Pendahuluan
1.3 Tujuan
Berdasarkan uraian rumusan masalah diatas , adapun tujuan dalam penulisan laporan ini yaitu :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran ruang lingkup
lokasi dan materi serta sistematika laporan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan tinjauan pustaka yang berupa tinjauan teori dan tinjauan kebijakan
yang digunakan sebagai landasan teori dan kebijakan untuk menyusun laporan.
BAB III GAMBARAN UMUM
Bab ini berisikan gambaran umum yang berupa gambaran umum wilayah dan aspek-
aspek lain yang dijelaskan secara umum
BAB IV IDENTIFIKASI POTENSI DAN MASALAH
Bab ini berisikan identifikasi potensi dan masalah dari aspek-aspek yang menjadi
indikator dalam Pengembangan Ekonomi Lokal
BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN
Bab ini berisikan tentang arahan pengembangan yang akan dilakukan setelah
meninjau dari Potensi dan Masalah yang sudah dibuat sebelumnya
BAB VI PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran sebagai penutup laporan
BAB II
Tinjauan Pustaka
Dimana :
● Si = Jumlah buruh sektor kegiatan ekonomi di daerah yang diselidiki
● S = Jumlah buruh seluruh sektor kegiatan ekonomi di daerah yang diselidiki
● Ni = Jumlah sektor kegiatan ekonomi i di daerah acuan yang lebih luas, di mana daerah yang
di selidiki menjadi bagiannya
● N = Jumlah seluruh buruh di daerah acuan yang lebih luas
dari perhitungan Location Quotient (LQ) suatu sektor, kriteria umum yang dihasilkan adalah :
1) Jika LQ > 1, disebut sektor basis, yaitu sektor yang tingkat spesialisasinya lebih tinggi dari
pada tingkat wilayah acuan
2) Jika LQ < 1, disebut sektor non-basis, yaitu sektor yang tingkat spesialisasinya lebih rendah
dari pada tingkat wilayah acuan
3) Jika LQ = 1, maka tingkat spesialisasi daerah sama dengan tingkat wilayah acuan
Asumsi metoda LQ ini adalah penduduk di wilayah yang bersangkutan mempunyai pola permintaan
wilayah sama dengan pola permintaan wilayah acuan. Asumsi lainnya adalah permintaan wilayah
akan suatu barang akan dipenuhi terlebih dahulu oleh produksi wilayah, kekurangannya diimpor dari
wilayah lain.
Gambaran Umum
Secara topografi, keadaan geografis Kabupaten Kepulauan Mentawai bervariasi antara dataran,
sungai, dan berbukit-bukit, dimana rata-rata ketinggian daerah seluruh ibukota kecamatan dari
permukaan laut (DPL) adalah 2 meter. Kabupaten Kepulauan Mentawai beribukota di Tuapejat yang
terletak di Kecamatan Sipora Utara dengan jarak tempuh ke kota Padang sepanjang 153 km
Tabel di atas menunjukkan bahwa kelompok usia produktif laki-laki lebih besar
daripada perempuan dengan rasio 108,6. Artinya setiap 100 orang penduduk usia
produktif perempuan terdapat 108-109 penduduk usia produktif laki-laki. Berdasarkan
hasil sensus penduduk tahun 2021, rasio ketergantungan Kepulauan Mentawai tahun 2021
sudah dibawah 50 persen yaitu sebesar 46,07 persen, artinya setiap 100 penduduk usia
produktif menanggung beban 46 penduduk usia tidak produktif. Jika Rasio
ketergantungan ini ditahun berikutnya mengalami penurunan maka Kepulauan Mentawai
akan mendapatkan bonus demografi yang tentunya sangat berguna dalam pembangunan
di daerah terkhususnya dengan ketersediaan sumber daya manusia yang produktif yang
memiliki daya saing dan kompetitif.
