Kata
Pengantar
Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap
triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi,
keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan
uang rupiah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi dan
keuangan ini disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan
kebijakan moneter, makroprudensial, stabilitas sistem keuangan, serta sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah,
juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Dengan
demikian, keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Sulsel diharapkan dapat semakin berperan
sebagai economic advisor dan strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya.
Ekonomi Sulsel pada triwulan I 2016 tumbuh menggembirakan 7,41% (yoy), lebih tinggi dari pencapaian pertumbuhan
ekonomi nasional (4,92%; yoy). Kami mencatat beberapa sektor masih tumbuh meningkat, antara lain sektor industri
pengolahan, sektor transportasi dan pergudangan, serta sektor penyediaan akomodasi dan makan minum. Namun kondisi
eksternal yang belum sepenuhnya membaik, masih berimbas pada kinerja ekspor komoditas unggulan Sulsel di awal 2016
ini. Menurut outlook World Bank, harga internasional komoditas unggulan ekspor Sulsel diperkirakan baru akan membaik
pada akhir 2016. Untuk itu, guna menopang pertumbuhan ekonomi Sulsel, kami berharap, realisasi penyerapan anggaran
belanja pemerintah terutama belanja modal pada tiga triwulan kedepan dapat dioptimalkan. Optimalisasi penyerapan
anggaran dapat dilakukan diantaranya dengan mempercepat pembangunan infrastruktur, termasuk diantaranya
infrastruktur penunjang yang terkait dengan upaya membangun kota yang nyaman di Sulsel (smart city). Sementara itu,
meski tekanan inflasi di Sulsel saat ini masih relatif kuat, namun dengan berbagai upaya pengendalian yang telah dan
terus akan dilakukan kedepan, kami optimis inflasi akan semakin menurun sehingga pada akhir tahun berada pada kisaran
target yang ditetapkan yaitu 4±1%. Dengan pencapaian inflasi yang semakin rendah maka daya beli masyarakat Sulsel
akan terjaga dengan baik sehingga kesejahteraannya meningkat. Menurut hemat kami, fokus pengendalian harga pada
triwulan II- 2016 sebaiknya lebih diarahkan pada komoditas volatile food dengan cara menjaga ketersediaan pasokannya,
mengingat permintaan komoditas tersebut diprediksi meningkat seiring dengan datangnya Ramadhan dan perayaan Idul
Fitri.
Dalam penyusunan kajian ini, kami memanfaatkan data sekunder yang diterbitkan atau yang disediakan oleh berbagai
institusi. Selain itu kami juga menggunakan data primer dan informasi yang kami peroleh dari hasil survei dan liaison atau
hasil kunjungan ke sejumlah perusahaan besar di Sulsel. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengucapkan terima
kasih dan penghargaan yang tinggi kepada semua pihak, terutama bagi Bapak/Ibu yang telah berkontribusi dalam sharing
pemikiran dan membantu dalam penyediaan data atau informasi yang lengkap, akurat dan terkini. Saran serta masukan
dari para stakeholders sangat kami harapkan agar kedepan kajian yang kami susun menjadi semakin lebih baik.
ttd
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel iii
VISI BANK INDONESIA
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional
melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian
inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.
NILAI-NILAI STRATEGIS
Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen,
dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri
atas:Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest –
Coordination and Teamwork.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel iv
DAFTAR ISI
Daftar
Isi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel v
DAFTAR ISI
DAFTAR BOKS
BOKS 1.A.
AGLOMERASI KAWASAN PERKOTAAN MAMMINASATA 29
BOKS 2.A.
FORUM FISKAL-MONETER: PERKUAT EKONOMI REGIONAL 39
BOKS 3.A.
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK HARGA BERAS DI SULSEL DALAM KAITANNYA DENGAN UPAYA PENGENDALIAN
INFLASI 51
BOKS 4.A
KEBIJAKAN PELONGGARAN GIRO WAJIB MINIMUM (GWM) PRIMER DALAM RUPIAH 64
BOKS 5.A
SMART CITY (KOTA CERDAS) BERKEMBANG BERSAMA GERAKAN NASIONAL NON TUNAI (GNNT) 71
BOKS 6.A.
BANK INDONESIA IKUT MENINGKATKAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA 79
Ringkasan
Eksekutif
Perekonomian Sulsel triwulan I Perekonomian Sulsel triwulan I 2016 tumbuh 7,41% (yoy), meningkat dibandingkan
2016 tumbuh meningkat pertumbuhan triwulan IV 2015 yang tercatat 7,24% (yoy). Secara sektoral,
dibandingkan triwulan meningkatnya pertumbuhan disebabkan oleh peningkatan kinerja di sektor sekunder,
sebelumnya yaitu sektor industri pengolahan, sektor transportasi dan pergudangan, serta sektor
penyediaan akomodasi dan makan minum. Di sisi pengeluaran, meningkatnya
pertumbuhan disebabkan oleh masih kuatnya konsumsi rumah tangga dan cukup
tingginya pertumbuhan investasi (PMTB). Sementara itu, pertumbuhan ekspor masih
mengalami tekanan seiring dengan belum pulihnya pasar global. Pada triwulan laporan,
kinerja perbankan dalam kondisi baik, sementara transaksi yang tercatat pada sistem
pembayaran menunjukkan peningkatan. Peluang peningkatan ekonomi Sulsel pada
2016 akan terjadi apabila perkembangan ekonomi global semakin membaik dan terjalin
koordinasi yang semakin erat antara pemerintah pusat dan daerah.
Tekanan inflasi pada triwulan laporan meningkat. Pada akhir triwulan I 2016 inflasi
Sulsel tercatat 5,70% (yoy). Meskipun pencapaian inflasi berada di atas rentang sasaran
inflasi nasional 4±1%, namun kami optimis pada akhir 2016 inflasi Sulsel diperkirakan
dapat berada di rentang sasaran inflasi yang ditargetkan. Peningkatan inflasi Sulsel
terjadi dikarenakan terdapat tekanan harga pada kelompok bahan makanan, akibat
bergesernya musim panen padi, serta terbatasnya pasokan cabe dan bawang merah.
Terbatasnya pasokan dikarenakan sebagian komoditi disalurkan ke wilayah lain, seiring
dengan tingginya permintaan dari beberapa wilayah di luar Sulsel karena gagal panen.
Namun penurunan harga BBM dan tarif tenaga listrik (TTL) tampaknya mampu
mengkompensasi kenaikan harga-harga bahan pangan sehingga inflasi tidak terdorong
lebih tinggi. Kunci keberhasilan dalam mengendalikan inflasi di Sulsel tersebut tentunya
tidak lepas dari peran serta, komunikasi, dan koordinasi yang berjalan baik di antara
anggota TPID, terutama dalam kaitannya dengan upaya menjaga ketersediaan dan
kelancaran arus distribusi bahan pangan ke berbagai daerah di Sulsel.
Pertumbuhan Ekonomi
Konsumsi rumah tangga dan Peningkatan pertumbuhan perekonomian Sulsel terutama disebabkan oleh masih
investasi yang relatif kuat, kuatnya konsumsi rumah tangga dan cukup tingginya pertumbuhan investasi (PMTB).
serta kinerja positif sektor Pada triwulan I 2016, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,28% (yoy), relatif stabil bila
sekunder berhasil menopang dibandingkan dengan pertumbuhan periode sebelumnya, sementara investasi masih
pertumbuhan ekonomi Sulsel di tumbuh 9,52% (yoy).
triwulan I 2016
Sedangkan secara sektoral, pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh meningkatnya
kinerja sektor industri pengolahan, sektor transportasi dan pergudangan, serta
sektor penyediaan akomodasi dan makan minum. Peningkatan kinerja sektor
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 1
RINGKASAN EKSEKUTIF
sekunder dan tersier tersebut mencerminkan daya beli konsumen di Sulsel tetap
terjaga dengan baik.
Keuangan Pemerintah
Nominal realisasi belanja APBD Realisasi penyerapan APBD dan APBN di Sulsel turut mendorong pertumbuhan
Provinsi dan APBN ekonomi di triwulan I 2016. Realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel triwulan I 2016
menunjukkan peningkatan. mencapai Rp926,33 miliar atau 13,75% dari yang ditargetkan sebesar Rp6,74 triliun.
Sumber belanja berasal dari belanja operasional dan belanja transfer. Meskipun belum
terlihat optimal namun nilai penyerapan anggaran triwulan I 2016 lebih besar bila
dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, realisasi
belanja APBN di Sulsel mencapai Rp2,38 triliun atau 12,5% dari yang dianggarkan
sebesar Rp19,03 triliun, dengan peningkatan penyerapan terbesar terdapat pada
belanja modal dan belanja pegawai.
Inflasi
Tekanan harga-harga Tekanan harga-harga meningkat. Laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan I 2016 tercatat
meningkat, terutama berasal 5,70% (yoy) lebih tinggi dari akhir 2015 (4,49%, yoy). Tekanan harga-harga terutama
dari inflasi kelompok volatile berasal dari kelompok bahan makanan (volatile food). Peningkatan inflasi pada
food dan administered price. kelompok bahan makanan diantaranya disebabkan oleh terbatasnya pasokan bahan
pangan akibat belum masuknya musim panen di beberapa sentra penghasil pangan
Sulsel. Selain itu, sumber peningkatan tekanan inflasi berasal dari kelompok
transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan, yang dikarenakan adanya kenaikan tarif
angkutan udara.
Intermediasi perbankan Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan I 2016 tetap terjaga baik. Hal ini tercermin
berjalan dengan baik, dengan dari pertumbuhan aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang
kualitas kredit terjaga pada disalurkan. Meskipun terdapat perlambatan namun aset perbankan masih tumbuh
level aman tinggi 15,14% (yoy), sementara DPK tumbuh 17,95% (yoy) dan kredit/pembiayaan
tumbuh 12,90% (yoy), dengan Makassar masih menjadi motor pertumbuhan industri
perbankan. Pada triwulan I 2016, dinamika aktivitas perbankan diwarnai dengan
meningkatnya penyaluran kredit yang lebih tinggi dibandingkan penghimpunan dana
pihak ketiga (DPK), sehingga rasio LDR meningkat menjadi 122,94% lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya 121,05%. Seiring dengan meningkatnya LDR
perbankan, rasio NPL juga sedikit mengalami kenaikan menjadi 3,36% dari triwulan
sebelumnya 3,19%. Namun demikian secara umum risiko kredit perbankan masih
dalam batas yang aman.
Dari sisi stabilitas sistem keuangan secara umum juga tetap terjaga baik. Kinerja
perusahaan secara umum masih relatif baik. Penyaluran kredit ke berbagai sektor juga
masih terus tumbuh, termasuk penyaluran kredit ke sektor UMKM, sehingga pangsa
kredit UMKM terhadap total kredit tetap terjaga di atas 30%. Satu hal yang perlu
mendapat peningkatan perhatian adalah sedikit menurunnya kualitas kredit di sektor
korporasi, sebagaimana tercermin dari NPL yang sedikit meningkat menjadi 6,81%.
Peningkatan NPL ini tidak lepas dari kondisi perekonomian global khususnya
perekonomian negara-negara mitra dagang yang belum sepenuhnya pulih.
Sesuai siklus ekonomi, Perkembangan transaksi keuangan berjalan dinamis. Transaksi keuangan yang
kebutuhan uang kartal pada dilakukan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) bahkan
triwulan I 2016 menurun. memperlihatkan peningkatan, dengan nilai transaksi mencapai Rp18,23 triliun atau
Sementara disisi lain, transaksi tumbuh 86,7% (yoy) jauh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 24,6% (yoy).
non tunai khususnya yang Peningkatan ini sejalan dengan diimplementasikannya ketentuan batas minimal
dilakukan melalui kliring transaksi melalui BI-RTGS sebesar Rp500 juta dan diberlakukannya kebijakan
mengalami lonjakan yang penambahan waktu pelayanan SKNBI menjadi 5 (lima) kali sehari. Sementara itu, disisi
tajam. pengelolaan uang rupiah (PUR) terjadi net inflow sebesar Rp4,74 triliun. Hal ini
mengindikasikan adanya penurunan kebutuhan uang kartal, yang merupakan siklus di
awal tahun setelah momen libur natal dan tahun baru.
Penyerapan tenaga kerja pada Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel mencapai 5,11% (Februari 2016) sedikit
triwulan I 2016 terdapat sedikit lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun 2015 (5,80%). Perbaikan
perbaikan yang diharapkan penyerapan tenaga kerja tersebut, ditengarai sebagai implikasi dari dampak kebijakan
dapat menurunkan angka pemerintah diantaranya penyaluran dana ke desa dan peluncuran berbagai paket
kemiskinan. Menurut data kebijakan ekonomi. Seiring dengan kebijakan tersebut tingkat kesejahteraan petani
terakhir per September 2015 yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan I 2016 secara tahunan
angka kemiskinan Sulsel secara terpantau membaik dibandingkan triwulan I 2015. Namun seiring dengan relatif
tahunan meningkat, sebagai tingginya angka inflasi di Sulsel, maka jumlah penduduk miskin di Sulsel per September
imbas dari tergerogotinya daya 2015 tercata sedikit meningkat dibandingkan dengan September 2014. Peningkatan
beli masyarakat akibat inflasi kemiskinan terjadi baik di kota maupun di desa. Persentase penduduk miskin di Sulsel
yang relatif tinggi. per September 2015 tercatat 10,12% dari total penduduk. Persentase ini tergolong
cukup rendah jika dibandingkan dengan Provinsi lain di Sulampua maupun Nasional.
Prospek Perekonomian
Perekonomian Sulsel pada Perekonomian Sulsel pada triwulan II 2016 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,6% -
triwulan II 2016 dan 8,0% (yoy). Demikian pula untuk keseluruhan 2016 juga diperkirakan tumbuh pada
keseluruhan 2016 diprakirakan kisaran 7,6% - 8,0% (yoy), membaik dibandingkan 2015. Jika dibandingkan dengan
tumbuh lebih tinggi dari ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan II 2016 diperkirakan tetap
pertumbuhan ekonomi nasional lebih tinggi. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih akan
ditopang oleh semua komponen sisi pengeluaran (konsumsi, investasi, dan ekspor luar
negeri). Di sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan diperkirakan akan terjadi
pada sektor pertanian, sektor pengadaan listrik/gas, sektor konstruksi, dan sektor jasa
kesehatan/kegiatan sosial. Faktor risiko yang perlu diwaspadai ke depan adalah
berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global, rebound-nya harga minyak dunia,
pergerakan nilai tukar rupiah, dan permasalahan harmonisasi kebijakan ekonomi
1
Penyingkatan SPPUR merupakan singkatan baru yang diterapkan pada tahun 2015, sebelumnya penyebutan Sistem Pembayaran tunai. Sementara
penyebutan SP mengarahkan pada Sistem pembayaran Non Tunai.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 3
RINGKASAN EKSEKUTIF
Rekomendasi Kebijakan
Percepatan infrastruktur, Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul
peningkatan nilai tambah, dan Jejaring Akselerasi Kesejahteraan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat
optimalisasi belanja disarankan kepada pemerintah daerah: (a) Melakukan pembangunan infrastruktur
pemerintah menjadi kunci perhubungan secara tepat waktu; (b) Program peningkatan ekspor perlu segera diiringi
pertumbuhan perekonomian dengan peningkatan kualitas transportasi dan infrastruktur darat serta laut yang
Sulsel 2016. Selain itu, juga memadai, mulai dari kawasan industri hingga ke pelabuhan; (c) Mendorong
perlu diiringi dengan terciptanya industri dasar hingga menengah (low medium technology) terutama untuk
pengendalian harga terutama kebutuhan rumah tangga, baik dari sisi ketersediaan investor, tenaga kerja, hingga
untuk komoditas penyumbang pemasarannya; (d) Belanja pemerintah yang masih menjadi penopang pertumbuhan
inflasi terbesar di Sulsel. Sulsel, perlu dilakukan penyerapan yang makin optimal dan merata sepanjang tahun;
(e) Penerapan smart city, perlu diiringi dengan pembangunan infrastruktur dasar kota,
seperti pedestrian yang nyaman, penerangan jalan utama yang memadai, taman yang
tertata, pengelolaan drainase dan saluran air yang terpadu, pengelolaan sampah dan
limbah yang mampu menjaga kelestarian lingkungan, serta peningkatan pelaksanaan
transaksi pembayaran secara nontunai.
Tabel
Indikator Ekonomi
PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) *** 51,268 54,406 57,699 54,217
1. Konsumsi 32,784 36,021 36,851 40,586 35,255 37,835 38,891 42,129 37,158 39,735 41,045 44,894 39,000
2. Investasi 21,526 24,330 21,015 20,074 20,668 23,151 23,343 22,160 23,068 25,335 26,744 27,333 25,544
3. Ekspor 13,148 12,827 15,256 11,132 14,947 14,401 15,995 14,405 13,861 13,733 14,663 10,301 8,204
4. Impor 16,191 18,772 15,423 17,575 15,306 17,505 16,069 20,301 15,344 16,315 15,574 19,907 9,653
Total PDRB (Rp Miliar) 51,268 54,406 57,699 54,217 55,565 57,882 62,159 58,393 58,742 62,488 66,878 62,621 63,095
Pertumbuhan PDRB (%, yoy) 6.02 7.01 9.25 8.06 8.38 6.39 7.73 7.70 5.72 7.96 7.59 7.24 7.41
Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) 403.02 389.29 417.56 386.19 360.34 452.96 490.63 444.80 344.16 382.89 381.25 333.28 229.37
Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton) 171.92 198.44 499.94 230.41 167.44 182.55 193.36 209.93 163.96 194.52 216.82 172.10 163.02
Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) 300.72 404.71 218.81 126.06 139.10 181.87 149.05 129.39 163.90 172.50 271.92 149.65 123.71
Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton) 160.04 472.75 216.67 271.29 221.11 258.82 266.39 217.60 326.31 317.63 264.12 273.69 284.89
Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta) 102.30 (15.43) 198.76 260.13 221.25 271.09 341.58 315.40 180.26 210.39 109.33 183.62 105.66
Sumber : BPS & Ditjen Bea Cukai
Catatan:
*) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2007
**) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2012
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 5
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 7
TABEL INDIKATOR EKONOMI
D. GRAFIK INDIKATOR
15% 11%
Pertumbuhan Ekonomi Sulsel (yoy)
13% 10%
Rasio PDRB KTI terhadap PDB Nasional
11% 9%
9% 11.27% 8% 7.41%
7%
7%
6%
5%
Rasio PDRB Sulsel terhadap PDB Nasional 2.92% 5%
3%
4%
4.92%
1% Pertumbuhan Ekonomi Nasional (yoy)
3%
-1% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2010 2011 2012 2013 2014* 2015** 2016** 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
*) PDRB TD 2010 *) PDRB TD 2010
Kontribusi Perekonomian (PDRB ADHK) Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK)
Konsumsi Rumah Tangga Konsumi LNPRT Konsumsi Pemerintah Pertanian Industri Pengolahan Konstruksi
PMTB Perubahan Stok Net Ekspor
Perdagangan Sektor Lainnya PDRB
PDRB 12 %yoy
30 12 10
25
20 10 8
15
10 8 6
5
0
6 4
-5 4 2
-10
-15 2 0
-20
-25 0 -2
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel Sumbangan SektorEkonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Bab 1
Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Sulsel pada triwulan I 2016 bila diukur berdasarkan PDRB nilainya
mencapai Rp87.989 milyar (ADHB) atau Rp63.095 milyar (ADHK), tumbuh 7,41%
(yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan IV 2015 (7,24%; yoy). Peningkatan
pertumbuhan ekonomi terutama terjadi pada sektor sekunder dan tersier.
Dari sisi eksternal, kegiatan ekspor impor masih terlihat melambat, namun
perlambatan pertumbuhan ekspor tidak sedalam impor. Volume maupun nilai
ekspor menurun signifikan, terutama ekspor barang pertambangan. Sementara itu,
dari sisi domestik, daya beli masyarakat masih terjaga baik dan hal ini menjadi
salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di triwulan I 2016.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 9
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
12 10.34
9.25
10 8.50 8.64 8.11 8.06 8.38 7.96 7.59
7.73 7.70 7.24 7.41
7.01
8 6.02 6.39
5.72
6
4
2
6.11 6.21 5.94 5.87 5.54 5.59 5.52 5.58 5.14 4.96 4.97 5.04 4.73 4.66 4.74 5.04 4.92
0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
% 2012 2013 2014* 2015** 2016**
yoy Nasional yoy Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan
Ekspor dan impor masih mengalami kontraksi. Pada triwulan I 2016 ekspor tercatat tumbuh -40,81% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya -28,49% (yoy). Demikian pula impor juga mengalami kontraksi yang cukup dalam, dari
sebelumnya tumbuh -1,94% (yoy) menjadi -37,09% (yoy) di triwulan laporan.
Perubahan
Net Exim,
-4.14%
Apabila dilihat dari andil terhadap PDRB, komponen
Inventori,
1.7% konsumsi RT dan PMTB masih menjadi penyumbang
terbesar baik di triwulan I 2016. Pangsa konsumsi RT
PMTB,
Share PDRB mencapai di atas 50% dari total PDRB, sementara pangsa
38.5% Tw I Konsumsi PMTB mencapai di atas 30% pada triwulan I 2016. Kelompok
2016
RT, 56.4%
pengeluaran lain yang memiliki share cukup tinggi (di atas
5%) adalah konsumsi pemerintah. Sementara kelompok
Konsumsi
Pemerintah, Konsumsi pengeluaran yang memiliki pangsa di bawah 5% adalah net
6.3% LNPRT,
1.3% ekspor-impor (-4,14%), konsumsi LNPRT (1%) dan perubahan
inventori (1%).
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 1.2. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Pengeluaran (ADHB)
1.2.1 Konsumsi
Secara agregat, pengeluaran konsumsi tumbuh positif, diantaranya didorong oleh konsumsi rumah tangga. Total
konsumsi triwulan I 2016 tumbuh 4,96% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 6,56% (yoy). Konsumsi
rumah tangga tumbuh 5,28% (yoy, sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya 5,36% (yoy), sementara konsumsi
pemerintah tercatat tumbuh 2,08% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh mencapai 11,09%
(yoy).
Konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2016 menopang pertumbuhan ekonomi. Konsumsi rumah tangga yang relatif
terjaga menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi periode laporan. Harga BBM yang relatif stabil dan TTL yang
turun turut mendorong konsumsi rumah tangga. Selain itu, paket kebijakan yang diluncurkan oleh pemerintah pusat dan
daerah yang agresif, dan didorong oleh sejumlah proyek multiyear meningkatkan optimisme dan keyakinan masyarakat
terhadap kondisi ekonomi sehingga gairah masyarakat untuk berkonsumsi meningkat. Hal ini terkonfirmasi dari nilai rata-
rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada triwulan I 2016 yang meningkat (>100) sebesar 116,44 dari sebelumnya
108,37. Sejalan dengan IKK, nilai rata-rata Indeks Penjualan Eceran (IPE) juga mengalami kenaikan menjadi 120,95 dari
periode sebelumnya 120,37.
Realisasi belanja pemerintah daerah lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2015. Realisasi belanja daerah pada triwulan I
2016 tercatat 13,75% atau sebesar Rp637,88 miliar dari yang ditargetkan Rp6,74 triliun. Secara nominal realisasi belanja
triwulan I 2016 lebih tinggi dari triwulan I 2015, yang tercatat sebesar Rp631,09 miliar atau 9,53% dari target Rp6,62
triliun. Disisi lain, sampai dengan triwulan I 2016, realisasi anggaran pendapatan daerah telah terakumulasi hingga
mencapai 22,83% dari target, lebih rendah dibandingkan triwulan I 2015 yang terealisasi 25,87%. Secara nominal, realisasi
anggaran pendapatan daerah pada triwulan laporan mencapai Rp1,56triliun dari total target pendapatan tahunan sebesar
Rp6,85 triliun.
Indeks Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) 160 Indeks YOY 30%
150 Growth yoy (%) - Skala Kanan 20 140 25%
15 120 20%
140
10 15%
130 100
5 10%
80
120 0 5%
60
110 -5 0%
-10 40 -5%
100
-15 20 -10%
90 -20 0 -15%
80 -25 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
2012 2013 2014 2015 2016
Indeks Penjualan Eceran gIndeks - Skala Kanan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 11
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
5 50.00 14 50.00
% (yoy)
% (yoy)
Rp Triliun
Rp Triliun
5
40.00 12 40.00
4
4 30.00 10
30.00
3 20.00 8
3 20.00
2 10.00 6
2 10.00
0.00 4
1 0.00
-10.00 2
1
- -20.00 - -10.00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2012 2013 2014 2015 2016
Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah
Grafik 1.6. Penyaluran Kredit Kendaran Bermotor (KKB) Grafik 1.7. Penyaluran KPR/A
1.2.2 Investasi
Investasi masih tumbuh relatif kuat di triwulan I 2016. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang merupakan
indikasi dari kegiatan investasi masih tumbuh 9,52% (yoy), meski mengalami penurunan bila dibandingkan triwulan IV
2015 (11,10%; yoy). Sementara itu, realisasi belanja modal APBD di Sulsel tercatat tumbuh sedikit lebih rendah 0,12%
atau Rp1,05 miliar pada triwulan I 2016 dibandingkan triwulan I 2015 yang mencapai 0,14%. Di sisi lain, realisasi belanja
modal APBN yang dialokasikan di Sulsel mengalami peningkatan, dengan realisasi mencapai sebesar Rp397,22 miliar atau
7,86% dari target triwulan I 2016 sebesar Rp5,05 triliun. Hal ini berarti lebih tinggi dibanding triwulan I 2015 yang
terealisasi Rp120,36 miliar atau 1,56% dari target Rp7,72 triliun. Peningkatan realisasi belanja modal APBN didorong oleh
percepatan penyerapan anggaran sejumlah proyek di berbagai satuan kerja.
Investasi yang melambat di triwulan I 2016 terkonfirmasi dari kinerja impor barang modal dan penyaluran kredit
investasi. Impor barang modal tercatat tumbuh -22,46% (yoy) terkontraksi dibandingkan periode sebelumnya yang
tumbuh 33,42% (yoy). Impor peralatan transportasi (industri) pada triwulan laporan menurun cukup dalam, sehingga
menjadi salah satu faktor penyebab pertumbuhan negatif impor barang modal. Sementara dari sisi pembiayaan,
perlambatan investasi juga tercermin dari penyaluran kredit investasi di periode laporan yang tumbuh 17,72% (yoy) lebih
rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 22,24% (yoy).
Impor Barang Modal gImpor Barang Modal Kredit Investasi gKredit Investasi - Skala Kanan
2012 2013 2014 2015 2016 2012 2013 2014 2015 2016
Selain dari sektor pemerintah, investasi yang dilakukan oleh pihak swasta juga menurun. Rendahnya investasi swasta di
triwulan I 2016 terlihat dari rencana proyek baru yang masih sedikit. Berdasarkan data BCI Asia, jumlah proyek
infrastruktur yang dimulai di triwulan I 2016 sebagian besar berupa pembangunan gedung dan jalan. Proyek infrastruktur
swasta yang dimulai pada triwulan laporan yaitu batas Kota Makassar - batas Kabupaten Bone road improvement dan ship
building Kapal Ro-Ro 750 GT (lintas Kupang - Ndao).
