalu masing-masing 6,43%dan 1,56%. Sementara itu, belanja bantuan
sosial mengalami penurunan menjadi sebesar 7,87% (Rp4,06miliar), dari realisasi triwulan I tahun lalu sebesar 19,9%
8
(Rp315,41 miliar). Sementara itu, realisasi transfer untuk Dana Desa belum terealisasi sesuai tahapan .
Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBN Provinsi Sulsel Triwulan I Per Jenis Belanja
ANGGARAN Realisasi s/d Triwulan I 2015 ANGGARAN Realisasi s/d Triwulan I 2016
URAIAN
2015 Nominal % Realisasi 2016 Nominal % Realisasi
Belanja Pegawai 6.666,25 1.226,54 18,40% 6.893,72 1.370,43 19,88%
Belanja Barang 6.562,07 421,96 6,43% 7.029,32 607,01 8,64%
Belanja Modal 7.722,19 120,36 1,56% 5.053,65 397,22 7,86%
Belanja Bantuan Sosial 1.584,60 315,41 19,90% 51,62 4,06 7,87%
JUMLAH BELANJA 22.535,11 2.084,28 9,25% 19.028,31 2.378,72 12,50%
Sumber: DJPbN Prov. Sulsel, diolah

2.5. Peran Realisasi Keuangan Pemerintah Dalam PDRB


9
Peran realisasi komponen pendapatan terhadap ekonomi daerah pada triwulan I 2016 cenderung meningkat
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, terutama peran transfer pemerintah pusat. Rasio pendapatan
transfer terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) pada triwulan I 2016 tercatat 1,07%, lebih tinggi dari triwulan I
2015 yang tercatat 0,89%. Sementara itu, rasio PAD terhadap PDRB ADHB memperlihatkan sedikit penurunan pada

8
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 93/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan
Evaluasi Dana Desa disebutkan bahwa penyaluran Dana Desa dilakukan dalam 3 tahap, yaitu tahap I pada bulan April sebesar 40% (empat puluh per
seratus); tahap II pada bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh per seratus); dan tahap III pada bulan Oktober sebesar 20% (dua puluh per seratus).
9
Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 37
BAB 2 Keuangan Daerah

triwulan I 2016 (0,71%) dibandingkan triwulan I 2015 sebesar 0,85% (Grafik 2.7). Hal ini sebagai indikator bahwa peran
transfer dari pemerintah pusat (dana perimbangan) mampu mendorong peningkatan ekonomi Sulsel triwulan I 2016.
1,20 3,40 0,50
% 1,18 % 0,47 %
1,07 3,30 0,45 0,45
1,00 1,01 0,40
0,92 3,20 0,39
0,89
0,35
0,80 3,10
0,30
3,00
0,60 0,25
2,90
0,86 0,87 0,71 0,20
0,40 0,88 0,85 2,80
0,19
0,16 0,15
2,70 0,10
0,20 3,29 3,03
3,05 3,09 2,79
2,60 0,05
- 2,50 -
Tw I-2012 Tw I-2013 Tw I-2014 Tw I-2015 Tw I-2016 Tw I-2012 Tw I-2013 Tw I-2014 Tw I-2015 Tw I-2016
Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Transfer Belanja Operasi Belanja Modal - sisi kanan
Grafik 2.7. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB Grafik 2.8. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB
10
Peran realisasi komponen belanja APBD dan APBN di Sulsel pada triwulan I 2016, untuk stimulus ekonomi daerah
cenderung meningkat. Rasio belanja operasional terhadap PDRB ADHB pada triwulan I 2016 sebesar 3,03%, lebih tinggi
dari triwulan I 2015 yang tercatat 2,79%. Tingginya rasio belanja operasional searah dengan masih kuatnya investasi
pemerintah pada triwulan I 2016. Rasio belanja modal terhadap PDRB ADHB pada triwulan I 2016 meningkat menjadi
0,45% dari 0,16% pada triwulan I 2015. Realisasi pembangunan jaringan irigasi, jalan nasional, bendungan, dan kawasan
permukiman yang dilakukan pada awal 2016 telah mendorong peran belanja modal.

10
Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


38 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 2 Keuangan Daerah

Boks 2.A. Forum Fiskal-Moneter: Perkuat Ekonomi Regional


Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Sulawesi Selatan bekerjasama dengan Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Perbendaharaan (DJPB) Provinsi Sulawesi Selatan menyelenggarakan kegiatan capacity building mengenai
ekonomi moneter dan fiskal pada 5 April 2016. Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk sinergitas yang mencerminkan
terjalinnya koordinasi yang baik antara Sektor Moneter dan Fiskal di daerah. Kegiatan tersebut diperuntukkan khusus bagi
pegawai terutama pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, serta staf ahli DPRD.

Capacity building ini rencananya akan diselenggarakan di 5 kota besar di Sulsel yang dilakukan secara bergiliran.
Pembagian wilayah mengacu pada wilayah zona Inflasi Sulsel yaitu Zona Makassar (Kab. Pangkep, Maros, Gowa, Takalar
dan Kota Makassar), Zona Bone (Kab. Soppeng, Wajo, Sinjai dan Bone), Zona Palopo (Kab. Luwu, Luwu Timur dan Utara,
Toraja, Tana Toraja dan Kota Palopo), Zona Parepare (Kab. Enrekang, Pinrang, Sidrap, Barru dan Kota Parepare) dan Zona
Bulukumba (Kab. Bantaeng, Jeneponto, Selayar dan Bulukumba). Sebagai kota dengan bobot inflasi terbesar di Sulawesi
Selatan (mencapai sekitar 72%), Kota Makassar dan wilayah zona inflasinya, didaulat sebagai zona pertama yang
mengawali kegiatan capacity building.

Melalui kegiatan capacity building diharapkan para pegawai/pejabat dimaksud memiliki bekal pemahaman yang cukup
mengenai ekonomi, moneter dan fiskal. Dengan pemahaman yang cukup, diharapkan mampu merumuskan/menyusun
kebijakan daerah dengan baik, dalam arti memiliki bobot strategis yang tinggi, tidak berbenturan atau tumpang tindih
(overlap) dengan kebijakan pemerintah pusat/Nasional dan dapat diimplementasikan dengan mudah. Selain itu, dengan
memiliki bekal pemahaman moneter yang baik, mereka juga diharapkan dapat berkontribusi positif dalam upaya
pengendalian Inflasi di daerah. Sedangkan terkait dengan aspek fiskal, para pegawai/pejabat pemerintah daerah
diharapkan mampu menggali potensi sumber pendapatan asli daerah, dan dapat mendorong percepatan
penyerapan/realisasi anggaran belanja secara optimal, baik yang bersumber dari APBD maupun APBN yang dialokasikan
di daerah. Dengan demikian, setiap belanja yang direalisasikan memiliki multiplier effect yang tinggi, sehingga mampu
mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Sulsel.

Gambar 2.A.1. Keynote Speech Kepala Perwakilan BI Provinsi Sulsel Gambar 2.A.2. Kegiatan Capacity Building

Gambar 2.A.3. Sebagian Peserta Kegiatan Capacity Building berfoto bersama

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 39
BAB 2 Keuangan Daerah

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


40 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
3. INFLASI DAERAH

Bab 3
Inflasi Daerah

Laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan I 2016 tercatat 5,70% (yoy) lebih
tinggi dari akhir 2015 (4,48%, yoy), yang secara umum disebabkan oleh
tekanan harga pada kelompok bahan makanan. Peningkatan inflasi pada
kelompok bahan makanan disebabkan oleh terbatasnya pasokan bahan
pangan akibat belum masuknya musim panen di beberapa sentra pangan
Sulsel. Selain itu, juga tercatat peningkatan tekanan inflasi pada kelompok
transportasi, yang dikarenakan kenaikan tarif angkutan udara.
Sebagai upaya pengendalian inflasi, Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulsel terus melakukan koordinasi dengan instansi terkait melalui
pelaksanaan rapat koordinasi TPID Provinsi Sulsel. Selain itu, juga
menyelenggarakan kegiatan capacity building kepada stakeholder untuk
memberikan pemahaman mengenai pentingnya pengendalian inflasi, serta
mengembangkan klaster untuk percontohan budidaya komoditas pangan.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 41
BAB 3INFLASI

3.1. Inflasi Umum


Laju inflasi Sulsel pada triwulan I 2016 meningkat, searah dengan peningkatan inflasi Nasional. Inflasi Sulsel di akhir
triwulan I 2016 tercatat 5,70% (yoy), lebih tinggi dibandingkan inflasi di akhir tahun 2015 yang tercatat 4,48% (yoy). Angka
inflasi Sulsel di triwulan laporan tercatat lebih tinggi dari inflasi Nasional sebesar 4,45% (yoy). Secara umum, peningkatan
tekanan inflasi disebabkan oleh peningkatan harga di kelompok Bahan Makanan. Peningkatan inflasi pada kelompok
Bahan Makanan disebabkan oleh terbatasnya pasokan bahan pangan akibat belum masuknya musim panen di beberapa
sentra pangan Sulsel. Selain kelompok Bahan Makanan, kelompok komoditas lain yang tercatat mengalami peningkatan
tekanan inflasi adalah kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan, yang dikarenakan adanya kenaikan tarif
angkutan udara. Sementara itu, penurunan harga di tiga kelompok komoditas lainnya menjadi faktor penahan, sehingga
inflasi Sulsel tidak bergerak lebih tinggi.

Sumber: Badan Pusat Statistik


Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan

3.2. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa11


Berdasarkan kelompok komoditas, peningkatan harga di kelompok Bahan Makanan menjadi penyebab peningkatan
tekanan inflasi di triwulan I 2016. Inflasi kelompok Bahan Makanan tercatat 12,46% (yoy) lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya 8,78% (yoy). Kelompok komoditas lain yang tercatat mengalami peningkatan tekanan inflasi adalah
kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan. Sementara itu, tiga kelompok komoditas lainnya yaitu kelompok
Makanan Jadi, kelompok Perumahan, Kelompok Sandang, dan kelompok Kesehatan mengalami penurunan tekanan inflasi
di periode laporan.
Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa

Sumber: Badan Pusat Statistik

11
Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


42 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 3 INFLASI

3.2.1 Kelompok Bahan Makanan

Pada triwulan I 2016, inflasi kelompok bahan makanan


mengalami peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Tekanan inflasi meningkat dari 8,78% (yoy)
pada akhir tahun 2015 menjadi 12,46% (yoy) di akhir
triwulan I 2016. Peningkatan tekanan inflasi terjadi pada 5
subkelompok, yaitu subkelompok bumbu-bumbuan,
subkelompok sayur-sayuran, subkelompok bahan
makanan, subkelompok ikan segar, subkelompok daging
dan hasil-hasilnya, dan subkelompok buah-buahan.
Peningkatan inflasi tertinggi terjadi di subkelompok
Sumber: Badan Pusat Statistik
bumbu-bumbuan dari -19,73% (yoy) di akhir tahun 2015
Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan
menjadi 33,94% (yoy) di triwulan I 2016.

Lebih rinci, beras dan cabai menjadi komoditas utama pendorong tekanan inflasi di triwulan I 2016. Beras tercatat
inflasi 9,17% (yoy) dan memberikan andil 0,45% dari total dari total inflasi tahunan Sulsel diakhir triwlan I 2016.
Sementara cabai rawit tercatat inflasi 76,32% (yoy) dan memberikan andil 0,25%. Varian cabai lainnya, yaitu cabai merah
juga mengalami inflasi sebesar 61,02% (yoy) dengan andil inflasi 0,09%. Selain tiga komoditas tersebut, komoditas lain
yang tercatat memberikan andil inflasi adalah tomat sayur dan ikan bandeng. Kedua komoditas ini memberikan andil
inflasi masing-masing 0,20% dan 0,19% dari total dari total inflasi tahunan Sulsel diakhir triwulan I 2016.

Terbatasnya pasokan akibat siklus pertanian yang belum memasuki masa panen menjadi penyebab meningkatnya
tekanan inflasi di kelompok bahan makanan. Mundurnya musim tanam komoditas pangan utama khususnya beras
akibat kemarau panjang di beberapa bulan menjelang akhir 2015 berdampak pada mundurnya musim tanam di awal
2016, sehingga panen padi diperkirakan baru akan terjadi pada akhir Maret hingga awal April 2016. Selain beras,
komoditas lain yang mengalami kendala pasokan di periode laporan adalah bawang merah dan cabai. Sama dengan beras,
pasokan kedua komoditas ini juga terkendala akibat perubahan siklus musim tanam.

Beras masih menjadi masalah utama inflasi di awal tahun 2016. Di periode laporan, beras tercatat mengalami inflasi
9,17% (yoy). Meskipun lebih rendah dibandingkan inflasi di akhir tahun 2015 (18,32%; yoy), namun beras masih menjadi
penyumbang inflasi terbesar dengan andil inflasi 0,45% (yoy) terhadap inflasi tahunan Sulsel. Selain itu, tingginya inflasi
beras juga disebabkan oleh belum optimalnya manajemen stok baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Selain
itu, kekuatan pedagang dalam menentukan harga, dan peran strategis Sulsel sebagai pemasok beras ke berbagai provinsi
lainnya justru telah mengerek tingkat harga beras di tingkat konsumen Sulsel, sehingga “inflasi beras” terus muncul
hampir di setiap bulan (lihat boks 3.A).

3.2.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau

Tekanan inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok,


dan tembakau pada akhir triwulan I 2016 tercatat
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Kelompok
ini mencatat laju inflasi tahunan 0,88% (yoy) pada triwulan
laporan, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tercatat 4,82% (yoy) (Grafik 3.3). Penurunan tekanan
inflasi terjadi di seluruh subkelompok dengan penurunan
tertinggi terjadi di subkelompok minuman non alkohol dari
7,37% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi 6,20% (yoy) di
triwulan I 2016.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi

Lebih rinci ke tingkat komoditas, sebanyak 26 dari 49 komoditas yang terdapat di kelompok makanan jadi, minuman,
dan rokok mengalami penurunan tekanan inflasi. Komoditas ketupat/lontong sayur, rendang, roti manis, kembang gula

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 43
BAB 3INFLASI

dan coklat bubuk instan tercatat sebagai lima komoditas utama pendorong penurunan tekanan inflasi di periode laporan.
Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi ini tertahan oleh kenaikan harga di beberapa komoditas terutama di lima komoditas
penyumbang inflasi terbesar yaitu mie, martabak, nasi dengan lauk, gula pasir, dan es, tercatat sebagai lima komoditas
utama penyumbang inflasi di periode laporan.

3.2.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar


Pada akhir triwulan I 2016, laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar mengalami penurunan
dibandingkan akhir tahun 2015. Laju inflasi kelompok tersebut tercatat 3,40% (yoy), lebih rendah dari triwulan
sebelumnya yang tercatat 4,13% (yoy). Penurunan tekanan inflasi terjadi di subkelompok biaya tempat tinggal dan
subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air. Di periode laporan, kedua subkelompok ini mengalami inflasi masing-
masing 2,85% (yoy) dan 1,43% (yoy) lebih rendah dibandingkan inflasi di periode sebelumnya yang secara berurutan
mengalami inflasi masing-masing 3,87% (yoy) dan 3,86% (yoy). Di sisi lain, dua subkelompok lainnya yaitu subkelompok
perlengkapan rumah tangga dan subkelompok penyelenggaraan rumah tangga tercatat mengalami peningkatan tekanan
inflasi di periode laporan dari masing-masing 4,80% (yoy) dan 5,05% (yoy) di akhir tahun 2015 menjadi 6,65% (yoy) dan
5,09% (yoy) di akhir triwulan I 2016.

Lebih rinci per komoditas, sebanyak 33 dari 65 komoditas pada kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar
mengalami penurunan tekanan inflasi di periode laporan. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan tekanan
inflasi adalah kusen, pasir, jasa pembuangan sampah, piring, dan lampu neon. Andil inflasi kelima komoditas ini turun
signifikan dari masing-masing 0,121% (yoy), 0,120% (yoy), 0,080% (yoy), 0,052% (yoy), 0,029% (yoy) di triwulan IV 2015
menjadi masing-masing 0,009% (yoy), 0,041% (yoy), 0,013% (yoy), 0,006% (yoy), dan 0,001% (yoy) di triwulan laporan.
Selain itu, terdapat dua komoditas yang mengalami penurunan harga yaitu besi beton dan batu bata/batu tela dengan
tingkat inflasi masing-masing -1,90% (yoy) dan -0,01% (yoy). Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi di kelompok ini
tertahan oleh peningkatan tekanan inflasi di 32 komoditas. Lima komoditas yang mengalami peningkatan tekanan inflasi
tertinggi adalah tukang bukan mandor, kontrak rumah, bahan bakar rumah tangga, tempat tidur, dan lemari pakaian.
Andil kelima komoditas ini meningkat dari masing-masing 0,006% (yoy), -0,007% (yoy), 0,009% (yoy), 0,002% (yoy), dan
0,011% (yoy) di akhir tahun 2015 menjadi masing-masing 0,135% (yoy), 0,046% (yoy), 0,055% (yoy), 0,041% (yoy), dan
0,046% (yoy).

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Survei Harga Properti Residensial


Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Gas, dan Bahan Bakar Grafik 3.5.Indeks Harga Properti Residensial

Penurunan tekanan inflasi di perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar secara langsung disebabkan oleh penurunan
tarif listrik, harga bensin, dan harga solar. Pada awal 2016, pemerintah mengeluarkan kebijakan penurunan harga BBM
bersubsidi seiring dengan penurunan harga minyak dunia dan relatif stabilnya nilai tukar rupiah. BBM bersubsidi jenis
Solar dan Bensin turun masing-masing dari Rp 6.700/liter dan Rp7.300/liter menjadi Rp5.950/liter (turun 4,79%) dan Rp
Rp7.150/liter (turun 15,67%). Selain itu, penurunan juga terjadi pada tarif listrik di beberapa golongan per 1 Februari
2016. Pada golongan 1.300 VA dan 2.200 VA terjadi penurunan sebesar Rp17 per kilowatt hour (kWh) atau sebesar
Rp1.392 per kWh dari tarif Januari sebesar Rp1.409 per kWh. Sementara, tarif listrik pada tegangan menengah untuk
bisnis skala besar, kantor pemerintah skala besar, dan industri skala menengah turun Rp13 per kWh, menjadi Rp1.007,15
per kWh, dari tarif sebelumnya Rp1.071 per kWh. Penurunan tarif listrik disebabkan oleh perhitungan Indonesia Crude

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


44 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 3 INFLASI

Price (ICP) pada periode Desember 2015 yang menjadi dasar perhitungan turunnya tarif listrik pada periode Februari
2016. ICP Desember turun dari USD41,44 per barel menjadi USD39 per barel.

Penurunan tekanan inflasi di kelompok perumahan ini terkonfirmasi juga dari hasil Survei Harga Properti Residensial
(SHPR) yang dilaksanakan Bank Indonesia. Hasil SHPR triwulan I 2016 menunjukkan terjadinya perlambatan Indeks Harga
Properti Residensial (IHPR) dibandingkan periode sebelumnya. IHPR di triwulan laporan tercatat sebesar 309,03 dengan
pertumbuhan 9,87% (yoy), lebih lambat dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya 13,12% (yoy).

3.2.4 Kelompok Sandang


Inflasi kelompok sandang menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Di periode laporan, tingkat inflasi kelompok ini
tercatat 5,89% (yoy) lebih rendah dibandingkan inflasi di akhir tahun 2015 yang tercatat 6,01% (yoy). Penurunan tekanan
inflasi berasal dari subkelompok sandang laki-laki, subkelompok sandang wanita, dan subkelompok sandang anak-anak.
Inflasi ketiga subkelompok ini tercatat secara berurut 5,87% (yoy), 6,18% (yoy), dan 7,17% (yoy) di periode laporan, lebih
rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat secara berurut 6,24% (yoy), 6,54% (yoy), dan 8,82% (yoy).
Sementara itu, subkelompok barang pribadi dan sandang lain tercatat mengalami peningkatan tekanan inflasi dari 3,61%
(yoy) di akhir tahun 2015 menjadi 4,83% (yoy) di periode laporan.

Lebih rinci per komoditas, sebanyak 32 dari 69 komoditas pada kelompok sandang mengalami penurunan tekanan
inflasi di periode laporan. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan tekanan inflasi adalah gaun/terusan,
celana panjang jeans, pembalut wanita, kaos kaki, dan popok bayi. Andil inflasi kelima komoditas ini turun dari masing-
masing 0,067% (yoy), 0,067% (yoy), 0,067% (yoy), 0,032% (yoy), dan 0,029% (yoy) di periode laporan menjadi masing-
masing 0,002% (yoy), 0,010% (yoy),0,032% (yoy), 0,003% (yoy), dan 0,000% (yoy). Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi
kelompok sandang tertahan oleh peningkatan tekanan inflasi 37 komoditas lainnya. Lima komoditas yang mengalami
peningkatan tekanan inflasi terbesar adalah baju kaos berkerah, tas tangan wanita, emas perhiasan, blus, celana dalam
wanita. Andil kelima komoditas ini meningkat dari masing-masing 0,002% (yoy); 0,012% (yoy); -0,01% (yoy); 0,001% (yoy);
dan 0,001% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi masing-masing 0,064% (yoy), 0,044% (yoy), 0,020% (yoy), 0,016% (yoy), dan
0,014% (yoy).

Peningkatan harga emas perhiasan dipengaruhi oleh pergerakan harga emas internasional.Peningkatan harga emas
disebabkan oleh trend harga emas global yang mulai meningkat dalam 2 triwulan terakhir. Meskipun masih tercatat
kontraksi, harga emas dunia tercatat mengalami peningkatan dari -7,91% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi -3,12% (yoy)
di angka USD1.180/troy oz pada triwulan laporan.

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: World Bank


Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Sandang Grafik 3.7.Perubahan Harga Emas Internasional

3.2.5 Kelompok Kesehatan


Tekanan inflasi kelompok kesehatan mengalami penurunan pada triwulan I 2016.Pada triwulan laporan, kelompok ini
tercatat mengalami inflasi 2,87% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,02% (yoy).
Penurunan tekanan inflasi berasal dari subkelompok jasa kesehatan, subkelompok obat-obatan, dan subkelompok
perawatan jasmani dan kosmetika. Di periode laporan, ketiga subkelompok ini tercatat mengalami inflasi masing-masing

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 45
BAB 3INFLASI

3,14% (yoy); 1,81% (yoy); dan 3,30% (yoy); lebih rendah dibandingkan inflasi sebelumnya yang tercatat masing-masing
15,08% (yoy); 4,52% (yoy); dan 3,69% (yoy). Penurunan inflasi di kelompok ini tertahan oleh peningkatan tekanan inflasi
pada subkelompok jasa perawatan jasmani dari 1,68% (yoy) di akhir tahun 2015 menjadi 10,06% (yoy) di akhir periode
laporan.

Lebih rinci per komoditas, sebanyak 22 dari 40 komoditas pada kelompok kesehatan mengalami penurunan tekanan
inflasi di periode laporan. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan tekanan inflasi di kelompok ini adalah kaca
mata plus/minus, tarip gunting rambut wanita, obat dengan resep, tarip puskesmas, dan deodorant. Kelima komoditas ini
mengalami penurunan andil inflasi dari masing-masing 0,042% (yoy); 0,042% (yoy); 0,025% (yoy); 0,011% (yoy); dan
0,012% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi masing-masing 0,001% (yoy); 0,013% (yoy); 0,002% (yoy); 0,000% (yoy); dan
0,002% (yoy) di periode laporan. Di sisi lain, dari 18 komoditas yang mengalami peningkatan inflasi, 5 komoditas yang
mengalami peningkatan andil inflasi terbesar adalah bedak, dokter spesialis, tarip gunting rambut pria, dokter umum, dan
creambath. Kelima komoditas tersebut mengalami peningkatan andil inflasi dari 0,001% (yoy); 0,004% (yoy); 0,000%
(yoy); 0,001% (yoy); dan 0,000% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi 0,024% (yoy); 0,021% (yoy); 0,016% (yoy); 0,014%
(yoy); dan 0,006% (yoy).

3.2.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga


Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga juga mengalami penurunan tekanan inflasi di triwulan I 2016.Penurunan
tekanan inflasi di kelompok ini didorong oleh penurunan inflasi di subkelompok pendidikan, subkelompok
perlengkapan/perlengkapan pendidikan, subkelompok rekreasi, dan subkelompok olahraga. Keempat subkelompok
tersebut tercatat mengalami penurunan inflasi dari masing-masing 3,83% (yoy); 0,94% (yoy); 1,62% (yoy); dan 3,88% (yoy)
di akhir tahun 2015 menjadi masing-masing 3,64% (yoy); 0,45% (yoy); 1,11% (yoy); dan 3,08% (yoy) di akhir periode
laporan. Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh peningkatan inflasi di subkelompok
kursus/kursus dan pelatihan. Subkelompok ini mengalami peningkatan tekanan inflasi dari 2,89% (yoy) di triwulan IV
2015 menjadi 2,97% (yoy) di triwulan laporan.

Lebih rinci per komoditas, sebanyak 19 dari 44 komoditas pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga
mengalami penurunan tekanan inflasi pada periode laporan. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan
tekanan inflasi di kelompok ini adalah tabloid, biaya foto copy, pakaian olah raga anak, majalah berkala/dewasa, dan
personal komputer/desktop. Kelima komoditas ini mengalami penurunan andil inflasi dari masing-masing 0,001% (yoy);
0,007% (yoy); 0,001% (yoy); 0,001% (yoy); dan 0,003% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi masing-masing 0,000% (yoy);
0,003% (yoy); 0,000% (yoy); 0,001% (yoy); dan 0,000% (yoy) di periode laporan. Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi di
kelompok ini tertahan oleh inflasi di 11 komoditas, dimana 5 komoditas dengan peningkatan andil terbesar adalah taman
kanak-kanak, kursus komputer, sepeda anak, dan vcd / dvd player. Kelima komoditas ini mengalami peningkatan andil
inflasi dari masing-masing 0,008% (yoy); 0,001% (yoy); 0,000% (yoy); dan 0,005% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi
masing-masing 0,010% (yoy); 0,002% (yoy); 0,001% (yoy); dan 0,006% (yoy) di periode laporan. Sementara itu, 14
komoditas lainnya tidak mengalami perubahan harga dibandingkan periode sebelumnya.

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Badan Pusat Statistik


Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan Grafik 3.9. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


46 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 3 INFLASI

3.2.7 Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan


Pada triwulan I 2016, tekanan inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Di periode laporan, kelompok ini tercatat mengalami inflasi 2,80% (yoy) lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami deflasi 0,99% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi di kelompok ini didorong
oleh inflasi di subkelompok transport dan jasa keuangan. Inflasi kedua subkelompok di periode laporan mencapai 3,37%
(yoy) dan 1,53% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat mencapai -2,26% (yoy) dan 0,00%
(yoy). Peningkatan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh penurunan harga di subkelompok komunikasi dan
pengiriman dan subkelompok sarana dan penunjang transport yang tercatat mengalami penurunan tekanan inflasi dari -
0,01% (yoy) dan 9,38% (yoy) di akhir tahun 2015 menjadi -0,05% (yoy) dan 7,04% (yoy) di akhir periode laporan.

Lebih rinci per komoditas, sebanyak 10 dari 38 komoditas pada kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan
mengalami peningkatan tekanan inflasi di periode laporan. Lima komoditas utama yang mendorong peningkatan inflasi
di kelompok ini adalah bensin, angkutan dalam kota, biaya administrasi kartu ATM, dan tarip sewa motor. Keempat
komoditas tersebut mengalami peningkatan andil inflasi masing-masing dari -0,64% (yoy); -0,19% (yoy; 0,00% (yoy); dan
0,03% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi masing-masing 0,02% (yoy); 0,05% (yoy); 0,01% (yoy); dan 0,05% (yoy). Di sisi
lain, dari 14 komoditas yang mengalami penurunan tekanan inflasi, lima komoditas utama yang memberikan andil
penurunan inflasi adalah angkutan udara, mobil, pemeliharaan/service, tarip parkir, kendaraan dan carter/rental. Kelima
komoditas tersebut mengalami penurunan tekanan inflasi masing-masing dari 0,233% (yoy); 0,154% (yoy); 0,020% (yoy);
0,024% (yoy); dan 0,079% (yoy) di akhir tahun 2015 menjadi masing-masing 0,113% (yoy); 0,086% (yoy); 0,011% (yoy);
0,017% (yoy); dan 0,073% (yoy) di akhir periode laporan.

Sumber: Badan Pusat Statistik


Grafik 3.10. Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan

3.3. Inflasi Menurut Kota IHK12


Secara spasial, peningkatan inflasi Sulsel di triwulan I 2016 disebabkan oleh peningkatan tekanan inflasi hampir di
seluruh kabupaten/kota IHK di Sulsel. Di triwulan laporan, Makassar, Palopo, Parepare, dan Watampone tercatat
mengalami peningkatan inflasi. Keempat kab/kota tersebut tercatat mengalami inflasi masing-masing 6,38% (yoy); 4,47%
(yoy); 3,82% (yoy); dan 1,94% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat masing-masing 5,18%
(yoy); 3,38% (yoy); 1,58% (yoy); dan 0,97% (yoy). Di sisi lain, peningkatan inflasi Sulsel tertahan oleh Bulukumba yang
tercatat mengalami penurunan tekanan inflasi dari 2,17% (yoy) di akhir tahun 2015 menjadi 2,16% di akhir periode
laporan. Tekanan inflasi yang tinggi di daerah perkotaan (Makassar, Palopo, dan Parepare) mencerminkan karakteristik
daerah perkotaan yang memiliki permintaan tinggi, namun produksi relatif rendah (excess demand), khususnya untuk
komoditas pangan. Kondisi ini menyebabkan daerah perkotaan harus dipasok dari daerah lain, dengan jalur distribusi
yang relatif panjang, sehingga ongkos untuk pendistribusian barang menjadi relatif mahal.

