PENDAHULUAN
Sektor perikanan budidaya atau yang kerap disebut akuakultur merupakan salah satu
sektor yang memiliki peran penting dalam pemenuhan bahan pangan (khususnya protein
hewani), produksi bahan baku industri, pengembangan wilayah, serta penyedia lapangan
pekerjaan (Ombong & Salindeho, 2016). Salah satu komoditas perikanan budidaya yang saat
ini berkembang pesat di Indonesia adalah komoditas ikan Nila. Hal ini dikarenakan ikan Nila
termasuk dalam jenis ikan air tawar yang sangat diminati untuk dikonsumsi sehingga
memiliki nilai ekonomis yang tinggi (Salsabila & Suprapto, 2019). Menurut data dari
Statistik Kementrian Kelautan dan Perikanan, pada tahun 2017 produksi ikan Nila di
Indonesia mencapai 1.358.779 ton, dimana Provinsi Jawa Timur menyumbang angka
produksi mencapai 3,49%, yakni sebesar 47.486 ton. Angka produksi ikan Nila di Jawa
Timur ini mengalami penurunan sebesar 4% dari tahun sebelumnya, yaitu tahun 2016 dengan
angka produksi sebanyak 49.466 ton.
Sebagai upaya peningkatan angka produksi, sistem budidaya perairan intensif perlu
diterapkan dalam pemeliharaan ikan Nila. Sistem budidaya perairan intensif memiliki
keunggulan, yaitu hasil produksi per unit area (m2) yang lebih tinggi dibandingkan metode
konservatif dengan cara pemberian pakan tambahan dan pengontrolan kualitas kolam
menggunakan teknologi tinggi. Sistem budidaya perairan intensif juga dapat menjadi solusi
untuk masalah keterbatasan lahan dan sumber daya air dikarenakan padat tebarnya yang
tinggi(Salsabila & Suprapto, 2019). Namun pemberian pakan tambahan pada budidaya
intensif dapat menimbulkan permasalahan lingkungan berupa limbah beracun nitrogen yang
berasal dari sisa pakan dan kotoran ikan. Solusi alternatif yang dapat diterapkan untuk
mengatasi permasalahan ini adalah teknologi bioflok. Teknologi bioflok tidak hanya dapat
menurunkan jumlah limbah nitrogen, tetapi juga dapat menyediakan pakan tambahan tinggi
protein yang ramah lingkungan. Penerapan teknologi bioflok dilakukan dengan penambahan
karbohidrat organik pada media kultur untuk meningkatkan rasio C/N dan pertumbuhan
bakteri heterotrof yang berperan dalam asimilasi nitrogen anorganik menjadi biomassa
organik (Sukardi, dkk., 2018). Oleh karena itu, observasi yang akan dilakukan ini berfokus
pada budidaya ikan Nila dengan sistem bioflok.
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas pada observasi ini yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana cara budidaya ikan Nila dengan sistem bioflok?
2. Apa permasalahan yang dihadapi pembudidaya ikan Nila dengan sistem bioflok?
3. Bagaimana cara mengatasi permasalahan yang ada dalam budidaya ikan Nila dengan
sistem bioflok?
Ombong, F., & Salindeho, I. R. (2016). Aplikasi teknologi bioflok (BFT) pada kultur ikan
nila, Orechromis niloticus). E-Journal BUDIDAYA PERAIRAN, 4(2), 16–25.
https://doi.org/10.35800/bdp.4.2.2016.13018
Salsabila, M., & Suprapto, H. (2019). TEKNIK PEMBESARAN IKAN NILA (Oreochromis
niloticus) DI INSTALASI BUDIDAYA AIR TAWAR PANDAAN, JAWA TIMUR.
Journal of Aquaculture and Fish Health, 7(3), 118.
https://doi.org/10.20473/jafh.v7i3.11260
Sukardi, P., Soedibya, P. H. T. S., & Pramono, T. B. (2018). Produksi budidaya ikan nila
(Oreochromis niloticus) sistem bioflok dengan sumber karbohidrat berbeda. Jurnal AJIE
- Asian Journal of Innovation and Entrepreneurship, 03(02), 198–203.