Sementara itu, komponen perubahan inventori hasil olahan industri nikel tumbuh melambat. Komponen perubahan
inventori di periode pelaporan tumbuh 134,69% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan posisi inventori nikel sebesar
856,41% (yoy) di triwulan IV 2015, yang disebabkan harga nikel yang terus menurun dan mengakibatkan harga realisasi
rata-rata penjualan nikel turun, sehingga perusahaan utama nikel di Sulsel menahan pengiriman barang.
Proyek-proyek multiyears masih akan menjadi motor investasi di Sulsel. Banyaknya proyek infrastruktur berskala besar
di Sulsel diperkirakan masih akan menjadi motor pertumbuhan investasi di Sulsel, yang salah satunya adalah
pembangunan Makassar New Port. Groundbreaking proyek ini telah dilakukan oleh Presiden RI pada bulan Mei 2015.
Mega proyek dengan total investasi mencapai lebih dari Rp8 triliun ini direncanakan akan dibagi menjadi beberapa tahap,
yaitu:
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 13
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
Sampai dengan saat ini, realisasi proyek Kereta Api Makassar – Parepare masih terkendala pembebasan lahan, sementara
pembangunan smelter oleh beberapa perusahaan diperkirakan mulai produksi pada bulan Oktober 2016, sedangkan
Pembangkit Listrik Tenaga Angin dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap dalam tahap pengembangan.
Tabel 1.2. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel
No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir
1 Proyek KA Makassar- Merupakan bagian dari proyek perkeretaapian Konstruksi telah mencapai 10 Km.
Parepare Trans Sulawesi ditargetkan akan sepanjang Pembebasan lahan tahap I sepanjang
2.000 km dari Makassar ke Manado. 30 Km telah selesai 90%.
Rencana pembangunan 23 stasiun darim total Alokasi anggaran 2015
panjang 145,23 km - APBD Rp100 milyar
- APBN Rp971 milyar
Alokasi anggaran 2016
- APBN Rp1,3 triliun
Progres: pemasangan rel kereta api
2 PLTU Jeneponto tahap II Tahap I telah dioperasikan pada tahun 2012 Groundbreaking pada bulan Maret
Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW 2015
(gross capacity) atau 2x125 (net capacity).
Rencana pembangunan 18 bulan
Nilai proyek (turn key) sebesar Rp 3 triliun
3 Smelter PT. A Total Investasi : 6 Triliun Rupiah Progress terakhir : Pematangan Lahan
Produk utama : Feronikel. Estimasi selesai pembangunan:
Kapasitas Produksi : 1 Juta metrik ton per tahun Februari 2016
Estimasi uji coba: Februari 2016
Estimasi produksi: April 2016
4 Smelter PT. B Total Investasi : USD 130 Juta Progress terakhir : Proses Konstruksi
Produk utama : Feronikel. Estimasi selesai pembangunan:
Kapasitas Produksi : 50.000 metrik ton per Februari 2016
tahun Estimasi uji coba: Februari 2016
Estimasi produksi: Oktober 2016
5 Smelter PT. C Total Investasi : USD 300 Juta Progress terakhir : Pembebasan
Produk utama : Feronikel. Lahan
Kapasitas Produksi : 300 ribu metrik ton per Estimasi produksi : 2016
tahun
6 PLT Tenaga Angin Rencana lokasi di Kab. Jeneponto dan Sidrap. Studi Kelayakan
Sumber dan APBD Target selesai: 2018
Rencana kapasitas 80-250 KW tenaga listrik
7 Pembangunan Underpass Total Investasi: Rp175 Miliar Progress terakhir : Pengeboran
Simpang Mandai Underpass: 1.050 M Underpass
Estimasi Pembangunan: 2015-2017
8 Pelebaran Jalan Maros- Total Investasi: 125,520 Milyar / 1,85 T Progress terakhir :1.5 Km Sudah
Watampone (alokasi/kebutuhan) Teraspal dari Target 15, 84 Km
Estimasi Pembangunan: 2015-2017
9 Pembangunan Elevated Total Investasi: 169,745 Milyar / 473,954 Milyar Progress terakhir :Land Clearing dan
Road Segmen I (alokasi/kebutuhan) Persiapan Pemancangan
Estimasi Pembangunan: 2015-2017
10 Pembangunan Jalan dan Total Investasi: 251,249 Milyar / 1.351 T Progress terakhir : penimbunan, dan
Jembatan Bypass (alokasi/kebutuhan) land clearing
Mamminasata Estimasi Pembangunan: 2015-2018
11 Pembangunan Jalan dan Total Investasi: 219,836 Milyar / 526,98 Milyar Progress terakhir : land clearing,
Jembatan Middle Ring Road (alokasi/kebutuhan) pembebasan lahan, dan pemasangan
batu dan persiapan pembangunan
jembatan
Estimasi Pembangunan: 2015-2018
Sumber: Pelindo, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VI, dan berbagai sumber lainnya
Berbagai proyek yang tengah dan akan terus dikembangkan tersebut diharapkan dapat mendukung upaya penciptaan
kawasan pertumbuhan ekonomi baru khususnya di kawasan Mamminasata, guna mengakselerasi pertumbuhan ekonomi
Sulsel kedepan (lihat Boks 1. A).
Selain berbagai proyek tersebut di atas, juga terdapat proyek yang terkait dengan ketahanan pangan. Pada dasarnya
proyek ini merupakan proyek multiyear yang diperkirakan akan turut mendorong ekonomi Sulsel ke depan, antara lain
Bendung Baliase, Bendungan Karalloe, Bendungan Paselloreng, dan Waduk Tunggu Nipa Nipa. Total anggaran proyek
multiyear bersumber dari APBN diperkirakan sebesar Rp1,9 triliun.
Tabel 1.3. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel
No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir
1 Bendung Baliase Lokasi : Kabupaten Luwu Utara Ags 2015: Penandatanganan MOU
Target : Desember 2015 – Desember 2019 Sept 2015 : Pembebasan Lahan
APBN : ±200 Miliar Des 2015: Persiapan pembangunan
(tenaga kerja, peralatan, dan material)
2 Bendungan Karalloe Lokasi : Kabupaten Gowa Groundbreaking pada bulan Maret 2014
Target : Desember 2013 – Desember 2017 2015: Pengadaan lahan (109,32 ha dari
APBN : ±500 Miliar 215 ha)
3 Bendungan Paselloreng Lokasi : Kabupaten Wajo Progress terakhir : Pembebasan Lahan
Target : Juni 2015 – Desember 2019 Estimasi Pembangunan: 2016
APBN : ±800 Miliar
4 Waduk Tunggu Nipa Nipa Lokasi : Kabupaten Maros dan Gowa Progress terakhir : Pembebasan Lahan
Target : Desember 2015 – Desember 2017 Estimasi Pembangunan: 2016
APBN : ±400 Miliar
Sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang
2012 2013 2014 2015 2016 2012 2013 2014 2015 2016
Penurunan kinerja ekspor (LN) tidak lepas dari menurunnya kinerja ekspor Nikel. Hal ini dikarenakan pangsa ekspor
Nikel menyumbang 47,40% dari total ekspor LN Sulsel di triwulan I 2016. Nilai ekspor nikel tercatat mengalami kontraksi -
48,69% (yoy) lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi di periode sebelumnya yang mencapai -33,67% (yoy).
Penurunan nilai ekspor ini tidak terlepas dari masih melemahnya harga komoditas nikel di pasar internasional. Sepanjang
triwulan I 2016, harga nikel telah terkoreksi -40,89% (yoy).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 15
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
Nikel
Ekspor Nikel Matte gEkspor - Skala Kanan $/mt
25,000.0 %, yoy 40%
gHarga - Skala Kanan
40.0 Ribu Ton %, yoy 140 30%
35.0 120 20,000.0 20%
100
30.0 10%
80 15,000.0
25.0 60 0%
20.0 40 -10%
10,000.0
15.0 20 -20%
0
10.0 5,000.0 -30%
(20)
5.0 (40) -40%
0.0 (60) 0.0 -50%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2012 2013 2014 2015 2016
Selain nikel, nilai ekspor beberapa komoditas unggulan Sulsel juga mengalami kontraksi. Nilai ekspor komoditas olahan
kakao dan biji kakao terdapat sedikit perbaikan meskipun masih mengalami kontraksi masing-masing -34,43% (yoy) dan -
48,80% (yoy). Sementara nilai ekspor rumput laut menurun cukup dalam dari -18,38% (yoy) menjadi -35,02% (yoy).
Menurunnya permintaan dari negara mitra dagang menjadi penyebab penurunan kinerja ekspor komoditas ini.
Kinerja perekonomian negara-negara mitra dagang Sulsel masih belum pulih. Bila mengacu pada Purchasing Manager
Index (PMI) yang dirilis oleh Markit Survey, diketahui bahwa negara mitra dagang utama Sulsel seperti Jepang, Zona
Eropa, dan Korea Selatan menunjukkan penurunan kinerja ekonomi di triwulan I 2016. Hal ini tentu akan berpengaruh
terhadap permintaan produk ekspor Sulsel.
54
0%
52
-50%
50
-100%
48
-150%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 46
I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
2013 2014 2015 2016
Rumput Laut Olahan Kakao Biji Kakao Udang
Di sisi lain, impor Sulsel di triwulan I 2016 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, dan masih dalam
fase kontraksi. Impor di periode laporan tercatat mengalami kontraksi -37,09% (yoy) lebih rendah dibandingkan kondisi di
triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi -1,94% (yoy). Penurunan impor terkonfirmasi dari penurunan
impor luar negeri (LN) yang didominasi oleh komponen non migas. Nilai impor LN tercatat tumbuh -15,72% (yoy) turun
cukup dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 12,33% (yoy). Di sisi lain, impor dalam negeri (DN)
tercatat tumbuh negatif -39,94% (yoy) lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang terkontraksi -3,43%. Impor
dalam negeri sebagian besar diperkirakan berasal dari wilayah Sulawesi yang dimuat melalui jalur darat, mengingat
volume kegiatan bongkar barang dalam negeri di pelabuhan Makassar tidak terlalu besar. Volume bongkar di periode
laporan mencapai 1,4 juta ton atau tumbuh 2,92% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya
0,74% (yoy).
Total Volume Impor Volume Bongkar Barang Dalam Negeri gVolume Bongkar - Skala Kanan
gVolume Impor (yoy) - Skala Kanan 2,000 30
600 Juta Ton 250 Ribu Ton %; yoy
gNilai Impor (yoy) - Skala Kanan %, yoy 1,800 25
500 200
1,600 20
150 1,400 15
400
100 1,200 10
300 1,000 5
50 800 0
200 600 (5)
0
100 400 (10)
(50)
200 (15)
0 (100) 0 (20)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2012 2013 2014 2015 2016
Struktur ekspor maupun impor luar negeri Sulsel di triwulan I 2016 relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan
periode sebelumnya. Produk industri pengolahan masih menjadi komoditas yang dominan (77,87%) dalam komposisi
barang dari Sulsel yang dijual ke luar negeri, yang kemudian diikuti komoditas pertanian (21,65%). Sementara itu, nilai
impor bahan baku tercatat mencapai USD88,78 juta atau 71,76% dari total nilai impor Sulsel di triwulan laporan.
Sedangkan impor barang modal dan barang konsumsi memiliki pangsa masing-masing 27,09% dan 1,15%.
1.15%
0.48% Pangsa Triwulan I 2016 Pangsa Triwulan I 2016
21.65% Komoditas Pertanian: US$49,7 Juta 27.09% Barang Modal: US$33,51 juta
71.76%
77.87%
Jika dilihat secara lebih rinci, nikel matte masih merupakan komoditas dengan pangsa terbesar dalam struktur ekspor,
sedangkan gandum menjadi penyumbang terbesar dalam impor di triwulan I 2016. Pangsa nilai ekspor komoditas nikel
matte mencapai 47,40% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel, yang kemudian diikuti oleh coklat olahan dan ganggang
laut dengan pangsa masing-masing 8,62% dan 7,97%. Untuk impor luar negeri, pangsa nilai impor gandum mencapai
28,97% dari total impor Sulsel di triwulan I 2016. Disusul kemudian makanan ternak lainnya (10,97%), dan mesin (boilers)
penghasil tenaga uap (7,34%).
Tabel 1.4. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Tabel 1.5. Peringkat Impor Menurut Komoditas
Nilai Ekspor Nilai Impor
No Komoditas (HS) Triwulan I 2016 Pangsa No Komoditas (HS) Triwulan I 2016 Pangsa
(USD) (USD)
1 NIKEL 108,715,192 47.40% 1 GANDUM 35,841,332 28.97%
2 COKLAT OLAHAN 19,769,146 8.62% 2 MAKANAN TERNAK LAINNYA 13,572,712 10.97%
3 GANGGANG LAUT 18,288,971 7.97% 3 MESIN (BOILERS) PENGHASIL TENAGA UAP 9,086,135 7.34%
4 BUAH/SAYURAN OLAHAN 15,784,366 6.88% 4 KAPAL LAUT DAN SEJENISNYA 8,625,236 6.97%
5 UDANG SEGAR/BEKU 12,090,540 5.27% 5 BESI/BAJA 8,309,885 6.72%
6 IKAN OLAHAN 10,002,773 4.36% 6 MESIN LAINNYA UNTUK INDUSTRI TERTENTU 5,189,508 4.19%
7 KAYU LAPIS 7,948,489 3.47% 7 PERALATAN (MESIN) PEMANAS DAN PENDINGIN 5,137,202 4.15%
8 IKAN LAINNYA 6,037,430 2.63% 8 PRODUK KERAMIK 4,058,143 3.28%
9 INDUSTRI LAINNYA 5,372,788 2.34% 9 BAHAN KIMIA AN ORGANIK 3,346,901 2.71%
10 BIJI COKLAT 4,904,176 2.14% 10 PUPUK 3,207,783 2.59%
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 17
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
Berdasarkan negara tujuan, Jepang merupakan negara tujuan utama ekspor Sulsel, sedangkan Tiongkok merupakan
negara yang paling besar penyedia barang-barang yang diimpor Sulsel. Di triwulan I 2016, nilai ekspor Sulsel ke Jepang
mencapai 51,40% dari total ekspor Sulsel, yang kemudian diikuti oleh Amerika Serikat (11,13%), dan Tiongkok (8,18%).
Sementara dari sisi impor, sebagian besar barang yang masuk ke Sulsel berasal dari Tiongkok yang mencapai 34,51% dari
total impor Sulsel, yang kemudian diikuti oleh Australia (20,54%) dan Argentina (14,90%).
Tabel 1.6. Negara Tujuan Utama Ekspor Tabel 1.7. Negara Asal Utama Impor
Total Ekspor Total Impor
No Negara Tujuan Pangsa No Negara Asal Pangsa
FOB (USD) CIF (USD)
1 JAPAN 117,902,677 51.40% 1 R.R.C. 42,693,114 34.51%
2 UNITED STATES OF AMERICA 25,540,260 11.13% 2 AUSTRALIA 25,410,445 20.54%
3 R.R.C. 18,754,631 8.18% 3 ARGENTINA 18,433,351 14.90%
4 MALAYSIA 16,028,468 6.99% 4 ITALY 6,624,376 5.35%
5 VIETNAM 6,390,934 2.79% 5 CANADA 6,495,859 5.25%
6 NETHERLANDS 5,152,599 2.25% 6 THAILAND 4,656,762 3.76%
7 HONGKONG 4,015,231 1.75% 7 SAUDI ARABIA 3,236,855 2.62%
8 SOUTH KOREA 4,006,748 1.75% 8 JAPAN 2,777,977 2.25%
9 GERMANY 3,898,311 1.70% 9 UNITED STATES OF AMERICA 2,367,157 1.91%
10 SAUDI ARABIA 3,648,599 1.59% 10 UNITED KINGDOM 1,253,312 1.01%
TOTAL EKSPOR 229,370,001 100.00% TOTAL IMPOR 123,713,055 100.00%
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Defisit neraca perdagangan Sulsel menurun. Defisit neraca perdagangan Sulsel pada triwulan I 2016 mencapai Rp3,64
triliun, lebih rendah dari periode sebelumnya yang mencapai Rp15,1triliun. Defisit neraca perdagangan pada triwulan
berjalan terjadi dikarenakan tingginya impor barang-barang konsumsi seperti gandum dan makanan ternak, serta impor
barang-barang yang dipersiapkan untuk mendukung proyek pembangunan infrastruktur Sulsel di tahun 2016 seperti
besi/baja, peralatan sipil dan konstruksi.
25,000 0
20,000
15,000 (2,000)
10,000 (4,000)
5,000
0 (6,000)
(5,000)
(10,000) (8,000)
(15,000) (10,000)
(20,000)
(25,000) (12,000)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Rp Miliar
Rp Miliar
2012 2013 2014 2015 2016
Kinerja sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, serta perdagangan besar melambat di triwulan I 2016. Sektor
pertanian tumbuh 0,97% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya 1,37% (yoy). Sektor lain
yang tumbuh melambat yaitu; sektor pertambangan dan penggalian dari 8,38% (yoy) menjadi 2,55% (yoy), konstruksi dari
10,75% (yoy) menjadi 9,32% (yoy) dan perdagangan besar dari 10,08% (yoy) menjadi 9,27% (yoy), administrasi
pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial dari 9,21% (yoy) menjadi 8,18% (yoy), jasa kesehatan dan kegiatan sosial dari
10,55% (yoy) menjadi 9,55% (yoy), dan jasa lainnya dari 10,20% (yoy) menjadi 9,71% (yoy).
Penurunan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan juga disebabkan oleh perlambatan kinerja di subsektor
perkebunan. Volume ekspor komoditas kakao sebagai salah satu indikator subsektor perkebunan masih mengalami
penurunan dari -10,06% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi -38,08% (yoy) di triwulan I 2016. Secara nilai, total ekspor
kakao tercatat USD24,67 juta yang berarti juga masih menunjukkan kontraksi -19,28% (yoy).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 19
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
Di sisi lain, perbaikan kinerja sub sektor perikanan menjadi faktor penahan perlambatan di sektor pertanian. Salah satu
indikator yang menunjukkan perbaikan kinerja di subsektor perikanan adalah peningkatan ekspor komoditas perikanan,
baik dari sisi volume maupun nilai. Secara volume, ekspor meningkat cukup signifikan 41,06% (yoy) pada triwulan
laporan, lebih tinggi dari periode sebelumnya (20,95% yoy), sementara secara nominal nilai ekspor terlihat menurun,
dengan pertumbuhan tahunan 14,97% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang tumbuh 11,17% (yoy).
Peningkatan ekspor diperkirakan terjadi akibat dampak positif dari berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah
dan juga pengaruh cuaca yang relatif baik, sehingga hasil tangkapan ikan juga meningkat.
Ekspor Ikan Pertumbuhan - Skala Kanan Ekspor Ikan Pertumbuhan - Skala Kanan
Perlambatan pertumbuhan di sektor pertanian Sulsel terkonfirmasi oleh pertumbuhan kredit yang disalurkan
perbankan ke sektor ini yang juga sedikit menurun. Di triwulan I 2016, kredit yang disalurkan ke sektor pertanian
tumbuh 41,37% (yoy) atau mencapai Rp2,37 triliun. Angka pertumbuhan ini lebih rendah bila dibandingkan dengan
periode yang sama tahun 2015 yang tumbuh 42,04% (yoy).
Ekspor Pertambangan gEkspor - Skala Kanan Ekspor Pertambangan gEkspor - Skala Kanan
2012 2013 2014 2015 2016 2012 2013 2014 2015 2016
Volume produksi hasil tambang masih mengalami kontraksi, meski membaik bila dibandingkan triwulan sebelumnya.
Harga komoditas masih menjadi penyebab utama penurunan kinerja sektor pertambangan. Hampir seluruh komoditas
tambang termasuk nikel terus mengalami penurunan harga sejak pertengahan tahun 2014. Rata-rata harga komoditas
Nikel di triwulan IV 2015 berada pada level USD8.507 per metrik ton turun -40,89% (yoy) dibandingkan rata-rata harga di
triwulan sebelumnya yang turun -40,59% (yoy).
Produksi Nikel dalam Matte (Ton Metrik) yoy (%) - Skala Kanan Penjualan Nikel dalam Matte (Ton Metrik) yoy (%) - Skala Kanan
25 70 25 60
Ribu
Ribu
60 50
20 50 20 40
40 30
15 30 15
20
20 10
10 10 10
0
0
5 -10
5 -10
-20 -20
0 -30 0 -30
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2012 2013 2014 2015 2016
Perlambatan sektor pertambangan dan penggalian terjadi seiring dengan penurunan kinerja produksi nikel. Total
produksi Nikel dalam Matte mencapai sekitar 16.894 metrik ton atau tumbuh -3,33% (yoy), lebih rendah dari
pertumbuhan pada periode sebelumnya yang mencapai 8,34% (yoy). Sejalan dengan hasil produksi yang menurun dan
harga nikel di pasar internasional yang belum sepenuhnya pulih, maka nilai perolehan hasil penjualan Nikel dalam matte
terkontraksi -8,94% (yoy) dari sebelumnya tumbuh 12,13% (yoy).
Meskipun masih mengalami kontraksi, namun kredit di sektor pertambangan menunjukkan pertumbuhan poisitif. Di
periode triwulan I 2016, kredit yang disalurkan perbankan ke sektor tambang tumbuh 1,50% (yoy). Meskipun masih
tumbuh terbatas, namun hal ini diharapkan merupakan sinyal positif dari perkembangan usaha di sektor ini, setelah pada
triwulan sebelumnya mengalami kontraksi -14,82% (yoy).
40% gYOY Pertambangan gKredit Pertambangan
30% Rp Triliun %, yoy
0.7 80
20% 0.6 60
10% 0.5
40
0% 0.4
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 20
-10% 0.3
2012 2013 2014 2015 2016 0
-20% 0.2
0.1 (20)
-30%
0.0 (40)
-40%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
-50%
2012 2013 2014 2015 2016
Nikel Timah Seng Timah Hitam
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 21
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
Meskipun sektor industri pengolahan mengalami Industri Pengolahan gKredit Industri Pengolahan
peningkatan, namun kredit yang disalurkan perbankan 9.0 Rp Triliun %, yoy 60
ke sektor ini justru melambat. Kredit yang disalurkan ke 8.0 50
7.0 40
industri pengolahan tercatat mencapai Rp7,98 triliun 6.0 30
20
atau tumbuh 36,95% (yoy), melambat dibandingkan 5.0
10
4.0
pertumbuhan di triwulan sebelumnya 53,80% (yoy). 0
3.0 (10)
Perlambatan diindikasikan masih tersedianya stok di 2.0 (20)
1.0 (30)
tahun 2015, sehingga perusahaan industri pengolahan
0.0 (40)
belum meningkatkan produksinya di triwulan I 2016, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
sehingga kebutuhan modal kerjanya juga belum begitu 2012 2013 2014 2015 2016
besar.
Sumber: LBU
Grafik 1.38. Kredit Industri Pengolahan
Ekspor komoditas hasil industri mengalami perlambatan. Sejalan dengan kredit sektor industri pengolahan, nilai ekspor
hasil industri di triwulan I 2016 terkontraksi cukup dalam dari -25,78% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi -35,35% (yoy)
atau sebesar USD178,60 juta.
2.0 150
1.5 100
1.0 50
0.5 0
0.0 (50)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Sumber: LBU
Grafik 1.39. Kredit Sektor Listrik, Gas, dan Air
tahun. Di triwulan laporan, sektor ini tumbuh 9,32% (yoy) lebih 40%
Perlambatan sektor konstruksi terkonfirmasi oleh hasil Survei Penjualan Eceran. Realisasi pengadaan semen di triwulan
I 2016 mencapai 542 ribu ton, tumbuh 14,63% (yoy) lebih rendah dibandingkan periode triwulan IV 2016 yang tumbuh
16,19% (yoy). Sementara penyaluran kredit ke sektor konstruksi tumbuh melambat di angka 9,38% (yoy), dari triwulan IV
2015 yang tercatat 27,19% (yoy). Selain itu, penurunan juga terkonfirmasi dari hasil penjualan eceran komoditas semen.
Indeks penjualan eceran semen tumbuh 50,84% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan periode sebelumnya 55,95% (yoy).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 23
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
1.3.7 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran tercatat tumbuh melambat. Di triwulan laporan, lapangan usaha ini
tumbuh 9,27% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di periode sebelumnya yang tercatat 10,08% (yoy). Hal ini
searah dengan pertumbuhan penyaluran kredit ke sektor ini yang juga menunjukkan perlambatan. Kredit ke sektor
perdagangan tercatat mencapai Rp32,48 triliun atau tumbuh 12,93% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di
triwulan IV 2015 sebesar 13,58% (yoy). Kembalinya masyarakat ke aktivitas normal setelah rangkaian perayaan hari besar
keagamaan (tahun baru Islam dan natal) diperkirakan menjadi faktor penyebab perlambatan pertumbuhan di sektor ini.
Pertumbuhan sektor perdagangan juga terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, terutama untuk penjualan
produk di kelompok bahan bakar kendaraan bermotor, kelompok barang lainnya seperti alas kaki, tas, dan farmasi, serta
kelompok barang budaya dan rekreasi seperti kertas karton dan alat tulis.
25.0 30 30%
25 20%
20.0
20
15.0 10%
15
10.0 0%
10
5.0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
5 -10%
0.0 0 -20% 2012 2013 2014 2015 2016
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
-30%
2012 2013 2014 2015 2016
-40%
Aktivitas pergudangan mengalami peningkatan. Aktivitas penggudangan meningkat seiring dengan peningkatan volume
bongkar muat barang di pelabuhan Makassar. Aktivitas pergudangan diindikasikan sebagai faktor pendorong
pertumbuhan sektor ini. Di sisi lain, moda transportasi udara mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Sepanjang
triwulan I 2016, angkasa pura dan otoritas pelabuhan Makassar mencatat adanya perbedaan pola pertumbuhan
penumpang. Lalulintas penumpang pesawat udara menunjukkan peningkatan yang signifikan, berkebalikan arah dengan
pertumbuhan penumpang angkutan laut yang justru mengalami kontraksi.
Volume Bongkar Barang Dalam Negeri Volume Muat Barang Dalam Negeri Kedatangan Dalam Negeri Keberangkatan Dalam Negeri
gTotal Bongkar & Muat gPenumpang - Skala Kanan
3,500 Ribu Ton %, yoy 25 450 Ribu Orang 40
%, yoy
3,000 20 400 30
15 350
2,500 20
300
10 10
2,000 250
5
1,500 200 0
0 150
1,000 (5) (10)
100
500 (10) 50 (20)
0 (15) 0 (30)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2012 2013 2014 2015 2016
Peningkatan kinerja lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tidak lepas dari peningkatan kinerja
sektor pariwisata. Meskipun pertumbuhan jumlah kedatangan wisatawan manca Negara masih mengalami kontraksi,
namun sudah terdapat perbaikan. Jumlah kedatangan wisatawan manca Negara di Sulsel mencapai 2.813 orang atau
tumbuh -6,70% (yoy) dari periode sebelumnya tumbuh -15,23% (yoy). Menurut hasil liaison, jumlah hotel yang semakin
meningkat, telah mendorong pihak hotel menjaring konsumen dengan mengadakan promo dan menekan harga jual
kamar.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 25
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
60.00 %
Jumlah Kedatangan Wisman gWisman - Skala Kanan
Orang 50.00
6,000 %, yoy 70
60
5,000 50 40.00
40
4,000 30
20 30.00
3,000 10
2,000 0 20.00
(10)
1,000 (20)
(30) 10.00
0 (40) TPK Sulsel
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 0.00
2012 2013 2014 2015 2016 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.50. Jumlah Wisatawan Mancanegara Grafik 1.51. Rata-Rata Tingkat Hunian Kamar Hotel Berbintang
250 % YOY 25
Indeks
20
200
15
150 10
5
100 0
-5
50
-10
0 -15
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
10
%, qtq
8
-2
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 27
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
sekolah dasar dan sekolah menengah. Hal ini terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, yang menunjukkan
penjualan kertas, karton dan cetakan, serta alat tulis yang juga meningkat.