12
Mulai Januari 2014, inflasi Sulsel dihitung dari agregasi lima kota/kabupaten, yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 47
BAB 3INFLASI

Tabel 3.2. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota


2012 2013 2014 2015 2016
Kota
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

Makassar 4.10 3.91 4.61 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 5.46 5.38 3.57 8.51 7.34 8.61 8.95 5.18 6.38

Palopo 4.27 3.99 4.15 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 6.22 7.36 4.03 8.95 6.95 6.89 7.19 3.38 4.47

Parepare 2.00 2.54 3.78 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 5.58 5.57 3.04 9.38 6.53 6.98 7.02 1.58 3.82

Watampone 5.69 4.42 3.94 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 7.86 8.14 4.55 8.22 5.66 4.27 4.33 0.97 1.94

Bulukumba 13.94 14.10 7.30 9.45 6.21 6.12 6.63 2.17 2.16

Sulawasi Selatan 4.06 3.85 4.48 4.40 4.61 4.36 7.24 6.22 5.88 5.92 3.72 8.61 7.13 8.06 8.36 4.48 5.70
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel 3.3. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
2012 2013 2014 2015 2016
Kota
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
Makassar 3.42% 3.24% 3.77% 3.71% 3.88% 3.68% 6.10% 5.25% 4.27% 4.20% 2.79% 6.65% 5.73% 6.73% 6.99% 4.05% 4.98%

Palopo 0.22% 0.21% 0.25% 0.24% 0.25% 0.24% 0.40% 0.34% 0.40% 0.47% 0.26% 0.57% 0.44% 0.44% 0.46% 0.22% 0.29%

Parepare 0.22% 0.21% 0.24% 0.24% 0.24% 0.23% 0.39% 0.33% 0.39% 0.39% 0.21% 0.66% 0.46% 0.49% 0.46% 0.11% 0.27%

Watampone 0.20% 0.19% 0.22% 0.22% 0.23% 0.22% 0.36% 0.31% 0.45% 0.47% 0.26% 0.47% 0.33% 0.25% 0.25% 0.06% 0.11%

Bulukumba 0.38% 0.39% 0.20% 0.26% 0.17% 0.17% 0.23% 0.06% 0.06%

Sulawasi Selatan 4.06% 3.85% 4.48% 4.40% 4.61% 4.36% 7.24% 6.22% 5.88% 5.92% 3.72% 8.61% 7.13% 8.07% 8.39% 4.48% 5.70%
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Bulukumba berhasil mempertahankan inflasi di level rendah. Semenjak dimasukkan sebagai salah satu kota inflasi di
awal tahun 2014, Bulukumba secara konsisten berhasil menurunkan tingkat inflasinya. Setelah berhasil menurunkan
inflasi dari 14,10% (yoy) di awal 2014 menjadi 2,17% (yoy) di akhir 2015, Bulukumba kembali berhasil mempertahankan
inflasi di level yang relatif rendah 2,16% (yoy) pada akhir triwulan I 2016. Meskipun secara level inflasi Bulukumba bukan
yang terendah, namun daerah ini merupakan daerah paling progresif dalam perbaikan inflasi. Sementara itu, Kota
Makassar yang merupakan kota dengan bobot inflasi terbesar di Sulsel (78,12%) masih mencatatkan inflasi tertinggi di
Sulsel yaitu 6,38% (yoy). Di triwulan laporan, komoditas utama yang menjadi penyebab peningkatan inflasi di Makassar
adalah beras, cabai rawit, bendeng, dan ikan layang.

Sumber: Badan Pusat Statistik


Grafik 3.11. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota

Secara umum, peningkatan tekanan inflasi disebabkan oleh penurunan pasokan bahan makanan khususnya beras. Di
tiga kota IHK, yaitu Makassar, Parepare, dan Bulukumba, beras masuk dalam lima komoditas utama penyumbang inflasi di
kota tersebut. Mundurnya musim tanam akibat kemarau panjang di akhir tahun berdampak pada mundurnya musim
panen di awal tahun 2016. Panen padi diperkirakan baru akan berlangsung pada akhir Maret hingga awal April 2016.
Tabel 3.4. Lima Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Per Kab/Kota IHK di Sulsel
No Makassar Parepare Watampone Bulukumba Palopo
1 Beras Mie Bandeng/Bolu Beras Tomat Sayur
2 Cabai Rawit Angkutan Dalam Kota Pisang Rokok Kretek Bawang Merah
3 Bandeng/Bolu Beras Cabai Rawit Rokok Kretek Filter Angkutan Antar Kota
4 Layang/Benggol Nasi dengan Lauk Layang/Benggol Mobil Bahan Bakar Rumah Tangga
5 Tomat Sayur Bahan Bakar Rumah Tangga Asam Pisang Daging Ayam Ras

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


48 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 3 INFLASI

3.4. Disagregasi Inflasi13


Peningkatan inflasi Sulsel di akhir triwulan I 2016
terutama bersumber dari peningkatan tekanan inflasi di
kelompok administered price dan volatile food. Kelompok
administered price dan volatile food tercatat mengalami
peningkatan tekanan inflasi dari masing-masing -1,74%
(yoy) dan 9,29% (yoy) di akhir tahun 2015 menjadi 1,98%
(yoy) dan 13,24% (yoy) di akhir periode laporan. Sementara
itu, kelompok inflasi inti (core) tercatat relatif stabil,
dimana kelompok komoditas ini mencatatkan inflasi 4,32%
(yoy) di periode laporan.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.12. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi

Peningkatan inflasi kelompok administered price didorong oleh peningkatan tarif angkutan udara. Tarif angkutan udara
tercatat mengalami inflasi 15,22% (yoy) dengan andil 0,23% (yoy). Banyaknya libur panjang akhir pekan di penghujung
triwulan I 2016 mengakibatkan peningkatan permintaan di sektor angkutan udara. Komoditas lain yang tercatat menjadi
penyumbang inflasi tertinggi di kelompok administered price adalah Bahan Bakar Rumah Tangga, Angkutan Dalam Kota,
dan Rokok Kretek Filter. Ketiga komoditas ini tercatat mengalami inflasi masing-masing 3,43% (yoy); 2,81% (yoy); dan
1,11% (yoy) dengan andil masing-masing 0,06% (yoy), 0,05% (yoy), dan 0,02% (yoy) terhadap total inflasi tahunan Sulsel.

Penurunan tarif listrik, harga bensin, dan harga solar menahan peningkatan inflasi kelompok administered price di
periode laporan. Pemerintah mengeluarkan kebijakan penurunan harga BBM bersubsidi seiring dengan penurunan harga
minyak dunia dan relatif stabilnya nilai tukar rupiah pada triwulan I 2016. BBM bersubsidi jenis Solar dan Bensin turun
masing-masing dari Rp 6.700/liter dan Rp7.300/liter menjadi Rp5.950/liter (turun 4,79%) dan Rp Rp7.150/liter (turun
15,67%). Selain itu, penurunan juga terjadi pada tarif listrik di beberapa golongan per 1 Februari 2016. Pada golongan
1.300 VA dan 2.200 VA terjadi penurunan sebesar Rp17 per kilowatt hour (kWh) atau sebesar Rp1.392 per kWh dari tarif
Januari sebesar Rp1.409 per kWh. Sementara, tarif listrik pada tegangan menengah untuk bisnis skala besar, kantor
pemerintah skala besar, dan industri skala menengah turun Rp13 per kWh, menjadi Rp1.007,15 per kWh, dari Rp1.071
per kWh. Penurunan tariff listrik disebabkan oleh perhitungan Indonesia Crude Price (ICP) pada periode Desember 2015
yang menjadi dasar perhitungan tarif listrik pada periode Februari 2016 mengalami penurunan. ICP Desember turun dari
USD41,44 per barel menjadi USD39 per barel.

Sumber: Pertamina Sumber: World Bank


Grafik 3.13 Perkembangan Harga BBM Jenis Premium dan Solar Grafik 3.14. Harga Minyak Mentah Global

Pada kelompok volatile food, faktor musim mempengaruhi tingkat inflasi bahan pangan utama, khususnya beras.
Mundurnya musim tanam komoditas pangan utama khususnya beras akibat kemarau panjang di akhir tahun berdampak
pada mundurnya musim panen di awal tahun 2016. Panen padi diperkirakan baru akan berlangsung pada akhir Maret
hingga awal April 2016. Selain beras, komoditas lain yang mengalami kendala pasokan di periode laporan adalah bawang

13
Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk
menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 49
BAB 3INFLASI

merah dan cabai. Sama dengan beras, kedua komoditas ini juga terkendala akibat siklus musim pertanian yang baru
memasuki musim tanam di periode laporan.

Pada inflasi inti (core), tekanan inflasi relatif stabil (4,32%; yoy). Secara umum, inflasi di kelompok ini masih berasal dari
subkelompok makanan jadi, perumahan, dan sandang akibat peningkatan permintaan. Selain itu, masih tingginya biaya
bahan baku impor juga menjadi salah satu sumber tekanan inflasi di kelompok inti, khususnya komoditas berbahan baku
kedelai yang sebagian besar merupakan hasil impor.

3.5. Koordinasi Pengendalian Inflasi


Koordinasi pengendalian inflasi di Sulsel terus dilakukan secara intensif melalui TPID Provinsi maupun TPID
Kabupaten/Kota. Selama triwulan I 2016, terdapat beberapa kegiatan yang dimaksudkan untuk penguatan kerjasama dan
koordinasi di TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan (Tabel 3.5).

Tabel 3.5.Kegiatan TPID Triwulan I 2016


KEGIATAN
NO TPID KET
TEMPAT TANGGAL
Penyampaian Laporan Evaluasi Inflasi
1 Provinsi Sulawesi Selatan Ruang Rapat Wagub Sulsel 13 Januari 2016 2015 dan Rencana Kerja TPID Sulsel
2016
Biro Bina Perekonomian Provinsi Rapat Teknis dalam rangka Persiapan
2 Provinsi Sulawesi Selatan 18 Januari 2016
Sulsel High Level Meeting (HLM) TPID Sulsel
Rapat Teknis Konsep Roadmap TPID
3 Provinsi Sulawesi Selatan Hotel Grand Clarion Makassar 3 Maret 2016
Sulsel
Rapat Teknis Pembahasan
Pengembangan Sistem Informasi
Biro Bina Perekonomian Provinsi
4 Provinsi Sulawesi Selatan 13 Maret 2016 Harga Pangan (SIGAP) Sulsel Yang
Sulsel
Terintergrasi Dengan Pusat Informasi
Harga Pangan Strategis (PIHPS)

Pada triwulan I 2016, telah diselenggarakan beberapa kali rapat teknis untuk evaluasi kinerja dan rencana kerja ke
depan. Pada tanggal 13 Januari 2016, TPID Sulsel bertemu dengan Dewan Pembina dalam hal ini Wakil Gubernur Sulsel
untuk melaporkan kinerja TPID 2015 dan rencana kerja 2016. Persiapan high level meeting (HLM) TPID juga telah
dilaksanakan pada awal tahun 2016 (18 Januari 2016) dengan agenda mendengarkan arahan Pengarah TPID Sulsel
(Gubernur Sulsel). Sementara pembahasan konsep roadmap TPID Sulsel dan integrasi Sistem Informasi Harga Pangan
(SIGAP) dengan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), telah dilakukan pada 3 Maret 2016 dan 13 Maret 2016.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


50 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 3 INFLASI

Boks 3.A. Identifikasi Faktor-faktor Pembentuk Harga Beras di Sulsel Dalam


Kaitannya Dengan Upaya Pengendalian Inflasi
Inflasi di Sulsel selama ini lebih banyak dipicu dari sisi supply. Kenaikan harga pada komoditas volatile food tertentu
yang sering memicu inflasi diantaranya adalah ikan (bandeng), cabe merah, bawang merah dan beras. Faktor pemicu
kenaikan harga untuk tiga komoditi pertama lebih dikarenakan kurangnya pasokan (supply shock) terutama pada bulan-
bulan tertentu, sebagai akibat dari gagal panen atau penurunan hasil panen yang disebabkan oleh faktor musim atau
gangguan hama. Sementara itu, kenaikan harga beras yang juga sering memicu inflasi di Sulsel selalu menimbulkan
pertanyaan, mengingat Sulsel sebenarnya merupakan salah satu daerah penghasil/sentra produksi beras di Indonesia.
Untuk mengurai penyebab inflasi yang bersumber dari kenaikan harga beras, tentu diperlukan data dan informasi yang
akurat mengenai faktor-faktor yang menjadi penyebab kenaikan harga beras, antara lain sistem produksi, pengadaan,
manajemen stok serta distribusi, sistem pemasaran beras yang tidak sempurna, atau bergesernya pola konsumsi beras
seiring dengan meningkatnya pendapatan masyarakat. Untuk itu Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulsel telah
melakukan penelitian dan kajian yang menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:

Harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani lebih tinggi dari harga pembelian GKP yang ditetapkan pemerintah.
Harga rata-rata GKP yang diterima petani Sulsel (2015) dari pedagang pengumpul (swasta) tercatat sebesar Rp4.327,00
per kilogram, lebih tinggi dari harga pembelian GKP yang ditetapkan oleh pemerintah sebesar Rp3.700,00 sebagai
patokan Perum BULOG dalam menyerap gabah petani. Adanya selisih harga yang relatif tinggi menyebabkan petani Sulsel
umumnya lebih memilih menjual gabah kepada pedagang pengumpul (swasta) dibanding menjual ke Perum BULOG.
Selain itu juga didorong faktor sosio-psikologis petani kepada pedagang pengumpul, yang umumnya juga sebagai pihak
pemberi pinjaman/modal usaha, serta terbatasnya pengetahuan petani terhadap jalur pemasaran beras. Alasan lain
petani lebih senang menjual dalam bentuk GKP karena selain segera mendapatkan pembayaran secara tunai, dan petani
tidak perlu mengeluarkan tenaga/ongkos pengeringan dan ongkos angkut ke penggilingan.
5.500 Rp/Kg Harga Gabah Dunia 10.000
(Paddy Glutinous)
5.000 Harga GKP 9.000
Rp/Kg Harga Beras
Penggilingan
Konsumen Sulsel
8.000
4.500
Harga GKP HPP Beras Bulog
7.000
Petani (Rp7.300/kg)
4.000
HPP GKP Petani 6.000 Harga Beras Dunia
(Rp3.700/kg) (Thai Broken 5%)
3.500
Harga Gabah Dunia 5.000
(Paddy White Rice)
3.000 4.000 Harga Beras Dunia
(Vietnam 5%)
2.500 3.000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015 2015
Grafik 3.A.1. Perkembangan Harga GKP Di Petani dan Grafik 3.A.2. Perkembangan Harga
Harga Gabah Dunia Beras Di Konsumen Dan Harga Beras Dunia

Harga beras di Sulsel pada 2015 jauh lebih tinggi dari harga beras dunia. Harga rata-rata beras di tingkat konsumen
sebesar Rp8.923,00 per kilogram, jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan harga beras dunia yang hanya sebesar
Rp4.638,00 (lihat Grafik 3.A.2). Harga beras yang harus dibayar konsumen di Sulsel ini 15,0% lebih tinggi dari harga beras
di tingkat penggilingan. Sementara bila dibandingkan dengan harga GKP di tingkat petani (Rp4.327,00), harga beras di
tingkat konsumen telah mengalami lonjakan harga yang sangat mencolok yaitu naik sebesar Rp4.596,00 atau 106,2%.
Selisih harga yang sangat lebar antara harga GKP yang diterima petani dengan harga beras yang harus dibayar konsumen,
mencerminkan proses pembentukan harga beras di Sulsel tidak berjalan efisien. Inefisiensi terjadi tidak hanya di tingkat
petani (kepemilikan lahan kecil-kecil, harga pupuk dan obat-obatan mahal, produktivitas rendah), akan tetapi justru
sebagian besar terjadi di tingkat penggilingan dan perdagangan. Hal demikian dapat terjadi dikarenakan pasar beras di
Sulsel diindikasikan tidak bekerja secara sempurna. Dalam pembelian GKP pasar cenderung monopsonis, sementara
dalam sistem pemasaran beras di Sulsel diindikasikan terjadi praktik yang mengarah pada oligopoli.

Sistem perdagangan beras yang terindikasi mengarah ke pratik oligopoli terlihat dari cara “penetapan” harga beras.
Pihak Grosir selaku pemasok beras ke pengecer di Sulsel dan juga pemasok ke Provinsi lain/antar pulau, dalam
“menetapkan” harga jual beras di tingkat konsumen di Sulsel tampaknya selalu melihat kondisi pasar, terutama

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 51
BAB 3INFLASI

perkembangan harga beras di Provinsi lain/antar pulau, selain juga mempertimbangkan kebijakan impor beras yang
ditempuh pemerintah. Hal ini dapat dibuktikan dari pola pergerakan harga beras di Sulsel yang cenderung berjalan searah
dengan pola pergerakan harga beras di Provinsi lain/antar pulau yang selama ini menjadi target pemasaran beras dari
Sulsel (Grafik 3.A.3).
14.000 14.000
Rp/kg Rp/kg
13.000 13.000

12.000 12.000

11.000 11.000

10.000 10.000

9.000 9.000

8.000 8.000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2015 2015
Sulsel Surabaya Samarinda Sulsel Palu Kendari
Ambon Jayapura Manado Gorontalo

Grafik 3.A.3. Perbandingan Harga Beras Di Tingkat Konsumen Di Sulsel Dan Harga Beras Di Wilayah Lain

Sementara itu, dari hasil analisis sisi permintaan (demand) disimpulkan bahwa kenaikan pendapatan belum merubah
pola pengeluaran. Pendapatan per kapita masyarakat Sulsel meningkat seiring dengan pertumbuhan perekonomian
Sulsel yang relatif baik (Tahun 2015 tumbuh 7,15%), namun peningkatan pendapatan tersebut belum merubah pola
pengeluaran masyarakat terhadap konsumsi bahan makanan, yang tercatat masih stabil di kisaran 51,2% (lihat Grafik 5).
Hal ini berarti separo lebih dari pendapatan masyarakat Sulsel masih dibelanjakan untuk pemenuhan kebutuhan primer
berupa bahan makanan, termasuk diantaranya beras. Dengan demikian, dalam konteks Sulsel, tampaknya belum berlaku
14
hukum Engel’s . Melihat pola konsumsi masyarakat Sulsel yang belum berubah, maka permintaan terhadap bahan
makanan (termasuk beras) pada kondisi saat ini dan beberapa tahun ke depan diprediksikan masih tetap tinggi. Oleh
karena itu, agar tidak terjadi excess demand terhadap bahan pangan yang berpotensi dapat memicu inflasi, maka
Pemerintah Provinsi Sulsel harus mampu menjaga kecukupan pasokan bahan makanan (khususnya beras), dengan harga
yang dapat dijangkau oleh masyarakat, terutama kelompok masyarakat berpendapatan rendah.

Grafik 3.A.4. Pendapatan Per Kapita dan Pola Konsumsi Masyarakat Sulsel

14
Engel’s Law menyatakan bahwa seiring dengan meningkatnya pendapatan, maka konsumsi terhadap pangan pangsanya akan semakin menurun dari
total konsumsi dan pendapatan.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


52 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

Bab 4
Sistem Keuangan dan
Pengembangan Akses Keuangan

Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan I 2016 masih terjaga baik. Aset,
DPK dan Kredit masih tumbuh relatif tinggi meski mengalami perlambatan
bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Pada triwulan I 2016, dinamika aktivitas perbankan diwarnai dengan
meningkatnya penyaluran kredit yang lebih tinggi dibandingkan
penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), dengan rasio LDR 122,94% lebih
tinggi dibandingkan triwulan lalu (121,05%).
Dari sisi stabilitas sistem keuangan, ketahanan sektor korporasi maupun
rumah tangga di Sulsel masih kuat. Penyaluran kredit ke berbagai sektor
ekonomi masih terus tumbuh, termasuk ke sektor UMKM. Hal yang perlu
mendapat perhatian adalah adanya kenaikan NPL pada kredit korporasi,
meski secara umum risiko NPL masih aman.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 53
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

4.1. Kondisi Umum Perbankan15


4.1.1 Perkembangan Kelembagaan
Dari sisi kelembagaan, pada triwulan I 2016, jumlah bank umum di Sulsel mengalami penambahan dibandingkan
triwulan sebelumnya. Jumlah bank umum pada triwulan I 2016 tercatat sebanyak 52 bank, sedangkan jumlah BPR masih
tetap sebanyak 29 bank. Jumlah kantor mengalami pengurangan pada triwulan I 2016. Jumlah kantor keseluruhan
mencapai 977 kantor, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya 985 kantor. Pengurangan tersebut terdiri dari 8
(delapan) Kantor Cabang (Tabel 4.1).

Tabel 4.1. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR


2012 2013 2014 2015 2016
RINCIAN
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
Bank Umum (Konv. + Syariah) 41 41 41 41 42 44 45 46 46 47 47 48 48 50 50 50 52
Konvensional 35 35 35 35 36 38 39 40 40 41 41 41 41 43 43 43 44
UUS 5 5 5 5 5 5 5 5 5 7 7 7 7 7 7 7 8
Syariah 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 7 7 7 7 7 8
Jumlah Kantor 848 895 925 936 940 950 959 971 974 979 980 972 973 978 978 985 977
BPR 27 27 28 28 28 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29

4.1.2 Aset Perbankan


Pertumbuhan total aset bank umum pada triwulan I 2016 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Aset perbankan tercatat sebesar Rp120,83 triliun, tumbuh 15,14% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan
sebelumnya 16,01% (yoy) (Tabel 4.2). Perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh perlambatan aset di kelompok bank
swasta nasional yang tumbuh 6,20% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 8,71%. Sementara itu, total
aset kelompok bank pemerintah tercatat tumbuh 21,85% (yoy), relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya.
Sedangkan total aset bank asing dan bank campuran justru mengalami kontraksi -23,57% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
kontraksi di triwulan sebelumnya -21,91% (yoy).

Tabel 4.2. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank

Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar)


Aset Menurut Kelompok Bank 2015 2016 2015 2016
I II III IV I I II III IV I

Total Aset 15,41 11,00 13,59 16,01 15,14 104.944 108.309 113.101 117.572 120.832

Bank Pemerintah 16,46 10,70 15,34 21,85 21,85 61.182 63.739 67.472 70.874 74.549

Bank Swasta Nasional 14,41 11,73 11,65 8,71 6,20 43.112 44.012 45.104 46.161 45.786

Bank Asing dan Bank Campuran (9,54) (7,19) (21,91) (25,86) (23,57) 649 558 525 536 496

4.1.3 Intermediasi Perbankan


Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh bank umum pada triwulan I 2016 mengalami perlambatan pertumbuhan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Dana yang dihimpun mencapai Rp78,34 triliun atau tumbuh 17,95% (yoy), lebih
rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya 18,69% (yoy) (Tabel 4.3). Perlambatan
pertumbuhan disebabkan oleh perlambatan pada komponen Giro yang tumbuh 26,98% (yoy), lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya 64,69%. Namun demikian, tabungan mengalami pertumbuhan menjadi 13,01% pada triwulan
pelaporan. Sementara deposito tumbuh 21,44% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 11,61% (yoy).
Menurunnya DPK diperkirakan efek dari pencairan dana di rekening giro untuk pembiayaan proyek-proyek
pembangunan.

Kredit yang disalurkan perbankan juga tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan I 2016. Kredit
tercatat tumbuh 12,90% (yoy) menjadi Rp96,31 triliun lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh

15
Dimulai dengan publikasi pada triwulan I 2014, asesmen perkembangan indikator perbankan menggunakan data lokasi bank untuk kredit yang
disalurkan serta menggunakan data lokasi bank pelapor untuk DPK yang dihimpun

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


54 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

13,67% (yoy). Secara penggunaan, perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh perlambatan penyaluran kredit di
kelompok investasi dan modal kerja. Kelompok kredit tersebut tumbuh masing-masing 21,59% (yoy) dan 14,44% (yoy),
lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat masing-masing 26,47% (yoy) dan 16,82% (yoy).
Sementara itu, kredit konsumsi tumbuh 7,53% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 5,12%. Secara
sektoral, perlambatan pertumbuhan kredit antara lain disebabkan oleh perlambatan penyaluran kredit di sektor industri
pengolahan dan perdagangan yang tumbuh masing-masing 43,77% (yoy) dan 14,47% (yoy) pada triwulan I 2016, lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya masing-masing 57,71% (yoy) dan 16,25% (yoy). Di sisi lain, kredit sektor
listrik/gas/air mengalami kontraksi -19,81% (yoy) di triwulan pelaporan.

Tabel 4.3. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum


Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar)
Komponen 2015 2016 2015 2016
I II III IV I I II III IV I
DPK 14,20 12,16 12,58 18,69 17,95 66.419 68.867 72.433 78.467 78.342

a . Gi ro 27,09 21,48 28,66 64,69 26,98 10.154 11.820 12.471 13.165 12.894
b. Ta bunga n 5,24 5,16 7,65 12,81 13,01 34.147 34.881 37.491 42.221 38.589
c. Depos i to 24,78 19,79 13,39 11,61 21,44 22.118 22.166 22.472 23.091 26.859
Kredit 12,43 10,37 11,74 13,67 12,90 85.303 87.563 89.911 94.981 96.310

a . Moda l Kerja 20,25 19,15 16,85 16,82 14,44 32.776 34.627 34.876 36.730 37.510
b. Inves tas i 12,57 6,68 13,07 26,47 21,59 16.482 16.500 17.476 20.538 20.041
c. Kons ums i 6,10 4,68 6,82 5,12 7,53 36.045 36.436 37.558 37.713 38.759

LDR (%) 128,43 127,15 124,13 121,05 122,94

NPLs Gross (%) 3,36 3,16 3,85 3,19 3,36

Dengan pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK, indikator intermediasi perbankan (LDR)
dan risiko perbankan (NPL) terlihat sedikit meningkat. Kedua indikator tersebut tercatat masing-masing 122,94% dan
3,36% pada triwulan I 2016, lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang tercatat masing-masing 121,05% dan 3,19%
(Tabel 4.3).

Tabel 4.4. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi


Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar)
Komponen 2015 2016 2015 2016
I II III IV I I II III IV I
Kredit 12,43 10,37 11,74 13,67 12,90 85.303 87.563 89.911 94.981 96.310
Pertani a n 16,01 19,25 60,46 63,36 64,50 1.630 1.788 2.303 2.461 2.681
Pertamba nga n 13,16 (30,41) (28,74) (19,45) 0,61 427 390 383 410 430
Indus tri Pengol a ha n 28,49 21,37 23,85 57,71 43,77 5.035 5.109 5.304 7.487 7.239
Li s tri k, Ga s , Ai r 75,06 68,62 71,61 8,24 (19,81) 382 413 398 379 306
Kons truks i 55,97 33,70 29,82 25,78 15,53 4.746 4.902 5.417 5.491 5.483
Perda ga nga n 14,73 13,35 14,08 16,25 14,47 27.920 29.003 29.373 31.424 31.959
Penga ngkutan (6,00) (8,71) (9,45) (1,38) 1,52 2.782 2.693 2.672 2.781 2.824
Ja s a Duni a Us a ha (0,37) 12,20 12,40 15,25 10,29 3.733 4.037 4.024 4.221 4.117
Ja s a Sos i a l Ma s ya ra ka t 35,29 36,25 12,91 8,96 (0,43) 2.473 2.681 2.388 2.549 2.462
La i n-l a i n 6,26 4,26 6,33 4,28 (100,00) 36.173 36.547 37.648 37.777 -

4.1.4 Bank Syariah


Aset perbankan syariah mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan periode sebelumnya. Aset perbankan
syariah pada triwulan I 2016 tercatat tumbuh 16,96% (yoy) menjadi Rp7,02 triliun, lebih rendah dari triwulan IV 2015
yang tumbuh 18,10% (yoy) (Tabel 4.5). Perlambatan pertumbuhan aset perbankan syariah pada periode triwulan laporan
disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan aset pada kelompok bank swasta nasional. Pangsa aset perbankan syariah
terhadap total aset perbankan sedikit mengalami penurunan menjadi 5,49% dari triwulan sebelumnya 5,60%.

Kinerja indikator perbankan syariah Sulsel pada triwulan I 2016 menunjukkan perlambatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Penghimpunan DPK menunjukkan perlambatan pertumbuhan di periode pelaporan. DPK tumbuh10,33%

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 55
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

(yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 28,83% (yoy). Perlambatan pertumbuhan DPK disebabkan oleh
penurunan kinerja diseluruh komponen baik Giro, Tabungan, dan Deposito yang tumbuh masing-masing -38,04% (yoy),
18,36% (yoy), dan 22,90% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya masing-masing 57,57% (yoy), 19,34% (yoy), dan
31,58% (yoy). Di sisi lain, pembiayaan mengalami peningkatan dari 10,56% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi 11,05%
(yoy) pada triwulan I 2016. Dengan pertumbuhan pembiayaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan DPK,
mengakibatkan Financing to Deposit Ratio (FDR) mengalami peningkatan. Di triwulan I 2016, FDR mencapai 165,43% lebih
rendah dari triwulan sebelumnya 147,53%. Sementara itu, kualitas pembiayaan terlihat relatif baik meskipun sedikit
mengalami peningkatan non performing financing (NPF) dari 3,97% di triwulan IV 2015 menjadi 4,39% pada triwulan
pelaporan.