Tabel 3.5 Penduduk Berusia 15 Tahun Keatas yang Bekerja Berdasarkan Lapangan
Pekerjaan Utama, 2021
Lapangan Pekerjaan Utama Laki-laki Perempu Jumlah %
an
Sektor
Potensial /
Pengadaan Tidak Pertumbuhan
D Masih dapat Non Basis Kompetitif Progresif
Listrik dan Gas Potensi Cepat
Berkembang
dengan Pesat
Sektor
Pengadaan Air,
Potensial /
Pengelolaan Pertumbuhan
E Masih dapat Non Basis Potensi Kompetitif Progresif
Sampah, Cepat
Berkembang
Limbah, dll
dengan Pesat
Sektor Maju
Tidak Pertumbuhan
F Konstruksi dan Tumbuh Basis Kompetitif Progresif
Potensi Cepat
Pesat
Sektor
Perdagangan Potensial /
Pertumbuhan
G Besar dan Masih dapat Non Basis Potensi Kompetitif Progresif
Cepat
Eceran Berkembang
dengan Pesat
Sektor
Penyediaan Potensial /
Tidak Pertumbuhan
I Akomodasi dan Masih dapat Non Basis Kompetitif Progresif
Potensi Cepat
Makan Minum Berkembang
dengan Pesat
Sektor
Potensial /
Informasi dan Pertumbuhan Tidak
J Masih dapat Non Basis Potensi Progresif
Komunikasi Cepat Kompetitif
Berkembang
dengan Pesat
Sektor Maju
Administrasi Pertumbuhan Tidak
O dan Tumbuh Basis Potensi Progresif
Pemerintahan Cepat Kompetitif
Pesat
Sektor
Potensial /
Pertumbuhan Tidak
P Jasa Pendidikan Masih dapat Non Basis Potensi Progresif
Cepat Kompetitif
Berkembang
dengan Pesat
Jasa Kesehatan
Sektor Relatif Tidak Pertumbuhan Tidak
Q dan Kegiatan Non Basis Progresif
Tertinggal Potensi Cepat Kompetitif
Sosial
Sektor
R,
Potensial /
S, Pertumbuhan
Jasa Lainnya Masih dapat Non Basis Potensi Kompetitif Progresif
T, Cepat
Berkembang
U
dengan Pesat
3.4 Kelembagaan
Kelembagaan merupakan suatu tatanan dan pola hubungan antar anggota masyarakat
atau organisasi yang saling mengikat yang dapat menentukan bentuk hubungan antar
manusia atau antar organisasi yang diwadahi dalam suatu organisasi atau jaringan dan
ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik aturan
formal maupun informal untuk pengendalian perilaku sosial serta insentif untuk
bekerjasama dan mencapai tujuan bersama, dimana untuk kasus penelitian ini bertujuan
untuk mengembangkan perekonomian daerah.
Susunan organisasi dan tata kerja perangkat daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai
sudah diatur dalam Peraturan Bupati nomor 61 tahun 2019. Adapun bagan susunan
organisasi dan tata kerja perangkat daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai adalah sebagai
berikut :
A. Bagan Struktur Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Kepulauan
Mentawai
Berdasarkan PDRB Kabupaten Mentawai dan Provinsi Sumatra barat maka diperoleh
perhitungan analisis LQ sebagai berikut, sehingga dapat diketahui sektor yang basis dan non basis
pada setiap sektornya, dengan kriteria bahwa basis memiliki nilai LQ >1.
Berdasarkan Hasil Analisis LQ pada tabel diatas maka didapatkan Bahwa ada 3 sektor,yang
menjadi sektor basis pada kabupatenkepulauan mentawai adalah sektor Pertanian,kehutanan dan
perikanan , Sektor konstruksi ,sektor administrasi pemerintah pertahanan dan jaminan sosial wajib.
Berdsasarkan Kebujakan pengembangan wilayaha pada Kabupaten kepulan mentawai difokuskan
pada sektor pertanian,perkenunan dan dsb.
Tabel 4.1-5 sub sektor Pertanian Kabupaten Kepulauan mamtai barat 2017-2021
Dengan menggunakan data tabel di atas maka hasil perhitunngan analisis LQ yang didapatkan sebagai
berikut.
Tabel 4.1-5 Nilai LQ sub.sektor Pertanian Kabupaten kepulaun Mentawai
Selain itu, berdasarkan fakta yang ada, produksi terbesar komoditas pangan di kabupaten
kepulauan mentawai terdapat pada komoditas ubi kayu dan talas dan komoditas ini juga
termasuk komoditas terbesar di provinsi sumatra baratr. Untuk mengetahui komoditas
tersebut termasuk komoditas
1. Analisa Sektor Basis Komoditas Unggulan
Tabel 4.1 - 7 Nilai Produksi Komoditas pangan Kabupaten Kepulauan mentawai 2017-2021
Jenis
pangan satuan 2017 2018 2019 2020 2021
Jagung Rp/kg 991,5 550,5 666 907 48
ubi kayu Rp/kg 985,5 193,2 460,8 30,1 33,5
ubi jalar Rp/kg 747 564,6 567 27,3 241,3
talas Rp/kg 871,5 444,6 1290 550,5 1152
sumber : Bps kabupaten mentawai ,2017-2021
Tabel 4.1 - 8 Nilai Produksi Komoditas pangan Provinsi sumatra barat 2017-2021
Jenis pangan satuan 2017 2018 2019 2020 2021
Jagung Rp/kg 375151 9903685 546868 507514 546469
ubi kayu Rp/kg 11280 9233785 1860 21450 22170
ubi jalar Rp/kg 5103800 382809 476280 6581302 6358888
talas Rp/kg 511056 16080 86400 619985,6 693443,2
sumber : BPS, provinsi sumatra barat 2017-2021
Berdasarkan data di atas, dapat dihasilkan perhitungan LQ dari setiap komoditas melalui
rata-rata LQ dari tahun 2017-2021.