Alat Tulis Pertumbuhan - Skala Kanan Kertas, Karton, Cetakan Pertumbuhan - Skala Kanan
Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah
Grafik 1.55. Perkembangan Penjualan Alat Tulis Grafik 1.56. Perkembangan Penjualan Kertas, Karton dan Cetakan
2.5 40
30
2.0
20
1.5
10
1.0
0
0.5 (10)
0.0 (20)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Sesuai dengan Perpres 55 tahun 2011, Sulsel memiliki kawasan metropolitan Mamminasata (Kota Makassar, Maros,
Sungguminasa, dan Takalar) yang menjadi proyek percontohan pengembangan tata ruang terpadu di Indonesia. Luas
kawasan ini dipersiapkan untuk menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia Timur. Konsep pusat kegiatan
pengembangan Mamminasata difokuskan pada 4 hal yaitu; (1) Pusat Logistik dan Industri Pengolahan; (2) Pusat Industri
Jasa dan Informasi Komunikasi; (3) Pusat Perikanan dan Kelautan; dan (4) Pusat Real Estate. Konsep Pusat Logistik dan
Industri Pengolahan berada di kawasan New Port Makassar, Kawasan Industri Maros (KIROS), Kawasan Industri Makassar-
Maros (KIMAMA II), dan kawasan aerocity. Untuk konsep Pusat Industri Jasa dan Informasi Komunikasi berada di Kawasan
Center Point of Indonesia, sementara konsep Pusat Perikanan dan Kelautan berada di Kawasan Industri Takalar (KITA).
Sedangkan Konsep Pusat Real Estate berada di Kota Baru Mamminasata dan Kawasan Pendidikan Terpadu
2
Mamminasata .
Pengembangan kawasan Mamminasata sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia Timur telah mendorong
3
masyarakat bermigrasi ke wilayah ini. Berdasarkan data, penduduk yang bermigrasi ke kawasan Mamminasata pada
2014 berasal dari Sulsel, Sultra, Kaltim, Sulut dan Papua Barat, dimana sebagian besar dari mereka hanya berpendidikan
4
SD dan SMA , sementara yang tamat minimal S1 relatif sedikit. Sektor jasa dan Sektor perdagangan, hotel, dan restoran
menjadi pilihan utama penduduk migran dalam mencari lapangan kerja. Pekerja yang terserap pada sektor Jasa umumnya
adalah migran dengan karakteristik pendidikan tinggi. Sedangkan mayoritas migran yang umumnya berpendidikan rendah
5
akan terserap di beberapa sektor diluar jasa, dengan tingkat pendapatan di bawah UMK .
dki, 2.5
Lainnya, 14.8
ntt, 2.7
Kawasan Aglomerasi
Mamminasata sulteng, 2.7
TotalMigrasi
Total Migrasi pap, 3.2
65.807
±60.000 pabar, 3.4 sulsel, 56.7
sulut, 3.9
kaltim, 4.2
sultra, 5.9
Gambar 1.A.1. Tujuan Migrasi Kawasan Mamminasata Grafik1.A.1. Tujuan Migrasi Kawasan Mamminasata
dibawah UMK diatas UMK
S2/S3
100%
90% 2%
80% D4/S1 SD
70% 23% 27%
60%
50%
40%
30%
20% D1/D2/D3
10%
0% 4%
Pertambangan
Konstruksi
Keuangan
Listrik
Jasa
Pertanian
Industri Pengolahan
Perdagangan
SMP
16%
SMA
28%
2
Dinas Tata Ruang Provinsi Sulawesi Selatan
3
Migrasi Risen: tempat tinggal saat ini berbeda dengan tempat tinggal 5 tahun lalu
4
Sumber data: Susenas (2014), diolah
5
UMK : Rp1.800.000 (BPS, 2014)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 29
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
Bab 2
Keuangan Pemerintah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 31
BAB 2 Keuangan Daerah
APBN; APBN;
Rp19.028; Rp2.379;
32,2% 32,8%
ANGGARAN APBD
REALISASI
APBD
KAB/ 2016 KAB/ TW I 2016
KOTA;
KOTA; (Rp miliar) Rp3.954,4 (Rp miliar)
Rp33.419;
; 54,5%
56,5%
APBD
APBD
PROVINSI
PROVINSI;
; Rp6.735;
Rp926;
11,4%
12,8%
Grafik 2.1. Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Grafik 2.2. Struktur Realisasi Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel
Tahun 2016 Triwulan I 2016
(* Angka Realisasi Kab./Kota berdasarkan Historis 5 Tahun Terakhir)
Sampai dengan triwulan I 2016, realisasi belanja APBD Kab/Kota memiliki porsi paling besar dibandingkan kelompok
belanja pemerintah lainnya. Realisasi APBD Kab/Kota pada triwulan I 2016 mencapai Rp3,95 triliun atau 54,5% dari total
realisasi belanja pemerintah di Sulsel, sementara realisasi APBN di Sulsel mencapai Rp2,38 triliun atau 32,8% dari total
realisasi belanja pemerintah. Sedangkan APBD Provinsi mencapai Rp926 miliar atau 12,8% dari total realisasi belanja
pemerintah (Grafik 2.2).
Nilai realisasi pendapatan Provinsi Sulsel pada triwulan I 2016 mengalami penurunan. Jumlah realisasi pendapatan pada
triwulan I 2016 mencapai Rp1,56 triliun lebih rendah dari periode yang sama 2015 (Rp1,67 triliun). Secara nominal
pendapatan asli daerah (PAD) mencapai Rp623,18miliar atau 39,86% dari total pendapatan. Nilai PAD yang masih rendah
mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi pada awal 2016 masih belum memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap PAD Sulsel. Sementara di sisi lain, nilai realisasi pendapatan transfer mencapai Rp940,2 miliar meningkat lebih
tinggi dibandingkan tahun sebelumnya Rp698,76 miliar. Peningkatan yang cukup tinggi ini, mengindikasikan bahwa
transfer dana dari pemerintah pusat kepada Sulsel telah turut menopang ekonomi Sulsel di triwulan I 2016.
100%
90%
Rp miliar
80%
Rp636 Rp599 Rp634 Rp699
70% Rp940
60%
50%
40%
30%
Rp474 Rp510 Rp597 Rp664
20% Rp623
10%
0%
Tw I-2012 Tw I-2013 Tw I-2014 Tw I-2015 Tw I-2016
Pendapatan Transfer Pendapatan Asli Daerah
Sumber:Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel, diolah
Grafik 2.3. Proporsi Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel
Realisasi pendapatan yang berasal dari transfer pada triwulan I 2016 mengalami peningkatan baik secara nominal
maupun persentase dibandingkan dengan triwulan I tahun lalu. Persentase realisasi pendapatan transfer tahun lalu
23,38% dengan nominal Rp698,76 miliar, sementara realisasi tahun ini 28,25% dengan nominal sebesar Rp940,2 miliar.
Semua komponen pendapatan transfer mengalami peningkatan, yakni dana bagi hasil (DBH) pajak dan bukan pajak, dana
alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK), dan transfer pemerintah pusat lainnya. DBH triwulan I 2016 telah
mencapai Rp67,53 miliar (23,97%), sementara triwulan I tahun lalu belum terealisasi. DAU telah mencapai Rp464,72
miliar (33,33%), meningkat dari triwulan I tahun lalu sebesar Rp393,34 miliar (33,33%). DAK baru mencapai Rp120juta
(0,03%), sementara triwulan I tahun lalu belum terealisasi. Transfer pemerintah pusat lainnya telah mencapai Rp407,83
miliar (33,24%), sementara triwulan I tahun lalu sebesar Rp305,43 miliar (24,47%). Demikian pula pada pos lain-lain
pendapatan yang sah, tercatat sebesar Rp830 juta (7,01%), lebih tinggi dari triwulan I 2015 yang baru sebesar Rp60 juta
(0,25%).
2.2.2 Belanja
2.2.2.1. Struktur Realisasi Belanja
Porsi realisasi belanja transfer triwulan I 2016 meningkat dibandingkan triwulan I tahun sebelumnya. Porsi realisasi
belanja transfer menunjukkan peningkatan menjadi 26,2% (Rp242,78 miliar), lebih tinggi dari realisasi triwulan I 2015
sebesar 13,8% (Rp 87,19 miliar). Pada triwulan I 2016, porsi belanja operasional menjadi 73,7% (Rp682,49 miliar) lebih
rendah dari triwulan I 2015 sebesar 86,0% (Rp542,47 miliar). Sementara kontribusi belanja modal masih relatif rendah,
0,11% atau senilai Rp 1,05 miliar, lebih rendah dari porsi realisasi triwulan I 2015 sebesar 0,23% atau Rp1,44 miliar.
6
Persentase realisasi menunjukkan kinerja (performance) realisasi dibandingkan dengan anggaran (perencanaan).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 33
BAB 2 Keuangan Daerah
100%
Rp135 Rp31 Rp87 Rp243
Rp0 Rp201
90%
Rp1
80% Rp4
Rp9 Rp1
70%
60%
50%
40% Rp488 Rp527 Rp574 Rp542 Rp682
30%
Rp miliar
20%
10%
0%
Tw I-2012 Tw I-2013 Tw I-2014 Tw I-2015 Tw I-2016
Transfer Belanja Modal Belanja Operasional
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
Grafik 2.4. Proporsi Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel
Nilai realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel pada triwulan I 2016 lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I 2015.
Realisasi belanja pada triwulan I 2016 tercatat sebesar Rp926,33 miliar atau 13,75% dari yang ditargetkan sebesar Rp6,74
triliun. Dengan demikian realisasi ini lebih besar jika dibandingkan dengan realisasi belanja triwulan I 2015 sebesar
Rp631,09 miliar atau secara persentase 9,53% dari target sebesar Rp6,62 triliun.
Tabel 2.2. Anggaran dan Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel
(Rp Miliar)
Realisasi belanja operasional triwulan I 2016 yang bersifat rutin, tercatat lebih tinggi dari triwulan I 2015. Total pos
belanja operasional hingga awal 2016 terealisasi Rp682,49 miliar (15,36%), meningkat dibandingkan triwulan I 2015
sebesar Rp542,47 miliar (12,5%). Persentase realisasi belanja operasional yang lebih tinggi terjadi pada belanja barang
dan hibah masing-masing Rp55,84 miliar (3,86%) dan Rp422,39 miliar (31,9%) dari Rp51,87 miliar (3,69%) dan Rp296
miliar (23,32%). Sementara untuk belanja operasional yang cenderung menurun antara lain belanja pegawai dan belanja
bunga menjadi masing-masing Rp197,95 miliar (16,02%) dan Rp6,31 miliar (15,97%) dari Rp188,08 miliar (16,24%) dan
Rp6,51 miliar (22,38%).
Pembangunan infrastruktur yang bersumber dari realisasi belanja modal pada triwulan I 2016 lebih kecil dibandingkan
realisasi pada triwulan I 2015. Pada triwulan I 2016 realisasi belanja modal baru mencapai 0,12% atau sebesar Rp1,05
miliar, lebih rendah dibandingkan triwulan I tahun lalu sebesar 0,14% atau Rp1,44 miliar. Belanja modal yang telah
terealisasi antara lain belanja peralatan/mesin dan belanja jalan/irigasi/jaringan, dengan nilai realisasi yang masih relatif
minimal, masing-masing sebesar Rp1,01 miliar (0,68%)dan Rp30 juta (0,01%).
Di sisi lain, realisasi transfer berupa bagi hasil pajak, retribusi, dan pendapatan ke Kabupaten/Kota, mengalami
peningkatan. Realisasi transfer pada triwulan I 2016 tercatat 17,55% (Rp242,78 miliar), lebih tinggi dari triwulan I tahun
sebelumnya 6,87% (Rp87,19 miliar). Peningkatan transfer ke Kabupaten/Kota diharapkan juga diserap dengan baik dan
akan meningkatkan ekonomi di daerah masing-masing.
Pada triwulan I 2016, masih terjadi surplus Rp637,88 miliar. Surplus tersebut lebih tinggi dibandingkan yang
direncanakan (Rp116,42 miliar). Hal ini disebabkan karena penyerapan belanja masih belum optimal, sementara dari sisi
pendapatan transfer telah diperoleh sesuai dengan polanya.
Belanja
Operasi
Rp18,58 T
(73,7%)
7
Realisasi untuk triwulan I 2016 belum diperoleh. Pembahasan masih dari realisasi 2015, dari 21 Kabupaten dan Kota di Sulsel, antara lain Kab. Luwu
Timur, Kab. Luwu Utara, Kab.Toraja Utara, Kab.Tana Toraja, Kota Palopo, Kab. Luwu, Kab. Enrekang, Kab. Pinrang, Kab. Sidrap, Kota Parepare,
Kab.Barru, Kab. Soppeng, Kab. Bone, Kab. Wajo, Kab. Bulukumba, Kab. Selayar, Kab. Pangkep, Kab. Maros, Kota Makasar, Kab. Gowa, dan Kab. Takalar.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 35
BAB 2 Keuangan Daerah
Tabel 2.3.Pagu Realisasi Anggaran Per Jenis Belanja 2015 APBD Kabupaten dan Kota se-Sulsel
Anggaran 2015 (Rp miliar) Realisasi 2015 (Rp miliar) Realisasi Anggaran 2015 (%)
Kabupaten/Kota Belanja Belanja Total Belanja Belanja Total Belanja Belanja Total
Operasi Modal Belanja Operasi Modal Belanja Operasi Modal Belanja
Ka b. Luwu Ti mur 868,71 482,42 1.352,63 875,52 427,64 1.303,16 100,78 88,65 96,34
Ka b. Pa ngkep 888,38 440,04 1.329,43 820,06 404,46 1.224,99 92,31 91,91 92,14
Ka b. Gowa 1.152,59 413,98 1.569,35 1.038,71 382,33 1.421,05 90,12 92,35 90,55
Ka b. Pi nra ng 937,48 350,39 1.290,37 837,00 317,04 1.155,83 89,28 90,48 89,57
Ka b. Luwu Utara 918,77 186,98 1.108,41 830,70 158,30 991,01 90,41 84,66 89,41
Ka b. Kepul a ua n Sel a ya r 613,60 223,36 838,37 564,16 182,50 747,75 91,94 81,70 89,19
Ka b. Ba ntaeng* 602,39 79,96 683,35 532,91 61,83 604,53 88,47 77,32 88,47
Ka b. Bone 1.467,87 336,57 2.020,02 1.252,20 301,18 1.760,52 85,31 89,49 87,15
Ka b. Bul ukumba 1.124,64 385,60 1.519,33 999,75 322,05 1.321,80 88,90 83,52 87,00
Ka b. Si nja i * 579,26 135,73 717,98 512,45 104,95 619,27 88,47 77,32 86,25
Ka b. Jeneponto* 759,39 200,63 965,93 671,80 155,14 831,92 88,47 77,32 86,13
Ka b. Ma ros 854,07 362,79 1.218,36 771,51 275,90 1.047,73 90,33 76,05 86,00
Ka b. Enreka ng 711,14 323,99 1.035,88 629,79 256,89 886,68 88,56 79,29 85,60
Kota Pa l opo 657,31 229,01 887,30 621,85 137,38 759,23 94,61 59,99 85,57
Ka b. Luwu 844,26 315,20 1.289,02 737,45 221,68 1.085,63 87,35 70,33 84,22
Ka b. Si denreng Ra ppa ng 746,23 465,67 1.249,52 678,04 333,13 1.045,78 90,86 71,54 83,69
Kota Ma ka s s a r 2.683,61 779,06 3.475,89 2.216,07 667,96 2.893,63 82,58 85,74 83,25
Ka b. Tora ja Utara 638,82 199,47 840,33 550,18 135,66 687,43 86,12 68,01 81,80
Ka b. Wa jo 961,41 469,10 1.499,02 801,79 324,71 1.194,81 83,40 69,22 79,71
Ka b. Soppeng 812,48 283,00 1.096,87 584,32 223,97 808,41 71,92 79,14 73,70
Ka b. Ba rru 685,47 372,36 1.060,83 502,95 263,96 766,90 73,37 70,89 72,29
Ka b. Ta na Tora ja 700,55 340,74 1.042,79 554,65 175,26 730,06 79,17 51,43 70,01
Ka b. Ta ka l a r 852,93 263,85 1.156,71 647,43 133,66 807,51 75,91 50,66 69,81
Kota Pa re-Pa re 647,32 299,14 949,46 353,70 171,30 525,18 54,64 57,26 55,31
Total 21.708,69 7.939,05 30.197,16 18.584,98 6.138,86 25.220,84 85,61 77,32 83,52
*) Angka perkiraan
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
Sebagian besar Kabupaten/Kota merealisasikan APBD-nya relatif tinggi. Rata-rata persentase realisasi APBD
Kabupaten/Kota mencapai 83,52%, dimana 16 Kabupaten/Kota diantaranya mampu merealisasikan di atas persentase
rata-rata. Persentase realisasi APBD tertinggi dicapai oleh Kabupaten Luwu Timur (96,34%), sementara realisasi terendah
dicapai oleh Kota Parepare (55,31%). Penyerapan belanja Kabupaten dan Kota menjadi kunci untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi Sulsel yang lebih tinggi.
Nominal realisasi anggaran per jenis belanja APBN di Sulsel masih didominasi oleh belanja pegawai. Pada triwulan I
2016, nominal realisasi belanja pegawai APBN di Sulsel mencapai Rp1,37 triliun atau 19,88% dari pagu anggaran. Realisasi
belanja pegawai ini lebih tinggi dibanding pencapaian triwulan I tahun lalu, baik secara persentase (18,4%) maupun secara
nominal (Rp1,23 triliun). Demikian pula, realisasi persentase belanja barang dan belanja modal masing-masing 8,64%
dan7,86%, meningkat dibandingkan triwulan I tahun lalu masing-masing 6,43%dan 1,56%. Sementara itu, belanja bantuan
sosial mengalami penurunan menjadi sebesar 7,87% (Rp4,06miliar), dari realisasi triwulan I tahun lalu sebesar 19,9%
8
(Rp315,41 miliar). Sementara itu, realisasi transfer untuk Dana Desa belum terealisasi sesuai tahapan .
Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBN Provinsi Sulsel Triwulan I Per Jenis Belanja
ANGGARAN Realisasi s/d Triwulan I 2015 ANGGARAN Realisasi s/d Triwulan I 2016
URAIAN
2015 Nominal % Realisasi 2016 Nominal % Realisasi
Belanja Pegawai 6.666,25 1.226,54 18,40% 6.893,72 1.370,43 19,88%
Belanja Barang 6.562,07 421,96 6,43% 7.029,32 607,01 8,64%
Belanja Modal 7.722,19 120,36 1,56% 5.053,65 397,22 7,86%
Belanja Bantuan Sosial 1.584,60 315,41 19,90% 51,62 4,06 7,87%
JUMLAH BELANJA 22.535,11 2.084,28 9,25% 19.028,31 2.378,72 12,50%
Sumber: DJPbN Prov. Sulsel, diolah
8
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 93/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan
Evaluasi Dana Desa disebutkan bahwa penyaluran Dana Desa dilakukan dalam 3 tahap, yaitu tahap I pada bulan April sebesar 40% (empat puluh per
seratus); tahap II pada bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh per seratus); dan tahap III pada bulan Oktober sebesar 20% (dua puluh per seratus).
9
Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 37
BAB 2 Keuangan Daerah
triwulan I 2016 (0,71%) dibandingkan triwulan I 2015 sebesar 0,85% (Grafik 2.7). Hal ini sebagai indikator bahwa peran
transfer dari pemerintah pusat (dana perimbangan) mampu mendorong peningkatan ekonomi Sulsel triwulan I 2016.
1,20 3,40 0,50
% 1,18 % 0,47 %
1,07 3,30 0,45 0,45
1,00 1,01 0,40
0,92 3,20 0,39
0,89
0,35
0,80 3,10
0,30
3,00
0,60 0,25
2,90
0,86 0,87 0,71 0,20
0,40 0,88 0,85 2,80
0,19
0,16 0,15
2,70 0,10
0,20 3,29 3,03
3,05 3,09 2,79
2,60 0,05
- 2,50 -
Tw I-2012 Tw I-2013 Tw I-2014 Tw I-2015 Tw I-2016 Tw I-2012 Tw I-2013 Tw I-2014 Tw I-2015 Tw I-2016
Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Transfer Belanja Operasi Belanja Modal - sisi kanan
Grafik 2.7. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB Grafik 2.8. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB
10
Peran realisasi komponen belanja APBD dan APBN di Sulsel pada triwulan I 2016, untuk stimulus ekonomi daerah
cenderung meningkat. Rasio belanja operasional terhadap PDRB ADHB pada triwulan I 2016 sebesar 3,03%, lebih tinggi
dari triwulan I 2015 yang tercatat 2,79%. Tingginya rasio belanja operasional searah dengan masih kuatnya investasi
pemerintah pada triwulan I 2016. Rasio belanja modal terhadap PDRB ADHB pada triwulan I 2016 meningkat menjadi
0,45% dari 0,16% pada triwulan I 2015. Realisasi pembangunan jaringan irigasi, jalan nasional, bendungan, dan kawasan
permukiman yang dilakukan pada awal 2016 telah mendorong peran belanja modal.
10
Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif.
Capacity building ini rencananya akan diselenggarakan di 5 kota besar di Sulsel yang dilakukan secara bergiliran.
Pembagian wilayah mengacu pada wilayah zona Inflasi Sulsel yaitu Zona Makassar (Kab. Pangkep, Maros, Gowa, Takalar
dan Kota Makassar), Zona Bone (Kab. Soppeng, Wajo, Sinjai dan Bone), Zona Palopo (Kab. Luwu, Luwu Timur dan Utara,
Toraja, Tana Toraja dan Kota Palopo), Zona Parepare (Kab. Enrekang, Pinrang, Sidrap, Barru dan Kota Parepare) dan Zona
Bulukumba (Kab. Bantaeng, Jeneponto, Selayar dan Bulukumba). Sebagai kota dengan bobot inflasi terbesar di Sulawesi
Selatan (mencapai sekitar 72%), Kota Makassar dan wilayah zona inflasinya, didaulat sebagai zona pertama yang
mengawali kegiatan capacity building.
Melalui kegiatan capacity building diharapkan para pegawai/pejabat dimaksud memiliki bekal pemahaman yang cukup
mengenai ekonomi, moneter dan fiskal. Dengan pemahaman yang cukup, diharapkan mampu merumuskan/menyusun
kebijakan daerah dengan baik, dalam arti memiliki bobot strategis yang tinggi, tidak berbenturan atau tumpang tindih
(overlap) dengan kebijakan pemerintah pusat/Nasional dan dapat diimplementasikan dengan mudah. Selain itu, dengan
memiliki bekal pemahaman moneter yang baik, mereka juga diharapkan dapat berkontribusi positif dalam upaya
pengendalian Inflasi di daerah. Sedangkan terkait dengan aspek fiskal, para pegawai/pejabat pemerintah daerah
diharapkan mampu menggali potensi sumber pendapatan asli daerah, dan dapat mendorong percepatan
penyerapan/realisasi anggaran belanja secara optimal, baik yang bersumber dari APBD maupun APBN yang dialokasikan
di daerah. Dengan demikian, setiap belanja yang direalisasikan memiliki multiplier effect yang tinggi, sehingga mampu
mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Sulsel.
Gambar 2.A.1. Keynote Speech Kepala Perwakilan BI Provinsi Sulsel Gambar 2.A.2. Kegiatan Capacity Building
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 39
BAB 2 Keuangan Daerah
Bab 3
Inflasi Daerah
Laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan I 2016 tercatat 5,70% (yoy) lebih
tinggi dari akhir 2015 (4,48%, yoy), yang secara umum disebabkan oleh
tekanan harga pada kelompok bahan makanan. Peningkatan inflasi pada
kelompok bahan makanan disebabkan oleh terbatasnya pasokan bahan
pangan akibat belum masuknya musim panen di beberapa sentra pangan
Sulsel. Selain itu, juga tercatat peningkatan tekanan inflasi pada kelompok
transportasi, yang dikarenakan kenaikan tarif angkutan udara.
Sebagai upaya pengendalian inflasi, Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulsel terus melakukan koordinasi dengan instansi terkait melalui
pelaksanaan rapat koordinasi TPID Provinsi Sulsel. Selain itu, juga
menyelenggarakan kegiatan capacity building kepada stakeholder untuk
memberikan pemahaman mengenai pentingnya pengendalian inflasi, serta
mengembangkan klaster untuk percontohan budidaya komoditas pangan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 41
BAB 3INFLASI
11
Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi
Lebih rinci, beras dan cabai menjadi komoditas utama pendorong tekanan inflasi di triwulan I 2016. Beras tercatat
inflasi 9,17% (yoy) dan memberikan andil 0,45% dari total dari total inflasi tahunan Sulsel diakhir triwlan I 2016.
Sementara cabai rawit tercatat inflasi 76,32% (yoy) dan memberikan andil 0,25%. Varian cabai lainnya, yaitu cabai merah
juga mengalami inflasi sebesar 61,02% (yoy) dengan andil inflasi 0,09%. Selain tiga komoditas tersebut, komoditas lain
yang tercatat memberikan andil inflasi adalah tomat sayur dan ikan bandeng. Kedua komoditas ini memberikan andil
inflasi masing-masing 0,20% dan 0,19% dari total dari total inflasi tahunan Sulsel diakhir triwulan I 2016.
Terbatasnya pasokan akibat siklus pertanian yang belum memasuki masa panen menjadi penyebab meningkatnya
tekanan inflasi di kelompok bahan makanan. Mundurnya musim tanam komoditas pangan utama khususnya beras
akibat kemarau panjang di beberapa bulan menjelang akhir 2015 berdampak pada mundurnya musim tanam di awal
2016, sehingga panen padi diperkirakan baru akan terjadi pada akhir Maret hingga awal April 2016. Selain beras,
komoditas lain yang mengalami kendala pasokan di periode laporan adalah bawang merah dan cabai. Sama dengan beras,
pasokan kedua komoditas ini juga terkendala akibat perubahan siklus musim tanam.
Beras masih menjadi masalah utama inflasi di awal tahun 2016. Di periode laporan, beras tercatat mengalami inflasi
9,17% (yoy). Meskipun lebih rendah dibandingkan inflasi di akhir tahun 2015 (18,32%; yoy), namun beras masih menjadi
penyumbang inflasi terbesar dengan andil inflasi 0,45% (yoy) terhadap inflasi tahunan Sulsel. Selain itu, tingginya inflasi
beras juga disebabkan oleh belum optimalnya manajemen stok baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Selain
itu, kekuatan pedagang dalam menentukan harga, dan peran strategis Sulsel sebagai pemasok beras ke berbagai provinsi
lainnya justru telah mengerek tingkat harga beras di tingkat konsumen Sulsel, sehingga “inflasi beras” terus muncul
hampir di setiap bulan (lihat boks 3.A).