Tabel 4.5. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah

Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar)


Komponen 2015 2016 2015 2016
I II III IV I I II III IV I
Aset 7,42 10,84 15,49 18,10 16,96 6.000 6.184 6.489 6.975 7.018

Ba nk Pemeri ntah 4,65 7,70 11,90 41,36 50,55 1.101 1.132 1.235 1.624 1.657

Ba nk Swa s ta Na s i ona l 8,06 11,57 16,37 12,50 9,42 4.899 5.052 5.255 5.352 5.360

DPK 16,22 17,59 18,55 28,83 10,33 3.187 3.287 3.411 3.853 3.517
a . Gi ro 147,17 111,60 22,23 57,57 (38,04) 547 554 423 598 339
b. Ta bunga n 18,01 24,53 23,74 19,34 18,36 1.488 1.570 1.654 1.765 1.761
c. Depos i to (8,54) (8,63) 11,68 31,58 22,90 1.153 1.162 1.335 1.490 1.417
Pembiayaan 17,63 14,65 16,73 10,56 11,05 5.239 5.582 5.750 5.684 5.817

FDR (%) 164,36 169,84 168,54 147,53 165,43

NPF Gross (%) 3,80 2,81 4,17 3,97 4,39

4.1.5 Bank Perkreditan Rakyat


Kinerja BPR (termasuk BPR Syariah) mengalami percepatan pertumbuhan di periode pelaporan. Dari indikator aset,
aset BPR di triwulan I 2016 tumbuh 19,01% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 15,01% (yoy). DPK
tumbuh 40,12% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 31,75% (yoy), sementara Kredit tercatat tumbuh
20,76% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 15,60% (yoy) (Grafik 4.1 dan Grafik 4.2). Dengan peningkatan
DPK yang lebih tinggi dari peningkatan kredit tersebut, loan to deposit ratio (LDR) mengalami penurunan. Pada periode
pelaporan LDR BPR tercatat 123,73%, sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 132,28%.

1,800 Rp Miliar Aset %, yoy 80 DPK Kredit LDR - Skala Kanan

1,600 gAset - Skala Kanan 70 1,400 Rp Miliar % 250


1,400 60 1,200
200
1,200 50 1,000
1,000 40 150
800
800 30
600 100
600 20
400 10 400
50
200 0 200
0 (10) 0 0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2011 2012 2013 2014 2015 2015

Grafik 4.1. Perkembangan Aset BPR Grafik 4.2. Perkembangan Intermediasi BPR

4.1.6 Perbankan per Kabupaten/Kota


Perbankan di Kabupaten Luwu Utara mencatat pertumbuhan aset tertinggi di triwulan I 2016. Namun demikian,
perbankan di Kota Makassar dengan kepemilikan aset yang paling besar tetap menjadi pendorong utama perekonomian
di Sulsel. Total aset perbankan di Makassar pada triwulan I 2016 mencapai Rp86,28 triliun atau porsinya 71,41% dari total

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


56 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

aset perbankan di Sulsel. Sementara pangsa aset perbankan di 23 kab/kota lainnya terhitung relatif masih sangat kecil,
rata-rata kurang dari 5% dari total aset perbankan di Sulsel. Pertumbuhan aset perbankan di Kota Makassar tercatat
16,84% (yoy). Pertumbuhan aset 5 (lima) daerah tertinggi lainnya terjadi di Kabupaten Luwu Utara (31,08%; yoy), Luwu
(31,02%; yoy), Gowa (29,12%; yoy), Barru (27,52%; yoy), dan Tana Toraja (24,42%; yoy).

Kabupaten Luwu Utara merupakan daerah dengan pertumbuhan kredit tertinggi di triwulan I 2016. Kredit di Kab. Luwu
Utara tumbuh 31,25% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 26,79% (yoy). Daerah lain yang
memiliki pertumbuhan kredit di atas 20% adalah Kabupaten Maros (25,54%; yoy), Gowa (25,46%; yoy), Soppeng (23,29%;
yoy), Bulukumba (22,68%; yoy), Jeneponto (22,06%; yoy), dan Bantaeng (20,84%; yoy). Namun, bila dilihat dari sisi pangsa
kredit, delapan daerah ini hanya menyumbang 8,97% dari total kredit Sulsel. Kredit terbesar masih berada di Kota
Makassar dengan total portfolio sebesar Rp65,93 triliun atau 68,46% dari total kredit di Sulsel. Di triwulan I 2016 ini kredit
di Makassar tumbuh 12,80% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 15,27% (yoy). Hal ini
menunjukkan, konsentrasi pertumbuhan ekonomi masih terpusat di Kota Makassar.

Tabel 4.6. Perkembangan Aset Perbankan per Kabupaten/Kota


ASET - Rp Juta gASET - % (YOY)
Kabupaten/Kota 2015 2016 2015 2016
I II III IV I I II III IV I
Makassar 73.848.748 75.845.382 78.466.554 84.043.381 86.282.791 16,86% 10,79% 13,06% 18,15% 16,84%
Pinrang 1.404.261 1.349.728 1.508.561 1.401.600 1.581.980 1,90% -4,20% 4,51% 7,93% 12,66%
Gowa 1.456.946 1.602.648 1.735.899 1.702.710 1.881.165 9,23% 9,07% 19,06% 24,16% 29,12%
Wajo 1.925.314 1.991.624 2.215.356 2.171.439 2.015.265 2,80% 1,74% 9,95% 13,46% 4,67%
Bone 2.572.693 2.692.550 2.809.802 2.517.841 2.515.701 9,21% 8,62% 8,90% -8,23% -2,22%
Tana Toraja 1.137.758 1.218.190 1.328.488 1.405.397 1.415.571 8,81% 9,58% 10,70% 19,07% 24,42%
Maros 1.225.641 1.213.205 1.268.432 1.343.087 1.401.880 21,10% 16,87% 17,89% 22,05% 14,38%
Luwu 278.749 343.429 393.380 291.958 365.208 14,40% 33,72% 58,62% 21,03% 31,02%
Sinjai 1.120.833 1.149.123 1.265.144 1.181.006 1.340.117 29,64% 23,39% 32,89% 28,26% 19,56%
Bulukumba 1.494.683 1.589.904 1.648.019 1.762.233 1.673.596 5,26% 7,01% 8,30% 9,12% 11,97%
Bantaeng 580.437 606.633 646.758 674.923 696.179 11,68% 9,38% 14,38% 19,25% 19,94%
Jeneponto 878.584 919.596 961.742 1.021.145 1.075.324 11,26% 13,04% 15,14% 18,28% 22,39%
Selayar 541.127 552.018 580.130 548.753 578.208 13,55% 5,55% 9,41% 12,05% 6,85%
Takalar 1.159.579 1.230.935 1.338.075 1.310.387 1.299.120 12,26% 13,83% 19,12% 16,58% 12,03%
Barru 720.682 740.815 876.392 850.054 919.010 14,14% 16,22% 26,14% 20,31% 27,52%
Sidrap 1.198.835 1.243.009 1.400.104 1.275.917 1.277.412 20,78% 19,55% 23,43% 5,78% 6,55%
Pangkep 1.111.143 1.061.717 1.143.839 1.105.549 1.310.146 9,40% 7,70% 7,64% 9,29% 17,91%
Soppeng 944.645 1.063.938 1.189.063 1.141.686 1.123.580 27,41% 30,95% 30,80% 26,53% 18,94%
Enrekkang 886.831 964.605 1.112.177 1.008.206 1.048.695 16,82% 12,77% 29,14% 15,07% 18,25%
Luwu Timur 895.955 986.298 890.271 721.345 738.070 16,09% 26,09% 1,42% -5,18% -17,62%
Luwu Utara 1.283.859 1.424.624 1.512.535 1.628.286 1.682.885 16,69% 23,86% 26,06% 27,77% 31,08%
Parepare 4.697.122 4.938.228 5.114.166 4.949.089 5.036.294 10,02% 10,81% 13,79% 7,36% 7,22%
Palopo 3.580.207 3.580.883 3.696.556 3.516.382 3.574.170 15,91% 9,01% 9,21% 2,14% -0,17%
TOTAL 104.944.632 108.309.082 113.101.443 117.572.374 120.832.367 15,44% 11,00% 13,59% 16,01% 15,14%

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 57
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

Tabel 4.7. Perkembangan Kredit Perbankan per Kabupaten/Kota


KREDIT - Rp Juta gKREDIT - % (YOY)
Kabupaten/Kota 2015 2016 2015 2016
I II III IV I I II III IV I
Makassar 58.449.372 59.770.786 61.070.966 65.937.699 65.931.747 13,85% 10,58% 11,84% 15,27% 12,80%
Pinrang 1.210.324 1.257.828 1.307.321 1.356.638 1.428.524 -3,16% -0,50% 1,59% 7,38% 18,03%
Gowa 1.290.086 1.356.996 1.422.694 1.497.291 1.618.590 8,79% 7,90% 9,79% 15,82% 25,46%
Wajo 1.710.673 1.758.469 1.761.154 1.724.665 1.767.148 3,39% 2,98% 3,33% 0,90% 3,30%
Bone 2.126.680 2.205.792 2.258.128 2.083.175 2.182.117 6,59% 9,23% 10,54% 0,41% 2,61%
Tana Toraja 903.610 928.282 949.726 1.000.293 1.060.369 4,43% 3,81% 5,00% 9,70% 17,35%
Maros 1.082.675 1.137.342 1.215.002 1.288.852 1.359.159 9,60% 12,65% 16,61% 21,27% 25,54%
Luwu 234.922 248.318 263.663 270.589 273.727 12,70% 15,22% 18,13% 17,78% 16,52%
Sinjai 1.036.999 1.066.222 1.097.804 1.146.907 1.215.702 21,58% 22,24% 24,26% 27,37% 17,23%
Bulukumba 1.172.101 1.222.741 1.291.757 1.361.630 1.437.917 6,51% 6,98% 12,62% 16,69% 22,68%
Bantaeng 559.107 582.687 616.715 647.900 675.627 12,02% 11,83% 15,90% 19,22% 20,84%
Jeneponto 859.893 893.649 926.728 985.320 1.049.571 9,91% 12,16% 12,76% 16,36% 22,06%
Selayar 291.130 305.451 317.218 325.054 343.376 12,68% 16,89% 16,08% 14,07% 17,95%
Takalar 1.114.386 1.148.274 1.203.601 1.283.220 1.255.090 9,72% 9,11% 11,91% 16,65% 12,63%
Barru 657.486 676.217 703.814 744.219 779.698 10,70% 10,60% 11,19% 14,50% 18,59%
Sidrap 1.135.338 1.198.286 1.248.932 1.148.314 1.219.971 15,73% 18,71% 18,78% 3,93% 7,45%
Pangkep 969.151 983.688 1.010.101 1.014.397 1.123.606 10,84% 10,55% 4,40% 4,24% 15,94%
Soppeng 707.957 738.096 775.593 826.100 872.835 11,51% 14,02% 17,50% 21,75% 23,29%
Enrekkang 632.834 647.567 671.580 721.700 747.900 9,73% 9,17% 10,06% 15,41% 18,18%
Luwu Timur 520.079 551.973 564.929 581.815 597.716 22,52% 24,35% 21,35% 17,67% 14,93%
Luwu Utara 1.239.634 1.360.437 1.456.400 1.529.152 1.626.984 13,87% 21,34% 24,38% 26,79% 31,25%
Parepare 4.420.933 4.556.238 4.695.131 4.607.896 4.694.476 9,30% 8,58% 10,63% 6,71% 6,19%
Palopo 2.978.330 2.967.569 3.081.776 2.898.975 3.048.644 11,97% 7,70% 9,23% -0,73% 2,36%
TOTAL 85.303.700 87.562.908 89.910.733 94.981.801 96.310.494 12,43% 10,37% 11,74% 13,67% 12,90%

Kabupaten Takalar merupakan daerah dengan pertumbuhan DPK tertinggi di triwulan I 2016. Kabupaten Takalar
mencatatkan diri sebagai wilayah dengan pertumbuhan DPK tertinggi yaitu 86,72% (yoy) diikuti oleh Sinjai (70,15%; yoy),
Pinrang (51,00%; yoy), Luwu (44,05%; yoy), dan Gowa (33,25%; yoy). Sementara itu, DPK perbankan di Kota Makassar
tumbuh 19,28% (yoy), relatif stabil dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 19,39% (yoy). Total DPK di Kota
Makassar mencapai Rp51,21 triliun atau 65,37% dari total DPK Sulsel sebesar Rp78,34 triliun. Sementara itu, pangsa DPK
di 23 kabupaten/kota lainnya masih relatif kecil. Tercatat hanya terdapat 2 kabupaten/kota yang memiliki pangsa DPK di
atas 3%, yaitu Palopo (3,49%) dan Parepare (3,20%). Melihat potensi perekonomian yang dimiliki beberapa Kabupaten di
Sulsel yang relatif besar, perbankan dapat meningkatkan upaya penghimpunan DPK di luar Kota Makassar, melalui inovasi
produk yang semakin menarik atau pengembangan branchless banking.

Tabel 4.8. Perkembangan DPK Perbankan per Kabupaten/Kota


DPK - Rp Juta gDPK - % (YOY)
Kabupaten/Kota 2015 2016 2015 2016
I II III IV I I II III IV I
Makassar 42.932.358 43.906.451 45.891.183 52.965.328 51.208.442 11,67% 9,21% 8,19% 19,39% 19,28%
Pinrang 811.798 852.610 942.380 1.007.942 1.225.840 6,76% 6,42% 8,28% 15,89% 51,00%
Gowa 1.177.269 1.297.704 1.372.836 1.509.299 1.568.661 11,75% 9,54% 13,51% 28,77% 33,25%
Wajo 1.747.744 1.879.970 2.066.062 2.033.112 1.975.850 7,61% 9,74% 16,92% 16,88% 13,05%
Bone 2.152.597 2.282.034 2.357.929 2.111.519 2.277.691 8,56% 10,70% 8,89% -3,32% 5,81%
Tana Toraja 1.075.740 1.146.823 1.213.516 1.259.943 1.275.190 10,08% 12,51% 41,23% 21,54% 18,54%
Maros 1.083.324 1.003.166 1.068.595 999.843 1.100.462 49,46% 30,28% 39,76% 36,24% 1,58%
Luwu 241.214 324.626 252.387 231.280 347.474 17,04% 36,02% 13,28% 83,79% 44,05%
Sinjai 655.968 913.535 1.041.542 972.721 1.116.108 52,81% 106,07% 111,28% 70,36% 70,15%
Bulukumba 1.355.908 1.379.750 1.399.517 1.386.440 1.464.564 16,35% 9,47% 7,75% 10,21% 8,01%
Bantaeng 409.647 431.000 505.393 421.760 541.147 21,18% 9,57% 35,20% 18,57% 32,10%
Jeneponto 504.163 604.097 670.170 537.269 638.349 27,62% 24,15% 31,77% 29,69% 26,62%
Selayar 495.356 512.310 530.937 464.125 549.079 11,32% 5,82% 9,48% 6,74% 10,85%
Takalar 386.664 398.499 440.658 682.926 721.964 13,29% 11,87% 16,91% 55,59% 86,72%
Barru 670.709 696.718 810.731 751.260 878.799 17,64% 18,21% 27,42% 24,83% 31,03%
Sidrap 917.739 926.559 1.113.253 952.149 1.032.992 31,44% 20,15% 35,16% 16,20% 12,56%
Pangkep 1.001.816 946.210 1.009.420 930.694 1.144.485 34,25% 32,01% 36,72% 10,30% 14,24%
Soppeng 890.907 1.004.401 1.107.310 1.041.695 1.095.568 29,89% 32,81% 33,69% 38,90% 22,97%
Enrekkang 840.342 835.730 1.048.176 921.389 999.369 22,56% 3,36% 30,85% 21,01% 18,92%
Luwu Timur 855.220 954.231 839.837 585.057 701.764 16,04% 26,56% 4,67% -12,25% -17,94%
Luwu Utara 1.017.692 1.160.131 1.162.034 1.179.794 1.243.318 26,96% 30,87% 27,74% 28,46% 22,17%
Parepare 2.613.764 2.813.141 2.909.004 2.766.350 2.503.176 17,61% 17,17% 14,76% 7,25% -4,23%
Palopo 2.582.006 2.597.787 2.680.471 2.755.086 2.731.479 21,37% 12,78% 9,34% 11,38% 5,79%
TOTAL 66.419.945 68.867.483 72.433.341 78.466.981 78.341.771 14,20% 12,16% 12,58% 18,69% 17,95%

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


58 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

Kualitas kredit relatif terjaga di seluruh kab/kota, dengan sebagian besar kabupaten/kota merupakan daerah lending
(LDR > 100%). Kualitas kredit yang tercermin dari tingkat NPL di seluruh kabupaten/kota masih dalam level aman. Seluruh
kab/kota memiliki tingkat NPL di bawah angka psikologis (5%). Sementara dari sisi intermediasi perbankan, lebih dari
separuh daerah merupakan daerah lending, yang tercermin dari LDR lebih dari 100%. Terdapat 12 Kabupaten/Kota yang
memiliki LDR di atas 100% yaitu Makassar, Pinrang, Gowa, Maros, Sinjai, Bantaeng, Jeneponto, Takalar, Sidrap, Luwu
Utara, Parepare, dan Palopo. Untuk perbankan yang berlokasi di 13 kabupaten/kota tersebut, masih memiliki potensi
untuk penghimpunan DPK, terutama yang berupa dana murah (tabungan). Sementara daerah funding, dengan LDR
kurang dari 100%, masih memiliki potensi yang besar untuk mendorong kredit/pembiayaan.

Tabel 4.9. Perkembangan NPL dan Intermediasi Perbankan per Kabupaten/Kota


NPL - % LDR - %
Kabupaten/Kota 2015 2016 2015 2016
I II III IV I I II III IV I
Makassar 3,62% 3,41% 4,55% 3,93% 4,20% 136,14% 136,13% 133,08% 124,49% 128,75%
Pinrang 1,79% 1,49% 1,20% 0,86% 0,91% 149,09% 147,53% 138,73% 134,59% 116,53%
Gowa 3,54% 2,89% 1,78% 0,84% 0,99% 109,58% 104,57% 103,63% 99,20% 103,18%
Wajo 4,35% 5,63% 5,80% 2,32% 2,30% 97,88% 93,54% 85,24% 84,83% 89,44%
Bone 3,06% 3,12% 3,14% 3,79% 4,28% 98,80% 96,66% 95,77% 98,66% 95,80%
Tana Toraja 0,93% 1,06% 0,73% 0,48% 0,61% 84,00% 80,94% 78,26% 79,39% 83,15%
Maros 0,81% 0,70% 0,56% 0,46% 0,57% 99,94% 113,38% 113,70% 128,91% 123,51%
Luwu 0,22% 0,26% 0,30% 0,33% 0,37% 97,39% 76,49% 104,47% 117,00% 78,78%
Sinjai 2,17% 2,08% 1,72% 1,16% 1,32% 158,09% 116,71% 105,40% 117,91% 108,92%
Bulukumba 1,96% 2,15% 2,07% 1,61% 1,58% 86,44% 88,62% 92,30% 98,21% 98,18%
Bantaeng 1,26% 0,94% 0,70% 0,57% 0,85% 136,49% 135,19% 122,03% 153,62% 124,85%
Jeneponto 2,70% 2,37% 1,64% 1,32% 1,30% 170,56% 147,93% 138,28% 183,39% 164,42%
Selayar 0,53% 0,39% 0,26% 0,17% 0,36% 58,77% 59,62% 59,75% 70,04% 62,54%
Takalar 3,42% 2,99% 2,22% 1,30% 1,25% 288,21% 288,15% 273,14% 187,90% 173,84%
Barru 1,41% 1,32% 0,96% 0,61% 0,63% 98,03% 97,06% 86,81% 99,06% 88,72%
Sidrap 1,84% 2,13% 2,22% 0,76% 0,84% 123,71% 129,33% 112,19% 120,60% 118,10%
Pangkep 1,67% 1,50% 1,23% 0,86% 0,71% 96,74% 103,96% 100,07% 108,99% 98,18%
Soppeng 0,86% 1,00% 0,71% 0,51% 0,54% 79,46% 73,49% 70,04% 79,30% 79,67%
Enrekkang 1,10% 1,25% 1,12% 0,72% 0,76% 75,31% 77,49% 64,07% 78,33% 74,84%
Luwu Timur 1,58% 1,08% 1,09% 0,91% 0,96% 60,81% 57,84% 67,27% 99,45% 85,17%
Luwu Utara 1,19% 1,00% 0,89% 0,68% 0,68% 121,81% 117,27% 125,33% 129,61% 130,86%
Parepare 4,64% 4,30% 4,01% 2,64% 2,37% 169,14% 161,96% 161,40% 166,57% 187,54%
Palopo 4,06% 3,10% 3,01% 1,70% 1,79% 115,35% 114,23% 114,97% 105,22% 111,61%

4.2. Stabilitas Sistem Keuangan


4.2.1 Ketahanan Sektor Korporasi16 Daerah
Pada triwulan I 2016, penyaluran kredit korporasi masih didominasi ke sektor perdagangan. Kredit korporasi pada
triwulan I 2016 tercatat sebesar Rp20,72 triliun, dengan pangsa terbesar adalah sektor perdagangan (50,66%). Adapun
untuk porsi kredit yang ditujukan pada sektor penyumbang utama PDRB yaitu sektor pertanian masih relatif kecil tercatat
1,05%. Rendahnya porsi sektor pertanian menunjukkan bahwa peran perbankan bagi sektor utama masih berada di
bawah kapasitas potensialnya (Grafik 4.3).

Kredit korporasi tercatat tumbuh 9,91% (yoy), mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan triwulan IV 2015
16,81% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit tersebut terjadi hampir di seluruh sektor, kecuali sektor pertambangan
dan pengangkutan disebabkan melambatnya pertumbuhan ekonomi di lima sektor yaitu Industri Pengolahan (13,35%;
yoy), LGA (6,11%; yoy), Konstruksi (24,85%; yoy), Jasa Dunia Usaha (12,82%, yoy), dan Jasa Sosial Masyarakat (73,25%;
yoy). Sementara itu, pangsa kredit korporasi di sektor pertanian hanya 1,65% dari total kredit korporasi telah mengalami
percepatan pertumbuhan dari -22,59% (yoy) ditriwulan III 2015 menjadi 75,01% (yoy) di periode pelaporan. Sedangkan,
tiga sektor yang mengalami pertumbuhan negatif di triwulan laporan adalah sektor Pertambangan (-22,18%; yoy),
Pengangkutan (-20,12%; yoy), dan Lain-lain (-49,40%; yoy).

16
Bukan lembaga keuangan dan sektor swasta lainnya.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 59
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

Total - Skala Kanan Jasa Dunia Usaha


Pertanian (1.05%) YOY
70% Konstruksi Industri pengolahan YOY 30%
Pertambangan (1.54%) Perdagangan
50% 25%
Industri pengolahan (8.19%)

Listrik,Gas dan Air (1.20%) 30% 20%

Konstruksi (22.8%) 10% 15%

Perdagangan (50.6%) -10% 10%


Pengangkutan (2.83%)
-30% 5%
Jasa Dunia Usaha (8.09%)
-50% 0%
Jasa Sosial Masyarakat (3.05%) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
Lain-lain (0.51%) 2012 2013 2014 2015 2016

Grafik 4.3. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi Grafik 4.4. Pertumbuhan Kredit Korporasi

Dari sisi kualitas, penyaluran kredit korporasi menunjukkan penurunan kinerja dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pada triwulan laporan, kualitas penyaluran kredit yang diukur dari NPL tercatat 6,81%, sedikit lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya 6,29% (Grafik 4.5). Penurunan kualitas kredit disebabkan oleh meningkatnya kredit bermasalah di
sektor pertambangan dan industri pengolahan. NPL di sektor pertambangan meningkat dari 7,40% di triwulan IV 2015
menjadi 17,09% di periode pelaporan. Selain itu, rasio NPL di sektor industri pengolahan juga mengalami peningkatan dari
30,32% pada triwulan IV 2015 menjadi 33,48%pada triwulan pelaporan.

Total - Skala Kanan Jasa Dunia Usaha


40% Konstruksi Industri pengolahan 9%
35% Perdagangan 8%

30% 7%
6%
25%
5%
20%
4%
15%
3%
10% 2%
5% 1%
0% 0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016

Grafik 4.5. NPL Kredit Korporasi

Sementara itu, penghimpunan dana pihak ketiga dari sektor korporasi juga mengalami perlambatan pertumbuhan
pada triwulan I 2016. DPK sektor korporasi tercatat sebesar Rp6,73 triliun atau tumbuh 44,14% (yoy) lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 65,79% (yoy). Perlambatan pertumbuhan tersebut terutama
disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan Tabungan. Komponen Tabungan mengalami penurunan pertumbuhan dari
56,77% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi 26,63% (yoy) di triwulan pelaporan. Selain itu Giro juga mengalami penurunan
dari semula 82,19% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi 52,89% (yoy) di triwulan pelaporan. Sementara itu Deposito
mengalami percepatan pertumbuhan dari semula 33,58% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi 34,09% (yoy) di triwulan
pelaporan.
160% YOY 100%
140% 90%
80%
120%
70%
100% 60%
80% 50%
60% 40%
40% 30%
20%
20%
10%
0% 0%
-20% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
-40% 2012 2013 2014 2015 2016 2012 2013 2014 2015 2016

DPK Giro Tabungan Deposito Giro Tabungan Deposito

Grafik 4.6. Pertumbuhan DPK Korporasi Grafik 4.7. Komposisi DPK Korporasi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


60 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

4.2.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah


Kredit multiguna dan kredit pemilikan rumah (KPR) masih menjadi pangsa yang terbesar dalam struktur kredit rumah
tangga. Dari total kedit yang disalurkan kepada rumah tangga yang pada triwulan I 2016 tercatat sebesar Rp38,81 triliun,
kredit multiguna dan KPR memiliki pangsa paling tinggi mencapai 77,64%, disusul kredit kendaraan bermotor (KKB) dan
terakhir kredit rumah tangga lainnya, termasuk di dalamnya adalah kredit untuk perlengkapan/peralatan rumah tangga
maupun kebutuhan rumah tangga lainnya (Grafik 4.8). Adapun kredit lain-lain merupakan kredit bukan lapangan usaha,
serta kredit yang belum diklasifikasikan secara jelas.

PANGSA TRIWULAN I 2016


Kredit Multiguna (43.4%)

Kredit Pemilikan Rumah, KPR


(34.2%)

Kredit Lain-lain (13.4%)

Kredit Kendaraan Bermotor,


KKB (6.63%)

Kredit Rumah Tangga


Lainnya (2.23%)

Grafik 4.8. Pangsa Jenis Kredit Rumah Tangga

Penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga mengalami percepatan pertumbuhan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Di triwulan I 2016, kredit sektor rumah tangga tumbuh 7,29% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya
tumbuh 4,29% (yoy). Percepatan pertumbuhan terjadi di jenis Kredit Multiguna dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Kredit
Multiguna mengalami percepatan pertumbuhan dari semula 15,60% (yoy) menjadi 17,66% (yoy) di triwulan pelaporan.
Sementara itu peningkatan KPR didorong oleh peningkatan pertumbuhan kredit kepemilikan rumah tipe 21, tipe 22 s.d.
70, tipe di atas 70, dan kredit rumah toko (ruko) atau rumah kantor (rukan). Di sisi lain, Kredit Kendaraan Bermotor (KKB)
masih menunjukkan tren kontraksi dari semula -36,75% (yoy) menjadi -36,45% (yoy) di triwulan pelaporan (Grafik 4.9).

Kualitas kredit ke sektor rumah tangga tetap terjaga pada tingkat yang aman. Seluruh jenis kredit rumah tangga
memiliki rasio NPL di bawah batas aman 5%. Secara umum, rasio NPL relatif stabil dari 1,80% menjadi 1,83% pada
triwulan pelaporan. Berdasarkan kondisi ini, dapat dikatakan bahwa ketahanan sektor rumah tangga Sulsel masih cukup
baik hingga triwulan I 2016 (Grafik 4.10).

%, yoy Total KPR %, yoy Total KPR KKB RT Lainnya Multiguna


KKB RT Lainnya - Skala Kanan
50 Multiguna - Skala Kanan 450 5.0 %
40 4.5
30 350 4.0
20
10 3.5
250
0 3.0
(10) 2.5
(20) 150
2.0
(30)
50 1.5
(40)
(50) 1.0
(60) (50) 0.5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 0.0
2012 2013 2014 2015 2016 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016

Grafik 4.9. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Grafik 4.10. NPL Kredit Rumah Tangga

Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dari sektor rumah tangga mengalami percepatan pertumbuhan dibandingkan
triwulan sebelumnya. DPK sektor rumah tangga tercatat tumbuh 15,53% (yoy) pada triwulan I 2016, lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV 2015 yang tumbuh 11,84% (yoy). Percepatan pertumbuhan DPK rumah tangga terjadi pada
seluruh komponen yaitu Giro, Tabungan, dan Deposito yang tercatat masing-masing 14,19% (yoy), 13,77% (yoy), dan
19,04% (yoy) pada triwulan I 2016, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat masing-masing 3,84%
(yoy), 12,16% (yoy), dan 12,48% (yoy). Secara komposisi, DPK rumah tangga masih didominasi oleh tabungan (61,27%)
diikuti oleh deposito (33,97%) dan giro (4,77%). Hal ini berarti sebagian besar sumber pendanaan perbankan didominasi
oleh dana jangka pendek (Grafik 4.12).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 61
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

80.00% YOY 100%


90%
60.00% 80%
70%
40.00% 60%
50%
20.00% 40%
30%
0.00% 20%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 10%
-20.00% 0%
2012 2013 2014 2015 2016
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
-40.00% 2012 2013 2014 2015 2016

Total DPK Giro Tabungan Deposito Giro Tabungan Deposito

Grafik 4.11. Pertumbuhan DPK Rumah Tangga Grafik 4.12. Komposisi DPK Rumah Tangga

Pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan Survei
Konsumen Bank Indonesia pada Maret 2016, mayoritas pengeluaran rumah tangga pada triwulan I 2016 masih digunakan
untuk konsumsi (59,72%), meskipun sedikit terjadi penurunan porsi konsumsi dibandingkan triwulan sebelumnya
62,08%. Sementara itu, porsi untuk cicilan utang/kredit relatif stabil di kisaran 16,65%. Di sisi lain, porsi tabungan
mengalami peningkatan dari 21,59% di triwulan IV 2015 menjadi 23,63% pada periode pelaporan.