Nilai LQ
Jenis pangan Keterangan
2017 2018 2019 2020 2021
0,059435859 0,093921225
Jagung 2,826016236 48 1,302206205 1,910941106 25
0,022372545
ubi kayu 93,41907688 83 264,9034221 1,500469741 1,615723927 BASIS
0,004435462 0,040575528
ubi jalar 0,156500236 1,577054771 1,272942412 069 82
0,949431777
talas 1,82342096 29,56456249 15,96481941 2 1,776354448 BASIS
sumber : Analisis penulis,2022
berdasarkan hasil diatas didapatkan bahwa, komoditas pangan berupa ubi kayu dan talas
merupakan salah satu komoditas yang basis.
A. Kelompok sasaran
Pemerintah setempat telah membuka peluang bagi investor luar, namun investasi
masih pada sektor industry
● Modal untuk pelaku usaha ubi kayu dan talas masih minim
● Sudah terdapat pelatihan bagi pelaku usaha baru namun belum optimal terkait
pendampingan & monitoring
● Jumlah koperasi ada 345 koperasi aktif, 189 koperasi tidak aktif, dan 130
koperasi dibubarkan
B. Faktor Lokasi Terukur
Terdapat komunitas kelompok tani Terdapat angkutan darat, serta Pergudangan dan
Jasa Penunjang Angkutan, Pos dan Kurir.
C. Faktor Lokasi tidak terukur Jasa RS dan Pelayanan penunjang kesehatan (Selama lima
tahun terakhir peranannya dalam perekonomian kabupaten mentawai semakin
meningkat secara perlahan) serta Peranan lapangan usaha Jasa Pendidikan selama
kurun waktu lima tahun terakhir semakin meningkat (Pada tahun 2017 peranan
lapangan usaha kategori ini sebesar 2,09 persen, meningkat menjadi 2,18 persen pada
tahun 2018 kemudian 2,53 persen di tahun 2019 2,54 persen di tahun 2020 dan 2,52
persen di tahun 2021.)
D. Keterkaitan dan fokus kebijakan
Telah membuka peluang untuk investor luar , Pemberdayaan “kelompok tani”
E. Pembangunan ekonomi berkelanjutan
secara ekonomi Sudah terdapat beberapa industry pengolahan namun belum ada
varietas industri pengolahan ubi kayu dsb. secara Sosial Kesejahteraan masyarakat
meningkat, hal ini dibuktikan dengn PDRB yang terus meningkat (PDRB Perkapita
biasanya dipakai sebagai indikator makro perkembangan kesejahteraan rakyat)
kemudian dari segi Lingkungan Hasil dari proses pengelolaan limbah produksi ubi
sampah atau kotoran ini dibuang atau dimanfaatkan sebagai pakan budidaya ikan dsb.
F. Proses management
Potensi Ekonomi: ,Sektor Pertanian (holtikultura) .Sektor Perkebunan, Kehutanan
Peternakan ,Perikanan kelautan ,Industry dagang
G. Pariwisata Stakeholder: Pemerintah Perbankan Swasta
BAB V
· Pengembangan
desa binaan industry
kecil dan menengah
6.1 Kesimpulan
Komoditas pangan ubi kayu dan talas merupakan sektor basis di Kab. mentawai namun
belum cukup memiliki daya saing. Hal ini dikarenakan kurangnya varietas produksi turunan
ubi kayu yang dipasarkan, kurang optimalnya system kelembagaan penunjang yang ada
seperti koperasi dan kelompok tani, serta kurang perhatiannya pemerintah terkait permodalan.
Heksagonal PEL digunakan untuk menganalisis cepat kondisi perekonomian lokal yang ada.
dan hasilnya masing-masing dimensi pengembangan memiliki potensi yang dapat
dikembangkan dan permasalahan yang dapat segera diselesaikan
Daftar Pustaka