Lebih rinci ke tingkat komoditas, sebanyak 26 dari 49 komoditas yang terdapat di kelompok makanan jadi, minuman,
dan rokok mengalami penurunan tekanan inflasi. Komoditas ketupat/lontong sayur, rendang, roti manis, kembang gula
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 43
BAB 3INFLASI
dan coklat bubuk instan tercatat sebagai lima komoditas utama pendorong penurunan tekanan inflasi di periode laporan.
Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi ini tertahan oleh kenaikan harga di beberapa komoditas terutama di lima komoditas
penyumbang inflasi terbesar yaitu mie, martabak, nasi dengan lauk, gula pasir, dan es, tercatat sebagai lima komoditas
utama penyumbang inflasi di periode laporan.
Lebih rinci per komoditas, sebanyak 33 dari 65 komoditas pada kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar
mengalami penurunan tekanan inflasi di periode laporan. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan tekanan
inflasi adalah kusen, pasir, jasa pembuangan sampah, piring, dan lampu neon. Andil inflasi kelima komoditas ini turun
signifikan dari masing-masing 0,121% (yoy), 0,120% (yoy), 0,080% (yoy), 0,052% (yoy), 0,029% (yoy) di triwulan IV 2015
menjadi masing-masing 0,009% (yoy), 0,041% (yoy), 0,013% (yoy), 0,006% (yoy), dan 0,001% (yoy) di triwulan laporan.
Selain itu, terdapat dua komoditas yang mengalami penurunan harga yaitu besi beton dan batu bata/batu tela dengan
tingkat inflasi masing-masing -1,90% (yoy) dan -0,01% (yoy). Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi di kelompok ini
tertahan oleh peningkatan tekanan inflasi di 32 komoditas. Lima komoditas yang mengalami peningkatan tekanan inflasi
tertinggi adalah tukang bukan mandor, kontrak rumah, bahan bakar rumah tangga, tempat tidur, dan lemari pakaian.
Andil kelima komoditas ini meningkat dari masing-masing 0,006% (yoy), -0,007% (yoy), 0,009% (yoy), 0,002% (yoy), dan
0,011% (yoy) di akhir tahun 2015 menjadi masing-masing 0,135% (yoy), 0,046% (yoy), 0,055% (yoy), 0,041% (yoy), dan
0,046% (yoy).
Penurunan tekanan inflasi di perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar secara langsung disebabkan oleh penurunan
tarif listrik, harga bensin, dan harga solar. Pada awal 2016, pemerintah mengeluarkan kebijakan penurunan harga BBM
bersubsidi seiring dengan penurunan harga minyak dunia dan relatif stabilnya nilai tukar rupiah. BBM bersubsidi jenis
Solar dan Bensin turun masing-masing dari Rp 6.700/liter dan Rp7.300/liter menjadi Rp5.950/liter (turun 4,79%) dan Rp
Rp7.150/liter (turun 15,67%). Selain itu, penurunan juga terjadi pada tarif listrik di beberapa golongan per 1 Februari
2016. Pada golongan 1.300 VA dan 2.200 VA terjadi penurunan sebesar Rp17 per kilowatt hour (kWh) atau sebesar
Rp1.392 per kWh dari tarif Januari sebesar Rp1.409 per kWh. Sementara, tarif listrik pada tegangan menengah untuk
bisnis skala besar, kantor pemerintah skala besar, dan industri skala menengah turun Rp13 per kWh, menjadi Rp1.007,15
per kWh, dari tarif sebelumnya Rp1.071 per kWh. Penurunan tarif listrik disebabkan oleh perhitungan Indonesia Crude
Price (ICP) pada periode Desember 2015 yang menjadi dasar perhitungan turunnya tarif listrik pada periode Februari
2016. ICP Desember turun dari USD41,44 per barel menjadi USD39 per barel.
Penurunan tekanan inflasi di kelompok perumahan ini terkonfirmasi juga dari hasil Survei Harga Properti Residensial
(SHPR) yang dilaksanakan Bank Indonesia. Hasil SHPR triwulan I 2016 menunjukkan terjadinya perlambatan Indeks Harga
Properti Residensial (IHPR) dibandingkan periode sebelumnya. IHPR di triwulan laporan tercatat sebesar 309,03 dengan
pertumbuhan 9,87% (yoy), lebih lambat dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya 13,12% (yoy).
Lebih rinci per komoditas, sebanyak 32 dari 69 komoditas pada kelompok sandang mengalami penurunan tekanan
inflasi di periode laporan. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan tekanan inflasi adalah gaun/terusan,
celana panjang jeans, pembalut wanita, kaos kaki, dan popok bayi. Andil inflasi kelima komoditas ini turun dari masing-
masing 0,067% (yoy), 0,067% (yoy), 0,067% (yoy), 0,032% (yoy), dan 0,029% (yoy) di periode laporan menjadi masing-
masing 0,002% (yoy), 0,010% (yoy),0,032% (yoy), 0,003% (yoy), dan 0,000% (yoy). Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi
kelompok sandang tertahan oleh peningkatan tekanan inflasi 37 komoditas lainnya. Lima komoditas yang mengalami
peningkatan tekanan inflasi terbesar adalah baju kaos berkerah, tas tangan wanita, emas perhiasan, blus, celana dalam
wanita. Andil kelima komoditas ini meningkat dari masing-masing 0,002% (yoy); 0,012% (yoy); -0,01% (yoy); 0,001% (yoy);
dan 0,001% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi masing-masing 0,064% (yoy), 0,044% (yoy), 0,020% (yoy), 0,016% (yoy), dan
0,014% (yoy).
Peningkatan harga emas perhiasan dipengaruhi oleh pergerakan harga emas internasional.Peningkatan harga emas
disebabkan oleh trend harga emas global yang mulai meningkat dalam 2 triwulan terakhir. Meskipun masih tercatat
kontraksi, harga emas dunia tercatat mengalami peningkatan dari -7,91% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi -3,12% (yoy)
di angka USD1.180/troy oz pada triwulan laporan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 45
BAB 3INFLASI
3,14% (yoy); 1,81% (yoy); dan 3,30% (yoy); lebih rendah dibandingkan inflasi sebelumnya yang tercatat masing-masing
15,08% (yoy); 4,52% (yoy); dan 3,69% (yoy). Penurunan inflasi di kelompok ini tertahan oleh peningkatan tekanan inflasi
pada subkelompok jasa perawatan jasmani dari 1,68% (yoy) di akhir tahun 2015 menjadi 10,06% (yoy) di akhir periode
laporan.
Lebih rinci per komoditas, sebanyak 22 dari 40 komoditas pada kelompok kesehatan mengalami penurunan tekanan
inflasi di periode laporan. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan tekanan inflasi di kelompok ini adalah kaca
mata plus/minus, tarip gunting rambut wanita, obat dengan resep, tarip puskesmas, dan deodorant. Kelima komoditas ini
mengalami penurunan andil inflasi dari masing-masing 0,042% (yoy); 0,042% (yoy); 0,025% (yoy); 0,011% (yoy); dan
0,012% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi masing-masing 0,001% (yoy); 0,013% (yoy); 0,002% (yoy); 0,000% (yoy); dan
0,002% (yoy) di periode laporan. Di sisi lain, dari 18 komoditas yang mengalami peningkatan inflasi, 5 komoditas yang
mengalami peningkatan andil inflasi terbesar adalah bedak, dokter spesialis, tarip gunting rambut pria, dokter umum, dan
creambath. Kelima komoditas tersebut mengalami peningkatan andil inflasi dari 0,001% (yoy); 0,004% (yoy); 0,000%
(yoy); 0,001% (yoy); dan 0,000% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi 0,024% (yoy); 0,021% (yoy); 0,016% (yoy); 0,014%
(yoy); dan 0,006% (yoy).
Lebih rinci per komoditas, sebanyak 19 dari 44 komoditas pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga
mengalami penurunan tekanan inflasi pada periode laporan. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan
tekanan inflasi di kelompok ini adalah tabloid, biaya foto copy, pakaian olah raga anak, majalah berkala/dewasa, dan
personal komputer/desktop. Kelima komoditas ini mengalami penurunan andil inflasi dari masing-masing 0,001% (yoy);
0,007% (yoy); 0,001% (yoy); 0,001% (yoy); dan 0,003% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi masing-masing 0,000% (yoy);
0,003% (yoy); 0,000% (yoy); 0,001% (yoy); dan 0,000% (yoy) di periode laporan. Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi di
kelompok ini tertahan oleh inflasi di 11 komoditas, dimana 5 komoditas dengan peningkatan andil terbesar adalah taman
kanak-kanak, kursus komputer, sepeda anak, dan vcd / dvd player. Kelima komoditas ini mengalami peningkatan andil
inflasi dari masing-masing 0,008% (yoy); 0,001% (yoy); 0,000% (yoy); dan 0,005% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi
masing-masing 0,010% (yoy); 0,002% (yoy); 0,001% (yoy); dan 0,006% (yoy) di periode laporan. Sementara itu, 14
komoditas lainnya tidak mengalami perubahan harga dibandingkan periode sebelumnya.
Lebih rinci per komoditas, sebanyak 10 dari 38 komoditas pada kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan
mengalami peningkatan tekanan inflasi di periode laporan. Lima komoditas utama yang mendorong peningkatan inflasi
di kelompok ini adalah bensin, angkutan dalam kota, biaya administrasi kartu ATM, dan tarip sewa motor. Keempat
komoditas tersebut mengalami peningkatan andil inflasi masing-masing dari -0,64% (yoy); -0,19% (yoy; 0,00% (yoy); dan
0,03% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi masing-masing 0,02% (yoy); 0,05% (yoy); 0,01% (yoy); dan 0,05% (yoy). Di sisi
lain, dari 14 komoditas yang mengalami penurunan tekanan inflasi, lima komoditas utama yang memberikan andil
penurunan inflasi adalah angkutan udara, mobil, pemeliharaan/service, tarip parkir, kendaraan dan carter/rental. Kelima
komoditas tersebut mengalami penurunan tekanan inflasi masing-masing dari 0,233% (yoy); 0,154% (yoy); 0,020% (yoy);
0,024% (yoy); dan 0,079% (yoy) di akhir tahun 2015 menjadi masing-masing 0,113% (yoy); 0,086% (yoy); 0,011% (yoy);
0,017% (yoy); dan 0,073% (yoy) di akhir periode laporan.
12
Mulai Januari 2014, inflasi Sulsel dihitung dari agregasi lima kota/kabupaten, yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 47
BAB 3INFLASI
Makassar 4.10 3.91 4.61 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 5.46 5.38 3.57 8.51 7.34 8.61 8.95 5.18 6.38
Palopo 4.27 3.99 4.15 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 6.22 7.36 4.03 8.95 6.95 6.89 7.19 3.38 4.47
Parepare 2.00 2.54 3.78 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 5.58 5.57 3.04 9.38 6.53 6.98 7.02 1.58 3.82
Watampone 5.69 4.42 3.94 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 7.86 8.14 4.55 8.22 5.66 4.27 4.33 0.97 1.94
Bulukumba 13.94 14.10 7.30 9.45 6.21 6.12 6.63 2.17 2.16
Sulawasi Selatan 4.06 3.85 4.48 4.40 4.61 4.36 7.24 6.22 5.88 5.92 3.72 8.61 7.13 8.06 8.36 4.48 5.70
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel 3.3. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
2012 2013 2014 2015 2016
Kota
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
Makassar 3.42% 3.24% 3.77% 3.71% 3.88% 3.68% 6.10% 5.25% 4.27% 4.20% 2.79% 6.65% 5.73% 6.73% 6.99% 4.05% 4.98%
Palopo 0.22% 0.21% 0.25% 0.24% 0.25% 0.24% 0.40% 0.34% 0.40% 0.47% 0.26% 0.57% 0.44% 0.44% 0.46% 0.22% 0.29%
Parepare 0.22% 0.21% 0.24% 0.24% 0.24% 0.23% 0.39% 0.33% 0.39% 0.39% 0.21% 0.66% 0.46% 0.49% 0.46% 0.11% 0.27%
Watampone 0.20% 0.19% 0.22% 0.22% 0.23% 0.22% 0.36% 0.31% 0.45% 0.47% 0.26% 0.47% 0.33% 0.25% 0.25% 0.06% 0.11%
Bulukumba 0.38% 0.39% 0.20% 0.26% 0.17% 0.17% 0.23% 0.06% 0.06%
Sulawasi Selatan 4.06% 3.85% 4.48% 4.40% 4.61% 4.36% 7.24% 6.22% 5.88% 5.92% 3.72% 8.61% 7.13% 8.07% 8.39% 4.48% 5.70%
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Bulukumba berhasil mempertahankan inflasi di level rendah. Semenjak dimasukkan sebagai salah satu kota inflasi di
awal tahun 2014, Bulukumba secara konsisten berhasil menurunkan tingkat inflasinya. Setelah berhasil menurunkan
inflasi dari 14,10% (yoy) di awal 2014 menjadi 2,17% (yoy) di akhir 2015, Bulukumba kembali berhasil mempertahankan
inflasi di level yang relatif rendah 2,16% (yoy) pada akhir triwulan I 2016. Meskipun secara level inflasi Bulukumba bukan
yang terendah, namun daerah ini merupakan daerah paling progresif dalam perbaikan inflasi. Sementara itu, Kota
Makassar yang merupakan kota dengan bobot inflasi terbesar di Sulsel (78,12%) masih mencatatkan inflasi tertinggi di
Sulsel yaitu 6,38% (yoy). Di triwulan laporan, komoditas utama yang menjadi penyebab peningkatan inflasi di Makassar
adalah beras, cabai rawit, bendeng, dan ikan layang.
Secara umum, peningkatan tekanan inflasi disebabkan oleh penurunan pasokan bahan makanan khususnya beras. Di
tiga kota IHK, yaitu Makassar, Parepare, dan Bulukumba, beras masuk dalam lima komoditas utama penyumbang inflasi di
kota tersebut. Mundurnya musim tanam akibat kemarau panjang di akhir tahun berdampak pada mundurnya musim
panen di awal tahun 2016. Panen padi diperkirakan baru akan berlangsung pada akhir Maret hingga awal April 2016.
Tabel 3.4. Lima Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Per Kab/Kota IHK di Sulsel
No Makassar Parepare Watampone Bulukumba Palopo
1 Beras Mie Bandeng/Bolu Beras Tomat Sayur
2 Cabai Rawit Angkutan Dalam Kota Pisang Rokok Kretek Bawang Merah
3 Bandeng/Bolu Beras Cabai Rawit Rokok Kretek Filter Angkutan Antar Kota
4 Layang/Benggol Nasi dengan Lauk Layang/Benggol Mobil Bahan Bakar Rumah Tangga
5 Tomat Sayur Bahan Bakar Rumah Tangga Asam Pisang Daging Ayam Ras
Peningkatan inflasi kelompok administered price didorong oleh peningkatan tarif angkutan udara. Tarif angkutan udara
tercatat mengalami inflasi 15,22% (yoy) dengan andil 0,23% (yoy). Banyaknya libur panjang akhir pekan di penghujung
triwulan I 2016 mengakibatkan peningkatan permintaan di sektor angkutan udara. Komoditas lain yang tercatat menjadi
penyumbang inflasi tertinggi di kelompok administered price adalah Bahan Bakar Rumah Tangga, Angkutan Dalam Kota,
dan Rokok Kretek Filter. Ketiga komoditas ini tercatat mengalami inflasi masing-masing 3,43% (yoy); 2,81% (yoy); dan
1,11% (yoy) dengan andil masing-masing 0,06% (yoy), 0,05% (yoy), dan 0,02% (yoy) terhadap total inflasi tahunan Sulsel.
Penurunan tarif listrik, harga bensin, dan harga solar menahan peningkatan inflasi kelompok administered price di
periode laporan. Pemerintah mengeluarkan kebijakan penurunan harga BBM bersubsidi seiring dengan penurunan harga
minyak dunia dan relatif stabilnya nilai tukar rupiah pada triwulan I 2016. BBM bersubsidi jenis Solar dan Bensin turun
masing-masing dari Rp 6.700/liter dan Rp7.300/liter menjadi Rp5.950/liter (turun 4,79%) dan Rp Rp7.150/liter (turun
15,67%). Selain itu, penurunan juga terjadi pada tarif listrik di beberapa golongan per 1 Februari 2016. Pada golongan
1.300 VA dan 2.200 VA terjadi penurunan sebesar Rp17 per kilowatt hour (kWh) atau sebesar Rp1.392 per kWh dari tarif
Januari sebesar Rp1.409 per kWh. Sementara, tarif listrik pada tegangan menengah untuk bisnis skala besar, kantor
pemerintah skala besar, dan industri skala menengah turun Rp13 per kWh, menjadi Rp1.007,15 per kWh, dari Rp1.071
per kWh. Penurunan tariff listrik disebabkan oleh perhitungan Indonesia Crude Price (ICP) pada periode Desember 2015
yang menjadi dasar perhitungan tarif listrik pada periode Februari 2016 mengalami penurunan. ICP Desember turun dari
USD41,44 per barel menjadi USD39 per barel.
Pada kelompok volatile food, faktor musim mempengaruhi tingkat inflasi bahan pangan utama, khususnya beras.
Mundurnya musim tanam komoditas pangan utama khususnya beras akibat kemarau panjang di akhir tahun berdampak
pada mundurnya musim panen di awal tahun 2016. Panen padi diperkirakan baru akan berlangsung pada akhir Maret
hingga awal April 2016. Selain beras, komoditas lain yang mengalami kendala pasokan di periode laporan adalah bawang
13
Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk
menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 49
BAB 3INFLASI
merah dan cabai. Sama dengan beras, kedua komoditas ini juga terkendala akibat siklus musim pertanian yang baru
memasuki musim tanam di periode laporan.
Pada inflasi inti (core), tekanan inflasi relatif stabil (4,32%; yoy). Secara umum, inflasi di kelompok ini masih berasal dari
subkelompok makanan jadi, perumahan, dan sandang akibat peningkatan permintaan. Selain itu, masih tingginya biaya
bahan baku impor juga menjadi salah satu sumber tekanan inflasi di kelompok inti, khususnya komoditas berbahan baku
kedelai yang sebagian besar merupakan hasil impor.
Pada triwulan I 2016, telah diselenggarakan beberapa kali rapat teknis untuk evaluasi kinerja dan rencana kerja ke
depan. Pada tanggal 13 Januari 2016, TPID Sulsel bertemu dengan Dewan Pembina dalam hal ini Wakil Gubernur Sulsel
untuk melaporkan kinerja TPID 2015 dan rencana kerja 2016. Persiapan high level meeting (HLM) TPID juga telah
dilaksanakan pada awal tahun 2016 (18 Januari 2016) dengan agenda mendengarkan arahan Pengarah TPID Sulsel
(Gubernur Sulsel). Sementara pembahasan konsep roadmap TPID Sulsel dan integrasi Sistem Informasi Harga Pangan
(SIGAP) dengan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), telah dilakukan pada 3 Maret 2016 dan 13 Maret 2016.
Harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani lebih tinggi dari harga pembelian GKP yang ditetapkan pemerintah.
Harga rata-rata GKP yang diterima petani Sulsel (2015) dari pedagang pengumpul (swasta) tercatat sebesar Rp4.327,00
per kilogram, lebih tinggi dari harga pembelian GKP yang ditetapkan oleh pemerintah sebesar Rp3.700,00 sebagai
patokan Perum BULOG dalam menyerap gabah petani. Adanya selisih harga yang relatif tinggi menyebabkan petani Sulsel
umumnya lebih memilih menjual gabah kepada pedagang pengumpul (swasta) dibanding menjual ke Perum BULOG.
Selain itu juga didorong faktor sosio-psikologis petani kepada pedagang pengumpul, yang umumnya juga sebagai pihak
pemberi pinjaman/modal usaha, serta terbatasnya pengetahuan petani terhadap jalur pemasaran beras. Alasan lain
petani lebih senang menjual dalam bentuk GKP karena selain segera mendapatkan pembayaran secara tunai, dan petani
tidak perlu mengeluarkan tenaga/ongkos pengeringan dan ongkos angkut ke penggilingan.
5.500 Rp/Kg Harga Gabah Dunia 10.000
(Paddy Glutinous)
5.000 Harga GKP 9.000
Rp/Kg Harga Beras
Penggilingan
Konsumen Sulsel
8.000
4.500
Harga GKP HPP Beras Bulog
7.000
Petani (Rp7.300/kg)
4.000
HPP GKP Petani 6.000 Harga Beras Dunia
(Rp3.700/kg) (Thai Broken 5%)
3.500
Harga Gabah Dunia 5.000
(Paddy White Rice)
3.000 4.000 Harga Beras Dunia
(Vietnam 5%)
2.500 3.000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015 2015
Grafik 3.A.1. Perkembangan Harga GKP Di Petani dan Grafik 3.A.2. Perkembangan Harga
Harga Gabah Dunia Beras Di Konsumen Dan Harga Beras Dunia
Harga beras di Sulsel pada 2015 jauh lebih tinggi dari harga beras dunia. Harga rata-rata beras di tingkat konsumen
sebesar Rp8.923,00 per kilogram, jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan harga beras dunia yang hanya sebesar
Rp4.638,00 (lihat Grafik 3.A.2). Harga beras yang harus dibayar konsumen di Sulsel ini 15,0% lebih tinggi dari harga beras
di tingkat penggilingan. Sementara bila dibandingkan dengan harga GKP di tingkat petani (Rp4.327,00), harga beras di
tingkat konsumen telah mengalami lonjakan harga yang sangat mencolok yaitu naik sebesar Rp4.596,00 atau 106,2%.
Selisih harga yang sangat lebar antara harga GKP yang diterima petani dengan harga beras yang harus dibayar konsumen,
mencerminkan proses pembentukan harga beras di Sulsel tidak berjalan efisien. Inefisiensi terjadi tidak hanya di tingkat
petani (kepemilikan lahan kecil-kecil, harga pupuk dan obat-obatan mahal, produktivitas rendah), akan tetapi justru
sebagian besar terjadi di tingkat penggilingan dan perdagangan. Hal demikian dapat terjadi dikarenakan pasar beras di
Sulsel diindikasikan tidak bekerja secara sempurna. Dalam pembelian GKP pasar cenderung monopsonis, sementara
dalam sistem pemasaran beras di Sulsel diindikasikan terjadi praktik yang mengarah pada oligopoli.
Sistem perdagangan beras yang terindikasi mengarah ke pratik oligopoli terlihat dari cara “penetapan” harga beras.
Pihak Grosir selaku pemasok beras ke pengecer di Sulsel dan juga pemasok ke Provinsi lain/antar pulau, dalam
“menetapkan” harga jual beras di tingkat konsumen di Sulsel tampaknya selalu melihat kondisi pasar, terutama
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 51
BAB 3INFLASI
perkembangan harga beras di Provinsi lain/antar pulau, selain juga mempertimbangkan kebijakan impor beras yang
ditempuh pemerintah. Hal ini dapat dibuktikan dari pola pergerakan harga beras di Sulsel yang cenderung berjalan searah
dengan pola pergerakan harga beras di Provinsi lain/antar pulau yang selama ini menjadi target pemasaran beras dari
Sulsel (Grafik 3.A.3).
14.000 14.000
Rp/kg Rp/kg
13.000 13.000
12.000 12.000
11.000 11.000
10.000 10.000
9.000 9.000
8.000 8.000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015 2015
Sulsel Surabaya Samarinda Sulsel Palu Kendari
Ambon Jayapura Manado Gorontalo
Grafik 3.A.3. Perbandingan Harga Beras Di Tingkat Konsumen Di Sulsel Dan Harga Beras Di Wilayah Lain
Sementara itu, dari hasil analisis sisi permintaan (demand) disimpulkan bahwa kenaikan pendapatan belum merubah
pola pengeluaran. Pendapatan per kapita masyarakat Sulsel meningkat seiring dengan pertumbuhan perekonomian
Sulsel yang relatif baik (Tahun 2015 tumbuh 7,15%), namun peningkatan pendapatan tersebut belum merubah pola
pengeluaran masyarakat terhadap konsumsi bahan makanan, yang tercatat masih stabil di kisaran 51,2% (lihat Grafik 5).
Hal ini berarti separo lebih dari pendapatan masyarakat Sulsel masih dibelanjakan untuk pemenuhan kebutuhan primer
berupa bahan makanan, termasuk diantaranya beras. Dengan demikian, dalam konteks Sulsel, tampaknya belum berlaku
14
hukum Engel’s . Melihat pola konsumsi masyarakat Sulsel yang belum berubah, maka permintaan terhadap bahan
makanan (termasuk beras) pada kondisi saat ini dan beberapa tahun ke depan diprediksikan masih tetap tinggi. Oleh
karena itu, agar tidak terjadi excess demand terhadap bahan pangan yang berpotensi dapat memicu inflasi, maka
Pemerintah Provinsi Sulsel harus mampu menjaga kecukupan pasokan bahan makanan (khususnya beras), dengan harga
yang dapat dijangkau oleh masyarakat, terutama kelompok masyarakat berpendapatan rendah.
Grafik 3.A.4. Pendapatan Per Kapita dan Pola Konsumsi Masyarakat Sulsel
14
Engel’s Law menyatakan bahwa seiring dengan meningkatnya pendapatan, maka konsumsi terhadap pangan pangsanya akan semakin menurun dari
total konsumsi dan pendapatan.
Bab 4
Sistem Keuangan dan
Pengembangan Akses Keuangan
Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan I 2016 masih terjaga baik. Aset,
DPK dan Kredit masih tumbuh relatif tinggi meski mengalami perlambatan
bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Pada triwulan I 2016, dinamika aktivitas perbankan diwarnai dengan
meningkatnya penyaluran kredit yang lebih tinggi dibandingkan
penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), dengan rasio LDR 122,94% lebih
tinggi dibandingkan triwulan lalu (121,05%).
Dari sisi stabilitas sistem keuangan, ketahanan sektor korporasi maupun
rumah tangga di Sulsel masih kuat. Penyaluran kredit ke berbagai sektor
ekonomi masih terus tumbuh, termasuk ke sektor UMKM. Hal yang perlu
mendapat perhatian adalah adanya kenaikan NPL pada kredit korporasi,
meski secara umum risiko NPL masih aman.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 53
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Total Aset 15,41 11,00 13,59 16,01 15,14 104.944 108.309 113.101 117.572 120.832
Bank Pemerintah 16,46 10,70 15,34 21,85 21,85 61.182 63.739 67.472 70.874 74.549
Bank Swasta Nasional 14,41 11,73 11,65 8,71 6,20 43.112 44.012 45.104 46.161 45.786
Bank Asing dan Bank Campuran (9,54) (7,19) (21,91) (25,86) (23,57) 649 558 525 536 496
Kredit yang disalurkan perbankan juga tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan I 2016. Kredit
tercatat tumbuh 12,90% (yoy) menjadi Rp96,31 triliun lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh
15
Dimulai dengan publikasi pada triwulan I 2014, asesmen perkembangan indikator perbankan menggunakan data lokasi bank untuk kredit yang
disalurkan serta menggunakan data lokasi bank pelapor untuk DPK yang dihimpun
13,67% (yoy). Secara penggunaan, perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh perlambatan penyaluran kredit di
kelompok investasi dan modal kerja. Kelompok kredit tersebut tumbuh masing-masing 21,59% (yoy) dan 14,44% (yoy),
lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat masing-masing 26,47% (yoy) dan 16,82% (yoy).