Tabungan, Tabungan,
21.59% 23.63%

Konsumsi, Konsumsi,
Cicilan, 16.33%
62.08% Cicilan, 16.65% 59.72%

Grafik 4.13. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tw IV - 2015 Grafik 4.14 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tw I - 2016

4.3. Pengembangan Akses Keuangan


Penyaluran kredit bagi UMKM pada triwulan I 2016 mengalami peningkatan pertumbuhan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Kredit UMKM di triwulan IV 2015 tercatat sebesar Rp31,11 triliun, tumbuh 13,43% (yoy) dibandingkan
periode sebelumnya 10,72% (yoy). Pangsa kredit UMKM (produktif) terhadap total kredit adalah 32,30%. Dari nilai
tersebut, sekitar 66,83% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk modal kerja sedangkan sisanya digunakan untuk
investasi (Grafik 4.16). Angka rasio NPL kredit UMKM masih berada di bawah batas aman (5,0%) pada triwulan I 2016
sebesar 4,43%, sedikit meningkat dibandingkan rasio NPL pada triwulan sebelumnya4,26% (Grafik 4.15). Secara sektor
ekonomi, UMKM pada sektor pertambangan, konstruksi, dan jasa dunia usaha perlu mendapatkan perhatian khusus
dikarenakan memiliki rasio NPL di atas batas aman.

NPLs UMKM Pertumbuhan Kredit UMKM - Skala Kanan


Pangsa Kredit UMKM
6 % %, yoy 35
30
Modal Kerja Investasi
5
25
4 Total Kredit
20 UMKM
3 Produktif + 33%
15
2 Konsumtif
10 Total Kredit 32% 67%
1 5 Non-UMKM
68%
0 0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016

Grafik 4.15. Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM Grafik 4.16. Pangsa Kredit UMKM

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


62 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

Indikator akses keuangan di Sulsel terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan. Rasio jumlah
rekening DPK terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel menunjukkan tren peningkatan, dimana pada triwulan laporan
rasio tersebut tercatat 158,08%. Rasio yang lebih besar dari 100% menunjukkan bahwa terdapat penduduk angkatan
kerja di Sulsel yang memiliki rekening simpanan lebih dari satu. Meskipun memiliki rasio yang tinggi, namun akses
keuangan di Sulsel belum merata terlihat dari adanya ketimpangan. Terdapat kabupaten/kota yang memiliki rasio yang
tinggi seperti Kota Makassar, Parepare dan Palopo, sementara Luwu, Luwu Timur, Gowa dan Jeneponto merupakan
kabupaten yang memiliki rasio yang cukup rendah.

Indikator akses keuangan di Sulsel dari sisi kredit cenderung stagnan. Rasio jumlah rekening kredit terhadap penduduk
angkatan kerja di Sulsel cenderung tidak mengalami perubahan dan masih rendah di hampir semua Kabupaten/kota
terkecuali Makassar, Parepare, dan Palopo. Kondisi tersebut antara lain mengindikasikan masih kurangnya kegiatan
usaha/wirausaha baru yang didukung sektor perbankan atau dengan kata lain ekspansi kredit masih terkonsentrasi pada
debitur yang sudah ada. Dalam rangka mendorong penyaluran kredit perbankan, Bank Indonesia pada 18 Februari 2016
telah mengeluarkan kebijakan dengan melonggarkan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah. Dengan dilonggarkannya
ketentuan GWM rupiah 1% dari hasil simulasi memperlihatkan potensi likuiditas perbankan di Sulsel bertambah sekitar
Rp722 miliar. Selain itu, untuk mendorong penurunan suku bunga kredit, Bank Indonesia juga menurunkan suku bunga
acuan (BI rate) sebesar 0,25 bps menjadi 6,75%. (lihat Boks 4.A).
% % %
29 450
155
400
135 27
350
115 25 300
95 23 250

21 200
75
150
55 19
100
35 17 50
15 15 0
Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
* Data Kredit & DPK menggunakan Lokasi Bank

Rasio kredit thd penduduk angk kerja yg bekerja - rhs Rasio DPK thd penduduk angk kerja yg bekerja Rasio kredit thd penduduk angk kerja yg bekerja Rasio DPK thd penduduk angk kerja yg bekerja

Grafik 4.17. Perkembangan Akses Keuangan Sulsel Grafik 4.18. Akses Keuangan di Kab/Kota di Sulsel

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 63
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

Kebijakan Pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM) Primer Dalam


Boks 4.A
Rupiah
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia tanggal 18 Februari 2016 memutuskan untuk menurunkan kewajiban
Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam Rupiah bagi Bank Umum Konvensional. Setelah menurunkan rasio
kewajiban Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam Rupiah sebesar 0,5% dari 8% menjadi 7,5% dari DPK dalam Rupiah
yang berlaku efektif mulai 1 Desember 2015 yang lalu, Bank Indonesia kembali menurunkan rasio kewajiban GWM Primer
dalam Rupiah menjadi 6,5% yang berlaku efektif sejak 16 Maret 2016. Penurunan GWM tersebut didasarkan pada
beberapa pertimbangan, antara lain:
a. Kondisi stabilitas makroekonomi semakin baik, khususnya laju inflasi yang terkendali, sehingga memberikan ruang
untuk dilakukan pelonggaran kebijakan moneter.
b. Tantangan dari sisi eksternal yang utamanya bersumber dari kemungkinan kenaikan Suku Bunga Kebijakan Bank
Sentral Amerika Serikat (Federal Funds Rate, FFR) semakin mereda. Pemulihan ekonomi Amerika Serikat yang belum
solid mengakibatkan perkiraan kenaikan FFR bergeser mundur dengan besaran kenaikan yang lebih rendah.
c. Menurunnya tekanan kenaikan FFR yang tidak seagresif perkiraan sebelumnya, juga menurunkan risiko yang mungkin
timbul dari keberagaman kebijakan moneter global mengingat beberapa negara maju di Kawasan Eropa dan Jepang
masih menerapkan kebijakan moneter yang longgar melalui quantitative easing (QE).

GWM
RUPIAH
TURUN 1% Kapasitas
Likuiditas
Penyaluran
Perbankan
Kredit
KREDIT PDRB

BI RATE Permintaan
TURUN 0,25%
Suku Bunga
Perbankan Kredit

6,75%

Gambar 4.A.1 Transmisi Penurunan GWM Primer Rupiah

Penurunan GWM primer dalam rupiah yang diiringi oleh penurunan suku bunga acuan BI diharapkan dapat
memperkuat upaya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, melalui:
a. Menjaga kecukupan likuditas perbankan untuk mendorong pertumbuhan kredit. DPK Bank Konvesional di Sulsel dalam
rupiah pada triwulan I – 2016 tercatat sebesar Rp72,21 trilun atau 96,50% dari total DPK Bank Konvensional yang
tercatat sebesar Rp74,83 triliun. Porsi DPK Bank Konvensional dalam rupiah terhadap total DPK Bank Konvensional
relatif stabil pada kisaran 95% s.d 97% (Grafik 4.A.1). Secara keseluruhan Sulsel, pelonggaran GWM rupiah 1% dapat
17
menambah potensi likuiditas perbankan di Sulsel sekitar Rp722 miliar . Penambahan likuiditas tersebut dapat
dimanfaatkan oleh perbankan di Sulsel untuk mendorong pertumbuhan kredit. Meskipun LDR Perbankan di Sulsel
tergolong cukup tinggi (122,94%), namun potensi penyaluran kredit di beberapa sektor ekonomi di Sulsel masih cukup
terbuka yang terlihat dari rasio kredit terhadap PDRB yang masih rendah (27,44%) dan risiko kredit yang masih
terkendali tercermin dari NPL (3,36%) yang masih dalam batas aman. Peningkatan kapasitas pembiayaan akan
diharapkan dapat menambah kemampuan perbankan dalam menyalurkan kredit untuk mendorong kegiatan dunia
usaha.
b. Kombinasi penurunan BI rate dan GWM primer dalam rupiah akan memperkuat dan mempercepat transmisi moneter
ke perekonomian. Suku bunga kredit dan DPK perbankan di Sulsel pada tahun 2016 mengalami tren penurunan
sejalan dengan penurunan BI Rate(Grafik 4.A.2).Kebijakan Bank Indonesia menurunkan GWM primer dalam rupiah
akan menambah likuiditas perbankan sehingga penurunan BI rate akan lebih cepat direspon oleh perbankan melalui
penurunan suku bunga kredit maupun DPK. Dengan suku bunga yang relatif menurun diharapkan akan meningkatkan
minat masyarakat dan gairah pelaku usaha untuk mengembangkan bisnisnya dengan menggunakan sumber
pembiayaan dari kredit perbankan untuk menggerakkan roda ekonomi.

17
Dihitung dari 1% (penurunan GWM rupiah) dikali Rp72,21 triliun (DPK Bank Umum Konvensional Dalam Rupiah di bulan Maret 2016).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


64 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

Rp triliun % % BI Rate DPK KREDIT - rhs %


74,83
75 97,0 8,0 13,4
Porsi Rupiah - rhs 72,21 96,8
7,5 13,3
Total
70 96,50 96,6 7,0
Rupiah 13,2
96,4 6,5 6,75
65 96,2 6,0 13,1
96,0 5,5 13,0
60 95,8 5,0 12,9
95,6 4,5 12,89
12,8
55 95,4 4,0
95,2 3,5 12,7
3,65
50 95,0 3,0 12,6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2015 2016 2015 2016

Grafik 4.A.1 Perkembangan DPK Bank Konvensional di Sulsel Grafik 4.A.2 Perkembangan BI Rate, Suku Bunga DPK dan
Kredit

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 65
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


66 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG

Bab 5
Sistem Pembayaran dan
Pengelolaan Uang

Perkembangan transaksi keuangan berjalan dinamis. Nilai transaksi


keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) mengalami
peningkatan, seiring dengan diimplementasikannya ketentuan batas minimal
transaksi melalui BI-RTGS sebesar Rp500 juta dan diberlakukannya
kebijakan penambahan waktu pelayanan SKNBI menjadi 5 (lima) kali sehari.
Sementara itu, disisi pengelolaan uang rupiah (PUR) terjadi net inflow sebesar
Rp4,74 triliun. Hal ini mengindikasikan adanya penurunan kebutuhan uang kartal,
yang merupakan siklus di awal tahun setelah momen libur natal dan tahun baru.

Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank Indonesia


senantiasa terus mendorong clean money policy melalui kegiatan
pengelolaan uang tunai dengan melakukan pembukaan layanan penukaran
uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi
ciri-ciri keaslian mata uang rupiah.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 67
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG

5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran


5.1.1 Perkembangan Transaksi Kliring
Transaksi non-tunai melalui sarana kliring mengalami peningkatan (Tabel 5.1). Jumlah warkat yang dikliringkan pada
triwulan I 2016 tercatat sebanyak 347 ribu lembar dengan nominal sebesar Rp18,23 triliun. Nilai kliring pada triwulan
laporan mengalami peningkatan pertumbuhan mencapai 86,7% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan
sebelumnya yang tercatat 24,6% (yoy). Peningkatan ini juga terindikasi dari pertumbuhan nominal rata-rata perputaran
harian transaksi kliring dari 18,9% (yoy) menjadi 34,9% (yoy) di angka Rp0,30 triliun. Meningkatnya transaksi kliring
sejalan dengan diimplementasikannya ketentuan batas minimal transaksi melalui BI-RTGS sebesar Rp500 juta dan
diberlakukannya kebijakan penambahan waktu pelayanan SKNBI menjadi 5 (lima) kali sehari. Sementara itu, rasio
Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet Penyerahan) menunjukkan sedikit penurunan pada triwulan I 2016
menjadi 2,37% dari triwulan sebelumnya 2,50%.
Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong
2013 2014 2015 2016
URAIAN
I II III IV I II III IV I II III IV I
Total Perputaran Kliring Kredit dan Kliring
Debet Penyerahan
- Nominal (triliun rupiah) 9.74 9.98 10.24 10.67 9.48 9.62 9.72 11.20 9.76 10.49 11.36 13.95 18.23
- Lembar (ribuan) 284 286 281 290 260 266 261 281 262 285 297 314 347
Rata-rata Harian Total Perputaran Kliring
Kredit dan Debet Penyerahan
- Nominal (triliun rupiah) 0.16 0.17 0.17 0.17 0.16 0.16 0.16 0.18 0.16 0.17 0.19 0.22 0.30
- Lembar (ribuan) 4.73 4.76 4.68 4.68 4.33 4.43 4.21 4.53 4.30 4.67 4.87 4.99 5.69
Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/BG Kosong
(terhadap Kliring Debet Penyerahan)
- Nominal (%) 2.41 2.75 3.28 2.60 2.61 3.66 2.56 2.60 2.70 2.22 2.24 2.50 2.37
- Lembar (%) 2.38 2.47 2.33 2.17 2.47 2.46 2.30 1.84 2.27 2.15 2.06 2.07 2.19

5.2. Pengelolaan Uang Tunai


5.2.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal
Perkembangan aliran uang kartal di Sulsel pada triwulan I 2016 menunjukkan net inflow. Aliran uang masuk (inflow)
tercatat sebesar Rp6,23 triliun meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar Rp3,79 triliun atau secara triwulanan
meningkat hingga -64,31% (Grafik 5.6). Meskipun demikian, aliran uang yang keluar (outflow) dari Bank Indonesia
mengalami penurunan dari Rp3,20 triliun pada triwulan IV 2015 menjadi Rp1,49 triliun pada triwulan laporan, sehingga
tercatat net inflow sebesar Rp4,74 triliun (Grafik 5.5). Untuk meningkatkan kualitas layanan distribusi uang kartal, Bank
Indonesia pada akhir Tahun 2015 telah membuka kantor layanan kas titipan di Kota Parepare. Layanan tersebut turut
menunjang pemenuhan kebutuhan uang kartal wilayah Kota Parepare dan sekitarnya setelah sebelumnya Bank Indonesia
juga memiliki layanan serupa di Kota Palopo.

7 Rp Triliun Outflow gOutflow - Skala Kanan %, yoy 100 7 Rp Triliun Inflow gInflow - Skala Kanan %, yoy 100

6 80 6 80
60
5 5
60
40
4 4
20 40
3 3
0
20
2 2
(20)
1 1 0
(40)
0 (60) 0 (20)
I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016 2013 2014 2015 2016

Grafik 5.1. Aliran Uang Kartal Outflow Grafik 5.2. Aliran Uang Kartal Inflow

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


68 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG

5.0
Rp Triliun
4.0

3.0

2.0

1.0

0.0

(1.0)
I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016

Grafik 5.3. Selisih Inflow dan Outflow

5.2.2 Penyediaan Uang Layak Edar


Bank Indonesia senantiasa menyelenggarakan layanan penukaran uang demi menjaga ketersediaan uang layak edar
(ULE) di masyarakat. Dalam rangka renovasi gedung Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, sejak
tanggal 28 April 2015, Bank Indonesia membuka pelayanan penukaran uang di luar kantor. Pelayanan tersebut telah
dilakukan secara rutin setiap hari Selasa-Rabu-Kamis dengan jam operasi 09.00 s.d. 13.00 WITA di Wisma Bank Indonesia,
Jalan Pasar Ikan No. 8, Makassar. Selain itu, kegiatan kas keliling keluar Kota Makassar juga telah dilakukan di beberapa
daerah yaitu Kabupaten Jeneponto, Bantaeng, Sinjai, Watampone, Soppeng, Bulukumba, Selayar, Wajo, Enrekang dan
Luwu Timur.

Dalam rangka penerapan clean money policy, kegiatan remise ke luar dari Sulsel juga ditempuh Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan. Selama periode triwulan I 2016, telah dilakukan sebanyak 5 (lima) kali kegiatan
remise ke daerah lain di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yaitu ke Provinsi Maluku, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara
Timur, Sulawesi Barat, dan Papua masing-masing sebanyak 1 (satu) kali. Bank Indonesia juga melakukan kegiatan
pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada triwulan I 2016 tercatat sebesar Rp1,32
triliun, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp0,79 triliun (Grafik 5.8).

5.2.3 Perkembangan Temuan Uang Palsu


Pecahan besar yang mendominasi peredaran uang palsu ditemukan sebanyak 576 lembar pada triwulan I 2016.
Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan laporan adalah pecahan Rp50.000 (65%), diikuti
Rp100.000 (31%) dan pecahan lainnya sebesar 4% (Grafik 5.10). Sebagai upaya untuk mengantisipasi peredaran uang
palsu sekaligus memberikan edukasi bagi masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan senantiasa melakukan kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah.

Rp Triliun Nominal UTLE gUTLE - Skala Kanan %, yoy 800 Temuan Uang Palsu Y.O.Y. 200%
1.4 2,000
700 160%
1.2 1,600
600 120%
1.0
1,200
500 80%
0.8
800 400 40%
0.6
400 300 0%
0.4
0.2 0 200 -40%

0.0 (400) 100 -80%


I II III IV I II III IV I II III IV I
0 -120%
2013 2014 2015 2016 I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016

Grafik 5.4. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Grafik 5.5. Temuan Uang Palsu

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 69
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG

4%
Pecahan
100.000
31%

Pecahan
50.000

65%
Pecahan
Lainnya

Grafik 5.6. Temuan Uang Palsu Per Nominal

5.3. Gerakan Nasional Non Tunai


Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) di Provinsi Sulsel semakin semarak. Setelah di launching secara Nasional pada 14
Agustus 2014, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulsel (KPwBI Provinsi Sulsel) pada 9 September 2014
melakukan kick off GNNT dengan melibatkan berbagai instansi terkait dan berbagai lapisan masyarakat termasuk pelajar.
Selanjutnya untuk mempercepat realisasi GNNT di Provinsi Sulsel, KPwBI Provinsi Sulsel telah melakukan
penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dengan pemerintah Kota Makassar. Terdapat berbagai
Program dan rencana kegiatan yang telah dan akan dilaksanakan kedepan, dengan menggandeng kalangan Perbankan.
Salah satu kegiatan yang dinilai strategis dalam konteks pengembangan GNNT kedepan diantaranya adalah implementasi
GNNT yang dikaitkan dengan konsep pembangunan smart city yang telah diimplementasikan oleh Pemerintah Kota
Makassar (lihat Boks 5.A).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


70 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG

Smart City (Kota Cerdas) Berkembang Bersama Gerakan Nasional Non


Boks 5.A
Tunai (GNNT)
Menurut Bappenas, konsep smart city dapat ditinjau dari 3 aspek, smart economy, smart society, dan smart
environment. Dalam smart economy, sebuah kota dituntut untuk mencari branding misalnya sebagai kota pariwisata, dst.
Selain itu, tingkat pendidikan dalam mendorong kualitas SDM, pengembangan industri dan kewirausahaan, serta
pemanfaatan sumber daya yang efisien menjadi utama dalam aspek ini. Smart society, suatu kota dituntut untuk
memberikan kemudahan akses terhadap pelayanan publik (kesehatan dan transportasi) maupun jaminan keamanan.
Sementara smart environment, terkait pengelolaan lingkungan dan pengembangan energi terbarukan menjadi syarat
utama kota cerdas.
Kota Makassar menjadi salah satu percontohan kota cerdas. Hal tersebut tercermin dari visi Kota Makassar 2014-2019
yaitu “menjadi kota dunia dengan peningkatan layanan publik untuk kota cerdas“. Latar Belakang Pengembangan kota
cerdas di Makasssar diantaranya adalah jumlah penduduk yang tinggi (mencapai 1,7 juta jiwa), jumlah warga miskin (92,7
ribu), warga tanpa pekerjaan (166 ribu), terdapat 54 SKPD, 18.103 PNS, 1,7 juta warga, 92,7 ribu warga miskin, 166 ribu
2
warga tanpa pekerjaan tetap, potensi bencana (banjir, dst) dan luas wilayah 175 km . Selain itu, kontribusi ekonomi kota
1
Makassar mencapai /3 ekonomi Sulsel, dengan bobot inflasi tertinggi dibanding kota di Sulsel lainnya.
Implementasi smart city di Makassar perlu didukung transaksi pembayaran non-tunai yang handal. Hal ini dikarenakan
perekonomian Sulsel kian tumbuh pesat dimana Makassar menjadi pusat perekonomian terbesar di Sulsel, bahkan di
Kawasan Timur Indonesia. Dengan nilai produksi barang dan jasa yang relatif besar, bila dilihat dari PDRB (Produk
Domestik Regional Bruto) Sulsel tahun 2015 nilainya mencapai Rp341,75 triliun, maka dibutuhkan pelayanan transaksi
pembayaran yang cepat, aman, efisien dan lancar, dimana hal tersebut dapat diwujudkan melalui transaksi secara non-
tunai.
Pengembangan smart economy sejalan dengan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT), yang di launching secara Nasional
pada 14 Agustus 2014. Untuk wilayah Sulsel, kick off GNNT telah dilaksanakan pada tanggal 9 September 2014. Terdapat
beberapa kegiatan pengembangan GNNT yang juga bersinggungan dengan smart city diantaranya adalah
Sosialisasi/roadshow GNNT ke sekolah-sekolah; Makassar Smart Card yang berfungsi sebagai kartu identitas, ATM, debet
dan e-money; pembayaran pajak secara online; Layanan Keuangan Digital (LKD) yang saat ini sudah mencapai 2.225 agen;
dan electronic money yang diterbitkan oleh provider telekomunikasi maupun perbankan. Pemanfaatan electronic money
sangat berguna untuk efisiensi pembayaran di pintu toll Makassar. Dengan demikian untuk mempercepat pelaksanaan
GNNT kedepan maka program kegiatan yang dilakukan bisa disinergikan dengan implementasi smart city.
Saat ini sudah terdapat 4 (empat) bank yang melayani pembayaran dengan E-Toll. Ceruk transaksi e-toll ini memang
masih cukup dalam. Menurut pengelola toll di Makassar selama tahun 2015, volume lalulintas untuk seksi I dan II rerata
sebesar 57.150 kendaraan per hari, sementara untuk Seksi IV arah Bandara, 42.450 kendaraan perhari, dengan nilai
transaksi dapat mencapai Rp539 juta per hari. Tentu nilai yang tidak sedikit apabila harus bertransaksi secara tunai. Selain
itu, transaksi secara non tunai, atau menggunakan e-toll, tentunya akan lebih cepat dan efisien, sehingga akan
mengurangi penumpukan kendaraan di pintu toll.

Gambar 5.A.2. Launching E-Toll Card di Makassar Gambar 5.A.2. Control Room Smart City Makassar

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 71
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


72 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Bab 6
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel mencapai 5,11% (Februari


2016) lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun 2015
(5,80%). Kemudian, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai
Tukar Petani (NTP) hingga triwulan I 2016 secara tahunan terpantau
membaik dibandingkan triwulan I 2015.
Namun demikian jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September 2015
sedikit meningkat apabila dibandingkan dengan September 2014, baik di
kota maupun di desa. Peningkatan penduduk miskin diantaranya
disebabkan menurunnya daya beli masyarakat seiring dengan
perkembangan inflasi yang relatif tinggi. Namun persentase penduduk
miskin di Sulsel (10,12%), tergolong cukup rendah jika dibandingkan Provinsi
lain di Sulampua maupun Nasional.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 73
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

6.1. Tenaga Kerja


Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama
KEGIATAN UTAMA Februari Februari
mencapai 5,11% (Februari 2016) lebih rendah
2015 2016
dibandingkan periode yang sama 2015. Secara nominal
Angkatan Kerja 3,755,870 3,774,926
jumlah pengangguran terbuka Sulsel turun dari 218,31
a. Bekerja 3,537,559 3,581,957
ribu orang per Februari 2015 menjadi 192,96 ribu orang b. Pengangguran 218,311 192,969
per Februari 2016. Penurunan pengangguran Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 62.2% 61.6%
diindikasikan terjadi sebagai dampak positif dari Tingkat Pengangguran Terbuka 5.80% 5.11%
kebijakan pemerintah dalam menyaluran dana ke desa Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

dan peluncuran berbagai paket kebijakan ekonomi,


sehingga lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja
juga membaik. Sementara itu data jumlah angkatan
kerja di Sulsel terus menunjukkan peningkatan, terakhir
tercatat 19.056 orang atau naik 0,51% dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya. Terkait dengan
upaya penyiapan tenaga kerja yang berkualitas, Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulsel telah
melakukan berbagai kegiatan diantaranya berupa
kegiatan edukasi dan memberikan bantuan beasiswa
(lihat Boks 6.A).

Sektor pertanian masih menjadi sektor penyerap tenaga kerja terbanyak. Pada periode Februari 2016, sektor pertanian
menyerap 40,28% dari total tenaga kerja atau 1,42 juta orang. Angka ini turun -0,69% dibandingkan periode yang sama
2015. Penurunan tenaga kerja sektor pertanian disebabkan adanya pengaruh penerapan mekanisme alat-alat pertanian
modern combine harvester (alat panen gabah) sehingga pekerja buruh musim panen diawal tahun 2016 berkurang. Hal
tersebut terkonfirmasi dari salah satu perusahaan mesin panen yang menyatakan bahwa 60% penjualan didominasi oleh
18
wilayah Sulawesi, dan Sulsel mendominasi 70% wilayah Sulawesi . Sementara itu, sektor industri, perdagangan dan
lainnya mengalami kenaikan jumlah tenaga kerja, meski sektor jasa mengalami pertumbuhan negatif.
Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama

Februari 2015 Februari 2016


KEGIATAN UTAMA
Jumlah Pangsa Pertumbuhan Jumlah Pangsa Pertumbuhan
Pertanian 1,449,458 40.97% 2.91% 1,442,875 40.28% -0.45%
Industri 212,802 6.02% -8.26% 213,950 5.97% 0.54%
Perdagangan 738,999 20.89% 1.32% 774,310 21.62% 4.78%
Jasa 617,087 17.44% -4.22% 623,135 17.40% 0.98%
Lainnya 519,213 14.68% 15.32% 527,687 14.73% 1.63%
Total 3,537,559 100.00% 2.12% 3,581,957 100.00% 1.26%

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat menurun, berbanding terbalik dengan jumlah angkatan kerja
yang bekerja yang tercatat meningkat. TPAK turun dari 62,2% pada Februari 2015 menjadi 61,6% pada Februari 2016.
Jumlah angkatan kerja pada Februari 2016 mencapai 3,77 juta orang, lebih tinggi dari periode yang sama di tahun 2015
sejumlah 3,75 juta orang. Secara sektoral, penurunan TPAK diperkirakan terjadi karena penurunan angkatan kerja di
sektor pertanian yang memiliki pangsa terbesar di Sulsel. Sementara 60% sektor lain mengalami pertumbuhan angkatan
kerja yang positif. Kondisi demikian dikonfirmasi oleh hasil Survei Konsumen Bank Indonesia yang menunjukkan
konsumen optimis bahwa di periode laporan terdapat ketersediaan lapangan kerja. Rata-rata Indeks Ketersediaan
Lapangan Kerja Saat Ini (IKLK) meningkat sebesar 107,17 dibanding triwulan sebelumnya (98,0). Sementara itu, Indeks
Penghasilan Saat Ini dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) juga mengalami peningkatan (112) di level optimisme dibandingkan
periode sebelumnya 97,67.

18
Sumber: anekdotal informasi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


74 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Indeks Ketersediaan lapangan kerja Indeks Penghasilan saat ini


150 Growth yoy (%) - Skala Kanan 40 160 Growth yoy (%) - Skala Kanan 30
140 30 150 20
130 20 140 10
10 130
120 0
0 120
110 -10
-10 110
100 -20 -20
100
90 -30 90 -30
80 -40 80 -40
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber: Survei Konsumen, diolah Sumber: Survei Konsumen, diolah


Grafik 6.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini

6.2. Penduduk Miskin19


Berdasarkan data September 2015, jumlah dan persentase penduduk miskin di Sulsel hingga September 2015 menjadi
864 ribu orang atau 10,12% dari total penduduk, meningkat dibanding periode yang sama di tahun 2014. Jumlah
penduduk miskin di Sulsel mengalami peningkatan dari 806 ribu orang di September 2014 menjadi 864 ribu orang di
September 2015, atau naik 7,21% (yoy). Persentase tersebut naik seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk miskin
di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin kota mengalami peningkatan 1,80% (yoy) menjadi 157 ribu orang
(Grafik 6.3). Hal yang sama juga dialami oleh penduduk pedesaan yang mengalami peningkatan 8,50% (yoy), menjadi 707
ribu orang (Grafik 6.3). Penduduk miskin di pedesaan menyumbang 81,82% dari total penduduk miskin yang ada,
sedangkan sisanya 18,18% disumbang oleh penduduk kota.

ribu orang 100% 30


1000 10.4% 28.4
10.3% 90%
10.3% 10.3% 10.3% 25.73
900 10.2% 25
80%
10.1% 10.12%
800
10.0% 70%
700 19.36 20
9.8% 9.8% 60% 18.16
600
930.3 50% 15
500 701.81 707.34 9.6% 14.07 13.74
880.9 9.5%
696.9 9.5%
400 40% 11.9
696.6 9.39% 9.4% 10.12 10
300 672.3 30% 8.98
639.7 651.95 651.3 9.2%
200 20% 6.22
5
100 9.0%
10%
152.8 150.8 129.2 133.6 148.0 160.5 162.49 154.40 146.42 157.18
0 8.8% 0% 0
Mar-11 Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Sulut Sulteng Sulsel SultraGorontaloSulbar Maluku Malut Irjabar Papua

Desa Kota % Total Penduduk Miskin - kanan Desa Kota % Total Penddk Miskin - kanan

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 6.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulampua
Menurut Provinsi September 2015

Peningkatan kemiskinan terjadi baik di kota maupun di desa. Peningkatan tersebut sejalan dengan angka inflasi yang
cukup tinggi pada periode Juni hinggaSeptember 2015 di atas 8,00% (yoy). Tingginya inflasi didorong oleh tekanan harga
di seluruh kelompok barang dan jasa.Peningkatan harga tersebut selain diakibatkan oleh excess demand juga disebabkan
oleh faktor pelemahan nilai tukar rupiah, sehingga mendorong peningkatan harga beberapa produk pangan (tahu dan
tempe), yang sebagian besar bahan bakunya berupa kedele masih diimpor. Sementara disisi lain, peningkatan upah
minimum regional (UMR) 11,11% menjadi Rp2.000.000/bulan, lebih banyak dinikmati oleh penduduk di perkotaan/kaum
urban, sehingga laju pertumbuhan penduduk miskin di pedesan relatif tinggi, yang pada akhirnya secara keseluruhan
rasio penduduk miskin cenderung meningkat dibandingkan tahun 2014.

19
BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk
miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 75
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

%yoy %yoy Tingkat kemiskinan dan andil inflasi beras memiliki


14.00 0.40
Kemiskinan Inflasi Andil_Beras - Skala Kanan korelasi positif. Korelasi antara tingkat kemiskinan dan
12.00 0.35
0.30
andil inflasi beras mencapai 70,05%. Korelasi positif
10.00
0.25 tersebut menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan harga
8.00 0.20 beras, maka akan berdampak meningkatkan kemiskinan di
6.00 0.15 Sulsel. Sementara itu, korelasi kemiskinan dengan inflasi
0.10
4.00 memiliki kecenderungan yang sama. Inflasi yang semakin
0.05
2.00 0.00
meningkat akan menurunkan daya beli masyarakat,
0.00 -0.05 sehingga kesejahteraan menurun. Dengan demikian, upaya
2011 2012 Mar Sept Mar Sept Mar Sept pengendalian inflasi perlu ditingkatkan, agar tingkat
2013 2013 2014 2014 2015 2015
R2 Kemiskinan - Andil Beras: 70,05%
kemiskinan dapat ditekan menurun.

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah


Grafik 6.5. Grafik Kemiskinan dan Andil Inflasi Beras

Tabel 6.3. Garis Kemiskinan Sulsel


Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Pertumbuhan YoY Inflasi YoY
Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15
Kota 235,488 240,276 246,416 264,163 274,140 9.13% 8.29% 4.64% 9.94% 11.25% 7.24% 5.88% 3.72% 8.61% 8.36%
Desa 207,023 211,271 219,109 240,175 254,524 12.54% 9.94% 5.84% 13.68% 16.16%
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Secara spasial, persentase jumlah penduduk miskin di Sulsel relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi
lain se-Sulampua. Jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan berada pada urutan ketiga terendah (10,12%) setelah
Provinsi Maluku Utara (6,22%) dan Sulawesi Utara (8,98%) (Grafik 6.4). Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin
tertinggi di Sulampua tercatat 28,4% dan masih terdapat di Provinsi Papua.
Tabel 6.4. Perkembangan Kemiskinan di Kawasan Timur Indonesia
Sep-14 Mar-15 Sep-15
Provinsi Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total
Sulut 60.08 137.48 197.56 5.57 10.47 8.3 60.71 147.83 208.54 5.52 11.27 8.65 58.00 159.14 217.14 5.26 12.1 8.98
Sulteng 71.65 315.41 387.06 10.35 14.66 13.6 77.97 343.66 421.63 10.93 15.9 14.66 79.25 327.09 406.34 11.06 15.07 14.07
Sulsel 154.40 651.95 806.35 4.93 12.25 9.5 146.42 651.3 797.72 4.61 12.23 9.39 157.18 707.34 864.52 4.93 13.22 10.12
Sultra 45.79 268.30 314.09 6.62 15.17 12.8 52.06 269.82 321.88 7.24 15.19 12.9 56.77 288.25 345.02 7.84 16.12 13.74
Gorontalo 23.88 171.22 195.10 6.24 23.21 17.4 25.37 181.48 206.85 6.48 24.62 18.32 27.01 179.51 206.52 6.84 24.17 18.16
Sulbar 29.87 124.82 154.69 9.99 12.67 12.1 27.39 133.09 160.48 10.52 12.87 12.4 22.51 130.7 153.21 8.69 12.7 11.9
Maluku 47.58 259.44 307.02 7.35 25.49 18.4 51.77 276.64 328.41 7.91 26.9 19.51 51.6 276.17 327.77 7.83 26.7 19.36
Malut 11.17 73.62 84.79 3.58 8.85 7.4 12.25 67.65 79.9 3.85 7.95 6.84 8.29 64.35 72.64 2.61 7.57 6.22
Irjabar 14.06 211.40 225.46 5.52 35.01 26.3 19.34 206.03 225.37 5.86 37.97 25.82 18.82 206.72 225.54 5.68 37.94 25.73
Papua 35.61 828.50 864.11 4.46 35.87 27.8 37.27 821.88 859.15 4.61 36.66 28.17 30.28 867.93 898.21 3.61 37.34 28.4
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel 6.5. Tingkat Kemiskinan Per Kab/Kota se Sulawesi Selatan
No Tingkat Kemiskinan (%) 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
1 Kep. Selayar 18.49 16.41 15.00 13.49 12.87 14.23 13.13
2 Bulukumba 12.26 10.50 9.02 8.12 7.82 9.04 8.37
3 Bantaeng 10.94 9.96 10.25 9.21 8.89 10.45 9.68
4 Jeneponto 22.48 20.58 19.10 17.16 16.58 16.52 15.31
5 Takalar 12.68 11.06 11.16 10.04 9.59 10.42 9.62
6 Gowa 12.79 10.93 9.49 8.55 8.05 8.73 8.00
7 Sinjai 12.73 11.37 10.68 9.63 9.28 10.32 9.56
8 Maros 18.55 16.35 14.62 13.14 12.55 12.94 11.93
9 Pangkep 21.36 19.35 19.26 17.36 16.62 17.75 16.38
10 Barru 13.49 11.43 10.69 9.59 9.28 10.32 9.74
11 Bone 17.35 15.19 14.08 12.67 12.25 11.92 10.88
12 Soppeng 11.22 9.95 10.42 9.36 9.12 9.43 8.76
13 Wajo 10.16 8.93 8.96 8.06 7.83 8.17 7.74
14 Sidrap 7.64 6.73 7.00 6.29 6.00 6.30 5.82
15 Pinrang 9.65 8.70 9.01 8.12 7.82 8.86 8.20
16 Enrekang 20.51 18.10 16.86 15.18 14.44 15.11 13.90
17 Luwu 19.44 16.96 15.44 13.93 13.33 15.10 13.95
18 Tana Toraja 18.57 16.14 14.62 13.22 12.72 13.81 12.77
19 Luwu Utara 18.38 16.40 16.25 14.64 14.02 15.52 14.31
20 Luwu Timur 10.98 8.91 9.18 8.29 7.71 8.38 7.67
21 Toraja Utara - - 19.08 17.06 16.27 16.53 15.10
22 Makassar 5.36 5.52 5.86 5.29 5.02 4.70 4.48
23 Pare-pare 7.10 6.52 6.53 5.91 5.58 6.38 5.88
23 Palopo 12.83 11.85 11.28 10.22 9.46 9.57 8.80
Sulawesi Selatan 13.41 11.93 11.40 10.27 9.82 10.32 9.54
Sumber: BPS, diolah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


76 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Secara per wilayah, tingkat kemiskinan tertinggi terdapat di Kab. Pangkep. Berdasarkan data BPS tahun 2014, tingkat
kemiskinan di Kab. Pangkep mencapai 16,38% di ikuti oleh Jeneponto (15,31%), dan Toraja Utara (15,10%). Sementara itu,
daerah dengan tingkat kemiskinan terendah berada di wilayah Makassar dengan persentase kemiskinan mencapai 4,48%
di ikuti oleh Sidrap (5,82%), dan Parepare (5,88%). Secara keseluruhan, hampir di seluruh wilayah terjadi peningkatan
kemiskinan.

6.3. Rasio Gini20


Gini ratio Provinsi Sulawesi Selatan menurun di 2015. Nilai gini ratio Sulsel tahun 2015 sebesar 0,40, menurun
dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 0,45. Dilihat secara tren dari 2011, angka ini juga cenderung menurun.
Pada 2012, gini ratio Sulsel sama dengan nasional yakni 0,41. Namun bila dibandingkan provinsi lain di Sulampua, nilai
gini ratio Sulsel tergolong tinggi. Angka gini ratio tertinggi terjadi di Papua Barat (0,43). Sulsel, Gorontalo, dan Papua
tercatat sebagai provinsi dengan gini ratio kedua terbesar di Sulampua. Sementara itu, nilai gini ratio terendah (0,29)
terjadi di Provinsi Maluku Utara. Angka gini ratio yang tinggi diiringi dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi
menggambarkan bahwa masih tingginya kesenjangan pendapatan di Sulsel.
Tabel6.6. Nilai Gini Ratio
Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Gorontalo 0.43 0.46 0.44 0.44 0.45 0.40
Papua 0.41 0.42 0.44 0.44 0.46 0.39
Sulawesi Selatan 0.40 0.41 0.41 0.43 0.45 0.40
Sulawesi Tenggara 0.42 0.41 0.40 0.43 0.40 0.38
Papua Barat 0.38 0.40 0.43 0.43 0.41 0.43
Sulawesi Utara 0.37 0.39 0.43 0.42 0.44 0.37
Sulawesi Tengah 0.37 0.38 0.40 0.41 0.35 0.37
Maluku 0.33 0.41 0.38 0.37 0.33 0.34
Sulawesi Barat 0.36 0.34 0.31 0.35 0.38 0.36
Maluku Utara 0.34 0.33 0.34 0.32 0.32 0.29
Indonesia 0.38 0.41 0.41 0.41 0.41 0.40
Sumber: BookletData Sosial Ekonomi, BPS

6.4. Nilai Tukar Petani21


Indikator kesejahteraan sektor unggulan (pertanian) sedikit meningkat, tercermin dari pertumbuhan Nilai Tukar Petani
(NTP) pada triwulan I 2016 dibandingkan dengan triwulan I 2015. NTP pada triwulan I 2016 (105,96) meningkat dari
triwulan I 2016 (104,23) atau tumbuh positif 1,66% (yoy). Peningkatan NTP tersebut didorong oleh peningkatan Indeks
yang diterima Petani dari 121,93 pada triwulan I 2015 menjadi sebesar 130,51 pada periode laporan atau mengalami
pertumbuhan 5,29% (yoy), namun disisi lain Indeks yang dibayar Petani juga mengalami peningkatan dari 116,98 menjadi
123,17 pada triwulan I 2016 atau tumbuh 7,04% (yoy). Hal ini menjadi penting untuk diperhatikan karena jenis
barang/jasa dalam keranjang inflasi merupakan komponen dalam indeks yang dibayar petani (subkelompok konsumsi
rumah tangga).

Indeks Nilai Tukar Petani 130 Indeks Indeks yang Dibayar Petani 12%
110 yoy 5% yoy
g.indeks - sisi kanan g.indeks - sisi kanan
4% 125 10%
105 3% 120 8%
2% 115 6%
100
1%
110 4%
0%
95 105 2%
-1%
-2% 100 0%
90
-3% 95 -2%
85 -4% 90 -4%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani

20
Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara 0 (nol)
dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna.
21
NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 77
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Peningkatan harga komoditas dalam inflasi serta panen raya tidak selalu diikuti perbaikan nilai tukar petani, karena
petani juga merupakan net consumer. Keterkaitan (korelasi) antara inflasi dan nilai tukar petani justru negatif (bertolak
belakang) (Grafik 6.9). Pada periode tahun 2009 – 2011 negatif dari korelasi tersebut mencapai -0,38 dan periode tahun
2012 hingga 2015mencapai -0,68. Gap antara kenaikan inflasi dan perbaikan NTP semakin meningkat, terutama pada saat
terjadi peningkatan harga pangan seperti terjadi pada Januari 2009 (kenaikan harga cabe merah, daging ayam ras, dan
bawang merah) dan Juni 2010 (kenaikan harga beras dan cabe merah). Demikian pula saat kenaikan harga bahan bakar
minyak bersubsidi di Juli 2013 dan November 2014, gap antara inflasi dan perkembangan NTP semakin besar.
yoy 12%
Indeks Indeks yang Diterima Petani yoy r 2009-2011 = -0,38 r 2012-2015 = -0,68
135 12% 10%
g.indeks - sisi kanan
130 10% 8%
125 8% 6%
120
6% 4%
115
4% 2%
110
2% 0%
105
100 0% -2%
95 -2% -4%
1234567891011 21234567891011 21234567891011 21234567891011 21234567891011 21234567891011 21234567891011 2123
90 -4%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

2012 2013 2014 2015 2016


Inflasi Nilai Tukar Petani
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 6.8. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani Grafik 6.9. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani

Namun demikian, secara spasial NTP Sulsel di triwulan I 2016 menduduki peringkat ke-4 terbesar dibanding provinsi
lainnya, di bawah Jawa Barat, Sulawesi Barat dan Banten. Posisi ini lebih rendah dibandingkan dengan posisi Sulsel di
triwulan sebelumnya yang mampu menempati urutan ketiga secara Nasional.

Tabel6.6. Perkembangan NTP per Provinsi se Indonesia


2015- 2015- 2015- 2015- 2016-
Provinsi 2008 2009 2010 2011 2012 2013 1 2014
TW1 TW2 TW3 TW4 TW1
Jawa Barat 96.14 97.22 99.28 104.92 108.94 109.53 104.43 105.70 102.78 104.74 107.08 106.93
Sulawesi Barat 102.13 105.51 105.49 104.31 104.41 104.20 102.96 102.23 103.81 105.22 106.16 106.07
Banten 97.31 97.76 101.83 104.81 108.45 110.06 104.75 105.23 102.77 104.02 107.02 105.97
Sulawesi Selatan 100.19 100.65 101.66 107.09 108.05 107.43 105.39 104.23 103.35 105.09 106.21 105.96
Bali 100.69 103.07 103.80 106.52 108.28 107.22 104.86 103.83 103.34 104.46 105.15 105.08
Jawa Timur 100.47 98.21 98.74 101.66 102.17 102.90 104.75 105.24 102.79 105.14 106.15 105.00
Gorontalo 102.42 99.47 101.66 104.07 102.33 100.66 101.32 101.50 100.91 102.49 104.21 104.95
Nusa Tenggara Barat 98.84 96.45 95.31 96.14 95.36 94.23 99.82 101.86 102.28 104.26 106.21 104.92
Maluku Utara 97.30 99.99 98.79 101.07 100.66 100.44 103.26 102.62 101.78 101.15 102.81 104.42
Maluku 103.07 106.62 103.54 104.81 104.70 105.48 100.51 100.75 100.11 100.30 102.02 103.76
DI Yogyakarta 105.28 107.85 112.64 115.12 116.46 116.89 102.20 100.22 99.44 101.80 103.06 103.47
Lampung 104.19 107.96 115.04 121.49 125.42 124.70 104.17 102.90 102.00 103.77 103.99 103.34
Kepulauan Bangka Belitung 99.08 94.41 95.77 99.17 99.17 100.26 101.55 103.48 105.17 106.30 103.86 101.75
Nusa Tenggara Timur 96.03 101.40 102.00 102.21 101.80 99.17 100.27 101.21 101.05 102.21 103.19 101.18
Jawa Tengah 99.77 98.67 101.62 104.84 105.35 105.90 100.65 100.86 98.09 100.11 101.87 100.48
Sulawesi Tenggara 103.51 107.30 108.64 107.62 106.45 105.99 101.32 98.83 98.35 100.21 100.76 99.75
Papua Barat 104.55 106.10 103.55 102.95 101.62 99.64 100.17 99.36 101.04 100.97 100.10 99.39
Sulawesi Tengah 101.15 98.58 97.17 98.86 97.79 97.01 102.18 97.99 96.95 98.14 99.37 99.28
Sumatera Utara 101.79 100.82 102.36 103.42 101.71 99.49 100.10 98.52 98.60 97.67 99.64 99.26
DKI Jakarta - - - - - - 100.49 98.84 98.34 97.34 98.19 99.25
Kalimantan Selatan 97.54 100.42 106.50 108.40 107.84 105.50 99.83 100.54 100.11 99.99 99.32 98.51
Kepulauan Riau 102.80 100.82 99.94 103.07 104.65 104.96 100.93 100.14 98.92 99.95 98.78 98.38
Sumatera Barat 105.17 103.71 105.48 106.25 105.02 104.14 100.61 98.72 97.36 97.14 97.73 98.15
Aceh 98.64 99.76 104.12 104.30 104.13 103.13 98.17 96.82 95.95 96.02 97.75 97.73
Kalimantan Timur 101.40 101.05 99.83 98.74 98.04 95.07 99.92 99.95 98.33 98.33 97.86 97.51
Sulawesi Utara 101.48 101.40 101.04 103.22 101.46 100.56 99.37 98.01 95.68 95.47 96.74 97.33
Kalimantan Tengah 98.74 98.38 102.88 101.08 99.24 97.93 101.29 98.99 98.47 99.03 98.14 96.81
Riau 101.75 99.07 104.11 105.07 104.26 101.40 96.95 96.84 95.97 93.55 94.61 96.61
Jambi 97.93 94.14 96.14 96.25 92.15 88.93 97.04 95.95 95.21 95.13 95.45 96.57
Papua 102.85 101.51 102.59 101.31 102.69 100.84 97.34 97.12 96.95 96.75 96.58 96.00
Kalimantan Barat 103.47 100.83 101.19 102.63 100.92 97.99 96.63 97.26 96.67 96.70 96.30 95.11
Sumatera Selatan 101.50 99.70 104.89 109.63 110.13 109.95 100.92 97.84 97.52 95.94 96.19 94.95
Bengkulu 105.50 103.58 104.67 102.97 102.41 99.62 96.35 95.47 94.12 92.71 93.36 92.24
Nasional 100.16 99.86 101.77 104.58 105.24 104.92 101.85 101.86 100.23 101.53 102.75 102.03
Sumber: BPS, diolah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


78 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Boks 6.A. Bank Indonesia Ikut Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan senantiasa ikut ambil bagian dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa dan meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Selain itu, dalam rangka pencapaian visi
untuk menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional, Bank Indonesia berupaya untuk terus
mendekatkan diri dengan masyarakat, salah satunya melalui dunia pendidikan sehingga kebijakan-kebijakan Bank
Indonesia dapat dipahami dengan baik oleh masyarakat. Keterlibatan Bank Indonesia dalam dunia pendidikan diwujudkan
dalam berbagai bentuk, diantaranyanya adalah melalui penyaluran Program Sosial Bank Indonesia (PSBI), program
magang dan penerimaan kunjungan dari sekolah maupun universitas.
Sejak tahun 2004 melalui Program Sosial Bank Indonesia (PSBI), Bank Indonesia telah menyalurkan beasiswa kepada
tiga universitas negeri di Makassar yaitu Universitas Negeri Makassar (UNM), Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin
dan Universitas Hasanuddin (UNHAS). Hingga saat ini, penyaluran beasiswa terus mengalami penyesuaian baik dari
proses seleksi maupun nilai beasiswa yang diatur dalam Perjanjian Kerjasama Beasiswa antara Bank Indonesia dengan
pihak Universitas. Sejak bulan Oktober 2015, Universitas Hasanuddin merupakan satu-satunya perguruan di Kawasan
Timur Indonesia yang memperoleh Beasiswa Unggulan dari Bank Indonesia.
Pada tahun 2016, tepatnya pada tanggal 28 Maret 2016, Bank Indonesia kembali menyalurkan beasiswa kepada 83
(delapan puluh tiga) mahasiwa dari UNM, UIN Alauddin dan UNHAS. Dengan demikian penerima beasiswa reguler Bank
Indonesia hingga tahun 2016 ini telah mencapai 1.480 mahasiswa, yang terdiri dari 520 mahasiswa UIN, 520 mahasiswa
UNM dan 440 mahasiswa UNHAS. Mulai tahun 2012, seluruh mahasiswa penerima beasiswa Bank Indonesia tergabung
dalam sebuah komunitas yang disebut Generasi Bank Indonesia (GenBI). GenBI merupakan perpanjangan tangan Bank
Indonesia untuk mengkomunikasikan kebijakan BI kepada komunitas mahasiswa dan masyarakat baik melalui media
cetak/sosial maupun edukasi langsung kepada masyarakat. GenBI juga diharapkan dapat menjadi role model di kalangan
pelajar, mahasiswa dan masyarakat baik role model dalam implementasi kebijakan BI (seperti bertransaksi non tunai,
merawat dan mengenal uang Rupiah) serta role model dalam bidang akademik maupun non akademik.

Gambar 6.A.1. Penandatangan Perjanjian Kerjasama Beasiswa


dihadiri oleh Rektor Universitas Negeri Makassar, UIN Alauddin, dan UNHAS

Program Sosial Bank Indonesia tahun 2016 melalui tema “Indonesia Cerdas” juga berupaya untuk memperkuat
edukasi kepada masyarakat, terutama mengenai bidang ekonomi yang dilakukan melalui penyediaan sarana Pojok
Baca atau yang disebut BI Corner. Pada tahun 2015, Bank Indonesia telah bekerja sama dengan Universitas Negeri
Makassar untuk penyediaan BI Corner di Perpustakaan UNM. Sementara untuk tahun 2016, BI Corner direncanakan akan
dibangun di Univesitas Muhammadiyah Parepare dan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Melalui sarana BI
Corner, pengunjung diharapkan dapat memperoleh banyak sumber informasi ekonomi yang berkualitas baik dari dalam
maupun luar negeri. Selain itu, BI Corner juga dapat menjadi sarana sosialisasi agar masyarakat semakin mengenal tugas
dan peran Bank Indonesia dalam perekonomian Indonesia melalui publikasi-publikasi rutin, baik dalam bentuk cetak
maupun elektronik. Dengan semakin banyak masyarakat yang paham tentang tugas dan fungsi Bank Indonesia diharapkan
dapat lebih membantu Bank Indonesia dalam mencapai visi dan misinya.
Masih dalam rangka kontribusi kepada dunia pendidikan dan edukasi kepada masyarakat, Bank Indonesia juga
membuka kesempatan bagi mahasiswa/i untuk melakukan praktek magang di Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulsel. Mahasiswa pemohon dapat menyampaikan surat permintaan magang dari universitas yang dilengkapi
dengan Curriculum Vitae (CV). Selanjutnya Bank Indonesia akan melakukan seleksi wawancara terhadap permohonan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 79
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

magang yang masuk. Bank Indonesia juga menerima kunjungan dari sekolah maupun universitas untuk mengenalkan
tugas dan fungsi Bank Indonesia baik di bidang moneter, sistem pembayaran maupun stabilitas sistem keuangan. Hingga
periode laporan ini, Bank Indonesia telah menerima kunjungan dari 6 (enam) sekolah maupun unviersitas baik dari dalam
maupun luar provinsi Sulawesi Selatan. Bank Indonesia juga telah menyelenggarakan kegiatan magang bagi mahasiswa
sebanyak (dua) gelombang).

Bank Indonesia juga aktif menjadi narasumber dalam seminar ekonomi yang diselenggarakan oleh Universitas.Tujuan
kegiatan ini supaya dunia akademisi juga mengetahui isu-isu terkini terkait perkembangan ekonomi moneter dan fiskal.
Mahasiswa yang diutamakan hadir adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi yang telah lulus mata kuliah ekonomi makro.
Dengan kegiatan ini, diharapkan dunia akademisi mampu mengarahkan dan berpartisipasi dalam menciptakan tenaga
kerja yang lebih responsif terhadap perkembangan global, memiliki inovasi, dan selalu siap dalam menghadapi
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Gambar 6.A.5. Kegiatan Seminar Ekonomi di Universitas Negeri Gambar 6.A.6. Edukasi Kebanksentralan dan Sosialisasi Beasiswa
Makassar Bersama Pengamat Ekonomi Nasional Unggulan di Universitas Hasanuddin Bersama Gubernur Sulawesi
Selatan dan Rektor Universitas Hasanuddin

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


80 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
7. PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Bab 7
Prospek Perekonomian dan
Rekomendasi Kebijakan

Perekonomian Sulsel pada triwulan II 2016 diperkirakan tumbuh pada


kisaran 7,6% - 8,0% (yoy). Demikian pula untuk keseluruhan 2016
diperkirakan juga tumbuh pada kisaran yang sama 7,6% - 8,0% (yoy),
atau lebih tinggi dari pencapaian 2015 yang tumbuh 7,15%.
Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Sulsel
triwulan II 2016 diperkirakan tetap lebih tinggi. Di sisi permintaan,
diperkirakan masih akan ditopang oleh semua komponen sisi pengeluaran
(konsumsi, investasi, dan ekspor luar negeri). Di sisi lapangan usaha,
diperkirakan akan terjadi pada sektor pertanian, sektor pengadaan
listrik/gas, sektor konstruksi, dan sektor jasa kesehatan/kegiatan sosial.
Faktor risiko yang perlu diwaspadai kedepan adalah berlanjutnya
ketidakpastian ekonomi global, rebound-nya harga minyak dunia,
pergerakan nilai tukar rupiah, dan permasalahan harmonisasi kebijakan
ekonomi pemerintah pusat dan daerah.
Tekanan harga pada triwulan II 2016 dan sampai dengan akhir 2016
diperkirakan melemah, didukung peningkatan produksi pangan serta
lanjutan tren penurunan harga minyak dunia, sehingga terjadi penyesuaian
harga administered price. Oleh karena itu, inflasi 2016 diprakirakan tetap
terkendali dan berada dalam rentang target inflasi nasional.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 81
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN

7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi


Perekonomian Sulsel di triwulan II 2016 diperkirakan meningkat, yang ditopang oleh semua komponen sisi
pengeluaran (konsumsi, investasi,dan ekspor luar negeri). Pertumbuhan ekonomi Sulsel diperkirakan dalam kisaran 7,6%
- 8,0% (yoy). Dari sisi pengeluaran, kenaikan konsumsi rumah tangga dan LNPRT, tercermin dari optimisme konsumen
(hasil survei BPS dan BI) dan akan adanya tunjangan hari raya. Investasi diperkirakan terakselerasi karena pembangunan
infrastruktur (energy, jalan, dan komunikasi). Sementara aktivitas ekspor diperkirakan akan sedikit membaik, disertai
risiko permintaan negara mitra dagang yang masih lemah, dengan disinsentif harga internasional. Dari sisi lapangan
usaha, peningkatan pertumbuhan di triwulan II 2016 diperkirakan akan terjadi pada sektor pertanian, sektor pengadaan
listrik/gas, sektor konstruksi, dan sektor jasa kesehatan/kegiatan sosial.

Dengan mempertimbangkan kondisi terkini indikator ekonomi domestik dan global, perekonomian Sulsel pada 2016
dan 2017 diperkirakan tumbuh sedikit membaik (7,6%-8,0%) dibandingkan pertumbuhan 2015 (7,15%, yoy).
Pertumbuhan ekonomi pada 2016, diperkirakan mengalami perbaikan dalam kisaran 7,6%-8,0%, dengan asumsi terjadi
perbaikan harga komoditas internasional dan ekonomi negara mitra dagang, khususnya dari negara maju (Amerika
Serikat, Kawasan Eropa, dan ASEAN). Dari sisi domestik, pendorong berasal dari realisasi penyaluran belanja pemerintah
pusat dan pembangunan infrastruktur. Faktor risiko yang perlu diwaspadai kedepan adalah ketidakpastian ekonomi
global yang masih akan berlanjut, kembali rebound-nya harga minyak dunia, pergerakan nilai tukar rupiah, dan
permasalahan harmonisasi kebijakan ekonomi pemerintah pusat dan daerah. Pada tahun 2017, pertumbuhan
perekonomian diprakirakan juga akan kembali meningkat dalam kisaran 7,6%-8,0%, seiring dengan terjaganya laju
pertumbuhan perekonomian global, membaiknya harga komoditas internasional, dan pembangunan infrastruktur.
9,0
%, yoy
8,5
8,0
7,5
7,0
6,5
6,0
5,5
5,0
2014: 2015: 2016: 2017:
4,5 7,54% 7,15% 7,6% - 8,0% 7,6% - 8,0%
4,0
2014 Q1

2014 Q2

2014 Q3

2014 Q4

2015 Q1

2015 Q2

2015 Q3

2015 Q4

2016 Q1

2016 Q2

2016 Q3

2016 Q4

2017 Q1

2017 Q2

2017 Q3

2017 Q4

Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya

7.1.1 Prospek Sisi Pengeluaran


Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan II 2016 yang berkisar 7,6%-8,0% (yoy) masih akan ditopang
oleh permintaan domestik. Permintaan domestik yang tumbuh meningkat antara lain konsumsi rumah tangga dan
LNPRT, konsumsi pemerintah, serta investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto). Konsumsi rumah tangga diperkirakan
tumbuh pada kisaran 6,8%-7,2% dengan optimisme konsumen menjelang hari keagamaan. Kegiatan investasi
diperkirakan tumbuh 5,7%-6,1%, dengan berlanjutnya proyek infrastruktur multiyears dan percepatan pelaksanaan lelang
proyek. Sementara itu, ekspor luar negeri Sulsel diperkirakan membaik, ditengah tren positif ekonomi negara-negara
mitra dagang dan harga komoditas yang trennya membaik.