Sementara itu, kredit konsumsi tumbuh 7,53% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 5,12%. Secara
sektoral, perlambatan pertumbuhan kredit antara lain disebabkan oleh perlambatan penyaluran kredit di sektor industri
pengolahan dan perdagangan yang tumbuh masing-masing 43,77% (yoy) dan 14,47% (yoy) pada triwulan I 2016, lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya masing-masing 57,71% (yoy) dan 16,25% (yoy). Di sisi lain, kredit sektor
listrik/gas/air mengalami kontraksi -19,81% (yoy) di triwulan pelaporan.
a . Gi ro 27,09 21,48 28,66 64,69 26,98 10.154 11.820 12.471 13.165 12.894
b. Ta bunga n 5,24 5,16 7,65 12,81 13,01 34.147 34.881 37.491 42.221 38.589
c. Depos i to 24,78 19,79 13,39 11,61 21,44 22.118 22.166 22.472 23.091 26.859
Kredit 12,43 10,37 11,74 13,67 12,90 85.303 87.563 89.911 94.981 96.310
a . Moda l Kerja 20,25 19,15 16,85 16,82 14,44 32.776 34.627 34.876 36.730 37.510
b. Inves tas i 12,57 6,68 13,07 26,47 21,59 16.482 16.500 17.476 20.538 20.041
c. Kons ums i 6,10 4,68 6,82 5,12 7,53 36.045 36.436 37.558 37.713 38.759
Dengan pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK, indikator intermediasi perbankan (LDR)
dan risiko perbankan (NPL) terlihat sedikit meningkat. Kedua indikator tersebut tercatat masing-masing 122,94% dan
3,36% pada triwulan I 2016, lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang tercatat masing-masing 121,05% dan 3,19%
(Tabel 4.3).
Kinerja indikator perbankan syariah Sulsel pada triwulan I 2016 menunjukkan perlambatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Penghimpunan DPK menunjukkan perlambatan pertumbuhan di periode pelaporan. DPK tumbuh10,33%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 55
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
(yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 28,83% (yoy). Perlambatan pertumbuhan DPK disebabkan oleh
penurunan kinerja diseluruh komponen baik Giro, Tabungan, dan Deposito yang tumbuh masing-masing -38,04% (yoy),
18,36% (yoy), dan 22,90% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya masing-masing 57,57% (yoy), 19,34% (yoy), dan
31,58% (yoy). Di sisi lain, pembiayaan mengalami peningkatan dari 10,56% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi 11,05%
(yoy) pada triwulan I 2016. Dengan pertumbuhan pembiayaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan DPK,
mengakibatkan Financing to Deposit Ratio (FDR) mengalami peningkatan. Di triwulan I 2016, FDR mencapai 165,43% lebih
rendah dari triwulan sebelumnya 147,53%. Sementara itu, kualitas pembiayaan terlihat relatif baik meskipun sedikit
mengalami peningkatan non performing financing (NPF) dari 3,97% di triwulan IV 2015 menjadi 4,39% pada triwulan
pelaporan.
Ba nk Pemeri ntah 4,65 7,70 11,90 41,36 50,55 1.101 1.132 1.235 1.624 1.657
Ba nk Swa s ta Na s i ona l 8,06 11,57 16,37 12,50 9,42 4.899 5.052 5.255 5.352 5.360
DPK 16,22 17,59 18,55 28,83 10,33 3.187 3.287 3.411 3.853 3.517
a . Gi ro 147,17 111,60 22,23 57,57 (38,04) 547 554 423 598 339
b. Ta bunga n 18,01 24,53 23,74 19,34 18,36 1.488 1.570 1.654 1.765 1.761
c. Depos i to (8,54) (8,63) 11,68 31,58 22,90 1.153 1.162 1.335 1.490 1.417
Pembiayaan 17,63 14,65 16,73 10,56 11,05 5.239 5.582 5.750 5.684 5.817
Grafik 4.1. Perkembangan Aset BPR Grafik 4.2. Perkembangan Intermediasi BPR
aset perbankan di Sulsel. Sementara pangsa aset perbankan di 23 kab/kota lainnya terhitung relatif masih sangat kecil,
rata-rata kurang dari 5% dari total aset perbankan di Sulsel. Pertumbuhan aset perbankan di Kota Makassar tercatat
16,84% (yoy). Pertumbuhan aset 5 (lima) daerah tertinggi lainnya terjadi di Kabupaten Luwu Utara (31,08%; yoy), Luwu
(31,02%; yoy), Gowa (29,12%; yoy), Barru (27,52%; yoy), dan Tana Toraja (24,42%; yoy).
Kabupaten Luwu Utara merupakan daerah dengan pertumbuhan kredit tertinggi di triwulan I 2016. Kredit di Kab. Luwu
Utara tumbuh 31,25% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 26,79% (yoy). Daerah lain yang
memiliki pertumbuhan kredit di atas 20% adalah Kabupaten Maros (25,54%; yoy), Gowa (25,46%; yoy), Soppeng (23,29%;
yoy), Bulukumba (22,68%; yoy), Jeneponto (22,06%; yoy), dan Bantaeng (20,84%; yoy). Namun, bila dilihat dari sisi pangsa
kredit, delapan daerah ini hanya menyumbang 8,97% dari total kredit Sulsel. Kredit terbesar masih berada di Kota
Makassar dengan total portfolio sebesar Rp65,93 triliun atau 68,46% dari total kredit di Sulsel. Di triwulan I 2016 ini kredit
di Makassar tumbuh 12,80% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 15,27% (yoy). Hal ini
menunjukkan, konsentrasi pertumbuhan ekonomi masih terpusat di Kota Makassar.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 57
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kabupaten Takalar merupakan daerah dengan pertumbuhan DPK tertinggi di triwulan I 2016. Kabupaten Takalar
mencatatkan diri sebagai wilayah dengan pertumbuhan DPK tertinggi yaitu 86,72% (yoy) diikuti oleh Sinjai (70,15%; yoy),
Pinrang (51,00%; yoy), Luwu (44,05%; yoy), dan Gowa (33,25%; yoy). Sementara itu, DPK perbankan di Kota Makassar
tumbuh 19,28% (yoy), relatif stabil dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 19,39% (yoy). Total DPK di Kota
Makassar mencapai Rp51,21 triliun atau 65,37% dari total DPK Sulsel sebesar Rp78,34 triliun. Sementara itu, pangsa DPK
di 23 kabupaten/kota lainnya masih relatif kecil. Tercatat hanya terdapat 2 kabupaten/kota yang memiliki pangsa DPK di
atas 3%, yaitu Palopo (3,49%) dan Parepare (3,20%). Melihat potensi perekonomian yang dimiliki beberapa Kabupaten di
Sulsel yang relatif besar, perbankan dapat meningkatkan upaya penghimpunan DPK di luar Kota Makassar, melalui inovasi
produk yang semakin menarik atau pengembangan branchless banking.
Kualitas kredit relatif terjaga di seluruh kab/kota, dengan sebagian besar kabupaten/kota merupakan daerah lending
(LDR > 100%). Kualitas kredit yang tercermin dari tingkat NPL di seluruh kabupaten/kota masih dalam level aman. Seluruh
kab/kota memiliki tingkat NPL di bawah angka psikologis (5%). Sementara dari sisi intermediasi perbankan, lebih dari
separuh daerah merupakan daerah lending, yang tercermin dari LDR lebih dari 100%. Terdapat 12 Kabupaten/Kota yang
memiliki LDR di atas 100% yaitu Makassar, Pinrang, Gowa, Maros, Sinjai, Bantaeng, Jeneponto, Takalar, Sidrap, Luwu
Utara, Parepare, dan Palopo. Untuk perbankan yang berlokasi di 13 kabupaten/kota tersebut, masih memiliki potensi
untuk penghimpunan DPK, terutama yang berupa dana murah (tabungan). Sementara daerah funding, dengan LDR
kurang dari 100%, masih memiliki potensi yang besar untuk mendorong kredit/pembiayaan.
Kredit korporasi tercatat tumbuh 9,91% (yoy), mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan triwulan IV 2015
16,81% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit tersebut terjadi hampir di seluruh sektor, kecuali sektor pertambangan
dan pengangkutan disebabkan melambatnya pertumbuhan ekonomi di lima sektor yaitu Industri Pengolahan (13,35%;
yoy), LGA (6,11%; yoy), Konstruksi (24,85%; yoy), Jasa Dunia Usaha (12,82%, yoy), dan Jasa Sosial Masyarakat (73,25%;
yoy). Sementara itu, pangsa kredit korporasi di sektor pertanian hanya 1,65% dari total kredit korporasi telah mengalami
percepatan pertumbuhan dari -22,59% (yoy) ditriwulan III 2015 menjadi 75,01% (yoy) di periode pelaporan. Sedangkan,
tiga sektor yang mengalami pertumbuhan negatif di triwulan laporan adalah sektor Pertambangan (-22,18%; yoy),
Pengangkutan (-20,12%; yoy), dan Lain-lain (-49,40%; yoy).
16
Bukan lembaga keuangan dan sektor swasta lainnya.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 59
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Grafik 4.3. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi Grafik 4.4. Pertumbuhan Kredit Korporasi
Dari sisi kualitas, penyaluran kredit korporasi menunjukkan penurunan kinerja dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pada triwulan laporan, kualitas penyaluran kredit yang diukur dari NPL tercatat 6,81%, sedikit lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya 6,29% (Grafik 4.5). Penurunan kualitas kredit disebabkan oleh meningkatnya kredit bermasalah di
sektor pertambangan dan industri pengolahan. NPL di sektor pertambangan meningkat dari 7,40% di triwulan IV 2015
menjadi 17,09% di periode pelaporan. Selain itu, rasio NPL di sektor industri pengolahan juga mengalami peningkatan dari
30,32% pada triwulan IV 2015 menjadi 33,48%pada triwulan pelaporan.
30% 7%
6%
25%
5%
20%
4%
15%
3%
10% 2%
5% 1%
0% 0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Sementara itu, penghimpunan dana pihak ketiga dari sektor korporasi juga mengalami perlambatan pertumbuhan
pada triwulan I 2016. DPK sektor korporasi tercatat sebesar Rp6,73 triliun atau tumbuh 44,14% (yoy) lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 65,79% (yoy). Perlambatan pertumbuhan tersebut terutama
disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan Tabungan. Komponen Tabungan mengalami penurunan pertumbuhan dari
56,77% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi 26,63% (yoy) di triwulan pelaporan. Selain itu Giro juga mengalami penurunan
dari semula 82,19% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi 52,89% (yoy) di triwulan pelaporan. Sementara itu Deposito
mengalami percepatan pertumbuhan dari semula 33,58% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi 34,09% (yoy) di triwulan
pelaporan.
160% YOY 100%
140% 90%
80%
120%
70%
100% 60%
80% 50%
60% 40%
40% 30%
20%
20%
10%
0% 0%
-20% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
-40% 2012 2013 2014 2015 2016 2012 2013 2014 2015 2016
Grafik 4.6. Pertumbuhan DPK Korporasi Grafik 4.7. Komposisi DPK Korporasi
Penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga mengalami percepatan pertumbuhan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Di triwulan I 2016, kredit sektor rumah tangga tumbuh 7,29% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya
tumbuh 4,29% (yoy). Percepatan pertumbuhan terjadi di jenis Kredit Multiguna dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Kredit
Multiguna mengalami percepatan pertumbuhan dari semula 15,60% (yoy) menjadi 17,66% (yoy) di triwulan pelaporan.
Sementara itu peningkatan KPR didorong oleh peningkatan pertumbuhan kredit kepemilikan rumah tipe 21, tipe 22 s.d.
70, tipe di atas 70, dan kredit rumah toko (ruko) atau rumah kantor (rukan). Di sisi lain, Kredit Kendaraan Bermotor (KKB)
masih menunjukkan tren kontraksi dari semula -36,75% (yoy) menjadi -36,45% (yoy) di triwulan pelaporan (Grafik 4.9).
Kualitas kredit ke sektor rumah tangga tetap terjaga pada tingkat yang aman. Seluruh jenis kredit rumah tangga
memiliki rasio NPL di bawah batas aman 5%. Secara umum, rasio NPL relatif stabil dari 1,80% menjadi 1,83% pada
triwulan pelaporan. Berdasarkan kondisi ini, dapat dikatakan bahwa ketahanan sektor rumah tangga Sulsel masih cukup
baik hingga triwulan I 2016 (Grafik 4.10).
Grafik 4.9. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Grafik 4.10. NPL Kredit Rumah Tangga
Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dari sektor rumah tangga mengalami percepatan pertumbuhan dibandingkan
triwulan sebelumnya. DPK sektor rumah tangga tercatat tumbuh 15,53% (yoy) pada triwulan I 2016, lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV 2015 yang tumbuh 11,84% (yoy). Percepatan pertumbuhan DPK rumah tangga terjadi pada
seluruh komponen yaitu Giro, Tabungan, dan Deposito yang tercatat masing-masing 14,19% (yoy), 13,77% (yoy), dan
19,04% (yoy) pada triwulan I 2016, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat masing-masing 3,84%
(yoy), 12,16% (yoy), dan 12,48% (yoy). Secara komposisi, DPK rumah tangga masih didominasi oleh tabungan (61,27%)
diikuti oleh deposito (33,97%) dan giro (4,77%). Hal ini berarti sebagian besar sumber pendanaan perbankan didominasi
oleh dana jangka pendek (Grafik 4.12).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 61
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Grafik 4.11. Pertumbuhan DPK Rumah Tangga Grafik 4.12. Komposisi DPK Rumah Tangga
Pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan Survei
Konsumen Bank Indonesia pada Maret 2016, mayoritas pengeluaran rumah tangga pada triwulan I 2016 masih digunakan
untuk konsumsi (59,72%), meskipun sedikit terjadi penurunan porsi konsumsi dibandingkan triwulan sebelumnya
62,08%. Sementara itu, porsi untuk cicilan utang/kredit relatif stabil di kisaran 16,65%. Di sisi lain, porsi tabungan
mengalami peningkatan dari 21,59% di triwulan IV 2015 menjadi 23,63% pada periode pelaporan.
Tabungan, Tabungan,
21.59% 23.63%
Konsumsi, Konsumsi,
Cicilan, 16.33%
62.08% Cicilan, 16.65% 59.72%
Grafik 4.13. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tw IV - 2015 Grafik 4.14 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tw I - 2016
Grafik 4.15. Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM Grafik 4.16. Pangsa Kredit UMKM
Indikator akses keuangan di Sulsel terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan. Rasio jumlah
rekening DPK terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel menunjukkan tren peningkatan, dimana pada triwulan laporan
rasio tersebut tercatat 158,08%. Rasio yang lebih besar dari 100% menunjukkan bahwa terdapat penduduk angkatan
kerja di Sulsel yang memiliki rekening simpanan lebih dari satu. Meskipun memiliki rasio yang tinggi, namun akses
keuangan di Sulsel belum merata terlihat dari adanya ketimpangan. Terdapat kabupaten/kota yang memiliki rasio yang
tinggi seperti Kota Makassar, Parepare dan Palopo, sementara Luwu, Luwu Timur, Gowa dan Jeneponto merupakan
kabupaten yang memiliki rasio yang cukup rendah.
Indikator akses keuangan di Sulsel dari sisi kredit cenderung stagnan. Rasio jumlah rekening kredit terhadap penduduk
angkatan kerja di Sulsel cenderung tidak mengalami perubahan dan masih rendah di hampir semua Kabupaten/kota
terkecuali Makassar, Parepare, dan Palopo. Kondisi tersebut antara lain mengindikasikan masih kurangnya kegiatan
usaha/wirausaha baru yang didukung sektor perbankan atau dengan kata lain ekspansi kredit masih terkonsentrasi pada
debitur yang sudah ada. Dalam rangka mendorong penyaluran kredit perbankan, Bank Indonesia pada 18 Februari 2016
telah mengeluarkan kebijakan dengan melonggarkan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah. Dengan dilonggarkannya
ketentuan GWM rupiah 1% dari hasil simulasi memperlihatkan potensi likuiditas perbankan di Sulsel bertambah sekitar
Rp722 miliar. Selain itu, untuk mendorong penurunan suku bunga kredit, Bank Indonesia juga menurunkan suku bunga
acuan (BI rate) sebesar 0,25 bps menjadi 6,75%. (lihat Boks 4.A).
% % %
29 450
155
400
135 27
350
115 25 300
95 23 250
21 200
75
150
55 19
100
35 17 50
15 15 0
Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
* Data Kredit & DPK menggunakan Lokasi Bank
Rasio kredit thd penduduk angk kerja yg bekerja - rhs Rasio DPK thd penduduk angk kerja yg bekerja Rasio kredit thd penduduk angk kerja yg bekerja Rasio DPK thd penduduk angk kerja yg bekerja
Grafik 4.17. Perkembangan Akses Keuangan Sulsel Grafik 4.18. Akses Keuangan di Kab/Kota di Sulsel
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 63
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
GWM
RUPIAH
TURUN 1% Kapasitas
Likuiditas
Penyaluran
Perbankan
Kredit
KREDIT PDRB
BI RATE Permintaan
TURUN 0,25%
Suku Bunga
Perbankan Kredit
6,75%
Penurunan GWM primer dalam rupiah yang diiringi oleh penurunan suku bunga acuan BI diharapkan dapat
memperkuat upaya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, melalui:
a. Menjaga kecukupan likuditas perbankan untuk mendorong pertumbuhan kredit. DPK Bank Konvesional di Sulsel dalam
rupiah pada triwulan I – 2016 tercatat sebesar Rp72,21 trilun atau 96,50% dari total DPK Bank Konvensional yang
tercatat sebesar Rp74,83 triliun. Porsi DPK Bank Konvensional dalam rupiah terhadap total DPK Bank Konvensional
relatif stabil pada kisaran 95% s.d 97% (Grafik 4.A.1). Secara keseluruhan Sulsel, pelonggaran GWM rupiah 1% dapat
17
menambah potensi likuiditas perbankan di Sulsel sekitar Rp722 miliar . Penambahan likuiditas tersebut dapat
dimanfaatkan oleh perbankan di Sulsel untuk mendorong pertumbuhan kredit. Meskipun LDR Perbankan di Sulsel
tergolong cukup tinggi (122,94%), namun potensi penyaluran kredit di beberapa sektor ekonomi di Sulsel masih cukup
terbuka yang terlihat dari rasio kredit terhadap PDRB yang masih rendah (27,44%) dan risiko kredit yang masih
terkendali tercermin dari NPL (3,36%) yang masih dalam batas aman. Peningkatan kapasitas pembiayaan akan
diharapkan dapat menambah kemampuan perbankan dalam menyalurkan kredit untuk mendorong kegiatan dunia
usaha.
b. Kombinasi penurunan BI rate dan GWM primer dalam rupiah akan memperkuat dan mempercepat transmisi moneter
ke perekonomian. Suku bunga kredit dan DPK perbankan di Sulsel pada tahun 2016 mengalami tren penurunan
sejalan dengan penurunan BI Rate(Grafik 4.A.2).Kebijakan Bank Indonesia menurunkan GWM primer dalam rupiah
akan menambah likuiditas perbankan sehingga penurunan BI rate akan lebih cepat direspon oleh perbankan melalui
penurunan suku bunga kredit maupun DPK. Dengan suku bunga yang relatif menurun diharapkan akan meningkatkan
minat masyarakat dan gairah pelaku usaha untuk mengembangkan bisnisnya dengan menggunakan sumber
pembiayaan dari kredit perbankan untuk menggerakkan roda ekonomi.
17
Dihitung dari 1% (penurunan GWM rupiah) dikali Rp72,21 triliun (DPK Bank Umum Konvensional Dalam Rupiah di bulan Maret 2016).
Grafik 4.A.1 Perkembangan DPK Bank Konvensional di Sulsel Grafik 4.A.2 Perkembangan BI Rate, Suku Bunga DPK dan
Kredit
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 65
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Bab 5
Sistem Pembayaran dan
Pengelolaan Uang
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 67
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
7 Rp Triliun Outflow gOutflow - Skala Kanan %, yoy 100 7 Rp Triliun Inflow gInflow - Skala Kanan %, yoy 100
6 80 6 80
60
5 5
60
40
4 4
20 40
3 3
0
20
2 2
(20)
1 1 0
(40)
0 (60) 0 (20)
I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016 2013 2014 2015 2016
Grafik 5.1. Aliran Uang Kartal Outflow Grafik 5.2. Aliran Uang Kartal Inflow
5.0
Rp Triliun
4.0
3.0
2.0
1.0
0.0
(1.0)
I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
Dalam rangka penerapan clean money policy, kegiatan remise ke luar dari Sulsel juga ditempuh Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan. Selama periode triwulan I 2016, telah dilakukan sebanyak 5 (lima) kali kegiatan
remise ke daerah lain di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yaitu ke Provinsi Maluku, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara
Timur, Sulawesi Barat, dan Papua masing-masing sebanyak 1 (satu) kali. Bank Indonesia juga melakukan kegiatan
pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada triwulan I 2016 tercatat sebesar Rp1,32
triliun, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp0,79 triliun (Grafik 5.8).
Rp Triliun Nominal UTLE gUTLE - Skala Kanan %, yoy 800 Temuan Uang Palsu Y.O.Y. 200%
1.4 2,000
700 160%
1.2 1,600
600 120%
1.0
1,200
500 80%
0.8
800 400 40%
0.6
400 300 0%
0.4
0.2 0 200 -40%
Grafik 5.4. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Grafik 5.5. Temuan Uang Palsu
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 69
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
4%
Pecahan
100.000
31%
Pecahan
50.000
65%
Pecahan
Lainnya
Gambar 5.A.2. Launching E-Toll Card di Makassar Gambar 5.A.2. Control Room Smart City Makassar
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 71
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
Bab 6
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 73
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Sektor pertanian masih menjadi sektor penyerap tenaga kerja terbanyak. Pada periode Februari 2016, sektor pertanian
menyerap 40,28% dari total tenaga kerja atau 1,42 juta orang. Angka ini turun -0,69% dibandingkan periode yang sama
2015. Penurunan tenaga kerja sektor pertanian disebabkan adanya pengaruh penerapan mekanisme alat-alat pertanian
modern combine harvester (alat panen gabah) sehingga pekerja buruh musim panen diawal tahun 2016 berkurang. Hal
tersebut terkonfirmasi dari salah satu perusahaan mesin panen yang menyatakan bahwa 60% penjualan didominasi oleh
18
wilayah Sulawesi, dan Sulsel mendominasi 70% wilayah Sulawesi . Sementara itu, sektor industri, perdagangan dan
lainnya mengalami kenaikan jumlah tenaga kerja, meski sektor jasa mengalami pertumbuhan negatif.
Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat menurun, berbanding terbalik dengan jumlah angkatan kerja
yang bekerja yang tercatat meningkat. TPAK turun dari 62,2% pada Februari 2015 menjadi 61,6% pada Februari 2016.
Jumlah angkatan kerja pada Februari 2016 mencapai 3,77 juta orang, lebih tinggi dari periode yang sama di tahun 2015
sejumlah 3,75 juta orang. Secara sektoral, penurunan TPAK diperkirakan terjadi karena penurunan angkatan kerja di
sektor pertanian yang memiliki pangsa terbesar di Sulsel. Sementara 60% sektor lain mengalami pertumbuhan angkatan
kerja yang positif. Kondisi demikian dikonfirmasi oleh hasil Survei Konsumen Bank Indonesia yang menunjukkan
konsumen optimis bahwa di periode laporan terdapat ketersediaan lapangan kerja. Rata-rata Indeks Ketersediaan
Lapangan Kerja Saat Ini (IKLK) meningkat sebesar 107,17 dibanding triwulan sebelumnya (98,0). Sementara itu, Indeks
Penghasilan Saat Ini dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) juga mengalami peningkatan (112) di level optimisme dibandingkan
periode sebelumnya 97,67.
18
Sumber: anekdotal informasi
Desa Kota % Total Penduduk Miskin - kanan Desa Kota % Total Penddk Miskin - kanan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 6.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulampua
Menurut Provinsi September 2015
Peningkatan kemiskinan terjadi baik di kota maupun di desa. Peningkatan tersebut sejalan dengan angka inflasi yang
cukup tinggi pada periode Juni hinggaSeptember 2015 di atas 8,00% (yoy). Tingginya inflasi didorong oleh tekanan harga
di seluruh kelompok barang dan jasa.Peningkatan harga tersebut selain diakibatkan oleh excess demand juga disebabkan
oleh faktor pelemahan nilai tukar rupiah, sehingga mendorong peningkatan harga beberapa produk pangan (tahu dan
tempe), yang sebagian besar bahan bakunya berupa kedele masih diimpor. Sementara disisi lain, peningkatan upah
minimum regional (UMR) 11,11% menjadi Rp2.000.000/bulan, lebih banyak dinikmati oleh penduduk di perkotaan/kaum
urban, sehingga laju pertumbuhan penduduk miskin di pedesan relatif tinggi, yang pada akhirnya secara keseluruhan
rasio penduduk miskin cenderung meningkat dibandingkan tahun 2014.
19
BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk
miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 75
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Secara spasial, persentase jumlah penduduk miskin di Sulsel relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi
lain se-Sulampua. Jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan berada pada urutan ketiga terendah (10,12%) setelah
Provinsi Maluku Utara (6,22%) dan Sulawesi Utara (8,98%) (Grafik 6.4). Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin
tertinggi di Sulampua tercatat 28,4% dan masih terdapat di Provinsi Papua.