Konsumsi pada triwulan II 2016 diperkirakan menguat dibandingkan triwulan sebelumnya. Komponen konsumsi rumah
tangga meningkat tercermin dari indeks tendensi konsumen yang berada di level 107,6, terutama untuk ekspektasi
pendapatan mencapai 105,9. Sedangkan indeks rencana pembelian barang durable berada pada level 110,7. Daya beli
masyarakat akan meningkat dengan dibayarkannya tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 bagi pegawai negeri sipil

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


82 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN

22
(PNS). Konsumsi pemerintah diperkirakan juga mulai terakselerasi, seiring disalurkannya dana desa , dan realisasi
belanja/pendapatan pemerintah yang naik lebih tinggi dari 2015. Sebagai indikasi, realisasi belanja pemerintah pada
triwulan I 2016 telah mencapai 12,8%, sementara pada triwulan II 2016 diperkirakan akan mencapai 32,1%.

125 150
120
140
115
130
110
120
105
107,6
100 110
102,7 101,9
95 111,1 110,1 110,7 108,19 106,24 103,38 100
96,29
90
I II III IV I II III IV I IIp 90
Sumber : BPS

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I IIp


2014 2015 2016
Indeks Tendensi Konsumen 2012 2013 2014 2015 2016
Perkiraan Pendapatan RT Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
Rencana pembelian barang durable Indeks Ekspektasi Konsumen
Sumber: Badan Pusat Statistik p) Perkiraan BPS Sumber: Survei Konsumen – BI
Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen BPS Grafik 7.3. Indeks Keyakinan Konsumen Bank Indonesia

100% 60%
89,8% 90,1% 91,4%
88,58%
90%
50%
80%

70%
40%
60%
52,1% 52,8%
49,6%
47,23%
50% 30%

40%
30,9% 32,4% 32,07%
29,5% 20%
30% 24,37%

20%
11,7% 12,83% 10%
10,8% 10,0% 9,49%
10%

0% 0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I IIP
2012 2013 2014 2015 2016

Sumber: Kanwil Perbendaharaan Negara Sulsel dan


Badan Pengelola Keuangan Daerah Provinsi Sulsel
Grafik 7.4. Persentase Realisasi Pagu Anggaran Pemerintah Pusat di Daerah

Komponen investasi Sulsel pada triwulan II 2016 tetap tumbuh tinggi dan diperkirakan dalam tren meningkat sampai
dengan keseluruhan 2016. Beberapa proyek unggulan yang masih terus berlangsung selama 2016 antara lain:
1. Pelabuhan Makassar (Makassar New Port) dengan kapasitas 3 juta teus, yang berlangsung 2015 – 2018, yang
membutuhkan biaya sebesar Rp1,8 Triliun. Kemajuan pekerjaan mencapai 10 %, antara lain jalan menuju proyek,
dan struktur dermaga yang ada pada pinggir pantai.
2. Tiga Proyek Jalan yakni Bypass Mamminasata, Middle Ring Road dan Elevated Poros Maros-Bone, yang berlangsung
2015 – 2018 yang membutuhkan biaya Rp251,25 Miliar. Kemajuan pekerjaan penandatanganan kontrak untuk
pengerjaan tahap pertama.
3. Proyek kereta api Trans Sulawesi trace Makassar - Parepare, yang berlangsung 2015 – 2018, pada tahun 2016
membutuhkan biaya Rp1,3 triliun (APBN). Kemajuan pekerjaan konstruksi telah mencapai 10 Km dan pembebasan
lahan tahap I sepanjang 30 Km telah selesai 90%.
4. Pembangkit Listrik (Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW (gross capacity) atau 2x125 (net capacity), yang
berlangsung 2015-2016 membutuhkan biaya Rp 3 triliun. Kemajuan pekerjaan berupa groundbreaking yang telah
dilakukan pada Maret 2015.
5. Bendung Baliase yang berlangsung 2015 – 2019, membutuhkan biaya Rp200 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa
mobilisasi, tenaga, alat, material on site.

22
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 93/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan
Evaluasi Dana Desa disebutkan bahwa penyaluran Dana Desa dilakukan dalam 3 tahap, yaitu tahap I pada bulan April sebesar 40% (empat puluh per
seratus); tahap II pada bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh per seratus); dan tahap III pada bulan Oktober sebesar 20% (dua puluh per seratus).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 83
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN

6. Bendungan Karalloe yang berlangsung 2013 – 2017, membutuhkan biaya Rp500 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa
pembebasan lahan.
7. Bendungan Paselloreng yang berlangsung 2015 – 2019, membutuhkan biaya Rp800 miliar. Kemajuan pekerjaan
berupa pembebasan lahan.
8. Waduk Tunggu Nipa Nipa yang berlangsung 2015 – 2017, membutuhkan biaya Rp400 miliar. Kemajuan pekerjaan
berupa pembebasan lahan.
9. Bendung Baliase yang berlangsung 2015 - 2019, membutuhkan biaya Rp200 miliar. Kemajuan pekerjaan tahap
negosiasi dengan masyarakat.
10. Perbaikan Irigasi (Sekunder) yang berlangsung 2016, membutuhkan biaya Rp31,6 miliar. Kemajuan pekerjaan sampai
pada tahap kontrak kerja.
11. Perbaikan Irigasi (Tersier) yang berlangsung 2016, membutuhkan biaya Rp5,8 miliar. Kemajuan pekerjaan sampai
pada tahap kontrak kerja.

Kinerja ekspor dan impor diprakirakan semakin membaik, terutama pengiriman ke luar negeri. Rendahnya harga
komoditas andalan ekspor disikapi Pemda dengan melaksanakan kebijakan akselerasi ekspor melalui diversifikasi produk
dan Negara tujuan ekspor. Untuk mendukung kebijakan tersebut, Gubernur Sulsel telah mencanangkan kenaikan nilai
ekspor non-migas menjadi 3 kali lipat dari kondisi 2015, dan kepada setiap Kabupaten diminta agar mempunyai komoditi
23
andalan ekspor, dan kebijakan ini telah dimulai sejak Agustus 2015 .
Tabel 7.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara
WEO (IMF) WEO (IMF)
Pertumbuhan Apr-16
Jan-16
Ekonomi (%, yoy)
2015 2016p 2017p 2015 2016p 2017p
Amerika Serikat 2,5 2,6 2,6 2,4↓ 2,4↓ 2,5↓
Kawasan Eropa 1,5 1,7 1,7 1,6↓ 1,5↓ 1,6↓
Kawasan Asia 6,6 6,3 6,2 6,6→ 6,4↑ 6,3↑
Tiongkok 6,9 6,3 6,0 6,9→ 6,5↑ 6,2↑
Jepang 0,6 1,0 0,3 0,5↓ 0,5↓ -0,1↓
Kawasan ASEAN* 4,7 4,8 5,1 4,7→ 4,8→ 5,1→
Output Dunia 3,1 3,4 3,6 3,1→ 3,2↓ 3,5↓
*) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam
p) Proyeksi
Keterangan: ↑ Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya
→ Sama dengan perkiraan sebelumnya
↓ Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya

Harga internasional komoditas pertanian dan pertambangan diperkirakan semakin membaik meski masih pada tingkat
yang rendah, turut mendorong perbaikan ekspor luar negeri. Tren perbaikan harga internasional komoditas olahan
24
tambang diperkirakan baru mulai membaik pada akhir tahun 2016 , yang secara langsung diharapkan akan berimbas
positif pada peningkatan ekspor. Harga komoditas ekspor utama, yaitu nikel trennya akan membaik di akhir 2016, atau
akan tumbuh -2,4% (yoy), dimana pada akhir 2015 harga nikel tumbuh -40,6% (yoy) atau berada pada kisaran 8.708
USD/metrik ton. Saat ini, harga nikel tercatat membaik 8.878,86USD/metrik ton. Masih rendahnya harga nikel,
dikarenakan berkurangnya permintaan dari industri besi/baja, destocking sektor stainless steel, dan tetap rendahnya
output China.

23
Program ini dibuka secara simbolis oleh presiden Jokowi,yang melepas ekspor ke 24 negara tujuan dengan 27 komoditas berbeda dengan nilai Rp62
triliun. Dalam program ini Sulsel membidik 24 negara tujuan ekspor, diantaranya Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Italia, Puerto Rico, Jerman,
Australia, Malaysia, Singapore Hongkong, Philipina , Inggris, Taiwan, Tiongkok , Israel, Polandia, Denmark, Dubai (Uni Emirat Arab), Kuwait, Saudi
Arabia, Ukraina, Spanyol, Vietnam, Timor leste. Sedangkan komoditi yang di ekspor adalah udang beku, ikan tuna beku, kepiting, gurita beku, ikan
segar, kakao liquer, kakao powder, kopi, kakao, buah markisa, jagung, budsudan (dupa), kayu olahan, rumput laut, karet, minyak mete, kulit mete,
mete kupas, tepung terigu, dedak gandum, reptile skin, semen, nikel, marmer, ikan hidup, telur ikan terbang, daging kepiting, dan marmer.
24
Commodity Market Outlook, April 2016.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


84 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN

20.000 $/mt 40% 160 $/mt 30%


yoy yoy
18.000 30% 140 20%
16.000 20% 10%
120
14.000
10% 0%
12.000 100
0% -10%
10.000 80
-10% -20%
8.000 60
6.000
-20% -30%
-30% 40 -40%
4.000
2.000 -40% 20 -50%
0 -50% 0 -60%
II

IV

II

IV

II

IV

II

IV

2016-p
2017-p
I

III

III

III

III

I
IIP

II

II

II

II

2016-p
2017-p
IV

IV

IV

IV
I

I
III

III

III

III

IIP
2012 2013 2014 2015
2012 2013 2014 2015

Harga Internasional Nikel g.Harga Internasional Nikel - sisi kanan Harga Internasional Iron Ore g.Harga Internasional Iron Ore - sisi kanan

Sumber: World Bank Sumber: World Bank


Grafik 7.5. Perkembangan Harga Internasional Nikel Grafik 7.6. Perkembangan Harga Internasional Bijih Besi

Perdagangan dalam negeri (antarpulau) diperkirakan lebih banyak arus masuk, seiring meningkatnya kebutuhan bahan
pangan untuk menyambut perayaan hari besar keagamaan. Pengiriman barang dari Sulsel cenderung berupa bahan
mentah yang nilai tambahnya rendah, sementara barang yang dikirim ke Sulsel memiliki nilai tambah yang lebih tinggi,
karena berupa barang jadi dan alat rumah tangga. Bahan makanan yang rutin dikirim dari Sulsel adalah beras, yang
dikirim kepada 22 provinsi. Pengiriman melalui mekanisme move Bulog, terutama untuk Kawasan Timur Indonesia serta
Kalimantan. Pengiriman didukung oleh infrastruktur yang semakin membaik akan mendukung perhubungan antar
25
pulau .

7.1.2 Prospek Sisi Lapangan usaha


Pada triwulan II 2016, sektor pertanian, sektor pengadaan listrik/gas, sektor konstruksi, sektor informasi/komunikasi,
dan sektor jasa kesehatan/kegiatan sosial diperkirakan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel. Faktor-faktor
pendorong sektor-sektor tersebut antara lain faktor musiman (Ramadhan), kondisi cuaca yang kondusif (berlalunya El-
Nino), dan daya beli yang masih relatif baik.

Lapangan usaha pertanian, terutama tanaman bahan makanan, diprakirakan akan meningkat pada triwulan II 2016.
Curah hujan yang cenderung kondusif (tingkat menengah) pada triwulan II 2016, diperkirakan optimal untuk penanaman
tabama maupun penangkapan ikan. Hasil pantauan BMKG, intensitas hujan berada pada intensitas menengah (200 – 300
mm), kondusif untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan laut dan juga kondusif untuk masa panen. Musim panen
tanaman bahan makanan (padi) diperkirakan akan mencapai puncaknya pada bulan Maret-Mei 2016. Dari sisi subsektor
perkebunan, tren harga internasional untuk kopi dan coklat diperkirakan membaik, sehingga ekspor komoditas tersebut
juga diperkirakan meningkat.
3,5 yoy 40% 2,5 USD/kg yoy 25%
USD/kg
30% 20%
3
2 15%
20%
2,5 10%
10% 1,5 5%
2
0% 0%
1,5 1 -5%
-10%
1 -10%
-20%
0,5 -15%
0,5 -30% -20%
0 -40% 0 -25%
II

II

II

II
I

IV
I

IV
I

IV
I

IV
I
III

III

III

III

IIP
2016-p
2017-p
II

II

II

II

2016-p
2017-p
IV

IV

IV

IV
I

I
III

III

III

III

IIP

2012 2013 2014 2015 2012 2013 2014 2015


Harga Internasional Coklat g.Harga Internasional Coklat - sisi kanan Harga Internasional Kopi g.Harga Internasional Kopi - sisi kanan

Sumber: World Bank Sumber: World Bank


Grafik 7.7. Perkembangan Harga Internasional Coklat Grafik 7.8. Perkembangan Harga Internasional Kopi (Robusta)

25
Penambahan dermaga peti kemas, serta mulai beroperasinya lintas penyeberangan Pelabuhan Paciran, Jawa Timur dengan Pelabuhan Garongkong di
Kabupaten Barru.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 85
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN

Lapangan usaha pertambangan diprakirakan tumbuh melambat, seiring dengan perkiraan harga internasional nikel
yang terus turun dan mencapai terendah dalam kurun 10 tahun terakhir. Perusahaan tambang masih untung dengan
harga nikel yang rendah, selama harga minyak bumi juga tetap rendah. Perkembangan harga internasional nikel, sampai
dengan April 2016 telah mengalami penurunan -37,09%(yoy) hingga level harga 8.878,86 USD /metrik ton. Harga bahan
26
bakar minyak dimanfaatkan perusahaan dengan meningkatkan produksi nikel perusahaan , dan dengan demikian
pendapatan perusahaan meningkat. Dalam menyiasati penurunan permintaan pasar dunia, perusahaan tambang di Sulsel
pada 2016 akan menunda belanja modal, yang berarti tidak melakukan ekspansi usaha.

Lapangan usaha industri pengolahan diprakirakan terkoreksi ke bawah pada triwulan II 2016. Industri bahan makanan
diperkirakan sudah menggenjot produksinya pada triwulan I 2016 yang terlihat dari pertumbuhan yang mencapai 12,8%
(yoy), karena mengantisipasi permintaan saat Ramadhan dan Idul Fitri. Sehingga triwulan II 2016 kegiatan industri
pengolahan cenderung terkoreksi ke bawah. Di samping itu,kegiatan industri pengolahan utama (terigu, kakao dan
semen) masih terbatas, karena permintaan negara mitra dagang juga masih lemah.

Lapangan usaha konstruksi diperkirakan tetap kuat pada triwulan II 2016. Beberapa proyek pembangunan skala besar
telah mulai berjalan pada 2015, dan masih berlanjut di 2016. Rencana pembangunan infrastruktur baru (jaringan irigasi,
waduk, dan embung) hingga periode triwulan I 2016 mencapai Rp1,05 miliar (0,12%) dari APBD dan Rp397,22 miliar
(7,86%) dari APBN. Diperkirakan realisasi belanja modal dalam tren meningkat, karena adanya Instruksi Presiden agar
seluruh Kementrian mempercepat realisasi anggaran di awal tahun. Dinas Pekerjaan Umum sudah mulai membuat
kontrak pada akhir tahun lalu, sehingga proyek pembangunan sudah dapat berjalan pada awal tahun ini.

Lapangan usaha perdagangan besar/eceran diprakirakan tetap kuat pada triwulan II 2016. Kegiatan perdagangan
diperkirakan meningkat menjelang Ramadhan/Idul Fitri. Hasil survei penjualan eceran yang dilakukan Bank Indonesia
memperlihatkan indeks penjualan eceran pada triwulan II 2016 diperkirakan sedikit membaik (-1,37%; yoy). Perbaikan
penjualan triwulan II 2016 diperkirakan terjadi pada suku cadang; perlengkapan rumah tangga lainnya; peralatan dan
komunikasi di toko; barang budaya dan rekreasi masing-masing 5,04%; -0,63%; -3,47%; dan 12,97% (yoy) dari triwulan
sebelumnya masing-masing 2,63%; -2,98%; -4,63%; dan 10,41% (yoy).
80 %, yoy
60

40

20

-20

-40
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I IIP
2012 2013 2014 2015 2016
Indeks Total Suku cadang
Barang budaya dan rekreasi Peralatan dan komunikasi di toko
Perlengkapan rumah tangga lainnya
Grafik 7.9. Perkembangan Survei Penjualan Eceran

Lapangan usaha penyedia jasa akomodasi diperkirakan melambat pada triwulan II 2016. Menjelang Ramadhan dan Idul
Fitri diperkirakan kegiatan di hotel dan restauran menurun. Hasil liaison menyatakan occupancy rate di 2016 hanya akan
sedikit naik, sekitar 7-10% dibandingkan 2015. Hal ini didorong oleh permintaan dari perusahaan/bisnis melemah. Di sisi
lain, kegiatan MICE di awal tahun 2016 relatif belum banyak terselenggara. Sementara itu, tren pertumbuhan lapangan
27
usaha ini akan meningkat pada 2016, seiring penambahan unit dan kamar hotel baru.

Sementara itu, lapangan usaha jasa keuangan diperkirakan tetap kuat, sebagaimana yang diekspektasikan kalangan
banker. Hasil Survei Perbankan Bank Indonesia triwulan I 2016, memperkirakan pertumbuhan kredit pada 2016 tetap
menguat, seiring optimisme perkiraan kondisi ekonomi tahun 2016 yang lebih baik dari tahun sebelumnya, menurunnya
risiko penyaluran kredit, dan rencana penurunan suku bunga kredit. Hasil dari survei tersebut memperkirakan untuk

26
ercatat produksi nikel yang dilakukan perusahaan pengolahan nikel meningkat menjadi 58.875 mt pada 2015 dari sebelumnya hanya 58.141 mt pada
2014.
27
Jumlah kamar tersedia di Makassar 2015 mencapai 11.550 unit kamar. Pada 2016, akan bertambah 1.800 kamar, sehingga mencapai 13.350 kamar
dengan rencana pengoperasian 11 hotel baru sepanjang 2016.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


86 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN

keseluruhan 2016, secara nasional kredit akan tumbuh 12,3% (yoy) sedikit lebih tinggi dari hasil survei sebelumnya
28
(12,0%; yoy) .

7.2. Prospek Inflasi


Laju inflasi triwulan II 2016 secara umum diperkirakan berada di rentang 4,0%±1,0% (yoy). Tekanan inflasi khususnya
dari kelompok volatile food diperkirakan melemah, seiring masuknya musim panen sehingga pasokan bahan pangan
mengalami penambahan. Tren penurunan harga minyak dunia diikuti penyesuaian harga/tarif administered price, akan
menjadi faktor penahan laju inflasi. Selain itu, Bank Indonesia bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Sulsel
akan meningkatkan koordinasi untuk menjaga ketersediaan stok pangan guna meminimalisir gejolak harga.

Inflasi di akhir 2016 dan 2017 diperkirakan masih dalam rentang target inflasi Nasional. Melihat pola historis inflasi
pada lima tahun terakhir, akan terjadi koreksi inflasi pada awal tahun, seiring masuknya musim panen bahan makanan.
Selain itu, harga komoditas minyak dunia dalam level terendah dalam sepuluh tahun terakhir. Target inflasi Sulsel pada
2016 – 2017 sesuai dengan target inflasi nasional di kisaran 4%±1%. Faktor-faktor yang mendukung adalah
ketersediaan/distribusi pangan berjalan optimal, berlanjutnya tren penurunan harga minyak dunia, diikuti dengan
tiadanya kebijakan dari pemerintah yang dapat meningkatkan tekanan inflasi secara simultan, serta telah berjalannya
fungsi TPID di seluruh Kab/kota secara optimal.
10%
Nasional
9%
Sulsel
8%

7%
Inflasi Tahunan

6%

5%

4%

3%
Sasaran Inflasi 2012: 4,5%+1 Sasaran Inflasi 2013: 4,5%+1 Sasaran Inflasi 2014: 4,5%+1 Sasaran Inflasi 2015: 4% + 1 Sasaran
2% Sulsel 2012: 4,41% Sulsel 2013: 6,22% Sulsel 2014: 8,61% Sulsel 2015: 4,48% Inflasi 2016:
Nasional 2012: 4,30% Nasional 2013: 8,38% Nasional 2014: 8,36% Nasional 2015: 3,35% 4% + 1
1%

0%
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 . 12
2012 2013 2014 2015 2016
Grafik 7.10. Perkembangan dan Proyeksi Inflasi Sulsel

Kegiatan untuk menjaga ketersediaan barang dan kelancaran distribusi terus dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi
Daerah (TPID) Provinsi Sulsel maupun TPID di tingkat kabupaten/kota. Pada triwulan II 2016, TPID akan lebih
meningkatkan koordinasi di tingkat Provinsi maupun kabupaten/kota untuk menjaga ketersediaan pasokan dan
kelancaran distribusi. Pemerintah Provinsi Sulsel berkomitmen untuk mencapai tingkat inflasi 2016 sekitar 4%. Koordinasi
menjadi krusial seiring peningkatan tekanan inflasi karena aliran distribusi pasokan bahan pangan ke daerah lain yang ikut
mengerek harga di Sulsel. Kondisi tersebut mendorong realisasi inflasi pada April 2016, menjadi lebih tinggi menjadi
4,95% (yoy), lebih tinggi dibandingkan akhir 2015 sebesar 4,48% (yoy).

Tekanan inflasi volatile food diperkirakan melemah. Pergeseran jadwal tanam di beberapa wilayah di Sulsel yang semula
direncanakan pertengahan November 2015 menjadi pertengahan Desember 2015, sehingga pasokan pangan diperkirakan
akan tinggi pada triwulan I dan II 2016, dengan berlangsungnya musim panen. Selain itu, pada triwulan II 2016, faktor
cuaca relatif kondusif dengan curah hujan menengah yang menjamin ketersediaan air bagi lahan pertanian.Dengan
ketersediaan beras di Bulog, telah dilakukan pengiriman beras ke 14 provinsi antara lain DKI Jakarta, Sulawesi Tenggara,
Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sumatera Barat, Kalimatan Tengah, Maluku, Sulawesi Tengah, Sumatera Utara, Riau,
Aceh, Kalimatan Barat, Kalimatan Selatan, dan Papua.

Tekanan inflasi administered prices triwulan II tahun 2016 diperkirakan relatif rendah. Inflasi administered price
kemungkinan dapat terkoreksi ke bawah, seiring tren turunnya harga minyak dunia, yang berimplikasi terhadap
29 30
penurunan harga bahan bakar minyak dan tarif listrik . Peningkatan diperkirakan terjadi pada makanan jadi, karena

28
Statistik Perbankan Indonesia Triwulan I 2016.
29
Harga bahan bakar minyak turun Rp500 per liter, bensin Premium turun menjadi Rp6.450 per liter dari harga semula Rp6.950 per liter. Sedangkan
harga Solar turun menjadi Rp5.150 per liter dari harga sebelumnya Rp5.650 per liter. Perubahan harga ini berlaku mulai 1 April 2016.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 87
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN

pengenaan cukai untuk kemasan plastik akan memicu kenaikan harga jual. Salah satunya, harga jual makanan dan
minuman yang selama ini banyak memakai plastik untuk kemasannya. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman
Indonesia (GAPMMI) menyatakan kenaikan harga mengacu pada besaran cukai yang akan dikenakan, dan pengenaan
31
cukai itu akan menimbulkan efek berganda sampai ke konsumen .
April 2016 Mei 2016 Juni 2016

Keterangan:

Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika


Gambar7.1. Prakiraan Curah Hujan Sulawesi Selatan

Tekanan inflasi komponen core inflation diperkirakan melemah, didorong oleh ekspektasi konsumen terhadap harga
yang cenderung turun dan stabilnya harga komoditas emas. Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan
datang melemah, yang tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) (Grafik 7.9), demikian pula indeks survei pedagang
eceran (SPE) (Grafik 7.10). Survei Konsumen indeksnya stabil menjadi 181,5 pada triwulan II 2016 sama dengan indeks
triwulan sebelumnya 181,5. Sementara indeks ekspektasi pedagang terhadap harga 3 (tiga) bulan yang akan datang
sedikit melambat menjadi 100,05 pada triwulan II 2016 dari indeks triwulan sebelumnya 100,09. Sementara itu, tren
harga emas diperkirakan stabil sampai dengan triwulan II 2016.

200 Indeks perubahan harga umum 3 bulan yad 100,25


195
Ekspektasi Harga Umum 3 bln yad
100,20
190
100,15
185
100,10
180

175 100,05

170 100,00
165
99,95
160
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II* 99,90
2012 2013 2014 2015 2016 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I IIP
2012 2013 2014 2015 2016
Sumber: Survei Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 7.11. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Harga Grafik 7.12. Indeks Ekspektasi Pedagang terhadap Harga

30
Tarif Rumah Tangga daya 1.300 Volt Ampere (VA) ke atas turun dari Rp 1.509,38 per kilo Watt hour (kWh) pada bulan Desember 2015, menjadi Rp
1.409,16 pada Januari 2016. Tarif bisnis daya 6.000 VA ke atas dan kantor pemerintah daya 6.600 VA ke atas juga turun hingga Rp 100,00. Kemudian
tarif industri juga mengalami penurunan tipis.
31
Misalnya, harga produk dari pabrik Rp 1.000 dan cukai yang akan dikenakan nanti sebesar Rp 200, maka harga sudah naik menjadi Rp 1.200.
Kemudian, dari pabrik ke distributor ada pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10%, jadi harga barang naik jadi Rp 1.320. Selanjutnya dari distributor
ke grosir dikenakan lagi PPN 10%, dan harga naik lagi. Setiap tahapan distribusi dikenakan PPN 10%, belum lagi ditambah margin.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


88 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN

1800 USD/troy onz yoy 30%


1700
20%
1600
10%
1500
1400 0%
1300
-10%
1200
-20%
1100
1000 -30%

II

IV

II

IV

II

IV

II

IV
I

I
IIP
III

III

III

III

2016-p
2017-p
2012 2013 2014 2015
Emas g.Emas - sisi kanan

Sumber: World Bank


Grafik 7.13. Perkembangan Harga Internasional Emas

Tabel 7.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan (Tahun Dasar 2010)
Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi 2014 2015 2016P
2017P
Provinsi Sulsel IV Total I II III IV Total I IIP TotalP
Pertumbuhan Ekonomi 7,7 7,5 5,7 8,0 7,6 7,2 7,1 7,4 7,6-8,0 7,6-8,0 7,6-8,0
Sisi Pengeluaran
Konsumsi Rumah Tangga 5,5 5,9 5,3 5,5 5,0 5,36 5,3 5,3 6,8-7,2 6,2-6,6 5,2-6,2
Konsumsi LNPRT 4,9 11,3 (2,5) (2,1) 2,9 6,3 1,1 4,7 6,2-6,6 5,4-5,8 5,6-6,6
Konsumsi Pemerintah (2,1) 1,9 7,8 3,2 8,7 11,1 8,2 2,1 5,7-6,1 6,6-7,0 9,4-10,4
Pembentukan Modal Tetap Bruto 8,3 8,8 5,3 6,2 10,3 11,1 8,3 9,5 16,3-16,7 16,8-17,2 8,2-9,2
Ekspor Luar Negeri 7,8 9,8 (0,5) (8,0) (14,5) (15,5) (10,1) (32,3) 5,1-5,5 8,3-8,7 6,7-7,7
Impor Luar Negeri 7,6 (35,8) 0,0 (3,8) 72,1 12,33 19,2 (15,7) 4,5-4,9 8,9-9,3 3,7-4,7
Net Ekspor Antardaerah 3,8 (0,5) (45,5) 14,9 41,7 (31,4) 9,1 28,1 (5,6)-(5,2) (5,6)-(5,2) 5,9-6,9
Sisi Lapangan Usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 7,9 10,0 3,5 11,6 5,2 1,4 5,6 0,9 7,3-7,7 5,6-6,0 6,0-7,0
Pertambangan dan Penggalian 15,6 11,1 2,4 8,1 12,1 8,4 7,9 2,6 2,0-2,4 5,3-5,7 7,3-8,3
Industri Pengolahan 14,6 8,9 5,8 7,5 4,4 9,0 6,7 12,8 7,0-7,4 8,1-8,5 8,0-9,0
Pengadaan Listrik, Gas 17,5 11,7 0,0 (6,9) (5,6) (3,3) (4,0) 8,2 9,4-9,8 6,5-6,9 4,2-5,2
Pengadaan Air (1,2) 2,1 0,6 (0,3) (2,5) 3,7 0,3 5,5 2,8-3,2 3,3-3,7 2,7-3,7
Konstruksi 5,6 6,3 7,2 5,9 9,2 10,7 8,3 9,3 9,2-9,6 9,8-10,2 8,2-9,2
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 3,4 7,2 5,6 6,6 9,1 10,1 7,9 9,3 9,3-9,7 9,1-9,5 6,9-7,9
Transportasi dan Pergudangan 4,4 1,7 4,4 7,1 10,4 5,7 6,9 12,9 11,2-11,6 8,2-8,6 6,6-7,6
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,6 7,8 5,1 4,0 6,0 7,7 5,7 9,5 7,0-7,4 7,9-8,3 6,9-7,9
Informasi dan Komunikasi 6,6 5,8 7,3 7,5 8,1 8,7 7,9 8,2 8,0-8,4 7,2-7,6 7,2-8,2
Jasa Keuangan 10,2 5,8 10,0 3,0 9,2 7,6 7,4 9,6 8,2-8,6 8,4-8,8 7,9-8,9
Real Estate 9,0 8,0 8,9 7,6 7,2 6,0 7,4 7,0 4,3-4,7 6,8-7,2 8,0-9,0
Jasa Perusahaan 7,4 6,8 4,8 4,5 6,8 7,4 5,9 7,9 6,3-6,7 6,8-7,2 6,5-7,5
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 3,9 2,6 5,5 7,1 9,3 9,2 7,8 8,2 8,1-8,5 8,4-8,8 6,9-7,9
Jasa Pendidikan 3,1 4,7 8,9 9,1 9,6 2,3 7,3 7,7 5,8-6,2 6,4-6,8 6,6-7,6
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3,3 10,2 7,4 7,8 11,3 10,5 9,3 9,5 9,3-9,7 8,0-8,4 9,4-10,4
Jasa lainnya 9,4 7,6 9,4 8,2 8,2 10,2 9,0 9,7 7,5-7,9 8,1-8,5 7,8-8,8
PDRB 7,7 7,5 5,7 8,0 7,6 7,2 7,1 7,4 7,6-8,0 7,6-8,0 7,6-8,0

Inflasi Sulsel 8,6 8,6 7,1 8,1 8,4 4,5 4,5 5,7 4,0±1,0 4,0±1,0 4,0±1,0

7.3. Rekomendasi Kebijakan


Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan
kawasan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah Provinsi Sulsel:

a. Melakukan pembangunan infrastruktur perhubungan secara tepat waktu. Selama masa pembangunan infrastruktur
tersebut, agar menghindari hal-hal yang bisa memberikan dampak kontraproduktif terhadap kelancaran arus lalu
lintas barang dan orang.
b. Program peningkatan ekspor agar dibarengi dengan kualitas lalu lintas darat dan laut yang memadai, mulai dari
kawasan industri hingga ke dan di pelabuhan.
c. Mendorong terciptanya industri dasar hingga menengah (low medium technology) yang memproduksi barang-
barang kebutuhan rumah tangga. Untuk itu perlu disiapkan investor, tenaga kerja, hingga pemasarannya.
Pembangunan industri dasar tersebut sangat penting agar tidak lagi terjadi defisit neraca perdagangan antar pulau,

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 89
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN

sebagai akibat dari ketergantungan barang dari luar Sulsel, maupun nilai tambah barang Sulsel yang relatif rendah
karena masih berupa barang mentah.
d. Mengoptimalkan belanja pemerintah agar berfungsi optimal sebagai salah satu penopang pertumbuhan Sulsel.
Realisasi belanja pemerintah hendaknya dilakukan secara merata sepanjang tahun. Untuk itu, pemerintah daerah
(Provinsi/Kab/Kota) dapat menerapkan Rencana Penerimaan dan Pengeluaran Bulanan (RPPB). Monitoring terhadap
RPPB dijadikan sebagai indikator kinerja setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
e. Penerapan smart city, perlu diiringi dengan pembangunan infrastruktur dasar kota, seperti pedestrian yang nyaman,
penerangan jalan utama yang memadai, serta taman yang tertata. Selain itu, fasilitas control room hendaknya juga
didukung dengan payung hukum/peraturan daerah yang kuat, serta dapat terintegrasi dengan instansi lainnya,
sehingga apabila terjadi gangguan di masyarakat maupun terdapat kerusakan infrastruktur segera terpantau dan
ditindaklanjuti.

Sesuai dengan kajian pada Bab 3, rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan untuk pengendalian harga terutama
komoditas penyumbang inflasi terbesar (beras) di Sulsel adalah sebagai berikut:
a. Perlunya kesadaran kolektif bahwa benar telah terjadi praktik pembentukan harga beras di Sulsel yang tidak efisien.
b. Perlunya kebijakan dan langkah-langkah konkrit guna meminimalisir dampak negatif dari market failures. Kebijakan
tersebut hendaknya diberlakukan kepada mereka yang selama ini mengambil marjin keuntungan yang paling besar.
Kebijakan bisa diimplementasikan dalam bentuk himbauan, hingga sampai ke tingkat yang keras yaitu penghentian
sementara/pencabutan izin usaha.
c. Perlunya menerapkan kebijakan domestic market obligation (DMO) dengan mewajibkan pedagang besar/grosir
untuk memprioritaskan penyaluran beras di Sulsel sebesar persentase tertentu dari stok beras yang mereka miliki,
sehingga jumlah minimal stok beras yang dibutuhkan masyarakat Sulsel dalam situasi apapun selalu tercukupi.
Kebijakan ini juga dimaksudkan untuk menekan moral hazard pedagang, agar mereka tidak terlalu mengambil
margin keuntungan yang eksesif.
d. Mengevaluasi kembali Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan beras yang rasional dan obyektif, agar Perum
BULOG mampu menyerap gabah dan beras sesuai yang ditargetkan. Bila perlu dalam kondisi tertentu diberikan
fleksibilitas dalam penetapan harga gabah dan beras (sebesar persentase tertentu), serta dibekali dana yang cukup
guna menyerap gabah dan beras dari hasil panen petani, sehingga Perum BULOG mampu menjalankan operasi pasar
secara efektif.
e. Memberikan bantuan dengan menyalurkan beras kepada kelompok miskin terutama pada saat operasi pasar Perum
BULOG dinilai kurang berjalan efektif.
f. Merevitalisasi Koperasi Unit Desa (KUD) dan Kelompok-kelompok ani agar mampu berperan efektif sebagai “Kaki
angan” Perum BULOG dalam pengadaan gabah dan beras di lapangan (lihat Gambar 7.1).

(a) + (b) : dilakukan apabila penyerapan beras BULOG tidak mencapai target
Gambar 7.1. Usulan Rantai Distribusi Beras di Sulsel

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


90 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN

g. Meniadakan peraturan yang bisa bersifat kontra produktif misalnya retribusi/pungutan atau bentuk kebijakan
lainnya, yang terkait dengan perdagangan beras di Sulsel (tidak termasuk beras yang diperdagangkan ke Provinsi
lain/antar pulau). Hal ini dimaksudkan untuk menghindari shifting pembebanan biaya yang menyebabkan harga
beras di tingkat konsumen meningkat, sehingga merugikan konsumen (termasuk petani), mengingat beras
merupakan kebutuhan pokok dengan karakteristik permintaan in elastis, sementara sebagian petani di Sulsel
diyakini merupakan net consumer beras.
h. Mengundang investor atau menggandeng swasta untuk mendirikan pabrik beras di Sulsel yang mampu
menghasilkan beras kualitas premium, guna memenuhi kebutuhan konsumen di Kawasan Timur Indonesia
(khususnya Sulsel), yang terdapat kecenderungan permintaannya semakin meningkat sehingga harganya juga
cenderung naik.
i. Menyiapkan sistem informasi yang simetris dan berkualitas yang mampu menyediakan informasi mengenai data
stok dan harga beras di tingkat regional, nasional maupun internasional, yang dapat diakses dengan mudah oleh
seluruh pelaku usaha di bidang perberasan, terutama petani.
j. Mendorong perbankan atau lembaga pembiayaan lainnya di Susel agar lebih giat dalam melaksanakan
program/kegiatan layanan keuangan inklusif, khususnya kepada petani agar lebih mudah dalam mengakses
pembiayaan, sehingga mereka tidak lagi tergantung kepada pemodal besar (pengumpul cq. pihak penggiling).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 91
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


92 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
LAMPIRAN

Lampiran

A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)


Tabel A.1. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Triliun)
2015** 2016**
Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010 2011 2012 2013 2014*
I II III IV TOTAL I
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 42.33 44.26 46.45 51.08 12.72 14.53 15.98 10.73 53.96 12.84
B Pertambangan dan Penggalian 11.90 12.53 13.24 14.71 3.53 3.78 4.25 4.30 15.87 3.62
C Industri Pengolahan 25.74 27.97 30.55 33.28 8.09 8.77 8.95 9.69 35.51 9.13
D Pengadaan Listrik, Gas 0.16 0.18 0.20 0.22 0.05 0.05 0.05 0.06 0.21 0.06
E Pengadaan Air 0.27 0.28 0.30 0.30 0.08 0.08 0.07 0.08 0.30 0.08
F Konstruksi 21.43 23.54 26.03 27.67 6.96 7.19 7.69 8.13 29.97 7.61
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 25.17 28.15 30.19 32.36 8.21 8.62 9.41 8.68 34.92 8.97
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7.01 7.95 8.45 8.60 2.15 2.24 2.41 2.39 9.19 2.43
H Transportasi dan Pergudangan 2.48 2.77 2.95 3.18 0.80 0.83 0.85 0.88 3.37 0.88
J Informasi dan Komunikasi 10.01 12.07 13.77 14.56 3.75 3.86 4.04 4.07 15.71 4.06
K Jasa Keuangan 6.04 7.00 7.63 8.07 2.14 2.08 2.19 2.25 8.66 2.35
L Real Estate 6.59 7.28 7.93 8.56 2.25 2.28 2.32 2.34 9.20 2.41
M,N Jasa Perusahaan 0.81 0.88 0.94 1.00 0.26 0.26 0.27 0.27 1.06 0.28
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 9.77 9.99 10.29 10.56 2.65 2.76 2.95 3.03 11.38 2.86
P Jasa Pendidikan 10.29 11.06 11.92 12.47 3.18 3.19 3.40 3.61 13.38 3.42
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.36 3.71 4.02 4.43 1.14 1.18 1.23 1.29 4.85 1.25
R,S,T,U Jasa lainnya 2.36 2.55 2.74 2.94 0.77 0.79 0.81 0.84 3.21 0.85
PRDB 185.71 202.18 217.59 234.00 58.74 62.49 66.88 62.62 250.73 63.09
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Tabel A.2. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010(Rp Triliun)
2015** 2016**
Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010 2011 2012 2013 2014*
I II III IV TOTAL I
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 44.97 51.41 57.37 68.44 18.19 20.84 23.49 16.04 78.56 19.39
B Pertambangan dan Penggalian 14.65 16.18 17.88 22.65 5.64 5.87 6.03 5.81 23.35 4.87
C Industri Pengolahan 26.94 30.80 35.49 41.62 10.61 11.60 11.95 13.02 47.19 12.39
D Pengadaan Listrik, Gas 0.16 0.18 0.18 0.19 0.04 0.04 0.04 0.05 0.17 0.04
E Pengadaan Air 0.29 0.31 0.35 0.35 0.09 0.09 0.09 0.09 0.37 0.10
F Konstruksi 22.89 26.58 31.52 36.02 9.47 9.86 11.01 11.84 42.18 11.19
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 26.49 30.65 33.63 37.62 9.94 10.65 11.98 11.22 43.79 11.70
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7.32 8.96 10.43 11.99 3.20 3.38 3.72 3.75 14.05 3.82
H Transportasi dan Pergudangan 2.65 3.15 3.56 4.11 1.08 1.12 1.16 1.19 4.54 1.20
J Informasi dan Komunikasi 10.05 12.13 13.79 14.59 3.70 3.81 4.07 4.14 15.72 4.15
K Jasa Keuangan 6.42 8.24 9.60 10.82 2.99 2.93 3.12 3.22 12.26 3.39
L Real Estate 7.02 8.32 9.90 11.52 3.22 3.37 3.45 3.55 13.59 3.70
M,N Jasa Perusahaan 0.86 1.00 1.15 1.30 0.35 0.36 0.38 0.39 1.48 0.40
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 10.70 11.45 12.24 13.66 3.71 3.92 4.27 4.43 16.33 4.20
P Jasa Pendidikan 10.89 12.10 13.89 15.50 4.00 4.07 4.48 4.76 17.30 4.54
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.55 4.08 4.68 5.51 1.51 1.56 1.68 1.77 6.52 1.73
R,S,T,U Jasa lainnya 2.45 2.75 3.18 3.72 1.03 1.06 1.11 1.16 4.37 1.18
PRDB 198.29 228.29 258.84 299.63 78.75 84.54 92.03 86.43 341.75 87.99
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 93
LAMPIRAN

Tabel A.3. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Triliun)
2015** 2016**
No Komponen 2011 2012 2013 2014*
I II III IV TOTAL I
1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 106.35 113.78 120.56 127.70 32.82 33.28 33.99 34.39 134.47 34.56
2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2.22 2.38 2.62 2.92 0.71 0.72 0.74 0.78 2.95 0.74
3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 21.55 22.45 23.06 23.49 3.63 5.74 6.32 9.73 25.41 3.70
4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 64.56 74.68 82.98 90.29 22.45 23.47 25.19 26.71 97.82 24.59
5 Perubahan Inventori 2.16 5.43 3.97 (0.97) 0.62 1.87 1.56 0.62 4.66 0.96
6 Ekspor 52.86 51.22 52.36 59.75 13.86 13.73 14.66 10.30 52.56 8.20
7 Impor 63.99 67.75 67.96 69.18 15.34 16.31 15.57 19.91 67.14 9.65
PDRB 185.71 202.18 217.59 234.00 58.74 62.49 66.88 62.62 250.73 63.09
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Tabel A.4. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Miliar)
2015** 2016**
No Komponen 2011 2012 2013 2014*
I II III IV TOTAL I
1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 113.55 129.69 146.64 165.19 44.64 45.72 47.48 48.68 186.52 49.61
2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2.31 2.60 3.08 3.86 1.00 1.03 1.09 1.15 4.27 1.12
3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 23.49 26.12 28.72 31.70 4.86 7.99 9.19 14.43 36.48 5.52
4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 66.70 82.68 94.88 113.16 29.14 31.00 33.80 36.41 130.34 33.90
5 Perubahan Inventori 2.50 5.66 4.42 (1.55) 0.90 2.01 1.84 0.90 5.64 1.49
6 Ekspor 57.26 58.19 59.93 78.01 18.91 18.67 19.75 12.76 70.08 11.13
7 Impor 67.52 76.66 78.84 90.73 20.69 21.88 21.11 27.89 91.57 14.77
PDRB 198.29 228.29 258.84 299.63 78.75 84.54 92.03 86.43 341.75 87.99
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Tabel A.5. Pendapatan Per Kapita Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Juta)

Kategori 2010 2011 2012 2013 2014 2015P


Penduduk (Jiwa) 8,060,401 8,156,129 8,250,018 8,342,047 8,432,163 8,520,300
PDRB per Kapita (Juta Rp) 21.31 24.31 27.67 31.01 35.59 39.90
Sumber : Badan Pusat Statistik

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


94 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
LAMPIRAN

B. Indeks Harga Konsumen (IHK)


Tabel B.1. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kelompok Pengeluaran

Makanan
Perumahan,
Jadi, Pendidikan,
IHK Bahan Air, Listrik, Transpor dan
Umum Minuman, Sandang Kesehatan Rekreasi, dan
(Akhir Periode) Makanan Gas, dan Komunikasi
Rokok, dan Olahraga
Bahan Bakar
Tembakau

2010 126.75 148.73 131.96 122.00 135.79 119.24 116.86 104.73


2011 130.39 149.06 137.77 126.48 147.55 128.36 120.24 105.50
2012

Triwulan I 132.89 156.33 139.19 128.22 149.63 129.86 120.33 105.61


Triwulan II 133.44 156.50 140.33 129.03 150.10 130.61 120.60 105.92
Triwulan III 135.69 161.48 143.21 129.73 154.94 130.98 121.38 106.22
Triwulan IV 136.14 158.86 144.70 130.72 158.05 132.02 124.35 106.72
2013
Triwulan I 139.01 168.84 145.55 132.61 158.64 132.82 124.59 106.55
Triwulan II 139.26 166.24 146.83 133.67 154.02 133.21 124.61 110.11
Triwulan III 145.51 178.85 149.93 135.89 159.22 135.20 125.82 118.97
Triwulan IV 144.60 169.92 151.18 138.64 161.74 136.89 126.08 119.08
2014
Triwulan I 109.16 111.25 108.80 109.10 108.00 105.49 103.66 110.65
Triwulan II 109.71 111.33 109.77 109.58 108.46 107.25 103.72 111.33
Triwulan III 111.72 114.94 112.34 111.74 110.06 108.51 105.35 111.29
Triwulan IV 116.89 125.03 114.11 114.88 110.82 109.25 105.45 121.49
2015
Triwulan I 116.94 125.83 115.15 117.40 114.32 112.29 105.70 115.08
Triwulan II 118.55 128.30 116.95 118.18 113.74 113.18 106.16 118.01
Triwulan III 121.06 133.46 119.33 118.99 117.71 114.24 108.12 119.30
Triwulan IV 122.13 136.01 120.36 119.63 117.48 114.73 108.16 120.29
2016
Triwulan I 123.62 141.22 121.28 121.08 119.52 115.87 108.29 118.70
Sumber: BPS, diolah

Tabel B.2. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK


2013 2014* 2015 2016
Kota Inflasi 2012 2013 2014 2015
I II III IV I II III IV I II III IV I
Makassar 134.91 137.86 138.15 144.29 143.33 143.33 108.94 109.26 111.45 116.50 116.50 116.94 118.67 121.42 122.54 122.54 124.40
Palopo 142.22 144.84 144.26 150.25 149.68 149.68 108.84 110.28 111.34 116.54 116.54 116.40 117.88 119.35 120.48 120.48 121.60
Parepare 134.76 137.33 137.57 144.44 143.26 143.26 108.29 109.33 110.89 117.71 117.71 115.36 116.96 118.67 119.57 119.57 119.77
Bone (Watampone) 148.83 151.29 151.92 159.23 159.04 159.04 109.81 111.58 112.81 117.35 117.35 116.02 116.35 117.70 118.49 118.49 118.27
Bulukumba** 117.21 118.31 119.99 125.61 125.61 124.49 125.55 127.95 128.34 128.34 127.18
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 **) Dihitung sebagai Kota Inflasi sejak tahun 2014

Tabel B.3. Angka Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK
2013 2014 2015 2016
Kota Inflasi 2012 2013 2014 2015
I II III IV I II III IV I II III IV I
Makassar 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 6.24 5.46 5.38 3.57 8.51 8.51 7.34 8.61 8.95 5.18 5.18 6.38
Palopo 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 5.25 6.22 7.36 4.03 8.95 8.95 6.95 6.89 7.19 3.38 3.38 4.47
Parepare 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 6.31 5.58 5.57 3.04 9.38 9.38 6.53 6.98 7.02 1.58 1.58 3.82
Bone (Watampone) 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 6.86 7.86 8.14 4.55 8.22 8.22 5.66 4.27 4.33 0.97 0.97 1.94
Bulukumba** 13.94 14.10 7.30 9.45 9.45 6.21 6.12 6.63 2.17 2.17 2.16
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 **) Dihitung sebagai Kota Inflasi sejak tahun 2014

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 95
LAMPIRAN

C. Perbankan
Tabel C.1. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Bank Pelapor) dan Kredit (Lokasi Bank) Bank Umum (Rp Miliar)

DPK KREDIT
Periode LDR
Giro Tabungan Deposito Jumlah Modal Kerja Investasi Konsumsi Jumlah
2011 6,275 26,446 13,085 45,807 20,074 9,626 23,198 52,898 115.48%
2012
Tri wul a n I 7,471 25,004 13,259 45,734 20,516 10,025 24,044 54,585 119.35%
Tri wul a n II 7,282 27,206 13,536 48,024 22,850 10,588 25,597 59,035 122.93%
Tri wul a n III 7,257 28,545 14,115 49,917 22,385 10,997 27,707 61,090 122.38%
Tri wul a n IV 7,345 31,466 14,907 53,717 25,506 11,380 29,335 66,221 123.28%
2013
Tri wul a n I 7,770 29,321 15,211 52,302 25,980 12,232 30,158 68,371 130.72%
Tri wul a n II 8,092 30,068 15,297 53,457 26,659 14,486 31,793 72,937 136.44%
Tri wul a n III 9,221 32,076 16,062 57,359 26,160 15,769 33,085 75,014 130.78%
Tri wul a n IV 7,845 35,007 17,592 60,444 27,231 14,494 33,663 75,388 124.72%
2014
Tri wul a n I 7,990 32,446 17,726 58,162 27,257 14,642 33,974 75,874 130.45%
Tri wul a n II 9,730 33,168 18,504 61,402 29,062 15,467 34,807 79,336 129.21%
Tri wul a n III 9,693 34,828 19,819 64,339 29,847 15,457 35,159 80,463 125.06%
Tri wul a n IV 7,995 37,428 20,690 66,112 31,442 16,241 35,877 83,560 126.39%
2015
Tri wul a n I 10,154 34,147 22,118 66,420 32,776 16,482 36,045 85,304 128.43%
Tri wul a n II 11,820 34,881 22,166 68,867 34,627 16,500 36,436 87,563 127.15%
Tri wul a n III 12,471 37,491 22,472 72,433 34,876 17,476 37,558 89,911 124.13%
Tri wul a n IV 13,165 42,211 23,091 78,467 36,730 20,538 37,713 94,982 121.05%
2016
Tri wul a n I 12,894 38,589 26,859 78,342 37,510 20,041 38,759 96,310 122.94%

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


96 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
LAMPIRAN

Tabel C.2. Penyaluran Kredit (Lokasi Bank) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar)
Kredit (Lokasi Bank)
Periode Industri Listrik, Gas, Jasa Dunia Jasa Sosial Total
Pertanian Tambang Konstruksi Perdagangan Angkutan Lain-lain
Pengolahan dan Air Usaha Masyarakat

2011 869 309 3,460 144 2,155 15,072 1,629 2,770 1,555 24,935 52,898
2012
Tri wul a n I 906 312 3,468 137 2,065 15,459 1,744 2,917 1,570 26,007 54,585
Tri wul a n II 1,128 363 3,904 124 2,448 17,631 1,730 3,178 1,485 27,045 59,035
Tri wul a n III 1,171 375 4,008 135 2,582 17,741 1,794 3,131 1,372 28,781 61,090
Tri wul a n IV 1,215 399 5,250 141 2,674 19,027 2,321 3,105 1,404 30,684 66,221
2013
Tri wul a n I 1,403 447 5,335 133 2,565 19,933 2,631 3,240 1,619 31,065 68,371
Tri wul a n II 1,396 449 5,579 116 2,780 22,957 2,763 3,433 1,650 31,814 72,937
Tri wul a n III 1,385 444 5,631 121 2,966 23,360 2,864 3,414 1,733 33,096 75,014
Tri wul a n IV 1,400 397 4,186 191 3,034 24,132 2,923 3,550 1,780 33,794 75,388
2014
Tri wul a n I 1,405 377 3,918 218 3,043 24,334 2,960 3,747 1,828 34,043 75,874
Tri wul a n II 1,499 560 4,210 245 3,666 25,587 2,950 3,598 1,968 35,053 79,336
Tri wul a n III 1,435 537 4,283 232 4,173 25,748 2,951 3,581 2,115 35,408 80,463
Tri wul a n IV 1,506 509 4,747 350 4,366 27,033 2,820 3,662 2,340 36,226 83,560
2015
Tri wul a n I 1,630 427 5,035 382 4,746 27,920 2,782 3,733 2,473 36,174 85,304
Tri wul a n II 1,788 390 5,109 413 4,902 29,003 2,693 4,037 2,681 36,547 87,563
Tri wul a n III 2,303 383 5,304 398 5,417 29,373 2,672 4,024 2,388 37,648 89,911
Tri wul a n IV 2,461 410 7,487 379 5,491 31,424 2,781 4,221 2,549 37,777 94,982
2016
Tri wul a n I 2,681 430 7,239 306 5,483 31,959 2,824 4,117 2,462 38,809 96,310

Tabel C.3. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank

Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran Bank Umum
Periode Modal Modal Modal Modal
Investasi Konsumsi Investasi Konsumsi Investasi Konsumsi Investasi Konsumsi
Kerja Kerja Kerja Kerja
2011 13.55 11.83 12.83 13.34 13.61 14.09 10.62 6.81 28.61 13.45 12.84 13.32
2012
Tri wul a n I 13.49 11.69 12.79 13.16 13.60 14.56 8.50 7.29 27.35 13.30 12.77 13.46
Tri wul a n II 13.24 11.34 12.70 12.74 13.62 14.36 9.32 7.91 27.67 13.00 12.60 13.35
Tri wul a n III 13.21 11.11 12.54 12.55 13.36 14.31 9.53 8.36 26.16 12.90 12.39 13.19
Tri wul a n IV 12.63 10.92 12.23 12.28 13.09 14.01 8.85 8.07 23.83 12.47 12.19 12.88
2013
Tri wul a n I 12.56 10.74 12.20 12.31 12.89 14.04 7.21 8.21 23.67 12.40 12.05 12.85
Tri wul a n II 12.77 10.57 12.12 12.01 12.71 13.89 8.12 8.37 20.92 12.38 11.65 12.74
Tri wul a n III 12.94 10.79 12.11 12.72 12.99 13.83 9.14 9.16 21.14 12.80 12.02 12.72
Tri wul a n IV 13.00 11.08 12.18 13.04 13.53 13.91 10.20 10.06 20.92 12.99 12.57 12.78
2014
Tri wul a n I 13.10 11.15 12.24 13.23 13.67 14.06 10.49 10.68 22.14 13.13 12.71 12.86
Tri wul a n II 13.26 11.44 12.41 13.51 13.53 14.05 10.08 10.72 22.94 13.33 12.75 12.97
Tri wul a n III 13.48 11.61 12.44 13.62 13.53 14.10 10.26 10.81 23.49 13.50 12.81 13.00
Tri wul a n IV 13.46 11.57 12.61 13.48 13.78 14.17 10.77 11.14 23.13 13.44 12.93 13.13
2015
Tri wul a n I 13.81 12.12 11.45 14.04 15.29 14.74 10.03 11.38 23.11 13.25 13.13 13.59
Tri wul a n II 13.42 10.40 13.00 12.91 13.75 14.61 6.83 9.64 28.49 12.98 12.14 13.61
Tri wul a n III 13.28 10.26 13.22 13.01 13.69 14.62 8.84 11.46 28.73 13.09 12.00 13.76
Tri wul a n IV 12.95 9.53 13.31 12.86 13.34 14.72 9.52 11.89 28.40 12.86 11.30 13.82
2016
Tri wul a n I 12.36 10.15 13.22 13.13 13.70 14.41 8.74 10.63 22.34 12.67 12.00 13.57

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 97
LAMPIRAN

D. Sistem Pembayaran

Tabel D.1. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Kertas di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Triliun)

Jumlah yoy
Periode
Inflow Outflow Netflow Inflow Outflow Netflow
I 4.41 1.71 2.69 13.90% -7.74% 33.88%
II 3.24 2.88 0.35 17.51% -9.03% 184.18%
2013
III 4.87 5.31 (0.44) 24.12% 48.58% 224.77%
IV 4.07 4.16 (0.08) 27.33% 29.43% -531.87%
2013 16.59 14.07 2.52 20.66% 19.06% 30.49%
I 5.30 2.34 2.96 20.17% 36.67% 9.67%
II 4.07 3.83 0.24 25.76% 32.62% -30.61%
2014
III 5.56 5.64 (0.08) 14.15% 6.16% 82.72%
IV 4.30 4.10 0.21 5.65% -1.52% 346.91%
2014 19.23 15.90 3.33 15.93% 13.03% 32.07%
I 6.18 2.25 3.94 16.71% -4.13% 33.23%
II 3.78 3.70 0.08 -7.20% -3.31% -68.17%
2015
III 4.82 4.93 (0.11) -13.42% -12.60% -47.38%
IV 3.79 3.20 0.59 -11.94% -21.82% 181.69%
2015 18.57 14.07 4.49 -3.47% -11.49% 34.80%
2016 I 6.23 1.49 4.74 0.72% -33.89% 20.47%

Tabel D.2. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Logam di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Miliar)

Jumlah yoy
Periode
Inflow Outflow Netflow Inflow Outflow Netflow
I 0.03 0.28 (0.25) -80.04% -84.46% 84.86%
II 0.08 0.78 (0.70) -39.81% -69.23% 70.77%
2013
III 0.08 2.51 (2.43) 335.68% 192.39% -189.28%
IV 0.10 2.63 (2.53) 95.78% 670.88% -772.95%
2013 0.29 6.20 (5.91) -16.80% 12.07% -13.98%
I 0.14 2.20 (2.05) 388.70% 685.69% -720.65%
II 0.04 3.22 (3.18) -47.69% 314.31% -353.25%
2014
III 0.23 3.93 (3.70) 186.11% 56.42% -52.18%
IV 0.01 2.07 (2.06) -90.05% -21.19% 18.45%
2014 0.42 11.42 (11.00) 47.75% 84.31% -86.08%
I 0.00 1.74 (1.73) -97.54% -20.95% 15.58%
II 0.00 4.03 (4.03) -97.29% 25.02% -26.53%
2015
III 0.03 3.59 (3.56) -84.91% -8.54% 3.84%
IV 0.00 5.84 (5.83) -73.33% 181.97% -183.21%
2015 0.04 15.20 (15.15) -90.11% 33.07% -37.79%
2016 I 0.00 4.45 (4.45) -43.02% 156.01% -156.41%