Tabel 6.4. Perkembangan Kemiskinan di Kawasan Timur Indonesia
Sep-14 Mar-15 Sep-15
Provinsi Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total
Sulut 60.08 137.48 197.56 5.57 10.47 8.3 60.71 147.83 208.54 5.52 11.27 8.65 58.00 159.14 217.14 5.26 12.1 8.98
Sulteng 71.65 315.41 387.06 10.35 14.66 13.6 77.97 343.66 421.63 10.93 15.9 14.66 79.25 327.09 406.34 11.06 15.07 14.07
Sulsel 154.40 651.95 806.35 4.93 12.25 9.5 146.42 651.3 797.72 4.61 12.23 9.39 157.18 707.34 864.52 4.93 13.22 10.12
Sultra 45.79 268.30 314.09 6.62 15.17 12.8 52.06 269.82 321.88 7.24 15.19 12.9 56.77 288.25 345.02 7.84 16.12 13.74
Gorontalo 23.88 171.22 195.10 6.24 23.21 17.4 25.37 181.48 206.85 6.48 24.62 18.32 27.01 179.51 206.52 6.84 24.17 18.16
Sulbar 29.87 124.82 154.69 9.99 12.67 12.1 27.39 133.09 160.48 10.52 12.87 12.4 22.51 130.7 153.21 8.69 12.7 11.9
Maluku 47.58 259.44 307.02 7.35 25.49 18.4 51.77 276.64 328.41 7.91 26.9 19.51 51.6 276.17 327.77 7.83 26.7 19.36
Malut 11.17 73.62 84.79 3.58 8.85 7.4 12.25 67.65 79.9 3.85 7.95 6.84 8.29 64.35 72.64 2.61 7.57 6.22
Irjabar 14.06 211.40 225.46 5.52 35.01 26.3 19.34 206.03 225.37 5.86 37.97 25.82 18.82 206.72 225.54 5.68 37.94 25.73
Papua 35.61 828.50 864.11 4.46 35.87 27.8 37.27 821.88 859.15 4.61 36.66 28.17 30.28 867.93 898.21 3.61 37.34 28.4
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel 6.5. Tingkat Kemiskinan Per Kab/Kota se Sulawesi Selatan
No Tingkat Kemiskinan (%) 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
1 Kep. Selayar 18.49 16.41 15.00 13.49 12.87 14.23 13.13
2 Bulukumba 12.26 10.50 9.02 8.12 7.82 9.04 8.37
3 Bantaeng 10.94 9.96 10.25 9.21 8.89 10.45 9.68
4 Jeneponto 22.48 20.58 19.10 17.16 16.58 16.52 15.31
5 Takalar 12.68 11.06 11.16 10.04 9.59 10.42 9.62
6 Gowa 12.79 10.93 9.49 8.55 8.05 8.73 8.00
7 Sinjai 12.73 11.37 10.68 9.63 9.28 10.32 9.56
8 Maros 18.55 16.35 14.62 13.14 12.55 12.94 11.93
9 Pangkep 21.36 19.35 19.26 17.36 16.62 17.75 16.38
10 Barru 13.49 11.43 10.69 9.59 9.28 10.32 9.74
11 Bone 17.35 15.19 14.08 12.67 12.25 11.92 10.88
12 Soppeng 11.22 9.95 10.42 9.36 9.12 9.43 8.76
13 Wajo 10.16 8.93 8.96 8.06 7.83 8.17 7.74
14 Sidrap 7.64 6.73 7.00 6.29 6.00 6.30 5.82
15 Pinrang 9.65 8.70 9.01 8.12 7.82 8.86 8.20
16 Enrekang 20.51 18.10 16.86 15.18 14.44 15.11 13.90
17 Luwu 19.44 16.96 15.44 13.93 13.33 15.10 13.95
18 Tana Toraja 18.57 16.14 14.62 13.22 12.72 13.81 12.77
19 Luwu Utara 18.38 16.40 16.25 14.64 14.02 15.52 14.31
20 Luwu Timur 10.98 8.91 9.18 8.29 7.71 8.38 7.67
21 Toraja Utara - - 19.08 17.06 16.27 16.53 15.10
22 Makassar 5.36 5.52 5.86 5.29 5.02 4.70 4.48
23 Pare-pare 7.10 6.52 6.53 5.91 5.58 6.38 5.88
23 Palopo 12.83 11.85 11.28 10.22 9.46 9.57 8.80
Sulawesi Selatan 13.41 11.93 11.40 10.27 9.82 10.32 9.54
Sumber: BPS, diolah
Secara per wilayah, tingkat kemiskinan tertinggi terdapat di Kab. Pangkep. Berdasarkan data BPS tahun 2014, tingkat
kemiskinan di Kab. Pangkep mencapai 16,38% di ikuti oleh Jeneponto (15,31%), dan Toraja Utara (15,10%). Sementara itu,
daerah dengan tingkat kemiskinan terendah berada di wilayah Makassar dengan persentase kemiskinan mencapai 4,48%
di ikuti oleh Sidrap (5,82%), dan Parepare (5,88%). Secara keseluruhan, hampir di seluruh wilayah terjadi peningkatan
kemiskinan.
Indeks Nilai Tukar Petani 130 Indeks Indeks yang Dibayar Petani 12%
110 yoy 5% yoy
g.indeks - sisi kanan g.indeks - sisi kanan
4% 125 10%
105 3% 120 8%
2% 115 6%
100
1%
110 4%
0%
95 105 2%
-1%
-2% 100 0%
90
-3% 95 -2%
85 -4% 90 -4%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2012 2013 2014 2015 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani
20
Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara 0 (nol)
dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna.
21
NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 77
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Peningkatan harga komoditas dalam inflasi serta panen raya tidak selalu diikuti perbaikan nilai tukar petani, karena
petani juga merupakan net consumer. Keterkaitan (korelasi) antara inflasi dan nilai tukar petani justru negatif (bertolak
belakang) (Grafik 6.9). Pada periode tahun 2009 – 2011 negatif dari korelasi tersebut mencapai -0,38 dan periode tahun
2012 hingga 2015mencapai -0,68. Gap antara kenaikan inflasi dan perbaikan NTP semakin meningkat, terutama pada saat
terjadi peningkatan harga pangan seperti terjadi pada Januari 2009 (kenaikan harga cabe merah, daging ayam ras, dan
bawang merah) dan Juni 2010 (kenaikan harga beras dan cabe merah). Demikian pula saat kenaikan harga bahan bakar
minyak bersubsidi di Juli 2013 dan November 2014, gap antara inflasi dan perkembangan NTP semakin besar.
yoy 12%
Indeks Indeks yang Diterima Petani yoy r 2009-2011 = -0,38 r 2012-2015 = -0,68
135 12% 10%
g.indeks - sisi kanan
130 10% 8%
125 8% 6%
120
6% 4%
115
4% 2%
110
2% 0%
105
100 0% -2%
95 -2% -4%
1234567891011 21234567891011 21234567891011 21234567891011 21234567891011 21234567891011 21234567891011 2123
90 -4%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Namun demikian, secara spasial NTP Sulsel di triwulan I 2016 menduduki peringkat ke-4 terbesar dibanding provinsi
lainnya, di bawah Jawa Barat, Sulawesi Barat dan Banten. Posisi ini lebih rendah dibandingkan dengan posisi Sulsel di
triwulan sebelumnya yang mampu menempati urutan ketiga secara Nasional.
Boks 6.A. Bank Indonesia Ikut Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan senantiasa ikut ambil bagian dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa dan meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Selain itu, dalam rangka pencapaian visi
untuk menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional, Bank Indonesia berupaya untuk terus
mendekatkan diri dengan masyarakat, salah satunya melalui dunia pendidikan sehingga kebijakan-kebijakan Bank
Indonesia dapat dipahami dengan baik oleh masyarakat. Keterlibatan Bank Indonesia dalam dunia pendidikan diwujudkan
dalam berbagai bentuk, diantaranyanya adalah melalui penyaluran Program Sosial Bank Indonesia (PSBI), program
magang dan penerimaan kunjungan dari sekolah maupun universitas.
Sejak tahun 2004 melalui Program Sosial Bank Indonesia (PSBI), Bank Indonesia telah menyalurkan beasiswa kepada
tiga universitas negeri di Makassar yaitu Universitas Negeri Makassar (UNM), Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin
dan Universitas Hasanuddin (UNHAS). Hingga saat ini, penyaluran beasiswa terus mengalami penyesuaian baik dari
proses seleksi maupun nilai beasiswa yang diatur dalam Perjanjian Kerjasama Beasiswa antara Bank Indonesia dengan
pihak Universitas. Sejak bulan Oktober 2015, Universitas Hasanuddin merupakan satu-satunya perguruan di Kawasan
Timur Indonesia yang memperoleh Beasiswa Unggulan dari Bank Indonesia.
Pada tahun 2016, tepatnya pada tanggal 28 Maret 2016, Bank Indonesia kembali menyalurkan beasiswa kepada 83
(delapan puluh tiga) mahasiwa dari UNM, UIN Alauddin dan UNHAS. Dengan demikian penerima beasiswa reguler Bank
Indonesia hingga tahun 2016 ini telah mencapai 1.480 mahasiswa, yang terdiri dari 520 mahasiswa UIN, 520 mahasiswa
UNM dan 440 mahasiswa UNHAS. Mulai tahun 2012, seluruh mahasiswa penerima beasiswa Bank Indonesia tergabung
dalam sebuah komunitas yang disebut Generasi Bank Indonesia (GenBI). GenBI merupakan perpanjangan tangan Bank
Indonesia untuk mengkomunikasikan kebijakan BI kepada komunitas mahasiswa dan masyarakat baik melalui media
cetak/sosial maupun edukasi langsung kepada masyarakat. GenBI juga diharapkan dapat menjadi role model di kalangan
pelajar, mahasiswa dan masyarakat baik role model dalam implementasi kebijakan BI (seperti bertransaksi non tunai,
merawat dan mengenal uang Rupiah) serta role model dalam bidang akademik maupun non akademik.
Program Sosial Bank Indonesia tahun 2016 melalui tema “Indonesia Cerdas” juga berupaya untuk memperkuat
edukasi kepada masyarakat, terutama mengenai bidang ekonomi yang dilakukan melalui penyediaan sarana Pojok
Baca atau yang disebut BI Corner. Pada tahun 2015, Bank Indonesia telah bekerja sama dengan Universitas Negeri
Makassar untuk penyediaan BI Corner di Perpustakaan UNM. Sementara untuk tahun 2016, BI Corner direncanakan akan
dibangun di Univesitas Muhammadiyah Parepare dan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Melalui sarana BI
Corner, pengunjung diharapkan dapat memperoleh banyak sumber informasi ekonomi yang berkualitas baik dari dalam
maupun luar negeri. Selain itu, BI Corner juga dapat menjadi sarana sosialisasi agar masyarakat semakin mengenal tugas
dan peran Bank Indonesia dalam perekonomian Indonesia melalui publikasi-publikasi rutin, baik dalam bentuk cetak
maupun elektronik. Dengan semakin banyak masyarakat yang paham tentang tugas dan fungsi Bank Indonesia diharapkan
dapat lebih membantu Bank Indonesia dalam mencapai visi dan misinya.
Masih dalam rangka kontribusi kepada dunia pendidikan dan edukasi kepada masyarakat, Bank Indonesia juga
membuka kesempatan bagi mahasiswa/i untuk melakukan praktek magang di Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulsel. Mahasiswa pemohon dapat menyampaikan surat permintaan magang dari universitas yang dilengkapi
dengan Curriculum Vitae (CV). Selanjutnya Bank Indonesia akan melakukan seleksi wawancara terhadap permohonan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 79
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
magang yang masuk. Bank Indonesia juga menerima kunjungan dari sekolah maupun universitas untuk mengenalkan
tugas dan fungsi Bank Indonesia baik di bidang moneter, sistem pembayaran maupun stabilitas sistem keuangan. Hingga
periode laporan ini, Bank Indonesia telah menerima kunjungan dari 6 (enam) sekolah maupun unviersitas baik dari dalam
maupun luar provinsi Sulawesi Selatan. Bank Indonesia juga telah menyelenggarakan kegiatan magang bagi mahasiswa
sebanyak (dua) gelombang).
Bank Indonesia juga aktif menjadi narasumber dalam seminar ekonomi yang diselenggarakan oleh Universitas.Tujuan
kegiatan ini supaya dunia akademisi juga mengetahui isu-isu terkini terkait perkembangan ekonomi moneter dan fiskal.
Mahasiswa yang diutamakan hadir adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi yang telah lulus mata kuliah ekonomi makro.
Dengan kegiatan ini, diharapkan dunia akademisi mampu mengarahkan dan berpartisipasi dalam menciptakan tenaga
kerja yang lebih responsif terhadap perkembangan global, memiliki inovasi, dan selalu siap dalam menghadapi
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Gambar 6.A.5. Kegiatan Seminar Ekonomi di Universitas Negeri Gambar 6.A.6. Edukasi Kebanksentralan dan Sosialisasi Beasiswa
Makassar Bersama Pengamat Ekonomi Nasional Unggulan di Universitas Hasanuddin Bersama Gubernur Sulawesi
Selatan dan Rektor Universitas Hasanuddin
Bab 7
Prospek Perekonomian dan
Rekomendasi Kebijakan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 81
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
Dengan mempertimbangkan kondisi terkini indikator ekonomi domestik dan global, perekonomian Sulsel pada 2016
dan 2017 diperkirakan tumbuh sedikit membaik (7,6%-8,0%) dibandingkan pertumbuhan 2015 (7,15%, yoy).
Pertumbuhan ekonomi pada 2016, diperkirakan mengalami perbaikan dalam kisaran 7,6%-8,0%, dengan asumsi terjadi
perbaikan harga komoditas internasional dan ekonomi negara mitra dagang, khususnya dari negara maju (Amerika
Serikat, Kawasan Eropa, dan ASEAN). Dari sisi domestik, pendorong berasal dari realisasi penyaluran belanja pemerintah
pusat dan pembangunan infrastruktur. Faktor risiko yang perlu diwaspadai kedepan adalah ketidakpastian ekonomi
global yang masih akan berlanjut, kembali rebound-nya harga minyak dunia, pergerakan nilai tukar rupiah, dan
permasalahan harmonisasi kebijakan ekonomi pemerintah pusat dan daerah. Pada tahun 2017, pertumbuhan
perekonomian diprakirakan juga akan kembali meningkat dalam kisaran 7,6%-8,0%, seiring dengan terjaganya laju
pertumbuhan perekonomian global, membaiknya harga komoditas internasional, dan pembangunan infrastruktur.
9,0
%, yoy
8,5
8,0
7,5
7,0
6,5
6,0
5,5
5,0
2014: 2015: 2016: 2017:
4,5 7,54% 7,15% 7,6% - 8,0% 7,6% - 8,0%
4,0
2014 Q1
2014 Q2
2014 Q3
2014 Q4
2015 Q1
2015 Q2
2015 Q3
2015 Q4
2016 Q1
2016 Q2
2016 Q3
2016 Q4
2017 Q1
2017 Q2
2017 Q3
2017 Q4
Konsumsi pada triwulan II 2016 diperkirakan menguat dibandingkan triwulan sebelumnya. Komponen konsumsi rumah
tangga meningkat tercermin dari indeks tendensi konsumen yang berada di level 107,6, terutama untuk ekspektasi
pendapatan mencapai 105,9. Sedangkan indeks rencana pembelian barang durable berada pada level 110,7. Daya beli
masyarakat akan meningkat dengan dibayarkannya tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 bagi pegawai negeri sipil
22
(PNS). Konsumsi pemerintah diperkirakan juga mulai terakselerasi, seiring disalurkannya dana desa , dan realisasi
belanja/pendapatan pemerintah yang naik lebih tinggi dari 2015. Sebagai indikasi, realisasi belanja pemerintah pada
triwulan I 2016 telah mencapai 12,8%, sementara pada triwulan II 2016 diperkirakan akan mencapai 32,1%.
125 150
120
140
115
130
110
120
105
107,6
100 110
102,7 101,9
95 111,1 110,1 110,7 108,19 106,24 103,38 100
96,29
90
I II III IV I II III IV I IIp 90
Sumber : BPS
100% 60%
89,8% 90,1% 91,4%
88,58%
90%
50%
80%
70%
40%
60%
52,1% 52,8%
49,6%
47,23%
50% 30%
40%
30,9% 32,4% 32,07%
29,5% 20%
30% 24,37%
20%
11,7% 12,83% 10%
10,8% 10,0% 9,49%
10%
0% 0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I IIP
2012 2013 2014 2015 2016
Komponen investasi Sulsel pada triwulan II 2016 tetap tumbuh tinggi dan diperkirakan dalam tren meningkat sampai
dengan keseluruhan 2016. Beberapa proyek unggulan yang masih terus berlangsung selama 2016 antara lain:
1. Pelabuhan Makassar (Makassar New Port) dengan kapasitas 3 juta teus, yang berlangsung 2015 – 2018, yang
membutuhkan biaya sebesar Rp1,8 Triliun. Kemajuan pekerjaan mencapai 10 %, antara lain jalan menuju proyek,
dan struktur dermaga yang ada pada pinggir pantai.
2. Tiga Proyek Jalan yakni Bypass Mamminasata, Middle Ring Road dan Elevated Poros Maros-Bone, yang berlangsung
2015 – 2018 yang membutuhkan biaya Rp251,25 Miliar. Kemajuan pekerjaan penandatanganan kontrak untuk
pengerjaan tahap pertama.
3. Proyek kereta api Trans Sulawesi trace Makassar - Parepare, yang berlangsung 2015 – 2018, pada tahun 2016
membutuhkan biaya Rp1,3 triliun (APBN). Kemajuan pekerjaan konstruksi telah mencapai 10 Km dan pembebasan
lahan tahap I sepanjang 30 Km telah selesai 90%.
4. Pembangkit Listrik (Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW (gross capacity) atau 2x125 (net capacity), yang
berlangsung 2015-2016 membutuhkan biaya Rp 3 triliun. Kemajuan pekerjaan berupa groundbreaking yang telah
dilakukan pada Maret 2015.
5. Bendung Baliase yang berlangsung 2015 – 2019, membutuhkan biaya Rp200 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa
mobilisasi, tenaga, alat, material on site.
22
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 93/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan
Evaluasi Dana Desa disebutkan bahwa penyaluran Dana Desa dilakukan dalam 3 tahap, yaitu tahap I pada bulan April sebesar 40% (empat puluh per
seratus); tahap II pada bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh per seratus); dan tahap III pada bulan Oktober sebesar 20% (dua puluh per seratus).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 83
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
6. Bendungan Karalloe yang berlangsung 2013 – 2017, membutuhkan biaya Rp500 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa
pembebasan lahan.
7. Bendungan Paselloreng yang berlangsung 2015 – 2019, membutuhkan biaya Rp800 miliar. Kemajuan pekerjaan
berupa pembebasan lahan.
8. Waduk Tunggu Nipa Nipa yang berlangsung 2015 – 2017, membutuhkan biaya Rp400 miliar. Kemajuan pekerjaan
berupa pembebasan lahan.
9. Bendung Baliase yang berlangsung 2015 - 2019, membutuhkan biaya Rp200 miliar. Kemajuan pekerjaan tahap
negosiasi dengan masyarakat.
10. Perbaikan Irigasi (Sekunder) yang berlangsung 2016, membutuhkan biaya Rp31,6 miliar. Kemajuan pekerjaan sampai
pada tahap kontrak kerja.
11. Perbaikan Irigasi (Tersier) yang berlangsung 2016, membutuhkan biaya Rp5,8 miliar. Kemajuan pekerjaan sampai
pada tahap kontrak kerja.
Kinerja ekspor dan impor diprakirakan semakin membaik, terutama pengiriman ke luar negeri. Rendahnya harga
komoditas andalan ekspor disikapi Pemda dengan melaksanakan kebijakan akselerasi ekspor melalui diversifikasi produk
dan Negara tujuan ekspor. Untuk mendukung kebijakan tersebut, Gubernur Sulsel telah mencanangkan kenaikan nilai
ekspor non-migas menjadi 3 kali lipat dari kondisi 2015, dan kepada setiap Kabupaten diminta agar mempunyai komoditi
23
andalan ekspor, dan kebijakan ini telah dimulai sejak Agustus 2015 .
Tabel 7.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara
WEO (IMF) WEO (IMF)
Pertumbuhan Apr-16
Jan-16
Ekonomi (%, yoy)
2015 2016p 2017p 2015 2016p 2017p
Amerika Serikat 2,5 2,6 2,6 2,4↓ 2,4↓ 2,5↓
Kawasan Eropa 1,5 1,7 1,7 1,6↓ 1,5↓ 1,6↓
Kawasan Asia 6,6 6,3 6,2 6,6→ 6,4↑ 6,3↑
Tiongkok 6,9 6,3 6,0 6,9→ 6,5↑ 6,2↑
Jepang 0,6 1,0 0,3 0,5↓ 0,5↓ -0,1↓
Kawasan ASEAN* 4,7 4,8 5,1 4,7→ 4,8→ 5,1→
Output Dunia 3,1 3,4 3,6 3,1→ 3,2↓ 3,5↓
*) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam
p) Proyeksi
Keterangan: ↑ Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya
→ Sama dengan perkiraan sebelumnya
↓ Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya
Harga internasional komoditas pertanian dan pertambangan diperkirakan semakin membaik meski masih pada tingkat
yang rendah, turut mendorong perbaikan ekspor luar negeri. Tren perbaikan harga internasional komoditas olahan
24
tambang diperkirakan baru mulai membaik pada akhir tahun 2016 , yang secara langsung diharapkan akan berimbas
positif pada peningkatan ekspor. Harga komoditas ekspor utama, yaitu nikel trennya akan membaik di akhir 2016, atau
akan tumbuh -2,4% (yoy), dimana pada akhir 2015 harga nikel tumbuh -40,6% (yoy) atau berada pada kisaran 8.708
USD/metrik ton. Saat ini, harga nikel tercatat membaik 8.878,86USD/metrik ton. Masih rendahnya harga nikel,
dikarenakan berkurangnya permintaan dari industri besi/baja, destocking sektor stainless steel, dan tetap rendahnya
output China.
23
Program ini dibuka secara simbolis oleh presiden Jokowi,yang melepas ekspor ke 24 negara tujuan dengan 27 komoditas berbeda dengan nilai Rp62
triliun. Dalam program ini Sulsel membidik 24 negara tujuan ekspor, diantaranya Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Italia, Puerto Rico, Jerman,
Australia, Malaysia, Singapore Hongkong, Philipina , Inggris, Taiwan, Tiongkok , Israel, Polandia, Denmark, Dubai (Uni Emirat Arab), Kuwait, Saudi
Arabia, Ukraina, Spanyol, Vietnam, Timor leste. Sedangkan komoditi yang di ekspor adalah udang beku, ikan tuna beku, kepiting, gurita beku, ikan
segar, kakao liquer, kakao powder, kopi, kakao, buah markisa, jagung, budsudan (dupa), kayu olahan, rumput laut, karet, minyak mete, kulit mete,
mete kupas, tepung terigu, dedak gandum, reptile skin, semen, nikel, marmer, ikan hidup, telur ikan terbang, daging kepiting, dan marmer.
24
Commodity Market Outlook, April 2016.
IV
II
IV
II
IV
II
IV
2016-p
2017-p
I
III
III
III
III
I
IIP
II
II
II
II
2016-p
2017-p
IV
IV
IV
IV
I
I
III
III
III
III
IIP
2012 2013 2014 2015
2012 2013 2014 2015
Harga Internasional Nikel g.Harga Internasional Nikel - sisi kanan Harga Internasional Iron Ore g.Harga Internasional Iron Ore - sisi kanan
Perdagangan dalam negeri (antarpulau) diperkirakan lebih banyak arus masuk, seiring meningkatnya kebutuhan bahan
pangan untuk menyambut perayaan hari besar keagamaan. Pengiriman barang dari Sulsel cenderung berupa bahan
mentah yang nilai tambahnya rendah, sementara barang yang dikirim ke Sulsel memiliki nilai tambah yang lebih tinggi,
karena berupa barang jadi dan alat rumah tangga. Bahan makanan yang rutin dikirim dari Sulsel adalah beras, yang
dikirim kepada 22 provinsi. Pengiriman melalui mekanisme move Bulog, terutama untuk Kawasan Timur Indonesia serta
Kalimantan. Pengiriman didukung oleh infrastruktur yang semakin membaik akan mendukung perhubungan antar
25
pulau .
Lapangan usaha pertanian, terutama tanaman bahan makanan, diprakirakan akan meningkat pada triwulan II 2016.
Curah hujan yang cenderung kondusif (tingkat menengah) pada triwulan II 2016, diperkirakan optimal untuk penanaman
tabama maupun penangkapan ikan. Hasil pantauan BMKG, intensitas hujan berada pada intensitas menengah (200 – 300
mm), kondusif untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan laut dan juga kondusif untuk masa panen. Musim panen
tanaman bahan makanan (padi) diperkirakan akan mencapai puncaknya pada bulan Maret-Mei 2016. Dari sisi subsektor
perkebunan, tren harga internasional untuk kopi dan coklat diperkirakan membaik, sehingga ekspor komoditas tersebut
juga diperkirakan meningkat.
3,5 yoy 40% 2,5 USD/kg yoy 25%
USD/kg
30% 20%
3
2 15%
20%
2,5 10%
10% 1,5 5%
2
0% 0%
1,5 1 -5%
-10%
1 -10%
-20%
0,5 -15%
0,5 -30% -20%
0 -40% 0 -25%
II
II
II
II
I
IV
I
IV
I
IV
I
IV
I
III
III
III
III
IIP
2016-p
2017-p
II
II
II
II
2016-p
2017-p
IV
IV
IV
IV
I
I
III
III
III
III
IIP
25
Penambahan dermaga peti kemas, serta mulai beroperasinya lintas penyeberangan Pelabuhan Paciran, Jawa Timur dengan Pelabuhan Garongkong di
Kabupaten Barru.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 85
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
Lapangan usaha pertambangan diprakirakan tumbuh melambat, seiring dengan perkiraan harga internasional nikel
yang terus turun dan mencapai terendah dalam kurun 10 tahun terakhir. Perusahaan tambang masih untung dengan
harga nikel yang rendah, selama harga minyak bumi juga tetap rendah. Perkembangan harga internasional nikel, sampai
dengan April 2016 telah mengalami penurunan -37,09%(yoy) hingga level harga 8.878,86 USD /metrik ton. Harga bahan
26
bakar minyak dimanfaatkan perusahaan dengan meningkatkan produksi nikel perusahaan , dan dengan demikian
pendapatan perusahaan meningkat. Dalam menyiasati penurunan permintaan pasar dunia, perusahaan tambang di Sulsel
pada 2016 akan menunda belanja modal, yang berarti tidak melakukan ekspansi usaha.
Lapangan usaha industri pengolahan diprakirakan terkoreksi ke bawah pada triwulan II 2016. Industri bahan makanan
diperkirakan sudah menggenjot produksinya pada triwulan I 2016 yang terlihat dari pertumbuhan yang mencapai 12,8%
(yoy), karena mengantisipasi permintaan saat Ramadhan dan Idul Fitri. Sehingga triwulan II 2016 kegiatan industri
pengolahan cenderung terkoreksi ke bawah. Di samping itu,kegiatan industri pengolahan utama (terigu, kakao dan
semen) masih terbatas, karena permintaan negara mitra dagang juga masih lemah.
Lapangan usaha konstruksi diperkirakan tetap kuat pada triwulan II 2016. Beberapa proyek pembangunan skala besar
telah mulai berjalan pada 2015, dan masih berlanjut di 2016. Rencana pembangunan infrastruktur baru (jaringan irigasi,
waduk, dan embung) hingga periode triwulan I 2016 mencapai Rp1,05 miliar (0,12%) dari APBD dan Rp397,22 miliar
(7,86%) dari APBN. Diperkirakan realisasi belanja modal dalam tren meningkat, karena adanya Instruksi Presiden agar
seluruh Kementrian mempercepat realisasi anggaran di awal tahun. Dinas Pekerjaan Umum sudah mulai membuat
kontrak pada akhir tahun lalu, sehingga proyek pembangunan sudah dapat berjalan pada awal tahun ini.
Lapangan usaha perdagangan besar/eceran diprakirakan tetap kuat pada triwulan II 2016. Kegiatan perdagangan
diperkirakan meningkat menjelang Ramadhan/Idul Fitri. Hasil survei penjualan eceran yang dilakukan Bank Indonesia
memperlihatkan indeks penjualan eceran pada triwulan II 2016 diperkirakan sedikit membaik (-1,37%; yoy). Perbaikan
penjualan triwulan II 2016 diperkirakan terjadi pada suku cadang; perlengkapan rumah tangga lainnya; peralatan dan
komunikasi di toko; barang budaya dan rekreasi masing-masing 5,04%; -0,63%; -3,47%; dan 12,97% (yoy) dari triwulan
sebelumnya masing-masing 2,63%; -2,98%; -4,63%; dan 10,41% (yoy).
80 %, yoy
60
40
20
-20
-40
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I IIP
2012 2013 2014 2015 2016
Indeks Total Suku cadang
Barang budaya dan rekreasi Peralatan dan komunikasi di toko
Perlengkapan rumah tangga lainnya
Grafik 7.9. Perkembangan Survei Penjualan Eceran
Lapangan usaha penyedia jasa akomodasi diperkirakan melambat pada triwulan II 2016. Menjelang Ramadhan dan Idul
Fitri diperkirakan kegiatan di hotel dan restauran menurun. Hasil liaison menyatakan occupancy rate di 2016 hanya akan
sedikit naik, sekitar 7-10% dibandingkan 2015. Hal ini didorong oleh permintaan dari perusahaan/bisnis melemah. Di sisi
lain, kegiatan MICE di awal tahun 2016 relatif belum banyak terselenggara. Sementara itu, tren pertumbuhan lapangan
27
usaha ini akan meningkat pada 2016, seiring penambahan unit dan kamar hotel baru.
Sementara itu, lapangan usaha jasa keuangan diperkirakan tetap kuat, sebagaimana yang diekspektasikan kalangan
banker. Hasil Survei Perbankan Bank Indonesia triwulan I 2016, memperkirakan pertumbuhan kredit pada 2016 tetap
menguat, seiring optimisme perkiraan kondisi ekonomi tahun 2016 yang lebih baik dari tahun sebelumnya, menurunnya
risiko penyaluran kredit, dan rencana penurunan suku bunga kredit. Hasil dari survei tersebut memperkirakan untuk
26
ercatat produksi nikel yang dilakukan perusahaan pengolahan nikel meningkat menjadi 58.875 mt pada 2015 dari sebelumnya hanya 58.141 mt pada
2014.
27
Jumlah kamar tersedia di Makassar 2015 mencapai 11.550 unit kamar. Pada 2016, akan bertambah 1.800 kamar, sehingga mencapai 13.350 kamar
dengan rencana pengoperasian 11 hotel baru sepanjang 2016.
keseluruhan 2016, secara nasional kredit akan tumbuh 12,3% (yoy) sedikit lebih tinggi dari hasil survei sebelumnya
28
(12,0%; yoy) .
Inflasi di akhir 2016 dan 2017 diperkirakan masih dalam rentang target inflasi Nasional. Melihat pola historis inflasi
pada lima tahun terakhir, akan terjadi koreksi inflasi pada awal tahun, seiring masuknya musim panen bahan makanan.
Selain itu, harga komoditas minyak dunia dalam level terendah dalam sepuluh tahun terakhir. Target inflasi Sulsel pada
2016 – 2017 sesuai dengan target inflasi nasional di kisaran 4%±1%. Faktor-faktor yang mendukung adalah
ketersediaan/distribusi pangan berjalan optimal, berlanjutnya tren penurunan harga minyak dunia, diikuti dengan
tiadanya kebijakan dari pemerintah yang dapat meningkatkan tekanan inflasi secara simultan, serta telah berjalannya
fungsi TPID di seluruh Kab/kota secara optimal.
10%
Nasional
9%
Sulsel
8%
7%
Inflasi Tahunan
6%
5%
4%
3%
Sasaran Inflasi 2012: 4,5%+1 Sasaran Inflasi 2013: 4,5%+1 Sasaran Inflasi 2014: 4,5%+1 Sasaran Inflasi 2015: 4% + 1 Sasaran
2% Sulsel 2012: 4,41% Sulsel 2013: 6,22% Sulsel 2014: 8,61% Sulsel 2015: 4,48% Inflasi 2016:
Nasional 2012: 4,30% Nasional 2013: 8,38% Nasional 2014: 8,36% Nasional 2015: 3,35% 4% + 1
1%
0%
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 . 12
2012 2013 2014 2015 2016
Grafik 7.10. Perkembangan dan Proyeksi Inflasi Sulsel
Kegiatan untuk menjaga ketersediaan barang dan kelancaran distribusi terus dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi
Daerah (TPID) Provinsi Sulsel maupun TPID di tingkat kabupaten/kota. Pada triwulan II 2016, TPID akan lebih
meningkatkan koordinasi di tingkat Provinsi maupun kabupaten/kota untuk menjaga ketersediaan pasokan dan
kelancaran distribusi. Pemerintah Provinsi Sulsel berkomitmen untuk mencapai tingkat inflasi 2016 sekitar 4%. Koordinasi
menjadi krusial seiring peningkatan tekanan inflasi karena aliran distribusi pasokan bahan pangan ke daerah lain yang ikut
mengerek harga di Sulsel. Kondisi tersebut mendorong realisasi inflasi pada April 2016, menjadi lebih tinggi menjadi
4,95% (yoy), lebih tinggi dibandingkan akhir 2015 sebesar 4,48% (yoy).
Tekanan inflasi volatile food diperkirakan melemah. Pergeseran jadwal tanam di beberapa wilayah di Sulsel yang semula
direncanakan pertengahan November 2015 menjadi pertengahan Desember 2015, sehingga pasokan pangan diperkirakan
akan tinggi pada triwulan I dan II 2016, dengan berlangsungnya musim panen. Selain itu, pada triwulan II 2016, faktor
cuaca relatif kondusif dengan curah hujan menengah yang menjamin ketersediaan air bagi lahan pertanian.Dengan
ketersediaan beras di Bulog, telah dilakukan pengiriman beras ke 14 provinsi antara lain DKI Jakarta, Sulawesi Tenggara,
Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sumatera Barat, Kalimatan Tengah, Maluku, Sulawesi Tengah, Sumatera Utara, Riau,
Aceh, Kalimatan Barat, Kalimatan Selatan, dan Papua.
Tekanan inflasi administered prices triwulan II tahun 2016 diperkirakan relatif rendah. Inflasi administered price
kemungkinan dapat terkoreksi ke bawah, seiring tren turunnya harga minyak dunia, yang berimplikasi terhadap
29 30
penurunan harga bahan bakar minyak dan tarif listrik . Peningkatan diperkirakan terjadi pada makanan jadi, karena
28
Statistik Perbankan Indonesia Triwulan I 2016.
29
Harga bahan bakar minyak turun Rp500 per liter, bensin Premium turun menjadi Rp6.450 per liter dari harga semula Rp6.950 per liter. Sedangkan
harga Solar turun menjadi Rp5.150 per liter dari harga sebelumnya Rp5.650 per liter. Perubahan harga ini berlaku mulai 1 April 2016.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 87
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
pengenaan cukai untuk kemasan plastik akan memicu kenaikan harga jual. Salah satunya, harga jual makanan dan
minuman yang selama ini banyak memakai plastik untuk kemasannya. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman
Indonesia (GAPMMI) menyatakan kenaikan harga mengacu pada besaran cukai yang akan dikenakan, dan pengenaan
31
cukai itu akan menimbulkan efek berganda sampai ke konsumen .
April 2016 Mei 2016 Juni 2016
Keterangan:
Tekanan inflasi komponen core inflation diperkirakan melemah, didorong oleh ekspektasi konsumen terhadap harga
yang cenderung turun dan stabilnya harga komoditas emas. Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan
datang melemah, yang tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) (Grafik 7.9), demikian pula indeks survei pedagang
eceran (SPE) (Grafik 7.10). Survei Konsumen indeksnya stabil menjadi 181,5 pada triwulan II 2016 sama dengan indeks
triwulan sebelumnya 181,5. Sementara indeks ekspektasi pedagang terhadap harga 3 (tiga) bulan yang akan datang
sedikit melambat menjadi 100,05 pada triwulan II 2016 dari indeks triwulan sebelumnya 100,09. Sementara itu, tren
harga emas diperkirakan stabil sampai dengan triwulan II 2016.
175 100,05
170 100,00
165
99,95
160
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II* 99,90
2012 2013 2014 2015 2016 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I IIP
2012 2013 2014 2015 2016
Sumber: Survei Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 7.11. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Harga Grafik 7.12. Indeks Ekspektasi Pedagang terhadap Harga
30
Tarif Rumah Tangga daya 1.300 Volt Ampere (VA) ke atas turun dari Rp 1.509,38 per kilo Watt hour (kWh) pada bulan Desember 2015, menjadi Rp
1.409,16 pada Januari 2016. Tarif bisnis daya 6.000 VA ke atas dan kantor pemerintah daya 6.600 VA ke atas juga turun hingga Rp 100,00. Kemudian
tarif industri juga mengalami penurunan tipis.
31
Misalnya, harga produk dari pabrik Rp 1.000 dan cukai yang akan dikenakan nanti sebesar Rp 200, maka harga sudah naik menjadi Rp 1.200.
Kemudian, dari pabrik ke distributor ada pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10%, jadi harga barang naik jadi Rp 1.320. Selanjutnya dari distributor
ke grosir dikenakan lagi PPN 10%, dan harga naik lagi. Setiap tahapan distribusi dikenakan PPN 10%, belum lagi ditambah margin.
II
IV
II
IV
II
IV
II
IV
I
I
IIP
III
III
III
III
2016-p
2017-p
2012 2013 2014 2015
Emas g.Emas - sisi kanan
Tabel 7.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan (Tahun Dasar 2010)
Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi 2014 2015 2016P
2017P
Provinsi Sulsel IV Total I II III IV Total I IIP TotalP
Pertumbuhan Ekonomi 7,7 7,5 5,7 8,0 7,6 7,2 7,1 7,4 7,6-8,0 7,6-8,0 7,6-8,0
Sisi Pengeluaran
Konsumsi Rumah Tangga 5,5 5,9 5,3 5,5 5,0 5,36 5,3 5,3 6,8-7,2 6,2-6,6 5,2-6,2
Konsumsi LNPRT 4,9 11,3 (2,5) (2,1) 2,9 6,3 1,1 4,7 6,2-6,6 5,4-5,8 5,6-6,6
Konsumsi Pemerintah (2,1) 1,9 7,8 3,2 8,7 11,1 8,2 2,1 5,7-6,1 6,6-7,0 9,4-10,4
Pembentukan Modal Tetap Bruto 8,3 8,8 5,3 6,2 10,3 11,1 8,3 9,5 16,3-16,7 16,8-17,2 8,2-9,2
Ekspor Luar Negeri 7,8 9,8 (0,5) (8,0) (14,5) (15,5) (10,1) (32,3) 5,1-5,5 8,3-8,7 6,7-7,7
Impor Luar Negeri 7,6 (35,8) 0,0 (3,8) 72,1 12,33 19,2 (15,7) 4,5-4,9 8,9-9,3 3,7-4,7
Net Ekspor Antardaerah 3,8 (0,5) (45,5) 14,9 41,7 (31,4) 9,1 28,1 (5,6)-(5,2) (5,6)-(5,2) 5,9-6,9
Sisi Lapangan Usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 7,9 10,0 3,5 11,6 5,2 1,4 5,6 0,9 7,3-7,7 5,6-6,0 6,0-7,0
Pertambangan dan Penggalian 15,6 11,1 2,4 8,1 12,1 8,4 7,9 2,6 2,0-2,4 5,3-5,7 7,3-8,3
Industri Pengolahan 14,6 8,9 5,8 7,5 4,4 9,0 6,7 12,8 7,0-7,4 8,1-8,5 8,0-9,0
Pengadaan Listrik, Gas 17,5 11,7 0,0 (6,9) (5,6) (3,3) (4,0) 8,2 9,4-9,8 6,5-6,9 4,2-5,2
Pengadaan Air (1,2) 2,1 0,6 (0,3) (2,5) 3,7 0,3 5,5 2,8-3,2 3,3-3,7 2,7-3,7
Konstruksi 5,6 6,3 7,2 5,9 9,2 10,7 8,3 9,3 9,2-9,6 9,8-10,2 8,2-9,2
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 3,4 7,2 5,6 6,6 9,1 10,1 7,9 9,3 9,3-9,7 9,1-9,5 6,9-7,9
Transportasi dan Pergudangan 4,4 1,7 4,4 7,1 10,4 5,7 6,9 12,9 11,2-11,6 8,2-8,6 6,6-7,6
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,6 7,8 5,1 4,0 6,0 7,7 5,7 9,5 7,0-7,4 7,9-8,3 6,9-7,9
Informasi dan Komunikasi 6,6 5,8 7,3 7,5 8,1 8,7 7,9 8,2 8,0-8,4 7,2-7,6 7,2-8,2
Jasa Keuangan 10,2 5,8 10,0 3,0 9,2 7,6 7,4 9,6 8,2-8,6 8,4-8,8 7,9-8,9
Real Estate 9,0 8,0 8,9 7,6 7,2 6,0 7,4 7,0 4,3-4,7 6,8-7,2 8,0-9,0
Jasa Perusahaan 7,4 6,8 4,8 4,5 6,8 7,4 5,9 7,9 6,3-6,7 6,8-7,2 6,5-7,5
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 3,9 2,6 5,5 7,1 9,3 9,2 7,8 8,2 8,1-8,5 8,4-8,8 6,9-7,9
Jasa Pendidikan 3,1 4,7 8,9 9,1 9,6 2,3 7,3 7,7 5,8-6,2 6,4-6,8 6,6-7,6
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3,3 10,2 7,4 7,8 11,3 10,5 9,3 9,5 9,3-9,7 8,0-8,4 9,4-10,4
Jasa lainnya 9,4 7,6 9,4 8,2 8,2 10,2 9,0 9,7 7,5-7,9 8,1-8,5 7,8-8,8
PDRB 7,7 7,5 5,7 8,0 7,6 7,2 7,1 7,4 7,6-8,0 7,6-8,0 7,6-8,0
Inflasi Sulsel 8,6 8,6 7,1 8,1 8,4 4,5 4,5 5,7 4,0±1,0 4,0±1,0 4,0±1,0
a. Melakukan pembangunan infrastruktur perhubungan secara tepat waktu. Selama masa pembangunan infrastruktur
tersebut, agar menghindari hal-hal yang bisa memberikan dampak kontraproduktif terhadap kelancaran arus lalu
lintas barang dan orang.
b. Program peningkatan ekspor agar dibarengi dengan kualitas lalu lintas darat dan laut yang memadai, mulai dari
kawasan industri hingga ke dan di pelabuhan.
c. Mendorong terciptanya industri dasar hingga menengah (low medium technology) yang memproduksi barang-
barang kebutuhan rumah tangga. Untuk itu perlu disiapkan investor, tenaga kerja, hingga pemasarannya.
Pembangunan industri dasar tersebut sangat penting agar tidak lagi terjadi defisit neraca perdagangan antar pulau,
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 89
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
sebagai akibat dari ketergantungan barang dari luar Sulsel, maupun nilai tambah barang Sulsel yang relatif rendah
karena masih berupa barang mentah.
d. Mengoptimalkan belanja pemerintah agar berfungsi optimal sebagai salah satu penopang pertumbuhan Sulsel.
Realisasi belanja pemerintah hendaknya dilakukan secara merata sepanjang tahun. Untuk itu, pemerintah daerah
(Provinsi/Kab/Kota) dapat menerapkan Rencana Penerimaan dan Pengeluaran Bulanan (RPPB). Monitoring terhadap
RPPB dijadikan sebagai indikator kinerja setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
e. Penerapan smart city, perlu diiringi dengan pembangunan infrastruktur dasar kota, seperti pedestrian yang nyaman,
penerangan jalan utama yang memadai, serta taman yang tertata. Selain itu, fasilitas control room hendaknya juga
didukung dengan payung hukum/peraturan daerah yang kuat, serta dapat terintegrasi dengan instansi lainnya,
sehingga apabila terjadi gangguan di masyarakat maupun terdapat kerusakan infrastruktur segera terpantau dan
ditindaklanjuti.
Sesuai dengan kajian pada Bab 3, rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan untuk pengendalian harga terutama
komoditas penyumbang inflasi terbesar (beras) di Sulsel adalah sebagai berikut:
a. Perlunya kesadaran kolektif bahwa benar telah terjadi praktik pembentukan harga beras di Sulsel yang tidak efisien.
b. Perlunya kebijakan dan langkah-langkah konkrit guna meminimalisir dampak negatif dari market failures. Kebijakan
tersebut hendaknya diberlakukan kepada mereka yang selama ini mengambil marjin keuntungan yang paling besar.
Kebijakan bisa diimplementasikan dalam bentuk himbauan, hingga sampai ke tingkat yang keras yaitu penghentian
sementara/pencabutan izin usaha.
c. Perlunya menerapkan kebijakan domestic market obligation (DMO) dengan mewajibkan pedagang besar/grosir
untuk memprioritaskan penyaluran beras di Sulsel sebesar persentase tertentu dari stok beras yang mereka miliki,
sehingga jumlah minimal stok beras yang dibutuhkan masyarakat Sulsel dalam situasi apapun selalu tercukupi.
Kebijakan ini juga dimaksudkan untuk menekan moral hazard pedagang, agar mereka tidak terlalu mengambil
margin keuntungan yang eksesif.
d. Mengevaluasi kembali Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan beras yang rasional dan obyektif, agar Perum
BULOG mampu menyerap gabah dan beras sesuai yang ditargetkan. Bila perlu dalam kondisi tertentu diberikan
fleksibilitas dalam penetapan harga gabah dan beras (sebesar persentase tertentu), serta dibekali dana yang cukup
guna menyerap gabah dan beras dari hasil panen petani, sehingga Perum BULOG mampu menjalankan operasi pasar
secara efektif.
e. Memberikan bantuan dengan menyalurkan beras kepada kelompok miskin terutama pada saat operasi pasar Perum
BULOG dinilai kurang berjalan efektif.
f. Merevitalisasi Koperasi Unit Desa (KUD) dan Kelompok-kelompok ani agar mampu berperan efektif sebagai “Kaki
angan” Perum BULOG dalam pengadaan gabah dan beras di lapangan (lihat Gambar 7.1).
(a) + (b) : dilakukan apabila penyerapan beras BULOG tidak mencapai target
Gambar 7.1. Usulan Rantai Distribusi Beras di Sulsel
g. Meniadakan peraturan yang bisa bersifat kontra produktif misalnya retribusi/pungutan atau bentuk kebijakan
lainnya, yang terkait dengan perdagangan beras di Sulsel (tidak termasuk beras yang diperdagangkan ke Provinsi
lain/antar pulau). Hal ini dimaksudkan untuk menghindari shifting pembebanan biaya yang menyebabkan harga
beras di tingkat konsumen meningkat, sehingga merugikan konsumen (termasuk petani), mengingat beras
merupakan kebutuhan pokok dengan karakteristik permintaan in elastis, sementara sebagian petani di Sulsel
diyakini merupakan net consumer beras.
h. Mengundang investor atau menggandeng swasta untuk mendirikan pabrik beras di Sulsel yang mampu
menghasilkan beras kualitas premium, guna memenuhi kebutuhan konsumen di Kawasan Timur Indonesia
(khususnya Sulsel), yang terdapat kecenderungan permintaannya semakin meningkat sehingga harganya juga
cenderung naik.
i. Menyiapkan sistem informasi yang simetris dan berkualitas yang mampu menyediakan informasi mengenai data
stok dan harga beras di tingkat regional, nasional maupun internasional, yang dapat diakses dengan mudah oleh
seluruh pelaku usaha di bidang perberasan, terutama petani.
j. Mendorong perbankan atau lembaga pembiayaan lainnya di Susel agar lebih giat dalam melaksanakan
program/kegiatan layanan keuangan inklusif, khususnya kepada petani agar lebih mudah dalam mengakses
pembiayaan, sehingga mereka tidak lagi tergantung kepada pemodal besar (pengumpul cq. pihak penggiling).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 91
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
Lampiran
Tabel A.2. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010(Rp Triliun)
2015** 2016**
Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010 2011 2012 2013 2014*
I II III IV TOTAL I
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 44.97 51.41 57.37 68.44 18.19 20.84 23.49 16.04 78.56 19.39
B Pertambangan dan Penggalian 14.65 16.18 17.88 22.65 5.64 5.87 6.03 5.81 23.35 4.87
C Industri Pengolahan 26.94 30.80 35.49 41.62 10.61 11.60 11.95 13.02 47.19 12.39
D Pengadaan Listrik, Gas 0.16 0.18 0.18 0.19 0.04 0.04 0.04 0.05 0.17 0.04
E Pengadaan Air 0.29 0.31 0.35 0.35 0.09 0.09 0.09 0.09 0.37 0.10
F Konstruksi 22.89 26.58 31.52 36.02 9.47 9.86 11.01 11.84 42.18 11.19
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 26.49 30.65 33.63 37.62 9.94 10.65 11.98 11.22 43.79 11.70
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7.32 8.96 10.43 11.99 3.20 3.38 3.72 3.75 14.05 3.82
H Transportasi dan Pergudangan 2.65 3.15 3.56 4.11 1.08 1.12 1.16 1.19 4.54 1.20
J Informasi dan Komunikasi 10.05 12.13 13.79 14.59 3.70 3.81 4.07 4.14 15.72 4.15
K Jasa Keuangan 6.42 8.24 9.60 10.82 2.99 2.93 3.12 3.22 12.26 3.39
L Real Estate 7.02 8.32 9.90 11.52 3.22 3.37 3.45 3.55 13.59 3.70
M,N Jasa Perusahaan 0.86 1.00 1.15 1.30 0.35 0.36 0.38 0.39 1.48 0.40
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 10.70 11.45 12.24 13.66 3.71 3.92 4.27 4.43 16.33 4.20
P Jasa Pendidikan 10.89 12.10 13.89 15.50 4.00 4.07 4.48 4.76 17.30 4.54
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.55 4.08 4.68 5.51 1.51 1.56 1.68 1.77 6.52 1.73
R,S,T,U Jasa lainnya 2.45 2.75 3.18 3.72 1.03 1.06 1.11 1.16 4.37 1.18
PRDB 198.29 228.29 258.84 299.63 78.75 84.54 92.03 86.43 341.75 87.99
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 93
LAMPIRAN
Tabel A.3. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Triliun)
2015** 2016**
No Komponen 2011 2012 2013 2014*
I II III IV TOTAL I
1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 106.35 113.78 120.56 127.70 32.82 33.28 33.99 34.39 134.47 34.56
2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2.22 2.38 2.62 2.92 0.71 0.72 0.74 0.78 2.95 0.74
3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 21.55 22.45 23.06 23.49 3.63 5.74 6.32 9.73 25.41 3.70
4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 64.56 74.68 82.98 90.29 22.45 23.47 25.19 26.71 97.82 24.59
5 Perubahan Inventori 2.16 5.43 3.97 (0.97) 0.62 1.87 1.56 0.62 4.66 0.96
6 Ekspor 52.86 51.22 52.36 59.75 13.86 13.73 14.66 10.30 52.56 8.20
7 Impor 63.99 67.75 67.96 69.18 15.34 16.31 15.57 19.91 67.14 9.65
PDRB 185.71 202.18 217.59 234.00 58.74 62.49 66.88 62.62 250.73 63.09
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel A.4. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Miliar)
2015** 2016**
No Komponen 2011 2012 2013 2014*
I II III IV TOTAL I
1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 113.55 129.69 146.64 165.19 44.64 45.72 47.48 48.68 186.52 49.61
2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2.31 2.60 3.08 3.86 1.00 1.03 1.09 1.15 4.27 1.12
3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 23.49 26.12 28.72 31.70 4.86 7.99 9.19 14.43 36.48 5.52
4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 66.70 82.68 94.88 113.16 29.14 31.00 33.80 36.41 130.34 33.90
5 Perubahan Inventori 2.50 5.66 4.42 (1.55) 0.90 2.01 1.84 0.90 5.64 1.49
6 Ekspor 57.26 58.19 59.93 78.01 18.91 18.67 19.75 12.76 70.08 11.13
7 Impor 67.52 76.66 78.84 90.73 20.69 21.88 21.11 27.89 91.57 14.77
PDRB 198.29 228.29 258.84 299.63 78.75 84.54 92.03 86.43 341.75 87.99
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel A.5. Pendapatan Per Kapita Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Juta)
Makanan
Perumahan,
Jadi, Pendidikan,
IHK Bahan Air, Listrik, Transpor dan
Umum Minuman, Sandang Kesehatan Rekreasi, dan
(Akhir Periode) Makanan Gas, dan Komunikasi
Rokok, dan Olahraga
Bahan Bakar
Tembakau
Tabel B.3. Angka Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK
2013 2014 2015 2016
Kota Inflasi 2012 2013 2014 2015
I II III IV I II III IV I II III IV I
Makassar 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 6.24 5.46 5.38 3.57 8.51 8.51 7.34 8.61 8.95 5.18 5.18 6.38
Palopo 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 5.25 6.22 7.36 4.03 8.95 8.95 6.95 6.89 7.19 3.38 3.38 4.47
Parepare 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 6.31 5.58 5.57 3.04 9.38 9.38 6.53 6.98 7.02 1.58 1.58 3.82
Bone (Watampone) 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 6.86 7.86 8.14 4.55 8.22 8.22 5.66 4.27 4.33 0.97 0.97 1.94
Bulukumba** 13.94 14.10 7.30 9.45 9.45 6.21 6.12 6.63 2.17 2.17 2.16
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 **) Dihitung sebagai Kota Inflasi sejak tahun 2014
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 95
LAMPIRAN
C. Perbankan
Tabel C.1. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Bank Pelapor) dan Kredit (Lokasi Bank) Bank Umum (Rp Miliar)
DPK KREDIT
Periode LDR
Giro Tabungan Deposito Jumlah Modal Kerja Investasi Konsumsi Jumlah
2011 6,275 26,446 13,085 45,807 20,074 9,626 23,198 52,898 115.48%
2012
Tri wul a n I 7,471 25,004 13,259 45,734 20,516 10,025 24,044 54,585 119.35%
Tri wul a n II 7,282 27,206 13,536 48,024 22,850 10,588 25,597 59,035 122.93%
Tri wul a n III 7,257 28,545 14,115 49,917 22,385 10,997 27,707 61,090 122.38%
Tri wul a n IV 7,345 31,466 14,907 53,717 25,506 11,380 29,335 66,221 123.28%
2013
Tri wul a n I 7,770 29,321 15,211 52,302 25,980 12,232 30,158 68,371 130.72%
Tri wul a n II 8,092 30,068 15,297 53,457 26,659 14,486 31,793 72,937 136.44%
Tri wul a n III 9,221 32,076 16,062 57,359 26,160 15,769 33,085 75,014 130.78%
Tri wul a n IV 7,845 35,007 17,592 60,444 27,231 14,494 33,663 75,388 124.72%
2014
Tri wul a n I 7,990 32,446 17,726 58,162 27,257 14,642 33,974 75,874 130.45%
Tri wul a n II 9,730 33,168 18,504 61,402 29,062 15,467 34,807 79,336 129.21%
Tri wul a n III 9,693 34,828 19,819 64,339 29,847 15,457 35,159 80,463 125.06%
Tri wul a n IV 7,995 37,428 20,690 66,112 31,442 16,241 35,877 83,560 126.39%
2015
Tri wul a n I 10,154 34,147 22,118 66,420 32,776 16,482 36,045 85,304 128.43%
Tri wul a n II 11,820 34,881 22,166 68,867 34,627 16,500 36,436 87,563 127.15%
Tri wul a n III 12,471 37,491 22,472 72,433 34,876 17,476 37,558 89,911 124.13%
Tri wul a n IV 13,165 42,211 23,091 78,467 36,730 20,538 37,713 94,982 121.05%
2016
Tri wul a n I 12,894 38,589 26,859 78,342 37,510 20,041 38,759 96,310 122.94%
Tabel C.2. Penyaluran Kredit (Lokasi Bank) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar)
Kredit (Lokasi Bank)
Periode Industri Listrik, Gas, Jasa Dunia Jasa Sosial Total
Pertanian Tambang Konstruksi Perdagangan Angkutan Lain-lain
Pengolahan dan Air Usaha Masyarakat