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


98 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
LAMPIRAN

Tabel D.3. Perkembangan Transaksi Nontunai Melalui Real Time Gross Settlement (Rp Triliun)

Jumlah yoy
Periode
From To From-To From To From-To
I 11.50 29.15 4.58 3.26% 24.82% -1.96%
II 15.47 37.79 4.35 27.09% 45.01% -18.06%
2012
III 15.42 34.63 4.42 17.91% 1.86% -17.49%
IV 19.88 40.65 5.05 25.54% 18.28% -17.24%
2012 62.28 142.21 18.41 19.24% 20.75% -14.18%
I 14.45 32.77 4.25 25.59% 12.42% -7.28%
II 17.40 36.12 4.92 12.46% -4.41% 13.00%
2013
III 18.77 37.61 6.75 21.72% 8.61% 52.66%
IV 20.54 41.48 7.30 3.32% 2.05% 44.57%
2013 71.16 147.98 23.22 14.26% 4.06% 26.15%
I 15.66 27.89 4.75 8.39% -14.89% 11.85%
II 21.37 33.67 9.76 22.83% -6.79% 98.44%
2014
III 22.72 38.10 10.97 21.04% 1.28% 62.41%
III 25.66 41.37 11.87 24.93% -0.27% 62.68%
2014 85.41 141.02 37.36 20.03% -4.70% 60.89%
I 14.45 32.77 4.29 -7.73% 17.51% -9.65%
2015 II 26.71 31.93 4.27 24.96% -5.15% -56.25%
III 19.34 40.38 3.48 -14.88% 5.99% -68.29%

E. Ekspor dan Impor

Tabel E.1. Perkembangan Komoditas Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Ribu)
2013 2014 2015* 2016**
KOMODITAS EKSPOR UTAMA 2013* 2014 2015*
I II III IV I II III IV I II III IV I
1 Nikel 258,413 247,288 215,371 200,767 921,839 213,110 269,360 289,821 266,267 1,038,558 211,882 197,775 172,672 176,610 758,939 108,715
2 Cokelat Olahan 4,696 14,722 17,225 28,377 65,019 29,325 34,256 47,805 37,194 148,581 21,144 40,898 31,884 30,021 123,947 19,769
3 Ganggang Laut 15,882 21,039 27,430 26,942 91,292 33,321 35,918 38,832 39,176 147,247 28,146 32,547 26,357 18,757 105,807 18,289
4 Biji Cokelat 50,603 28,346 59,061 39,017 177,026 19,952 35,040 27,076 20,085 102,154 9,422 23,052 27,395 15,355 75,224 4,904
5 Udang Segar 11,805 13,911 16,464 19,577 61,757 14,593 18,007 23,090 12,773 68,463 11,834 14,979 14,107 16,532 57,452 12,091
6 Ikan Olahan 11,111 10,330 15,233 14,376 51,050 8,803 12,162 17,765 15,593 54,322 9,900 13,105 11,894 14,155 49,053 10,003
7 Buah/Sayur Olahan 6,848 6,214 6,677 5,646 25,385 5,926 7,916 6,292 5,543 25,677 8,386 10,161 10,570 11,640 40,757 15,784
8 Kayu Lapis 9,267 8,843 7,771 9,927 35,809 10,534 9,175 8,248 8,581 36,538 6,236 10,994 9,932 13,289 40,450 7,948
9 Sayur-Sayuran 65 199 295 165 723 175 139 105 5,242 5,661 30 8,427 9,797 260 18,514 85
10 Dedak/Bekatul 5,974 4,844 4,624 3,934 19,375 4,603 5,231 4,317 3,871 18,022 6,125 4,893 2,841 3,385 17,243 3,281
403,019 389,288 417,565 386,338 1,596,210 460,017 499,048 452,629 344,161 1,755,855 344,161 382,893 350,441 333,278 1,410,774 229,370
Ket: 10 besar komoditas ekspor sepanjang 2016
Sumber: Bea Cukai, diolah

Tabel E.2. Perkembangan Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Tujuan (US$ Juta)
2013 2014 2015* 2016**
NEGARA TUJUAN EKSPOR 2013 2014 2015*
I II III IV I II III IV I II III IV I
1 Jepang 276,916 265,502 236,096 222,268 1,000,782 229,808 285,800 311,425 282,417 1,109,450 225,143 213,089 188,475 189,872 816,578 117,903
2 Malaysia 15,544 21,970 30,383 35,098 102,995 28,276 38,252 40,895 44,010 151,433 28,197 35,894 35,508 29,831 129,429 16,028
3 Amerika Serikat 37,186 20,355 49,647 46,967 154,155 31,358 43,734 37,866 22,781 135,739 22,395 32,804 41,494 31,259 127,952 25,540
4 Philipina 15,896 23,792 26,969 24,962 91,618 26,414 32,148 39,092 35,247 132,900 16,135 40,494 23,936 3,499 84,063 1,978
5 Singpura 3,759 4,103 4,511 3,529 15,902 4,784 4,348 5,126 9,554 23,811 2,212 11,210 12,884 4,620 30,926 2,259
6 Belanda 10,747 6,511 13,668 4,892 35,819 5,235 8,685 12,434 5,537 31,890 7,958 5,793 6,022 3,635 23,408 5,153
7 Korea Selatan 2,041 2,727 3,249 2,982 10,999 3,121 4,085 3,269 5,640 16,115 7,360 7,035 4,995 5,971 25,361 4,007
8 Jerman 2,714 4,225 5,959 5,027 17,925 5,462 5,994 10,525 7,103 29,084 6,972 4,541 7,410 2,760 21,683 3,898
9 Australia 3,061 4,265 3,095 5,854 16,274 6,494 9,624 7,580 6,191 29,890 4,414 4,530 3,952 4,151 17,047 5,408
10 Hongkong 4,514 4,803 3,702 4,110 17,129 4,296 3,314 5,116 3,646 16,373 4,460 3,346 3,888 3,765 15,459 4,015
NILAI EKSPOR SULSEL 366,672 338,889 362,336 335,808 1,403,705 318,197 400,004 428,820 389,604 1,536,625 344,161 382,891 350,441 333,278 1,410,772 229,370
Ket: 10 besar negara tujuan ekspor sepanjang 2016
Sumber: Bea Cukai, diolah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 99
LAMPIRAN

Tabel E.3. Perkembangan Komoditas Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ ribu)
2013 2014 2015* 2016**
KOMODITAS IMPOR UTAMA 2013* 2014 2015*
I II III IV I II III IV I II III IV I
1 Kapal Terbang dan Bagiannya - - - - - - - - - - - - 124,230 - 124,230 -
2 Bahan Kimia Anorganik 37,228 56,624 29,661 62,323 185,835 55,107 48,136 59,146 30,292 192,681 43,748 66,857 273 3,697 114,575 3,347
3 Karpet dan Alas Lantai 56,173 47,354 15,453 18,483 137,463 34,678 52,658 32,731 26,309 146,375 23,114 47,433 - - 70,547 -
4 Gandum-Ganduman - - - - - - - - - - - - 44,440 30,837 75,277 35,846
5 Aluminium 14,065 16,677 19,661 20,156 70,559 11,103 40,995 16,902 27,845 96,845 21,885 12,475 28 596 34,983 5
6 Mesin/Mesin/Pesawat Mekanik - - - - - - 41 43 202 287 32 47 31,330 37,787 69,196 35,071
7 Ampas/Sisa Industri Makanan - - - - - - - - - - - - 18,588 21,685 40,273 13,573
8 Kain Khusus 13,822 6,086 1,859 3,382 25,150 4,827 3,723 4,913 1,977 15,440 5,075 13,305 - - 18,380 -
9 Bulu dan Bunga Buatan - 3,070 2,277 210 5,557 1,570 - 2,581 1,436 5,588 13,900 538 - - 14,438 -
10 Sereal,Tepung, dan Susu 101 - 7,183 6,250 13,534 1,657 2,508 7,449 5,079 16,692 11,185 2,890 132 84 14,291 27
NILAI IMPOR SULSEL 300,716 404,717 218,820 126,061 1,050,313 139,097 181,875 149,053 129,393 599,417 163,902 180,739 270,064 149,655 764,360 123,713
Ket: 10 komoditas impor sepanjang 2015
Sumber: Bea Cukai, diolah

Tabel E.4. Perkembangan Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Asal (US$ Ribu)
2013 2014* 2015** 2016**
NEGARA ASAL IMPOR 2013* 2014* 2015**
I II III IV I II III IV I II III IV I
1 Rusia 151,252 248,147 121,335 11,978 532,711 586 557 6,325 2,069 9,536 946 - 132,603 13,334 146,883 437
2 Tiongkok 28,368 2,948 11,288 15,463 58,066 24,588 36,507 29,472 20,987 111,554 29,420 34,987 59,722 60,503 184,632 42,693
3 Australia 29,359 41,531 29,849 29,355 130,093 40,047 36,627 40,027 18,364 135,066 59,175 47,954 16,828 9,655 133,612 25,410
4 Kanada 12,049 25,176 3,905 12,160 53,291 2,799 15,376 10,268 15,521 43,963 5,293 18,487 22,930 10,637 57,347 6,496
5 Singapura 13,586 11,955 9,626 3,094 38,262 7,901 4,377 8,400 10,861 31,538 26,556 11,061 3,437 9,330 50,383 636
6 Argentina 12,569 15,635 13,186 17,778 59,168 10,141 34,030 13,582 19,518 77,272 19,975 10,541 9,303 5,364 45,182 18,433
7 Jerman 14,314 9,187 393 749 24,643 424 10,070 10,238 2,471 23,203 978 21,430 170 1,839 24,417 165
8 Amerika Serikat 9,774 2,429 7,879 12,155 32,238 25,350 13,445 6,130 8,696 53,620 1,771 9,845 2,412 4,976 19,005 2,367
9 Thailand 11,310 5,838 3,313 3,155 23,616 9,381 3,380 2,539 7,106 22,406 2,477 4,540 4,573 2,444 14,035 4,657
10 Malaysia 1,470 3,137 2,006 4,153 10,766 5,031 10,675 3,832 1,811 21,350 300 2,722 5,723 1,153 9,898 1,153
NILAI IMPOR SULSEL 300,716 404,717 218,820 126,061 1,050,313 139,097 181,875 149,053 129,393 599,417 163,067 180,739 270,064 149,655 763,524 123,713
Ket: 10 besar negara importir sepanjang 2016
Sumber: Bea Cukai, diolah

F. Inklusi Keuangan
Tabel F.1. Perkembangan Rasio Jumlah Rekening terhadap Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan

Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Jumlah Penduduk


Jumlah Rekening DPK Lokasi KC/KCP (Ribu Rekening) Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*
(%)
2012 2013 2014* 2015** 2016** 2012 2013 2014* 2015** 2016** 2012 2013 2014* 2015** 2016**
4,079 4,806 5,182 5,540 5,700 8,207 8,309 8,408 8,520 8,796 49.70 57.84 61.64 65.02 64.81

Rasio Jumlah Rekening Kredit terhadap Jumlah


Jumlah Rekening Kredit Lokasi Bank (Ribu Rekening) Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*
Penduduk (%)
2012 2013 2014* 2015** 2016** 2012 2013 2014* 2015** 2016** 2012 2013 2014* 2015** 2016**
894 872 870 916 945 8,207 8,309 8,408 8,520 8,796 10.89 10.49 10.34 10.75 10.75

*) Jumlah penduduk merupakan proyeksi dari proporsi jumlah penduduk miskin berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
**) Data terkini perbankan dan jumlah penduduk miskin

Sumber: BPS, diolah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


100 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
LAMPIRAN

G. Indikator Makro Per Kabupaten/Kota


Tabel G.1.PDRB menurut kabupaten/kota atas dasar harga berlaku dan konstan (Rp Milyar)

ATAS DASAR HARGA BERLAKU ATAS DASAR HARGA KONSTAN


NO KABUPATEN/KOTA
2012 2013 2014 2012 2013 2014
1 Kep Selayar 2,464.94 2,879.79 3,463.52 2,122.81 2,317.79 2,530.65
2 Bulukumba 6,243.26 7,170.12 8,345.26 5,483.24 5,910.22 6,395.65
3 Bantaeng 3,825.42 4,337.70 4,936.80 3,234.46 3,525.95 3,805.22
4 Jeneponto 4,720.38 5,258.35 6,139.98 4,147.46 4,423.31 4,764.31
5 Takalar 4,366.04 4,962.95 5,809.96 3,809.14 4,144.47 4,517.63
6 Gowa 9,380.48 10,702.76 12,001.82 8,289.11 9,071.49 9,701.44
7 Sinjai 4,926.59 5,600.99 6,482.80 4,366.71 4,707.26 5,035.79
8 Maros 10,428.66 11,885.15 14,750.54 9,044.51 9,612.78 10,115.50
9 Pangkep 11,766.21 13,508.09 15,921.63 10,288.64 11,248.99 12,391.77
10 Barru 3,363.62 3,816.79 4,396.91 3,000.72 3,238.15 3,453.22
11 Bone 14,833.10 16,656.17 19,739.12 12,730.12 13,533.60 14,741.06
12 Soppeng 4,761.84 5,401.13 6,176.04 4,259.55 4,567.99 4,876.75
13 Wajo 10,166.67 11,620.59 13,568.44 8,819.11 9,424.44 10,286.60
14 Sidrap 6,108.34 6,937.94 8,036.28 5,297.54 5,665.20 6,104.75
15 Pinrang 8,738.25 9,847.32 11,358.26 7,708.90 8,270.31 8,941.22
16 Enrekang 3,458.74 4,121.14 4,617.89 3,021.20 3,197.79 3,385.82
17 Luwu 6,698.54 7,679.83 9,006.39 5,915.10 6,373.02 6,929.57
18 Tana Toraja 3,232.30 3,701.18 4,267.52 2,793.72 2,997.15 3,193.81
19 Luwu Utara 5,560.28 6,339.52 7,558.98 4,911.00 5,274.63 5,721.30
20 Luwu Timur 15,266.46 16,623.15 20,363.59 11,963.26 12,717.59 13,794.39
21 Toraja Utara 3,546.30 4,248.57 5,045.16 2,971.71 3,261.43 3,507.40
22 Makassar 78,013.04 88,169.95 100,026.50 70,851.04 76,907.41 82,592.00
23 Pare-pare 3,501.13 3,938.49 4,428.05 3,150.26 3,401.32 3,608.58
24 Palopo 3,690.92 4,180.46 4,743.86 3,363.25 3,634.87 3,877.03
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 101
LAMPIRAN

Tabel G.2.Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota Harga Konstan (Rp Milyar)

PERTUMBUHAN PERTAHUN
NO KABUPATEN/KOTA
2011 2012 2013 2014
1 Kep. Selayar 8.88 7.88 9.18 9.18
2 Bulukumba 5.49 9.65 7.79 8.21
3 Bantaeng 9.38 9.67 9.01 7.92
4 Jeneponto 8.44 7.55 6.65 7.71
5 Takalar 7.59 6.58 8.80 9.00
6 Gowa 7.46 8.15 9.44 6.94
7 Sinjai 7.60 7.32 7.80 6.98
8 Maros 11.24 11.14 6.28 5.23
9 Pangkep 9.84 8.26 9.33 10.16
10 Barru 8.13 8.39 7.91 6.64
11 Bone 6.40 8.21 6.31 8.92
12 Soppeng 7.17 6.93 7.24 6.76
13 Wajo 10.11 6.50 6.86 9.15
14 Sidrap 9.63 8.93 6.94 7.76
15 Pinrang 7.71 8.51 7.28 8.11
16 Enrekang 8.08 7.30 5.84 5.88
17 Luwu 7.89 7.00 7.74 8.73
18 Tana Toraja 7.78 8.58 7.28 6.56
19 Luwu Utara 8.04 6.81 7.40 8.47
20 Luwu Timur -4.29 5.62 6.31 8.47
21 Toraja Utara 8.36 9.45 9.75 7.54
22 Makassar 10.36 9.64 8.55 7.39
23 Pare-pare 8.42 8.80 7.97 6.09
24 Palopo 7.90 7.00 8.08 6.66
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000

Tabel G.3.PDRB Perkapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Berlaku (Rp juta rupiah)
PDRB perkapita
No Kabupaten/Kota
2010 2011 2012 2013
1 Kep. Selayar 9.25 11.17 13.61 15.85
2 Bulukumba 9.51 10.74 12.55 14.40
3 Bantaeng 10.33 12.21 14.11 16.30
4 Jeneponto 6.61 7.73 8.88 10.12
5 Takalar 7.60 8.65 9.92 11.16
6 Gowa 7.76 8.87 9.95 11.25
7 Sinjai 12.26 13.98 15.94 18.24
8 Maros 8.12 9.38 10.66 12.11
9 Pangkep 17.54 20.67 24.27 28.06
10 Barru 10.00 11.37 13.00 14.78
11 Bone 10.46 12.19 14.22 16.06
12 Soppeng 12.15 14.28 16.39 18.87
13 Wajo 14.00 17.16 19.87 22.89
14 Sidrap 12.34 15.26 17.63 19.92
15 Pinrang 15.02 17.50 20.20 22.87
16 Enrekang 10.06 11.89 13.78 16.89
17 Luwu 11.15 12.91 14.77 16.83
18 Tana Toraja 6.64 8.04 9.74 11.35
19 Luwu Utara 10.64 12.25 14.12 16.32
20 Luwu Timur 34.02 38.65 40.77 48.63
21 Toraja Utara 6.89 8.31 9.98 11.74
22 Makassar 27.56 31.82 36.55 41.76
23 Pare-pare 13.85 15.77 17.82 20.50
24 Palopo 13.12 14.98 16.84 19.16
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


102 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
LAMPIRAN

Tabel G.4.Jumlah Penduduk Sulawesi Selatan Menurut Kabupaten/Kota

No Kabupaten/Kota 2011 2012 2013 2014


1 Kep. Selayar 124,104 125,603 127,220 128,744
2 Bulukumba 399,000 401,897 404,896 407,775
3 Bantaeng 178,596 179,800 181,006 182,283
4 Jeneponto 346,308 348,680 351,111 353,287
5 Takalar 273,891 277,218 280,590 283,762
6 Gowa 668,875 682,597 696,096 709,386
7 Sinjai 231,425 233,200 234,886 236,497
8 Maros 324,097 327,998 331,796 335,596
9 Pangkep 310,288 313,722 317,110 320,293
10 Barru 167,511 168,397 169,302 170,316
11 Bone 724,923 729,516 734,119 738,515
12 Soppeng 224,804 225,180 225,512 225,709
13 Wajo 387,815 389,284 390,603 391,980
14 Sidrap 276,327 279,810 283,307 286,610
15 Pinrang 355,312 358,312 361,293 364,087
16 Enrekang 192,822 194,606 196,394 198,194
17 Luwu 336,989 340,491 343,793 347,096
18 Tana Toraja 223,297 224,812 226,212 227,588
19 Luwu Utara 291,414 294,402 297,313 299,989
20 Luwu Timur 250,223 256,699 263,012 269,405
21 Toraja Utara 219,084 220,777 222,393 224,003
22 Makassar 1,364,955 1,387,033 1,408,072 1,429,242
23 Pare-pare 131,514 133,381 135,192 136,903
24 Palopo 152,573 156,603 160,819 164,903
Sulawesi Selatan 8,156,129 8,250,018 8,342,047 8,432,163
Sumber: BPS, diolah

Tabel G.5.Tingkat Partisipasi Angkatan Lerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Sulawesi Selatan Menurut
Kabupaten/Kota (%)
TPAK TPT
No Kabupaten / Kota
2011 2012 2013 2014 2011 2012 2013 2014
1 Kep. Selayar 65.1 62.7 61.11 60.6 4.68 3.25 4.62 2.1
2 Bulukumba 64.2 68.4 62.25 65 5.46 2.71 4.16 2.8
3 Bantaeng 65.5 72.2 68.74 71.9 5.54 7.02 6.44 2.4
4 Jeneponto 64.5 67.0 61.96 61.7 5.06 4.35 2.77 2.7
5 Takalar 64.5 62.3 57.69 62.9 5.54 6.21 2.73 2.7
6 Gowa 65.6 62.1 64.17 66.3 7.05 4.01 2.63 2.3
7 Sinjai 65.1 73.1 70.34 68.8 5.59 2.84 0.43 0.9
8 Maros 64.9 64.3 60.98 63.0 6.94 6.43 5.71 4.6
9 Pangkep 65.0 57.6 54.41 57.6 6.09 8.03 5.7 9.9
10 Barru 64.2 56.8 53.43 50.4 5.75 4.78 4.51 2.3
11 Bone 64.0 64.8 63.3 63.9 5.98 3.51 3.8 5
12 Soppeng 63.4 62.1 57.22 57.6 5.16 6.15 6.65 2.4
13 Wajo 67.0 59.9 58.16 55.6 7.45 3.13 3.72 4.9
14 Sidrap 64.6 57.2 52.25 54.0 4.78 6.99 7.62 6.2
15 Pinrang 64.5 55.0 52.07 60.1 6.55 5.35 1.96 2.8
16 Enrekang 66.6 74.5 70.27 68.2 6.66 3.05 1.61 1.4
17 Luwu 65.3 59.7 58.69 62.5 7.41 10.55 7.14 5.1
18 Tana Toraja 67.1 76.3 70.55 80.3 5.56 4.63 3.26 3.3
19 Luwu Utara 65.9 65.6 62.02 66.7 4.47 5.03 4.48 1.8
20 Luwu Timur 68.3 67.3 65.01 67.2 7.16 8.12 6.28 8.1
21 Toraja Utara 63.5 68.3 65.25 69.8 6.05 5.08 2.82 3.7
22 Makassar 61.0 57.9 57.8 56.9 8.41 9.97 9.53 10.9
23 Pare-pare 62.0 60.4 57.72 60.6 7.97 4.21 4.86 7.1
24 Palopo 63.1 59.6 58.13 58.0 9.47 8.43 9.03 8.1
Sulawesi Selatan 64.3 62.8 60.49 62.0 6.56 5.87 5.1 5.1
Sumber: BPS, diolah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 103
LAMPIRAN

Tabel G.6.Indikator Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan


2012 2013
NO Kabupaten/Kota Jumlah Jumlah
% P1 P2 % P1 P2
(ribu) (ribu)
1 Kep. Selayar 16.2 12.87 2.34 0.61 18.2 14.23 2.32 0.54
2 Bulukumba 31.5 7.83 0.93 0.18 36.7 9.04 1.01 0.17
3 Bantaeng 16.00 8.90 1.64 0.45 18.9 10.45 1.68 0.49
4 Jeneponto 58.0 16.59 2.64 0.68 58.1 16.52 2.42 0.61
5 Takalar 26.7 9.60 1.57 0.48 29.3 10.42 1.48 0.35
6 Gowa 55.3 8.06 1.66 0.64 61.0 8.73 1.19 0.25
7 Sinjai 21.7 9.29 1.26 0.26 24.3 10.32 1.41 0.33
8 Maros 41.3 12.56 2.36 0.60 43.1 12.94 2.24 0.63
9 Pangkep 52.3 16.63 2.76 0.77 56.4 17.75 3.15 0.85
10 Barru 15.7 9.28 1.50 0.37 17.5 10.32 1.33 0.26
11 Bone 89.5 12.25 1.90 0.51 87.7 11.92 1.75 0.47
12 Soppeng 20.6 9.12 1.08 0.21 21.3 9.43 0.93 0.15
13 Wajo 30.5 7.83 0.87 0.16 31.9 8.17 1.27 0.35
14 Sidrap 16.9 6.00 0.77 0.14 17.9 6.3 1.00 0.23
15 Pinrang 28.1 7.83 1.37 0.40 32.1 8.86 1.16 0.22
16 Enrekang 28.2 14.45 1.79 0.38 29.7 15.11 2.02 0.44
17 Luwu 45.5 13.34 1.97 0.47 52.0 15.10 2.25 0.52
18 Tana Toraja 28.7 12.73 1.98 0.46 31.3 13.81 1.81 0.38
19 Luwu Utara 41.4 14.03 2.68 0.75 46.2 15.52 2.06 0.43
20 Luwu Timur 19.9 7.72 1.13 0.29 2.2 8.38 1.37 0.32
21 Toraja Utara 36.0 16.28 2.44 0.52 36.8 16.53 3.03 0.86
22 Makassar 69.9 5.02 0.76 0.17 66.4 4.7 0.84 0.24
23 Pare-pare 7.5 5.58 0.88 0.21 8.6 6.38 0.83 0.18
23 Palopo 14.9 9.47 1.61 0.44 15.5 9.57 1.42 0.3
Sulawesi Selatan 812.3 9.82 1.68 0.42 863.2 10.32 1.65 0.40
Sumber: BPS, diolah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


104 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
LAMPIRAN

H. Daftar Istilah
Istilah Keterangan

Administered prices Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah

Abenomics Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk mengatasi masalah ekonomi makro Jepang dari
resesi berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk
meningkatkan konsumsi dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor

Austerity program Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau belanja pemerintah

Bail out Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan dana/likuiditas

Balance sheet Neraca

Banking union Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga stabilitas perbankan

Barrel Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional

Basel III Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada kecukupan modal bank, stress testing, dan
risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota Basel Committee on Banking Supervision dan akan diimplementasikan 2013-
2018

BI rate Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia

Branchless banking Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang

Bullish Kecenderungan harga untuk meningkat

Clean money policy Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar

Consensus forecast Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat
menggunakan metodologi yang berbeda

Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank

Cost push inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya

Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen, saham biasa,
maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan

Credit Limit Batas kredit

Credit rating Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi

Crisis management Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran dan tanggung
protocol jawab anggota tim itu

Debt ceiling Pagu hutang

Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu negara

Debt swap Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas ekonomi

Deflasi Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum

Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif

Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral

Deposit rate Tingkat suku bunga simpanan

Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan
nasabah

Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing

Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional

Disposable income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan,
atau non-penting, atau diselamatkan

Double-dip recession Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi sebelumnya dalam waktu yang pendek

Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali

Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 105
LAMPIRAN

Istilah Keterangan

Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda,
dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran

Ekspansi fiskal Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah

Emerging market Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar
keuangan dan industrialisasi

E-money Uang elektronik

Exchange rate pass Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat perubahan satu persen dalam nilai tukar antara negara-
through negara pengekspor dan pengimpor

External imbalance Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif berlebihan

Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga

Financial sophistication Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan financial exclusion pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau
untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah masyarakat

Fiscal space Ruang ekspansi kebijakan fiskal

Flight to quality Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor menjual apa yang mereka anggap
sebagai investasi berisiko dan membeli investasi yang lebih aman

Fiscal sustainability Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan lainnya dalam jangka panjang tanpa
risiko gagal bayar

Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat perintah
pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan

Good corporate Tata kelola yang baik


governance

Growth-supporting Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi


funding facility

Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan

Holding company Perusahaan induk dari beberapa perusahaan

Idle money Uang yang tidak terpakai

Imported inflation Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor

Indeks kedalaman Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin
kemiskinan

Indeks keparahan Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin


kemiskinan

Industrial upgrading Peningkatan industri produk nonkomoditas

Inflasi Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum

Inflasi inti Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan
dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional,
inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi

Inter-bank lending Penempatan dana bank pada bank lain

Intercompany loans Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur organisasi

Intra-regional trade Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan

Investasi portofolio Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan

Investment grade Peringkat layak investasi

Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan

Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama

Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai

Long-term financing Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


106 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
LAMPIRAN

Istilah Keterangan

operation Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun

M1 Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)

M2 Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)

Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan

Margin Selisih

Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan
usahanya

Monetary union Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan

Monetisasi Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang

Moral hazard Kecenderungan untuk melakukan kecurangan

Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, atau
bulan) terhadap satu bulan sebelumnya

Online banking Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi internet

Operation twist Kebijakan The Fed pada akhir 2011, dimana The Fed mengambil inisiatif membeli surat berharga jangka panjang dan secara
simultan menjual yang jangka pendek untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang

Operasi Pasar Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka
pengendalian moneter

Pagu hutang / debt Jumlah total utang pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan dalam periode tertentu
ceiling

Pasar obligasi Tempat diperdagangkannya obligasi

Pendapatan disposibel Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan

Price taker Pengambil harga

Primary reserves Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-waktu)

Push factor Faktor pendorong

Quantitative easing Kebijakan dimana The Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk memberikan dukungan
pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau

Qtq Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu,
bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya

Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan

Second round effect Dampak lanjutan

Short-term liquidity Likuiditas jangka pendek

Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain

Solvabilitas Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya

Sovereign debt crisis Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk memenuhi kewajibannya (bunga dan
pokoknya)

Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang
selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek

Sukuk Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi
syariah

Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun

Term of trade Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya

Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank
ritel

Velositas uang Kecepatan perputaran uang yang beredar

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 107
LAMPIRAN

Istilah Keterangan

Volatile food Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam,
atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan
internasional

Yield Imbal hasil

Yoy Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,
triwulan, semester, atau tahun) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya

Ytd Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,
triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember). Ytd biasanya untuk mengukur
pertumbuhan secara akumulatif.

Yuan Mata uang Tiongkok

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016


108 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel

Anda mungkin juga menyukai