2011 869 309 3,460 144 2,155 15,072 1,629 2,770 1,555 24,935 52,898
2012
Tri wul a n I 906 312 3,468 137 2,065 15,459 1,744 2,917 1,570 26,007 54,585
Tri wul a n II 1,128 363 3,904 124 2,448 17,631 1,730 3,178 1,485 27,045 59,035
Tri wul a n III 1,171 375 4,008 135 2,582 17,741 1,794 3,131 1,372 28,781 61,090
Tri wul a n IV 1,215 399 5,250 141 2,674 19,027 2,321 3,105 1,404 30,684 66,221
2013
Tri wul a n I 1,403 447 5,335 133 2,565 19,933 2,631 3,240 1,619 31,065 68,371
Tri wul a n II 1,396 449 5,579 116 2,780 22,957 2,763 3,433 1,650 31,814 72,937
Tri wul a n III 1,385 444 5,631 121 2,966 23,360 2,864 3,414 1,733 33,096 75,014
Tri wul a n IV 1,400 397 4,186 191 3,034 24,132 2,923 3,550 1,780 33,794 75,388
2014
Tri wul a n I 1,405 377 3,918 218 3,043 24,334 2,960 3,747 1,828 34,043 75,874
Tri wul a n II 1,499 560 4,210 245 3,666 25,587 2,950 3,598 1,968 35,053 79,336
Tri wul a n III 1,435 537 4,283 232 4,173 25,748 2,951 3,581 2,115 35,408 80,463
Tri wul a n IV 1,506 509 4,747 350 4,366 27,033 2,820 3,662 2,340 36,226 83,560
2015
Tri wul a n I 1,630 427 5,035 382 4,746 27,920 2,782 3,733 2,473 36,174 85,304
Tri wul a n II 1,788 390 5,109 413 4,902 29,003 2,693 4,037 2,681 36,547 87,563
Tri wul a n III 2,303 383 5,304 398 5,417 29,373 2,672 4,024 2,388 37,648 89,911
Tri wul a n IV 2,461 410 7,487 379 5,491 31,424 2,781 4,221 2,549 37,777 94,982
2016
Tri wul a n I 2,681 430 7,239 306 5,483 31,959 2,824 4,117 2,462 38,809 96,310
Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran Bank Umum
Periode Modal Modal Modal Modal
Investasi Konsumsi Investasi Konsumsi Investasi Konsumsi Investasi Konsumsi
Kerja Kerja Kerja Kerja
2011 13.55 11.83 12.83 13.34 13.61 14.09 10.62 6.81 28.61 13.45 12.84 13.32
2012
Tri wul a n I 13.49 11.69 12.79 13.16 13.60 14.56 8.50 7.29 27.35 13.30 12.77 13.46
Tri wul a n II 13.24 11.34 12.70 12.74 13.62 14.36 9.32 7.91 27.67 13.00 12.60 13.35
Tri wul a n III 13.21 11.11 12.54 12.55 13.36 14.31 9.53 8.36 26.16 12.90 12.39 13.19
Tri wul a n IV 12.63 10.92 12.23 12.28 13.09 14.01 8.85 8.07 23.83 12.47 12.19 12.88
2013
Tri wul a n I 12.56 10.74 12.20 12.31 12.89 14.04 7.21 8.21 23.67 12.40 12.05 12.85
Tri wul a n II 12.77 10.57 12.12 12.01 12.71 13.89 8.12 8.37 20.92 12.38 11.65 12.74
Tri wul a n III 12.94 10.79 12.11 12.72 12.99 13.83 9.14 9.16 21.14 12.80 12.02 12.72
Tri wul a n IV 13.00 11.08 12.18 13.04 13.53 13.91 10.20 10.06 20.92 12.99 12.57 12.78
2014
Tri wul a n I 13.10 11.15 12.24 13.23 13.67 14.06 10.49 10.68 22.14 13.13 12.71 12.86
Tri wul a n II 13.26 11.44 12.41 13.51 13.53 14.05 10.08 10.72 22.94 13.33 12.75 12.97
Tri wul a n III 13.48 11.61 12.44 13.62 13.53 14.10 10.26 10.81 23.49 13.50 12.81 13.00
Tri wul a n IV 13.46 11.57 12.61 13.48 13.78 14.17 10.77 11.14 23.13 13.44 12.93 13.13
2015
Tri wul a n I 13.81 12.12 11.45 14.04 15.29 14.74 10.03 11.38 23.11 13.25 13.13 13.59
Tri wul a n II 13.42 10.40 13.00 12.91 13.75 14.61 6.83 9.64 28.49 12.98 12.14 13.61
Tri wul a n III 13.28 10.26 13.22 13.01 13.69 14.62 8.84 11.46 28.73 13.09 12.00 13.76
Tri wul a n IV 12.95 9.53 13.31 12.86 13.34 14.72 9.52 11.89 28.40 12.86 11.30 13.82
2016
Tri wul a n I 12.36 10.15 13.22 13.13 13.70 14.41 8.74 10.63 22.34 12.67 12.00 13.57
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 97
LAMPIRAN
D. Sistem Pembayaran
Tabel D.1. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Kertas di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Triliun)
Jumlah yoy
Periode
Inflow Outflow Netflow Inflow Outflow Netflow
I 4.41 1.71 2.69 13.90% -7.74% 33.88%
II 3.24 2.88 0.35 17.51% -9.03% 184.18%
2013
III 4.87 5.31 (0.44) 24.12% 48.58% 224.77%
IV 4.07 4.16 (0.08) 27.33% 29.43% -531.87%
2013 16.59 14.07 2.52 20.66% 19.06% 30.49%
I 5.30 2.34 2.96 20.17% 36.67% 9.67%
II 4.07 3.83 0.24 25.76% 32.62% -30.61%
2014
III 5.56 5.64 (0.08) 14.15% 6.16% 82.72%
IV 4.30 4.10 0.21 5.65% -1.52% 346.91%
2014 19.23 15.90 3.33 15.93% 13.03% 32.07%
I 6.18 2.25 3.94 16.71% -4.13% 33.23%
II 3.78 3.70 0.08 -7.20% -3.31% -68.17%
2015
III 4.82 4.93 (0.11) -13.42% -12.60% -47.38%
IV 3.79 3.20 0.59 -11.94% -21.82% 181.69%
2015 18.57 14.07 4.49 -3.47% -11.49% 34.80%
2016 I 6.23 1.49 4.74 0.72% -33.89% 20.47%
Tabel D.2. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Logam di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Miliar)
Jumlah yoy
Periode
Inflow Outflow Netflow Inflow Outflow Netflow
I 0.03 0.28 (0.25) -80.04% -84.46% 84.86%
II 0.08 0.78 (0.70) -39.81% -69.23% 70.77%
2013
III 0.08 2.51 (2.43) 335.68% 192.39% -189.28%
IV 0.10 2.63 (2.53) 95.78% 670.88% -772.95%
2013 0.29 6.20 (5.91) -16.80% 12.07% -13.98%
I 0.14 2.20 (2.05) 388.70% 685.69% -720.65%
II 0.04 3.22 (3.18) -47.69% 314.31% -353.25%
2014
III 0.23 3.93 (3.70) 186.11% 56.42% -52.18%
IV 0.01 2.07 (2.06) -90.05% -21.19% 18.45%
2014 0.42 11.42 (11.00) 47.75% 84.31% -86.08%
I 0.00 1.74 (1.73) -97.54% -20.95% 15.58%
II 0.00 4.03 (4.03) -97.29% 25.02% -26.53%
2015
III 0.03 3.59 (3.56) -84.91% -8.54% 3.84%
IV 0.00 5.84 (5.83) -73.33% 181.97% -183.21%
2015 0.04 15.20 (15.15) -90.11% 33.07% -37.79%
2016 I 0.00 4.45 (4.45) -43.02% 156.01% -156.41%
Tabel D.3. Perkembangan Transaksi Nontunai Melalui Real Time Gross Settlement (Rp Triliun)
Jumlah yoy
Periode
From To From-To From To From-To
I 11.50 29.15 4.58 3.26% 24.82% -1.96%
II 15.47 37.79 4.35 27.09% 45.01% -18.06%
2012
III 15.42 34.63 4.42 17.91% 1.86% -17.49%
IV 19.88 40.65 5.05 25.54% 18.28% -17.24%
2012 62.28 142.21 18.41 19.24% 20.75% -14.18%
I 14.45 32.77 4.25 25.59% 12.42% -7.28%
II 17.40 36.12 4.92 12.46% -4.41% 13.00%
2013
III 18.77 37.61 6.75 21.72% 8.61% 52.66%
IV 20.54 41.48 7.30 3.32% 2.05% 44.57%
2013 71.16 147.98 23.22 14.26% 4.06% 26.15%
I 15.66 27.89 4.75 8.39% -14.89% 11.85%
II 21.37 33.67 9.76 22.83% -6.79% 98.44%
2014
III 22.72 38.10 10.97 21.04% 1.28% 62.41%
III 25.66 41.37 11.87 24.93% -0.27% 62.68%
2014 85.41 141.02 37.36 20.03% -4.70% 60.89%
I 14.45 32.77 4.29 -7.73% 17.51% -9.65%
2015 II 26.71 31.93 4.27 24.96% -5.15% -56.25%
III 19.34 40.38 3.48 -14.88% 5.99% -68.29%
Tabel E.1. Perkembangan Komoditas Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Ribu)
2013 2014 2015* 2016**
KOMODITAS EKSPOR UTAMA 2013* 2014 2015*
I II III IV I II III IV I II III IV I
1 Nikel 258,413 247,288 215,371 200,767 921,839 213,110 269,360 289,821 266,267 1,038,558 211,882 197,775 172,672 176,610 758,939 108,715
2 Cokelat Olahan 4,696 14,722 17,225 28,377 65,019 29,325 34,256 47,805 37,194 148,581 21,144 40,898 31,884 30,021 123,947 19,769
3 Ganggang Laut 15,882 21,039 27,430 26,942 91,292 33,321 35,918 38,832 39,176 147,247 28,146 32,547 26,357 18,757 105,807 18,289
4 Biji Cokelat 50,603 28,346 59,061 39,017 177,026 19,952 35,040 27,076 20,085 102,154 9,422 23,052 27,395 15,355 75,224 4,904
5 Udang Segar 11,805 13,911 16,464 19,577 61,757 14,593 18,007 23,090 12,773 68,463 11,834 14,979 14,107 16,532 57,452 12,091
6 Ikan Olahan 11,111 10,330 15,233 14,376 51,050 8,803 12,162 17,765 15,593 54,322 9,900 13,105 11,894 14,155 49,053 10,003
7 Buah/Sayur Olahan 6,848 6,214 6,677 5,646 25,385 5,926 7,916 6,292 5,543 25,677 8,386 10,161 10,570 11,640 40,757 15,784
8 Kayu Lapis 9,267 8,843 7,771 9,927 35,809 10,534 9,175 8,248 8,581 36,538 6,236 10,994 9,932 13,289 40,450 7,948
9 Sayur-Sayuran 65 199 295 165 723 175 139 105 5,242 5,661 30 8,427 9,797 260 18,514 85
10 Dedak/Bekatul 5,974 4,844 4,624 3,934 19,375 4,603 5,231 4,317 3,871 18,022 6,125 4,893 2,841 3,385 17,243 3,281
403,019 389,288 417,565 386,338 1,596,210 460,017 499,048 452,629 344,161 1,755,855 344,161 382,893 350,441 333,278 1,410,774 229,370
Ket: 10 besar komoditas ekspor sepanjang 2016
Sumber: Bea Cukai, diolah
Tabel E.2. Perkembangan Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Tujuan (US$ Juta)
2013 2014 2015* 2016**
NEGARA TUJUAN EKSPOR 2013 2014 2015*
I II III IV I II III IV I II III IV I
1 Jepang 276,916 265,502 236,096 222,268 1,000,782 229,808 285,800 311,425 282,417 1,109,450 225,143 213,089 188,475 189,872 816,578 117,903
2 Malaysia 15,544 21,970 30,383 35,098 102,995 28,276 38,252 40,895 44,010 151,433 28,197 35,894 35,508 29,831 129,429 16,028
3 Amerika Serikat 37,186 20,355 49,647 46,967 154,155 31,358 43,734 37,866 22,781 135,739 22,395 32,804 41,494 31,259 127,952 25,540
4 Philipina 15,896 23,792 26,969 24,962 91,618 26,414 32,148 39,092 35,247 132,900 16,135 40,494 23,936 3,499 84,063 1,978
5 Singpura 3,759 4,103 4,511 3,529 15,902 4,784 4,348 5,126 9,554 23,811 2,212 11,210 12,884 4,620 30,926 2,259
6 Belanda 10,747 6,511 13,668 4,892 35,819 5,235 8,685 12,434 5,537 31,890 7,958 5,793 6,022 3,635 23,408 5,153
7 Korea Selatan 2,041 2,727 3,249 2,982 10,999 3,121 4,085 3,269 5,640 16,115 7,360 7,035 4,995 5,971 25,361 4,007
8 Jerman 2,714 4,225 5,959 5,027 17,925 5,462 5,994 10,525 7,103 29,084 6,972 4,541 7,410 2,760 21,683 3,898
9 Australia 3,061 4,265 3,095 5,854 16,274 6,494 9,624 7,580 6,191 29,890 4,414 4,530 3,952 4,151 17,047 5,408
10 Hongkong 4,514 4,803 3,702 4,110 17,129 4,296 3,314 5,116 3,646 16,373 4,460 3,346 3,888 3,765 15,459 4,015
NILAI EKSPOR SULSEL 366,672 338,889 362,336 335,808 1,403,705 318,197 400,004 428,820 389,604 1,536,625 344,161 382,891 350,441 333,278 1,410,772 229,370
Ket: 10 besar negara tujuan ekspor sepanjang 2016
Sumber: Bea Cukai, diolah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 99
LAMPIRAN
Tabel E.3. Perkembangan Komoditas Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ ribu)
2013 2014 2015* 2016**
KOMODITAS IMPOR UTAMA 2013* 2014 2015*
I II III IV I II III IV I II III IV I
1 Kapal Terbang dan Bagiannya - - - - - - - - - - - - 124,230 - 124,230 -
2 Bahan Kimia Anorganik 37,228 56,624 29,661 62,323 185,835 55,107 48,136 59,146 30,292 192,681 43,748 66,857 273 3,697 114,575 3,347
3 Karpet dan Alas Lantai 56,173 47,354 15,453 18,483 137,463 34,678 52,658 32,731 26,309 146,375 23,114 47,433 - - 70,547 -
4 Gandum-Ganduman - - - - - - - - - - - - 44,440 30,837 75,277 35,846
5 Aluminium 14,065 16,677 19,661 20,156 70,559 11,103 40,995 16,902 27,845 96,845 21,885 12,475 28 596 34,983 5
6 Mesin/Mesin/Pesawat Mekanik - - - - - - 41 43 202 287 32 47 31,330 37,787 69,196 35,071
7 Ampas/Sisa Industri Makanan - - - - - - - - - - - - 18,588 21,685 40,273 13,573
8 Kain Khusus 13,822 6,086 1,859 3,382 25,150 4,827 3,723 4,913 1,977 15,440 5,075 13,305 - - 18,380 -
9 Bulu dan Bunga Buatan - 3,070 2,277 210 5,557 1,570 - 2,581 1,436 5,588 13,900 538 - - 14,438 -
10 Sereal,Tepung, dan Susu 101 - 7,183 6,250 13,534 1,657 2,508 7,449 5,079 16,692 11,185 2,890 132 84 14,291 27
NILAI IMPOR SULSEL 300,716 404,717 218,820 126,061 1,050,313 139,097 181,875 149,053 129,393 599,417 163,902 180,739 270,064 149,655 764,360 123,713
Ket: 10 komoditas impor sepanjang 2015
Sumber: Bea Cukai, diolah
Tabel E.4. Perkembangan Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Asal (US$ Ribu)
2013 2014* 2015** 2016**
NEGARA ASAL IMPOR 2013* 2014* 2015**
I II III IV I II III IV I II III IV I
1 Rusia 151,252 248,147 121,335 11,978 532,711 586 557 6,325 2,069 9,536 946 - 132,603 13,334 146,883 437
2 Tiongkok 28,368 2,948 11,288 15,463 58,066 24,588 36,507 29,472 20,987 111,554 29,420 34,987 59,722 60,503 184,632 42,693
3 Australia 29,359 41,531 29,849 29,355 130,093 40,047 36,627 40,027 18,364 135,066 59,175 47,954 16,828 9,655 133,612 25,410
4 Kanada 12,049 25,176 3,905 12,160 53,291 2,799 15,376 10,268 15,521 43,963 5,293 18,487 22,930 10,637 57,347 6,496
5 Singapura 13,586 11,955 9,626 3,094 38,262 7,901 4,377 8,400 10,861 31,538 26,556 11,061 3,437 9,330 50,383 636
6 Argentina 12,569 15,635 13,186 17,778 59,168 10,141 34,030 13,582 19,518 77,272 19,975 10,541 9,303 5,364 45,182 18,433
7 Jerman 14,314 9,187 393 749 24,643 424 10,070 10,238 2,471 23,203 978 21,430 170 1,839 24,417 165
8 Amerika Serikat 9,774 2,429 7,879 12,155 32,238 25,350 13,445 6,130 8,696 53,620 1,771 9,845 2,412 4,976 19,005 2,367
9 Thailand 11,310 5,838 3,313 3,155 23,616 9,381 3,380 2,539 7,106 22,406 2,477 4,540 4,573 2,444 14,035 4,657
10 Malaysia 1,470 3,137 2,006 4,153 10,766 5,031 10,675 3,832 1,811 21,350 300 2,722 5,723 1,153 9,898 1,153
NILAI IMPOR SULSEL 300,716 404,717 218,820 126,061 1,050,313 139,097 181,875 149,053 129,393 599,417 163,067 180,739 270,064 149,655 763,524 123,713
Ket: 10 besar negara importir sepanjang 2016
Sumber: Bea Cukai, diolah
F. Inklusi Keuangan
Tabel F.1. Perkembangan Rasio Jumlah Rekening terhadap Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan
*) Jumlah penduduk merupakan proyeksi dari proporsi jumlah penduduk miskin berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
**) Data terkini perbankan dan jumlah penduduk miskin
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 101
LAMPIRAN
Tabel G.2.Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota Harga Konstan (Rp Milyar)
PERTUMBUHAN PERTAHUN
NO KABUPATEN/KOTA
2011 2012 2013 2014
1 Kep. Selayar 8.88 7.88 9.18 9.18
2 Bulukumba 5.49 9.65 7.79 8.21
3 Bantaeng 9.38 9.67 9.01 7.92
4 Jeneponto 8.44 7.55 6.65 7.71
5 Takalar 7.59 6.58 8.80 9.00
6 Gowa 7.46 8.15 9.44 6.94
7 Sinjai 7.60 7.32 7.80 6.98
8 Maros 11.24 11.14 6.28 5.23
9 Pangkep 9.84 8.26 9.33 10.16
10 Barru 8.13 8.39 7.91 6.64
11 Bone 6.40 8.21 6.31 8.92
12 Soppeng 7.17 6.93 7.24 6.76
13 Wajo 10.11 6.50 6.86 9.15
14 Sidrap 9.63 8.93 6.94 7.76
15 Pinrang 7.71 8.51 7.28 8.11
16 Enrekang 8.08 7.30 5.84 5.88
17 Luwu 7.89 7.00 7.74 8.73
18 Tana Toraja 7.78 8.58 7.28 6.56
19 Luwu Utara 8.04 6.81 7.40 8.47
20 Luwu Timur -4.29 5.62 6.31 8.47
21 Toraja Utara 8.36 9.45 9.75 7.54
22 Makassar 10.36 9.64 8.55 7.39
23 Pare-pare 8.42 8.80 7.97 6.09
24 Palopo 7.90 7.00 8.08 6.66
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
Tabel G.3.PDRB Perkapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Berlaku (Rp juta rupiah)
PDRB perkapita
No Kabupaten/Kota
2010 2011 2012 2013
1 Kep. Selayar 9.25 11.17 13.61 15.85
2 Bulukumba 9.51 10.74 12.55 14.40
3 Bantaeng 10.33 12.21 14.11 16.30
4 Jeneponto 6.61 7.73 8.88 10.12
5 Takalar 7.60 8.65 9.92 11.16
6 Gowa 7.76 8.87 9.95 11.25
7 Sinjai 12.26 13.98 15.94 18.24
8 Maros 8.12 9.38 10.66 12.11
9 Pangkep 17.54 20.67 24.27 28.06
10 Barru 10.00 11.37 13.00 14.78
11 Bone 10.46 12.19 14.22 16.06
12 Soppeng 12.15 14.28 16.39 18.87
13 Wajo 14.00 17.16 19.87 22.89
14 Sidrap 12.34 15.26 17.63 19.92
15 Pinrang 15.02 17.50 20.20 22.87
16 Enrekang 10.06 11.89 13.78 16.89
17 Luwu 11.15 12.91 14.77 16.83
18 Tana Toraja 6.64 8.04 9.74 11.35
19 Luwu Utara 10.64 12.25 14.12 16.32
20 Luwu Timur 34.02 38.65 40.77 48.63
21 Toraja Utara 6.89 8.31 9.98 11.74
22 Makassar 27.56 31.82 36.55 41.76
23 Pare-pare 13.85 15.77 17.82 20.50
24 Palopo 13.12 14.98 16.84 19.16
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
Tabel G.5.Tingkat Partisipasi Angkatan Lerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Sulawesi Selatan Menurut
Kabupaten/Kota (%)
TPAK TPT
No Kabupaten / Kota
2011 2012 2013 2014 2011 2012 2013 2014
1 Kep. Selayar 65.1 62.7 61.11 60.6 4.68 3.25 4.62 2.1
2 Bulukumba 64.2 68.4 62.25 65 5.46 2.71 4.16 2.8
3 Bantaeng 65.5 72.2 68.74 71.9 5.54 7.02 6.44 2.4
4 Jeneponto 64.5 67.0 61.96 61.7 5.06 4.35 2.77 2.7
5 Takalar 64.5 62.3 57.69 62.9 5.54 6.21 2.73 2.7
6 Gowa 65.6 62.1 64.17 66.3 7.05 4.01 2.63 2.3
7 Sinjai 65.1 73.1 70.34 68.8 5.59 2.84 0.43 0.9
8 Maros 64.9 64.3 60.98 63.0 6.94 6.43 5.71 4.6
9 Pangkep 65.0 57.6 54.41 57.6 6.09 8.03 5.7 9.9
10 Barru 64.2 56.8 53.43 50.4 5.75 4.78 4.51 2.3
11 Bone 64.0 64.8 63.3 63.9 5.98 3.51 3.8 5
12 Soppeng 63.4 62.1 57.22 57.6 5.16 6.15 6.65 2.4
13 Wajo 67.0 59.9 58.16 55.6 7.45 3.13 3.72 4.9
14 Sidrap 64.6 57.2 52.25 54.0 4.78 6.99 7.62 6.2
15 Pinrang 64.5 55.0 52.07 60.1 6.55 5.35 1.96 2.8
16 Enrekang 66.6 74.5 70.27 68.2 6.66 3.05 1.61 1.4
17 Luwu 65.3 59.7 58.69 62.5 7.41 10.55 7.14 5.1
18 Tana Toraja 67.1 76.3 70.55 80.3 5.56 4.63 3.26 3.3
19 Luwu Utara 65.9 65.6 62.02 66.7 4.47 5.03 4.48 1.8
20 Luwu Timur 68.3 67.3 65.01 67.2 7.16 8.12 6.28 8.1
21 Toraja Utara 63.5 68.3 65.25 69.8 6.05 5.08 2.82 3.7
22 Makassar 61.0 57.9 57.8 56.9 8.41 9.97 9.53 10.9
23 Pare-pare 62.0 60.4 57.72 60.6 7.97 4.21 4.86 7.1
24 Palopo 63.1 59.6 58.13 58.0 9.47 8.43 9.03 8.1
Sulawesi Selatan 64.3 62.8 60.49 62.0 6.56 5.87 5.1 5.1
Sumber: BPS, diolah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 103
LAMPIRAN
H. Daftar Istilah
Istilah Keterangan
Administered prices Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah
Abenomics Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk mengatasi masalah ekonomi makro Jepang dari
resesi berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk
meningkatkan konsumsi dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor
Austerity program Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau belanja pemerintah
Bail out Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan dana/likuiditas
Banking union Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga stabilitas perbankan
Barrel Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional
Basel III Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada kecukupan modal bank, stress testing, dan
risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota Basel Committee on Banking Supervision dan akan diimplementasikan 2013-
2018
BI rate Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
Branchless banking Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang
Clean money policy Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Consensus forecast Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat
menggunakan metodologi yang berbeda
Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen, saham biasa,
maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Credit rating Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi
Crisis management Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran dan tanggung
protocol jawab anggota tim itu
Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu negara
Debt swap Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas ekonomi
Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif
Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan
nasabah
Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Disposable income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan,
atau non-penting, atau diselamatkan
Double-dip recession Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi sebelumnya dalam waktu yang pendek
Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 105
LAMPIRAN
Istilah Keterangan
Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda,
dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran
Ekspansi fiskal Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah
Emerging market Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar
keuangan dan industrialisasi
Exchange rate pass Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat perubahan satu persen dalam nilai tukar antara negara-
through negara pengekspor dan pengimpor
External imbalance Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif berlebihan
Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga
Financial sophistication Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan financial exclusion pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau
untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah masyarakat
Flight to quality Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor menjual apa yang mereka anggap
sebagai investasi berisiko dan membeli investasi yang lebih aman
Fiscal sustainability Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan lainnya dalam jangka panjang tanpa
risiko gagal bayar
Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat perintah
pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan
Indeks kedalaman Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin
kemiskinan
Inflasi inti Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan
dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional,
inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi
Intercompany loans Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur organisasi
Investasi portofolio Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan
Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan
Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama
Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai
Long-term financing Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas
Istilah Keterangan
Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan
Margin Selisih
Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan
usahanya
Monetary union Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan
Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, atau
bulan) terhadap satu bulan sebelumnya
Online banking Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi internet
Operation twist Kebijakan The Fed pada akhir 2011, dimana The Fed mengambil inisiatif membeli surat berharga jangka panjang dan secara
simultan menjual yang jangka pendek untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang
Operasi Pasar Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka
pengendalian moneter
Pagu hutang / debt Jumlah total utang pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan dalam periode tertentu
ceiling
Primary reserves Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-waktu)
Quantitative easing Kebijakan dimana The Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk memberikan dukungan
pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau
Qtq Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu,
bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya
Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan
Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain
Sovereign debt crisis Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk memenuhi kewajibannya (bunga dan
pokoknya)
Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang
selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek
Sukuk Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi
syariah
Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun
Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank
ritel
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel 107
LAMPIRAN
Istilah Keterangan
Volatile food Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam,
atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan
internasional
Yoy Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,
triwulan, semester, atau tahun) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya
Ytd Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,
triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember). Ytd biasanya untuk mengukur
pertumbuhan secara akumulatif.